2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari famili scombridae, terutama genus Thunnus. Tuna tidak seperti kebanyakan ikan yang memiliki daging berwarna putih, daging ikan ini berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung mioglobin daripada ikan lainnya. Beberapa spesies tuna yang lebih besar, misalnya tuna sirip biru (bluefin tuna), dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktifitas ototnya. Hal ini menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam. Tuna adalah ikan yang memiliki nilai komersial tinggi (Anonim 2005). Ikan tuna dijual dalam beragam bentuk mulai dari tuna loin, tuna fillet, tuna steak hingga tuna kaleng. Berikut ini klasifikasi ikan tuna mata besar (Thunnus obesus), tuna sirip kuning (Thunnus albacares), tuna albacore (Thunnus alalunga), dan Southern Bluefin (Thunnus maccoyii) menurut FAO 1983. Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Actinopterygii Order : Perciformes Family : Scombridae Genus : Thunnus Spesies : Thunnus obesus Thunnus albacares Thunnus alalunga Thunnus maccoyii 2.2 Ikan Tuna dalam Kaleng Ikan tuna dalam kaleng menurut SNI 01-2712.1-2006 adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku tuna (Thunnus sp.) segar atau beku yang mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan, penyiangan, pemotongan, pencucian, pengukusan, pendinginan, pembersihan, pemotongan, seleksi daging, pengisian, penimbangan, pengisian media, penutupan kaleng, sterilisasi, pendinginan, pemeraman, seleksi, pengepakan dan pengemasan. Sterilisasi merupakan titik kritis dalam tahapan produksi tuna dalam kaleng. Winarno (2004) menyatakan bahwa daya tahan produk tuna kaleng sendiri didapat dari proses sterilisasi komersial yang menyebabkan mikroba dalam makanan kaleng tidak dapat hidup dan berkembang biak pada kondisi penyimpanan normal. Sterilisasi yang mengandalkan suhu tinggi 115-120 oC selama 1-1,5 jam tentu saja mengubah karakterisik fisika-kimia bahan baku tuna yang digunakan. Sifat-sifat organoleptik berupa penampakan, warna, aroma, tekstur dan rasa dari bahan baku mengalami perubahan. Komponen makromolekul didalamnya juga berubah seperti protein yang mengalami denaturasi permanen atau asam nukleat yang terdegradasi sebagian. Kondisi inilah yang menjadi tantangan dalam proses autentikasi produk olahan dalam kaleng. Tuna dalam kaleng menurut standar Codex (CODEX STAN 70-1981) terbagi menjadi empat kategori: 1. solid, potongan ikan besar dan kompak memenuhi ukuran kaleng, proporsi dari chunk atau flakes tidak boleh melebihi 18% berat kering. 2. chunk, potongan ikan tidak boleh kurang dari 1,2 cm dan bentuk otot tidak boleh hilang, proporsi potongan daging yang berukuran kurang dari 1,2 cm tidak boleh melebihi 30% berat kering. 3. flake atau flakes, campuran partikel dan potongan ikan yang berukuran kurang dari 1,2 cm tanpa kehilangan bentuk otot, proporsi potongan daging yang kurang dari 1,2 cm dapat lebih dari 30%. 4. grated atau shreded, campuran potongan ikan yang telah dimasak dan memiliki ukuran seragam, tetapi merupakan partikel yang terpisah, bukan pasta. 2.3 Autentikasi Bahan Baku Produk seafood yang beredar di pasar Eropa haruslah memiliki label yang menginformasikan jenis spesies yang digunakan, lokasi daerah penangkapan, dan kondisi perairannya. Identifikasi spesies tidaklah mungkin dilakukan secara visual ketika karakteristik morfologi yang dibutuhkan untuk identifikasi yakni kepala, sirip, kulit dan tulang telah dihilangkan selama proses pengolahan. Beberapa metode dapat digunakan untuk mencegah pemalsuan terhadap konsumen dan metode yang dipilih pada umumnya berdasarkan sifat alamiah dari bahan baku produk tersebut. Pemalsuan spesies yang digunakan sebagai bahan baku merupakan suatu kegiatan penipuan dan dapat merugikan konsumen serta menurunkan tingkat keamanan pangan. Hal ini dapat dicegah melalui autentikasi spesies yang digunakan sebagai bahan baku. Autentikasi spesies merupakan elemen kunci untuk verifikasi keaslian bahan baku dan mencegah terjadinya praktek pemalsuan bahan baku. Autentikasi dilakukan karena banyaknya spesies hasil perairan yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk perikanan (Martinez et al. 2005). Penggunaan DNA sebagai molecular marker dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies ikan. Kestabilan DNA dan banyaknya informasi mengenai hal tersebut, dapat dijadikan sebagai alasan untuk menggunakan teknik DNA sebagai alat mengidentifikasi spesies ikan. Metodologi analisis DNA berdasarkan pada teknologi polymerase chain reaction (PCR) (Pardo 2009). Selain itu, teknik berbasis DNA memiliki sebuah keuntungan, yaitu tidak memerlukan standar untuk setiap jaringan yang dianalisis, karena sebagian besar sel dari suatu individu memiliki DNA genom yang sama (Martinez et al. 2005). Penggunaan metode berbasis DNA difavoritkan untuk banyak prosedur autentikasi karena beberapa kelebihan yang dimilikinya. Pertama, DNA merupakan molekul stabil dan awet yang dapat diperoleh dari bahan biologis dalam kondisi tertekan, misalnya pemrosesan makanan. Kedua, DNA dapat ditemukan pada semua jaringan atau larutan biologis yang mengandung inti sel atau sel tak berinti misalnya plastida dan/atau mitokondria, dapat juga diperoleh dari substrat-substrat biologis misalnya air liur, kotoran, biji tanaman, susu dan lain-lain. Ketiga, DNA dapat memberikan informasi yang lebih memadai daripada protein setelah mengalami degenerasi materi genetik dan kehadiran dari kehadiran sejumlah besar fragmen non-coding (Pereira et al. 2008). Adapun beberapa metode yang dapat digunakan untuk autentikasi bahan baku disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Informasi Metode Autentikasi dan Target Molekulnya Informasi Identifikasi spesies Analisis 13 C, 2H, 1H NMR Elektroforesis SDS-PAGE IEF 2D-elektroforesis Immunological techniques: Blot hybridization ELISA Immunohistochemistry PCR, elektroforesis, hybridizations Molekul yang Dianalisis Lipid Protein Fingerprints Fingerprints Protein Target recognition DNA Fingerprint: RAPD RFLP dan probe hybridization Fingerprint-target recognition (with consensus sequencing) PCR-RFLP PCR-SSCP Sequencing Single nucleotide polymorphisms Target recognition: Species-specific sequences Tipe Analisis Sumber: Martinez et al. (2005) 2.4 DNA Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) merupakan komponen yang berperan dalam menentukan sifat-sifat organisme. Pengaturan tersebut dilakukan DNA dengan mengendalikan pembentukan rantai protein, baik protein struktural (untuk pertumbuhan) maupun fungional (misalnya hormon dan enzim). Selain itu, DNA juga berperan dalam pewarisan sifat dari satu generasi ke genersi berikutnya karena mengandung materi-materi genetik (Jusuf 2001). Gambar struktur DNA disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Struktur DNA Sumber: Azrael (2008) DNA disusun oleh banyak nukleotida (polinukleotida), dimana nukleotida itu sendiri terdiri dari gula deoksiribosa, basa nitrogen (Purin: Adenin (A), Guanin (G) dan Pirimidin: Timin (T), Sitosin (C) (Campbell 2002). DNA dari satu makhluk hidup satu dengan makhluk hidup lainnya memiliki susunan basa dan atau panjang yang berbeda satu sama lain, termasuk dalam suatu spesies. Sifat inilah yang mendasari kegiatan autentikasi produk ikan tuna baik yang segar maupun olahan untuk menilik kesesuaian claim pada label dengan keaslian bahan yang digunakan. DNA dapat diekstraksi dari hampir semua bagian tubuh organisme yang diamati, termasuk dari jaringan ototnya. Ekstraksi DNA dari sampel merupakan langkah pertama yang paling penting dalam pengembangan metode analisis DNA. Sebagian besar protokol dan kit komersial dapat digunakan untuk ekstraksi DNA (Pardo 2009). Permasalahan yang kemudian timbul adalah jenis metode yang digunakan untuk menjamin kualitas dan kuantitas DNA yang diekstrak dari tuna kaleng. Hal itu dikarenakan DNA mengalami degradasi selama proses pemasakan dan sterilisasi, ditambah penggunaan beberapa macam larutan yang juga memainkan peranan dalam proses degradasi DNA (Bauer et al. 2003). Prinsip dari ekstraksi DNA secara umum adalah melisiskan sel dan secara halus memisahkan protein dan komponen selular lainnya sehingga DNA dapat diperoleh secara utuh dan dengan kemurnian yang tinggi (Baker 2000). 2.5 Gen Cyt-b pada DNA Mitokodria DNA pada organisme eukariot tidak hanya terdapat pada nukleus atau tepatnya kromosom, tetapi juga terdapat pada sitoplasma, yaitu mitokondria atau plastida (pada tumbuhan). DNA yang tidak terdapat di dalam nukleus sering disebut DNA ekstranukleus atau DNA sitoplasmik. Penelitian ini menggunakan gen sitokrom-b (cyt-b) pada DNA mitokondria. Sitokrom ialah protein mengandung besi dengan gugus prostetik (disebut heme) yang mempunyai empat cincin organik yang mengelilingi besi tunggal tersebut dan merupakan salah satu komponen penyusun rantai transpor elektron pada mitokondria (Campbell 2002). DNA mitokondria sering digunakan dalam studi filogenetik karena tidak mengalami proses rekombinasi seperti pada DNA inti. Ilustrasi gen sitokrom-b dalam DNA mitokondria disajikan dalam Gambar 2. Gambar 2 Gen sitokrom-b dalam DNA mitokondria Sumber: University of Leicester (2009)