BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asam urat adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak dan berulang dari arthritis kristal menosidium urat yang tercampur didalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat di dalam darah (Diah, dkk, 2008). Beberapa tahun terakhir ini semakin banyak orang yang dinyatakan oleh dokter menderita suatu penyakit yang diakibatkan oleh tingginya kadar asam urat di dalam darah. Penyakit ini di tandai dengan gangguan linu-linu terutama di daerah persendian tulang dan tidak jarang timbul rasa nyeri yang hebat. Rasa nyeri tersebut diakibatkan adanya radang pada persendian. Radang sendi tersebut ternyata disebabkan oleh penumpukan kristal di daerah persendian akibat tingginya kadar asam urat di dalam darah. Arthitis gout disebabkan kelainan metabolisme yang ada dalam perkembangannya bermanifestasi terhadap peningkatan konsetrasi asam urat dalam serum (Diah, dkk, 2008). Penyakit radang sendi tersebut sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Penyakit tersebut dikenal dengan penyakit gout atau pirai. Kata gout berasal dari bahasa latin guttan yang berarti tetesan. Pada zaman dahulu, asal mula penyakit ini di sangka di sebabkan oleh adanya racun yang jatuh demi setetes pada persendian (Diah. dkk, 2008). Sebenarnya asam urat merupakan bagian dari yang normal dari darah dan urin. Asam urat dihasilkan dari pemecahan dan sisa-sisa pembuangan dari bahan makanan tertentu yang mengandung nukleotida purin atau berasal dari nukleotida purin yang diproduksi oleh tubuh. Tingginya kadar asam urat di dalam darah penderita gout disebabkan banyaknya sisa-sisa pembuangan hasil metabolisme puri sedangkan ekskresi asam urat melalui urin terlalu sedikit (Diah, dkk, 2008). Salah asatu cara mengatsi penyakit gout, selain melalui pemberian obat, juga dengan cara pengaturan makanan yang dapat mengurangi asam urat di dalam darah. Pengaturan makanan pada penderita suatu penyakit merupakan satu kesatuan dengan kegiatan perawatan medis dan pengobatan. Bagi seorang penderita penyakit, baik penyakit kronis maupun akut, diet yang diberikan merupakan salah satu kegiatan upaya penyembuhan (Diah,dkk,, 2008). Pengaturan makanan sangat perlu dilakukan oleh penderita gout. Terlalu banyak mengkomsumsi makanan yang tinggi kandungan nukleotida purinnya akan meningkatkan produksi asam urat. Sebaiknya, mengurangi konsumsi makanan dengan kandungan nukleotida purin rendah akan mengurangi resiko hiperurisemia atau gout (Diah, dkk, 2008). Menurut Davidson dan anderson (1947), penderita akut maupun kronis mempunyai syarat-syarat diet yang sama, yaitu makanan yang tinggi purin, cukup kalori (sesuai denagn kebutuhan tubuh), tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah lemak, tinggi cairan, dan tanpa alkohol (Diah, dkk, 2008). Penyakit ini menyerang dewasa muda, terutama pada pria. Pada wanita insiden ini menjadi sama setelah menoupause. Prevalensi cenderung makin meningkat akibat peningkatan standar hidup/perubahan gaya hidup. Prevalensi bervariasi dieluruh dunia, pada 1986 di USA diperkirakan mencapai 2% dengan proporsi 13,6: 1000 pria dan 6,4: 1000 wanita; Spanyol 7% dan prancis 17%. Sedangkan di indinesia belum ada angka tresmi tapi pada beberapa daerah dilaporkan Sinjai (Sulawesi Selatan) pria 10% dan wanita $% Minahasa (Sulawesi Utara) pria 34,3% dan wanita 23,31% dan Bandung (Jawa Tengah) pria 24,3% dan wanita 11,7% (Jeffrey, 2009). Serangan rasa sendi disertai dengan rasa nyeri yang hebat, bengkak, dan merah dan terasa panas pada sendi kaki. Serangan ini akan hilang sendiri dalam beberapa hari (sekitar 10 hari) dan bila diberi obat akan sembuh dalam waktu kurang lebih tiga hari. Interval serangan yang cukup lama dan sendi masih dalam keadaan normal disebut arthritis gout akut (Diah, dkk, 2008) Pada satu sampai dua tahun berikutnya, Interval serangan bertambah pendek dan perubahan bentuk pada sendi-sendi yang tidak dapat berubah ke bentuk seperti semula, ini disebut sebagai suatu gejala yang irreversibel yang disebut arthritis gout kronis (Diah, dkk, 2008). Pada penderita gout kronis klien mengalami gangguan pergerakan yang disebut juga dengan gangguan mobilisasi. Gangguan mobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak. berat disertai fraktur pada esktremitas dan sebagainya (Taufik, 2009). Dimana dengan kemampuan seseorang untuk bergerak untuk bergerak penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang disebut dengan mobilitas penuh. Kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan senrorik pada area tubuhnya disebut dengan mobilitas sebagian (Taufik, 2009). Berdasarkan peristiwa diatas maka penulis tertarik untuk membahas Asuhan Keperawatan pada Ny.A dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Mobilitas. B. Tujuan 1. Tujuan umum. Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah memberikan gambaran nyata bagi mereka yang mengalami gangguan mobilitas yang dialami oleh klien Ny.A di Kelurahan Harjosari Kecamatan Medan Amplas agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. 2. Tujuan khusus 1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan prioritas masalah kebutuhan dasar gangguan mobilitas. 2. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan prioritas masalah kebutuhan dasar gangguan mobilisasi. 3. Memberikan intervensi pada pasien gangguan mobilitas. dengan prioritas masalah kebutuhan dasar 4. Memberikan implementasi pada pasien dengan prioritas masalah kebutuhan dasar gangguan mobilitas. 5. Melakukan evaluasi pada pasien dengan prioritas masalah kebutuhan dasar gangguan mobilitas. C. Manfaat a. Bagi kegiatan belajar mengajar diharapkan dapat dijadikan masukan untuk menambah dan meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa keperawatan serta pembaca pada umumnya dalam memberikan asuhan keperawatan.. b. Bagi Mahasiswa sebagai penambah wawasan dalam ilmu pengetahuan khususnya kesehatan bagi mahasiswa agar dapat mengaplikasikan ilmunya dalam pendidikan. c. Bagi praktik keperawatan diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berpikir kritis dalam melakukan asuhan terhadap pasien khususnya dengan gangguan mobilitas. d. Bagi kebutuhan klien diharapkan gangguan mobilitas teratasi dan dapat meningkatkan aktivitas sesuai batas toleransi.