laporan final - Intranet tekMIRA

advertisement
Puslitbang tekMIRA
Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung 40211
Telp : 022-6030483
Fax : 022-6003373
E-mail :[email protected]
LAPORAN FINAL
Kelompok Pelaksana Litbang
Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara
PENGEMBANGAN MATERIAL PENGURANG CO2
DARI GAS BUANG INDUSTRI
BERBAHAN BAKAR BATUBARA
Oleh : . M. Lutfi, Harry Tetra Antono, Wulandari, Komarudin
PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA - tekMIRA
2012
KATA PENGANTAR
Perubahan iklim (Climate Change) merupakan salah satu isu global yang
berkembang pada saat ini dan gas rumah kaca (GRK) sebagai penyebab
meningkatnya konsentrasi CO2. Untuk itu sebagai salah satu upaya untuk
mengurangi dalam pencegahan pemanasan global adalah berupa penghematan
energi dan pengurangan CO2 yang terekspose ke atmosfir. Hal ini sesuai dengan
salah satu butir yang mengatur mekanisme pembangunan bersih dalam rangka
mengontrol karbon yang dihasilkan oleh negara-negara di dunia dimana
batubara termasuk bahan bakar fosil yang menghasilkan CO2.
Proyek percontohan penangkapan CO2 telah banyak dilakukan dengan
cara Post-combustion, yang mana teknologi yang digunakan adalah teknologi
yang telah mapan. Ada beberapa metode utama yang biasa digunakan dalam
penangkapan CO2, antara lain : 1) Dengan cara Distilasi Cryogenic; 2) Pemurnian
menggunakan membran; 3) Absorpsi dengan cairan; 4) Adsorpsi dengan
menggunakan padatan.
Puslitbang tekMIRA sebagai instansi di bawah Kementerian Energi dan
Sumberdaya Mineral ikut aktif memberikan masukan dalam kebijakan energi
terutama peningkatan nilai tambah mineral dan batubara. Salah satunya adalah
dengan memberikan informasi mengenai hasil litbang dari sisi lingkungan akibat
pemanfaatan batubara di Industri pengguna batubara.
Kegiatan ini memberikan masukan-masukan terhadap metode apa yang
tepat dan dapat digunakan dalam pemisahan untuk pengurangan CO2, di mana
nantinya menjadi masukan bagi industri pengguna batubara terutama industri
menengah guna mendukung program aksi nasional mengenai perubahan iklim.
Bandung, Desmber 2012
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Mineral dan Batubara
Dra. Retno Damayanti, Dipl.Est.
NIP 19621022 198703 2 002.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
i
SARI
Kebutuhan energi yang semakin meningkat merupakan salah satu
penyebab peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfir. Secara nasional, emisi CO2
yang berasal dari penggunaan bahan bakar fosil di Indonesia pada saat ini
diperkirakan mencapai 350 juta ton CO2. Penelitian tentang penangkapan CO2
telah banyak dilakukan, beberapa material dapat dipakai sebagai adsorben CO2.
Karakter sorben yang dibutuhkan antara lain memiliki kapasitas adsorpsi CO2
yang tinggi, serta stabilitas kimia dan mekanik untuk periode operasi yang lama
dalam siklus berulang.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan material penyerap CO2 yang
merupakan langkah awal untuk menerapkan teknologi penangkapan CO2 pada
industri berbahan bakar batubara di Indonesia, khususnya pada industri kelas
menengah.
Kegiatan yang dilakukan meliputi pembuatan bahan penyerap yang
berasal dari beberapa material/mineral, yaitu zeolit sintetik dan serpentin;
perancangan alat simulasi dan uji coba penyerapan CO2. Zeolit sintetik NaX
dihasilkan dengan cara mereaksikan sodium silikat, sodium aluminat, sodium
hidroksida, dan aqua DM pada temperatur ruang, kemudian larutan
dipanaskan dalam media oil bath pada 110 0 C. Kristal zeolit yang
dihasilkan disaring dan dicuci dengan aqua DM hingga pH 9 -12
kemudian dikeringkan pada suhu 110 0 C. Sedangkan aktivasi mineral
serpentin dilakukan dengan cara roasting pada suhu 900 0 C dengan
terlebih dahulu dilakukan pemisahan magnetik untuk menghilangkan
mineral-mineral besi. Kedua material tersebut kemudian diujikan sebagai
material penyerap/adsorben gas CO 2 pada alat simulasi penyerapan CO 2 .
Hasil serapan gas CO 2 menggunakan zeolit sintetik adalah 6,59% dengan
jumlah zeolit yang digunakan sebesar 20 g, sedangkan bila menggunakan
serpentin teraktivasi adalah 5,63% dengan jumlah serpentin yang
digunakan sebesar 30 g., keduanya dapat digunakan sebagai bahan
penyerap CO 2 .
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ......................................................................................
i
Sari .........................................................................................................
ii
Daftar Isi .................................................................................................
iii
Daftar Tabel ...........................................................................................
v
Daftar Gambar ......................................................................................
vi
Daftar Lampiran.....................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................................
1
1.2. Ruang Lingkup Kegiatan ........................................................................
4
1.3. Tujuan............................................................................................................
5
1.4. Sasaran .........................................................................................................
5
1.5. Lokasi Kegiatan .........................................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penangkapan CO2.....................................................................................
6
2.2. Proses Adsorpsi pada Penangkapan CO2 ........................................
9
2.3. Penggunaan Serpentin sebagai Penyerap Gas CO2 ....................
11
BAB III PROGRAM KEGIATAN
3.1 Pembuatan Model Alat Penangkap CO2 Teknik Kolom.............
15
3.2. Pembuatan Zeolit Sintetik dan Serpentin serta Uji Coba .
Penyerapan CO2.......................................................................................
15
BAB IV METODOLOGI
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................
17
4.2. Metode Penelitian ....................................................................................
17
4.2.1. Desain Penelitian .........................................................................
17
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
iii
4.2.2. Adsorben Penelitian ...................................................................
17
4.2.2.1. Ziolit Sintetis ..................................................................
17
4.2.2.2. Serpentin .........................................................................
20
4.2.2.2.1. Preparasi Awal ...........................................
20
4.2.2.2.2. Penggerusan .............................................
21
4.2.2.2.3. Pemisahan Secara Magnetik ...............
21
4.2.2.2.4. Pemanasan .................................................
21
4.2.3. Pengambilan Sampel Penelitian ............................................
23
4.2.4. Perancangan Alat Reaktor Simulasi Penyrapan Gas CO2
24
4.3. Data Percobaan ........................................................................................
25
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pembuatan Zeolit NaX ............................................................................
27
5.2. Pengolahan dan Aktivasi Mineral Serpentin ...................................
28
5.2.1. Karakteristik Bahan Baku Serpentin .......................................
28
5.2.1.1. Mineralogi ..........................................................................
28
5.2.1.2. Komposisi Kimia ...............................................................
29
5.1.2.3. Derajat Liberasi .................................................................
29
5.2.2. Proses Pengolahan Serpentin ...................................................
31
5.3. Alat Pengurang CO2 ..................................................................................
33
5.4. Uji Coba Adsorpsi CO2 ..............................................................................
34
5.5. Analisa Keekonomian .................................................................................
41
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ....................................................................................................
43
6.2. Saran ................................................................................................................
44
DAFTAR PUSTAKA
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
iv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1. Rincian Kegiatan Tahunan .........................................................................
4
4.1. Tabel Percobaan sintesis zeolit NaX ....................................................
18
4.2. Data Percobaan .................................................................................................
26
5.1. Hasil Analisis Luas Permukaan .....................................................................
27
5.2. Komposisi Kimia Serpenti Barru ..................................................................
29
5.3. Hasil analisa Derajat Liberasi sampel Serpentin Barru.........................
31
5.4. Besaran biaya untuk pembuatan zeolit sintetik per 3 kg ...................
41
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.1. Penggunaan Energi Dunia Berdasarkan Jenis Bahan Bakar ....
1
1.2. Emisi CO2 per kapita dari pemakaian energi di Indonesia
denganmetode IPCC ......................................................................................
2
1.3. Emisi gas CO2 total tahun 2006 dalam ribu ton ..........................
2
1.4. Peta Lokasi Kegiatan di Coal Center tekmira Palimanan
Kabupaten Cirebon ..........................................................................................
5
2.1. Skema Sistem Penangkapan CO2 ..........................................................
6
2.2. Skema Proses (Post-combution) penangkapan CO2 .............................
6
2.3. Skema Proses (Pre-combustion): penangkapan CO2............................
7
2.4. Penangkapan CO2 dengan Teknik Pembakaran Oxyfuel ...................
8
2.5. Isotermal Adsorpsi CO2 Zeolit 13X .......................................................
11
2.6. Karakteristik Serpentin.................................................................................
12
2.7. Skema Penyerapan Karbon. ......................................................................
12
2.8. Mekanisme Pelarutan Serpentin ..................................................................
14
2.9. Proses Penyesuaian pH ..................................................................................
14
4.1. Rangkaian Alat Percobaan Sintesis Zeolit NaX.......................................
18
4.2. Alur Proses Kegiatan.........................................................................................
20
4.3. Kurva Hubungan antara Pemanasan , Kehilangan Berat dan
Laju Reaksi Karbonasi... ...................................................................................
22
4.4. Grafik
Hubungan
antara
Kandungan
Air
Sisa
(LOI Sisa pada Serpentin) denganLlaju Reaksi Karbonasi.. ................
23
4.5. Proses Pengolahan dan Aktivasi Mineral Serpentin .............................
24
4.6. Rangkaian Alat Percobaan ............................................................................
25
5.1. Difagtogam Zeolit Nax dengan Pembandingnya..................................
28
5.2. Difragtogran Sampel Serpentin Barru .......................................................
29
5.3. Fotomikrograph Sampel Serpentin Barru pada Beberapa
Fraksi Ukuran Partikel ......................................................................................
30
5.4. Proses Preparasi Sampel .................................................................................
31
5.5. Proses Memisahkan Logam Fe pada Sampel Menggunakan
Alat Magnetic Separator ................................................................................
32
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
vi
5.6. Proses aktivasi Termal/Roasting Mineral Serpentin .............................
33
5.7. Alat Pengurang CO2 Skala Laboratorium .................................................
34
5.8. Hasil Adsorpsi Gas CO2 Menggunakan Zeolit pada Beberapa
Variasi Berat Adsorben (Interval Adsorpsi tap 1 Menit) .....................
35
5.9. Pengaruh Penambahan Berat Adsorpben Zeolit terhadap
Kapasitas Adsorpsi Gas CO2 dan Waktu Adsorpsi yang Dibutuhkan
36
5.10. Hasil Adsorpsi Gas CO2 Menggunakan Adsorben Zeolit pada ..
Beberapa Variasi Berat Adsorben (Interval Adsorpsi tiap 2 menit)
37
5.11. Pengaruh Perbedaan Waktu Interval Adsorpsi Terhadap % CO2
yang Terserap Pada Adsorben Zeolit .....................................................
38
5.12. Hasil Adsorpsi Gas CO2 Menggunakan Adsorben Serpentin pada
Beberapa Variasi Berat Adsorben (Interval Adsorpsi Tiap 1 Menit)
39
5.13. Perbandingan Kapasitas Adsorpsi Gas CO2 pada Zeolit dan
Serpentin pada Beberapa Variasi Berat Adsorben yang Digunakan
40
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
vii
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Karbon dioksida (CO2) sebenarnya terjadi secara al ami di atmosfir, tetapi aktivitas
manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil (minyak, batubara, dan gas untuk produksi
energi dan transportasi), melepaskan karbon dioksida ke udara yang selanjutnya
terakumulasi di atmosfer. Proses yang berlangsung sejak dulu, sekarang, dan bahkan
mungkin sampai beberapa abad mendatang menimbulkan efek gas rumah kaca beserta
dampak negatif yang menyertainya. Hal ini terjadi di hampir seluruh belahan bumi, termasuk
di Indonesia sebagaimana terlihat dari komposisi bauran energi nasional yang hingga tahun
2030 masih menggantungkan pada penggunaan batubara dan BBM.
YANG LAMPAU
PROYEKSI
BBM (termasuk Bio-BBM)
Batubara
Energi terbarukan
(selain Bio-BBM)
Gas alam
Nuklir
Gambar 1.1 Penggunaan Energi Dunia Berdasarkan Jenis Bahan Bakar
(Sumber : International Energy Outlook 2009)
Menurut Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework
Concention on Climate Change), terdapat enam jenis gas yang digolongkan sebagai GRK
yaitu karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitro-oksida (N2O), perfluorokarbon (PFC),
hidrofluorokarbon (HFC) dan sulfur heksafluorida (SF6) (Samiaji, 2009).
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
1
Indonesia sebagai anggota PBB telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change
(Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim) dan juga
mengesahkan Protokol Kyoto dengan dikeluarkannya UU No. 6 Nomor 17 tahun 2004.
Pemakaian energi penghasil emisi gas CO2 per kapita di Indonesia cenderung meningkat
tiap tahun (lihat Gambar 1.2) Sedangkan pada tahun 2006 PEUI telah melakukan penelitian
mengenai emisi gas CO2 total dimana hasilnya menunjukkan peningkatan secara signifikan
(lihat Gambar 1.3)
Gambar 1.2 Emisi CO2 per kapita dari pemakaian energi di Indonesia
denganmetode IPCC (Sumber : PEUI, 2006)
Gambar 1.3 Emisi gas CO2 total tahun 2006 dalam ribu ton (Sumber : Samiaji, 2010)
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
2
Meskipun Indonesia tidak diwajibkan melakukan penurunan emisi seperti halnya
negara-negara yang tercantum dalam Annex I, namun tetap mempunyai peran dan harus
berpartisipasi dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca, antara lain dengan cara
mengembangkan program yang menekan perubahan iklim; melakukan kebersamaan
pemakaian (share) teknologi dan bekerjasama untuk mereduksi emisi gas rumah kaca.
Berkaitan dengan hal di atas perlu dilakukan langkah-langkah rasional dalam rangka
mitigasi terhadap perubahan iklim, yaitu tindakan yang diperlukan untuk mengurangi emisi
gas rumah kaca dan memperbesar potensi penyerapan karbon dalam pencegahan
pemanasan global. Sedangkan adaptasi merupakan tindakan yang diperlukan untuk
mengurangi efek pemanasan global, yang sangat erat kaitannya dengan perilaku manusia itu
sendiri sebagai pengguna energi.
Pada umumnya, proyek percontohan penangkapan karbon dilakukan melalui postcombustion, karena teknologi ini merupakan teknologi yang telah mapan pada proses
penangkapan karbon.
Penelitian tentang penangkapan CO2 telah banyak dilakukan. Dalam penelitian
tersebut disebutkan beberapa material yang bisa dipakai untuk menangkap CO2, namun
belum memasuki tahapan komersial kecuali larutan amin yang merupakan senyawa yang
pertamakali dikaji sebagai penyerap CO2. Senyawa amin ini sangat efektif digunakan sebagai
bahan penyerap CO2 dalam konsentrasi tinggi. Adapun gas buang yang ditemukan dalam
sistem pembakaran biasanya bertekanan atmosferik. Kandungan CO2 dalam gas buang
bervariasi tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan (antara 3%-volum untuk gas
alam sampai kurang dari 15%-volum untuk batubara).
Karakter sorben yang dibutuhkan adalah yang memiliki kapasitas adsorpsi CO2 yang
tinggi, dan memiliki stabilitas kimia dan mekanik untuk periode operasi yang lama dalam
siklus berulang. Untuk itu maka mulai tahun 2010, Puslitbang Teknologi Mineral dan
Batubara melakukan kegiatan untuk penguasaan teknologi penangkapan CO2.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
3
Tabel 1.1 Rincian Kegiatan Tahunan
Tahun
2010
Target
Pembuatan model alat
penangkap CO2
denganTeknik Fluidisasi
Kegiatan
Pemodelan
penangkapan CO2
pasca-pembakaran
pada PLTU berbahan
bakar batubara
Rincian kegiatan  Menentukan
bahanpenyerap gas
CO2
 Mengetahui
karakterisasi dan
regenerasi bahan
penyerap gas CO2
 Merintis pembuatan
alat pengurang CO2
dengan fluidisasi
 Zeolit Alam :
Nilai kapasitas
adsorpsi : 12,88 ml
CO2/g adsorben
 Zeolit Sintetik
Nilai kapasitas
adsorpsi : 201,85 ml
CO2/g adsorben
1.2
2011
Pembuatan model alat
penangkap CO2
denganTeknik Kolom
Rancang Bangun Alat
Penangkap CO2 pada
Industri Berbahan Bakar
Batubara
 Mengetahui besarnya
pengurangan gas
CO2 dari hasil
pembakaran batu
bara di Industri
 Uji coba sorben zeolit
sintetik tipe X
 Membuat alat
pengurang CO2
secara kolom
 Modifikasi alat
pengurang CO2
secara fluidisasi
 Zeolit NaX :
Nilai kapasitas
adsorpsi : 13,30-119
g CO2/g zeolit NaX.
2012
Karakter sorben
CO2
Pengembangan
Material Pengurang
CO2 dari Gas Buang
Industri Berbahan
Bakar Batubara
 Karakterisasi 2-3
jenis sorben
selain zeolit X
(seperti : mineral
serpentin, karbon
aktif, fly ash)
 Modifikasi zeolit
X dan
Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan dengan ruang lingkup sebagai berikut:
a)
Pembuatan bahan penyerap dan uji coba penyerapan CO2 serta modifikasi beberapa
material.
Dalam kegiatan ini akan dicoba beberapa material penyerap yang telah ada berdasarkan
rekomendasi beberapa penelitian sebelumnya antara lain karbon aktif, zeolit sintetik,
dan bahan dari mineral alam. Dalam uji coba, akan diperlukan perlakuan tertentu
terhadap material penyerap untuk mendapatkan kapasitas adsorpsi CO2 yang tinggi.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
4
b)
Analisis ekonomi percobaan.
Analisis ekonomi diperlukan untuk membandingkan antara material yang satu dengan
yang lainnya dari sisi efisiensi dan efektifitasnya.
1.3
Tujuan
Mendapatkan material penyerap CO2 yang merupakan langkah awal untuk
menerapkan teknologi penangkapan CO2 pada industri berbahan bakar batubara di
Indonesia.
1.4
Sasaran
Memperoleh alternatif penanganan emisi CO2 pada industri berbahan bakar batubara
dengan teknologi pascapembakaran, post combustion REFF Burnt berbasis mineral
domestik.
1.5
Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan di Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara dan di Coal Center
Palimanan Kabupaten Cirebon.
Gambar 1.4. Peta Lokasi Kegiatan di Coal Center tekmira Palimanan, Kabupaten Cirebon.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
5
II. TINJAUAN PUSTAKA/ KAJIAN TEORITIS
2.1. Penangkapan CO2
Penangkapan CO2 berarti pemisahan CO2 dari gas buang (flue gas) yang dihasilkan
dari sumber yang besar, seperti pembangkit listrik berbahan bakar fosil atau instalasi
industri. Teknologi penangkapan CO2 dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok utama, yaitu
(Lihat gambar 2.1):
Gambar 2.1. Skema Sistem Penangkapan CO2

Setelah pembakaran (Post-combustion): penangkapan CO2 dari gas buang setelah proses
pembakaran bahan bakar fosil.
Gambar 2.2. Skema Proses (Post-combution) penangkapan CO2
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
6
Teknologi ini digunakan un tuk menurunkan emisi yang telah ada. Prosesnya
berdasarkan absorpsi kimia dimana gas buang dikontakkan dengan absorben kimia
yang berkemampuan menangkap CO2. Jenis absorben yang digunakan adalah amin dan
karbonat. Kelebihannya adalah teknologi ini dapat ditambahkan atau diinstal pada
pembangkit listrik yang telah ada tanpa memodifikasi pembangkit listrik tersebut.
Kelebihan lainnya dari proses absorpsi pada teknologi ini adalah efisensi dan selektifitas
penangkapan yang tinggi, dan penggunaan energi dan biaya yang paling rendah bila
dibandingkan dengan proses penangkapan post-combustion lainnya. Gas CO2 yang
dipulihkan dari proses absorpsi kimia berbasis amin memiliki kemurnian 99,9%-volum
(kondisi uap jenuh) dan tekanan 50 kPa (Sander dan Mariz, 1992).

Sebelum pembakaran (Pre-combustion): penyingkiran CO2 dari bahan bakar fosil
sebelum proses pembakaran.
Gambar 2.3. Skema Proses (Pre-combustion): penangkapan CO2
Pada teknologi ini, CO2 dipisahkan dari bahan bakar fosil sebelum proses pembakaran.
Prinsip kerjanya adalah pertama-tama mengkonversi bahan bakar fosil menjadi gas CO2
dan H2. Kemudian, gas CO2 dan H2 dipisahkan dengan cara yang sama dengan teknologi
post-combustion dengan instalasi yang lebih kecil. Gas kaya hidrogen ini dapat
digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik atau kendaraan. Pembakaran H2 tidak
menghasilkan emisi gas CO2. Teknologi ini dapat diaplikasikan pada pembangkit listrik
berbahan bakar batubara. Pembangkit listrik ini memiliki perhatian besar pada teknologi
IGCC (Integrated coal Gasification Combined Cycle), dimana batubara dikonversi menjadi
CO2 dan H2 sebelum proses pembakaran. Dengan menggunakan teknologi ini, sekitar
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
7
90%-CO2 dari pembangkit listrik dapat disingkirkan. Karena teknologi ini membutuhkan
modifikasi yang signifikan pada pembangkit listrik, maka teknologi ini hanya dapat
diaplikasikan pada pembangkit listrik baru, bukan untuk pembangkit yang telah ada.
Untuk teknologi saat ini, biaya investasi untuk pembangkit listrik gas dengan
menggunakan teknologi ini membutuhkan biaya 2 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan menggunakan teknologi post-combustion (Thomas, 2005) sehingga akan jauh
lebih menarik jika pengembangan teknologi ini fokus pada penurunan biaya investasi
dan operasi.

Bahan bakar oksigen (Oxy-fuel): pembakaran bahan bakar dengan oksigen murni.
Pada pembangkit listrik tradisional berbahan bakar fosil, pembakaran digunakan
menggunakan udara, dimana nitrogen dalam udara terbawa dalam gas buang. Sebagai
alternatif, pembakaran ini dapat menggunakan oksigen murni yang terkandung dalam
udara. Kelebihan teknologi ini adalah gas buang hanya mengandung uap dan CO2.
Kedua komponen ini mudah untuk dipisahkan dengan cara pendinginan. Air kemudian
terkondensasi dan aliran gas kaya CO2 terbentuk. Dalam proses ini, penangkapan CO2
dapat dilakukan mencapai 100%. Teknologi ini termasuk proses yang sangat mahal,
utamanya pada biaya energi untuk pemisahan oksigen dari udara.
Gambar 2.4. Penangkapan CO2 dengan Teknik Pembakaran Oxyfuel
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
8
Optimisasi teknologi yang ada saat ini bertujuan untuk menurunkan biaya, mencapai
efisiensi pada pembangkit listrik dengan penangkap CO2, dan memberikan fleksibilitas yang
lebih besar terhadap kualitas bahan bakar.
Pada prinsipnya, sistem penangkapan post-combustion dapat diaplikasikan pada gas
buang yang dihasilkan dari pembakaran berbagai jenis bahan bakar. Namun, identifikasi
pengotor dalam bahan bakar sangat penting untuk perancangan dan penghitungan
ekonomi pabrik yang lengkap ( ). Gas buang yang berasal dari pembakaran batubara tidak
hanya mengandung CO2, N2, O2, dan H2O, tetapi juga polusi udara seperti SOx, NOx,
partikulat, HCl, HF, raksa, logam-logam lainnya, dan kontaminan organik dan anorganik
lainnya. Penangkapan CO2 teknologi post-combustion yang menggunakan proses absorpsi ini
dapat diikuti dengan penggunaan adsorben, membran atau proses cryogenic.
Penggunaan membran dalam pemisahan CO2 akan efektif dan efisien untuk sumber
CO2 yang cukup besar, seperti dalam penyingkiran CO2 dari gas alam.
2.2. Proses Adsorpsi pada Penangkapan CO2
Proses adsorpsi pada teknologi post-combustion penangkapan CO2 menggunakan
molecular sieves atau karbon aktif sebagai adsorben. Menurut Yokoyama (2003), adsorben
yang dapat digunakan adalah zeolit X. Hasil uji pilot pemulihan CO2 dari gas buang
pembakaran batubara oleh proses adsorpsi menunjukkan bahwa kemurnian CO2 yang
dipulihkan adalah sekitar 99,0%-volum dengan menggunakan sistem PSA (Pressure Swing
Adsorption) dan PTSA (Pressure Temperature Swing Adsorption) dua tahap (Ishibashi et al.,
1999). Berdasarkan pemodelan matematika, dan data dari instalasi percobaan skala pilot,
rancangan proses adsorpsi industrial skala lengkap ini layak digunakan. Kelemahan dari
metoda adsorptif adalah kebutuhan pengolahan gas umpan sebelum pemisahan CO2 di
dalam adsorber. Operasi pada temperatur tinggi dengan sorben lainnya dapat menghindari
kebutuhan ini (Sircar dan Golden, 2001). Dalam banyak kasus, gas perlu didinginkan dan
dikeringkan yang membatasi daya tarik PSA, TSA ataupun ESA (Electric Swing Adsorption) bila
dibandingkan dengan proses absorpsi kimia. Pengembangan bahan generasi baru yang akan
mengadsorpsi CO2 secara efisien akan meningkatkan daya saing pemisahan adsorptif dalam
aplikasi gas buang.
Bahan lainnya yang dapat digunakan dalam pemisahan CO2 pada temperatur tinggi
adalah membran ataupun oksida logam, seperti: CaO. Sorben padatan yang sedang
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
9
diinvestigasi untuk penangkapan CO2 skala besar adalah oksida sodium ataupun potassium,
dan karbonat (untuk memproduksi bikarbonat), biasanya disangga pada substrat padatan
(Hoffman et al., 2002; Green et al., 2002). Dan juga, sorben berbasis Li ataupun berbasis CaO
pada temperatur tinggi merupakan kandidat yang tepat. Penggunaan senyawa yang
mengandung litium (oksida litium, litium-zirkonia, ataupun litium silika) dalam siklus
karbonasi-kalsinasi, pertama kali diinvestigasi di Jepang (Nakagawa dan Ohashi, 1998).
Kinerja sorben ini sangat baik, dengan reaktivitas yang sangat tinggi dalam rentang
temperatur yang lebar di bawah 700° C, regenerasi yang cepat pada temperatur yang lebih
tinggi dan daya tahan dalam siklus berulang penangkapan-regenerasi.
Kelakuan adsorpsi CO2 dari beberapa kelas adsorben CO2 padatan yang berbeda,
termasuk zeolit, karbon aktif, kalsium oksida, hidrotalsit, hibrida organik-anorganik, dan
kerangka logam-organik (Sunho Choi et al., 2009).
Penelitan Tezel mengenai kemampuan beberapa zeolit sintetik yaitu 13X, NaY, HiSiv1000 ( zeolit komersial NaY dengan rasio SiO2/AlO3 > 20), HY-5, ZSM-5-30 (MFI) dan HiSiv3000 (zeolit komersial berdasarkan pada struktur ZSM-5 dengan rasio SiO2/ Al2O3 > 1000).
Isotermal adsorpsi komponen CO2 murni pada zeolit ini memperlihatkan range kapasitas
adsorpsi yang lebar dari 1,2 mmol per gram adsorben (HY-5) hingga 4,5 mmol per gram
(13X) pada 295 K dan tekanan 1 bar .
Siriwardane juga melakukan penelitian mengenai kemampuan adsorpsi CO2 dari
zeolit alam chabazite (CHA) dan Clinoptilolite (HEU) hingga tekanan setinggi 20 bar dan dari
isotermal adsorpsi terlihat bahwa terjadi peningkatan kapasitas adsorpsi CO2 dengan
tekanan hingga 1 bar dan diikuti oleh kapasitas adsorpsi yang berangsur angsur
linier
hingga tekanan maksimum studi. Sifat adsorpsi CO2 pada zeolit pada kondisi tekanan tinggi
juga diinvestigasi oleh Rodrigues dimana kapasitas adsorpsi CO2 zeolit 13X dievaluasi pada
tekanan hingga 50 bar pada tiga suhu yang berbeda seperti tampak pada Gambar 2.2.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
10
Gambar 2.5 : Isotermal Adsorpsi CO2 Zeolit 13X
: T=298 K ,
: T=308 K ,
: T=323K , garis padat adalah Model Toth , garis
putus-putus adalah model multisite Langmuir
Isotermal zeolit 13X pada 293, 308 dan 323 K memperlihatkan adsorpsi CO2 pada
tekanan yang diberikan menurun secara signifikan akibat adanya sedikit kenaikan suhu.
Kapasitas adsorpsi 13X terhadap CO2 meningkat perlahan dengan naiknya tekanan.
(Rosa, dkk. 2011)
2.3. Penggunaan Serpentin sebagai Penyerap Gas CO2
Batuan serpentin merupakan batuan metamorf yang terbentuk dari mineral serpentin
akibat perubahan basalt dasar laut yang bertekanan tinggi pada temperatur rendah. Mineral
serpentin tergolong dalam kelas mineral Silikat yaitu Phyllosilicates. Batuan Serpentin sering
digunakan untuk batu hias dan dipakai untuk industri mineral. Mineral Serpentin
mengandung chrysotile yaitu mineral serpentin yang mengkristal membentuk serat tipis
yang panjang. Mineral serpentin memiliki beberapa senyawa kimia antara lain Antigorite;
(Mg,Fe)3Si2O5(OH)4,
Clinochrysotile;
Mg3Si2O5(OH)4,
Lizardite;
Mg3Si2O5(OH)4,
Orthochrysotile:Mg3Si2O5(OH)4, Parachrysotile; (Mg,Fe)3Si2O5(OH)4. Perbandingan karakteristik
berbagai mineral tersebut yang ditampilkan oleh FT-Raman spectroscopy tersaji dalam
Gambar 2.6.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
11
Gambar 2.6. Karakteristik serpentin. (Rinaudo., et. al., 2003)
Karakteristik batu serpentin adalah berwarna hijau kehitaman, cokelat, merah dan
hitam, kekerasan antara 2,5-5, Bentuk kristal ortorombik, monoklin, dan heksagonal,
Ortorombik, monoklin, dan heksagonal, Berat Jenis 2,5-2,6.
Mineral serpentin dapat digunakan sebagai bahan alternatif penyerap gas CO2.
Metode penyerapan ini diharapkan dapat menurunkan emisi gas CO2 sehingga dapat
menurunkan terjadinya pemanasan global sebagai pemicu fenomena perubahan iklim.
Skema penyerapan karbonnya tersaji dalam gambar 2.7.
Gambar 2.7. Skema penyerapan karbon. (Park dan Fan, 2004)
Reaksi yang terjadi pada proses diatas adalah sebagai berikut :
Mg3Si2O5(OH)4 + 3 CO2  3 MgCO3 + 2 SiO2 + 2 H2O
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
12
Menurut Mc Kelvy., et., al 2001 dalam Huijgen dan Comans , 2003, energi kinetika reaksinya
terdiri dari 2 tahap, yaitu :
Tahap 1 : Mg(OH)2  MgO + H2O (dehidroksinasi)
Tahap 2 : MgO + CO2  MgCO3 (karbonasi)
Reaksi tahap pertama merupakan suatu reaksi yang dapat bolak-balik, sehingga
persamaannya menjadi :
MgO + H2O  Mg(OH)2 (rehidroksilasi)
Serpentin harus diaktifasi terlebih dahulu, agar dapat digunakan sebagai bahan
penyerap gas CO2. Terdapat berbagai macam metode aktifasi yang dapat dilakukan. Pertama
melalui proses fisika. Proses ini dilakukan dengan memanaskan serpentin di dalam tungku
pada suhu 650oC selama 3 jam. Metode aktifasi serpentin yang kedua adalah secara kimia.
Melalui metode ini serpentin direaksikan dengan beberapa zat kimia seperti asam klorida
(HCl), asam sulfat (H2SO4), asam fosfat (H3PO4) dan asam asetat (CH3COOH). Proses aktifasi
dilakukan dengan mereaksikan asam klorida, asam sulfat dan asam fosfat dengan serpentin
pada suhu 150oC selama 1 jam. Selanjutnya serpentin tersebut didinginkan dan direaksikan
dengan asam asetat pada kamar selama 24 jam. Kondisi terakhir serpentin adalah
bersuasana basa (NaOH) (Maroto., et. al., 2004). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
proses kimia tidak efektif menghilangkan kadar air (moisture content) serpentin
dibandingkan dengan proses aktivasi secara fisika. Selisih efektifitasnya mencapai 11%.
Namun aktivasi secara proses kimia dapat efektif meningkatkan kadar MgO lebih tinggi
dibandingkan dengan proses fisika.
Sementara Yoo., et.al., 2009 mengemukakan bahwa serpentin dapat diaktifasi hanya
dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4). Diungkapkan bahwa serpentin dapat menjadi
aktif dengan mereaksikan bahan tersebut dengan asam sulfat 0,5M pada suhu 90oC selama
30 menit. Energi aktifasinya mencapai 82 kJ/mol.
Hasil penelitian Park dan Fan, 2004, lebih memperjelas lagi tentang proses aktifasi
serpentin. Proses aktifasi sebenarnya adalah menghilangkan SiO2 yang melekat di
permukaan serpentin. SiO2 merupakan penghalang terjadinya reaksi antara MgO dengan gas
CO2. Untuk menghilangkan SiO2 pada serpentin, digunakanlah asam klorida (HCl). Serpentin
direndam dalam larutan asam klorida berkonsentrasi 1 M selama 5 jam pada suhu 70oC dan
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
13
bertekanan ruangan (1 atm). Dengan proses pelindian ini sekitar 40% MgO dapat dihasilkan.
Konsentrasi slurrynya berkisar 2,5 g/80 ml. konsentrasi sebesar ini sangat cocok digunakan
sebagai bahan penyerap gas CO2. Untuk menambah daya serap serpentin, ditambahkanlah
ammonium hidroksida (NH4OH) hingga pH nya mencapai 10. Prosesnya tampak pada
Gambar 2.8. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah sebagai berikut :
Mg3Si2O5(OH)4 + 6H+  3 Mg2+ + 2 Si(OH)4 + H2O
Mekanisme pelarutan serpentin tampak pada Gambar 2.2.
Gambar 2.8. Mekanisme pelarutan serpentin (Park dan Fan, 2004)
Gambar 2.9. Proses penyesuaian pH (Park dan Fan, 2004)
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
14
Telah dilakukan kajian secara mendalam mengenai penggunaan serpentin sebagai
bahan penyerap gas CO2 di Finlandia (Zevenhoven dan Kohlmann, 2001). Salah satu
kajiannya adalah di power plant Salmisaari. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa untuk
menangkap gas CO2 dibutuhkan serpentin sebanyak 2,1 Mt setiap tahunnya. Agar efisiensi
penyerapan mencapai 100%, maka dibutuhkan mineral serpentin sekitar 2,18 ton. Sementara
untuk mereduksi 5% gas CO2, dibutuhkan sekitar 6,11 Mt serpentin. Setiap ton CO2 akan
menghasilkan 0,66 ton silika, 1,92 ton magnesium karbonat, Setiap 1 ton serpentin dapat
menghasilkan 1,2 ton produk padatan.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
15
III. PROGRAM KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan pemodelan penangkapan CO 2 pasca-pembakaran pada
PLTU berbahan bakar batubara, meliputi
1) Pembuatan model alat penangkap CO 2 teknik kolom.
2) Pembuatan zeolit sintetik dan uji coba penyerapan CO 2 .
3.1 Pembuatan Model Alat Penangkap CO2 Teknik Kolom
Tahap persiapan untuk kegiatan ini berupa :
- Pembuatan desain alat pengurang CO 2 dengan prinsip adsorpsi secara kontinu
skala meja (kapasitas adsorben maksimal 100 g)
- Pengumpulan bahan dan alat pembuatan kolom
- Pembuatan rangkaian alat
Alat-alat untuk rangkaian pengurang CO 2 , berupa :
3.2.

Rangkaian pipa gelas kapiler

Reaktor gelas

Display suhu

Kran/Valve

Furnace

Sensor suhu

Sensor CO2 0-20%

Kolom unggun

Pengatur kecepatan udara/rotameter

Blower
Pembuatan Zeolit Sintetik dan Serpentin serta Uji Coba Penyerapan CO 2
Kegiatan ini antara lain :
- Menentukan komposisi bahan kimia dan optimasi waktu reaksi untuk membuat
zeolit sintetik tipe X
- Setelah diketahui komposisi, memperbanyak adsorben
Pengembangan Material Pengurang CO 2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
15
- Uji coba adsorpsi CO 2 dengan CO 2 sintetis dan gas buang hasil pembakaran
batubara
Alat-alat untuk pembuatan adsorben terdiri dari :

Peralatan gelas laboratorium

Wadah plastik

Pengaduk magnet

Penyaring

Vacuum pump

Oil bath

Oven
Bahan-bahan yang dipakai untuk percobaan, adalah :

Sodium silikat teknis (waterglass)

Zeolit sintetis (Molecular sieve 13X)

NaOH teknis

Air

Kertas saring teknis

Gas sintetis CO2 (15% CO2 balance N2)
Pengujian laboratorium (karakterisasi) terhadap adsorben meliputi X-RD dan
analisis luas permukaan pada zeolit.
Pengembangan Material Pengurang CO 2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
16
IV.
METODOLOGI
4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di dua tempat. Uji laboratorium dilaksanakan di
Laboratorium Lingkungan Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara. Sementara uji
lapangan dilaksanakan di Palimanan, Cirebon, pada bulan Oktober hingga November 2012
4.2
Metode Penelitian
4.2.1 Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan metode kuantitatif. Metode ini dipilih
guna mengetahui besarnya daya serap adsorben terhadap emisi gas CO2. Daya serap
adsorben tersebut diketahui dengan mengukur konsentrasi gas CO2 yang dilewatkan melalui
sebuah reaktor penyerapan.
4.2.2 Adsorben Penelitian
4.2.2.1. Zeolit Sintetis
Sintesis zeolit NaX menggunakan metoda dari U.S Patent No. 2,882,244 dan
US Patent No. 5,487,882. Disebutkan bahan yang digunakan dalam sintesis zeolit
NaX ini adalah sebagai sumber Si dapat dipakai sodium silikat, sumber Al
digunakan sodium silikat, dan sumber Na dari senyawa sodium hidroksida.
Variabel yang digunakan adalah rasio mol oksida reaktan, dan waktu reaksi.
Perbandingan rasio mol oksida reaktan tersebut, yaitu:
SiO2/Al2O3 = 3 : 1 s.d. 5 : 1
Na2O/SiO2 = 1,2 : 1 s.d. 1,5 : 1
H2O/Na2O = 35 : 1 s.d. 60 : 1
Waktu reaksi antara1 – 15 jam dengan temperatur reaksi antara 20 – 120 o C
Tabel 4.1 menunjukkan langkah awal percobaan sintesis zeolit NaX yang akan
dilakukan.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
17
4.1 Tabel Percobaan sintesis zeolit NaX
Percobaan
Rasio Mol Oksida
Waktu, menit
Reaktan
I
Na 2 O/SiO 2 = 1,2;
240
SiO 2 /Al 2 O 3 = 3,0;
H 2 O/Na 2 O = 35
II
Na 2 O/SiO 2 = 1,3;
300
SiO 2 /Al 2 O 3 = 3,7;
H 2 O/Na 2 O = 40
III
Na 2 O/SiO 2 = 1,4;
360
SiO 2 /Al 2 O 3 = 4,4;
H 2 O/Na 2 O = 50
IV
Na 2 O/SiO 2 = 1,5;
420
SiO 2 /Al 2 O 3 = 5,0;
H 2 O/Na 2 O = 60
Rangkaian alat yang digunakan dalam percobaa n ini disajikan dalam Gambar 4.1.
Pengaduk
Reaktor
Oilbath
Controller
Statif
Statif
Gambar 4.1 Rangkaian alat percobaan sintesis zeolit NaX
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
18
Gambar di atas menunjukkan rangkaian alat percobaan sintesis zeolit NaX dengan
menggunakan botol HDPE sebagai reaktor dan oilbath sebagai pemanas. Proses
sintesis ini menggunakan motor pengaduk.
Prosedur yang dijalankan dalam percobaan pembuatan zeolit in i sebagai berikut :
-
Pertama, membuat campuran larutan reaktan yang terdiri dari Cab -O-Sil,
sodium aluminat, sodium hidroksida, dan air demineralisasi sesuai komposisi
yang telah ditentukan, lalu mengaduknya hingga homogen pada temperatur
ruang.
-
Kemudian memanaskan larutan reaktan yang berada dalam reaktor HDPE
tertutup pada T = 110° C menggunakan oil bath selama waktu tertentu sambil
dilakukan pengadukan.
-
Kristal zeolit yang terbentuk disaring dan dicuci dengan air demineralisasi
sampai air cucian memiliki pH 9 – 12.
-
Terakhir adalah mengeringkan kristal zeolit dalam oven pada T = 110° C sampai
kristal zeolit kering.
Metode
penelitian
yang
digunakan
dalam
kegiatan
Rancang
Bangun
Alat
Penangkap CO2 pada Industri Berbahan Bakar Batubara digambarkan pada alur
proses berikut :
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
19
Pembuatan Absorben CO2
Zeolit sintetik tipe X
Rancang Bangun alat
pengurang CO2 teknik
kolom
Karakterisasi adsorben
Luas permukaan dgn
surfacemeter
Komposisi mineral dengan XRD
Uji Coba
-
Uji coba dengan CO2 sintetis
Uji coba min pada keluaran gas
buang
Percobaan min 3 kali tempuhan
(running)
-
Instalasi alat setelah
keluaran gas buang
Analisis gas dengan
bantuan sensor CO2
pada masukan dan
keluaran keluaran alat
Analisis dan Evaluasi
Gambar 4.2 Alur Proses Kegiatan
4.2.2.2. Serpentin
Proses pengolahan serpentin dalam penyerapan CO2 adalah sebagai berikut :
4.2.2.2.1. Preparasi Awal
Berbagai macam preparasi awal perlu dilaksanakan, terhadap mineral untuk
memperoleh aktifitas reaksi karbonasi yang optimal, diantaranya :
-
Memperkecil butiran (penggerusan)
-
Pemisahan secara magnetik
-
Pemanasan
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
20
-
Preparasi tersebut akan meningkatkan aktifitas mineral dalam reaksi karena luas
permukaan butiran diperluas.
4.2.2.2.2. Penggerusan
Memperkecil ukuran butiran mineral dapat dilakukan dengan penggerusan sehingga
diperoleh ukuran yang optimal, memperkecil ukuran butiran akan menambah luas
permukaan. Berdasarkan O’Connor et al, ukuran butir antara 106-150μm sampai <37μm,
mempertinggi proses karbonasi dari 10% hingga 90% (O'Connor et al., 2000b).
4.2.2.2.3. Pemisahan secara magnetik
Besi oksida (magnetit) akan memperlambat proses karbonasi, karena hematit yang
terbentuk akan melapisi permukaan mineral (Fauth et al., 2000). Untuk melaksanakan proses
karbonasi dalam kondisa bebas oksidasi dari atmosfir akan mempertinggi biaya operasi.
Pemisahan secara magnetik merupakan pilihan dimana dalam proses ini akan diperoleh
produk ikutan berupa bijih besi.
4.2.2.2.4. Pemanasan
Serpentin mengandung sekitar 13 % air, dengan melakukan pemanasan sekitar 600 650°C kandungan air akan teruapkan sehingga permukaan butiran mineral akan bertambah
(O'Connor et al., 2000b), hal tersebut akan mempercepat reaksi karena permukaan yang
aktif diperlebar, sebagai contoh antigorit permukaan butirannya bertambah dari 8,5 m2/g
menjadi 18,7 m2/g (NETL, 2001).
Pemanasan dilakukan selain untuk memperluas permukaan butiran juga supaya antar
butiran terpisah, untuk serpentin diperlukan pemanasan sekitar 900°C, temperatur tersebut
juga memadai buat olivin (Zevenhoven et al., 2002) :
xMgO·ySiO2·zH2O (s)  xMgO (s) + ySiO2 (s) + zH2O (g)
Porositas mineral juga akan bertambah bila diuapi dengan kondisi uap air superkritis
(T=385°C, p=272 atm) (O'Connor et al., 2000b).
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
21
Gambar 4.3. Kurva hubungan antara pemanasan, kehilangan berat dan laju reaksi karbonasi.
Kehilangan berat (lepasnya ikatan air) dari serpentin sewaktu dipanaskan bertambah
secara meyakinkan bila dipanaskan diatas 6000C, pemanasan hingga diatas 6500C dapat
melepaskan sekitar 1 – 2 % air, begitu pula dengan laju proses karbonasi akan meningkat
sesuai dengan lepasnya ikatan air dari mineral serpentin (Gambar -17). Namun ditinjau dari
segi biaya tidak efektif, proses pemanasan serpentin hingga 600- 6500 C, membutuhkan
energi sekitar 200 kWjam/ton serpentin. Uap air yang ditimbulkan dari proses pemanasan ini
dapat digunakan untuk keperluan lain, namun berdasarkan kajian terhadap ini tidak
memberikan nilai tambah yang berarti.
Berbagai variasi LOI yang disebabkan oleh proses pemanasan terhadap serpentin
(serpentin mempunyai ikatan kimia dengan air sekitar 13,5 %) berpengaruh kepada laju
reaksi karbonasi, berdasarkan percobaan pemanasan hingga terjadi LOI sisa diantara ~3 - ~6
%, merupakan wilayah LOI yang berpengaruh terhadap laju karbonasi, hal ini menunjukan
ketidak teraturan LOI terhadap laju karbonasi.
Setiap 1% LOI pada proses pemanasan
mengakibatkan sekitar 7 % mineral mengalami dehydrasi. Berdasarkan study ARC
mengindikasikan bahwa ikatan kimia serpentin adalah dengan air bukan dengan karbonat
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
22
(LOI bisa dari air maupun karbonat). Setiap berkurang 1% LOI pada proses pemanasan
serpentin, kecenderungan efektifitas proses karbonasi meningkat sekitar 7%.
Gambar 4.4. Grafik hubungan antara kandungan air sisa (LOI sisa pada serpentin)
dengan laju reaksi karbonasi.
Hubungan antara air sisa (LOI sisa, yang belum hilang dibakar) dengan laju reaksi
karbonasi merupakan garis linier (garis lurus, Gambar 18). Laju karbonasi yang dapat
dipengaruhi oleh LOI efektif diantara 3 - 6 % LOI sisa, yang paling optimum pada LOI sisa
3,5 % (Gambar 4.3).
4.2.3. Pengambilan Sampel Penelitian
Batuan serpentin diperoleh dari kabuparen Barru, Sulawesi Selatan berupa
bongkahan berukuran + 20 cm. Proses pengolahan dimulai dari kominusi (pengecilan
ukuran) menggunakan alat jaw crusher dan roll crusher kemudian dilanjutkan dengan milling
menggunakan alat ball mill hingga partikel berukuran -100#. Sampel yang sudah halus
dilakukan karakterisasi bahan baku berupa mineralogi (XRD) dan komposisi kimia (XRF).
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
23
Disamping itu juga dilakukan analisa derajat liberasi pada tiap fraksi ukuran partikel
sampel. Proses selanjutnya adalah pemurnian serpentin dari pengotornya (pada umumnya
logam Fe), menggunakan magnetic separator secara kering, sehingga akan terpisah mineral
magnetic (Fe) dan non-magnetic (Mg). Mineral non-magnetic tersebut kemudian dicampur
dengan bahan aditif binder untuk dibentuk pelet dan kemudian diaktivasi pada suhu 900 0C
selama dua jam. Serpentin yang telah teraktivasi ini siap digunakan sebagai media penjerap
CO2. Proses pengolahan dan aktivasi mineral serpentin menjadi bahan/media penjerap gas
CO2 tampak pada bagan berikut:
Batuan Serpentin
Crushing
Milling
Magnetic Separator
Mineral Magnetik
Mineral non-Magnetik
Peletasi
Roasting, 900 0C
Serpentin teraktivasi
Gambar 4.5. Proses pengolahan dan aktivasi mineral serpentin
4.2.4. Perancangan Alat Reaktor Simulasi Penyerapan Gas CO2
Guna mengetahui besarnya gas CO2 yang dapat diserap oleh mineral adsorben,
maka dirancang sebuah alat simulasi. Rangkaian sederhana dari alat tersebut terlihat pada
Gambar 4.6.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
24
Pencatat
Suhu
Reaktor
Gas CO2
Gas N2
Pemanas
Pengukur
Konsentrasi
gas CO2
Gambar 4.6. Rangkaian Alat Percobaan
Setelah kolom-kolom dibersihkan dengan gas N2, maka kolom-kolom tersebut dapat
dialiri gas CO2. Gas CO2 dilewatkan pada sebuah tungku pemanas agar suhu yang diinginkan
dapat tercapai. Suhu gas CO2 yang telah dipanaskan terekam dalam sebuah alat pencatat
suhu. Gas CO2 panas kemudian direaksikan dengan adsorben dalam sebuah reaktor.
Konsentrasi gas CO2 diukur menggunakan alat pengukur. Lamanya waktu reaksi turut pula
direkam.
4.3.
Data Percobaan
Batasan masalah penelitian ditetapkan dengan mengetahui variabel penelitian yang
selanjutnya diturunkan ke dalam beberapa indikator. Data hasil percobaan yang akan diteliti
tersaji dalam Tabel 4.4 berikut :
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
25
Tabel 4.2. Data Percobaan
Variabel
Tekanan
Indikator
Tekanan
gas
CO2
Jenis dan Sumber
Teknik Pengambilan
Data
Data
Data primer
Pengukuran
(atm)
Suhu
Suhu gas CO2 (oC)
Data primer
Pengukuran
Volume
Volume Reaktor (ml)
Data primer
Pengukuran
Waktu
Lamanya reaksi (detik)
Data primer
Pengukuran
alir Kecepatan aliran gas
Data primer
Pengukuran
Laju
gas
CO2 (ml/deik)
Data penunjang lainnya didapatkan melalui data sekunder yang diperoleh melalui studi
literatur, seperti berat molekul adsorben, tetapan gas ideal, dan lain-lain.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
26
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pelaksanaan kegiatan di studio serta laboratorium Puslitbang Teknologi
Mineral dan Batubara diperoleh beberapa hal yang meliputi:
-
Pembuatan Zeolit NaX
-
Pengolahan dan aktivasi mineral Serpentin
-
Alat Pengurang CO2
-
Uji coba adsorpsi
5.1 Pembuatan Zeolit NaX
Komposisi bahan dan waktu reaksi optimum sementara dalam pembuatan zeolit sintetik X
(US Patent No. 5487882 oleh Hu et al) adalah:
Na2O/SiO2 = 1,2
SiO2/Al2O3 = 4,0
H20/Na2O = 35
Dengan waktu reaksi 3 jam. Jika menginginkan waktu yang lebih cepat (< 2 jam) masih
mungkin dilakukan dengan merubah komposisi reaktannya.
Pada kegiatan ini, sementara dipakai komposisi tersebut di atas, dikarenakan setelah
mendapatkan komposisi yang tepat dengan waktu reaksi yang tidak terlalu lama maka
selanjutnya adalah memperbanyak zeolit X tersebut guna keperluan uji coba adsorpsi. Dan
diharapkan dengan peralatan yang tidak bisa menghasilkan produk banyak maka bisa
didapat zeolit X minimal sekitar 3 Kg. Gambar 5.1 menunjukkan grafik hasil analisis X-RD,
sedangkan hasil analisis luas permukaan ditunjukkan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Hasil Analisis Luas Permukaan
Kode
Zeolit X
Luas Permukaan/Multi Poit BET
(m2/gr)
613
Zeolit X dgn CMC 1%
627
Zeolit X dengan CMC 2 %
311
Zeolit komersil (molecular sieve)
433
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
27
Menurut Tabel 5.1 terlihat pengaruh adanya penambahan zat pelekat, Carboxylmethylcelluse
(CMC). CMC ini ditambahkan agar zeolit X hasil proses dapat dibentuk menjadi pellet. Karena
saat uji coba, jika berat adsorben serbuk halus makin banyak maka proses adsorpsi sukar
berlangsung disebabkan unggunnya terlalu rapat sehingga gas tidak bisa melewati unggun.
Gambar 5.1 Difraktogram Zeolit NaX dengan Pembandingnya
5.2 Pengolahan dan Aktivasi Mineral Serpentin
5.2.1. Karakterisasi Bahan Baku Serpentin
5.2.1.1. Mineralogi
Berdasarkan analisa mineralogi menggunakan alat XRD, sampel serpentin
yang diperoleh dari Kabupaten Barru mengandung beberapa mineral sebagaimana
tampak pada difraktogram berikut:
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
28
Gambar 5.2 Difraktogram sampel serpentin Barru, mengandung mineral:
L= Lizardit (Mg,Al)3[(Si,Fe)2O5](OH)4; T= Talc (Mg3Si4O10(OH)2); dan M= Magnetit (Fe3O4)
5.2.1.2. Komposisi kimia
Komposisi kimia sampel serpentin yang diperoleh hasil analisa alat XRF tampak pada
tabel berikut:
Tabel 5.2 Komposisi kimia Serpentin Barru
Komposisi Kimia
SiO2
MgO
Al2O3
Fe2O3
TiO2
K2O
CaO
MnO
Na2O
P 2O 5
LOI
Kadar (%)
40,80
37,25
0,94
7,15
0,029
0,004
0,40
0,40
Tt
0,004
12,66
Berdasarkan data di atas tampak senyawa dominan adalah SiO2 dan MgO
yang merupakan kandungan utama mineral serpentin. Disamping itu terdapat
beberapa pengotor yaitu Al2O3 yang berjumlah kecil dan Fe2O3 yang harus
dieliminir keberadaannya agar diperoleh serpentin dengan kualitas yang baik.
5.2.1.3. Derajat liberasi
Analisa derajat liberasi dilakukan untuk mengetahui pada ukuran partikel
berapa mineral yang diinginkan sudah terliberasi/terlepas dari mineral-mineral yang
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
29
lain; dilihat menggunakan alat mikroskop optik. Dari hasil analisa tersebut akan
mempermudah tahapan proses selanjutnya yaitu proses pemisahan dan pemurnian.
Hasil analisa derajat liberasi pada beberapa fraksi ukuran partikel sampel serpentin
tampak pada gambar dan tabel berikut:
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 5.3 Fotomikrograph sampel serpentin Barru pada beberapa fraksi ukuran
partikel
Keterangan gambar:
(a) Fotomikrograf sayatan poles contoh -18+35#; tampak magnetit (warna
terang) masih terikat di dalam partikel serpentin.
(b) Fotomikrograf sayatan poles contoh -35+65#; tampak magnetit (warna
terang) dalam keadaan sudah terliberasi.
(c) Fotomikrograf sayatan poles contoh -65+100#; tampak magnetit (warna
terang) dalam keadaan sudah terliberasi.
(d) Fotomikrograf sayatan poles contoh -100#; tampak magnetit-hematit (warna
terang) dalam keadaan sudah terliberasi.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
30
Tabel 5.3 Hasil analisa Derajat Liberasi sampel Serpentin Barru
No
1
2
3
4
5
Fraksi Ukuran
Partikel
-8# +18#
-18# +35#
-35# +65#
-65# +100#
-100#
Derajat Liberasi
Mineral Logam (%)
00,00
00,00
50,00
52,83
93,50
Berdasarkan analisa di atas tampak bahwa mineral logam (magnetit) terliberasi
dengan baik pada ukuran partikel -100%, yaitu mencapai 93,50%. Hal ini menjadi
dasar untuk proses pengolahan berikutnya, yaitu sampel serpentin harus digerus
hingga ukuran -100# agar mudah dipisahkan dengan mineral magnetit (Fe3O4).
5.2.2. Proses Pengolahan Serpentin
Proses pengolahan mineral serpentin dimulai dari proses preparasi/kominusi yaitu
reduksi ukuran dari ukuran bongkah menjadi ukuran halus menggunakan alat
crusher dan milling hingga berukuran -100#. Kemudian sampel dipilah-pilah dan
dihomegankan hingga diperoleh sampel yang representatif menggunakan alat
sampel splitter.
(a)
(b)
(c)
Gambar 5.4 Proses preparasi sampel: (a) batuan serpentin berukuran + 5 cm; (b) roll
crusher; (c) sample splitter
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
31
Berdasarkan hasil analisa komposisi kimia sampel serpentin terdapat unsur besi
oksida sebanyak 7,15% sehingga harus dipisahkan terlebih dahulu agar tidak
mengganggu aplikasi mineral serpentin dalam mengikat CO2. Untuk menghilangkan
logam Fe (mineral magnetit) dalam sampel serpentin maka dilakukan proses
pemisahan menggunakan alat magnetic separator dengan metode kering. Mineral
serpentin (dominan unsur Mg) merupakan mineral non-magnetik (tidak ditarik
magnet) sehingga dapat dipisahkan dari logam Fe (bersifat magnetik). Proses
pemisahan magnetic tampak pada gambar berikut.
Inlet
sampel
Panel kontrol
Motor
Produk
Magnetik
(unsur Fe)
Produk
NonMagnetik
(unsur Mg)
Kumparan Magnet
Gambar 5.5 Proses memisahkan logam Fe pada sampel menggunakan alat magnetic
separator
Sampel serpentin yang sudah terbebas dari logam Fe kemudian dilakukan
proses peletesi bersama beberapa bahan aditif seperti binder dan CMC. Pelet yang
sudah terbentuk kemudian dilakukan proses aktivasi termal (roasting) menggunakan
perangkat furnace pada suhu 900 0C selama dua jam.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
32
Menurut O’Connor (2000) serpentin mengandung air kristal sekitar 13 %.
Dengan melakukan pemanasan sekitar 600°C kandungan air kristal akan teruapkan
sehingga luas permukaan butiran mineral akan bertambah. Disamping itu,
pemanasan diperlukan juga agar ikatan antar butiran terpisah dan meningkatkan
volume pori (untuk serpentin diperlukan suhu sekitar 900 °C), hal tersebut akan
mempercepat reaksi karena permukaan yang aktif diperlebar. Mineral serpentin yang
telah diaktivasi termal kemudian siap digunakan sebagai bahan penjerap gas CO2.
(a)
(b)
Gambar 5.6 Proses aktivasi termal/roasting mineral serpentin: (a) peralatan furnace;
(b) produk roasting 900 0C
5.3. Alat Pengurang CO2
Alat pengurang CO2 dibuat terdiri atas :
-
Kolom unggun dengan kapasitas maksimum 100 gr adsorben
-
Pemanas kolom
-
Display temperatur lengkap dengan pengatur suhu dan detektor suhu (termokopel)
-
Rangkaian selang untuk mengalirkan gas buang ke dalam unggun dilengkapi flow
meter.
-
Dan yang memegang peranan penting adalah sensor CO2
Gambar 5.7 adalah alat pengurang CO2 skala laboratorium dan bagian dalam sensor CO2.
Setelah dilakukan uji coba adsorpsi dengan alat ini, ada beberapa hal yang harus
dimodifikasi, yaitu:
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
33
-
Perlu ditambahkan scrubber di inlet untuk mencegah masuknya partikel halus dan
volatile matter dalam gas buang ke dalam rangkaian selang. Hal ini ditujukan agar
selang gas tidak mengalami penyumbatan.
-
Menambahkan pemanas gas, agar dalam uji coba skala laboratorium selanjutnya
tidak hanya unggun bisa dipanaskan tetapi gas sintetis CO2 pun bisa dipanaskan
sehingga mendekati keadaan sebenarnya dari gas buang hasil pembakaran yang
memiliki suhu tertentu.
-
Mengganti pipa gelas dengan selang Teflon untuk menghindari keretakan.
-
Menambahkan gas standar CO2 dengan konsentrasi antara 0-20 % sesuai batas
kemampuan baca sensor CO2.
Gambar 5.7 Alat Pengurang CO2 Skala Laboratorium
5.4. Uji Coba Adsorpsi CO2
Adsorben CO2 yang diujikan adalah :
-
Zeolit sintetis
-
Serpentin hasil aktivasi
Uji coba adsorpsi dilakukan dengan gas sintetis CO2 dengan kisaran konsentrasi CO2
8-15 % (sisanya N2) dan gas buang hasil pembakaran batubara. Variabel berubah pada
penelitian ini adalah berat adsorben dan interval waktu adsorpsi. Pembacaan pengukuran
dihentikan ketika nilai adsorpsi telah konstan yang menandakan kapasitas adsorpsi telah
maksimal. Beberapa kondisi hasil adsorpsi tampak pada gambar berikut:
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
34
7
6
% CO2 terserap
5
4
3
2
1
0
0
10
20
30
40
50
60
70
Waktu adsorpsi (menit)
Zeo 5g
Zeo 10g
Zeo 15g
Zeo 20g
Zeo 30g
Gambar 5.8 Hasil adsorpsi gas CO2 menggunakan adsorben zeolit pada beberapa variasi
berat adsorben (interval adsorpsi tiap 1 menit)
Pada kurva di atas tampak bahwa pola adsorpsi pada tiap adsorben (dengan massa
yang berbeda-beda) cenderung sama yaitu pada menit-menit awal meningkat drastis
kemudian melandai dan konstan. Hal yang membedakan adalah waktu yang dibutuhkan
untuk konstan dan kapasitas adsorpsi yang diperoleh. Pada adsorben zeolit 5 g tampak
waktu untuk mencapai konstan sekitar 20 menit dengan kapasitas adsorpsi sebesar 5,2%.
Sedangkan untuk zeolit 10 g dibutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan kapasitas adsorpsi
sebesar 5,7%. Pola yang sama terjadi pada Zeolit 15 g dan Zeolit 20 g yaitu kapasitas dan
waktu adsorpsi meningkat seiring dengan peningkatan jumlah adsorben yang digunakan,
namun terjadi penurunan pada Zeolit 30 g. Pengaruh penambahan adsorben terhadap pola
adsorpsi yang terjadi tampak pada diagram di bawah ini.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
35
70
64
60
51
50
40
33
30
30
20
20
10
5,2
5,7
6,18
6,59
4,27
Zeo 5g
Zeo 10g
Zeo 15g
Zeo 20g
Zeo 30g
0
CO2 terserap (%)
Waktu adsorpsi (menit)
Gambar 5.9 Pengaruh penambahan berat adsorben zeolit terhadap kapasitas adsorpsi gas
CO2 dan waktu adsorpsi yang dibutuhkan
Pada diagram di atas tampak bahwa secara umum semakin banyak jumlah zeolit
yang digunakan sebagai adsorben maka kapasitas adsorpsi penyerapan gas CO2 semakin
meningkat namun dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk menuntaskan proses adsorpsi
tersebut (tampak pada diagram blok Zeo 5g, Zeo 10g, Zeo 15g dan Zeo 20g). Hal ini
disebabkan bila semakin banyak jumlah adsorben yang digunakan maka peluang gas CO2
yang terperangkap di pori adsorben semakin besar dan sebagai konsekuensinya
membutuhkan waktu yang lebih lama agar gas tersebut dapat terserap dengan baik.
Sedangkan bila jumlah adsorben yang digunakan kurang mencukupi maka kapasitas
adsorpsinya kecil dan tidak dapat menampung kelebihan gas, sehingga pada aplikasinya
tampak gas CO2 yang terperangkap tidak optimal dan sebagian lainnya akan lolos.
Pada percobaan yang dilakukan tampak bahwa kondisi optimum diperoleh pada
jumlah zeolit sebesar 20 g dan kemudian menurun pada jumlah 30 g. Penurunan
kemampuan penyerapan ini dapat disebabkan oleh semakin padatnya material yang mengisi
kolom yang mengakibatkan kondisi menjadi lewat jenuh, kerapatan tinggi dan ruang pori
berkurang sehingga gas CO2 tidak dapat terserap dengan baik. Hal ini dapat dilihat juga
pada perbandingan kondisi adsorpsi Zeo 10g dan Zeo 30g. Pada keduanya tampak waktu
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
36
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses adsorpsi gas CO2 relatif sama yaitu sekitar 30
menit, namun hasil adsorpsinya berbeda, masing-masing 5,7% dan 4,2%. Hal ini dikarenakan
kerapatan partikel pada Zeo 30g sudah lewat jenuh dan tidak memiliki ruang pori yang
cukup sehingga penyerapan gas CO2 menjadi tidak efektif.
Kondisi lain yang diamati adalah interval waktu adsorpsi selama proses. Pada
perlakuan pertama dilakukan pada setiap menit (Gambar 5.8) sedangkan pada perlakuan
kedua dilakukan tiap 2 menit. Kondisi hasil adsorpsi pada interval waktu tiap 2 menit tampak
pada gambar berikut:
8
7
% CO2 terserap
6
5
4
3
2
1
0
0
10
20
30
40
50
60
70
Waktu adsorpsi (menit)
Zeo 5g
Zeo 20g
Zeo 30g
Gambar 5.10 Hasil adsorpsi gas CO2 menggunakan adsorben zeolit pada beberapa variasi
berat adsorben (interval adsorpsi tiap 2 menit)
Berdasarkan hasil di atas tampak bahwa dengan adanya perubahan mekanisme
interval adsorpsi menjadi tiap dua menit sekali mengakibatkan perubahan pola adsorpsi
yang cukup signifikan, khususnya pada Zeo 20g dan Zeo 30g. Pada kurva di atas tampak
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
37
pada waktu adsorpsi mencapai 10 menit kapasitas adsorpsi telah mencapai nilai maksimal
dan konstan yang menandakan bahwa adsorben tidak dapat lagi menyerap gas CO2. Pola
interval adsorpsi tiap dua menit sekali mengakibatkan gas CO2 mengalami akumulasi terlebih
dahulu sehingga ketika dilepas menuju adsorben mengalami “penumpukan” sehingga sulit
diserap oleh adsorben.
Namun berbeda dengan adsorben Zeo 5g. Pada kondisi ini tampak bahwa proses
adsorpsi dapat terjadi dengan lebih baik dibandingkan dengan kondisi pertama (interval
adsorpsi tiap menit). Berdasarkan jumlah dan kerapatannya, Zeo 5g memiliki kerapatan yang
lebih kecil dibandingkan Zeo 20g dan Zeo 30g sehingga tidak begitu memiliki masalah
apabilai gas CO2 terkumpul terlebih dahulu (dengan kuantitas yang lebih banyak) kemudian
diadsorp. Kerenggangan struktur materialnya masih dapat menampung gas CO2 yang
terakumulasi selama dua menit, bahkan tampak lebih baik dibandingkan bila dilakukan
adsorpsi pada interval tiap menit, namun hal ini masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
Pengaruh perbedaan waktu interval adsorpsi terhadap % CO2 yang terserap pada adsorben
Zeo 5g, 20g dan 30g tampak pada diagram di bawah ini.
8
6,9
7
6,59
6
5,2
5
4,27
4
3,4
2,7
3
2
1
0
Zeo 5g
Zeo 20g
Adsorpsi gas CO2 tiap menit (%)
Zeo 30g
Adsorpsi gas CO2 tiap 2 menit (%)
Gambar 5.11 Pengaruh perbedaan waktu interval adsorpsi terhadap % CO2 yang terserap
pada adsorben zeolit
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
38
Pada penelitian berikutnya adalah pengujian adsorpsi gas CO2 menggunakan adsorben
mineral serpentin alam yang telah diaktivasi, dengan variasi jumlah/berat serpentin yang
digunakan. Hasil adsorpsi tampak pada gambar di bawah ini.
7
6
% CO2 terserap
5
4
3
2
1
0
0
5
10
15
20
25
30
35
Waktu adsorpsi (menit)
Ser 5g
Ser 25g
Ser 30g
Gambar 5.12 Hasil adsorpsi gas CO2 menggunakan adsorben serpentin pada beberapa
variasi berat adsorben (interval adsorpsi tiap 1 menit)
Pada kurva di atas tampak bahwa pola adsorpsi gas CO2 menggunakan adsorben
serpentin secara umum sama dengan menggunakan adsorben zeolit, yaitu semakin banyak
adsorben yang digunakan maka semakin banyak pula gas CO2 yang dapat diserap.
Perbedaan yang terjadi adalah kemampuan kedua adsorben tersebut dalam mengadsorp
gas CO2 pada jumlah tertentu. Perbandingan kapasitas adsorpsi pada kedua adsorben
tersebut tampak pada diagram di bawah ini.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
39
7
6,59
5,63
6
5,2
4,72
% CO2 terserap
5
4,27
4,11
4
3
2
1
0
5g
20 g
Zeolit
30 g
Serpentin
Gambar 5.13 Perbandingan kapasitas adsorpsi gas CO2 pada zeolit dan serpentin pada
beberapa variasi berat adsorben yang digunakan
Pada diagram di atas tampak bahwa secara umum kapasitas adsorpsi zeolit lebih
tinggi sekitar 25-40% dibandingkan serpentin. Namun demikian, kapasitas adsorpsi zeolit
mengalami puncaknya pada penggunaan 20 g dan kemudian menurun pada 30 g.
Sedangkan serpentin, kapasitas adsorpsinya tampak meningkat hingga penggunaan 30 g
dan mungkin akan terus meningkat hingga titik tertentu (belum dilakukan uji coba pada
jumlah/berat yang lebih banyak).
Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa zeolit dan serpentin sama-sama memiliki
kemampuan adsorpsi gas CO2 yang baik, namun berbeda dalam jumlah/berat yang
digunakan. Untuk serpentin, diperlukan jumlah yang lebih banyak agar dapat mengadsorp
gas CO2. Hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai struktur pori serpentin dan
zeolit yang digunakan sehingga dapat diperoleh gambaran yang komprehensif mengenai
hubungan antara struktur pori adsorben dengan kapasitas adsorpsinya.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
40
5.5 Analisis Keekonomian
Dari hasil uji coba dengan menggunakan zeolit sintetis dan serpentin, dapat dikaji sebagai
berikut ;
 Hasil uji coba dengan menggunakan zeolit, pengaruh penambahan berat adsorben
terhadap kapasitas gas CO2 dan waktu yang dibutuhkan, dengan interval 1 menit, jika
dilihat pada gambar 5.8 menunjukkan bahwa zeoilit dengan berat 20 gram, setelah
menit ke 64 CO2 yang terserap cenderung sudah mencapai ke titik jenuh antara menit
ke 60 dan menit 70, penyerapan tertinggi pada menit ke 64, yang mencapai 6,59%.
 Besaran absorben tidak menjadi faktor penyerapan CO2, hal ini terlihat pada Gambar
5.13, penggunaan zeolit 30 gram, justru penyerapannya paling rendah, yaitu hanya
4,27%, dengan waktu 33 menit.
 Pengaruh penambahan berat adsorben terhadap kapasitas gas CO2 dan waktu yang
dibutuhkan dengan interval 2 menit, menunjukkan, bahwa adsorben zeolit dengan berat
5 gram, penyerapan CO2 lebih optimum (6,9%), bila dibandingkan dengan adsorben
dengan berat 20 gram dan 30 gram.
 Perbandingan hasil uji coba dengan menggunakan adsorben zeolit sintetis dan mineral
serpentin, pada gambar 5.13, terlihat bahwa dengan berat (gram) yang sama antara
zeolit dan serpentin, maka penyerapan lebih baik adalah dengan menggunakan zeolit.
 Dari perbandingan tesebut zeolit sintetik sebagai bahan adsorben lebih optimum dalam
penyerapan CO2 dibandingkan dengan mineral serpentin. Dari segi biaya zeolit sintetis
lebih mahal dari serpentin , karena untuk mendapatkan 3 kg zeolit sintetik,
membutuhkan biaya sebesar. (lihat Table 5.4)
Tabel 5.4.
Besaran biaya untuk pembuatan zeolit sintetik per 3 kg
No
1
2
3
4
Bahan Kimia
Sodium Aluminat (2,5 kg)
Universal PH 0 – 14 , 1 pak
Sodium Hidroksida (1kg)
Sodium Silikat (1kg)
Jumlah
Harga (Rp)
907.200
160.900
15.000
18.000
Jumlah (Rp)
1.814.400
160.900
75.000
126.000
2.108.800
Ket :
Pembuatan ziolit sintetis dengan berat 3 kg, perlu dibutuhkan 5 kg, Sodium Aluminat,
Universal PH 0 – 14, 1 pak, Sodium Hidroksida 5 kg dan Sodium Silikat 7 Kg.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
41
Sedangkan serpentin, karena keberadaannya di alam, sampai saat ini belum didapat
berapa harga resminya, jika mengacu pada zeolit alam harga per karung (25 kg) Rp 25.000,-,
serpentin lebih murah dari pada zeolit sintetik.
Lokasi mineral serpentin di Indonesia ada di Baru, Propinnsi Sulawesi Selatan dengan
jumlah cadangan sebesar 261.996.875 ton, Halmahera 2.910.000 ton dan Raja Empat
9.131.200 ton. Jumlah total cadangan di seluruh Indonesia 274.000.000 ton.
Lokasi pabrik yang menggunakan bahan bakar batubara, sebagian besar ada di pulau
Jawa, sehingga untuk mendapatkan mineral serpentin memerlukan biaya transportasi yang
tinggi. Jadi dilihat dari segi biaya lebih murah dengan zeolit alam. Namun dilihat dari hasil uji
coba serpentin dengan jumlah penambahan berat, justru lebih optimum penyerapan CO2
sehingga mineral serpentin layak untuk dikembangkan sebagai bahan penyerap CO2.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
42
VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Hasil kegiatan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:
•
Rancang Bangun Alat Pengurang CO2 skala laboratorium telah dibuat
dengan modifikasi :
1. Penambahan scrubber inlet
2. Penambahan pemanas gas
3. Penggantian pipa gelas dengan selang teflon
4. Penambahan gas standar CO2 dengan konsentrasi 0-20%
•
Alat tersebut dipakai uji coba adsorpsi dengan jenis adsorben yang
dicobakan, yaitu Zeolit NaX hasil proses, dan Serpentin hasil aktivasi.
•
Uji coba adsorpsi dilakukan dengan gas sintetis CO2 dengan kisaran
konsentrasi CO2 15 % (sisanya N2) dan gas buang hasil pembakaran
batubara.
•
Semua proses uji coba adsorpsi CO2 skala laboratorium dengan gas
sintetis berlangsung pada tekanan atmosfir, hanya variabel berat
adsorben dan interval waktu adsorben yang divariasikan.
•
Kapasitas adsorpsi zeolit lebih tinggi sekitar 25-40% dibandingkan
serpentin. Namun demikian, kapasitas adsorpsi zeolit mengalami
puncaknya pada penggunaan 20 g (berat adsorben) dan kemudian
menurun pada 30 g (berat adsorben). Sedangkan serpentin, kapasitas
adsorpsinya tampak meningkat hingga penggunaan 30 g dan mungkin
akan terus meningkat hingga titik tertentu.
•
Kesimpulan sementara secara umum kapasitas adsorpsi CO2 zeolit NaX
hasil proses lebih baik dibanding serpentin, tetapi masih perlu dilakukan
uji coba pada jumlah/berat adsorben yang lebih banyak untuk
mengetahui kapasitas adsorpsi zeolit dan serpentin yang optimum.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
43
6.2 Saran
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan, dapat
disarankan hal berikut ini :
-
Masih perlu dilakukan uji coba pada jumlah/berat adsorben yang lebih
banyak untuk mengetahui kapasitas adsorpsi optimum adsorben, baik zeolit
maupun serpentin.
-
Sangat penting untuk mencari alternatif bahan material adsorben lainnya
dengan memperhatikan pengaruh-pengaruh yang akan memperbesar nilai
kapasitas adsorpsi.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Ah Hyung Alissa Park and Liang Shih Fan, 2004. CO2 Mineral Sequestration : Physically
Activated Dissolution of Serpentin and pH Swing Process. Chemical Engineering Science 59
(2004) 5241-5247
2. Daniel J Fauth and Yee Soong, 2001. Mineral Sequestration Utilizing Industrial ByProducts, Residus, and Minerals. NETL (National Energy Technology Laboratory)
Pitsburrgh PA, 15236-0940
3. IPCC, 2006., Capture of CO2, IPCC Special Report Carbon Dioxide Capture and Storage,
diakses
31
Desember
2008.
http://www.luminatellc.com/Newsletter%20PDFs/CO2%20Part%203.pdf
4. Ishibasi et all, 1999, Study On CO2 Removal Technology from Flue Gas of Thermal Power
Plan by Combined Systems with Pressure Swing Adsorption and Super Cold Separator,
Shizuoka University
5. M. Mercedes Maroto Valer1, Mattew E. Kuchta1, Yinzi Zhang1, Jhon M Andresen1, Daniel
J. Faut2, 2005. Comparason of Physical and Chemical Activation of Serpentine for
Enhanced CO2 Sequestration.1The Energy Institute and Department of Energy and GeoEnviromental Engineering, The Pensylvania State University, University Park, PA 16802
and 2U.S. Deparment of Energy, National Energy Technology Laboratory, Pittsburgh
15236
6. PEUI, 2006. Indonesia Energy Outlooks and Statistics, 2006
7. Rinaudo, C., Gastaldi, D., Belluso, E. 2003 Micro_Raman Spectroscopy of Garnierite
Minerals: a Useful Method for Pashe Identification. By FT-Raman , Mineral., 41, 883-890
8. Ron Zevenhoven and Jens Kohlmann, 2001 CO2 Sequestration By Magnasium
Silicate Mineral Carbonation in Finland Helsini University, Lab. For Energy
Engineering and Enviromental Protection. PO Box 444, FIN-02015 Espoo, Finland.
[email protected], [email protected]
9. RoZa Adriany, dkk, 2011. Pembuatan Aditif Combustion Booster dan Pack Kolom untuk
mengurangi Emisi CO dan CO2 pada Kendaraan Bermotor. Puslitbang Kemigas, Jakarta
10. Sander, M.T. and C.L. Mariz, 1992, The Fluor Daniel Econamine FG Process: Past
Experiance and Present Day Focus,”Energy Conversion and Management
11. (Tanpa pengarang)., 2009. International Energy Outlook 2009.
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
43
12. http://www.eia.doe.gov/oiaf/ieo/index.html . Thomas M. Kerr, 2005. Legal Aspects of
Storing CO2 : Update and Reco mmendations, International Energy Agency (IEA), 2007,
p.15-16
13. Toni Samiaji, 2009. Upaya Memgurangi CO2 di Atmosfer, Berita Dirgantara, Vol. 10, No. 3,
Lapan, September 2009, Jakarta
14. Toni Samiaji, 2010. Sebaran Emisi Gas CO2 di Indonesia, Proseding Seminar Penerbangan
dan Antariksa 2010, Lapan
15. W.J.J. Huijgen & R.N.J. Comans, 2003. Carbon Dioxcide Sequestration By Mineral
Carbonation. ECN-C-03-016
Pengembangan Material Pengurang CO2 dari Gas Buang Industri Berbahan Bakar Batubara
44
Download