9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori Agensi (Agency Theory) Dalam model agensi yang sederhana, organisasi kurangnya terdiri dari dua orang, yaitu prinsipal dan agen. Teori keagenan (agency theory) dapat menjelaskan kesenjangan antara manajemen sebagai agent dan para pemegang saham sebagai principal atau pendelegator (Eisenhardt, 1989). Peran prinsipal adalah untuk memasok modal, untuk menanggung risiko, dan untuk membentuk insentif, sedangkan peran agen untuk membuat keputusan atas nama prinsipal dan juga menanggung risiko (ini sering menjadi perhatian kedua). Prinsipal dapat dianggap sebagai "perwakilan pemegang saham" atau dewan direksi. Dalam model agensi yang lebih rumit, terdapat beberapa prinsipal dan / atau beberapa agen. Beberapa agen bahkan bisa menjadi keduanya, prinsipal dan agen, misalnya, dalam sebuah perusahaan hirarkis, manajer tingkat menengah mungkin menjadi agen manajer di atasnya dan prinsipal untuk karyawan di bawahnya. Tujuan normatif pengambilan keputusan keuangan yang menyatakan bahwa keputusan diambil untuk memaksimumkan kemakmuran pemilik perusahaan, hanya benar apabila pengambil keputusan keuangan (agent) memang mengambil keputusan dengan maksud untuk kepentingan para pemilik perusahaan. (Husnan dan Pudjiastuti, 2004:10) Principal mempercayakan pengambilan keputusan kepada agent, yang berarti kedua belah pihak telah mempunyai kesepakatan bersama atas http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 tanggungjawab yang diserahkan pada pihak agent tersebut. Akan tetapi timbul asymetri information, yaitu agent yang menjalankan perusahaan secara langsung memiliki informasi yang lebih banyak (full information) dibanding principal hanya mengetahui sebagian yang dilaporkan saja (Dhiar Ratnasari:2012) Menurut Scott (2003:7) dalam Dhiar Ratnasari (2012), terdapat dua jenis asimetri informasi yaitu: a. Adverse Selection Adverse selection is a type of information asymetry whereby one or more parties to a bussines transaction, or potential transaction, have an information advantage over other parties. Manajer dan orang dalam lainnya mempunyai lebih banyak informasi dibanding pihak luar. Dengan informasi yang lebih tersebut akan memunculkan potensi pengambilan keputusan yang hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Sementara pihak lain dirugikan. b. Moral hazard Moral Hazard is a type of information asymetri whereby one or more parties to a bussines transaction, or potential transaction, can observe their action in fullfillment of the transaction but other parties cannot. Yaitu bahwa pemegang saham atau pemberi pinjaman tidak dapat sepenuhnya mengamati kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer dalam menjalankan amanah yang diberikan. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan yang dapat berdampak tidak baik bagi perusahaan dan pemegang saham. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 Dalam dekade terakhir, teori agensi telah muncul sebagai paradigma yang dominan dalam literatur ekonomi keuangan. Teori agensi adalah hubungan antara kontrak dua pihak (atau lebih), di mana salah satu pihak, ditunjuk sebagai prinsipal (pemilik), melibatkan pihak lain, ditunjuk sebagai agen, untuk melakukan beberapa layanan atas nama prinsipal (Ross 1973; Jensen & amp; Meckling 1976). Lambert (2001) menyatakan agen tidak selalu mengontrol dengan benar dalam setiap mengukur kinerja, sehingga mungkin akan terjadi kekeliruan dalam pengontrolan yang dilakukan jangka panjang. Prinsipal dapat membatasi penyimpangan dari kepentingannya dengan menetapkan biaya yang sesuai untuk agen dan dengan biaya pengawasan yang dirancang untuk membatasi kegiatan yang menyimpang dari agen. Selain itu dalam beberapa situasi prinsipal akan membayar agen untuk mengeluarkan sumber daya (bonding cost) untuk menjamin bahwa ia tidak akan mengambil tindakan tertentu yang akan merugikan prinsipal atau untuk menjamin bahwa prinsipal akan diberi kompensasi jika ia tidak mengambil tindakan itu. Namun, umumnya tidak mungkin bagi prinsipal atau agen dengan tanpa biaya menjamin bahwa agen akan membuat keputusan yang optimal dari sudut pandang prinsipal. Karena hubungan antara pemegang saham dan manajer dari suatu perusahaan sesuai dengan definisi dari hubungan agensi murni, seharusnya tidak heran ditemukan isu bahwa masalah yang berhubungan dengan "pemisahan kepemilikan dan kontrol" dalam pemisahan kepemilikan perusahaan modern erat terkait dengan masalah umum keagenan. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 2. Teori Kontrak (Contracting Theory) Dikatakan Krabbe: “aldus moet ook van recht de heerscappij gezocht worden in de reactie van het rechtsgevoel, en ligt dus het gezag niet buiten maar in den mens”, kurang lebih artinya, “demikian halnya dengan kekuasan hukum yang harus kami cari dari dalam reaksi perasaan hukum; jadi, kekuasaan hukum itu tidak terletak diluar manusia tetapi didalam manusia”. Hukum berdaulat yaitu diatas segala sesuatu, termasuk Negara. Oleh karena itu menurut Krabbe; Negara yang baik adalah Negara hukum (rechtstaat), tiap tindakan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada hukum. Azas kebebasan berkontrak dalam melakukan suatu perjanjian merupakan bentuk dari adanya suatu kedaulatan hukum yang dipunyai oleh setiap individu dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Setiap individu menurut kepentingannya secara otonom berhak untuk melakukan perjanjian dengan individu lain atau kelompok masyarakat lainnya. 3. Pelaporan Keuangan Laporan keuangan berfungsi sebagai sarana komunikasi antara manajemen dengan para pengguna laporan keuangan. Kinerja keuangan, tanggungjawab manajer kepada pemilik dan informasi lain mengenai perusahaan disampaikan di dalam laporan keuangan. Berbagai informasi yang disampaikan di laporan keuangan akan digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan oleh penggunanya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi aset, laibilitas, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, dan arus kas. Informasi asimetri yang terjadi antara manajer dan pengguna laporan keuangan menyebabkan para pengguna laporan tidak memperoleh informasi secara sempurna mengenai prospek dan kinerja perusahaan. Dalam situasi dimana para pengguna laporan keuangan mimiliki informasi yang lebih sedikit, pihak manajemen dapat menggunakan fleksibilitas yang dimilikinya untuk melakukan manajemen laba. Hal itu mengakibatkan timbulnya jurang informasi antara pihak manajemen perusahaan dengan para pengguna laporan keuangan. Menurut ED PSAK no 1 (revisi 2009) paragraf 13 menyebutkan laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara jujur dampak dari transaksi, peristiwa dan kondisi lain yang sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, laibilitas, pendapatan dan beban yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Tingkat pengungkapan di dalam laporan keuangan akan membantu pengguna laporan keuangan untuk memahami informasi yang disampaikan. Menurut Bachtiar (2003) dalam Susilo (2007) terdapat tiga tingkatan pengungkapan laporan keuangan yaitu: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 1. Pengungkapan penuh, mengacu pada penyampaian seluruh informasi kondisi perusahaan agar stakeholders dapat membuat keputusan untuk masa datang. Informasi yang disampaikan meliputi informasi keuangan maupun non keuangaan. 2. Pengungkapan cukup, mengacu pada informasi yang harus disampaikan terbatas hanya yang diwajibkan oleh standar yang berlaku (PSAK). 3. Pengungkapan wajar, syarat-syarat pengungkapan cukup ditambah dengan informasi lain yang berpengaruh terhadap kewajaran laporan keuangan. Seperti pernyataan manajemen dan analis laporan keuangan, komitmen perusahaan, dan MD&A (Management Discussion and Analysis). Relevansi informasi yang diungkapkan di laporan keuangan seharusnya dapat digunakan untuk mengambil keputusan ekonomi penggunanya. Selain itu penilaian tinggi rendahnya kualitas informasi melalui informasi yang bersifat tambahan adalah penambahan informasi mengenai kinerja dan keadaan perusahaan dimana informasi tersebut sulit untuk disajikan di dalam laporan keuangan, misalnya manajemen memberikan informasi mengenai dampak inflasi, corporate action, penilaian wajar atas aktiva, masalah hukum yang dihadapi dan lain sebagainya. Penilaian terhadap kredibilitas yaitu informasi yang dilaporkan dijamin oleh pihak independen yang dapat diandalkan, seperti auditor. 4. Leverage Setiap perusahaan dalam proses akhir akuntansi akan menghasilkan laporan keuangan yang di jadikan sebagai informasi dalam mengambil keputusan dan dapat dijadikan sebagai dasar pengukuran kinerja perusahaan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 melalui analisis rasio keuangan yang bertujuan untuk mengukur kinerja sebuah perusahaan dari berbagai aspek kinerja. Salah satu jenis dari analisis rasio keuangan adalah rasio leverage yang dapat mengukur suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Menurut Agnes Sawir (2003:13) pengertian leverage adalah : “Leverage merupakan rasio yang menggambarkan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya”. Sedangkan, menurut Darsono dan Ashari (2005) pengertian leverage adalah : “Leverage merupakan rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang jika perusahaan tersebut dilikuidasi dan menilai batasan perusahaan dalam meminjam uang”. Berdasarkan penelitian diatas maka jelaslah leverage merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya yang membandingkan antara hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menilai batasan perusahaan dalam meminjam uang. Menurut Darsono dan Ashari (2005 : 77) terdapat jenis-jenis rasio leverage sebagai berikut : 1. Debt Assets Ratio (DAR). 2. Debt Equity Ratio (DER). 3. Equity Multiper (EM). 4. Interest Coverage (IC) atau Times Interest Earned. Dari jenis-jenis rasio leverage tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Debt to Assets Ratio merupakan rasio total kewajiban terhadap assets. Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 menunjukan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Jika DAR mengalami penurunan , hal tersebut menunjukan bahwa kinerja perusahaan semakin meningkat dengan semakin menurunnya porsi hutang dalam pendanaan aktiva, selain itu juga hal tersebut menunjukan bahwa sebagian besar investasi didanai oleh modal sendiri dan juga mengakibatkan pembayaran bunga yang didanai oleh modal sendiri dan juga mengakibatkan pembayaran bunga yang kecil. Mempunyai leverage yang tinggi tidak selalu berarti jelek, bahkan leverage pada tingkat tertentu bisa meningkatkan ROE akan tetapi masalahnya pada leverage yang berlebihan pada akhirnya akan mengurangi profit margin dan mengurangi efisiensi perputaran aset. DAR dapat di rumuskan sebagai berikut : DAR = Total Kewajiban Total Aktiva 2. Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang menunjukan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. DER dapat dirumuskan sebagai berikut : DER = Total Kewajiban Total Ekuitas 3. Equity Multiper (EM) merupakan rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan ekuitas pemegang saham atau juga bisa diartikan sebagai berapa porsi dari aktiva perusahaan yang dibiayai oleh pemegang saham. Semakin rendah rasio, semakin baik kinerja perusahaan dari pengelolaan ekuitas. EM dapat dirumuskan sebagai berikut : http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 EM = Total Aktiva Total Ekuitas 4. Interest Coverage merupakan rasio yang menunjukan kemampuan laba dalam menutupi biaya bunga. Semakin tinggi rasio ini menunjukan bahwa laba yang tersedia untuk membayar bunga semakin besar. IC dapat dirumuskan sebagai berikut : IC = EBIT Biaya Bunga Dari beberapa rasio yang ada, maka rasio leverage yang digunakan adalah Debt to Equity Ratio, dengan pertimbangan bahwa rasio ini merupakan rasio yang paling umum. Selain itu komponen yang terdapat dalam DER merupakan kewajiban perusahaan yang dibayar dengan modal sendiri dan dapat menunjukan secara langsung kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya. Menurut Darsono dan Ashari (2005 : 54) menyatakan bahwa : “Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang menunjukan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman, semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham”. Dari perspektif kemampuan membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 5. Konsep Akrual Akrual merupakan selisih antara kas masuk bersih dari hasil operasi perusahaan dengan laba yang dilaporkan dalam laporan laba rugi. Basis akrual mengakui penghasilan (revenue) pada saat diperoleh dan mengakui beban yang terkait dengan penghasilan tersebut pada periode yang sama, tanpa memperhatikan saat penerimaan kas dari penghasilan yang bersangkutan. Dengan dasar akrual, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan (PSAK, 2002). Konsep akrual memenuhi konsep dasar akuntansi yaitu matching of cost with revenue (membandingkan penghasilan dengan biaya/beban). Menurut konsep ini, pengakuan beban atau pendapatan harus diakui sesuai dengan hak yang diukur dalam satu periode akuntansi tanpa adanya mempertimbangkan adanya penerimaan kas tunai. Dengan demikian, pengakuan pendapatan dan beban menurut standar akuntansi yang diterima umum menggunakan konsep akrual, dan laba bersih operasi yang didasarkan pada perhitungan akrual disebut laba akrual. Menurut Hidayati & Zulaikha (2003) dalam Wahyuningsih (2007), konsep akrual ini memungkinkan dilakukannya rekayasa laba atau earning management oleh manajer untuk menaikkan atau menurunkan angka akrual dalam laporan laba rugi. Menurut Fischer & Rozenzweig (1995) masih dalam Wahyuningsih (2007), perekayasaan laba juga dapat dilakukan dengan mendistorsi laba dengan cara menggeser periode pengakuan biaya dan pendapatan. Konsep akrual terdiri atas akrual diskresioner dan akrual nondiskresioner. Akrual diskresioner adalah pengakuan laba akrual atau beban yang bebas, tidak http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 diatur, dan merupakan pilihan kebijakan manajemen, sedangkan akrual nondiskresioner adalah pengakuan laba akrual wajar, tidak dipengaruhi oleh kebijakan manajemen, serta tunduk pada suatu standar atau prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan jika standar tersebut dilanggar akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan (Hidayati & Zulaika, 2003). Akrual diskresioner merupakan salah satu ukuran manajemen laba sehingga biasanya digunakan untuk mendeteksi adanya manajemen laba. Menurut Subramanyam (1996) dalam Wahyuningsih (2007), akrual diskresioner mencerminkan informasi privat yang diberikan oleh manajer untuk mencerminkan kondisi atau nilai ekonomis suatu perusahaan, sehingga memungkinkan manajer terlibat dalam pelaporan yang oportunistik untuk memaksimalkan kemakmuran mereka. Menurut Whelan dan McNamara 2004 dalam Sahabu (2009), akrual diskresioner terdiri dari akrual diskresioner jangka pendek dan jangka panjang. Akrual diskresioner jangka pendek memiliki waktu yang relatif pendek misalnya satu tahun atau kurang dari satu tahun (satu periode akuntansi) sedangkan akrual diskresioner jangka panjang memiliki jangka waktu lebih dari satu tahun (Dechow, 1994) Teoh et al. (1998) dalam Sahabu (2009) menjelaskan bahwa total akrual dibagi dalam akrual diskresioner jangka pendek atau disebut juga working capital accruals (WKA) dan akrual diskresioner jangka panjang atau disebut juga non working capital accruals (NWKA). Akrual diskresioner jangka pendek merupakan akrual yang melibatkan akun modal kerja dan menggambarkan perubahan dalam akun aktiva lancar dan utang lancar. Sedangkan akrual diskresioner jangka panjang meliputi depresiasi, revaluasi aktiva, dan penyesuaian nilai wajar atas instrumen keuangan. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 Guenther (1994) dalam Teoh et al. (1998) dalam Sahabu (2009) menyatakan bahwa manajer memiliki pertimbangan yang lebih besar pada working capital accruals daripada non-working capital accruals dimana working capital accruals adalah penyesuaian yang melibatkan akun lancar seperti, aktiva dan utang jangka pendek yang mendukung kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Manajer dapat menaikkan working capital accruals dengan cara mempercepat pengakuan atas pendapatan (dari hasil penjualan kredit) atau menunda pengakuan atas biaya (penetapan kerugian piutang yang rendah). Sedangkan non-working capital accruals adalah penyesuaian yang melibatkan aset jangka panjang, dan dapat dinaikkan dengan cara mengurangi depresiasi, menurunkan pajak yang ditangguhkan, dan merealisasikan keuntungan yang tidak biasa. Penelitian sebelumnya tentang manajemen laba hampir seluruhnya menggunakan pendekatan akrual. Pendekatan yang paling banyak digunakan dalam pengujian manajemen laba adalah model yang dikembangkan oleh Jones (1991) dan modifikasi model Jones. De Angelo (1986) menjelaskan bahwa akuntansi akrual mencerminkan keputusan manajemen, antara lain, untuk menghapuskan aset, pengakuan atau penundaan pendapatan, atau menganggap biaya atau modal sebagai suatu pengeluaran. Ayres (1994) menambahkan caracara lain untuk mempengaruhi tingkat keuntungan, yaitu dengan penerapan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib lebih awal dari tanggal berlakunya atau tepat waktu dan perubahan-perubahan akuntansi secara sukarela. 6. Manajemen Laba (Earnings Management) a. Definisi Manajemen Laba http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 Widyaningdyah (2001:92) membagi definisi manajemen laba menjadi dua yaitu : 1. Definisi Sempit Earning management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Earning management sebagai perilaku manager untuk “bermain”dengan komponen discretionary accruals dalam penentuan besarnya laba. 2. Definisi Luas Earning management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan penurunan (peningkatan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut. Scott (1997) berpendapat bahwa manajemen laba adalah intervensi manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal sehingga dapat meratakan, menaikan, dan menurunkan pelaporan laba, di mana manajemen dapat menggunakan kelonggaran penggunaan metode akuntansi, membuat kebijakan- kebijakan (discreationary) yang dapat mempercepat atau menunda biaya-biaya dan pendapatan, agar laba perusahaan lebih kecil atau lebih besar sesuai dengan yang diharapkan. Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangannya dalam pelaporan keuangan dan dalam penataan transaksi untuk mengubah laporan keuangan baik untuk memperdaya beberapa stakeholder tentang kinerja ekonomi yang mendasari perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 kontrak yang bergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan. Definisi ini mengandung dua arti : Pertama, untuk memperdaya stakeholder tentang kinerja ekonomi perusahaan. Kedua, untuk mempengaruhi hasil kontrak yang bergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan. Manajemen laba merupakan suatu tindakan manajer untuk memilih kebijakan akuntansi atau tindakan yang mempengaruhi laba sehingga dalam rangka mencapai tujuan tertentu dalam pelaporan laba (Scott, 2009:403). b. Faktor-Faktor Pendorong Manajemen Laba Dalam positif accounting theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986), yaitu: 1. Bonus Plan Hypothesis Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan laba lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan. 2. Debt Covenant Hypothesis Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba (Sweeney, 1994). Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal. 3. Political Cost Hypothesis Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya : mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain. Scott (2000: 302) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba : 1) Bonus Purposes Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini (Healy, 1985). 2) Political Motivations Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat. 3) Taxation Motivations Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan. 4) Pergantian CEO CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan. 5) Initital Public Offering (IPO) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan. 6) Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik. c. Teknik Manajemen Laba Menurut Setiawati dan Na’im (2000) teknik dan pola manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu: 1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain. 2. Mengubah metode akuntansi Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. 3. Menggeser periode biaya atau pendapatan. Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain : mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, http://digilib.mercubuana.ac.id/ mempercepat/menunda 25 pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai. d. Jenis Manajemen Laba Pada umumnya manajemen laba di bagi menjadi dua, yaitu : 1. Real Earnings Management (Manajemen Laba Rill) 2. Accounting Earnings Management (Akuntansi Manajemen Laba) 7. Manajemen Laba Rill (Real Earnings Management-REM) Manajemen laba merupakan upaya yang dilakukan pihak manajemen untuk melakukan intervensi dalam penyusunan laporan keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri, yaitu pihak perusahaan yang terkait. Manajemen laba dapat dilakukan melalui praktik perataan laba (income smoothing), taking a bath, dan income maximization (Scoot, 2000). Konsep mengenai manajemen laba dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory). Teori tersebut menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara pihak yang berkepentingan (principal) dengan manajemen sebagai pihak yang menjalankan kepentingan (agent). Konflik ini muncul pada saat setiap pihak berusaha untuk mencapai tingkat kemakmuran yang diinginkannya. Manajemen laba rill terdiri dari produksi rill dan keputusan investasi, seperti pengurangan biaya penelitian dan pengembangan yang mempengaruhi penjualan dan beban administrasi. Real Earning Management mengacu pada waktu oportunistik manajer dan penataan operasi, transaksi investasi dan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 pendanaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan dalam arah tertentu yang menghasilkan konsekuensi bisnis dan membebankan biaya riil pada perusahaan. Keputusan manajemen laba kritis bergantung pada prospek pertumbuhan perusahaan, insentif kompensasi manajemen , dan biaya manipulasi aktifitas rill . Perusahaan dalam tahap siklus hidup yang berbeda memiliki prospek yang berbeda untuk pertumbuhan ekonomi. Laporan survei Graham dkk. (2005 ) membuktikan bahwa manajer perusahaan tumbuh terlibat dalam manajemen laba karena mereka mengharapkan pertumbuhan laba masa depan untuk mengimbangi keputusan manajemen laba masa lalu. Mereka juga percaya bahwa jika kondisi keuangan perusahaan terus memburuk, bahkan keputusan manajemen laba yang kecil dapat mempengaruhi dan mengakibatkan konsekuensi negatif dalam periode akan datang. Dimulai dengan Healy ( 1985), banyak penelitian menyatakan bahwa manajer menerapkan kebijaksanaan akuntansi mereka untuk memaksimalkan kompensasi mereka (misalnya, Cheng dan Warfield 2005; Bergstresser dan Philippon 2006). Real Earnings Management (REM) didefinisikan sebagai bagian diskresional arus kas yang berasal dari kegiatan operasional. Sebagai contoh, arus kas dari operasi terdiri dari penerimaan kas yang berasal dari penjualan barang dan jasa, bunga dan dividen yang diterima, penjualan sekuritas yang diperdagangkan, pendapatan dan pembayaran pajak, dan pembayaran bunga. Dengan demikian, arus kas diskresional dari operasi menangkap aktivitas rill manajer untuk mengelola laba. Dalam penelitian ini, arus kas diskresional dari kegiatan operasional dinotasikan dengan REM, yang merupakan salah satu http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 variable dependen dalam penelitian ini. REM dihitung dengan menggunakan model Roychowdhury (2006). 8. Akuntansi Manajemen Laba (Accounting Earnings Management-AEM) Perusahaan menerapkan sistem akuntansi yang mencatat transaksi dan peristiwa sebagai akibat dari keputusan manajer rill. Akuntansi manajemen laba mengacu pada peluang manajer menggunakan fleksibilitas yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku untuk mengubah laba yang dilaporkan tanpa mengubah arus kas yang mendasarinya. Burgstahler dan Dichev (1997 ) menemukan bahwa arus kas dari operasi dan perubahan akrual saat ini berhasil meningkatkan laba , dan Burgstahler dan Eames ( 2006) dokumen yang baik arus kas dari operasi dan akrual diskresioner diatur ke atas untuk menghindari pelaporan laba yang lebih rendah dari perkiraan analis. Di sisi lain, Zang ( 2007) memberikan bukti sampel yang besar bahwa manajer trade off menggunakan AEM dan REM untuk mencapai tujuan mereka . Berkaitan , Barton ( 2001) dan Pincus dan Rajgopal (2002 ) memberikan bukti bahwa manajer menggunakan derivatif dan akrual diskresioner sebagai pengganti parsial untuk meratakan laba. Akuntansi manajemen laba berisi suatu pilihan dari metode-metode penilaian persediaan dan penyusutan yang telah disetujui oleh Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK). Penilaian persediaan tertuang dalam PSAK No.14 dan penyusutan asset tetap tertuang dalam PSAK No.17. Manajer menggunakan akuntansi manajemen laba untuk memenuhi target laba. Manajer pada umumnya menentukan tingkat akuntansi manajemen laba tertentu setelah manajemen laba rill. Dalam literature yang ada ,mengatur akuntansi manajemen laba menggunakan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 discretional accruals. Banyak peneliti telah mengembangkan model discretional accruals untuk membangun akuntansi manajemen laba. Dibandingkan dengan manipulasi aktifitas rill, dalam GAAP pilihan akuntansi dikresioner lebih murah dan memakan sumber daya yang lebih sedikit, disarankan bahwa biaya manipulasi nyata merupakan elemen penting dari proses pengambilan keputusan seorang manajer 9. Perataan Laba (Income Smoothing) a. Definisi Perataan Laba Perataan laba didefinisikan sebagai cara yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan untuk mencapai sasaran pendapatan baik artifisial (melalui metode akuntansi) maupun ekonomi (melalui transaksi). Praktik perataan pendapatan penting karena praktek ini dapat merupakan akibat dari perilaku disfunctional yang timbul sebagai akibat konflik antara pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan, khususnya laporan laba rugi. Chong (2006) menyarankan tiga alasan utama mengapa manajer memilih untuk meratakan pendapatan mereka : 1. Untuk mencapai tingkat patokan yang telah ditetapkan di pasar saham, biasanya dengan perkiraan analis. 2. Untuk memenuhi target kinerja mereka sendiri. 3. Untuk menghindari pelanggaran kontrak utang. Tindakan perataan laba dapat didefinisikan sebagai suatu sarana yang digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas urut-urutan pelaporan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 laba relatif terhadap beberapa urut-urutan target yang terlihat karena adanya manipulasi variabel-variabel akuntansi Koch, (dalam Muhammad Khafid 2002). Barnea (dalam Muhammad Khafid 2002) menyatakan bahwa manajer melakukan perataan laba untuk mengurangi fluktuasi dalam laba yang dilaporkan dan meningkatkan kemampuan investor untuk memprediksi aliran kas di masa yang akan datang. Ratno Agriyanto (2006) menyatakan perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengurangi varibilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi risiko pasar atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga pasar perusahaan. b. Jenis Perataan Laba Menurut Riahi-Belkaoui (2004) terdapat dua jenis peratan laba yaitu: 1. Intentional atau designed smoothing Intentional atau designed smoothing ialah keputusan atau pilihan yang dibuat untuk mengatur fluktuasi earning pada level yang diinginkan. 2. Natural smoothing Natural smoothing adalah income generating process yang natural bukan hasil dari tindakan yang diambil oleh manajemen. c. Faktor-faktor Perataan Laba Adanya konflik kepentingan antara pemilik dengan manajemen, dalam hal ini manajemen memiliki kecenderungan melakukan kebijakan yang menguntungkan bagi dirinya, serta yang menguasai proses dan informasi data keuangan adalah pihak manajemen, dengan demikian akan melakukan income http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 smoothing mengarah agar kinerja manajemen dinilai baik oleh pihak eksternal perusahaan. Beberapa faktor yang mendorong manajemen melakukan pertaan laba adalah (Sugiarto, 2003) : 1. Kompensasi bonus Pentingnya laporan keuangan mengundang manajemen untuk meratakan laba demi mendapatkan bonus yang tinggi. 2. Kontrak utang Perusahaan yang melanggar perjanjian utang telah merekayasa labanya satu periode sebelum perjanjian utang itu dibuat. 3. Faktor politik 4. Pengurangan pajak 5. Perubahan CEO 6. Penawaran saham perdana d. Metode Perataan Laba Perataan laba dapat dihitung menggunakan dua metode yaitu dengan : 1. Metode akrual diskresional Akrual diskresioner adalah suatu cara untuk mengurangi atau menyatakan pelaporan laba yang sulit dideteksi melalui manipulasi kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan akrual, misalnya dengan cara menaikkan biaya depresiasi (Listyani, 2007 dalam Koosrin 2010). Discretionary accruals (akrual diskresioner) merupakan suatu ukuran untuk mengetahui besarnya manipulasi laba yang dilakukan manajemen (Dechow (1995), Sweeny (1995) dan Healy and Wahlen (1999). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 2. Metode Indeks Eckel Indeks Eckel akan membedakan antara perusahaan-perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dengan yang tidak melakukan perataan laba. Praktek perataan laba di uji dengan indeks Eckel (1981) yaitu menggunakan coefficient variation (CV) variabel penghasilan/laba bersih dan variabel penjualan bersih. Dalam penelitian ini perhitungan perataan laba (income smoothing) di hitung menggunakan unexpected income (laba tak terduga). Laba tak terduga dapat menjadi faktor penting yang dapat mempengaruhi waktu penyampaian laporan keuangan (Haw et al., 2003). Jika laba yang diumumkan oleh perusahaan lebih besar dari laba ekspektasi maka laba unexpected bernilai positif sedangkan jika laba yang diumumkan oleh perusahaan lebih kecil dari laba ekspektasi maka laba tidak terduga bernilai negatif. Hal ini yang mempengaruhi keputusan manajemen untuk melakukan perataan laba. 10. Hubungan Manajemen Laba (Earning Management) dengan Perataan Laba (Income Smoothing) Laba merupakan salah satu item yang penting dalam laporan keuangan. Tidak jarang manajer melakukan suatu tindakan yang menyimpang agar laba yang dilaporkan sesuai dengan harapan. Hal ini yang menyebabkan manajer melakukan manajemen laba, salah satu cara nya dengan perataan laba (income smoothing). Manajemen laba adalah suatu konsep yang dilakukan perusahaan dalam mengelola laporan keuangan supaya laporan keuangan tampak terlihat memilki kualitas (quality of financial reporting) (Suhendah, 2005). Manajemen laba http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 mencakup dua bentuk utama yaitu yang pertama manajemen melakukan upaya perataan laba (Income Smoothing) untuk setiap periode dan yang kedua manajemen melakukan upaya peningkatan (pemaksimalan) atau penurunan (peminimalan) laba dalam suatu periode. Salah satu tindakan manajemen atas laba yang dapat dilakukan oleh manajemen adalah tindakan peralatan laba. Tindakan perataan laba dapat didefinisikan sebagai suatu sarana yang digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas urut-urutan pelaporan laba relatif terhadap beberapa urut-urutan target yang terlihat karena adanya manipulasi variabel-variabel akuntansi Koch, (dalam Muhammad Khafid 2002). Laba yang dilaporkan merupakan signal mengenai laba dimasa yang akan datang. Oleh karena itu pengguna laporan keuangan dapat membuat prediksi atas laba perusahaan untuk masa yang akan datang berdasarkan signal yang disediakan oleh manajemen melalui laba yang dilaporkan. Laba memainkan peranan yang penting dalam proses pengambilan keputusan oleh para pemakai laporan keuangan. Hal tersebut menyebabkan manajemen berusaha untuk mengelola laba dalam usahanya membuat entitas tampak lebih bagus secara finansial dengan melakukan perataan laba. Perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengurangi varibilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi risiko pasar atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga pasar perusahaan (Ratno Agriyanto, 2006). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 11. Penelitian Sebelumnya Meninjau penelitian sebelumnya untuk menelusuri motivasi dan definisi dari perataan laba,. 1. Lambert (1984) model dua periode hubungan principal-agent di bawah moral hazard. Dia mendefinisikan income smoothing sebagai jumlah aktivitas penutupan dua pendapatan periode harapan ex-ante dari laba bersih. Dia memberikan proposisi yang berisiko meratakan laba manajemen (agent) yang menolak untuk mengurangi risiko kompensasi premium. 2. Trueman dan Titman (1988) menganalisis income smoothing sebagai sinyal ke pasar obligasi. Mereka mendefinisikan income smoothing sebagai pergeseran pengakuan sebagian dari pendapatan perusahaan, dari periode kedua ke periode pertama (dari periode pertama ke kedua), setiap kali pendapatan ekonomi periode pertama kurang dari (lebih besar) daripada perkiraan penghasilan per periode ekonomi. Aktivitas income smoothing model ini sebagai sinyal ke pasar obligasi dan menunjukkan bahwa income smoothing mengurangi biaya modal untuk meminjam. Dalam penelitian ini, berdasarkan Trueman dan Titman (1988), kami mengukur tingkat income smoothing sebagai hubungan negatif antara laba tak terduga dan dua variable manajemen laba. Berikut ini ulasan penelitian empiris sebelum mengidentifikasi perbedaan penelitian ini dan penelitian sebelumnya. 1. Bartov (1993) menyelidiki penjualan aset untuk menguji hipotesis income smoothing dan hipotesis debt-equity ratio. Dia mendefinisikan penjualan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 aset discretional sebagai jumlah penjualan total aset dan tes hubungan antara pendapatan dari penjualan aset dan laba per lembar saham (EPS). Dia menemukan hubungan negatif antara kedua variabel. Namun, Dia tidak membedakan antara penjualan aset discretional dan penjualan aset normal. Akibatnya, analisisnya tidak bisa selalu akurat. 2. Herrmann et al. (2003) juga memeriksa penjualan aset discretional untuk mengelola laba. Mereka mendefinisikan penjualan aset discretional sebagai jumlah perbedaan antara penjualan aset total dan rata-rata industri penjualan aset. Definisi ini sedikit lebih baik dari definisi Bartov karena penjualan aset discretional ditentukan. Meskipun Matsuura (2007) mengadopsi penjualan aset discretional berdasarkan Herrmann et al. (2003), ia juga tidak mengendalikan accounting earnings management. Karena itu, kami memodifikasi model regresi untuk mengendalikan accounting earnings management. Dengan demikian, penulis bisa memeriksa hubungan antara dua strategi manajemen laba. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa artikel telah dibuka untuk studi mengenai real earnings management. Roychowdhury (2006) meneliti beberapa real earnings management; pengurangan pengeluaran penelitian dan pengembangan, pengeluaran iklan, dan biaya penjualan. Ia juga membangun variabel proxy yang komprehensif dari real earnings management. Variabel proxy yang komprehensif, yang dijelaskan di bawah ini, adalah discretional cash flow dari operasi. Penelitian ini menggunakan variabel proxy komprehensif real earnings management berdasarkan metode Roychowdhury (2006). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 B. Rerangka Pemikiran Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran C. Hipotesis Berdasarkan Trueman dan Titman (1988) dan Bartov (1993), penulis membangun dengan mengikuti hipotesis untuk memeriksa income smoothing dengan real earnings management dan accounting earnings management. Hipotesis ini ditulis bentuk alternatif. Hipotesis tersebut adalah sebagai berikut : 1. Real earnings management ( manajemen laba real ), accounting earning management ( akuntansi manajemen laba ) dan unexpected income ( laba yang tak terduga ) Unexpected income atau laba tidak terduga adalah selisih antara laba yang diumumkan oleh perusahaan dengan laba ekspektasi. Jika laba yang diumumkan oleh perusahaan lebih besar dari laba ekspektasi maka laba unexpected bernilai positif sedangkan jika laba yang diumumkan oleh perusahaan lebih kecil dari laba ekspektasi maka laba tidak terduga bernilai negatif. Laba tak terduga dapat menjadi faktor penting yang dapat mempengaruhi waktu penyampaian laporan keuangan (Haw et al., 2003). Kabar baik dan buruk dalam laba tak terduga akan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan. Hal ini terjadi karena laba dapat merefleksikan kinerja perusahaan dalam tahun berjalan. Saat sebuah perusahaan memiliki laba tak terduga negatif maka dapat dikatakan kegiatan operasional perusahaan tidak berjalan dengan efektif dan efisien. Laba tidak terduga dengan nilai negatif dapat dianggap sebagai salah satu bentuk adanya berita buruk dalam perusahaan. Sebaliknya, berita baik dalam perusahaan dapat ditandai dengan adanya laba tidak terduga yang nilainya positif. Kenaikan dalam laba tak terduga negatif akan lebih memberikan reaksi dibandingkan kenaikan dalam laba tak terduga positif. Dalam laba tak terduga positif, perubahan laba tidak akan memberikan reaksi lebih besar karena laba tak terduga yang bernilai positif itu sudah merupakan berita baik untuk pihak eksternal. Penelitian Begley dan Fischer (1998) mengukur berita baik dan buruk bukan dari kenaikan atau penurunan laba, namun dari besarnya perubahan laba itu sendiri. Scott (1997) berpendapat bahwa manajemen laba adalah intervensi manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal sehingga dapat meratakan, menaikan, dan menurunkan pelaporan laba, di mana manajemen dapat menggunakan kelonggaran penggunaan metode akuntansi, membuat kebijakan- kebijakan (discreationary) yang dapat mempercepat atau menunda biaya-biaya dan pendapatan, agar laba perusahaan lebih kecil atau lebih besar sesuai dengan yang diharapkan. Hipotesis 1 : unexpected income (UI), leverage (DER), size dan growth berpengaruh terhadap real earnings management http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 Hipotesis 2 : laba yang tidak terduga, leverage (DER), size dan growth serta real earnings management berpengaruh terhadap accounting earnings management Secara umum, manajer menentukan tingkat accounting earnings management setelah tingkat tertentu dari real earnings management ditentukan, karena accounting earnings management ditentukan pada akhir periode. Namun, manajer mungkin dapat mengubah transaksi nyata pada akhir periode. Dengan demikian, dua manajemen laba mungkin berhubungan berurutan. Jika hubungan antara real earnings management dan accounting earnings management adalah berurutan dan saling melengkapi, dan jika accounting earnings management ditentukan oleh manajer setelah real earnings management, maka ada hubungan positif antara real earnings management dan accounting earnings management. Karena itu, kami berhipotesis atas hubungan ini. Hipotesis 3 : Ada hubungan antara real earnings accounting earnings management. http://digilib.mercubuana.ac.id/ management dan