BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Keuangan 2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan Manajemen keuangan didefenisikan berbeda-beda oleh beberapa ahli ekonomi. Secara umum manajemen keuangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan dalam sebuah perusahaan dengan segala usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan sumber dana yang dibutuhkan, menggunakan dana tersebut dan menentukan berapa besar jumlah dana yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham dari keuntungan perusahaan yang diperoleh, serta berapa besar yang akan diinvestasikan kembali pada perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Pengertian manajemen keuangan menurut Agus Sartono (2001:6) adalah sebagai berikut : “Manajemen dana baik yang berkaitan dengan pengalokasian dana berbagai bentuk investasi secara efektif maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan investasi atau pembelanjaan secara efisien”. Menurut Sutrisno (2007:3), menjelaskan bahwa manajemen keuangan adalah semua kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dana mengalokasikan dana tersebut secara efisien. 8 9 Sedangkan menurut pendapat Lukman Syamsuddin (2007:30), menyebutkan bahwa financial management juga bisa diterjemahkan sebagai pembelanjaan perusahaan yang tidak dapat dipisahkan dari ilmu ekonomi dan dapat dikatakan bahwa pembelanjaan perusahaan adalah merupakan penerapan prinsip-prinsip ekonomi dalam mengelola keputusan-keputusan yang menyangkut masalah keuangan perusahaan. Dari tiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen keuangan terdapat unsur-unsur : 1. Mendapatkan dana atau masalah pendanaan, 2. Mempergunakan dana atau pembiayaan (pembelanjaan) dana 3. Pengelolaan dana sesuai keputusan oleh manajemen suatu perusahaan, 4. Untuk kepentingan operasional perusahaan agar mencapai tujuan yang diinginkan. 2.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan Salah satu fungsi utama seorang manajer keuangan di setiap perusahaan akan selalu dihadapkan pada keputusan yang meliputi keputusan investasi, pembiayaan dan keputusan pembagian deviden. Menurut Sutrisno (2007:5) fungsi pokok dari manajemen keuangan meliputi tiga keputusan yaitu sebagai berikut: 1. Keputusan Investasi Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana kedalam bentuk-bentuk investasi yang akan mendapat keuntungan di masa yang akan datang. Keuntungan dimasa depan yang 10 diharapkan dari investasi tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti. Oleh karena itu, investasi akan mengandung risiko ketidakpastian. Risiko dan hasil yang diharapkan dari investasi itu akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan, kebijakan, maupun nilai perusahaan. 2. Keputusan Pendanaan / Pembiayaan Keputusan pendanaan ini sering disebut kebijakan struktur modal. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dalam menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjakan kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. 3. Keputusan Deviden Deviden merupakan bagian keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu deviden ini merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham. Keputusan deviden merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan : a. Besarnya prosentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk cash deviden. b. Stabilitas deviden yang dibagikan c. Deviden saham (stock deviden) d. Pemecahan Saham (stock split) e. Penarikan kembali saham yang beredar (repurchase of stock) 11 Jadi, fungsi utama manajemen keuangan terarah pada tujuan untuk memaksimalkan nilai perusahaan bagi pemiliknya. Nilai suatu perusahaan dapat tergambarkan pada harga sahamnya di lantai bursa. Bila harga saham perusahaan tersebut meningkat artinya kesejahteraan para pemegang saham akan meningkat pula. Jadi harga saham juga menggambarkan keefektifan manajemen keuangan perusahaan dalam mengambil keputusan. 2.1.3 Tujuan Manajemen Keuangan Tujuan manajemen keuangan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham (Maximization wealth of stakeholders) melalui maksimalisasi nilai perusahaan itu sendiri. Nilai perusahaan yang maksimal akan membuat para pemegang saham menjadi semakin makmur, dan nilai perusahaan merupakan harga yang akan di bayar oleh calon pembeli bila perusahaan tersebut dijual. 2.2 Investasi 2.2.1 Pengertian Investasi Dalam manajemen keuangan ada tiga keputusan yang dibuat oleh manajer keuangan, diantaranya adalah mengenai investasi dimana keputusan ini adalah yang terpenting karena menyangkut pembiayaan operasional perusahaan. Menurut Eduardus Tandelilin (2010:7) investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber dana lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa mendatang. Seseorang investor membeli sejumlah 12 saham saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham atau sejumlah deviden di masa mendatang, sebagai imbalan atas waktu dan risiko yang terkait dengan investasi tersebut. Investasi dalam arti luas terdiri dari dua bagian utama yaitu : investasi dalam bentuk aktiva riil dan (real asset) adalah aktiva dalam bentuk berwujud seperti emas, perak, intan, berlian, barang-barang seni, dan real estate. Sedangkan investasi dalam bentuk surat-surat berharga atau sekuritas (marketable securities atau financial asset) adalah surat-surat berharga yang pada dasarnya merupakan klaim atas aktiva riil yang dikuasai oleh suatu entitas. Pihak-pihak yang melakukan kegiatan investasi disebut investor. Investor pada umumnya bisa digolongkan menjadi dua, yaitu investor individual (retail investors) adalah investor yang terdiri dari individu-individu yang melakukan investasi, dan investor institusional (institutional investors) adalah investor yang terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi, lembaga penyimpanan dana (bank dan lembaga simpan pinjam), lembaga dana pensiun, dan perusahaan investasi. Ada tiga hal utama yang mendasari perlunya melaksanakan investasi yaitu: 1. Adanya kebutuhan masa depan atau kebutuhan saat ini yang belum mampu untuk dipenuhi saat ini. 2. Adanya kerugian untuk menambah nilai aset, adanya kebutuhan untuk melindungi nilai aset yang sudah dimiliki. 3. Karena adanya inflasi 13 2.2.2 Tujuan Investasi Menurut Eduardus Tandelilin (2010:7) pada dasarnya, tujuan orang melakukan investasi adalah untuk menghasilkan sejumlah uang. Semua orang mingkin setuju dengan pernyataan tujuan investasi tersebut. Tetapi pernyataan tersebut nampaknya terlalu sederhana, sehingga perlu mencari jawaban yang tepat tentang tujuan orang berinvestasi. Masing-masing investor tentu memiliki tujuan investasi yang berbeda melalui keputusan investasi yang dibuatnya. Umumnya motivasi utama untuk berinvestasi adalah untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Tujuan investasi yang lebih luas adalah untuk meningkatkan kesejahteraan investor. Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter yang bisa diukur dengan penjumlahan pendapatan saat ini ditambah nilai saat ini maka hasilnya pendapatan dimasa mendatang. Keputusan dalam memilih investasi tentu harus dipertimbangkan antara tingkat pengembalian yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dihadapi. Semakin besar risiko yang dialami maka semakin besar manfaat yang diharapkan. Bila ingin melakukan investasi dengan tingkat risiko yang kecil maka manfaat yang bisa diharapkan dari investasi juga kecil. Sumber dana untuk investasi bisa berasal dari aset-aset yang dimiliki saat ini, pinjaman dari pihak lain, ataupun dari tabungan. Investor yang mengurangi konsumsinya saat ini akan mempunyai kelebihan dana untuk ditabung. Dana yang berasal dari tabungan tersebut jika diinvestasikan akan memberikan harapan 14 peningkatan kemampuan konsumsi investor di masa mendatang, yang diperoleh dari peningkatan kesejahteraan investor tersebut. Secara lebih khusus lagi, ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain adalah sebagai berikut : 1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa depan 2. Mengurangi tekanan inflasi 3. Dorongan untuk menghemat pajak 2.2.3 Proses Investasi Jika pemodal memilih untuk melakukan investasi pada asset financial seperti sekuritas maka salah satu karakteristik dari investasi pada sekuritas adalah kemudahan untuk membentuk portofolio investasi. Menurut Suad Husnan (2005:47-49) proses investasi menunjukkan bagaimana pemodal seharusnya melakukan investasi dalam sekuritas: yaitu sekuritas apa yang akan dipilih, seberapa banyak investasi tersebut dan kapan investasi tersebut akan dilakukan. Untuk mengambil keputusan tersebut di perlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menentukan kebijakan investasi Pemodal perlu menentukan apa tujuan investasinya dan berapa banyak investasi tersebut akan dilakukan. Karena ada hubungan yang positif antara risiko dan keuntungan investasi, maka pemodal tidak bisa mengatakan bahwa tujuan investasinya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Ia 15 harus menyadari bahwa ada kemungkinan untuk menderita rugi. Jadi tujuan investasi harus dinyatakan baik dalam keuntungan maupun dalam risiko. 2. Analisis Sekuritas Meliputi penilaian terhadap sekuritas secara individual (atau beberapa kelompok sekuritas) yang masuk dalam kategori luas dari asset financial yang telah diidentifikasi sebelumnya. Salah satu tujuan melakukan penilaian tersebut adalah untuk mengidentifikasi sekuritas yang salah harga. 3. Pembentukan Portofolio Portofolio berarti sekumpulan investasi. Tahap ini menyangkut identifikasi sekuritas-sekuritas mana yang akan dipilih, dan berapa proporsi dana yang akan di tanamkan pada masing-masing sekuritas tersebut. Pemilihan banyak sekuritas (pemodal melakukan diversifikasi) dimaksudkan untuk mengurangi risiko yang ditanggung.Sebagaimana telah disebutkan diatas, pemilihan sekuritas dipengaruhi antara lain oleh preferensi risiko, pola kebutuhan kas, status pajak dan sebagainya. 4. Melakukan Revisi Portofolio Tahap ini merupakan pengulangan tahap ketiga tahap sebelumnya, dengan maksud kalau perlu melakukan perubahan terhadap portofolio yang telah dimiliki. Kalau dirasa bahwa portofolio yang sekarang dimiliki tidak lagi optimal, atau tidak sesuai dengan preferensi risiko pemodal, maka pemodal dapat 16 melakukan perubahan terhadap sekuritas-sekuritas yang membentuk portofolio tersebut. 5. Evaluasi kinerja portofolio Dalam tahap ini pemodal melakukan penilaian terhadap kinerja portofolio, baik dalam aspek tingkat keuntungan yang diperoleh maupun resiko yang ditanggung. Portofolio yang memberikan keuntungan yang lebih tinggi belum tentu lebih baik dari portofolio lainnya. Faktor resiko perlu dimasukkan sebagai standar pengukurannya. 2.3 Pasar Modal 2.3.1 Pengertian Pasar modal Menurut Marzuki Usman, dalam buku berjudul Manajemen Keuangan, Karangan Sutrisno (2007:300), lembaga pasar modal adalah merupakan pelengkap di sektor keuangan terhadap dua lembaga lainnya, yaitu bank dan lembaga pembiayaan. Pasar modal memberikan jasanya yaitu menjembatani hubungan antara pemilik dana dalam hal ini disebut sebagai pemodal (investor) dengan peminjam dana dalam hal ini disebut dengan nama emiten (perusahaan yang go public). Instrumen pasar modal itu terbagi atas dua kelompok besar yaitu instrumen pemilihan (equity) seperti saham dan instrumen utang (obligasi/bond). Undang-undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefenisikan pasar modal sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran 17 umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham, obligasi, reksadana, dan lainlain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimiikinya sesuai dengan karakteristik keuangan dan resiko masing-masing instrumen. Kinerja di pasar modal salah satu tolak ukur yang digunakan umumnya adalah perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Semakin tinggi IHSG dapat dikatakan bahwa kinerja di pasar modal semakin membaik. 2.3.2 Manfaat Pasar Modal Keberadaan pasar modal di Indonesia memiliki beberapa manfaat bagi pemerintah, dunia usaha, dan investor, diantaranya : a. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek. b. Memberikan alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan resiko yang dapat diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan disversifikasin instansi. c. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses kontrol sosial. 18 d. Menegaskan bahwa pengelolaan perusahaan dengan iklim keterbukaan, mendorong pemanfaatan manajemen profeional. e. Manajemen profesional menghilangkan insentif mempertahankan mayoritas kepemilikan. f. Menyediaakan sumber pembiayaan jangka panjang bagi dunia usaha, sekaligus menungkinkan alokasi sumber dana yang optimal g. Menyediakan leading indicator bagi tern ekonomi negara h. Menyebarkan pemilikan, keterbukaan, dan profesionalisme, serta menciptakan iklim usaha yang sehat. i. Menciptakan lapangan kerja dan profesi yang menarik. 2.3.3 Peranan Pasar Modal 1. Fungsi Ekonomi Dalam melaksanakan sistem ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana (lender/investor) ke pihak yang memerlukan dana (borrowers/perusahaan). Dengan menginvestasikan kelebihan dana yang mereka miliki, investor mengharapkan akan memperoleh imbalan dari penyerahan dana tersebut. Dari sisi perusahaan, tersedianya dana dari pihak luar memungkinkan mereka melakukan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari hasil operasi perusahaan. Dalam proses ini diharapkan akan terjadi peningkatan produksi, sehingga akhirnya secara keseluruhan akan terjadinya peningkatan kemakmuran. 19 2. Fungsi keuangan Fungsi keuangan dilakukan dengan menyediakan dana yang diperlukan oleh para borrowers dan para investor menyediakan dana tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva riil yang diperlukan untuk investasi tersebut. 2.3.4 Instrument Pasar Modal Pada prinsipnya instrumen pasar modal adalah semua surat-surat berharga (efek) yang umum diperjual belikan melalui pasar modal. Efek adalah setiap surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti utang, rights, warran, opsi. Sifat efek yang diperdagangkan di pasar modal (Bursa Efek) biasanya berjangka waktu panjang. Instrumen yang paling umum diperjual belikan melalui Bursa Efek di Indonesia saat ini adalah saham, obligasi, dan rights. 2.4 Saham 2.4.1 Pengertian Saham Saham adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perusahaan. Sedangkan menurut Undang-undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, menyatakan saham merupakan penyertaan modal pemegang saham dalam suatu perseroan terbatas, pemegang saham merupakan pemilik perseroan terbatas, besarnya kepemilikan seorang pemegang saham atas perseroan ditentukan besarnya penyertaan yang bersangkutan terhadap modal perseroan. Saham 20 merupakan instrumen yang paling dominan yang diperdagangkan dalam transaksi jual beli di Bursa Efek. Saham dapat diterbitkan dengan cara atas nama atau atas unjuk. 2.4.2 Jenis-jenis Saham Menurut Dahlan Siamat (2005:507), saham dapat juga dibedakan antara saham biasa (Commont Stock)atau saham preferen (Preferred Stock). Perbedaan kedua jenis saham ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Saham Biasa (Commont Stock) Merupakan bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan. Keuntungan yang dinikmati oleh pemegang saham berasal dari pembayaran deviden dan kenaikan harga saham. Besar kecilnya deviden yang diterima oleh pemegang saham tidak tetap, tergantung pada keputusan RUPS. Pemilik saham biasa mempunyai hak memilih (vote) dalam RUPS untuk keputusan-keputusan yang memerlukan pemungutan suara. 2. Saham Preferen (Preferred Stock) Merupakan saham dimana pemilik saham akan menerima deviden dalam jumlah yang tetap. Biasanya pemiliknya tidak mempunyai hak dalam RUPS. 2.4.3 Keuntungan Memiliki Saham Pada dasarnya ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham, yaitu: 21 1. Deviden Deviden merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan berupa uang tunai dan deviden saham. Deviden diberikan setelah mendapat persetujuan pemegang saham perusahaan dalam RUPS, jika seorang pemodal ingin mendapatkan deviden, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan deviden. Deviden yang dibagikan perusahaan dapat berupa deviden tunai yang artinya kepada setiap pemegang saham diberikan deviden berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham atau dapat pula berupa deviden saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan deviden sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian saham tersebut. 2. Capital Gain Capital gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya, investor membeli saham XYZ dengan harga per saham Rp.2.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp.2.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp.5.00 untuk setiap saham yang dijualnya. 22 2.4.4 Risiko Atas Kepemilikan Saham Dalam pembelian maupun kepemilikan saham selain memperoleh keuntungan pemodal juga diperhadapkan dengan resiko yang mungkin dialami dengan kepemilikan saham tersebut, resiko tersebut diantaranya : 1. Tidak mendapat deviden Perusahaan akan membagikan deviden jika operasi perusahaan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian perusahaan tidak dapat membagikan deviden jika perusahaan tersebut mengalami kerugian. Dengan demikian potensi keuntungan pemodal untuk mendapatkan deviden ditentukan oleh kinerja perusahaan tersebut. 2. Capital Loss Dalam aktivitas perdagangan saham, tidak selalu pemodal mendapatkan capital gain atau keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya pemodal harus menjual saham dengan harga jual lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian seorang pemodal mengalami capital loss atau kerugian. 3. Perusahaan Bangkrut atau dilikuidasi Apabila perusahaan bangkrut, maka akan berdampak langsung pada saham perusahaan. Sesuai peraturan pencatatan saham di bursa efek, maka jika perusahaan bangkrut secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa (delist). Dalam kondisi ini pemegang saham akan menempati posisi lebih rendah dari para kreditur atau pemegang obligasi, artinya setelah semua asset perusahaan dijual terlebih dahulu akan dibagikan kepada para kreditur atau 23 pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa baru dibagikan kepada pemegang saham. 2.5 Indeks Harga Saham 2.5.1 Pengetian Indeks Harga Saham Indeks harga saham merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja saham yang tercatat di suatu bursa efek. Menurut Sunariyah (2006), indeks harga saham merupakan catatan terhadap suatu perubahan-perubahan maupun pergerakan harga saham sejak mulai pertama kali beredar sampai pada suatu saat tertentu. Pengambilan keputusan membutuhkan data historis mengenai berbagai kejadian di masa lalu. Semakin detail dan terinci data yang diperoleh, pengambilan keputusan akan dapat merumuskannya dengan lebih tepat. Keputusan investor untuk memilih suatu saham sebagai obyek investasinya membutuhkan data historis terhadap pergerakan harga saham, baik secara individu, kelompok maupun gabungan. Bentuk informasi historis yang dipandang tepat untuk menggambarkan pergerakan harga saham adalah indeks harga saham. Indeks harga saham memberikan deskripsi hargaharga saham pada suatu saat tertentu maupun dalam periode tertentu. Dengan adanya indeks, investor dapat mengetahui trend pergerakkan harga saham pada waktu setempat, apakah harga saham tersebut sedang naik, stabil atau turun. Pergerakkan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk 24 menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham.Mengingat transaksi investasi saham terjadi pada setiap saham dengan variasi permasalahan yang rumit dan berbeda–beda, pergerakkan harga saham memerlukan identifikasi dan penyajian yang bersifat spesifik. 2.5.2 Jenis-jenis Indeks Harga Saham Di Bursa Efek Indonesia terdapat beberapa jenis indeks, antara lain : 1. Indeks Harga Saham Individual (IHSI) Indeks harga saham individual adalah indeks yang menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga masing-masing saham. Biasanya pergerakan harga saham tersebut disajikan setiap hari, berdasarkan harga penutupan di bursa pada hari tersebut. 2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indeks harga saham gabungan adalah indeks yang menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham untuk mengukur kinerja gabungan dari seluruh perusahaan yang ada di bursa efek. Indeks ini mencakup semua saham biasa maupun saham preferen di Bursa Efek Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa indeks harga saham pada bursa di suatu negara dijadikan barometer kondisi perekonomian negara tersebut. 3. Indeks LQ45 Indeks LQ45 adalah indeks harga saham yang menggambarkan indeks yang terdiri dari 45 saham unggulan. Bursa efek secara rutin memantau perkembangan 25 kinerja komponen saham yang masuk dalam LQ45. Penggantian saham dilakukan setiap enam bulan sekali. Apabila terdapat saham yang tidak memenuhi kriteria akan dikeluarkan dari perhitungan indeks dan diganti dengan saham yang memenuhi kriteria. 4. Jakarta Islamic Index (JII) Dalam rangka mengembangkan pasar modal syariah, PT Bursa Efek Indonesia bersama dengan PT Danakersa Investment Management telah meluncurkan indeks saham yang dibuat berdasarkan syariah islam, yaitu Jakarta Islamic Index (JII). JII merupakan indeks yang terdiri dari 30 saham yang mengakomodasi syariah investasi dalam islam. Saham-saham yang masuk dalam indeks syariah adalah emiten yang melakukan kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah islam. 5. Indeks Harga Saham Sektoral Indeks harga saham sektoral menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor. Di Bursa Efek Jakarta, indeks sektoral terbagi atas sembilan sektor, yaitu: a. Sektor-sektor Primer (ekstraktif) 1) Pertanian 2) Pertambangan b. Sektor-sektor Sekunder (industri manufaktur) 1) Industri Dasar dan Kimia 26 2) Aneka Industri 3) Industri Barang Konsumsi c. Sektor-sektor Tersier (jasa) 1) Property dan Real Estate 2) Transportasi dan Infrastruktur 3) Keuangan 4) Perdagangan, Jasa dan Investasi 2.6 Return dan Risiko Investasi 2.6.1 Return Investasi Tujuan investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return, tanpa melupakan faktor risiko investasi yang harus dihadapi. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko investasi yang dilakukan. Menurut Eduardus Tandelilin (2010) return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor dalam menangung risiko atas investasi yang dilakukannya. Sedangkan menurut Jogiyanto (2003:109), return adalah hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasi dan return ekspektasi. Return realisasi merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur 27 kinerja dari perusahaan dan juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan risiko dimasa mendatang. Return realisasi terdiri dari capital gain (loss) dan yield. Capital gain adalah selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode waktu lalu. Sedangkan yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga. Pernyataan diatas dapat digambarkan seperti dibawah ini : = ( )+ Dimana : Capital gain = selisih untung (rugi) harga beli dan harga jual. Yield = persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu. Return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan diperoleh investor di masa yang akan datang. Return ekspektasi bersifat belum terjadi. Pengertian Expected Return menurut Jogiyanto (2003:109) adalah “Return yang diharapkan akan diperoleh dari investor dimasa mendatang”.Investor yang lebih berani akan lebih memilih investasi dengan tingkat return yang diikuti oleh harapan tingkat return yang tinggi pula. Demikian pula sebaliknya, investor yang tidak mau menanggung risiko yang tidak terlalu tinggi tentunya tidak akan bisa mengharapkan tingkat return yang tinggi pula. 28 Tingkat keuntungan (return) sub periodik suatu saham dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : = − Dimana : Ri = return saham Pt = harga saham pada saat periodet Pt-1 = harga saham pada periode lalu Sedangkan tingkat rata-rata pengembalian (return)dapat dihitung sebagai berikut : = Dimana : Ri = Rata-rata tingkat pengembalian saham i Ri = Tingkat pengembalian saham i n = Jumlah periode penelitian 2.6.2 Risiko Investasi Dalam berinvestasi selain mempertimbangkan dan memperhitungkan return yang akan diperoleh setinggi-tingginya maka kita juga perlu untuk memperhitungkan risiko dari investasi. Risiko dapat diartikan sebagai besarnya penyimpangan yang mungkin terjadi dari return yang diharapkan. Return dan risiko investasi merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Semakin besar risiko yang di tanggung maka semakin besar return yang diharapkan. 29 Menurut Arief Sugiono (2009:118) risiko adalah kemungkinan adanya kerugian atau variabilitas pendapatan yang dihubungkan dengan aktiva tertentu. Aktiva yang mempunyai kemungkinan rugi lebih besar dipandang mempunyai risiko lebih besar jika dibandingkan dengan aktiva yang mempunyai kemungkinan rugi lebih kecil. Dengan demikian, pengertian risiko cenderung mengacu pada suatu faktor ketidakpastian yang dihubungkan dengan variabilitas dari tingkat pengembalian suatu aktiva tertentu. Semakin pasti tingkat hasil dari aktiva, semakin kecil variabilitasnya dan semakin kecil tingkat risikonya. Menurut Eduardus Tandelilin (2010) risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan return harapan. Semakin besar kemungkinan perbedaannya, maka semakin besar risiko investasi tersebut. Asumsi bahwa orang-orang menghindari risiko merupakan hal yang mendasar pada banyak model keputusan yang digunakan dalam manajemen keuangan termasuk dalam berinvestasi karena pada dasarnya setiap orang cenderung untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan risiko yang kecil. Ada beberapa risiko yang dihadapi dalam berinvestasi, yaitu : 1. Risiko Bisnis Risiko ini timbul akibat profitabilitas perusahaan emiten. Dikarenakan ada kondisi yang tidak sehat dalam perusahaan yang memiliki emiten ini. 30 2. Risiko Likuiditas Risiko ini terjadi dikarenakan kemampuan saham yang bersangkutan untuk dapat segera diperjual belikan tanpa mengalami kerugian yang berarti. 3. Risiko Pasar Risiko ini terjadi karena kondisi perekonomian negara-negara yang berubah dipengaruhi oleh resesi dari kondisi perekonomian negara lain. 4. Risiko Daya Beli Risiko ini dipengaruhi oleh tingkat inflasi, dimana perubahan ini menyebabkan berkurangnya daya beli masyarakat yang diinvestasikan maupun yang diinvestasikan. 5. Risiko Mata Uang Risiko ini timbul karena pengaruh perubahan nilai mata uang domestik (Rupiah) dengan mata uang asing. Risiko dari investasi suatu saham merupakan besarnya tingkat penyebaran atau tingkat keragaman suatu nilai harapan pengembalian tertentu. Semakin besar tingkat penyebaran, maka investasi semakin berisiko. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, dimana semakin besar risiko suatu sekuritas maka semakin besar pula return yang diharapkan dan sebaliknya. Hubungan positif ini hanya berlaku untuk expected return yaitu return yang belum terjadi. Ada beberapa sikap yang ditimbulkan investor dalam menghadapi risiko dalam berinvestasi yaitu: 31 1. Pengambil risiko (risk aversion) Sikap investor ini bila dihadapkan pada pilihan yaitu investasi yang kurang atau yang lebih mengandung risiko dengan perkiraan jumlah hasil pengambilan yang sama, maka seorang pengambil risiko akan lebih suka memilih jenis investasi yang mengandung risiko. 2. Anti Risiko (risk averter) Investor tipe ini cenderung menghindari risiko jika terdapat dua alternatif investasi yang memberikan return yang sama maka investor tersebut akan memilih investasi dengan risiko terkecil. 3. Acuh terhadap risiko (risk indefferences) Investor yang bersikap acuh terhadap risiko tidak akan peduli akan jenis investasi mana yang diambil. Walaupun sudah ada pihak yang bersikap senang mengambil risiko atau yang acuh, namum baik akal sehat maupun penelitian telah menunjukkan bahwa para manajer maupun pemilik perusahaan cenderung untuk bersikap menghindari risiko. Selain risiko diatas terdapat pula klasifikasi risiko total (Suad Husnan 2005: 162) yang terdiri dari: a. Risiko sistematis (Systematic Risk) Merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat 32 mempengaruhi pasar secara keseluruhan, misalnya adanya perubahan tingkat bunga, kurs valas, kebijakan pemerintah. b. Risiko Tidak Sistematik (Unsystematic Risk) Merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi karena risiko ini hanya ada dalam satu perubahan atau industri tertentu. Fluktuasi risiko ini besarnya berbeda-beda antara saham yang satu dengan saham yang lainnya karena perbedaan ini masing-masing saham memiliki tingkat sensivitas yang berbeda terhadap perubahan pasar. Misalnya struktur modal, struktur asset, tingkat likuidasi, tingkat keuntungan. Berikut akan disajikan kurva total risiko di bawah ini berdasarkan Sumber Suad Husnan (2005: 162): Gambar 2.1 Risiko sistematis dan tidak sistematis Risiko Total Deviasi Standar Risiko Tidak Sistematis Perubahan Portofolio Risiko Sistematis atau Risiko Pasar Jumlah Saham 33 Untuk dapat menghitung risiko saham terdapat beberapa cara, yaitu: a. Variance ( ²) Ukuran penyimpangan dari penghasilan yang mungkin disekitar pengambilan yang di harapkan. Jika aktiva tidak memiliki risiko, maka penyimpangan pengembalian yang di harapkan dari aktiva tersebut adalah 0. Tingkat penyimpangan atau variance dapat di hitung dengan carasebagai berikut: ( )/ ²= ( − Keterangan : i² = Nilai varian suatu saham Ri = Tingkat pengembalian saham Ri = Rata-rata tingkat pengembalian saham n = Jumlah periode penelitian Sedangkan variance pasar adalah sebagai berikut : ² = Dimana : ( ² ) = Varian pasar Rm = Return Pasar Rm = Rata-rata return pasar n = Jumlah data [Rm − Rm]² n )² 34 b. Standart Deviasi Karena variance dinyatakan dalam kuadrat, maka sering dilihat varians diubah menjadi standar deviasi atau akar kuadrat dari varians, yaitu merupakan rata-rata penyimpangan akar kuadrat dari varians yang menunjukkan seberapa jauh kemungkinan pengembalian yang diharapkan, dinyatakan dalam rumus sebagai berikut : =√ ( )/ ² Dimana : = Standar Deviasi = Varian Saham Sedangkan standar deviasi pasar adalah sebagai berikut: = Dimana : = Varian Pasar = Standar Deviasi Pasar c. Covariance (Ri,Rm) Merupakan ukuran statistik dari hubungan antara dua variabel acak. Covariancemengukur bagaimana dua variabel acak seperti return saham dengan return pasar yang sama-sama bergerak. Covariance dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif. Covariance positif berarti pengembalian kedua aktiva 35 cenderung bergerak kearah yang sama atau searah, sedangkan covariance negatif berarti pengambilan bergerak kearah yang berlawanan. Rumus dari covariance adalah sebagai berikut: ( , )= (Ri − Rı)(Rm − Rm) n Dimana : Ri = Tingkat pengembalian saham i Ri = Rata-rata pengembalian saham i Rm = Tingkat pengembalian pasar Rm = Rata-rata pengembalian pasar n = Jumlah waktu yang diteliti d. Beta (β) Beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar. Risiko ini berasal dari beberapa faktor fundamental perusahaan dan faktor karakteristik pasar tentang saham perusahaan tersebut (Suad Husnan, 2005:112). “Beta adalah pengukur risiko sistematis dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar” (Jogiyanto, 2003:266). Mengetahui beta suatu saham merupakan hal yang penting untuk menganalisis sekuritas tersebut. Beta suatu sekuritas menunjukkan risiko 36 sistematiknya yang tidak dapat dihilangkan karena diversifikasi. Secara sistematis beta dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : = ( , ) ( ) Dimana : Cov (Ri, Rm) = Kovarian saham i dengan portofolio pasar Var (Rm) = Varian tingkat pengembalian pasar Beta mengukur risiko sistematis, yaitu risiko pasar. Jika perubahan harga pasar saham lebih besar daripada keseluruhan pasar, maka saham tersebut akan memiliki beta lebih besar dari 1. Jika sebaliknya, maka beta akan lebih kecil dari 1. Menurut CAPM, saham dengan beta yang besar memiliki pengembalian yang lebih besar dari pada saham-saham dengan beta rendah. Dari hasil pengamatan, terdapat tiga golongan nilai beta, yaitu b>1, b<1, dan b=0. Secara keseluruhan seharusnya pasar memiliki angka beta = 1. Sehingga jika suatu saham mempunyai beta sama dengan atau mendekati satu, maka saham tersebut akan bergerak sesuai dengan pergerakan pasar. Saham-saham yang memiliki beta sama dengan satu ini disebut sebagai saham-saham netral (neutral stock). Jika saham memiliki beta lebih besar dari satu, maka harga sahamnya akan naik lebih tinggi dari pasar pada saat pasar bergerak turun. Saham-saham yang mempunyai beta lebih besar dari satu ini disebut sebagai saham-saham yang agresif (aggresive stock). Saham dengan beta lebih kecil dari 37 satu biasanya bergerak lebih lambat dari pergerakan pasar. Saham-saham jenis ini biasanya disebut sebagai saham-saham yang bersifat defensif (defensif stock). Sedangkan kelompok yang lain, yaitu saham dengan beta negatif, adalah saham-saham yang berperilaku khusus yang bertentangan dengan teori pasar modal. Dengan beta yang negatif, maka pergerakan harga dari saham-saham ini akan melawan pergerakan pasar. Pada saat pasar naik, saham-saham jenis ini justru bergerak turun, dan sebaliknya pada saat pasar bergerak turun, maka saham-saham ini justru bergerak naik. 2.7 Capital Asset Princing Model (CAPM) 2.7.1 Definisi Capital Asset Princing Model (CAPM) CAPM adalah suatu model yang dipergunakan untuk menentukan harga suatu asset dengan mempertimbangkan risikonya. Model ini berlaku umum, artinya dapat dipakai untuk menentukan harga suatu aktiva, tidak peduli apakah aktiva tersebut efisien atau tidak. Dalam keseimbangan pasar, suatu saham diharapkan dapat memberikan keuntungan sesuai dengan risiko yang tidak dapat dihindarkan atau risiko pasar. Semakin tinggi risiko yang tidak dapat dihindarkan maka semakin tinggi juga keuntungan yang diharapkan dari saham tersebut. “CAPM merupakan model untuk menentukan harga suatu asset. Model ini berdasarkan diri pada kondisi ekulibrium. Dalam keadaan ekulibrium tingkat 38 keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal untuk suatu saham akan dipengaruhi oleh risiko saham tersebut” (Suad Husnan, 2005:177). CAPM menggunakan beta (β) sebagai pengukuran risiko. Penggunaan parameter ini konsisten dengan teori portofolio yang mengatakan bahwa apabila pemodal melakukan diversifikasi dengan baik maka pengukur risiko adalah sumbangan risiko dari tambahan saham kedalam portofolio. Apabila pemodal memegang portofolio pasar maka sumbangan risiko ini tidak lain adalah beta (β). Investasi yang efisien adalah investasi yang memberikan tingkat keuntungan yang sama tetapi mempunyai risiko yang berbeda maka investor yang rasional akan memilih investasi dengan risiko yang lebih kecil. Tingkat keuangan yang diharapkan dari suatu saham adalah sama dengan tingkat keuntungan bebas risiko ditambah dengan premi risiko. Semakin besar risiko saham tersebut (β), semakin tinggi premi risiko yang diharapkan dari saham tersebut. Dengan demikian semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang diharapkan saham tersebut. Premi risiko pada CAPM merupakan hasil dari jumlah risiko di kali risiko harga pasar. Perumusannya adalah sebagai berikut : ( )= +[ − ] Dimana : E(Ri) = Tingkat pengembalian Ekspektasi Saham i Rf = Tingkat pengembalian bebas risiko Rm = Rata-rata tingkat pengembalian yang diharapkan dari pasar 39 βi = Systematic Risk (Risiko Pasar) 2.7.2 Asumsi-Asumsi Capital Asset Princing Model (CAPM) Menurut Jogiyanto (2003:340). Asumsi-asumsi yang digunakan di model CAPM adalah sebagai berikut : 1. Semua investor mempunyai cakrawala waktu satu periode yang sama. Investor memaksimumkan kekayaannya dengan memaksimumkan utiliyharapan dalam satu periode waktu yang sama. 2. Semua investor melakukan pengambilan keputusan investasi berdasarkan pertimbangan antara nilai return ekspektasi dan stardar deviasi return dari portofolionya. 3. Semua investor mempunyai harapan yang seragam (homogeneous expectation) terhadap faktor-faktor input yang digunakan adalah return ekspektasi (expecetd return), varians dan return dan kovarian antar return-return sekuritas. Asumsi ini mempunyai implikasi bahwa dengan harga-harga sekuritas dan tingkat bunga bebas risiko yang tertentu dan dengan menggunakan input-input portofolio yang sama maka setiap investor akan menghasilkan efficient frontier yang sama. 4. Semua investor dapat meminjamkan sejumlah dananya (lending) atau meminjam (borrowing) sejumlah dana denga jumlah yang tidak terbatas pada tingkat suku bunga bebas risiko. 5. Penjualan pendek (short sale) diijinkan. Investor individual dapat menjual pendek berapapun yang dikehendaki. 40 6. Semua aktiva dapat dipecah-pecah menjadi bagian yang lebih kecil dengan tidak terbatas. Ini berarti bahwa dengan nilai yang terkecilpun investor dapat melakukan investasi dan melakukan transaksi penjualan dan pembelian aktiva setiap saat dengan harga yang berlaku. 7. Semua aktiva dapat dipasarkan secara likuid sempurna. Semua aktiva dapat dijual dan dibeli dipasar dengan cepat (likuid) dengan harga yang berlaku. 8. Tidak ada biaya transaksi. Penjualan atau pembelian aktiva tidak dikenai biaya transaksi. 9. Tidak terjadi inflasi 10. Tidak ada pajak pendapatan pribadi. Karena tidak ada pajak pribadi, maka investor mempunyai pilihan yang sama untuk mendapatkan deviden atau capital gain 11. Investor adalah penerima harga (price takers). Investor individual tidak dapat mempengaruhi harga dari suatu aktiva dengan kegiatan membeli dan menjual aktiva tersebut. Investor secara keseluruhan bukan secara individual menentukan harga dari aktiva. 12. Pasar modal dalam kondisi ekulibrium. 2.7.3 Garis Pasar Sekuritas (Security Market Line / SML) Definisi Security Market Line (SML) adalah “Garis yang menunjukkan tradeoff antara risiko dan return ekspektasi untuk sekuritas individual” (Jogiyanto, 2003:350). Untuk portofolio, tambahan return ekspektasi terjadi karena diakibatkan 41 oleh tambahan risiko dari portofolio bersangkutan. Untuk sekuritas individual, tambahan return ekspektasi diakibatkan oleh tambahan risiko sekuritas individual yang diukur dengan beta. Beta menetukan besarnya tambahan return ekpektasi sekuritas individual dengan argumentasi bahwa untuk portofolio yang didiversifikasikan dengan sempurna, risiko sistematik cenderung menjadi hilang dan risiko yang relevan hanya risiko sistematik yang diukur beta sehingga beta digunakan sebagai pengukur risiko. Hubungan antara return ekspektasi dan beta ini dapat digambarkan di garis pasar sekuritas seperti tampak di gambar 2 sebagai berikut: Gambar 2.2 Garis Pasar Sekuritas Ri M Rm Garis Pasar Sekuritas (GPS) Rf 0 1.0 Beta Sumber : Jogiyanto,2003:351 Digambar 2 terlihat bahwa titik M menunjukkan portofolio pasar dengan beta senilai 1 dengan return ekspektasi sebesar E(Rm). Untuk beta bernilai 0 atau untuk aktiva yang tidak mempunyai risiko sistematik, yaitu beta untuk aktiva bebas risiko, aktiva ini mempunyaireturn ekspektasi sebesar Rf yang merupakan intercept dari 42 GPS. Garis yang menghubungkan beta dengan E(Rm) disebut Security Market Line (SML). Perumusan SML dapat dituliskan sebagai berikut (Jogiyanto, 2003:351): ( )= +[ ( )− ] Dimana : E(Ri) Rf = Hasil pengembalian yang diharapkan dari aktiva yang mengandung risiko = Tingkat pengembalian dari aktiva bebas risiko E(Rm) = Hasil pengembalian yang diharapkan dari pasar βi 2.8 = Risiko sistematis untuk saham i Keputusan Investasi Mengetahui jenis variabel yang secara signifikan berpengaruh terhadap harga saham merupakan hal penting dalam upaya memprediksi harga saham. Memprediksi harga saham bertujuan untuk mengetahui kecenderungan harga saham dimasa mendatang. Untuk mengetahui keputusan menjual atau membeli saham adalah didasarkan pada return ekspektasinya apakah positif atau negatif. Apabila return ekspektasi positif atau dapat dikatakan harga dari suatu saham tersebut masih murah (undervalued) berarti keputusannya adalah membeli dan jika return ekspektasi negatif atau harga saham tersebut sudah mahal (overvalued) berarti keputusannya adalam menjual saham tersebut. Ekspektasi return tersebut dapat diketahui melalui excess return dan alpha. Excess return adalah selisih antara rata-rata actual return 43 dengan risk free rate. Sedangkan alpha adalah selisih antara rata-rata actual return dengan expected return yang didapat dari perhitungan CAPM. Keputusan membeli suatu saham apabila excess return dan alpha positif, sedangkan keputusan menjual apabila excess return dan alpha negatif. Menurut Mohammad Samsul (2006:336) suatu jenis saham dianggap “murah” (undervalued) sehingga layak untuk dibeli atau di investasikan apabila: 1. Harga saham sekarang < harga saham estimasi. 2. Rata-rata Actual Return > Expected Returndisebut alpha positif. 3. Rata-rata Actual Return > risk free rate disebut excess return positif. Sedangkan jenis saham dianggap “mahal” (overvalued) sehingga tidak layak untuk dibeli atau diinvestasikan apabila: 1. Harga saham sekarang > harga saham estimasi. 2. Rata-rata Actual Return < Expected Return disebut alpha negatif. 3. Rata-rata Actual Return < risk free rate disebut excess return negatif.