BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Keuangan
2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan didefenisikan berbeda-beda oleh beberapa ahli
ekonomi. Secara umum manajemen keuangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
dalam sebuah perusahaan dengan segala usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk
mendapatkan sumber dana yang dibutuhkan, menggunakan dana tersebut dan
menentukan berapa besar jumlah dana yang akan dibayarkan kepada para pemegang
saham dari keuntungan perusahaan yang diperoleh, serta berapa besar yang akan
diinvestasikan kembali pada perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai
perusahaan.
Pengertian manajemen keuangan menurut Agus Sartono (2001:6) adalah
sebagai berikut : “Manajemen dana baik yang berkaitan dengan pengalokasian dana
berbagai bentuk investasi secara efektif maupun usaha pengumpulan dana untuk
pembiayaan investasi atau pembelanjaan secara efisien”.
Menurut Sutrisno (2007:3), menjelaskan bahwa manajemen keuangan adalah
semua kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan
dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dana
mengalokasikan dana tersebut secara efisien.
8
9
Sedangkan menurut pendapat Lukman Syamsuddin (2007:30), menyebutkan
bahwa financial management juga bisa diterjemahkan sebagai pembelanjaan
perusahaan yang tidak dapat dipisahkan dari ilmu ekonomi dan dapat dikatakan
bahwa pembelanjaan perusahaan adalah merupakan penerapan prinsip-prinsip
ekonomi dalam mengelola keputusan-keputusan yang menyangkut masalah keuangan
perusahaan.
Dari tiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen
keuangan terdapat unsur-unsur :
1. Mendapatkan dana atau masalah pendanaan,
2. Mempergunakan dana atau pembiayaan (pembelanjaan) dana
3. Pengelolaan dana sesuai keputusan oleh manajemen suatu perusahaan,
4. Untuk kepentingan operasional perusahaan agar mencapai tujuan yang diinginkan.
2.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan
Salah satu fungsi utama seorang manajer keuangan di setiap perusahaan akan
selalu dihadapkan pada keputusan yang meliputi keputusan investasi, pembiayaan
dan keputusan pembagian deviden. Menurut Sutrisno (2007:5) fungsi pokok dari
manajemen keuangan meliputi tiga keputusan yaitu sebagai berikut:
1.
Keputusan Investasi
Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus
mengalokasikan dana kedalam bentuk-bentuk investasi yang akan mendapat
keuntungan di masa yang akan datang. Keuntungan dimasa depan yang
10
diharapkan dari investasi tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti. Oleh
karena itu, investasi akan mengandung risiko ketidakpastian. Risiko dan hasil
yang diharapkan dari investasi itu akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan,
kebijakan, maupun nilai perusahaan.
2.
Keputusan Pendanaan / Pembiayaan
Keputusan pendanaan ini sering disebut kebijakan struktur modal. Pada
keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dalam
menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi
perusahaan guna membelanjakan kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan
usahanya.
3.
Keputusan Deviden
Deviden merupakan bagian keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada
para pemegang saham. Oleh karena itu deviden ini merupakan bagian dari
penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham. Keputusan deviden
merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan :
a. Besarnya prosentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham
dalam bentuk cash deviden.
b. Stabilitas deviden yang dibagikan
c. Deviden saham (stock deviden)
d. Pemecahan Saham (stock split)
e. Penarikan kembali saham yang beredar (repurchase of stock)
11
Jadi, fungsi utama manajemen keuangan terarah pada tujuan untuk
memaksimalkan nilai perusahaan bagi pemiliknya. Nilai suatu perusahaan dapat
tergambarkan pada harga sahamnya di lantai bursa. Bila harga saham perusahaan
tersebut meningkat artinya kesejahteraan para pemegang saham akan meningkat pula.
Jadi harga saham juga menggambarkan keefektifan manajemen keuangan perusahaan
dalam mengambil keputusan.
2.1.3 Tujuan Manajemen Keuangan
Tujuan manajemen keuangan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran
pemegang saham (Maximization wealth of stakeholders) melalui maksimalisasi nilai
perusahaan itu sendiri. Nilai perusahaan yang maksimal akan membuat para
pemegang saham menjadi semakin makmur, dan nilai perusahaan merupakan harga
yang akan di bayar oleh calon pembeli bila perusahaan tersebut dijual.
2.2
Investasi
2.2.1 Pengertian Investasi
Dalam manajemen keuangan ada tiga keputusan yang dibuat oleh manajer
keuangan, diantaranya adalah mengenai investasi dimana keputusan ini adalah yang
terpenting karena menyangkut pembiayaan operasional perusahaan. Menurut
Eduardus Tandelilin (2010:7) investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau
sumber dana lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh
sejumlah keuntungan di masa mendatang. Seseorang investor membeli sejumlah
12
saham saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham
atau sejumlah deviden di masa mendatang, sebagai imbalan atas waktu dan risiko
yang terkait dengan investasi tersebut.
Investasi dalam arti luas terdiri dari dua bagian utama yaitu : investasi dalam
bentuk aktiva riil dan (real asset) adalah aktiva dalam bentuk berwujud seperti emas,
perak, intan, berlian, barang-barang seni, dan real estate. Sedangkan investasi dalam
bentuk surat-surat berharga atau sekuritas (marketable securities atau financial asset)
adalah surat-surat berharga yang pada dasarnya merupakan klaim atas aktiva riil yang
dikuasai oleh suatu entitas.
Pihak-pihak yang melakukan kegiatan investasi disebut investor. Investor
pada umumnya bisa digolongkan menjadi dua, yaitu investor individual (retail
investors) adalah investor yang terdiri dari individu-individu yang melakukan
investasi, dan investor institusional (institutional investors) adalah investor yang
terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi, lembaga penyimpanan dana (bank dan
lembaga simpan pinjam), lembaga dana pensiun, dan perusahaan investasi.
Ada tiga hal utama yang mendasari perlunya melaksanakan investasi yaitu:
1. Adanya kebutuhan masa depan atau kebutuhan saat ini yang belum mampu untuk
dipenuhi saat ini.
2. Adanya kerugian untuk menambah nilai aset, adanya kebutuhan untuk
melindungi nilai aset yang sudah dimiliki.
3. Karena adanya inflasi
13
2.2.2 Tujuan Investasi
Menurut Eduardus Tandelilin (2010:7) pada dasarnya, tujuan orang
melakukan investasi adalah untuk menghasilkan sejumlah uang. Semua orang
mingkin setuju dengan pernyataan tujuan investasi tersebut. Tetapi pernyataan
tersebut nampaknya terlalu sederhana, sehingga perlu mencari jawaban yang tepat
tentang tujuan orang berinvestasi. Masing-masing investor tentu memiliki tujuan
investasi yang berbeda melalui keputusan investasi yang dibuatnya. Umumnya
motivasi utama untuk berinvestasi adalah untuk mendapatkan keuntungan
semaksimal mungkin. Tujuan investasi yang lebih luas adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan investor. Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter
yang bisa diukur dengan penjumlahan pendapatan saat ini ditambah nilai saat ini
maka hasilnya pendapatan dimasa mendatang.
Keputusan dalam memilih investasi tentu harus dipertimbangkan antara
tingkat pengembalian yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dihadapi.
Semakin besar risiko yang dialami maka semakin besar manfaat yang diharapkan.
Bila ingin melakukan investasi dengan tingkat risiko yang kecil maka manfaat yang
bisa diharapkan dari investasi juga kecil.
Sumber dana untuk investasi bisa berasal dari aset-aset yang dimiliki saat ini,
pinjaman dari pihak lain, ataupun dari tabungan. Investor yang mengurangi
konsumsinya saat ini akan mempunyai kelebihan dana untuk ditabung. Dana yang
berasal dari tabungan tersebut jika diinvestasikan akan memberikan harapan
14
peningkatan kemampuan konsumsi investor di masa mendatang, yang diperoleh dari
peningkatan kesejahteraan investor tersebut.
Secara lebih khusus lagi, ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan
investasi, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa depan
2. Mengurangi tekanan inflasi
3. Dorongan untuk menghemat pajak
2.2.3 Proses Investasi
Jika pemodal memilih untuk melakukan investasi pada asset financial seperti
sekuritas maka salah satu karakteristik dari investasi pada sekuritas adalah
kemudahan untuk membentuk portofolio investasi.
Menurut Suad Husnan (2005:47-49) proses investasi menunjukkan bagaimana
pemodal seharusnya melakukan investasi dalam sekuritas: yaitu sekuritas apa yang
akan dipilih, seberapa banyak investasi tersebut dan kapan investasi tersebut akan
dilakukan. Untuk mengambil keputusan tersebut di perlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1.
Menentukan kebijakan investasi
Pemodal perlu menentukan apa tujuan investasinya dan berapa banyak investasi
tersebut akan dilakukan. Karena ada hubungan yang positif antara risiko dan
keuntungan investasi, maka pemodal tidak bisa mengatakan bahwa tujuan
investasinya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Ia
15
harus menyadari bahwa ada kemungkinan untuk menderita rugi. Jadi tujuan
investasi harus dinyatakan baik dalam keuntungan maupun dalam risiko.
2. Analisis Sekuritas
Meliputi penilaian terhadap sekuritas secara individual (atau beberapa kelompok
sekuritas) yang masuk dalam kategori luas dari asset financial yang telah
diidentifikasi sebelumnya. Salah satu tujuan melakukan penilaian tersebut adalah
untuk mengidentifikasi sekuritas yang salah harga.
3.
Pembentukan Portofolio
Portofolio berarti sekumpulan investasi. Tahap ini menyangkut identifikasi
sekuritas-sekuritas mana yang akan dipilih, dan berapa proporsi dana yang akan
di tanamkan pada masing-masing sekuritas tersebut. Pemilihan banyak sekuritas
(pemodal melakukan diversifikasi) dimaksudkan untuk mengurangi risiko yang
ditanggung.Sebagaimana
telah
disebutkan
diatas,
pemilihan
sekuritas
dipengaruhi antara lain oleh preferensi risiko, pola kebutuhan kas, status pajak
dan sebagainya.
4.
Melakukan Revisi Portofolio
Tahap ini merupakan pengulangan tahap ketiga tahap sebelumnya, dengan
maksud kalau perlu melakukan perubahan terhadap portofolio yang telah
dimiliki. Kalau dirasa bahwa portofolio yang sekarang dimiliki tidak lagi
optimal, atau tidak sesuai dengan preferensi risiko pemodal, maka pemodal dapat
16
melakukan perubahan terhadap sekuritas-sekuritas yang membentuk portofolio
tersebut.
5.
Evaluasi kinerja portofolio
Dalam tahap ini pemodal melakukan penilaian terhadap kinerja portofolio, baik
dalam aspek tingkat keuntungan yang diperoleh maupun resiko yang ditanggung.
Portofolio yang memberikan keuntungan yang lebih tinggi belum tentu lebih baik
dari portofolio lainnya. Faktor resiko perlu dimasukkan sebagai standar
pengukurannya.
2.3
Pasar Modal
2.3.1 Pengertian Pasar modal
Menurut Marzuki Usman, dalam buku berjudul Manajemen Keuangan,
Karangan Sutrisno (2007:300), lembaga pasar modal adalah merupakan pelengkap di
sektor keuangan terhadap dua lembaga lainnya, yaitu bank dan lembaga pembiayaan.
Pasar modal memberikan jasanya yaitu menjembatani hubungan antara pemilik dana
dalam hal ini disebut sebagai pemodal (investor) dengan peminjam dana dalam hal ini
disebut dengan nama emiten (perusahaan yang go public). Instrumen pasar modal itu
terbagi atas dua kelompok besar yaitu instrumen pemilihan (equity) seperti saham dan
instrumen utang (obligasi/bond).
Undang-undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
mendefenisikan pasar modal sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran
17
umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Pasar modal
memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal
menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau
sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat untuk
berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham, obligasi, reksadana, dan lainlain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimiikinya sesuai
dengan karakteristik keuangan dan resiko masing-masing instrumen. Kinerja di pasar
modal salah satu tolak ukur yang digunakan umumnya adalah perkembangan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG). Semakin tinggi IHSG dapat dikatakan bahwa
kinerja di pasar modal semakin membaik.
2.3.2 Manfaat Pasar Modal
Keberadaan pasar modal di Indonesia memiliki beberapa manfaat bagi
pemerintah, dunia usaha, dan investor, diantaranya :
a. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai
prospek.
b. Memberikan alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan
resiko yang dapat diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan
disversifikasin instansi.
c. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses kontrol
sosial.
18
d. Menegaskan bahwa pengelolaan perusahaan dengan iklim keterbukaan,
mendorong pemanfaatan manajemen profeional.
e. Manajemen profesional menghilangkan insentif mempertahankan mayoritas
kepemilikan.
f. Menyediaakan sumber pembiayaan jangka panjang bagi dunia usaha, sekaligus
menungkinkan alokasi sumber dana yang optimal
g. Menyediakan leading indicator bagi tern ekonomi negara
h. Menyebarkan pemilikan, keterbukaan, dan profesionalisme, serta menciptakan
iklim usaha yang sehat.
i.
Menciptakan lapangan kerja dan profesi yang menarik.
2.3.3 Peranan Pasar Modal
1.
Fungsi Ekonomi
Dalam melaksanakan sistem ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas
untuk memindahkan dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana
(lender/investor) ke pihak yang memerlukan dana (borrowers/perusahaan).
Dengan menginvestasikan kelebihan dana yang mereka miliki, investor
mengharapkan akan memperoleh imbalan dari penyerahan dana tersebut. Dari
sisi perusahaan, tersedianya dana dari pihak luar memungkinkan mereka
melakukan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari hasil operasi
perusahaan. Dalam proses ini diharapkan akan terjadi peningkatan produksi,
sehingga akhirnya secara keseluruhan akan terjadinya peningkatan kemakmuran.
19
2.
Fungsi keuangan
Fungsi keuangan dilakukan dengan menyediakan dana yang diperlukan oleh para
borrowers dan para investor menyediakan dana tanpa harus terlibat langsung
dalam kepemilikan aktiva riil yang diperlukan untuk investasi tersebut.
2.3.4 Instrument Pasar Modal
Pada prinsipnya instrumen pasar modal adalah semua surat-surat berharga
(efek) yang umum diperjual belikan melalui pasar modal. Efek adalah setiap surat
pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda
bukti utang, rights, warran, opsi. Sifat efek yang diperdagangkan di pasar modal
(Bursa Efek) biasanya berjangka waktu panjang. Instrumen yang paling umum
diperjual belikan melalui Bursa Efek di Indonesia saat ini adalah saham, obligasi, dan
rights.
2.4
Saham
2.4.1 Pengertian Saham
Saham adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu
perusahaan. Sedangkan menurut Undang-undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal, menyatakan saham merupakan penyertaan modal pemegang
saham dalam suatu perseroan terbatas, pemegang saham merupakan pemilik
perseroan terbatas, besarnya kepemilikan seorang pemegang saham atas perseroan
ditentukan besarnya penyertaan yang bersangkutan terhadap modal perseroan. Saham
20
merupakan instrumen yang paling dominan yang diperdagangkan dalam transaksi
jual beli di Bursa Efek. Saham dapat diterbitkan dengan cara atas nama atau atas
unjuk.
2.4.2 Jenis-jenis Saham
Menurut Dahlan Siamat (2005:507), saham dapat juga dibedakan antara
saham biasa (Commont Stock)atau saham preferen (Preferred Stock). Perbedaan
kedua jenis saham ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Saham Biasa (Commont Stock)
Merupakan bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan. Keuntungan yang
dinikmati oleh pemegang saham berasal dari pembayaran deviden dan kenaikan
harga saham. Besar kecilnya deviden yang diterima oleh pemegang saham tidak
tetap, tergantung pada keputusan RUPS. Pemilik saham biasa mempunyai hak
memilih (vote) dalam RUPS untuk keputusan-keputusan yang memerlukan
pemungutan suara.
2. Saham Preferen (Preferred Stock)
Merupakan saham dimana pemilik saham akan menerima deviden dalam jumlah
yang tetap. Biasanya pemiliknya tidak mempunyai hak dalam RUPS.
2.4.3 Keuntungan Memiliki Saham
Pada dasarnya ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli
atau memiliki saham, yaitu:
21
1. Deviden
Deviden merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan
berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan berupa uang tunai dan
deviden saham. Deviden diberikan setelah mendapat persetujuan pemegang
saham perusahaan dalam RUPS, jika seorang pemodal ingin mendapatkan
deviden, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun
waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam
periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan
deviden. Deviden yang dibagikan perusahaan dapat berupa deviden tunai yang
artinya kepada setiap pemegang saham diberikan deviden berupa uang tunai
dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham atau dapat pula berupa deviden
saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan deviden sejumlah
saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah
dengan adanya pembagian saham tersebut.
2. Capital Gain
Capital gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain
terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder.
Misalnya, investor membeli saham XYZ dengan harga per saham Rp.2.000
kemudian menjualnya dengan harga Rp.2.500 per saham yang berarti pemodal
tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp.5.00 untuk setiap saham yang
dijualnya.
22
2.4.4 Risiko Atas Kepemilikan Saham
Dalam pembelian maupun kepemilikan saham selain memperoleh keuntungan
pemodal juga diperhadapkan dengan resiko yang mungkin dialami dengan
kepemilikan saham tersebut, resiko tersebut diantaranya :
1. Tidak mendapat deviden
Perusahaan akan membagikan deviden jika operasi perusahaan menghasilkan
keuntungan. Dengan demikian perusahaan tidak dapat membagikan deviden jika
perusahaan tersebut mengalami kerugian. Dengan demikian potensi keuntungan
pemodal untuk mendapatkan deviden ditentukan oleh kinerja perusahaan tersebut.
2. Capital Loss
Dalam aktivitas perdagangan saham, tidak selalu pemodal mendapatkan capital
gain atau keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya pemodal harus
menjual saham dengan harga jual lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian
seorang pemodal mengalami capital loss atau kerugian.
3. Perusahaan Bangkrut atau dilikuidasi
Apabila perusahaan bangkrut, maka akan berdampak langsung pada saham
perusahaan. Sesuai peraturan pencatatan saham di bursa efek, maka jika
perusahaan bangkrut secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan
dari bursa (delist). Dalam kondisi ini pemegang saham akan menempati posisi
lebih rendah dari para kreditur atau pemegang obligasi, artinya setelah semua
asset perusahaan dijual terlebih dahulu akan dibagikan kepada para kreditur atau
23
pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa baru dibagikan kepada pemegang
saham.
2.5
Indeks Harga Saham
2.5.1 Pengetian Indeks Harga Saham
Indeks harga saham merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur
kinerja saham yang tercatat di suatu bursa efek. Menurut Sunariyah (2006), indeks
harga saham merupakan catatan terhadap suatu perubahan-perubahan maupun
pergerakan harga saham sejak mulai pertama kali beredar sampai pada suatu saat
tertentu.
Pengambilan keputusan membutuhkan data historis mengenai berbagai
kejadian di masa lalu. Semakin detail dan terinci data yang diperoleh, pengambilan
keputusan akan dapat merumuskannya dengan lebih tepat. Keputusan investor untuk
memilih suatu saham sebagai obyek investasinya membutuhkan data historis terhadap
pergerakan harga saham, baik secara individu, kelompok maupun gabungan. Bentuk
informasi historis yang dipandang tepat untuk menggambarkan pergerakan harga
saham adalah indeks harga saham. Indeks harga saham memberikan deskripsi hargaharga saham pada suatu saat tertentu maupun dalam periode tertentu.
Dengan adanya indeks, investor dapat mengetahui trend pergerakkan harga
saham pada waktu setempat, apakah harga saham tersebut sedang naik, stabil atau
turun. Pergerakkan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk
24
menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau
beberapa saham.Mengingat transaksi investasi saham terjadi pada setiap saham
dengan variasi permasalahan yang rumit dan berbeda–beda, pergerakkan harga saham
memerlukan identifikasi dan penyajian yang bersifat spesifik.
2.5.2 Jenis-jenis Indeks Harga Saham
Di Bursa Efek Indonesia terdapat beberapa jenis indeks, antara lain :
1. Indeks Harga Saham Individual (IHSI)
Indeks harga saham individual adalah indeks yang menggambarkan suatu
rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga masing-masing saham.
Biasanya pergerakan harga saham tersebut disajikan setiap hari, berdasarkan
harga penutupan di bursa pada hari tersebut.
2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Indeks harga saham gabungan adalah indeks yang menggambarkan suatu
rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham untuk mengukur
kinerja gabungan dari seluruh perusahaan yang ada di bursa efek. Indeks ini
mencakup semua saham biasa maupun saham preferen di Bursa Efek Indonesia.
Jadi dapat dikatakan bahwa indeks harga saham pada bursa di suatu negara
dijadikan barometer kondisi perekonomian negara tersebut.
3. Indeks LQ45
Indeks LQ45 adalah indeks harga saham yang menggambarkan indeks yang
terdiri dari 45 saham unggulan. Bursa efek secara rutin memantau perkembangan
25
kinerja komponen saham yang masuk dalam LQ45. Penggantian saham dilakukan
setiap enam bulan sekali. Apabila terdapat saham yang tidak memenuhi kriteria
akan dikeluarkan dari perhitungan indeks dan diganti dengan saham yang
memenuhi kriteria.
4. Jakarta Islamic Index (JII)
Dalam rangka mengembangkan pasar modal syariah, PT Bursa Efek Indonesia
bersama dengan PT Danakersa Investment Management telah meluncurkan
indeks saham yang dibuat berdasarkan syariah islam, yaitu Jakarta Islamic Index
(JII). JII merupakan indeks yang terdiri dari 30 saham yang mengakomodasi
syariah investasi dalam islam. Saham-saham yang masuk dalam indeks syariah
adalah emiten yang melakukan kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan
syariah islam.
5. Indeks Harga Saham Sektoral
Indeks harga saham sektoral menggunakan semua saham yang termasuk dalam
masing-masing sektor. Di Bursa Efek Jakarta, indeks sektoral terbagi atas
sembilan sektor, yaitu:
a. Sektor-sektor Primer (ekstraktif)
1) Pertanian
2) Pertambangan
b. Sektor-sektor Sekunder (industri manufaktur)
1) Industri Dasar dan Kimia
26
2) Aneka Industri
3) Industri Barang Konsumsi
c. Sektor-sektor Tersier (jasa)
1) Property dan Real Estate
2) Transportasi dan Infrastruktur
3) Keuangan
4) Perdagangan, Jasa dan Investasi
2.6
Return dan Risiko Investasi
2.6.1 Return Investasi
Tujuan investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return, tanpa
melupakan faktor risiko investasi yang harus dihadapi. Return merupakan salah satu
faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan merupakan imbalan atas keberanian
investor menanggung risiko investasi yang dilakukan.
Menurut Eduardus Tandelilin (2010) return merupakan salah satu faktor yang
memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian
investor dalam menangung risiko atas investasi yang dilakukannya.
Sedangkan menurut Jogiyanto (2003:109), return adalah hasil yang diperoleh
dari investasi. Return dapat berupa return realisasi dan return ekspektasi. Return
realisasi merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan
data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur
27
kinerja dari perusahaan dan juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi
dan risiko dimasa mendatang. Return realisasi terdiri dari capital gain (loss) dan
yield. Capital gain adalah selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga
periode waktu lalu. Sedangkan yield merupakan persentase penerimaan kas periodik
terhadap harga.
Pernyataan diatas dapat digambarkan seperti dibawah ini :
=
(
)+
Dimana :
Capital gain = selisih untung (rugi) harga beli dan harga jual.
Yield
= persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi
periode tertentu.
Return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan
diperoleh investor di masa yang akan datang. Return ekspektasi bersifat belum
terjadi.
Pengertian Expected Return menurut Jogiyanto (2003:109) adalah “Return
yang diharapkan akan diperoleh dari investor dimasa mendatang”.Investor yang lebih
berani akan lebih memilih investasi dengan tingkat return yang diikuti oleh harapan
tingkat return yang tinggi pula. Demikian pula sebaliknya, investor yang tidak mau
menanggung risiko yang tidak terlalu tinggi tentunya tidak akan bisa mengharapkan
tingkat return yang tinggi pula.
28
Tingkat keuntungan (return) sub periodik suatu saham dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
=
−
Dimana :
Ri
= return saham
Pt
= harga saham pada saat periodet
Pt-1
= harga saham pada periode lalu
Sedangkan tingkat rata-rata pengembalian (return)dapat dihitung sebagai berikut :
=
Dimana :
Ri
= Rata-rata tingkat pengembalian saham i
Ri
= Tingkat pengembalian saham i
n
= Jumlah periode penelitian
2.6.2 Risiko Investasi
Dalam berinvestasi selain mempertimbangkan dan memperhitungkan return
yang akan diperoleh setinggi-tingginya maka kita juga perlu untuk memperhitungkan
risiko dari investasi. Risiko dapat diartikan sebagai besarnya penyimpangan yang
mungkin terjadi dari return yang diharapkan. Return dan risiko investasi merupakan
dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Semakin besar risiko yang di tanggung maka
semakin besar return yang diharapkan.
29
Menurut Arief Sugiono (2009:118) risiko adalah kemungkinan adanya
kerugian atau variabilitas pendapatan yang dihubungkan dengan aktiva tertentu.
Aktiva yang mempunyai kemungkinan rugi lebih besar dipandang mempunyai risiko
lebih besar jika dibandingkan dengan aktiva yang mempunyai kemungkinan rugi
lebih kecil. Dengan demikian, pengertian risiko cenderung mengacu pada suatu faktor
ketidakpastian yang dihubungkan dengan variabilitas dari tingkat pengembalian suatu
aktiva tertentu. Semakin pasti tingkat hasil dari aktiva, semakin kecil variabilitasnya
dan semakin kecil tingkat risikonya.
Menurut Eduardus Tandelilin (2010) risiko merupakan kemungkinan
perbedaan antara return aktual yang diterima dengan return harapan. Semakin besar
kemungkinan perbedaannya, maka semakin besar risiko investasi tersebut.
Asumsi bahwa orang-orang menghindari risiko merupakan hal yang mendasar
pada banyak model keputusan yang digunakan dalam manajemen keuangan termasuk
dalam berinvestasi karena pada dasarnya setiap orang cenderung untuk mendapatkan
keuntungan yang besar dengan risiko yang kecil. Ada beberapa risiko yang dihadapi
dalam berinvestasi, yaitu :
1. Risiko Bisnis
Risiko ini timbul akibat profitabilitas perusahaan emiten. Dikarenakan ada
kondisi yang tidak sehat dalam perusahaan yang memiliki emiten ini.
30
2. Risiko Likuiditas
Risiko ini terjadi dikarenakan kemampuan saham yang bersangkutan untuk dapat
segera diperjual belikan tanpa mengalami kerugian yang berarti.
3. Risiko Pasar
Risiko ini terjadi karena kondisi perekonomian negara-negara yang berubah
dipengaruhi oleh resesi dari kondisi perekonomian negara lain.
4. Risiko Daya Beli
Risiko ini dipengaruhi oleh tingkat inflasi, dimana perubahan ini menyebabkan
berkurangnya daya beli masyarakat yang diinvestasikan maupun yang
diinvestasikan.
5. Risiko Mata Uang
Risiko ini timbul karena pengaruh perubahan nilai mata uang domestik (Rupiah)
dengan mata uang asing.
Risiko dari investasi suatu saham merupakan besarnya tingkat penyebaran
atau tingkat keragaman suatu nilai harapan pengembalian tertentu. Semakin besar
tingkat penyebaran, maka investasi semakin berisiko. Return dan risiko mempunyai
hubungan yang positif, dimana semakin besar risiko suatu sekuritas maka semakin
besar pula return yang diharapkan dan sebaliknya. Hubungan positif ini hanya
berlaku untuk expected return yaitu return yang belum terjadi.
Ada beberapa sikap yang ditimbulkan investor dalam menghadapi risiko
dalam berinvestasi yaitu:
31
1.
Pengambil risiko (risk aversion)
Sikap investor ini bila dihadapkan pada pilihan yaitu investasi yang kurang atau
yang lebih mengandung risiko dengan perkiraan jumlah hasil pengambilan yang
sama, maka seorang pengambil risiko akan lebih suka memilih jenis investasi
yang mengandung risiko.
2.
Anti Risiko (risk averter)
Investor tipe ini cenderung menghindari risiko jika terdapat dua alternatif
investasi yang memberikan return yang sama maka investor tersebut akan
memilih investasi dengan risiko terkecil.
3.
Acuh terhadap risiko (risk indefferences)
Investor yang bersikap acuh terhadap risiko tidak akan peduli akan jenis investasi
mana yang diambil.
Walaupun sudah ada pihak yang bersikap senang mengambil risiko atau yang
acuh, namum baik akal sehat maupun penelitian telah menunjukkan bahwa para
manajer maupun pemilik perusahaan cenderung untuk bersikap menghindari risiko.
Selain risiko diatas terdapat pula klasifikasi risiko total (Suad Husnan 2005:
162) yang terdiri dari:
a. Risiko sistematis (Systematic Risk)
Merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi
karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat
32
mempengaruhi pasar secara keseluruhan, misalnya adanya perubahan tingkat
bunga, kurs valas, kebijakan pemerintah.
b. Risiko Tidak Sistematik (Unsystematic Risk)
Merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi karena
risiko ini hanya ada dalam satu perubahan atau industri tertentu. Fluktuasi risiko
ini besarnya berbeda-beda antara saham yang satu dengan saham yang lainnya
karena perbedaan ini masing-masing saham memiliki tingkat sensivitas yang
berbeda terhadap perubahan pasar. Misalnya struktur modal, struktur asset,
tingkat likuidasi, tingkat keuntungan. Berikut akan disajikan kurva total risiko di
bawah ini berdasarkan Sumber Suad Husnan (2005: 162):
Gambar 2.1
Risiko sistematis dan tidak sistematis
Risiko
Total
Deviasi Standar
Risiko Tidak Sistematis
Perubahan
Portofolio
Risiko Sistematis atau Risiko Pasar
Jumlah Saham
33
Untuk dapat menghitung risiko saham terdapat beberapa cara, yaitu:
a. Variance ( ²)
Ukuran penyimpangan dari penghasilan yang mungkin disekitar pengambilan
yang di harapkan. Jika aktiva tidak memiliki risiko, maka penyimpangan
pengembalian yang di harapkan dari aktiva tersebut adalah 0. Tingkat
penyimpangan atau variance dapat di hitung dengan carasebagai berikut:
(
)/
²=
(
−
Keterangan :
i²
= Nilai varian suatu saham
Ri
= Tingkat pengembalian saham
Ri
= Rata-rata tingkat pengembalian saham
n
= Jumlah periode penelitian
Sedangkan variance pasar adalah sebagai berikut :
²
=
Dimana :
( ² )
= Varian pasar
Rm
= Return Pasar
Rm
= Rata-rata return pasar
n
= Jumlah data
[Rm − Rm]²
n
)²
34
b. Standart Deviasi
Karena variance dinyatakan dalam kuadrat, maka sering dilihat varians diubah
menjadi standar deviasi atau akar kuadrat dari varians, yaitu merupakan rata-rata
penyimpangan akar kuadrat dari varians yang menunjukkan seberapa jauh
kemungkinan pengembalian yang diharapkan, dinyatakan dalam rumus sebagai
berikut :
=√
(
)/ ²
Dimana :
= Standar Deviasi
= Varian Saham
Sedangkan standar deviasi pasar adalah sebagai berikut:
=
Dimana :
= Varian Pasar
= Standar Deviasi Pasar
c. Covariance (Ri,Rm)
Merupakan ukuran statistik dari hubungan antara dua variabel acak.
Covariancemengukur bagaimana dua variabel acak seperti return saham dengan
return pasar yang sama-sama bergerak. Covariance dinyatakan dalam bentuk
positif atau negatif. Covariance positif berarti pengembalian kedua aktiva
35
cenderung bergerak kearah yang sama atau searah, sedangkan covariance negatif
berarti pengambilan bergerak kearah yang berlawanan. Rumus dari covariance
adalah sebagai berikut:
( ,
)=
(Ri − Rı)(Rm − Rm)
n
Dimana :
Ri
= Tingkat pengembalian saham i
Ri
= Rata-rata pengembalian saham i
Rm
= Tingkat pengembalian pasar
Rm
= Rata-rata pengembalian pasar
n
= Jumlah waktu yang diteliti
d. Beta (β)
Beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat
keuntungan suatu saham dengan pasar. Risiko ini berasal dari beberapa faktor
fundamental perusahaan dan faktor karakteristik pasar tentang saham perusahaan
tersebut (Suad Husnan, 2005:112).
“Beta adalah pengukur risiko sistematis dari suatu sekuritas atau portofolio
relatif terhadap risiko pasar” (Jogiyanto, 2003:266).
Mengetahui beta suatu saham merupakan hal yang penting untuk
menganalisis sekuritas tersebut. Beta suatu sekuritas menunjukkan risiko
36
sistematiknya yang tidak dapat dihilangkan karena diversifikasi. Secara
sistematis beta dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
=
( ,
)
(
)
Dimana :
Cov (Ri, Rm)
= Kovarian saham i dengan portofolio pasar
Var (Rm)
= Varian tingkat pengembalian pasar
Beta mengukur risiko sistematis, yaitu risiko pasar. Jika perubahan harga
pasar saham lebih besar daripada keseluruhan pasar, maka saham tersebut akan
memiliki beta lebih besar dari 1. Jika sebaliknya, maka beta akan lebih kecil dari
1. Menurut CAPM, saham dengan beta yang besar memiliki pengembalian yang
lebih besar dari pada saham-saham dengan beta rendah.
Dari hasil pengamatan, terdapat tiga golongan nilai beta, yaitu b>1, b<1, dan
b=0. Secara keseluruhan seharusnya pasar memiliki angka beta = 1. Sehingga
jika suatu saham mempunyai beta sama dengan atau mendekati satu, maka
saham tersebut akan bergerak sesuai dengan pergerakan pasar. Saham-saham
yang memiliki beta sama dengan satu ini disebut sebagai saham-saham netral
(neutral stock). Jika saham memiliki beta lebih besar dari satu, maka harga
sahamnya akan naik lebih tinggi dari pasar pada saat pasar bergerak turun.
Saham-saham yang mempunyai beta lebih besar dari satu ini disebut sebagai
saham-saham yang agresif (aggresive stock). Saham dengan beta lebih kecil dari
37
satu biasanya bergerak lebih lambat dari pergerakan pasar. Saham-saham jenis
ini biasanya disebut sebagai saham-saham yang bersifat defensif (defensif stock).
Sedangkan kelompok yang lain, yaitu saham dengan beta negatif, adalah
saham-saham yang berperilaku khusus yang bertentangan dengan teori pasar
modal. Dengan beta yang negatif, maka pergerakan harga dari saham-saham ini
akan melawan pergerakan pasar. Pada saat pasar naik, saham-saham jenis ini
justru bergerak turun, dan sebaliknya pada saat pasar bergerak turun, maka
saham-saham ini justru bergerak naik.
2.7
Capital Asset Princing Model (CAPM)
2.7.1 Definisi Capital Asset Princing Model (CAPM)
CAPM adalah suatu model yang dipergunakan untuk menentukan harga suatu
asset dengan mempertimbangkan risikonya. Model ini berlaku umum, artinya dapat
dipakai untuk menentukan harga suatu aktiva, tidak peduli apakah aktiva tersebut
efisien atau tidak.
Dalam keseimbangan pasar, suatu saham diharapkan dapat memberikan
keuntungan sesuai dengan risiko yang tidak dapat dihindarkan atau risiko pasar.
Semakin tinggi risiko yang tidak dapat dihindarkan maka semakin tinggi juga
keuntungan yang diharapkan dari saham tersebut.
“CAPM merupakan model untuk menentukan harga suatu asset. Model ini
berdasarkan diri pada kondisi ekulibrium. Dalam keadaan ekulibrium tingkat
38
keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal untuk suatu saham akan dipengaruhi oleh
risiko saham tersebut” (Suad Husnan, 2005:177).
CAPM menggunakan beta (β) sebagai pengukuran risiko. Penggunaan
parameter ini konsisten dengan teori portofolio yang mengatakan bahwa apabila
pemodal melakukan diversifikasi dengan baik maka pengukur risiko adalah
sumbangan risiko dari tambahan saham kedalam portofolio. Apabila pemodal
memegang portofolio pasar maka sumbangan risiko ini tidak lain adalah beta (β).
Investasi yang efisien adalah investasi yang memberikan tingkat keuntungan
yang sama tetapi mempunyai risiko yang berbeda maka investor yang rasional akan
memilih investasi dengan risiko yang lebih kecil. Tingkat keuangan yang diharapkan
dari suatu saham adalah sama dengan tingkat keuntungan bebas risiko ditambah
dengan premi risiko. Semakin besar risiko saham tersebut (β), semakin tinggi premi
risiko yang diharapkan dari saham tersebut. Dengan demikian semakin tinggi pula
tingkat keuntungan yang diharapkan saham tersebut. Premi risiko pada CAPM
merupakan hasil dari jumlah risiko di kali risiko harga pasar. Perumusannya adalah
sebagai berikut :
(
)=
+[
−
]
Dimana :
E(Ri) = Tingkat pengembalian Ekspektasi Saham i
Rf
= Tingkat pengembalian bebas risiko
Rm
= Rata-rata tingkat pengembalian yang diharapkan dari pasar
39
βi
= Systematic Risk (Risiko Pasar)
2.7.2 Asumsi-Asumsi Capital Asset Princing Model (CAPM)
Menurut Jogiyanto (2003:340). Asumsi-asumsi yang digunakan di model
CAPM adalah sebagai berikut :
1. Semua investor mempunyai cakrawala waktu satu periode yang sama. Investor
memaksimumkan kekayaannya dengan memaksimumkan utiliyharapan dalam
satu periode waktu yang sama.
2. Semua investor melakukan pengambilan keputusan investasi berdasarkan
pertimbangan antara nilai return ekspektasi dan stardar deviasi return dari
portofolionya.
3. Semua investor mempunyai harapan yang seragam (homogeneous expectation)
terhadap faktor-faktor input yang digunakan adalah return ekspektasi (expecetd
return), varians dan return dan kovarian antar return-return sekuritas. Asumsi ini
mempunyai implikasi bahwa dengan harga-harga sekuritas dan tingkat bunga
bebas risiko yang tertentu dan dengan menggunakan input-input portofolio yang
sama maka setiap investor akan menghasilkan efficient frontier yang sama.
4. Semua investor dapat meminjamkan sejumlah dananya (lending) atau meminjam
(borrowing) sejumlah dana denga jumlah yang tidak terbatas pada tingkat suku
bunga bebas risiko.
5. Penjualan pendek (short sale) diijinkan. Investor individual dapat menjual
pendek berapapun yang dikehendaki.
40
6. Semua aktiva dapat dipecah-pecah menjadi bagian yang lebih kecil dengan tidak
terbatas. Ini berarti bahwa dengan nilai yang terkecilpun investor dapat
melakukan investasi dan melakukan transaksi penjualan dan pembelian aktiva
setiap saat dengan harga yang berlaku.
7. Semua aktiva dapat dipasarkan secara likuid sempurna. Semua aktiva dapat
dijual dan dibeli dipasar dengan cepat (likuid) dengan harga yang berlaku.
8. Tidak ada biaya transaksi. Penjualan atau pembelian aktiva tidak dikenai biaya
transaksi.
9. Tidak terjadi inflasi
10. Tidak ada pajak pendapatan pribadi. Karena tidak ada pajak pribadi, maka
investor mempunyai pilihan yang sama untuk mendapatkan deviden atau capital
gain
11. Investor adalah penerima harga (price takers). Investor individual tidak dapat
mempengaruhi harga dari suatu aktiva dengan kegiatan membeli dan menjual
aktiva tersebut. Investor secara keseluruhan bukan secara individual menentukan
harga dari aktiva.
12. Pasar modal dalam kondisi ekulibrium.
2.7.3 Garis Pasar Sekuritas (Security Market Line / SML)
Definisi Security Market Line (SML) adalah “Garis yang menunjukkan
tradeoff antara risiko dan return ekspektasi untuk sekuritas individual” (Jogiyanto,
2003:350). Untuk portofolio, tambahan return ekspektasi terjadi karena diakibatkan
41
oleh tambahan risiko dari portofolio bersangkutan. Untuk sekuritas individual,
tambahan return ekspektasi diakibatkan oleh tambahan risiko sekuritas individual
yang diukur dengan beta. Beta menetukan besarnya tambahan return ekpektasi
sekuritas
individual
dengan
argumentasi
bahwa
untuk
portofolio
yang
didiversifikasikan dengan sempurna, risiko sistematik cenderung menjadi hilang dan
risiko yang relevan hanya risiko sistematik yang diukur beta sehingga beta digunakan
sebagai pengukur risiko. Hubungan antara return ekspektasi dan beta ini dapat
digambarkan di garis pasar sekuritas seperti tampak di gambar 2 sebagai berikut:
Gambar 2.2
Garis Pasar Sekuritas
Ri
M
Rm
Garis Pasar Sekuritas (GPS)
Rf
0
1.0
Beta
Sumber : Jogiyanto,2003:351
Digambar 2 terlihat bahwa titik M menunjukkan portofolio pasar dengan beta
senilai 1 dengan return ekspektasi sebesar E(Rm). Untuk beta bernilai 0 atau untuk
aktiva yang tidak mempunyai risiko sistematik, yaitu beta untuk aktiva bebas risiko,
aktiva ini mempunyaireturn ekspektasi sebesar Rf yang merupakan intercept dari
42
GPS. Garis yang menghubungkan beta dengan E(Rm) disebut Security Market Line
(SML). Perumusan SML dapat dituliskan sebagai berikut (Jogiyanto, 2003:351):
( )=
+[ (
)−
]
Dimana :
E(Ri)
Rf
= Hasil pengembalian yang diharapkan dari aktiva yang mengandung risiko
= Tingkat pengembalian dari aktiva bebas risiko
E(Rm) = Hasil pengembalian yang diharapkan dari pasar
βi
2.8
= Risiko sistematis untuk saham i
Keputusan Investasi
Mengetahui jenis variabel yang secara signifikan berpengaruh terhadap harga
saham merupakan hal penting dalam upaya memprediksi harga saham. Memprediksi
harga saham bertujuan untuk mengetahui kecenderungan harga saham dimasa
mendatang.
Untuk mengetahui keputusan menjual atau membeli saham adalah didasarkan
pada return ekspektasinya apakah positif atau negatif. Apabila return ekspektasi
positif atau dapat dikatakan harga dari suatu saham tersebut masih murah
(undervalued) berarti keputusannya adalah membeli dan jika return ekspektasi
negatif atau harga saham tersebut sudah mahal (overvalued) berarti keputusannya
adalam menjual saham tersebut. Ekspektasi return tersebut dapat diketahui melalui
excess return dan alpha. Excess return adalah selisih antara rata-rata actual return
43
dengan risk free rate. Sedangkan alpha adalah selisih antara rata-rata actual return
dengan expected return yang didapat dari perhitungan CAPM. Keputusan membeli
suatu saham apabila excess return dan alpha positif, sedangkan keputusan menjual
apabila excess return dan alpha negatif.
Menurut Mohammad Samsul (2006:336) suatu jenis saham dianggap “murah”
(undervalued) sehingga layak untuk dibeli atau di investasikan apabila:
1. Harga saham sekarang < harga saham estimasi.
2. Rata-rata Actual Return > Expected Returndisebut alpha positif.
3. Rata-rata Actual Return > risk free rate disebut excess return positif.
Sedangkan jenis saham dianggap “mahal” (overvalued) sehingga tidak layak
untuk dibeli atau diinvestasikan apabila:
1. Harga saham sekarang > harga saham estimasi.
2. Rata-rata Actual Return < Expected Return disebut alpha negatif.
3. Rata-rata Actual Return < risk free rate disebut excess return negatif.
Download