1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara bahari memiliki luas lahan untuk akuakultur sebesar 28,5 juta hektar. Salah satu komoditas akuakultur di Indonesia adalah ikan patin (Pangasius sp.), dengan produksi pada tahun 2010 sebesar 273,554 ton (KKP 2011). Menurut Hutagalung (2009) ikan patin merupakan komoditas yang prospektif untuk dikembangkan dan berpotensi sebagai komoditas ekspor. Ikan patin sebagai sumber pangan berprotein juga mengandung asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral, dapat dikonsumsi dalam bentuk segar. Namun produk yang diolah dalam bentuk segar berbahan baku ikan, mudah mengalami pembusukan (perishable food). Salah satu teknologi pengolahan yang dilakukan adalah mengubah daging yang mudah rusak menjadi produk yang memiliki masa simpan yang lebih lama dari produk olahan daging segar biasa, lebih aman dan menghasilkan karakteristik sensori yang khas, yaitu melalui produk fermentasi daging. Sosis fermentasi berupa daging mentah yang dimasukkan ke dalam casing, ditambahkan kultur starter bakteri asam laktat dari genus Lactobacillus dan Pediococcus, serta dilakukan proses fermentasi dan pematangan (Leroy et al. 2006). Produk sosis fermentasi ini dikenal dengan nama dry sausage atau semi dry sausage yang biasanya terdapat di Italia, Jerman, Perancis, Spanyol, Netherland dan Scandinavia dan jarang ditemukan di pasaran Indonesia. Umumnya jenis yang dipasarkan di Indonesia adalah sosis emulsi segar (fresh sausage) tanpa melalui proses fermentasi, terbuat dari olahan daging sapi dan ayam (Anonim 2007). Sosis fermentasi yang memanfaatkan bakteri asam laktat digunakan untuk menghasilkan produk yang dapat meningkatkan keamanan pangan. Rantsiou et al. (2005) mengemukakan bahwa bakteri asam laktat yang terdapat pada sosis fermentasi, berperan sebagai bioproteksi dan biopreservasi dalam meningkatkan keamanan pangan pada produk tersebut. Hal ini disebabkan bakteri asam laktat salah satunya memproduksi senyawa antimikroba berupa bacteriocin. Khan et al. (2010) mengemukakan bahwa bacteriocin berperan untuk mengawetkan daging 2 dan sayuran disebabkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusukan makanan. Produk sosis fermentasi salah satunya menggunakan bahan Nitrat Poelken Salts (NPS). Norman (1988) diacu dalam Husni et al. (2007) mengatakan bahwa penggunaan NPS pada produk sosis fermentasi dapat bersifat sebagai pengawet, pewarna sosis dan mencegah pertumbuhan mikroba. Namun penggunaan NPS ini bila berikatan dengan asam amino dan amida yang terdapat pada protein daging, dapat membentuk nitrosamin yaitu senyawa yang bersifat toksis. Penggunaan nitrat dan nitrit pada makanan mulai dibatasi sejak diperoleh senyawa N-nitrosamin pada tahun 1950, dimana senyawa tersebut terbentuk dari reaksi nitrit dengan senyawa amin sekunder, khususnya pada pH rendah yang bersifat karsinogenik (Adams & Moss 2008). Hal ini didukung oleh Peters et al. (1994) dan Pattanagul et al. (2007) yang mengemukakan bahwa sejak tahun 1970 penggunaan nitrat dan nitrit sebagai pewarna dan pengawet mulai dibatasi. Hal ini berkaitan dengan timbulnya penyakit leukemia dan kanker otak yang berdasarkan studi epidemiologi pada tahun 1990 akibat penggunaan makanan yang mengandung nitrit yang menjadi konsumsi harian. Angkak atau beras merah cina adalah pewarna pada makanan sebagai pengganti nitrit. Pattanagul et al. (2007) melaporkan bahwa angkak adalah produk hasil fermentasi kapang Monascus spp, yang digunakan sebagai pewarna alami yang digunakan pada ikan, keju cina, anggur merah dan sosis. Kapang Monascus spp menghasilkan pigmen merah monascorubramine (C 23 H 27 NO 4 ) dan rubropuntamine (C 21 H 23 NO 4 ). Sosis fermentasi ikan patin pada penelitian ini menggunakan pewarna alami angkak yang diharapkan menghasilkan warna sosis yang dapat diterima konsumen dan aman untuk dikonsumsi. Peranan bakteri asam laktat bagi kesehatan manusia mulai diteliti sejak tahun 1908, oleh ilmuwan Rusia peraih nobel Ellie Metchnikoff. Dia mengaitkan antara kesehatan dan umur panjang orang Bulgaria dengan kebiasaan mengkonsumsi susu fermentasi yang berisi mikroorganisme penghasil asam laktat (Nuraida 2008). Bakteri asam laktat yang digunakan pada produk fermentasi ikan patin berupa kultur starter. Bakteri asam laktat dapat digunakan sebagai kultur 3 starter apabila telah mencapai jumlah koloni bakteri 107-108 CFU/mL (Ishibashi & Shimamura (1993) ; Rebucci et al. (2007) ; Adams & Moss (2008). Pembuatan produk olahan sosis fermentasi ikan patin perlu dilakukan dengan aplikasi bakteri asam laktat dari spesies Lactobacillus plantarum sebagai salah satu diversifikasi produk berbahan baku ikan. 1.2 Perumusan Masalah Konsumsi ikan nasional di Indonesia tahun 2009 yaitu 30,17 kg/perkapita. Hal ini belum memenuhi target konsumsi ikan menurut pola pangan harapan yaitu 31,40 kg/perkapita (KKP 2010). Diversifikasi pangan berbahan baku ikan perlu dilakukan untuk memenuhi target tersebut. Produk diversifikasi pangan salah satunya adalah produk olahan sosis fermentasi ikan patin. Produk sosis yang berkembang saat ini lebih didominasi oleh produk sosis berbahan baku ayam dan sapi. Selain itu, sosis segar yang dikonsumsi di pasaran umumnya menggunakan nitrit atau NPS sebagai pengawet dan penstabil warna yang berpengaruh negatif pada kesehatan. Coughlin (2006) menyatakan bahwa menurut International Agency for Research on Cancer (IARC), penggunaan nitrat atau nitrit yang menghasilkan nitrosasi endogen (endogenous nitrosation) dapat bersifat karsinogenik pada manusia. Berdasarkan hal tersebut, maka pada sosis fermentasi berbahan baku ikan patin ini digunakan pewarna alami berupa angkak, sehingga dihasilkan sosis yang bermanfaat bagi kesehatan dan aman dikonsumsi. Bakteri asam laktat paling banyak diaplikasikan pada produk yoghurt, daging, sereal dan produk nabati. Namun fermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat pada produk olahan ikan dalam bentuk sosis, masih belum banyak dikenal di masyarakat. Sampai saat ini produk fermentasi berbahan baku ikan yang dikenal di masyarakat adalah terasi, kecap ikan, ikan peda dan bekasam. Penelitian produk olahan sosis fermentasi ikan patin dengan penambahan bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 perlu dilakukan, mengingat produk tersebut merupakan satu produk diversifikasi berbahan baku ikan yang bermanfaat bagi kesehatan dengan ditunjang komponen bahan tambahan alami dan aman untuk dikonsumsi. 4 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuat sosis fermentasi ikan patin formula terpilih. Tujuan khusus penelitian ini adalah : Mendapatkan formula terpilih untuk menghasilkan sosis fermentasi ikan patin yang dapat diterima konsumen dari segi sensori (rating intensitas dan hedonik) ; melakukan analisis sensori hedonik (kesukaan), analisis mikrobiologi (total koloni mikroba (Total Plate Count), bakteri asam laktat L. plantarum 1B1, Escherichia coli, Staphylococcus sp., Salmonella sp., kapang/khamir) dan analisis kimia (pH dan a w ) dari sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama waktu penyimpanan ; menganalisis kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam lemak dari sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih. 1.4 Manfaat Penelitian Memberikan informasi produk olahan fermentasi hasil perikanan berupa sosis fermentasi ikan patin sebagai salah satu produk diversifikasi. 1.5 a) Hipotesis Formula berpengaruh terhadap sensori (rating intensitas dan hedonik) sosis fermentasi ikan patin. b) Lama penyimpanan berpengaruh terhadap sensori hedonik (tekstur, warna, aroma dan rasa), mikrobiologi dan kimia dari sosis fermentasi ikan patin formula terpilih. c) Fermentasi berpengaruh terhadap kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam lemak dari sosis fermentasi ikan patin waktu penyimpanan terpilih.