i PENGARUH FAKTOR-FAKTOR MAKRO

advertisement
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR MAKRO-MIKRO
TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTORAL
DALAM ERA LIBERALISASI KEUANGAN:
ANALISIS Q-TOBIN
DISERTASI
TRIAS ANDATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
i
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
disertasi saya berjudul:
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR MAKRO-MIKRO
TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTORAL
DALAM ERA LIBERALISASI KEUANGAN:
ANALISIS Q-TOBIN
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan
Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi
ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di
perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2012
Trias Andati
NRP.: H.361060141
ii
ABSTRACT
TRIAS ANDATI. Macro – Micro Factors Effects to Sectoral Investment Growth
in Financial Liberalization Era: Q-Tobin Analysis. (HERMANTO SIREGAR as
Chairman, BONAR M. SINAGA and NOER AZAM ACHSANI as members of
the Advisory Committee)
This research attempts to analyze macro and micro factors affecting the
sectors’ investment growth in the era of financial liberalization. Q-Tobin ratio is
used as an indicator of sectoral investment growth to provide insights into
corporate investment decision. Using annual data of 64 listed company’s
financial report from 2002 to 2009, the results show that the financial
liberalization variables such as Foreign Direct Investment (FDI) and Investment
Portfolio give the positive effects to Q-Tobin agricultural sector, otherwise to
Basic and Chemical Industry and Banking sectors. There were transmition
mechanisms from real sectors to financial sectors but not the other way around.
Increase of financial deepening give positive effect to Q-Tobin of Basic and
Chemical Industry sector and Banking, otherwise to agricultural sector. SBI has
negative effect to Q-Tobin all sectors, while the effect of loan interest rates to
Basic and Chemical and Banking sectors was positive. Money supply has
negative effect to Q-Tobin of Basic and Chemical Industry sector and Banking.
Fixed asset investment of all three sectors has same patterns of Q-Tobin, and
increased from 2002 to 2009, while at the year of 2008, Q-Tobin of all sectors
were experienced decrease due to financial crisis. Company’s loan give positive
effect to Q-Tobin, while total assets give negative effects. Q-Tobin gives negative
effect to real investment growth of Basic and Chemical Industry and Banking
sectors, and also the company’s capital structure of Basic and Chemical Industry
sector. Real loan interest rates give positive effect to real investment growth.
Furthermore, there should be rationing of portfolio investment in agriculture
sector, to prevent the funds flow from real sector to financial sector. Tobin Tax
theory is suggested to be implemented in any financial transactions. Further
research is suggested to analyze the effect of financial liberalization on
agricultural sector private company’s investment.
Keywords: Investment, Financial Liberalization, Q-Tobin, Panel Data.
iii
RINGKASAN
TRIAS ANDATI. Pengaruh Faktor – Faktor Makro – Mikro terhadap
Pertumbuhan Investasi Sektoral dalam Era Liberalisasi Keuangan: Analisis Tobin
– Q. (HERMANTO SIREGAR sebagai Ketua, BONAR M. SINAGA dan NOER
AZAM ACHSANI sebagai Anggota Komisi Pembimbing)
Dalam perekonomian terbuka, liberalisasi keuangan dapat mendorong
aliran modal (kapital), sehingga pada tingkat suku bunga tertentu, sumber dana
eksternal dapat bersaing dengan sumber dana internal. Liberalisasi keuangan di
Indonesia diawali saat reformasi sektor keuangan tahun 1988, 1990 dan 1991
untuk meningkatkan mobilisasi dana dari individu (penabung) demi mendorong
laju investasi pada sektor produktif melalui peran perantara (intermediaries), yang
berlanjut saat terjadi krisis keuangan dan moneter di beberapa negara Asia. Bila
dilihat dari realisasi investasi domestik (PMDN, Penanaman Modal Dalam
Negeri) pada periode 1990-2008 meningkat sepuluh kali (dari Rp 2 398.6 miliar
menjadi Rp 20 363.4 miliar) dan nilai Penanaman Modal Asing (FDI, Foreign
Direct Investment) meningkat duapuluh kali (dari US$ 706 juta menjadi US$ 14
871.4). Namun, pertumbuhan investasi tahunan Indonesia cenderung mengalami
penurunan, dari 14.7 persen (2004) menjadi 2 persen (2007), meskipun tahun
2009 menunjukkan peningkatan. Selain itu, terdapat pola pertumbuhan yang tidak
searah dari realisasi investasi PMDN berdasarkan sektor.
Pada sektor primer, terjadi penurunan nilai realisasi investasi hampir
seperempatnya dari Rp 5 577.2 miliar (2005) menjadi Rp 640 miliar (2008),
sementara untuk industri sekunder misalnya makanan terjadi peningkatan hampir
dua kali lipat dari Rp 4 490.8 miliar (2005) menjadi Rp 8 192 miliar di tahun
2008 (BKPM, Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2008). Pada sektor
keuangan, terdapat peningkatan nilai nominal transaksi saham dari Rp 21.7 triliun
(1995) menjadi Rp 300 triliun (2008). Peningkatan transaksi pasar modal sebagai
alternatif sumber pembiayaan bagi swasta, seharusnya memberikan peluang bagi
perusahaan untuk melakukan investasi stok kapital. Namun, perkembangan
sektor keuangan lambat laun meninggalkan sektor riil, dan telah menjadi bisnis
tersendiri. Pasar keuangan tidak lagi sekedar mekanisme untuk menyediakan
tabungan bagi investor sektor produksi, sehingga ada kecenderungan kurang
terkait dengan investasi jangka panjang sektor produksi.
Beberapa masalah pokok yang terjadi mencakup penurunan FDI dan
peningkatan investasi portofolio, sejalan dengan penurunan investasi langsung
dan peningkatan bursa saham Indonesia. Di sisi lain, kebijakan otoritas moneter
berupa suku bunga patokan tidak selalu diikuti oleh perbankan, dengan suku
bunga kredit yang tidak banyak berubah, yang selanjutnya menekan investasi di
sektor riil. Keputusan investasi dapat direpresentasikan dengan nilai Q-Tobin,
yang menunjukkan perbandingan antara nilai pasar perusahaan terhadap biaya
modal. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis pengaruh liberalisasi
keuangan terhadap investasi perusahaan sektor pertanian, industri dasar dan kimia
serta perbankan, dengan indikator nilai rasio Q-Tobin; (2) menganalisis pengaruh
liberalisasi keuangan dan kebijakan moneter terhadap investasi perusahaan sektor
pertanian, industri dasar dan kimia serta perbankan, dengan indikator nilai rasio
iv
Q-Tobin, dan (3) menganalisis pengaruh nilai Q-Tobin terhadap pertumbuhan riil
investasi sektoral.
Hasil analisis menunjukkan dari aspek makro bahwa FDI maupun
Investasi Portofolio berpengaruh negatif terhadap nilai Q-Tobin sektor industri
dasar dan kimia serta perbankan, akan tetapi berpengaruh positif terhadap nilai QTobin sektor pertanian. Pengaruh dari liberalisasi keuangan terhadap nilai QTobin dari masing-masing sektor dapat dikatakan relatif kecil, khususnya adalah
FDI. Dari aspek mikro, pinjaman perusahaan dan kapitalisasi pasar perusahaan
berpengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin, sebaliknya dengan aset perusahaan.
Kesamaan pola diantara sektor perbankan dan industri dasar dan kimia, dapat
dijelaskan dengan adanya hubungan kausal antara nilai Q-Tobin sektor perbankan
yang mempengaruhi nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia. Perhitungan
nilai Q-Tobin menunjukkan ada kesamaan pola nilai Q-Tobin dengan investasi
perusahaan di masing-masing sektor.
Pengaruh liberalisasi keuangan bersamaan dengan kebijakan moneter
terhadap nilai Q-Tobin masing-masing sektor menunjukkan adanya pengaruh
nyata dari suku bunga acuan yaitu SBI. Demikian pula dengan kebijakan uang
beredar (money supply, M2), yang berpengaruh nyata terhadap nilai Q-Tobin
sektor industri dasar dan kimia dan sektor perbankan. Dari aspek makro, baik SBI
dan uang beredar, keduanya memberikan pengaruh negatif terhadap nilai Q-Tobin
masing-masing sektor, kecuali pengaruh M2 terhadap nilai Q-Tobin sektor
pertanian. Financial deepening berupa rasio kapitalisasi pasar terhadap Gross
Domestic Product yang mencerminkan besarnya partisipan pasar, berpengaruh
nyata terhadap nilai Q-Tobin sektor pertanian, namun tidak pada kedua sektor
lainnya. Sedangkan rasio kredit terhadap GDP hanya berpengaruh nyata terhadap
sektor perbankan. Besarnya partisipan di pasar modal memberikan pengaruh
negatif terhadap nilai Q-Tobin sektor pertanian, sedangkan jumlah penyaluran
kredit memberikan pengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin sektor perbankan.
Artinya, bahwa nilai Q-Tobin dipengaruhi oleh liberalisasi keuangan dan
kebijakan moneter. Dari aspek mikro, pinjaman dan kapitalisasi pasar perusahaan
memberikan pengaruh positif, sebaliknya pada aset perusahaan.
Keputusan investasi di ke-3 (tiga) sektor memiliki pola hubungan negatif
dengan nilai Q-Tobin dari masing-masing sektor, demikian pula dengan struktur
modal. Struktur modal menggambarkan porsi dana internal (ekuitas) terhadap
total aset perusahaan memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan
investasi. Dalam model yang memasukkan pengaruh suku bunga pinjaman riel,
terdapat pengaruh nyata dari variabel ini terhadap pertumbuhan investasi di
masing-masing sektor. Pengaruh dari suku bunga pinjaman riel ini adalah positif
terhadap pertumbuhan investasi. Artinya, bunga pinjaman riil yang tinggi
merupakan insentif untuk melakukan investasi. Liberalisasi keuangan dan
kebijakan moneter tidak langsung berpengaruh terhadap keputusan investasi
perusahaan, sementara struktur permodalan menjadi salah satu pertimbangan
perusahaan untuk melakukan investasi.
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa dalam era liberalisasi keuangan,
terdapat pengaruh dari investasi portofolio terhadap nilai Q-Tobin dari masingmasing sektor, demikian pula dengan kebijakan moneter berupa pengaruh negatif
dari SBI terhadap nilai Q-Tobin masing-masing sektor. Namun demikian, tidak
terjadi pengaruh nilai Q-Tobin terhadap pertumbuhan investasi sektoral yang
v
diwakili oleh pertumbuhan investasi korporasi di sektor tersebut. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam era liberalisasi keuangan tidak terjadi
transmisi dari investasi portofolio ke sektor riil, namun sebaliknya justru terjadi
mekanisme transmisi dari sektor riil ke pasar modal berupa penempatan dana
jangka pendek dalam bentuk investasi portofolio.
Guna mengatasi aliran dana dari sektor riil ke investasi portofolio,
khususnya untuk sektor pertanian, maka diperlukan kebijakan khusus di pasar
modal melalui aturan Badan Pengawas Pasar Modal, mengenai pembatasan
kepemilikan saham dalam portofolio investasi oleh pihak investor asing,
khususnya untuk saham-saham emiten sektor pertanian. Hal ini untuk membatasi
investasi portofolio di sektor pertanian, yang pada akhirnya akan mengurangi
minat untuk melakukan investasi langsung di sektor primer ini.
Guna mengatasi volatilitas dari variabel makroekonomi seperti nilai tukar
dikarenakan transmisi gejolak di pasar keuangan, sehingga akan berpengaruh
terhadap kondisi perekonomian, maka diperlukan kebijakan pajak yang seragam
untuk setiap transaksi yang melibatkan nilai tukar di pasar keuangan, demikian
pula yang melibatkan transaksi pasar saham. Kebijakan ini dikenal sebagai teori
Tobin Tax. Pengenaan pajak atas setiap transaksi di pasar modal, akan
mengurangi keuntungan bersih dari investasi portofolio, sehingga menjadi
pertimbangan bagi investor saat menanamkan dananya di instrumen ini.
vi
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik
atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
vii
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR MAKRO-MIKRO
TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTORAL
DALAM ERA LIBERALISASI KEUANGAN:
ANALISIS Q-TOBIN
TRIAS ANDATI
DISERTASI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
Pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
viii
Ujian Tertutup
: Senin, 9 Januari 2012
Penguji Luar Komisi :
1. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.S.
Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
2. Dr. Ir. Arief Daryanto. M.Ec.
Direktur Program Manajemen Bisnis, Institut Pertanian
Bogor.
Wakil Program Studi : Dr. Ir. Suharno, M.S.
Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Ujian Terbuka
: Kamis, 19 Januari 2012
Penguji Luar Komisi :
1. Dr. Ir. Himawan Hariyoga, M.Sc.
Kepala Deputy Promosi, Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM)
2. Dr. Ir. Tarmiden Sitorus, M.Sc.
Staf Pengajar Universitas Pelita Harapan
Wakil Program Studi : Dr. Ir. Ratna Winandi, M.S.
Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
ix
Judul Disertasi
: Pengaruh Faktor-Faktor Makro – Mikro Terhadap
Pertumbuhan Investasi Sektoral Dalam Era
Liberalisasi Keuangan: Analisis Q – Tobin
Nama
: Trias Andati
NRP
: H.361060141
Program Studi
: Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec.
Ketua
Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S.
Anggota
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A.
Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian: 19 Januari 2012
Tanggal Lulus:
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara dari pasangan
Bapak Amak Jahri dan Ibu Sri Jatini. Penulis dilahirkan pada 17 April 1965 di
Magelang, Jawa Tengah. Pada tahun 1994, penulis menikah dengan Herman
Martua dan dikaruniai dua orang putra bernama Hardya Gustada Hikmahrachim
dan Harli Meidian Rahmanhadi.
Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor tahun 1988. Pada tahun 1989 penulis
melanjutkan studi di Program Wijawiyata Manajemen selama satu tahun di
Sekolah Tinggi Manajemen PPM (PPM Business School) di Jakarta dan tahun
1997 meneruskan dan menyelesaikan Program S2 di Institusi yang sama dengan
konsentrasi Manajemen Keuangan.
Pada tahun 1998 penulis mendapatkan
kesempatan melanjutkan studi S2 ke City University Business School (CASS)
London – United Kingdom mengambil Investment Management melalui beasiswa
British Chevening Award dan lulus pada tahun 1999. Kesempatan menempuh S3
diperoleh penulis pada tahun 2006.
Setelah lulus S1 pada tahun 1988 sampai dengan tahun 1989, penulis
bekerja sebagai staf Tanaman pada perkebunan kelapa sawit di PT Lembu Jaya di
Palembang, Sumatera Selatan.
Setelah menyelesaikan Program Wijawiyata
Manajemen, sejak tahun 1990, penulis menjadi Staf Profesional di Lembaga
Manajemen PPM di Jakarta, sampai dengan tahun 2004 dan sejak tahun 2005
sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Manajemen PPM.
Sejak 2006, penulis
mengajar di program Manajemen Bisnis, Institut Pertanian Bogor.
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pengaruh
Faktor-Faktor Makro – Mikro terhadap Pertumbuhan Investasi Sektoral dalam Era
Liberalisasi Keuangan: Analisis Q-Tobin.
Penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada Prof.
Dr. Ir Hermanto Siregar, M.Ec, Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A. dan Prof. Dr.
Ir. Noer Azam Achsani, M.S. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang
telah mengarahkan dan memberikan masukan dalam proses penelitian dan
pelaksanaan disertasi ini.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. Ir Bonar M. Sinaga, M.A selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Pertanian (EPN) dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan
dan proses pembelajaran selama penulis kuliah.
2. Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec dan Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.S selaku
penguji luar komisi, dan Dr. Ir. Suharno M.S. selaku penguji yang mewakili
program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan, Dr. M. Firdaus selaku Pimpinan
Sidang pada ujian tertutup.
3. Dr. Ir. Himawan Hariyoga, M.Sc dan Dr. Ir. Tarmiden Sitorus, M.Sc selaku
penguji luar komisi pada sidang ujian terbuka, dan Dr. Ir. Ratna Winandi,
M.S. selaku penguji yang mewakili program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
dan, Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. selaku Pimpinan Sidang pada ujian
terbuka.
4. Suami dan kedua anakku serta kedua orang tua yang telah sabar mendampingi
penulis dalam menyelesaikan studi ini.
5. Mas
Indra
atas
waktunya
untuk
berdiskusi
mengenai
pemodelan
ekonometrika. Ibu Nunu, Bapak Sapto, Bapak Adi dan Bapak Nurul dari
Badan Koordinasi Penanaman Modal atas waktunya untuk berdiskusi
mengenai data-data investasi.
6. Teman-teman program EPN angkatan 2006, Mbak Rubi, Mbak Yani, Mbak
Sofi, Ibu Kokom dan Mas Husein sebagai staf kependidikan program studi
xii
EPN yang senantiasa sabar dan membantu penulis dalam pengurusan
administrasi selama proses menyelesaikan studi.
7. Pihak-pihak lain yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu namun
telah banyak membantu dan serta memberikan saran dan informasi selama
penulisan disertasi ini.
Semoga Allah SWT menerima karya ini sebagai amal kebaikan dan juga
tanda rasa syukur penulis. Aamiin.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xviii
‘
Xx
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ Xxii
I. PENDAHULUAN ..........................................................................................
1.1.
1
Latar Belakang .....................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................................
12
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................
13
1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................................
13
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .......................................
14
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
15
2.1.
Liberalisasi Keuangan...........................................................................
15
2.1.1. Liberalisasi Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi ..................
15
2.1.2. Pengukuran dan IndikatorLiberalisasi Keuangan ....................
18
2.1.3. Isu Kritis dalam Liberalisasi Keuangan ....................................
21
2.1.4. Alokasi Kapital..........................................................................
23
2.1.5. Pasar Modal ...............................................................................
24
2.1.6. Kebijakan dan Transmisi Moneter ............................................
28
2.1.7. Kebijakan Pasar Keuangan .......................................................
30
2.2. Kajian Penelitian Terdahulu .................................................................
32
2.2.1. Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter ........................
32
2.2.2. Liberalisasi Keuangan dan Mekanisme Transmisi Moneter .....
35
2.2.3. Rasio Tobin Q dan Liberalisasi Keuangan................................
36
2.3. Kebijakan pada Sektor Keuangan di Indonesia ....................................
38
2.3.1. Perbankan ..................................................................................
38
2.3.2. Pasar Modal Indonesia ..............................................................
48
2.3.3. Kebijakan Penanaman Modal di Indonesia .................................
54
2.4. Hipotesis ...............................................................................................
58
xiv
2.5. Pemilihan Variabel ...............................................................................
59
2.6. Posisi Penelitian ....................................................................................
60
III. KERANGKA TEORI .....................................................................................
63
3.1. Mobilitas Modal .....................................................................................
63
3.2. Hubungan Antara Uang, Sukubunga dan Nilai Tukar ...........................
66
3.3. Liberalisasi Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi ...............................
69
3.4. Hubungan Investasi dengan Rasio Q-Tobin ..........................................
71
3.4.1. Investasi ......................................................................................
71
3.4.2. Rasio Q-Tobin .............................................................................
74
3.4.3. Pengukuran Q-Tobin ...................................................................
75
3.4.4. Implikasi Model Q ......................................................................
76
3.4.5. Pertumbuhan Output ...................................................................
3.5. Kebijakan dan Transmisi Moneter .........................................................
77
78
3.5.1. Kebijakan Moneter ......................................................................
78
3.5.2. Transmisi Moneter ......................................................................
80
3.5.2.1. Belanja Investasi ............................................................
82
3.5.2.2. Pengeluaran Konsumen .................................................
84
3.5.2.3. Perdagangan Internasional .............................................
85
3.6. Perkembangan Sektor Keuangan dan Mekanisme Transmisi Moneter .
3.7. Kerangka Pemikiran Penelitian .............................................................
87
88
IV. METODOLOGI PENELITIAN .....................................................................
91
4.1. Kerangka Analisis ..................................................................................
91
4.1.1. Pilihan Alat Analisis ...................................................................
91
4.1.2. Analisis untuk Mencapai Tujuan Penelitian ...............................
96
4.2. Spesifikasi Model ..................................................................................
98
4.2.1. Model Liberalisasi Keuangan ....................................................
100
4.2.1.1. Spesifikasi Model Liberalisasi Keuangan .....................
100
4.2.1.2. Data Model Liberalisasi Keuangan ...............................
101
xv
V.
4.2.2. Model Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan
Moneter .......................................................................................
103
4.2.3. Model Pertumbuhan Investasi Sektoral .....................................
104
4.3. Pengorganisasian Model Analisis ..........................................................
104
VARIABEL LIBERALISASI KEUANGAN DAN KEBIJAKAN
MONETER .....................................................................................................
107
5.1. Deskripsi Variabel Penelitian ................................................................
107
5.1.1. Deskripsi Data Liberalisasi Keuangan ........................................
107
5.1.1.1. Deskripsi Data Variabel Investasi Asing Langsung ......
107
5.1.1.2. Deskripsi Data Posisi Pinjaman Rupiah dan Valuta
Asing .............................................................................
108
5.1.1.3. Deskripsi Data Investasi Portofolio ..............................
109
5.1.1.4. Financial Deepening ..............................................
111
5.1.2. Deskripsi Data Variabel Kebijakan Moneter ..............................
113
5.1.2.1. Deskripsi Data Suku Bunga Acuan Bank Indonesia ...
113
5.1.2.2. Deskripsi Data Jumlah Uang Beredar ...........................
114
5.1.3. Deskripsi Data Variabel Makroekonomi ....................................
115
5.1.3.1. Deskripsi Data Nilai Tukar Rupiah terhadap US
Dollar..............................................................................
115
5.1.3.2. Deskripsi Data Cadangan Devisa .................................
116
5.1.3.3. Deskripsi Data Pertumbuhan Ekonomi .........................
117
5.1.3.4. Deskripsi Data Indeks Saham .......................................
118
5.1.3.4.1. Indeks Harga Saham Gabungan .................................
118
5.1.3.4.2. Indeks Harga Saham Sektoral.....................................
120
5.1.4. Deskripsi Data Variabel Emiten..................................................
123
5.1.5. Pengelompokkan Sektor..............................................................
124
5.1.5.1. Sektor Pertanian ............................................................
124
5.1.5.2. Sektor Industri Dasar dan Kimia ..................................
126
5.1.5.3. Sektor Perbankan ..........................................................
127
5.2. Analisis Nilai Q-Tobin dan Keputusan Investasi dan Pendanaan .........
128
5.2.1. Analisis Nilai Q-Tobin ................................................................
128
5.2.1.1. Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian .....................................
129
5.2.1.2. Nilai Q-Tobin Sektor Industri Dasar dan Kimia ...........
130
xvi
5.2.1.3. Nilai Q-Tobin Sektor Perbankan ...................................
132
5.2.1.4. Nilai Q-Tobin Tiga Sektor .............................................
133
5.2.2. Keputusan Investasi dan Keputusan Pendanaan Perusahaan
135
5.3. Uji Kausalitas Granger...........................................................................
137
5.4. Intisari Analisis Deskriptif dan Uji Kausalitas Granger ......................
139
VI. PENGARUH LIBERALISASI KEUANGAN DAN KEBIJAKAN
MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR
PERTANIAN, INDUSTRI DASAR DAN KIMIA DAN PERBANKAN .....
143
6.1. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor
Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan ............................
143
6.1.1. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin
Sektor Pertanian ...........................................................................
144
6.1.2. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin
Sektor Industri Dasar dan Kimia .................................................
151
6.1.3. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin
Sektor Perbankan .........................................................................
156
6.2. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap
Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan
Perbankan ...............................................................................................
161
6.2.1. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian ....................................
163
6.2.2. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Industri Dasar dan Kimia ...........
167
6.2.3. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Perbankan .................................
171
6.3. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap
Pertumbuhan Investasi Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia
dan Perbankan ........................................................................................
177
6.3.1. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Pertumbuhan Investasi Sektor Pertanian ......................
178
6.3.2. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Dasar dan
Kimia ...........................................................................................
180
6.3.3. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Pertumbuhan Investasi Sektor Perbankan.....................
182
6.3.4. Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi
Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan........
184
xvii
6.4. Intisari Analisis Panel Data
…………………………………………...
VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN .......................................
186
189
7.1. Kesimpulan ............................................................................................
189
7.2. Implikasi Kebijakan ...............................................................................
192
7.3. Saran Penelitian Lanjutan ......................................................................
194
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN....................................................................................................
xviii
197
205
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Karakteristik Pasar Saham Sebelum dan Sesudah Periode Liberalisasi
Keuangan ........................................................................................................
4
2. Liberalisasi Keuangan di Indonesia ...............................................................
8
3. Dimensi Liberalisasi Keuangan .....................................................................
20
4. Pengukuran Liberalisasi Keuangan ................................................................
20
5. Penelitian-penelitian Liberalisasi Keuangan: Capital Account, Pasar
Saham dan Moneter ........................................................................................
39
6. Ttren Rasio M2, Kredit, Tabungan dan Onvestasi Terhadap Gross
Domestic Product, Tahun 1983 sampai dengan 1997 ....................................
46
7. Variabel Penelitian .........................................................................................
61
8. Inovasi Keuangan dan Mekanisme Transmisi Moneter ..................................
87
9. Pengaruh Perkembangan Pasar Keuangan Terhadap Jalur Mekanisme
Transmisi Moneter .........................................................................................
88
10. Pengorganisasian Model Analisis Pengaruh Liberalisasi Keuangan .............
105
11. Data Perkembangan Rasio M2/GDP, Rasio Kredit/GDP dan Rasio
Kapitalisasi
Pasar/GDP,
periode
2002
–
2009
...............................................
113
12. Pengelompokkan Saham Berdasarka Industri (Bursa Efek Indonesia)
125
13. Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan,
Periode 2002-2009 .........................................................................................
134
14. Nilai Investasi Perusahaan di Subsektor Pertanian, Industri Dasar dan
Kimia dan Perbankan Periode 2002 - 2009 ....................................................
135
15. Keputusan Pendanaan dan Keputusan Investasi Perusahaan di Subsektor
Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan, 2002 - 2009 ................
137
16. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian,
Periode 2002 – 2009, Model Estimasi REM ..................................................
145
17. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Industri
Dasar dan Kimia, periode 2002 – 2009, Model Estimasi REM .....................
151
18. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor
Perbankan, periode 2002 – 2009, Model Estimasi REM ...............................
156
19. Ringkasan Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin
Sektor
Pertanian,
Industri
Dasar
dan
Perbankan
......................................................
162
20. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap Nilai
Q-Tobin Sektor Pertanian, Periode 2002 – 2009, Model REM .....................
164
xix
21. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap Nilai
Q-Tobin Sektor Industri Dasar dan Kimia, Periode 2002 – 2009, Model
REM ...............................................................................................................
168
22. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap Nilai QTobin Sektor Industri Perbankan, Periode 2002 – 2009, Model REM ...............
172
23. Ringkasan Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap
nilai Q-Tobin sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia, dan Perbankan
........................................................................................................................
176
24. Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi Riil Sektor
Pertanian, Periode 2002 – 2009, dengan Model Estimasi REM ........................
179
25. Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi Riil Sektor
Industri Dasar dan Kimia, Periode 2002 – 2009 Dengan Model Estimasi
REM ...............................................................................................................
180
26. Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi Riil Sektor
Perbankan, Periode 2002 – 2009 Dengan Model Estimasi REM ..................
182
27. Ringkasan Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi
Sektor Pertanian, Industri Dasardan Kimia dan Perbankan
....................................
183
28.
Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi Riil ke tiga
Sektor, periode 2002 – 2009 dengan model estimasi REM .........................
185
29. Keterkaitan Kebijakan yang Ada dengan Model Estimasi dan Kebijakan
yang Disarankan ...........................................................................................
187
xx
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Perkembangan Hambatan Mobilitas Modal di Negara-Negara G7
dan Negara Berkembang .................................................................................
3
2. Aktivitas Pasar Saham di Negara-Negara Berkembang Asia .........................
5
3. Rasio Investasi Terhadap Stok Kapital dari Beberapa Sektor di
Indonesia ................................................................................................
9
4. Nilai Rasio Tobin Q dari Beberapa Sektor di Indonesia ................................
10
5. Interaksi Antara Pasar Uang dengan Pasar Barang ................................
31
6. Hubungan Arus Modal Keluar Neto dengan Tingkat Bunga .........................
64
7. Perekonomian Terbuka Kecil dengan Mobilitas Modal Sempurna ................
65
8. Model Jangka Pendek dari Perekonomian Terbuka Besar .............................
67
9. Keseimbangan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing ................................
68
10. Pandangan Konvensional: De-represi Keuangan ................................
70
11. Mekanisme Transmisi Moneter dan Pengaruhnya terhadap
Komponen Pengeluaran dan Gross Domestic Product ................................
86
12. Kerangka Alur Pemikiran Penelitian ..............................................................
89
13. Kerangka Operaional Berdasarkan Variabel ..................................................
99
14. Perkembangan FDI Riil dan DDI Riil sejak 1995 sampai 2009
108
15. Pergerakan Kredit Sektor Ekonomi: Pertanian, Perindustrian dan
Jasa Dunia Usaha, Periode Januari 2002 – Desember 2009 ..........................
109
16. Perkembangan Investasi Portofolio Sejak 2001 sampai dengan
2009 ...............................................................................................................
110
17. Pergerakan Rasio M2, Kredit dan Kapitalisasi Pasar terhadap GDP
Periode 2002 sampai dengan 2009 ................................................................
112
18. Perkembangan SBI dan Bunga Investasi sejak 2002 sampai
dengan 2009 ................................................................................................
114
19. Perkembangan Money Supply sejak 2002 sampai dengan 2009 ....................
115
20. Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD sejak 1997 sampai
dengan 2009 ................................................................................................
115
21. Perkembangan Cadangan Devisa periode 1997 sampai dengan
2009 ................................................................................................................
117
22. Perkembangan Beberapa Variabel Makroekonomi Sejak 1997
sampai dengan 2009........................................................................................
117
23. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI Periode Januari
2001 – Desember 2009 ...................................................................................
119
xxi
24. Pergerakan Kapitalisasi Pasar Indeks Harga Saham Gabungan di
BEI Periode Januari 2001 – Desember 2009 ..................................................
119
25. Perkembangan Indeks Saham Sektor Pertanian (JAKAGRI)
Januari 2001 sampai dengan Desember 2009 .................................................
121
26. Perkembangan Indeks Saham Sektor Industri Dasar dan Kimia
(JAKBIND) Januari 2001 sampai dengan Desember 2009 ............................
122
27. Perkembangan Indeks Saham Sektor Keuangan (JAKFIN) Januari
2001 sampai dengan Desember 2009 .............................................................
123
28. Perkembangan Q-Tobin Beberapa Emiten Sektor Pertanian, Januari
2002 sampai dengan Desember 2009 ................................................................
129
29. Perkembangan Kapitalisasi Saham Sektor Pertanian, Januari 2001
sampai dengan Desember 2009 ................................................................
130
30. Perkembangan Q-Tobin Beberapa Emiten Sektor Industri Dasar
dan Kimia, Januari 2002 sampai dengan Desember 2009 ..............................
131
31. Perkembangan Kapitalisasi Saham Sektor Industri Dasar dan
Kimia, Januari 2001 sampai dengan Desember 2009 ................................
131
32. Perkembangan Q-Tobin Beberapa Emiten Subsektor Perbankan,
Januari 2002 sampai dengan Desember 2009 .................................................
132
33. Perkembangan Kapitalisasi Saham Sektor Keuangan, Januari 2001
sampai dengan Desember 2009 ................................................................
133
34. Perkembangan Q-Tobin dari Sektor Pertanian – Industri Dasar dan
Kimia dan Perbankan, Januari 2002 sampai dengan Desember
2009 ................................................................................................................
134
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Kerangka Ruang Lingkup Penelitian .......................................
207
2.
Daftar Sampel Perusahaan ................................................................
208
3.
Uji Granger Causality .................................................................................... 209
4.
Model Estimasi Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai
Q-Tobin Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan
perbankan dengan Menggunakan Model Estimasi Pooled Least
Square, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model dengan
Program EViews 6 ......................................................................................... 211
5.
Model Estimasi Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan
Moneter terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian, Industri
Dasar dan Kimia dan perbankan dengan Menggunakan Model
Estimasi Pooled Least Square, Fixed Effect Model, dan Random
Effect Model dengan Program EViews 6 ....................................................... 241
6.
Model Estimasi Pengaruh Financial Deepening terhadap Nilai
Q-Tobin Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan
perbankan dengan Menggunakan Model Estimasi Pooled Least
Square, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model dengan
Program EViews 6 .......................................................................................... 273
7.
Model Estimasi Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan
Moneter terhadap Pertumbuhan Investasi Sektor Pertanian,
Industri Dasar dan Kimia dan perbankan dengan Menggunakan
Model Estimasi Pooled Least Square, Fixed Effect Model, dan
Random Effect Model dengan Program EViews 6 ................................
xxiii
300
ABSTRACT
TRIAS ANDATI. Macro – Micro Factors Effects to Sectoral Investment Growth
in Financial Liberalization Era: Q-Tobin Analysis. (HERMANTO SIREGAR as
Chairman, BONAR M. SINAGA and NOER AZAM ACHSANI as members of
the Advisory Committee)
This research attempts to analyze macro and micro factors affecting the
sectors’ investment growth in the era of financial liberalization. Q-Tobin ratio is
used as an indicator of sectoral investment growth to provide insights into
corporate investment decision. Using annual data of 64 listed company’s
financial report from 2002 to 2009, the results show that the financial
liberalization variables such as Foreign Direct Investment (FDI) and Investment
Portfolio give the positive effects to Q-Tobin agricultural sector, otherwise to
Basic and Chemical Industry and Banking sectors. There were transmition
mechanisms from real sectors to financial sectors but not the other way around.
Increase of financial deepening give positive effect to Q-Tobin of Basic and
Chemical Industry sector and Banking, otherwise to agricultural sector. SBI has
negative effect to Q-Tobin all sectors, while the effect of loan interest rates to
Basic and Chemical and Banking sectors was positive. Money supply has
negative effect to Q-Tobin of Basic and Chemical Industry sector and Banking.
Fixed asset investment of all three sectors has same patterns of Q-Tobin, and
increased from 2002 to 2009, while at the year of 2008, Q-Tobin of all sectors
were experienced decrease due to financial crisis. Company’s loan give positive
effect to Q-Tobin, while total assets give negative effects. Q-Tobin gives negative
effect to real investment growth of Basic and Chemical Industry and Banking
sectors, and also the company’s capital structure of Basic and Chemical Industry
sector. Real loan interest rates give positive effect to real investment growth.
Furthermore, there should be rationing of portfolio investment in agriculture
sector, to prevent the funds flow from real sector to financial sector. Tobin Tax
theory is suggested to be implemented in any financial transactions. Further
research is suggested to analyze the effect of financial liberalization on
agricultural sector private company’s investment.
Keywords: Investment, Financial Liberalization, Q-Tobin, Panel Data.
i
RINGKASAN
TRIAS ANDATI. Pengaruh Faktor – Faktor Makro – Mikro terhadap
Pertumbuhan Investasi Sektoral dalam Era Liberalisasi Keuangan: Analisis Tobin
– Q. (HERMANTO SIREGAR sebagai Ketua, BONAR M. SINAGA dan NOER
AZAM ACHSANI sebagai Anggota Komisi Pembimbing)
Dalam perekonomian terbuka, liberalisasi keuangan dapat mendorong
aliran modal (kapital), sehingga pada tingkat suku bunga tertentu, sumber dana
eksternal dapat bersaing dengan sumber dana internal. Liberalisasi keuangan di
Indonesia diawali saat reformasi sektor keuangan tahun 1988, 1990 dan 1991
untuk meningkatkan mobilisasi dana dari individu (penabung) demi mendorong
laju investasi pada sektor produktif melalui peran perantara (intermediaries), yang
berlanjut saat terjadi krisis keuangan dan moneter di beberapa negara Asia. Bila
dilihat dari realisasi investasi domestik (PMDN, Penanaman Modal Dalam
Negeri) pada periode 1990-2008 meningkat sepuluh kali (dari Rp 2 398.6 miliar
menjadi Rp 20 363.4 miliar) dan nilai Penanaman Modal Asing (FDI, Foreign
Direct Investment) meningkat duapuluh kali (dari US$ 706 juta menjadi US$ 14
871.4). Namun, pertumbuhan investasi tahunan Indonesia cenderung mengalami
penurunan, dari 14.7 persen (2004) menjadi 2 persen (2007), meskipun tahun
2009 menunjukkan peningkatan. Selain itu, terdapat pola pertumbuhan yang tidak
searah dari realisasi investasi PMDN berdasarkan sektor.
Pada sektor primer, terjadi penurunan nilai realisasi investasi hampir
seperempatnya dari Rp 5 577.2 miliar (2005) menjadi Rp 640 miliar (2008),
sementara untuk industri sekunder misalnya makanan terjadi peningkatan hampir
dua kali lipat dari Rp 4 490.8 miliar (2005) menjadi Rp 8 192 miliar di tahun
2008 (BKPM, Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2008). Pada sektor
keuangan, terdapat peningkatan nilai nominal transaksi saham dari Rp 21.7 triliun
(1995) menjadi Rp 300 triliun (2008). Peningkatan transaksi pasar modal sebagai
alternatif sumber pembiayaan bagi swasta, seharusnya memberikan peluang bagi
perusahaan untuk melakukan investasi stok kapital. Namun, perkembangan
sektor keuangan lambat laun meninggalkan sektor riil, dan telah menjadi bisnis
tersendiri. Pasar keuangan tidak lagi sekedar mekanisme untuk menyediakan
tabungan bagi investor sektor produksi, sehingga ada kecenderungan kurang
terkait dengan investasi jangka panjang sektor produksi.
Beberapa masalah pokok yang terjadi mencakup penurunan FDI dan
peningkatan investasi portofolio, sejalan dengan penurunan investasi langsung
dan peningkatan bursa saham Indonesia. Di sisi lain, kebijakan otoritas moneter
berupa suku bunga patokan tidak selalu diikuti oleh perbankan, dengan suku
bunga kredit yang tidak banyak berubah, yang selanjutnya menekan investasi di
sektor riil. Keputusan investasi dapat direpresentasikan dengan nilai Q-Tobin,
yang menunjukkan perbandingan antara nilai pasar perusahaan terhadap biaya
modal. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis pengaruh liberalisasi
keuangan terhadap investasi perusahaan sektor pertanian, industri dasar dan kimia
serta perbankan, dengan indikator nilai rasio Q-Tobin; (2) menganalisis pengaruh
liberalisasi keuangan dan kebijakan moneter terhadap investasi perusahaan sektor
pertanian, industri dasar dan kimia serta perbankan, dengan indikator nilai rasio
ii
Q-Tobin, dan (3) menganalisis pengaruh nilai Q-Tobin terhadap pertumbuhan riil
investasi sektoral.
Hasil analisis menunjukkan dari aspek makro bahwa FDI maupun
Investasi Portofolio berpengaruh negatif terhadap nilai Q-Tobin sektor industri
dasar dan kimia serta perbankan, akan tetapi berpengaruh positif terhadap nilai QTobin sektor pertanian. Pengaruh dari liberalisasi keuangan terhadap nilai QTobin dari masing-masing sektor dapat dikatakan relatif kecil, khususnya adalah
FDI. Dari aspek mikro, pinjaman perusahaan dan kapitalisasi pasar perusahaan
berpengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin, sebaliknya dengan aset perusahaan.
Kesamaan pola diantara sektor perbankan dan industri dasar dan kimia, dapat
dijelaskan dengan adanya hubungan kausal antara nilai Q-Tobin sektor perbankan
yang mempengaruhi nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia. Perhitungan
nilai Q-Tobin menunjukkan ada kesamaan pola nilai Q-Tobin dengan investasi
perusahaan di masing-masing sektor.
Pengaruh liberalisasi keuangan bersamaan dengan kebijakan moneter
terhadap nilai Q-Tobin masing-masing sektor menunjukkan adanya pengaruh
nyata dari suku bunga acuan yaitu SBI. Demikian pula dengan kebijakan uang
beredar (money supply, M2), yang berpengaruh nyata terhadap nilai Q-Tobin
sektor industri dasar dan kimia dan sektor perbankan. Dari aspek makro, baik SBI
dan uang beredar, keduanya memberikan pengaruh negatif terhadap nilai Q-Tobin
masing-masing sektor, kecuali pengaruh M2 terhadap nilai Q-Tobin sektor
pertanian. Financial deepening berupa rasio kapitalisasi pasar terhadap Gross
Domestic Product yang mencerminkan besarnya partisipan pasar, berpengaruh
nyata terhadap nilai Q-Tobin sektor pertanian, namun tidak pada kedua sektor
lainnya. Sedangkan rasio kredit terhadap GDP hanya berpengaruh nyata terhadap
sektor perbankan. Besarnya partisipan di pasar modal memberikan pengaruh
negatif terhadap nilai Q-Tobin sektor pertanian, sedangkan jumlah penyaluran
kredit memberikan pengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin sektor perbankan.
Artinya, bahwa nilai Q-Tobin dipengaruhi oleh liberalisasi keuangan dan
kebijakan moneter. Dari aspek mikro, pinjaman dan kapitalisasi pasar perusahaan
memberikan pengaruh positif, sebaliknya pada aset perusahaan.
Keputusan investasi di ke-3 (tiga) sektor memiliki pola hubungan negatif
dengan nilai Q-Tobin dari masing-masing sektor, demikian pula dengan struktur
modal. Struktur modal menggambarkan porsi dana internal (ekuitas) terhadap
total aset perusahaan memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan
investasi. Dalam model yang memasukkan pengaruh suku bunga pinjaman riel,
terdapat pengaruh nyata dari variabel ini terhadap pertumbuhan investasi di
masing-masing sektor. Pengaruh dari suku bunga pinjaman riel ini adalah positif
terhadap pertumbuhan investasi. Artinya, bunga pinjaman riil yang tinggi
merupakan insentif untuk melakukan investasi. Liberalisasi keuangan dan
kebijakan moneter tidak langsung berpengaruh terhadap keputusan investasi
perusahaan, sementara struktur permodalan menjadi salah satu pertimbangan
perusahaan untuk melakukan investasi.
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa dalam era liberalisasi keuangan,
terdapat pengaruh dari investasi portofolio terhadap nilai Q-Tobin dari masingmasing sektor, demikian pula dengan kebijakan moneter berupa pengaruh negatif
dari SBI terhadap nilai Q-Tobin masing-masing sektor. Namun demikian, tidak
terjadi pengaruh nilai Q-Tobin terhadap pertumbuhan investasi sektoral yang
iii
diwakili oleh pertumbuhan investasi korporasi di sektor tersebut. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam era liberalisasi keuangan tidak terjadi
transmisi dari investasi portofolio ke sektor riil, namun sebaliknya justru terjadi
mekanisme transmisi dari sektor riil ke pasar modal berupa penempatan dana
jangka pendek dalam bentuk investasi portofolio.
Guna mengatasi aliran dana dari sektor riil ke investasi portofolio,
khususnya untuk sektor pertanian, maka diperlukan kebijakan khusus di pasar
modal melalui aturan Badan Pengawas Pasar Modal, mengenai pembatasan
kepemilikan saham dalam portofolio investasi oleh pihak investor asing,
khususnya untuk saham-saham emiten sektor pertanian. Hal ini untuk membatasi
investasi portofolio di sektor pertanian, yang pada akhirnya akan mengurangi
minat untuk melakukan investasi langsung di sektor primer ini.
Guna mengatasi volatilitas dari variabel makroekonomi seperti nilai tukar
dikarenakan transmisi gejolak di pasar keuangan, sehingga akan berpengaruh
terhadap kondisi perekonomian, maka diperlukan kebijakan pajak yang seragam
untuk setiap transaksi yang melibatkan nilai tukar di pasar keuangan, demikian
pula yang melibatkan transaksi pasar saham. Kebijakan ini dikenal sebagai teori
Tobin Tax. Pengenaan pajak atas setiap transaksi di pasar modal, akan
mengurangi keuntungan bersih dari investasi portofolio, sehingga menjadi
pertimbangan bagi investor saat menanamkan dananya di instrumen ini.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xviii
‘
xx
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xxii
I. PENDAHULUAN ..........................................................................................
1.1.
1
Latar Belakang .....................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................................
12
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................
13
1.4. Kegunaan Penelitian .............................................................................
13
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .......................................
14
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
15
2.1.
Liberalisasi Keuangan ...........................................................................
15
2.1.1. Liberalisasi Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi ..................
15
2.1.2. Pengukuran dan IndikatorLiberalisasi Keuangan .....................
18
2.1.3. Isu Kritis dalam Liberalisasi Keuangan ....................................
21
2.1.4. Alokasi Kapital ..........................................................................
23
2.1.5. Pasar Modal ...............................................................................
24
2.1.6. Kebijakan dan Transmisi Moneter ............................................
28
2.1.7. Kebijakan Pasar Keuangan ........................................................
30
2.2. Kajian Penelitian Terdahulu ..................................................................
32
2.2.1. Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter ........................
32
2.2.2. Liberalisasi Keuangan dan Mekanisme Transmisi Moneter .....
35
2.2.3. Rasio Tobin Q dan Liberalisasi Keuangan ................................
36
2.3. Kebijakan pada Sektor Keuangan di Indonesia ....................................
38
2.3.1. Perbankan ..................................................................................
38
2.3.2. Pasar Modal Indonesia ..............................................................
48
xiii
2.3.3. Kebijakan Penanaman Modal di Indonesia .................................
54
2.4. Hipotesis................................................................................................
58
2.5.
Pemilihan Variabel ................................................................................
59
2.6. Posisi Penelitian ....................................................................................
60
III. KERANGKA TEORI .....................................................................................
63
3.1. Mobilitas Modal .....................................................................................
63
3.2. Hubungan Antara Uang, Sukubunga dan Nilai Tukar ...........................
66
3.3. Liberalisasi Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi ...............................
69
3.4. Hubungan Investasi dengan Rasio Q-Tobin ..........................................
71
3.4.1. Investasi .......................................................................................
71
3.4.2. Rasio Q-Tobin .............................................................................
74
3.4.3. Pengukuran Q-Tobin ...................................................................
75
3.4.4. Implikasi Model Q.......................................................................
76
3.4.5. Pertumbuhan Output....................................................................
3.5. Kebijakan dan Transmisi Moneter .........................................................
77
78
3.5.1. Kebijakan Moneter ......................................................................
78
3.5.2. Transmisi Moneter ......................................................................
80
3.5.2.1. Belanja Investasi ............................................................
82
3.5.2.2. Pengeluaran Konsumen .................................................
84
3.5.2.3. Perdagangan Internasional .............................................
85
3.6. Perkembangan Sektor Keuangan dan Mekanisme Transmisi Moneter..
3.7. Kerangka Pemikiran Penelitian ..............................................................
87
88
IV. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................
91
4.1. Kerangka Analisis ..................................................................................
91
4.1.1. Pilihan Alat Analisis ....................................................................
91
4.1.2. Analisis untuk Mencapai Tujuan Penelitian ................................
96
xiv
V.
4.2. Spesifikasi Model ...................................................................................
98
4.2.1. Model Liberalisasi Keuangan .....................................................
100
4.2.1.1. Spesifikasi Model Liberalisasi Keuangan ......................
100
4.2.1.2. Data Model Liberalisasi Keuangan ................................
101
4.2.2. Model Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan
Moneter .......................................................................................
103
4.2.3. Model Pertumbuhan Investasi Sektoral ......................................
104
4.3. Pengorganisasian Model Analisis ..........................................................
104
VARIABEL LIBERALISASI KEUANGAN DAN KEBIJAKAN
MONETER .....................................................................................................
107
5.1. Deskripsi Variabel Penelitian.................................................................
107
5.1.1. Deskripsi Data Liberalisasi Keuangan ........................................
107
5.1.1.1. Deskripsi Data Variabel Investasi Asing Langsung ......
107
5.1.1.2. Deskripsi Data Posisi Pinjaman Rupiah dan Valuta
Asing ..............................................................................
108
5.1.1.3. Deskripsi Data Investasi Portofolio ..............................
109
5.1.1.4. Financial Deepening ..............................................
111
5.1.2. Deskripsi Data Variabel Kebijakan Moneter ..............................
113
5.1.2.1. Deskripsi Data Suku Bunga Acuan Bank Indonesia ....
113
5.1.2.2. Deskripsi Data Jumlah Uang Beredar ............................
114
5.1.3. Deskripsi Data Variabel Makroekonomi .....................................
115
5.1.3.1. Deskripsi Data Nilai Tukar Rupiah terhadap US
Dollar ..............................................................................
115
5.1.3.2. Deskripsi Data Cadangan Devisa ..................................
116
5.1.3.3. Deskripsi Data Pertumbuhan Ekonomi ..........................
117
5.1.3.4. Deskripsi Data Indeks Saham .......................................
118
5.1.3.4.1. Indeks Harga Saham Gabungan ..................................
118
5.1.3.4.2. Indeks Harga Saham Sektoral .....................................
120
5.1.4. Deskripsi Data Variabel Emiten ..................................................
123
5.1.5. Pengelompokkan Sektor ..............................................................
124
5.1.5.1. Sektor Pertanian ............................................................
124
xv
5.1.5.2. Sektor Industri Dasar dan Kimia ...................................
126
5.1.5.3. Sektor Perbankan ..........................................................
127
5.2. Analisis Nilai Q-Tobin dan Keputusan Investasi dan Pendanaan ..........
128
5.2.1. Analisis Nilai Q-Tobin ................................................................
128
5.2.1.1. Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian .....................................
129
5.2.1.2. Nilai Q-Tobin Sektor Industri Dasar dan Kimia ............
130
5.2.1.3. Nilai Q-Tobin Sektor Perbankan ...................................
132
5.2.1.4. Nilai Q-Tobin Tiga Sektor .............................................
133
5.2.2. Keputusan Investasi dan Keputusan Pendanaan Perusahaan
135
5.3. Uji Kausalitas Granger ...........................................................................
137
5.4. Intisari Analisis Deskriptif dan Uji Kausalitas Granger ......................
139
VI. PENGARUH LIBERALISASI KEUANGAN DAN KEBIJAKAN
MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR
PERTANIAN, INDUSTRI DASAR DAN KIMIA DAN PERBANKAN .....
143
6.1. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor
Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan .............................
143
6.1.1. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin
Sektor Pertanian ...........................................................................
144
6.1.2. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin
Sektor Industri Dasar dan Kimia..................................................
151
6.1.3. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin
Sektor Perbankan .........................................................................
156
6.2. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap
Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan
Perbankan ...............................................................................................
161
6.2.1. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian ....................................
163
6.2.2. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Industri Dasar dan Kimia ...........
167
6.2.3. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Perbankan ..................................
171
6.3. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap
Pertumbuhan Investasi Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia
dan Perbankan ........................................................................................
177
xvi
6.3.1. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Pertumbuhan Investasi Sektor Pertanian .......................
178
6.3.2. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Dasar dan
Kimia............................................................................................
180
6.3.3. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Pertumbuhan Investasi Sektor Perbankan .....................
182
6.3.4. Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi
Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan ........
184
6.4. Intisari Analisis Panel Data
…………………………………………...
VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ........................................
186
189
7.1. Kesimpulan ............................................................................................
189
7.2. Implikasi Kebijakan ...............................................................................
192
7.3. Saran Penelitian Lanjutan ......................................................................
194
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN ....................................................................................................
xvii
197
205
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Karakteristik Pasar Saham Sebelum dan Sesudah Periode Liberalisasi
Keuangan.........................................................................................................
4
2. Liberalisasi Keuangan di Indonesia ................................................................
8
3. Dimensi Liberalisasi Keuangan ......................................................................
20
4. Pengukuran Liberalisasi Keuangan .................................................................
20
5. Penelitian-penelitian Liberalisasi Keuangan: Capital Account, Pasar
Saham dan Moneter.........................................................................................
39
6. Ttren Rasio M2, Kredit, Tabungan dan Onvestasi Terhadap Gross
Domestic Product, Tahun 1983 sampai dengan 1997 .....................................
46
7. Variabel Penelitian ..........................................................................................
61
8. Inovasi Keuangan dan Mekanisme Transmisi Moneter...................................
87
9. Pengaruh Perkembangan Pasar Keuangan Terhadap Jalur Mekanisme
Transmisi Moneter ..........................................................................................
88
10. Pengorganisasian Model Analisis Pengaruh Liberalisasi Keuangan ..............
105
11. Data Perkembangan Rasio M2/GDP, Rasio Kredit/GDP dan Rasio
Kapitalisasi
Pasar/GDP,
periode
2002
–
2009
...............................................
113
12. Pengelompokkan Saham Berdasarka Industri (Bursa Efek Indonesia)
125
13. Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan,
Periode 2002-2009 ..........................................................................................
134
14. Nilai Investasi Perusahaan di Subsektor Pertanian, Industri Dasar dan
Kimia dan Perbankan Periode 2002 - 2009.....................................................
135
15. Keputusan Pendanaan dan Keputusan Investasi Perusahaan di Subsektor
Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan, 2002 - 2009 .................
137
16. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian,
Periode 2002 – 2009, Model Estimasi REM ...................................................
145
17. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Industri
Dasar dan Kimia, periode 2002 – 2009, Model Estimasi REM ......................
151
18. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor
Perbankan, periode 2002 – 2009, Model Estimasi REM ................................
156
19. Ringkasan Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin
Sektor
Pertanian,
Industri
Dasar
dan
Perbankan
......................................................
162
20. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap Nilai
164
xviii
Q-Tobin Sektor Pertanian, Periode 2002 – 2009, Model REM ......................
21. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap Nilai
Q-Tobin Sektor Industri Dasar dan Kimia, Periode 2002 – 2009, Model
REM ................................................................................................................
168
22. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap Nilai QTobin Sektor Industri Perbankan, Periode 2002 – 2009, Model REM ................
172
23. Ringkasan Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap
nilai Q-Tobin sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia, dan Perbankan
........................................................................................................................
176
24. Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi Riil Sektor
Pertanian, Periode 2002 – 2009, dengan Model Estimasi REM .........................
179
25. Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi Riil Sektor
Industri Dasar dan Kimia, Periode 2002 – 2009 Dengan Model Estimasi
REM ................................................................................................................
180
26. Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi Riil Sektor
Perbankan, Periode 2002 – 2009 Dengan Model Estimasi REM ...................
182
27. Ringkasan Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi
Sektor Pertanian, Industri Dasardan Kimia dan Perbankan
....................................
183
28.
Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi Riil ke tiga
Sektor, periode 2002 – 2009 dengan model estimasi REM .........................
185
29. Keterkaitan Kebijakan yang Ada dengan Model Estimasi dan Kebijakan
yang Disarankan ...........................................................................................
187
xix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Perkembangan Hambatan Mobilitas Modal di Negara-Negara G7
dan Negara Berkembang .................................................................................
3
2. Aktivitas Pasar Saham di Negara-Negara Berkembang Asia .........................
5
3. Rasio Investasi Terhadap Stok Kapital dari Beberapa Sektor di
Indonesia ................................................................................................
9
4. Nilai Rasio Tobin Q dari Beberapa Sektor di Indonesia ................................
10
5. Interaksi Antara Pasar Uang dengan Pasar Barang ................................
31
6. Hubungan Arus Modal Keluar Neto dengan Tingkat Bunga ..........................
64
7. Perekonomian Terbuka Kecil dengan Mobilitas Modal Sempurna ................
65
8. Model Jangka Pendek dari Perekonomian Terbuka Besar..............................
67
9. Keseimbangan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing ................................
68
10. Pandangan Konvensional: De-represi Keuangan ................................
70
11. Mekanisme Transmisi Moneter dan Pengaruhnya terhadap
Komponen Pengeluaran dan Gross Domestic Product ................................
86
12. Kerangka Alur Pemikiran Penelitian ..............................................................
89
13. Kerangka Operaional Berdasarkan Variabel ...................................................
99
14. Perkembangan FDI Riil dan DDI Riil sejak 1995 sampai 2009
108
15. Pergerakan Kredit Sektor Ekonomi: Pertanian, Perindustrian dan
Jasa Dunia Usaha, Periode Januari 2002 – Desember 2009 ..........................
109
16. Perkembangan Investasi Portofolio Sejak 2001 sampai dengan
2009 ................................................................................................................
110
17. Pergerakan Rasio M2, Kredit dan Kapitalisasi Pasar terhadap GDP
Periode 2002 sampai dengan 2009 ................................................................
112
18. Perkembangan SBI dan Bunga Investasi sejak 2002 sampai
dengan 2009 ................................................................................................
114
19. Perkembangan Money Supply sejak 2002 sampai dengan 2009 ....................
115
20. Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD sejak 1997 sampai
dengan 2009 ................................................................................................
115
21. Perkembangan Cadangan Devisa periode 1997 sampai dengan
2009 .................................................................................................................
117
22. Perkembangan Beberapa Variabel Makroekonomi Sejak 1997
sampai dengan 2009 ........................................................................................
117
xx
23. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI Periode Januari
2001 – Desember 2009....................................................................................
119
24. Pergerakan Kapitalisasi Pasar Indeks Harga Saham Gabungan di
BEI Periode Januari 2001 – Desember 2009 ..................................................
119
25. Perkembangan Indeks Saham Sektor Pertanian (JAKAGRI)
Januari 2001 sampai dengan Desember 2009 .................................................
121
26. Perkembangan Indeks Saham Sektor Industri Dasar dan Kimia
(JAKBIND) Januari 2001 sampai dengan Desember 2009 ............................
122
27. Perkembangan Indeks Saham Sektor Keuangan (JAKFIN) Januari
2001 sampai dengan Desember 2009..............................................................
123
28. Perkembangan Q-Tobin Beberapa Emiten Sektor Pertanian, Januari
2002 sampai dengan Desember 2009................................................................
129
29. Perkembangan Kapitalisasi Saham Sektor Pertanian, Januari 2001
sampai dengan Desember 2009................................................................
130
30. Perkembangan Q-Tobin Beberapa Emiten Sektor Industri Dasar
dan Kimia, Januari 2002 sampai dengan Desember 2009 ..............................
131
31. Perkembangan Kapitalisasi Saham Sektor Industri Dasar dan
Kimia, Januari 2001 sampai dengan Desember 2009 ................................
131
32. Perkembangan Q-Tobin Beberapa Emiten Subsektor Perbankan,
Januari 2002 sampai dengan Desember 2009 .................................................
132
33. Perkembangan Kapitalisasi Saham Sektor Keuangan, Januari 2001
sampai dengan Desember 2009................................................................
133
34. Perkembangan Q-Tobin dari Sektor Pertanian – Industri Dasar dan
Kimia dan Perbankan, Januari 2002 sampai dengan Desember
2009 .................................................................................................................
134
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Kerangka Ruang Lingkup Penelitian .......................................
207
2.
Daftar Sampel Perusahaan ................................................................
208
3.
Uji Granger Causality .................................................................................... 209
4.
Model Estimasi Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai
Q-Tobin Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan
perbankan dengan Menggunakan Model Estimasi Pooled Least
Square, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model dengan
Program EViews 6 ........................................................................................ 211
5.
Model Estimasi Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan
Moneter terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian, Industri
Dasar dan Kimia dan perbankan dengan Menggunakan Model
Estimasi Pooled Least Square, Fixed Effect Model, dan Random
Effect Model dengan Program EViews 6 ....................................................... 241
6.
Model Estimasi Pengaruh Financial Deepening terhadap Nilai
Q-Tobin Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan
perbankan dengan Menggunakan Model Estimasi Pooled Least
Square, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model dengan
Program EViews 6 ......................................................................................... 273
7.
Model Estimasi Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan
Moneter terhadap Pertumbuhan Investasi Sektor Pertanian,
Industri Dasar dan Kimia dan perbankan dengan Menggunakan
Model Estimasi Pooled Least Square, Fixed Effect Model, dan
Random Effect Model dengan Program EViews 6 ................................
xxii
300
1
I. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Hubungan antara liberalisasi keuangan dengan perekonomian telah banyak
menjadi perhatian sepanjang perekonomian modern.
Liberalisasi keuangan
diharapkan dapat memberikan dampak positif langsung terhadap kinerja
perekonomian maupun tidak langsung terhadap rumahtangga.
Selain itu
liberalisasi keuangan diharapkan meningkatkan efisiensi dan stabilitas sistem
keuangan (Levine, 1997).
Dalam perekonomian terbuka, liberalisasi keuangan
merupakan faktor utama yang dapat mendorong aliran modal (kapital). Sumber
dana dapat berasal dari mana saja, sehingga pada tingkat suku bunga tertentu,
sumber dana eksternal dapat bersaing dengan sumber dana internal.
Pendukung liberalisasi keuangan menyatakan bahwa dengan adanya
liberalisasi keuangan akan terjadi mobilitas tabungan alokasi kapital untuk
penggunaan yang lebih produktif, karena meningkatkan modal fisik dan
produktivitas. Oleh karena itu, liberalisasi keuangan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, dan mengurangi kemiskinan. Demikian pula halnya liberalisasi dalam
pasar modal, yang telah mengalami pertumbuhan secara drastis baik ukuran
maupun integrasinya. Globalisasi yang terjadi pada pasar modal, mengakibatkan
terjadinya fully integrated market, artinya para pemodal dapat melakukan
diversifikasi investasi di mana saja tanpa hambatan. Seiring dengan itu perhatian
mengenai integrasi keuanganpun meningkat akhir-akhir ini yang pada awalnya
merupakan manifestasi pertumbuhan aliran modal diantara negara maju. Sebagai
respons atas penghapusan pengawasan modal, inovasi keuangan dan kemajuan
teknologi, integrasi keuanganpun secara berkelanjutan menyebar ke negara-negara
2
berkembang. Aliran modal bersih dan kotor diantara perekonomian maju dan
berkembang telah meningkat. Integrasi keuangan juga telah menjadi bukti adanya
korelasi tinggi diantara return atau harga, terutama untuk kelas asset tertentu
seperti obligasi perusahaan maupun obligasi dan saham terbaik di suatu negara
berkembang.
Pada dasarnya liberalisasi keuangan merupakan bagian dari suatu reaksi
global terhadap ideologi Keynesian setelah periode perang Dunia II.
Dalam
sistem Bretton Woods, nilai tukar tetap dan kontrol kapital (modal) bertujuan
untuk melindungi negara-negara dari ketidakstabilan akibat guncangan eksternal.
Liberalisasi keuangan diawali sejak dipatahkannya sistem Bretton Woods pada
sekitar 1970an yang memuncak pada 1980an dengan tujuan menghapuskan
kendali pemerintah dan membiarkan pasar untuk beroperasi secara bebas.
Kecenderungan liberalisasi keuangan di negara berkembang ini dinamakan
Konsensus Washington oleh Williamson (1990) yang memasukkan penghapusan
kontrol atas investasi asing langsung (tidak termasuk aliran portofolio keuangan)
dalam daftar kebijakannya (Joyce and Noy, 2005).
Konsensus Washington menekankan kepada pembuatan kebijakan
finansial dan makroekonomi yang hati-hati (prudent), nilai tukar mata uang yang
kompetitif, liberalisasi sektor keuangan dan perdagangan, privatisasi, dan
deregulasi. Kebijakan-kebijakan ini secara implisit mengajak pemerintah/negara
“menahan diri” untuk tidak turut campur langsung dalam kegiatan ekonomi,
melainkan justru lebih memfokuskan kepada kebijakan moneter, menjamin hak
kepemilikan (property rights), dan menyiapkan infrastruktur pendidikan dasar
(Yustika, 2004). Menurut Simmons dan Elkins (2004) dalam Joyce and Noy
(2005) penghapusan kontrol kapital merupakan bagian dari proses difusi
3
kebijakan yang menempatkan negara-negara untuk berkompetisi dalam modal
internasional.
Pada
awal
tahun
1980an,
liberalisasi
dan
reformasi
keuangan
meningkatkan peran pasar dalam penentuan suku bunga, alokasi kredit dan skala
operasi lembaga-lembaga keuangan.
Dampak dari reformasi dan liberalisasi
keuangan tersebut adalah meningkatnya peluang investasi dan lebih menariknya
suku bunga di negara-negara Asia Timur/Tenggara, yang mengundang masuknya
dana kedalam negara-negara tersebut.
Perubahan sukubunga serta peluang
investasi menjadi dimungkinkan karena adanya aliran modal antar negara setelah
penurunan restriksi mobilitas modal akibat liberalisasi keuangan.
Sumber: Garcia-Herrero and Wooldridge (2007) dalam Gudmundsson, 2008
Gambar 1. Perkembangan Hambatan Mobilitas Modal di Negara-Negara
G7 dan Negara Berkembang
Gambar 1 menunjukkan perkembangan perubahan hambatan legal dari mobilitas
modal di negara-negara G7 dan beberapa negara berkembang selama kurun waktu
1984 sampai dengan 2004. Indeks restriksi bervariasi dari 1 (dikontrol penuh)
sampai 0 (tidak ada hambatan) merupakan rata-rata dari beberapa kategori
hambatan yang ber nilai dari 1 sampai 0 sesuai dengan standard AREAER
(Annual Report on Exchange Rate Arrangements and Exchange Restrictions)
yang digunakan oleh IMF (International Monetary Fund). Dalam kurun waktu 20
4
tahun tersebut, terlihat adanya penurunan hambatan di Amerika Latin dan negara
berkembang Eropa, dan hanya sedikit perubahan di negara Asia dengan tingkat
hambatan yang masih tinggi apabila dibandingkan dengan Amerika Lating dan
Eropa. Hal tersebut mencerminkan masih terdapat pengendalian kapital (modal)
di beberapa negara berkembang di Asia, kecuali China dan India.
Pertumbuhan aliran modal ke negara berkembang juga mengalami
peningkatan sampai dengan tahun 1996 yang mempengaruhi ukuran dan likuiditas
dari pasar saham di negara-negara tersebut. Perbandingan ukuran dan likuiditas
dari pasar saham di beberapa negara berkembang di Asia sebelum dan setelah
periode liberalisasi (sampai dengan tahun 1996) disajikan pada Tabel 1 dan
Gambar 2. Pada Tabel 1, secara umum terlihat peningkatan ukuran pasar saham
yang tercermin dari kapitalisasi pasar, kapitalisasi pasar terhadap GDP (Gross
Domestic Product),
serta peningkatan
likuiditas
berupa nilai
transaksi
perdagangan dan jumlah perusahaan terdaftar di bursa setempat. Aktivitas dan
likuiditas pasar saham yang meningkat dibandingkan dengan ukuran pasarnya
terlihat dari rasio perputaran.
Tabel 1. Karakteristik Pasar Saham Sebelum dan Sesudah Periode Liberalisasi
Keuangan
Pasar
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata
Kapitalisasi Pasar/GDP
Kapitalisasi Pasar
Nilai Perdagangan
Jlh Perusahaan Terdaftar
Rasio Turnover
(%)
Sebelum
India
Indonesia
7.15
(juta US $)
Sesudah
Sebelum
34.86
18 090
Sesudah
118 824
(juta US $)
Sebelum
(%)
Sesudah
9 923
22 377
Sebelum
Sesudah
2 963
4 768
Sebelum
63.03
Sesudah
20.85
0.13
20.23
110
37 820
7
11 189
19
186
7.24
41.87
Korea
22.32
37.96
43 286
162 993
34 678
215 057
439
718
85.00
114.21
Malaysia
57.68
210.30
16 703
148 825
2 554
72 582
208
408
15.50
43.66
Philippina
6.17
57.84
2 147
38 278
512
9 544
165
182
24.53
25.01
Taiwan
Thailand
42.85
5.10
82.08
60.84
51 467
2 112
200 892
80 868
190 481
975
430 358
50 873
137
93
317
322
215.82
39.36
229.42
82.18
Sumber: IFC, dalam Fuss, 2006
5
Aktivitas pasar saham dapat diukur pula dengan melihat perbandingan antara nilai
transaksi perdagangan saham dengan GDP. Secara umum terjadi peningkatan
aktivitas pasar saham setelah liberalisasi di 7 (tujuh) negara berkembang di Asia
seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Sumber: Fuss, R, 2006
Gambar 2. Aktivitas Pasar Saham di Negara-Negara Berkembang Asia
Beberapa pendapat mengatakan bahwa liberalisasi keuangan yang
berdampak pada integrasi pasar keuangan global merupakan kunci kedisiplinan
bagi pembuat kebijakan, dan akan membantu perbaikan kualitas manajemen
makroekonomi.
Di negara berkembang, liberalisasi keuangan didorong oleh
adanya keyakinan akan meningkatkan pertumbuhan dan menekan volatilitas.
Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasad et al. (2003) menunjukkan
hasil yang tidak mendukung. Pertama, sulit membentuk hubungan kuat antara
integrasi keuangan dengan pertumbuhan.
Kedua, hanya sedikit bukti bahwa
integrasi keuangan membantu menstabilkan fluktuasi konsumsi atas pendapatan.
Terutama karena integrasi keuangan diharapkan dapat mengumpulkan resiko batas
6
negara. Kenyataannya, bagi negara yang masih berada pada tahap awal integrasi,
volatilitas konsumsi relatif terhadap pendapatan ternyata meningkat.
Berbeda dengan Prasad et al. (2003), Bekaert, Harvey dan Lundblad
(2004), menyatakan bahwa liberalisasi pasar keuangan tidak meningkatkan
volatilitas perekonomian suatu negara.
Penelitian tersebut menjembatani dua
pemikiran mengenai dampak liberalisasi keuangan, yaitu pertama bahwa terdapat
keterkaitan antara pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dengan liberalisasi
keuangan.
Kedua, bahwa keterbukaan pasar modal memungkinkan adanya
pembagian resiko internasional.
Di sisi lain, kepentingan liberalisasi keuangan dan kebijakan moneter bagi
pertumbuhan suatu perekonomian masih menjadi pertanyaan sampai dengan saat
ini. Pengalaman beberapa negara di Asia Timur/Tenggara, seperti Indonesia,
Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Philipina berupa krisis moneter, krisis
pasar saham dan krisis perbankan pada akhir 1990an menunjukkan bahwa
liberalisasi keuangan yang tidak didukung oleh kualitas sistem keuangan yang
baik, merupakan sumber dari krisis keuangan Asia. Menurut Siregar (2003),
krisis keuangan Asia adalah krisis kualitas lembaga-lembaga keuangan yang
dipengaruhi oleh penerapan suku bunga yang ternyata gagal berfungsi sebagai alat
indirect screeening mechanism.
Menurut Mishkin (2004), krisis keuangan yang terjadi terutama
disebabkan karena masalah informasi yang asimetri sehingga menyebabkan
saluran saluran mekanisme kebijakan moneter tidak berjalan semestinya.
Transmisi kebijakan moneter dapat terjadi melalui beberapa saluran (jalur),
diantaranya adalah saluran kredit (credit channel) dan harga saham (equity price
channel). Paradigma baru mekanisme transmisi moneter lebih menekankan pada
7
informasi asimetri dalam pasar keuangan. Krisis keuangan dapat disebabkan oleh:
(1) kenaikan suku bunga, (2) penurunan pasar saham, (3) penurunan harga-harga
yang tidak diantisipasi, (4) meningkatnya ketidakpastian, dan (5) kepanikan
perbankan.
Liberalisasi Keuangan di Indonesia
Indonesia mulai melakukan reformasi ekonomi khususnya dalam sektor
keuangan pada pertengahan tahun 1980an sebagai respons terhadap penurunan
kondisi perekonomian yang ditandari dengan penurunan pertumbuhan GDP.
Sumber penurunan pertumbuhan GDP Indonesia pada saat itu adalah: (1)
perekonomian dunia yang melambat pada awal 1980an yang mengurangi
permintaan dunia atas komoditi ekspor terutama produk pertanian, dan (2)
penurunan harga minyak dunia.
Reformasi sektor keuangan yang dilakukan pada tahun 1988, 1990 dan
1991 adalah meningkatkan mobilisasi dana dari individu (penabung) untuk
mendorong laju investasi pada sektor produktif melalui peran perantara
(intermediaries).
Reformasi berupa liberalisasi keuangan domestik dilakukan
melalui penetapan suku bunga berdasarkan mekanisme pasar, memperbolehkan
bank asing untuk beroperasi di kota selain Jakarta dan memperluas kapasitas bank
komersial dalam alokasi kredit melalui penurunan persyaratan giro cadangan
minimum dari 15 persen menjadi 2 persen.
Konsep liberalisasi keuangan itu sendiri memberikan pandangan bahwa
terdapat peluang bagi tingkat korporasi untuk memperoleh kredit melalui
mobilitas kapital dari pasar domestik dan global.
Pengalaman Indonesia,
menunjukkan bahwa liberalisasi keuangan umumnya diikuti dengan ‘boom’
kredit, sehingga mempengaruhi struktur modal perusahaan yang pada periode
8
1990an umumnya didominasi oleh pinjaman asing jangka pendek (Prasetyantoko
dan Marta, 2008).Perkembangan liberalisasi keuangan di Indonesia dalam beberapa
dimensi disajikan pada Tabel 2:
Tabel 2. Liberalisasi Keuangan di Indonesia
Kondisi
Dimensi
Liberalisasi sukubunga
Deregulasi dan persaingan
perbankan
Perkembangan pasar keuangan
Manajemen dan Pengawasan
Keterbukaan dan capital account
Tahun 1983, pengawasan atas sukubunga deposito
dan pinjaman dihilangkan
Tahun 1988, pelonggaran persyaratan bank
domestik maupun joint venture. Terjadi
peningkatan jumlah bank dari 111 (1989) menjadi
240 (1994)
Pertengahan 1980an, perkembangan pasar
keuangan melalui isntrumen SBI dan SBPU
Awal 1990an, pertumbuhan pasar Commercial
Paper. Pasar obligasi korporasi dan pemerintah.
Pertumbuhan cepat dalam pasar saham, perbaikan
infrastruktur pasar dan pengawasan yang lebih baik
dari Bapepam dan Bursa Efek Indonesia
Awal 1990an, berlakunya aturan baru kecukupan
modal dan batasan bagi bank komersiel yang terkait
dengan pasar saham dan CP.
Tahun 1995, berlakunya limit pinjaman bagi bankbank bermasalah dan institusi keuangan non-bank
dan peraturan yang meningkatkan kewenangan
Bank Indonesia untuk mengambil alih manajemen
bank bermasalah
Terbuka sejak 1960an
Sumber: Dekle, R. and Pradhan, M., 1999
Dengan adanya akses terhadap kredit tersebut, justru memperburuk nilai
bersih perusahaan. Diikuti dengan depresiasi nilai tukar, nilai korporasi baik pada
sektor perbankan maupun non-keuangan mengalami kesulitan besar yang akhirnya
diikuti dengan keterbatasan perolehan kredit. Dengan keterbatasan keuangan,
maka kesempatan perusahaan untuk melakukan investasi berkurang. Hal ini
tercermin dari data investasi terhadap stok kapital seperti yang terlihat pada
Gambar 3 dan nilai rasio Q-Tobin pada Gambar 4 dari 8 sektor di Indonesia, yang
mengalami penurunan terutama saat terjadi depresiasi nilai tukar pada tahun 1997.
Kedelapan sektor tersebut adalah: (1) pertanian, (2) pertambangan, (3) industri
9
dan kimia dasar, (4) industri lain-lain, (5) industri barang konsumsi, (6) properti,
real estat dan konstruksi, (7) infrastruktur, utilitas dan transportasi, dan (9)
perdagangan, jasa dan investasi.
Rasio Q Tobin menunjukkan perbandingan antara nilai pasar perusahaan
terhadap biaya modal. Nilai rasio Q lebih besar dari 1 menunjukkan perusahaan
melakukan investasi karena biaya penggantian modal lebih murah dibandingkan
dengan nilai pasar perusahaan, demikian pula sebaliknya. Dari Gambar 4, terlihat
bahwa pada periode 1995 sampai dengan 2001, investasi perusahaan-perusahaan
publik di sektor pertanian menunjukkan adanya pola yang fluktuatif, yang
ditunjukkan dari fluktuasi nilai Q dan yang terendah (negatif) pada tahun 2001
untuk selanjutnya terjadi peningkatan sampai dengan tahun 2004. Pada periode
krisis moneter (1997 sampai dengan 1999), sektor pertanian merupakan sektor
yang relatif lebih dapat bertahan dibandingkan dengan sektor riil lainnya, tetapi
ternyata tetap menunjukkan rasio Q yang berfluktuasi.
Sumber: Prasetyantoko dan Marta, 2008
Gambar 3: Rasio Investasi Terhadap Stok Kapital dari Beberapa Sektor di
Indonesia
10
Sumber: Prasetyantoko dan Marta, 2008
Gambar 4: Nilai Rasio Tobin Q dari Beberapa Sektor di Indonesia
Perekonomian
Indonesia,
setelah
terjadinya
krisis
menunjukkan
pertumbuhan GDP yang relatif stabil, berkisar 6 persen per tahun. Namun tidak
demikian halnya dengan tingkat pertumbuhan investasi, sebelum krisis adalah
12.2 persen, dan sejak periode 2000an hanya sekitar 6 persen, bahkan pada tahun
2006 hanya 2.9 persen.
Jika dilihat dari sisi nilai investasi, perkembangan
realisasi investasi sejak tahun 1990 sampai dengan 2008 menunjukkan
peningkatan nilai investasi domestik (PMDN, Penanaman Modal Dalam Negeri)
sebesar sepuluh kali (dari Rp 2 398.6 miliar menjadi Rp 20 363.4 miliar)
sedangkan nilai Penanaman Modal Asing (FDI,
Foreign Direct Investment)
meningkat duapuluh kali (dari US$ 706 juta menjadi US$ 14 871.4). Namun
demikian, perkembangan realisasi investasi PMDN berdasarkan sektor tidak
menunjukkan pola pertumbuhan yang searah.
Pada sektor primer, terjadi
penurunan nilai realisasi investasi hampir seperempatnya dibandingkan pada
tahun 2005 (dari Rp 5 577.2 miliar pada tahun 2005 menjadi Rp 640 miliar pada
tahun 2008), sementara untuk industri sekunder misalnya makanan terjadi
11
peningkatan hampir dua kali lipat (BKPM, Badan Koordinasi Penanaman Modal,
2008).
Realisasi investasi PMDN industri makanan meningkat dari Rp 4 490.8
miliar pada tahun 2005 menjadi Rp 8 192 miliar pada tahun 2008. Perkembangan
data investasi kepada sektor riil tersebut di atas, pada dasarnya dapat menjelaskan
perkembangan pola rasio Q untuk seluruh sektor. Pertumbuhan investasi tahunan
Indonesia cenderung mengalami penurunan dari 14.7 persen (2004) menjadi 2
persen (2007), meskipun tahun 2009 menunjukkan peningkatan.
Di sisi lain, pada sektor keuangan, data terakhir dari Bapepam-LK (Badan
Pengawas Pasar Modal dan Laporan Keuangan) menunjukkan adanya peningkatan
nilai nominal transaksi saham dari Rp 21.7 triliun di tahun 1995 menjadi Rp 300
triliun pada tahun 2008, meskipun persentase transaksi (saham) asing terhadap
total perdagangan saham mengalami penurunan, dari sekitar 67.03 persen pada
tahun 1995 menjadi hanya sekitar 24 persen pada akhir tahun 2008. Mobilisasi
dana masyarakat melalui obligasi sampai dengan tahun 2004 bernilai sekitar Rp
76 triliun, sedangkan right-issue sekitar Rp 200 triliun dan IPO (Initial Public
Offering) sebesar Rp 30 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa pasar modal sebagai
alternatif sumber pembiayaan bagi swasta, atau dengan kata lain perusahaan
seharusnya memiliki peluang untuk melakukan investasi pada stok kapital.
Liberalisasi keuangan di Indonesia sampai saat ini masih terus berlanjut,
termasuk beberapa penyesuaian pada tahun 1998 saat terjadi krisis keuangan dan
moneter di beberapa negara Asia termasuk Indonesia. Krisis yang terjadi di
Indonesia dan beberapa negara Asia pada periode waktu tersebut menunjukkan
ketidakstabilan kondisi fundamental perekonomian, baik makro maupun mikro.
Apabila dibandingkan dengan krisis keuangan global saat ini, meskipun beberapa
indikator moneter, perbankan dan makroekonomi Indonesia seperti tingkat inflasi
12
yang relatif terkendali, pertumbuhan ekonomi domestik, serta likuiditas dan
permodalan perbankan domestik menunjukkan ketahanan relatif lebih baik
dibandingkan dengan negara lain tidak menjamin bahwa Indonesia akan terbebas
dari bencana finansial tersebut.
Saat ini peran keuangan global sebagai
konsekuensi dari liberalisasi keuangan di Indonesia telah bergerak melampaui
fungsi awalnya yaitu memfasilitasi perdagangan dan penanaman modal lintas
negara.
Pasar keuangan tidak lagi sekedar mekanisme untuk menyediakan
tabungan bagi investor sektor produksi, tetapi kurang terkait dengan arus sumber
daya riil dan investasi jangka panjang sektor produksi.
Fakta tersebut menimbulkan suatu pertanyaan, apakah penerapan
liberalisasi keuangan di negara berkembang, khususnya Indonesia memberikan
manfaat positif terhadap pertumbuhan investasi dari sektor riil maupun keuangan.
Keputusan investasi korporasi sebagai bagian dari sektor riil umumnya
dipengaruh oleh kondisi makroekonomi seperti ketersediaan dana baik asing
maupun domestik serta suku bunga, dan kondisi mikroekonomi seperti struktur
industri serta struktur modal perusahaan. Nilai rasio Tobin Q pada dasarnya dapat
memberikan gambaran mengenai pengaruh liberalisasi keuangan terhadap
keputusan investasi sektor riil.
1.2.
Perumusan Masalah
Dengan permasalahan seperti itu, maka perlu dilakukan penelitian untuk
dapat menjawab permasalahan yaitu:
1. Bagaimana pengaruh
liberalisasi keuangan terhadap investasi perusahaan
sektor primer, sekunder dan tersier, yang diukur dari nilai rasio Q-Tobin.
13
2. Bagaimana pengaruh liberalisasi keuangan dan kebijakan moneter terhadap
investasi perusahaan sektor primer, sekunder dan tersier, yang diukur dari nilai
rasio Q-Tobin.
3. Bagaimana pengaruh nilai Q-Tobin sebagai representasi pengaruh liberalisasi
keuangan dan kebijakan moneter terhadap terhadap pertumbuhan investasi
sektoral
1.3.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis pengaruh liberalisasi keuangan terhadap investasi perusahaan
sektor primer, sekunder dan tersier, dengan indikator nilai rasio Q-Tobin .
2. Menganalisis pengaruh liberalisasi keuangan dan kebijakan moneter terhadap
investasi sektor primer, sekunder dan tersier, dengan indikator nilai rasio QTobin.
3. Menganalisis pengaruh nilai Q-Tobin terhadap pertumbuhan investasi sektoral
1.4.
Kegunaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
otoritas pasar keuangan, pemerintah, korporasi, penelitian lanjutan dan ilmu
pengetahun, yaitu:
1. Membangun model liberalisasi keuangan dalam hal capital account dan pasar
saham, serta hubungannya dengan investasi di sektor primer, sekunder dan
tersier dengan pendekatan dan analisis nilai Q-Tobin.
2. Memberikan kontribusi bagi pemerintah dan Bapepam-LK (Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) untuk mengantisipasi pengaruh
fluktuasi gelombang dana luar negeri terhadap variabel nilai Q-Tobin
14
3. Memberikan kontribusi bagi pihak korporasi melalui informasi respons pasar
saham
atas
kebijakan
liberalisasi
keuangan
dan
moneter,
terhadap
pertimbangan keputusan investasi – sebagaimana digambarkan dengan nilai
Q-Tobin.
4. Untuk penelitian lebih lanjut dan pengembangan serta perbaikan pemodelan
dalam kajian liberalisasi keuangan khususnya dan dalam kaitannya dengan
memperkaya khasanah analisis model makroekonometrika pada umumnya.
1.5.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
1. Pengaruh liberalisasi keuangan dan kebijakan moneter merupakan suatu
analisis historis
2. Ruang lingkup pembahasan difokuskan pada liberalisasi keuangan
(keterbukaan capital account dan pasar saham) dan kebijakan moneter.
3. Aspek liberalisasi keuangan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah:
keterbukaan capital account, keterbukaan pasar saham dan keterkaitannya
dengan rasio Q-Tobin serta bentuk kebijakan moneter yang berhubungan
dengan suku bunga acuan.
4. Cakupan penelitian adalah agregat nasional (perekonomian terbuka kecil)
dan sektor primer, sekunder dan tersier
5. Investasi kapital merupakan investasi tetap bisnis, tidak termasuk investasi
perumahan dan investasi persediaan perusahaan.
6. Penelitian ini menggunakan data kebijakan moneter (suku bunga), indeks
harga saham periode 2002 sampai dengan 2009 serta data Investasi Asing
Langsung (Foreign Direct Investment, FDI) dan Investasi Portofolio.
Ruang lingkup penelitian secara skematis disajikan pada Lampiran 1.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Liberalisasi Keuangan
Liberalisasi keuangan dalam definisi secara umum dicirikan oleh semakin
besarnya pengaruh dan kekuatan pasar dalam menentukan tingkat bunga dan
alokasi kredit, sehingga meningkatkan skala operasi lembaga-lembaga keuangan
dan selanjutnya diharapkan meningkatkan efisiensi dan stabilitas sistem keuangan.
Teori liberalisasi keuangan yang dikembangkan oleh Ronald McKinnon dan Shaw
pada tahun 1973 dilandasi oleh tujuan menghapuskan efek merugikan dari represi
keuangan (financial repression) terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi.
Ciri-ciri represi keuangan adalah adanya pembatasan suku bunga (interest rate
ceiling), pembatasan kredit (credit ceiling), tingginya rasio likuiditas, keterbatasan
modal (capital rationing) dan adanya batasan untuk masuk dalam pasar keuangan.
Menurut Fry (1995) dalam Abdurahman (2003), represi keuangan serta
pembatasan kredit memperburuk distribusi pendapatan dan meningkatkan
konsentrasi industrial.
Implikasinya, liberalisasi keuangan serta pelonggaran
pasar kredit akan memperbaiki distribusi pendapatan dan kemiskinan.
2.1.1. Liberalisasi Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi
Rasionalisasi atas liberalisasi keuangan didasari pada adanya 2 (dua)
potensi manfaat yaitu dari segi kuantitas berupa peningkatan jumlah tabungan dan
investasi dalam suatu perekonomian serta dari segi kualitas berupa alokasi kapital
(dana) yang lebih efisien. Penghapusan batas atas suku bunga diharapkan akan
dapat meningkatkan tabungan dan tentu saja sumber dana untuk investasi. Selain
itu, adanya alokasi kapital (dana) yang lebih efisien akan menurunkan dispersi
16
dari rasio atau nilai Tobin Q. Keadaan ini dijelaskan oleh model Tobin yang
menghubungkan belanja investasi dengan harga saham, di kenal sebagai teori
Tobin Q, yaitu :
Nilai Q yang tinggi mencerminkan nilai pasar perusahaan tinggi relatif terhadap
biaya penggantian modal. Nilai pasar perusahaan pada dasarnya mencerminkan
nilai ekuitas perusahaan, dengan demikian biaya modal untuk investasi lebih
murah dibandingkan dengan nilai pasar perusahaan, sehingga perusahaan dapat
meningkatkan belanja investasi melalui penerbitan sejumlah kecil saham
perusahaan. Demikian pula sebaliknya apabila nilai Q rendah, maka perusahaan
tidak akan melakukan investasi (penggantian aktiva tetap), karena terlalu mahal.
Secara ringkas dengan adanya liberalisasi keuangan dan adanya kebebasan
pasar dalam alokasi kredit, maka permasalahan pembatasan modal sebagaimana
diungkapkan oleh Stiglitz dan Weiss (1981) dapat terabaikan.
Dengan
penyesuaian tingkat bunga riil terhadap keseimbangan pasar dimana jumlah
tabungan dan investasi diasumsikan berimbang, investasi dengan imbal hasil
rendah tereliminasi, maka efisiensi investasi secara keseluruhan akan berkembang.
Dengan peningkatan bunga, maka tabungan dan suplai kredit juga akan
meningkat, dan mendorong volume investasi. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi
dapat distimulasi bukan hanya melalui investasi akan tetapi juga melalui
peningkatan produktivitas kapital. Dampak dari persyaratan cadangan yang lebih
rendah akan mendorong suplai bank yang tinggi, sementara penghapusan
pembatasan alokasi kredit juga mengarahkan terjadinya alokasi kredit yang lebih
efisien sehingga merangsang produktivitas kapital rata-rata (Arestis, 2005).
17
Konsep mengenai liberalisasi keuangan semakin berkembang, termasuk
kegagalan liberalisasi yang dapat terjadi akibat tingkat deposit yang meningkat
bersamaan dengan supervisi perbankan yang kurang memadai serta kondisi
makroekonomi yang tidak stabil.
Kondisi tersebut cukup kondusif untuk
meningkatkan resiko yang dihadapi bank, dan mendorong tingkat bunga yang
semakin tinggi, kebangkrutan perusahaan dan selanjutnya kegagalan bank.
Keadaan ini mendorong munculnya konsep prekondisi yang perlu dipenuhi
sebelum reformasi keuangan diimplementasikan.
Liberalisasi keuangan
merekomendasikan perlunya supervisi perbankan yang memadai supaya bank
memiliki portofolio pinjaman yang terdiversifikasi dengan baik, stabilitas
makroekonomi tercermin dari inflasi rendah dan stabil serta defisit fiskal yang
tetap, serta reformasi keuangan secara bertahap. Dengan demikian liberalisasi
keuangan secara bertahap sangat dianjurkan.
Dalam perkembangannya, konsep liberalisasi keuangan dilengkapi dengan
teori pertumbuhan baru (yaitu model pertumbuhan endogen), yang memasukkan
peran dari faktor-faktor keuangan dalam kerangka teori pertumbuhan baru.
Dalam hal ini, perantara keuangan merupakan suatu proses endogenous, dimana
terdapat hubungan sebab-akibat dua arah antara perantara keuangan dan
pertumbuhan. Proses pertumbuhan mendorong peningkatan partisipasi dari pasar
keuangan yang memfasilitasi kemapanan dan pengenalan atas perantara keuangan.
Sebaliknya perantara keuangan dapat mengalokasikan dana lebih efisien untuk
investasi
yang
mendorong
investasi
dan
pertumbuhan.
Selanjutnya,
perkembangan keuangan dapat mempengaruhi pertumbuhan bukan hanya melalui
peningkatan laju tabungan tetapi juga meningkatkan jumlah tabungan untuk
investasi dan mendorong produktivitas marginal sosial dari kapital.
Teori
18
pertumbuhan baru menyatakan bahwa akan terjadi pertumbuhan berkelanjutan
yang bukan berasal dari kemajuan teknologi.
Meskipun demikian terjadi perbedaan antara liberalisasi keuangan dengan
teori pertumbuhan baru.
Singh (1997) menyatakan bahwa teori endogen
membutuhkan adanya perkembangan pasar saham yang cepat dan mantap
terutama pada negara berkembang. Sementara itu Fry (1997) menyatakan bahwa
liberalisasi keuangan memandang perkembangan pasar saham tidak terlalu
penting atau dengan kata lain cukup berkembang secara perlahan.
2.1.2. Pengukuran dan Indikator Liberalisasi Keuangan
Sebagaimana didefinisikan terdahulu pada bagian 2.1.1. di atas, liberalisasi
keuangan mencerminkan penurunan peran pemerintah dan peningkatan peran
pasar atas suku bunga dan alokasi kredit. Secara spesifik, liberalisasi keuangan
dicirikan oleh semakin berkurangnya pembatasan dalam: (1) pengawasan alokasi
kredit, (2) pengawasan suku bunga, (3) industri perbankan, (4) privatisasi, (5)
peraturan, dan (6) transaksi keuangan internasional.
Sejauh ini, proses transmisi perkembangan keuangan sebagai dampak dari
liberalisasi keuangan ke pertumbuhan ekonomi masih menjadi kontroversi.
Menurut McKinnon (1973) dan Shaw (1973) dalam Abdurahman (2003) suku
bunga dapat digunakan sebagai ukuran tingkat perkembangan keuangan. Apabila
bunga berada di bawah tingkat bunga pasar, maka sektor keuangan berada dalam
kondisi represi.
Tingkat bunga yang tinggi dapat merangsang tabungan dan
perantara keuangan sehingga meningkatkan suplai kredit untuk dialokasikan ke
sektor produktif, dengan demikian meningkatkan investasi dan pertumbuhan
ekonomi.
19
Menurut Dornbusch (1990) dalam Abdurahman (2003), agregat moneter
seringkali digunakan untuk mengukur tingkat perkembangan keuangan, umumnya
adalah rasio M1, M2, M3 terhadap GDP, dimana semakin tinggi rasio maka
menunjukkan kondisi pasar keuangan yang semakin berkembang. Perkembangan
tersebut selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan dana untuk investasi sektor
swasta dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Namun, perkembangan pasar
keuangan yang semakin dalam (financial deepening) tidak menjamin peningkatan
investasi dan pertumbuhan ekonomi (Gregorio and Guidotti, 1995 dalam
Abdurahman, 2003). Hal ini terjadi terutama saat tingkat intermediasi keuangan
diukur dalam agregat moneter yang juga melibatkan bentuk likuid yaitu M1 dan
M2 dalam hal penyediaan likuiditas pasar. Di negara berkembang, perantara
keuangan umumnya diukur melalui sistem perbankan, tidak seperti halnya di
negara maju yang sudah memasukkan inovasi dan perkembangan keuangan
sebagai salah satu perantara keuangan.
Beberapa ukuran liberalisasi keuangan dinyatakan dalam ukuran dan
definisi tertentu, baik untuk liberalisasi sektor perbankan, liberalisasi pasar modal
dan liberalisasi capital account. Akhir-akhir ini penggunaan indeks liberalisasi
yang diderivasi dari dimensi atau komponen reformasi mulai banyak digunakan
dalam riset di negara berkembang.
Menurut Bandiera, et al. (2000) terdapat dua dimensi liberalisasi
keuangan, yaitu dari segi internal dan eksternal, baik untuk sektor perbankan
maupun sektor pasar saham. Pengaruh liberalisasi keuangan yang meliputi kedua
sektor keuangan tersebut menunjukkan bahwa baik secara internal maupun
eksternal, memberikan pengaruh terhadap perubahan suku bunga maupun biaya
modal, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
20
Tabel 3. Dimensi Liberalisasi Keuangan
Perbankan
Internal
Eksternal
Masuknya bank asing ke pasar
perbankan domestik
Penghapusan batas suku bunga (deposit
dan pinjaman)
Penurunan batas cadangan (cadangan
giro dan likuiditas)
Penurunan kebijakan pinjaman tertentu
Privatisasi bank pemerintah
Peraturan kehati-hatian perbankan
Lingkup jasa keuangan
Pinjaman luar negeri dari bank asing
Kemudahan konversi mata uang
Pasar Saham
Keterbukaan pasar terhadap orang asing
Sistem perdagangan
Insentif bagi investor asing
Investasi bank/non-bank pada sekuritas
Penerbitan modal
Cross listings, dana investasi
Merger dan Akuisisi
Investasi Portofolio
Investasi Asing Langsung (Foreign
Direct Investment)
Sumber: Bandiera, 2000
Pengukuran liberalisasi keuangan dengan definisi yang umumnya
digunakan pada beberapa penelitian terdahulu disajikan pada Tabel 4, yaitu:
Tabel 4. Pengukuran Liberalisasi Keuangan
Liberalisasi Capital Account
Nama
Sumber
Keterangan
IMF
IMF AREAER (Annual Report
on Exchange Arrangements
and Exchange Restrictions)
Quinn (1997)
Indikator adanya aturan /
pembatasan pada aliran batas
wilayah
Deskripsi
naratif
dalam
AREAER tentang pembatasan
capital account
Quinn
Liberalisasi Pasar Saham (modal)
Sumber
Keterangan
Emerging Market Data Base
Jumlah perusahaan terdaftar di bursa, kapitalisasi pasar (mata
uang domestik) dan rasio turn over
Gross Fixed Capital Formation dan perubahan inventori (dalam
mata uang domestik)
Ekspor barang dan jasa, impor barang dan jasa, GDP nominal,
terms of trade, GDP deflator and consumer price index, real
GDP per capita (mata uang domestik), gross fixed capital
formation (utk Taiwan (China) dan sampel besar), gross private
fixed capital formation, dan perubahan inventori (dalam mata
uang domestik (untuk Taiwan (China) dan sampel besar).
International
Financial
Statistics
World Economic Outlook
World
Indicators
Development
Sumber: Hali, et al., 2004
Persentase tuna aksara untuk dewasa (15-24 tahun), persentase
investasi privat terhadap investasi Tetap Domestik Bruto, jumlah
perusahaan terbuka, persentase kapitalisasi terhadap GDP dan
CPI.
21
Sebagai contoh, indeks liberalisasi capital account (index IMF dan Quinn,
1997); indeks liberalisasi pasar ekuitas (Kaminsky dan Schmukler, 2001); indeks
liberalisasi perbankan (Bandiera et al, 2000), dan integrasi pasar modal aktual
yang diukur melalui aliran dan ketersediaan investasi portofolio dan langsung
asing (Lane and Milesi-Feretti, 2005).
2.1.3. Isu kritis dalam Liberalisasi Keuangan
Konsep liberalisasi keuangan juga mengundang kritik dari kelompok Neostrukturalis dan ekonom modern, karena secara implisit mengasumsikan tentang
kesempurnaan informasi, pasar dan institusi. Neo-strukturalis menyatakan bahwa
pasar tidak sempurna menggambarkan informasi tidak sempurna, karena memiliki
informasi yang menguntungkan dibandingkan dengan bank dalam hal pengawasan
dan pinjaman, sehingga memungkinkan tercapainya skala ekonomis.
Pasar
informal tersebut dapat bertahan dari guncangan lokal dan tidak cukup jelas
bagaimana efek kredit terdistribusi secara efisien di level perusahaan.
Ekonom modern menyatakan bahwa liberalisasi merupakan penyebab dari
krisis perbankan dan terjadinya aliran mata uang.
Liberalisasi menyebabkan
perekonomian lokal rentan terhadap guncangan global. Selain itu, liberalisasi
keuangan mengakibatkan volatilitas yang tidak diharapkan dari pasar keuangan di
negara berkembang. Institusi dan pasar keuangan menjadi saluran utama dimana
kedaulatan nasional menjadi taruhannya.
Sistem keuangan korporat rentan
terhadap investasi spekulatif yang menimbulkan permasalahan kredit macet serta
menghilangkan perusahaan yang sudah terdaftar dari pasar saham. Lebih jauh
lagi, terjadi peningkatan pengawasan insitusi keuangan internasional di beberapa
22
negara berkembang yang berakibat pada hambatan tujuan perkembangan nasional
dan sosial.
Arestis dan Caner (2004) meneliti bahwa terdapat 2 jalur dalam liberalisasi
keuangan, yaitu jalur krisis dan jalur akses terhadap pelayanan kredit dan
keuangan. Di beberapa negara, pasar keuangan terliberalisasi terlalu dini karena
kegagalan dalam mengenali karakteristik yang tidak sempurna, dan di beberapa
kasus kondisi ini yang menyebabkan krisis keuangan (Arestis and Glickman,
2002). Hal ini memungkinkan kaum miskin menjadi terkena pengaruh akibat
krisis tersebut.
Jalur krisis terjadi melalui dinamika makroekonomi,
meningkatkan volatilitas dan kerentanan terhadap krisis keuangan dengan adanya
liberalisasi.
Jalur kedua sebagaimana dinyatakan dalam Arestis dan Caner (2004)
terkonsentrasi pada kemungkinan perubahan dalam kemiskinan yang disebabkan
oleh akses kredit dan jasa keuangan yang lebih baik. Dalam hal suatu program
liberalisasi meningkatkan ketersediaan sumberdaya keuangan bagi yang tadinya
dirugikan dan dalam hal masalah kemiskinan terkait dengan kurangnya
mekanisme memperhalus konsumsi, terdapat ruang bagi liberalisasi keuangan
untuk memperbaiki keimiskinan.
Kesimpulan dari Arestis and Caner bahwa
belum jelas mekanisme yang mendasari pergerakan dari represi keuangan ke arah
rejim liberalisasi mempengaruhi segmen populasi yang berbeda terutama kaum
miskin.
Perkembangan liberalisasi keuangan serta manfaat yang akan diterima oleh
negara yang mengadopsi kebijakan tersebut tidak berarti tidak memiliki masalah.
Arestis (2005) menyatakan bahwa terdapat beberapa isu kritis terkait dengan
pandangan liberalisasi keuangan, antara lain adalah masalah: (1) tahapan
23
(sequencing) (2) sebab-akibat (causality) (3) liberalisasi perbankan mendorong
stabilisasi sistem keuangan (4) tabungan menyebabkan investasi (5) ketiadaan
efek distribusi yang serius akibat perubahan suku bunga (6) liberalisasi memihak
kaum miskin (7) tidak ada spekulasi, dan (8) kebijakan keuangan yang
menguntungkan dan mendukung.
2.1.4.
Alokasi Kapital
Biaya modal dari suatu negara terdiri dari 2 (dua) komponen, yaitu bunga
bebas resiko (risk-free rate) dan premi ekuitas (equity premium). Menurut teori,
bila suatu negara miskin melakukan liberalisasi, maka kedua biaya tersebut akan
turun.
Abiad, Oomes and Ueda (2005) dalam penelitiannya terhadap 5 (lima)
negara berkembang (India, Jordania, Korea, Malaysia dan Thailand) menunjukkan
bahwa liberalisasi keuangan meningkatkan efisiensi alokasi kapital, terutama dari
segi kualitas investasi.
Keseimbangan akses kredit bagi perusahaan dapat
menurunkan variasi imbal hasil yang diharapkan dari perusahaan yang dihitung
dengan rasio Q-Tobin.
Terdapat asosiasi negatif antara liberalisasi keuangan
dengan penyebaran nilai Q-Tobin dan asosiasi positif antara liberalisasi keuangan
dengan efisiensi alokasi kapital. Hubungan positif antara liberalisasi keuangan
dengan efisiensi tersebut juga terkait dengan beberapa faktor antara lain
perputaran pasar saham, keterbukaan perdagangan, kredit swasta dan kapitalisasi
pasar saham.
Menurut Glick and Hutchison (2000), pembatasan atas kontrol kapital
berasosiasi dengan tingginya peluang krisis mata uang atau dengan kata lain
terlihat indikasi bahwa dalam konteks reformasi ekonomi, dimana liberalisasi
24
current account dilakukan, tidak akan lebih rentan terhadap instabilitas nilai tukar.
Negara tanpa kontrol kapital memiliki stabilitas nilai tukar yang lebih besar dan
sedikit serangan spekulatif.
Akan tetapi dalam penelitiannya tersebut, belum
dikaji variabel ketersediaan cadangan devisa dari suatu negara, untuk
pertimbangan keputusan liberalisasi capital account serta perubahan rejim nilai
tukar.
2.1.5.
Pasar Modal
Pasar Modal adalah pasar yang terus berkembang sehingga definisinyapun
terus bertambah. Sebagian orang mendefinisikannya sebagai pasar yang
memperdagangkan utang, ekuiti dan surat-surat berharga yang diterbitkan oleh
korporasi maupun pemerintah dengan jangka waktu lebih dari setahun (jangka
menengah dan panjang). Ada yang mendefinisikannya sebagai pasar uang khusus,
atau pasar surat berharga yang mencakup instrumen obligasi dan kredit
perbankan.
Definisi pasar modal semakin meluas ketika berbagai institusi mulai
terlibat, karena adanya peningkatan pendanaan dan pembagian serta pengendalian
risiko. Misalnya, perbankan, pasar asuransi, pasar obligasi, dan pasar saham.
Pada akhirnya, pasar modal mulai diartikan sebagai pasar yang yang melibatkan
semua penyedia dan pengguna modal secara bersama-sama. Berdasarkan ilmu
ekonomi, pasar modal yang terintergrasi sama dengan mobilitas modal tanpa
batas.
Weston dan Copeland memberikan empat macam manfaat ekonomis pasar
modal yaitu: (1) Bursa Surat Berharga (security exchange) memperlancar proses
25
transaksi dengan menyelenggarakan pasar dimana dapat dilakukan transaksi yang
relatif murah dan efisien (2) Bursa mampu menyelenggarakan transaksi yang
kontinyu dan menguji nilai surat berharga. Perusahaan yang dinilai baik
prospeknya oleh investor memiliki nilai yang tinggi sehingga memperlancar
pembiayaan baru dan pertumbuhan perusahaannya (3) Harga-harga surat berharga
relatif lebih stabil dengan adanya bursa yang terorganisir. Dengan demikian
transaksi surat berharga dapat berjalan lancar dan harga dapat dikendalikan, dan
(4) Pasar surat berharga membantu penyerapan saham baru dan memperlancar
proses penjualannya.
Di era perdagangan bebas, pasar modal bisa diandalkan sebagai instrumen
investasi di tengah pertarungan antara industri padat modal dan padat karya serta
pertarungan antara industri berbasis sumberdaya dan keuangan. Atau, menjadi
instrumen kebijakan moneter jika transmisi ke sektor riil tidak seperti yang
diharapkan akibat regulasi sektor perbankan yang terlalu rumit seperti ketentuan
tentang Basel Accord, non performing loan (kredit macet), dan loan to deposit
ratio (rasio pinjaman terhadap simpanan). Selain itu, bisa dijadikan sumber
pembiayaan alternatif jika terjadi miss match (ketidakcocokan) dalam jangka
waktu pinjaman dan risiko, sehingga berbagai proyek yang membutuhkan
pembiayaan jangka panjang bisa dilaksanakan.
Pasar modal merupakan sumber pembiayaan terbesar di dunia dengan
kapitalisasi modal mencapai US$ 130 941 miliar terdiri dari saham (US$ 31 802
miliar), obligasi (US$ 51 305 miliar) dan pinjaman (US$ 47 834 miliar).
Berdasarkan data pasar modal dunia tahun 2005, jumlah saham dan obligasi yang
beredar di seluruh pasar modal di dunia mencapai US$ 83 107 miliar atau 229
26
persen dari GDP (Gross Domestic Product/Produk Domestik Bruto) seluruh
negara di dunia. Jika ditambah dengan jumlah loan (pinjaman) yang beredar di
seluruh dunia yang jumlahnya mencapai US$ 47 834 miliar, maka nilai
kapitalisasi pasar modal di seluruh dunia mencapai US$ 130 941 miliar atau 361
persen dari GDP seluruh penduduk dunia (Meilani, 2007).
Pasar modal juga membantu melancarkan arus dana kas (cash flow), dan
bisa diharapkan sebagai sumber pendanaan yang akan mendorong stabilitas
ekonomi. Namun, para pemimpin negara dan pemerintahan harus cermat
mengkaji dampak liberalisasi pasar modal terhadap perekonomian negara. Untuk
kasus Indonesia, misalnya, liberalisasi pasar modal ternyata tidak serta merta
mendorong stabilitas ekonomi, tapi justru menimbulkan volatilitas yang
membahayakan kondisi perekonomian secara menyeluruh.
Siklus di pasar modal berfluktuasi antara saham, dana tunai (deposito), dan
obligasi seirama dengan tingkat suku bunga dan perjalanan waktu. Jika suku
bunga naik, maka pelaku pasar cenderung untuk memilih deposito sebagai pilihan
investasi sehingga deposito di perbankan akan melonjak. Akan tetapi, jika terjadi
penurunan suku bunga, maka pilihan investasi pelaku pasar akan beralih ke
obligasi hingga mencapai titik terendah dan kemudian kembali akan beralih ke
saham.
Meski memiliki banyak keunggulan, pasar modal juga mengandung
banyak risiko. Salah satu yang terpenting adalah trinitas yang mustahil yaitu
stabilitas nilai tukar, besarnya moneter, dan integrasi pasar modal atau stabilitas
pembiayaan yang tidak mungkin terjadi secara bersamaan (simultan). Hal ini
disebabkan karena untuk mencapai salah satu stabilitas diperlukan pengorbanan
27
unsur-unsur stabilitas yang lain. Stabilitas nilai tukar dan mobilitas modal hanya
bisa tercapai jika tidak ada kebijakan moneter. Kebijakan moneter dan mobilitas
modal hanya terwujud jika tidak ada stabilitas nilai tukar atau penerapan sistem
nilai tukar yang fleksibel. Stabilitas nilai tukar dan kebijakan moneter hanya bisa
tercapai jika dilakukan pengendalian modal (capital control), seperti yang
diterapkan Malaysia.
Pasar modal juga membahayakan jika terjadi serangan spekulatif yang
tidak dimotori hal-hal fundamental melainkan kehilangan kepercayaan secara tibatiba. Kondisi seperti ini akan lebih berbahaya bagi siklus bisnis, jika rasio nilai
kapitalisasi pasar modal terhadap GDP cukup tinggi. Di negara maju, rasio aman
yang masih bisa ditolerir adalah 2.7 persen dari GDP.
Liberalisasi pasar menciptakan volatilitas dan risiko yang lebih tinggi,
terutama di sebagian besar negara-negara Asia. Pasar modal ternyata
meningkatkan volatilitas ekonomi dan risiko, khususnya untuk negara-negara
berkembang jika tidak didukung oleh adanya program jaring pengaman dan
pengendalian harga. Tidak adanya hukum kebangkrutan juga membuat risiko
individu di pasar modal menjadi risiko negara. Para peneliti juga belum
menemukan bukti kuat bahwa liberalisasi pasar, termasuk perdagangan, membawa
pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Cina, yang sifatnya lebih tertutup, bisa
tumbuh lebih cepat dibandingkan Rusia, yang sifatnya terbuka. Hal ini
membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak bisa didasarkan
pada investasi dana-dana spekulatif atau jangka pendek (Stiglitz). Teori penyakit
Belanda (Dutch Disease) menyebutkan arus modal masuk pada sistem nilai tukar
yang fleksibel menciptakan nilai tukar yang lebih tinggi, memperlambat ekspor
28
dan sulit bersaing dengan barang impor. Selain itu, pasar modal juga berisiko
menciptakan penumpukan investasi di sektor tertentu, seperti sektor properti di
Thailand, yang menjadi idaman, sementara investasi di sektor lain terabaikan
(Meilani, 2007).
2.1.6. Kebijakan dan Transmisi Moneter
Dalam kerangka kerja target inflasi, kebijakan moneter bertujuan untuk
mencapai target inflasi yang ditetapkan di masa yang akan datang. Mekanisme
transmisi bekerja melalui beberapa cara yaitu jalur langsung moneter (melalui
penawaran jumlah uang yang beredar dan uang primer), jalur sukubunga (melalui
tingkat sukubunga riil), jalur harga aset (melalui nilai tukar dan harga aset), jalur
kredit (melalui pinjaman perbankan dan neraca perusahaan) dan terakhir melalui
jalur ekspektasi. Transmisi moneter penting bagi otoritas moneter untuk mengerti
jalur-jalur yang mempengaruhi inflasi
Dalam paradigma baru, kebijakan moneter di sistem perekonomian yang
sudah stabil (mature) mempengaruhi permintaan domestik melalui 2 (dua) jalur
(Gudmundsson, 2008). Pertama, jalur sukubunga; sukubunga jangka menengah
dan panjang sebagian dipicu oleh perubahan saat ini dan akan datang yang tidak
terantisipasi dari sukubunga jangka pendek, yang terkait dengan tingkat kebijakan,
setidaknya pada kondisi normal. Dampak terhadap sukubunga jangka panjang
penting mengingat permintaan konsumsi dan investasi umumnya lebih responsif
terhadap sukubunga jangka menengah dan panjang dibandingkan dengan jangka
pendek.
Kedua, jalur nilai tukar; perubahan kebijakan merubah perbedaan
sukubunga dengan luar negeri, yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai tukar.
29
Bagi perekonomian terbuka kecil yang tidak dapat mempengaruhi sukubunga
global, teori ekonomi memprediksi bahwa globalisasi keuangan secara bertahap
akan memperlemah jalur sukubunga, dan bahkan menutupinya sama sekali. Akan
tetapi, jalur nilai tukar masih dapat menekan target inflasi dalam jangka menengah
maupun panjang, dengan catatan diterapkannya kurs fleksibel.
Manajemen moneter yang berdasarkan suku bunga berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan pokok dan pemerataan distribusi pendapatan karena
penyaluran pinjaman dengan suku bunga tertentu ditetapkan berdasarkan
kemampuan peminjam memberikan jaminan kredit guna meng-cover pinjaman
yang diberikan dan kecukupan cash flow untuk memenuhi kewajiban tersebut
(Siregar, 2003).
Pertumbuhan ekonomi juga terpengaruh oleh manajemen moneter yang
berdasarkan suku bunga. Hal ini terjadi karena memungkinkan bagi masyarakat
untuk mengkonsumsi lebih dari pendapatan yang diperolehnya karena
meningkatnya konsumsi masyarakat yang dibiayai oleh pinjaman. Akibat dari
pola konsumsi yang sedemikian rupa menyebabkan turunnya tingkat tabungan
masyarakat yang mengakibatkan meningkatnya suku bunga dan rendahnya tingkat
investasi, yang pada gilirannya menurunkan pertumbuhan ekonomi dan perluasan
kerja.
Menurut Nuryati, Siregar dan Ratnawati (2006) sisi efektifitas kebijakan
moneter dalam mencapai tujuan masih terbatas, sebagaimana tercermin dari tidak
tercapainya sasaran-sasaran inflasi pada tahun 2000, 2001, dan 2002.
Keterbatasan ini bisa jadi disebabkan karena struktur organisasi Bank Indonesia
yang terbentuk dalam era Undang Undang Nomor 23/1999 belum efektif, yang
pada akhirnya mempengaruhi transparansi dan tingkat kredibilitas kebijakan
30
moneter yang dijalankan. Untuk mencapai kebijakan moneter yang kredibel,
Bimantoro dan Bahroen (2003) menyebutkan terdapat lima landasan kerja yang
harus diperhatikan yaitu: (1) pernyataan yang tegas mengenai tujuan (2)
pernyataan yang jelas mengenai hal-hal yang seharusnya dilakukan untuk
mencapai tujuan (3) adanya instrumen yang jelas (4) adanya kehati-hatian
pemerintah atas pengeluaran yang dibiayai dari pinjaman, dan (5) adanya batasan
dari ruang lingkup yang meniadakan fluktuasi siklikal dalam perekonomian.
Kondisi kelima landasan tersebut belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh otoritas
moneter di Indonesia.
Hal ini mungkin disebabkan karena Indonesia baru
beranjak dari krisis (atau setidaknya masih berada dalam masa transisi untuk
keluar dari krisis) dan perekonomian masih sulit untuk diprediksi, sehingga
penerapan model-model belum dapat diaplikasikan secara tepat.
2.1.7. Kebijakan Pasar Keuangan
Liberalisasi keuangan merupakan otoritas bank sentral suatu negara berupa
kebijakan-kebijakan terhadap moneter yaitu pasar uang maupun pasar modal.
Liberalisasi keuangan, dapat berupa pelonggaran aturan yang berkaitan dengan
kebijakan moneter di suatu negara, misalnya ketentuan mengenai kontrol atas
aliran modal masuk (capital inflow) maupun aliran modal keluar (capital outflow),
juga termasuk ketentuan investasi di pasar modal seperti salah satunya
kemungkinan investor asing untuk dapat melakukan pembelian sekuritas emiten
perusahaan-perusahaan yang tercatat pada bursa domestik.
Ketika perusahaan
ingin melakukan ekspansi investasi, biasanya perusahaan mencari sumber dana
dari pasar keuangan, yaitu pasar uang dan pasar modal, seperti perbankan,
penerbitan obligasi kepada publik atau menjual saham di pasar saham guna
31
mendapatkan manfaat masa depan. Ketersediaan sumber dana dengan tingkat
bunga yang relatif murah akan mendorong pertumbuhan investasi dan konsumsi
rumah tangga.
Dengan peningkatan konsumsi rumah tangga, maka akan
meningkatkan agregat demand dan selanjutnya meningkatkan pendapatan
nasional.
Model Neoklasik mengasumsikan bahwa jika perusahaan ingin
membayar biaya modal, pasar uang akan menyediakan dana. Namun, seringkali
perusahaan mengalami keterbatasan pendanaan (financing constraints) dari pasar
uang, sehingga menghambat pertumbuhan investasi.
akan mempengaruhi perilaku investasi.
Keterbatasan pendanaan
Dengan demikian, apabila terdapat
keterbatasan dalam akses pasar uang maupun pasar modal, yang berdampak pada
tingginya biaya modal, akan menurunkan tingkat pertumbuhan investasi. Peran
pemerintah sangat diharapkan untuk dapat mempermudah akses perusahaan
terhadap sumber dana dari pasar uang maupun pasar modal. Hubungan antara
kebijakan pemerintah melalui kebijakan moneter terhadap pasar uang dan pasar
modal terhadap pertumbuhan investasi dan pendapatan disajikan pada Gambar 5.
Sumber: Dornbusch, Fischer and Startz, 2004
Gambar 5. Interaksi Antara Pasar Uang dengan Pasar Barang
32
2.2.
Kajian Penelitian Terdahulu
2.2.1. Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
Beberapa penelitian tentang dampak liberalisasi keuangan terhadap
perekonomian yang dilakukan peneliti di beberapa negara disajikan pada Tabel 5.
Hasil penelitian umumnya menunjukkan bahwa dampak positif liberalisasi
keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara berkembang dapat terjadi
dengan mempertimbangkan kondisi fundamental dan pentahapan. Kontroversi
liberalisasi keuangan, terutama di negara berkembang yang mengalami krisis
keuangan memberikan wawasan baru mengenai manfaat liberalisasi keuangan itu
sendiri.
Liberalisasi pasar uang (pasar saham) merupakan keputusan dari setiap
negara untuk memperbolehkan warga asing membeli dan memiliki saham-saham
yang diperjualbelikan di negara tersebut.
Dalam jangka panjang terdapat
hubungan yang positif diantara aktivitas ekonomi dengan harga-harga saham
(Fama and French, 1988; Schwert, 1990; Roll, 1992 untuk Amerika dan Canova
and DeNicole, 1995 untuk negara-negara Eropa, dalam Phylaktis dan Ravazzolo
(1998).
Standard IAPM (International Asset Pricing Model), memperkirakan
bahwa dengan adanya liberalisasi pasar modal (pasar saham) akan menurunkan
biaya modal saham melalui pembagian resiko agen domestik dan asing (Stapleton
dan Subrahmanyan, 1977; Errunza dan Losq, 1985; Eun dan Janakiramanan,
1986; Alexander, Eun, dan Janakiramanan, 1987, dan Stulz, 1999a; 1999b) dalam
Henry (2000).
Prediksi tersebut memberikan 2 implikasi penting bagi negara berkembang
yang melakukan liberalisasi pasar modal (pasar saham) pada akhir 1980an dan
33
awal 1990an. Pertama, jika liberalisasi pasar saham menurunkan biaya modal,
dengan kestabilan arus kas masa depan, maka akan terdapat peningkatan indeks
harga saham karena pasar meyakini bahwa liberalisasi pasar saham akan terjadi.
Implikasi yang kedua adalah akan terjadi peningkatan investasi fisik yang
mengikuti liberalisasi pasar saham, karena menurunnya biaya modal di negara
tersebut (sehingga proyek dengan Net Present Value negatif akan menjadi positif).
Implikasi yang kedua ini setidaknya akan meningkatkan pertumbuhan output
(pendapatan) nasional dan memberikan dampak kesejahteraan ekonomi kepada
pemegang saham domestik, dibandingkan hanya sekedar keuntungan sesaat.
Menurut Phylaktis dan Ravazzolo (1998), di negara-negara Pasific Basin
pada tingkat regional dan global selama periode 1980 sampai dengan 1998 terlihat
adanya integrasi keuangan yang didampingi oleh integrasi ekonomi.
Hal ini
menunjukkan bahwa integrasi ekonomi merupakan saluran bagi integrasi
keuangan yang menjelaskan adanya tingkat integrasi keuangan yang tinggi
meskipun terdapat pengawasan atas nilai tukar. Implikasinya adalah penggunaan
kebijakan pembatasan di suatu negara dapat mengisolasi pasar modal dari
pengaruh dunia.
Hasil penelitian Henry (2000) terhadap pasar modal 12 negara
berkembang, terlihat bahwa pasar modal mendapatkan abnormal return sebesar
4.7 persen per bulan (riil Dollar) selama periode waktu 8 bulan sejak
diimplementasikannya liberalisasi pasar saham di masing-masing negara tersebut.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap comovement dengan pasar saham dunia,
reformasi kebijakan ekonomi serta kondisi fundamental makroekonomi, rata-rata
abnormal return adalah 3.3 persen per bulan dalam periode yang sama, meskipun
lebih kecil tetapi secara statisitik dan ekonomi signifikan.
Perkiraan juga
34
dilakukan untuk melihat adanya implikasi atas liberalisasi pasar saham terhadap
penurunan biaya modal selama 2 bulan dan 5 bulan ke depan.
Estimasi
menunjukkan adanya potensi kenaikan return sebesar 6 persen. Dengan perkiraan
biaya modal saham sebelum liberalisasi adalah 20 persen, maka setelah
liberalisasi akan terjadi revaluasi return menjadi 26 persen, dan implikasinya
penurunan biaya modal saham sebesar 26 persen juga. Dari penurunan tersebut
dapat diprediksi akan terjadi penurunan discount rate menjadi 15 persen. Hasil ini
ternyata konsisten dan mendukung pernyataan teori bahwa liberalisasi pasar
saham akan meningkatkan return pasar saham dan selanjutnya akan menurunkan
biaya modal saham atau discount rate.
Pandangan konvensional (Radelet and Sachs, 1998; Stiglitz, 2000) dalam
Glick and Hutchison (2000), berpendapat bahwa liberalisasi aliran modal
internasional, terutama bila dikombinasikan dengan rejim nilai tukar tetap dapat
dianggap sebagai penyebab atau setidaknya faktor yang berkontribusi terhadap
krisis mata uang akhir-akhir ini. Kebijakan umum yang biasa ditetapkan dalam
keadaan seperti ini adalah untuk memberlakukan restriksi terhadap aliran modal
dan pembayaran internasional dengan tujuan dapat melindungi perekonomian dari
serangan speculator dan selanjutnya meningkatkan kestabilan mata uang.
Liberalisasi keuangan terus menerus yang cenderung menghapuskan kontrol modal
terlalu dini dapat mengakibatkan instabilitas dari nilai tukar.
Kebijakan
liberalisasi
keuangan
dan
perdagangan
cenderung
meningkatkan korelasi diantara pasar saham negara-negara dan bias domestic
yang terjadi dalam portofolio saham internasional akan menurun pada saat negara
berkembang terintegrasi secara global (Beine dan Candelon, 2005). Liberalisasi
perdagangan memberikan efek positif terhadap co-movement dari return pasar
35
saham, namun demikian reformasi liberalisasi perdagangan juga meningkatkan
co-movement pasar saham dengan cara yang agak mendua (ambigue).
Liberalisasi keuangan juga memberikan dampak positif dan signifikan terhadap
korelasi pasar saham, bagaimanapun hasil pengukuran atas co-movement pasar
saham. Kebijakan reformasi memberikan efek kuat terhadap perilaku investor
keuangan.
Dalam penelitiannya terhadap peran sektor keuangan melalui jalur kredit,
Abdurahman (2003) menyimpulkan bahwa perkembangan keuangan akibat
adanya reformasi keuangan di Indonesia sejak 1983, telah meningkatkan aliran
dana simpanan dan pinjaman, terlihat dari rasio tabungan, kredit dan investasi
terhadap GDP yang meningkat. Peningkatan agregat moneter secara dramatis
khusunya kredit domestik ke sektor swasta diyakini memiliki peran penting dalam
meningkatkan perekonomian Indonesia akibat peran perantara keuangan. Rasio
kredit sektor swasta terhadap GDP menunjukkan hubungan yang positif dan
signifikan mempengaruhi GDP riil per kapita.
2.2.2. Liberalisasi Keuangan dan Mekanisme Transmisi Moneter
Kajian mengenai hubungan liberalisasi keuangan dengan mekanisme
transmisi moneter umumnya dikaitkan dengan 2 (dua) subyek liberalisasi, yaitu
area sukubunga dan capital account. Aspek terpenting dari liberalisasi keuangan
dari sudut pandang transmisi kebijakan moneter adalah deregulasi sukubunga.
Beberapa kasus di negara berkembang menunjukkan adanya penghapusan batas
sukubunga (interest rate ceiling) dengan diberlakukannya liberalisasi keuangan.
Pada prinsipnya, penghapusan batas sukubunga memungkinkan sukubunga
kebijakan ditransmisikan menjadi sukubunga ritel dengan lebih cepat dan
36
meningkatkan peran dari jalur sukubunga (Gudmundsson, 2008). Liberalisasi
keuanganpun mendorong munculnya produk-produk keuangan baru yang
menimbulkan masalah dalam pengukuran uang, perkiraan fungsi permintaan uang
stabil.
Model permintaan uang stabil penting dalam memfungsikan jalur
sukubunga, karena membantu memastikan bahwa transmisi tersebut dapat
diprediksi, stabil dan efisien.
Liberalisasi capital account mendorong terjadinya aliran modal antar
negara. Sektor keuangan di seluruh dunia tidak hanya mengalami volatilitas nilai
tukar dan likuiditas yang tinggi akibat aliran tersebut, namun juga konsolidasi
keuangan antar negara dan integrasi pasar keuangan. Besarnya integrasi pasar
keuangan mendorong peningkatkan persaingan pasar dan akan berdampak pada
mekanisme transmisi moneter.
Dalam kasus ini de Bondt (2002, 2005)
menganalisis aliran dari perubahan sukubunga kebijakan sukubunga simpanan dan
pinjaman dalam wilayah Euro.
Dengan menggunakan pendekatan Error
Correction Model (ECM) serta Vector Autoregression (VAR), terdapat aliran
sukubunga ritel yang lebih cepat karena kebijakan moneter baru tahun 1999.
2.2.3. Rasio Tobin Q dan Liberalisasi Keuangan
Henry dan Chari (2002), menyatakan bahwa dengan analisis data deret
waktu (1980 – 1994) dari 369 perusahaan publik di 5 negara (India, Jordania,
Korea, Malaysia dan Thailand) terdapat peningkatan nilai rata-rata Q dan investasi
sekitar periode liberalisasi (1988 secara umum). Sedangkan analisis cross-section
menunjukkan
bahwa
realokasi
investasi
fisik
setelah
liberalisasi
tidak
menunjukkan korelasi yang signifikan dengan perubahan resiko sistematis dan
peluang investasi. Kesimpulannya adalah meskipun liberalisasi mendorong aliran
37
kapital namun tidak menjamin efisiensi alokasi kapital di negara yang menerima
aliran kapital tersebut.
Victor (2003), menyatakan bahwa terdapat pola yang sama dari volatilitas
rasio Tobin Q terhadap GDP dengan volatilitas pasar saham terhadap GDP di
beberapa negara berkembang. Sementara untuk negara-negara G7, tidak terdapat
pola yang sama.
Linderberg dan Ross (1981) dalam Han Kin Sang (1998) menyatakan
bahwa nilai marjinal q dapat berbeda dari unity (satu). Kondisi tersebut dapat
terjadi pada pasar persaingan sempurna, yaitu karena biaya penggantian modal
yang terlalu rendah atau pada industri yang menurun (declining) biaya
penggantian modal terlalu mahal akibat kemajuan teknologi yang pesat.
Sebaliknya pada pasar monopoli, nilai Q dapat lebih besar dari 1, karena nilai
pasar dari perusahaan yang tinggi. tingginya nilai pasar perusahaan. Pada pasar
bersaing, faktor-faktor yang mempengaruhi nilai marjinal Q sama dengan faktorfaktor yang mempengaruhi nilai rata-rata Q.
Han Kin Sang (1998) dalam penelitiannya terhadap nilai rasio Q-Tobin
dari perusahaan publik Canada menunjukkan bahwa metode Hall memiliki
pendekatan teoritis yang terbaik, sedangkan metode modifikasi-Lindenberg-Ross
adalah metode dengan perhitungan yang paling sederhana. Selain itu, faktor
determinan utama yang berdampak positif terhadap rasio Q adalah biaya
penelitian dan pengembangan serta iklan, sedangkan yang berdampak negatif
adalah jumlah utang.
38
2.3.
Kebijakan pada Sektor Keuangan di Indonesia
2.3.1. Perbankan
Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan ekonomi makro,
terdapat empat kebijakan umum yang diambil selama periode sebelum krisis tahun
1997 (Jiwandono, dalam Abdullah, 2003), yaitu:
1. Menerapkan kebijakan
fiskal/anggaran berimbang untuk
menghindari
penggunaan hutang domestik dalam pembiayaan pengeluaran pemerintah.
2. Menerapkan kebijakan moneter yang berhati-hati yang menjaga agar
pertumbuhan likuiditas sesuai dengan pertumbuhan permintaan riil.
3. Menjaga agar nilai tukar rupiah selalu berada pada posisi yang realistis. Pada
awalnya ini dilakukan melalui kebijakan devaluasi setiap kali situasi ekonomi
menuntut demikian. Kemudian sejak tahun 1986 hal ini dilakukan melalui
penyesuaian sasaran nilai tukar rupiah secara harian yang ditujukan untuk
memelihara daya saing industri-industri berorientasi ekspor dan sekaligus agar
perkembangan nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi permintaan dan
penawaran di pasar valuta asing.
4. Mempertahankan kebijakan lalu lintas modal (devisa) bebas sejak tahun 1971.
Kebijakan ini telah membantu menarik investasi asing dan membuat
perekonomian Indonesia dapat dengan relatif cepat menyesuaikan diri
terhadap perubahan kondisi di pasar internasional. Berbagai langkah kebijakan
tersebut telah mendukung pemeliharaan kondisi ekonomi makro yang relatif
stabil dan predictable selama periode sebelum krisis ekonomi 1997. Dalam
periode tersebut laju inflasi relatif terkendali pada level rata-rata di bawah 10
persen per tahun.
39
Tabel 5. Penelitian-Penelitian Liberalisasi Keuangan: Capital Account, Pasar Saham dan Moneter
JUDUL ARTIKEL
TUJUAN
The Quality Effect:
Does Financial
Liberalization
Improve the
Allocation of
Capital?.
Growth Volatility and
Financial
Liberalization.
Menganalisis efek
kualitatif liberalisasi
keuangan terhadap
efisiensi alokasi kapital
3.
4.
1.
2.
METODOLOGI
MODEL
DATA
Panel regresi Tobin’s Q Indeks liberalisasi
keuangan terbaru dari 36
negara selama 24 tahun
(1973 – 1996)
HASIL DAN
KESIMPULAN
Liberalisasi keuangan
memperbaiki efisiensi alokasi
kapital
Menganalisis dampak
liberalisasi pasar saham
dan keterbukaan capital
account terhadap
volatilitas pertumbuhan
konsumsi riil
Econometric – SUR
Data keuangan dan makro
ekonomi dari 2 kelompok
negara berkembang
Liberalisasi pasar saham yang
diikuti dengan keterbukaan
capital account dapat
mengurangi volatilitas
pertumbuhan konsumsi riil.
Taking Stock:
Monetary Policy
Transmission to
Equity Markets.
Menganalisis dampak
kebijakan moneter
terhadap pasar saham
Event study
Data kebijakan moneter
1994 – 2003, indeks S&P
dan 500 saham perusahaan,
pertemuan FOMC
Does Financial
Liberalization
Improve The
Allocation Of
Investment?
Menganalisis dampak
liberalisasi keuangan
terhadap alokasi
investasi
Econometric
12 negara berkembang
dengan periode waktu
sebelum dan setelah
liberalisasi keuangan
Pengaruh kebijakan moneter
yang tidak diduga terhadap
pasar saham menguat.
Saham sektor industri yang
siklikal dan kapital intensif
terpengaruh 2-3 kali lebih
kuat dibandingkan yang nonsiklikal
Reformasi keuangan
meningkatkan alokasi
investasi pada beberapa
negara
PENELITI
Abiad, A., Oomes, N. and
Ueda, K.
Presented at the Sixth
Jacques Polak Annual
Research Conference
November 3─4, 2005.
Bekaert, G., Harvey C.R.
and Lundblad C.
National Bureau of
Economic Research,
Cambridge, MA 02138
USA. 2004.
Ehrmann, M and
Fratzscher, M.
Working Paper Series No.
354. May 2004.
Galindo, Schiantarelli, F.,
Weiss, A. and Arturo.
Micro Evidence from
Developing Countries.
October, 2003.
40
Tabel 5. Lanjutan
JUDUL ARTIKEL
5.
TUJUAN
METODOLOGI
MODEL
Econometric
DATA
PENELITI
Do China’s Capital
Controls Still Bind?
Implications For
Monetary Autonomy
And Capital
Liberalisation.
Capital Account
Liberalization and
Economic
Performance: Survey
and Synthesis.
Menganalisis
efektivitas dari capital
control terhadap harga
dan aliran dana
Mensurvei dan
mensintesa literatur
efek keterbukaan
capital account dan
liberalisasi pasar saham
Cross-section
Regression
Indeks liberalisasi dengan
beberapa metode dari
studi-studi terdahulu
Keterbukaan capital account
dan liberalisasi pasar saham
memberikan efek konsisten
terhadap pertumbuhan
ekonomi pada negara dengan
pendapatan menengah.
7.
Stock Market
Liberalization,
Economic Reform,
and Emerging Market
Equity Prices.
Metode Event Study
Data return pasar saham di
12 negara berkembang di
Amerika Latin dan Asia
(1980 – 1990).
Terdapat abnormal return
pasar modal 4.7% selama 8
bulan dan mendorong
penurunan biaya modal .
Liberalisasi pasar modal
memberikan ruang gerak bagi
investasi dengan penurunan
biaya modal.
Henry, P.B.
The Journal of Finance.
Vol. LV. No. 2.
8.
Micro-macro linkages
in financial markets:
the impact of
financial
liberalization on
access to rural credit
in four African
countries.
Menguji konsistensi
data dengan pernyataan
bahwa liberalisasi
pasar modal (saham)
akan meningkatkan
return saham dan
selanjutnya
menurunkan biaya
modal.
Menganalisis efek
liberalisasi keuangan
terhadap akses kredit
bagi pasar individu 4
negara miskin di Afrika
Ekonometrika,
persamaan simultan
Karakter dan tahapan
reformasi keuangan sejak
1985 – 1997 di Uganda,
Kenya, Malawi dan
Lesotho.
Liberalisasi keuangan
berpengaruh terhadap
perubahan sukubunga namun
tidak meningkatkan laju
tabungan dan akses kredit.
Peningkatan akses kredit
karena inovasi pasar
keuangan bagi bisnis kecil
dan pertanian.
Mosley, P.
Journal of International
Development; May/Jun
1999; 11, 3; ABI/INFORM
Global. pg. 367
6.
China
HASIL DAN
KESIMPULAN
Capital control masih
berpengaruh, dan aliran dana
dipengaruhi oleh sukubunga.
Guonan Ma and Mccauley,
R. N.
BIS Working Papers No
233. Monetary And
Economic Department.
August 2007.
Hali J. Edison, Michael W.
Klein, Luca Antonio Ricci
and Torsten Sløk.
IMF Staff Papers; 2004;
51, 2; ABI/INFORM
Global. pg. 220.
41
Table 5. Lanjutan
JUDUL ARTIKEL
TUJUAN
METODOLOGI
MODEL
VAR dan GMM
DATA
10 negara Pasific Basin
dari tahun 1980 – 1998
9.
Measuring Financial
and Economic
Integration with
Equity Prices in
Emerging Markets.
Menganalisis
keterkaitan riil dan
keuangan pasar saham
di tingkat regional dan
global secara simultan
10.
Credit Constraints,
Financial
Liberalisation And
Twin Crises.
Menganalisis kondisi
‘twin-crises’ dalam
kaitannya dengan
liberalisasi keuangan
Diamond-Dybvig
Model
Ekonomi terbuka dan
ekonomi tertutup
11.
Financial
Liberalization and
Monetary Control in
A Developing
Country.
VAR, ARCH dan
GARCH
Data kuartalan sejak 1980
sampai dengan 2000, baik
bank sentral, bank
komersiel maupun sektor
korporasi non-pertanian
non-keuangan di Peru.
12.
Stock Market
Development And
Economic Growth:
The Causal Linkage.
Menganalisis dampak
liberalisasi keuangan
dan kebijakan moneter
terhadap keuangan
sektor perbankan,
korporasi nonkeuangan dan bank
sentral.
Menganalisis
hubungan sebab akibat
antara perkembangan
pasar saham, keuangan
dan pertumbuhan
ekonomi
VAR
Data kuartalan dari 1971 1998 , yaitu pasar modal
dan kewajiban bank dari 7
negara berkembang.
HASIL DAN
KESIMPULAN
Integrasi ekonomi
didampingi oleh integrasi
keuangan baik di tingkat
regional dan global untuk
seluruh sub-periode.
Akses ke pasar modal
internasional memungkinkan
ekonomi domestik
mengalokasikan sumberdaya
lebih efisien dan mengurangi
kerentanan sektor perbankan
(dalam rejim nilai tukar
tertentu)
Liberalisasi keuangan dan
kebijakan moneter
menimbulkan dampak positif
dalam jangka pendek, namun
menyebabkan keuangan dari
sektor perbankan dan
korporasi non-pertanian nonkeuangan rapuh.
Pasar modal yang telah
berkembang baik mendorong
pertumbuhan ekonomi
melalui akumulasi modal
yang lebih cepat dan alokasi
sumber daya yang lebih baik
PENELITI
Phylaktis, K and
Ravazzolo. F.
City University Business
School City University
Business School. London.
United Kingdom. 1998.
Zhu, H.
BIS Working Papers No
124. Monetary and
Economic Department.
January 2003.
Liebana, P. L.
Department of Economics.
Notre Dame, Indiana.
November 2002.
Dissertation.
Guglielmo Maria
Caporale, Peter G. A
Howells, and Alaa M.
Soliman.
Journal of Economic
Development 33 Volume
29, Number 1, June 2004.
42
Tabel 5. Lanjutan
JUDUL ARTIKEL
TUJUAN
METODOLOGI
MODEL
DATA
Regresi BergandaVolatilitas pasar mata uang
Model ‘canonical’
& ketersediaan data 69
krisis mata uang
negara berkembang (1975
– 1997), dan 160 kasus
krisis mata uang.
HASIL DAN
KESIMPULAN
Pembatasan atas capital
control berasosiasi dengan
tingginya peluang krisis mata
uang.
13.
Capital Controls and
Exchange Rate
Instability in
Developing
Economies.
Meneliti restriksi legal
terhadap aliran dana
internasional (capital
account) berasosiasi
dengan semakin
besarnya stabilitas
mata uang, sehingga
dapat terlindung dari
serangan spekulatif
atas mata uang.
14.
The IMF and the
Liberalization of
Capital Flows.
15.
Gestation Lags for
Capital, Cash Flows,
and Tobin’s Q.
PENELITI
Menganalisis
determinan decontrol
capital account pada
negara berkembang
dan memeriksa peran
perubahan rejim aliran
dana selama
berpartisipasi dalam
IMF.
Metode Least Square
Data program IMF dan
kebijakan 53 negara
berkembang (1982 – 1998)
Keikutsertaan dalam program
IMF berkorelasi dengan
liberalisasi capital account
selama periode 1990an.
Joyce, J.P. and Noy, I.
Department of Economics
Wellesley College and
University of Hawaii.
Unpublished. 2005.
Menganalisis respons
investasi akibat
perubahan biaya
modal, serta hubungan
antara arus kas dengan
Tobin’s Q.
Structured VAR
model, dengan model
investasi, arus kas dan
hubungan antara arus
kas dan Tobin’s Q.
Data agregat kuartal
perusahaan non-pertanian
dan non-keuangan di US
sejak 1959Q2 sampai
2002Q4.
Dibutuhkan waktu 4 kuartal
bagi investasi untuk
berespons terhadap
guncangan teknologi dan
tambahan sekitar 8 kuartal
sebelum kapasitas produksi
terpengaruh (ada
penyesuaian arus kas dan Q).
Millar, J.N.
Finance and Economics
Discussion Series.
Divisions of Research &
Statistics and Monetary
Affairs. Federal Reserve
Board, Washington, D.C.
2005.
Glick, R and Hutchison,
M.
Federal Research Bank of
Fransisco. Unpublished.
2000.
43
Tabel 5. Lanjutan
JUDUL ARTIKEL
TUJUAN
16.
Integration and stock
market co-movement
between emerging
economies.
17.
Financial
liberalization and
money demand in the
ASEAN countries.
18.
The Causes and
Impacts of
International
Financial
Liberalization.
Menyelidiki dampak
perdagangan dan
liberalisasi keuangan
terhadap tingkat comovement pasar modal
diantara negara
berkembang.
Memperkirakan
pengaruh liberalisasi
keuangan terhadap
permintaan uang riil
dalam jangka panjang
di 4 negara Asia
Tenggara
Menganalisis penyebab
dan dampak sosial dari
internasionalisasi
keuangan di negara
berkembang
19.
How Risky is
Financial
Liberalization in the
Developing
Countries?
Menganalisis apakah
liberalisasi keuangan
beresiko?
METODOLOGI
MODEL
DATA
Perkiraan korelasi
25 negara sejak tahun
time-varying pasar
1990 sampai 2004 (15
saham antar negara.
tahun).
Metode realized
moment (seperti
GARCH) atau realized
correlation
Johanssen (1988) Full- 4 negara Asia Tenggara:
Information maximum- Indonesia, Singapore,
Likelihood Procedure
Malaysia dan Thailand
pada periode sebelum
krisis
Granger causality test
and VAR
Data time series dari
keterbukaan keuangan
internasional di 44 negara
berkembang dari 1970 –
1994.
Regresi dan causality
27 negara berkembang dan
maju dari 1977 – 1999
HASIL DAN
KESIMPULAN
Terdapat dampak positif
reformasi liberalisasi
perdagangan dan keuangan
terhadap tingkat korelasi dan
keterkaitan pasar saham antar
negara.
PENELITI
Beine, M. and Candelon,
B.
University of Luxemburg.
Belgium. Unpublished.
2005.
Fungsi permintaan uang riil
dari ke-4 negara adalah stabil
meskipun sudah dilakukan
liberalisasi keuangan.
Dekle R. and Pradhan, M.
International Journal of
Finance & Economics; Jul
1999; 4, 3; ABI/INFORM
Global pg. 205.
Liberalisasi keuangan
disebabkan oleh integrasi
perekonomian dan keuangan
antar negara (evolusionary)
dan krisis pembayaran
(revolusionary). Secara
umum, liberalisasi keuangan
memberikan dampak
menguntungkan bagi negara
berkembang
Liberalisasi keuangan
diharapkan untuk
meningkatkan persaingan
dan mengurangi kekuatan
monopoli, selain dari pasar
keuangan. Dengan resiko
yang dapat terjadi, perlu
pentahapan proses.
Zhang, H.
PhD. Dissertation.
Claremont Garduate
University. California.
2001.
Wyplosz, C. 2001.
Graduate Institute of
International Studies,
Geneva and CEPR.
44
Tabel 5. Lanjutan
JUDUL ARTIKEL
TUJUAN
20.
Financial
Globalisation: Key
trend s and
implications for the
transmission
mechanism of
monetary policy
Menganalisis
perkembangan dan
pengaruh globalisasi
keuangan terhadap
efektivitas jalur
mekanisme transmisi
kebijakan moneter
21.
Impact of Financial
Market
Developments on the
Monetary
Transmission
Mechanism
Menganalisis sejauh
mana pengaruh
perkembangan
keuangan terhadap
mekanisme transmisi
moneter
METODOLOGI
MODEL
DATA
Uji korelasi dan ECM
Beberapa negara maju
(kecil dan besar) dan
negara berkembang yang
menerapkan sistem nilai
tukar fleksibel dan
pentargetan inflasi
Standard two-step
Engle-Granger ECM
dan Rolling regression
Beberapa negara industri
(maju) dan negara
berkembang Asia
HASIL DAN
KESIMPULAN
Jalur sukubunga dari MTM
melemah dalam jangka
panjang, baik di negara maju
maupun berkembang.
Volatilitas nilai tukar kecil
dan diharapkan
mengkompensasi lemahnya
jalur sukubunga dalam
pentargetan inflasi.
Negara dengan pasar
keuangan yang telah maju
memiliki laju transmisi
sukubunga dan penyesuaian
yang lebih cepat
PENELITI
Gudmundsson, M. 2008.
BIS Papers no. 39.
Singh, S., Razi, A., Endut,
N. dan Ramlee, H. 2008.
BIS Papers no. 39.
45
Di sektor keuangan, dalam rangka mengatasi kesenjangan antara tabungan dan
investasi,
upaya
menggerakkan
sumber
dana
domestik
dilakukan
dengan
mengembangkan infrastruktur sektor keuangan, khususnya industri perbankan. Hal
ini terlihat sangat jelas dari perkembangan sektor keuangan di Indonesia yang sarat
dengan rangkaian deregulasi sejak tahun 1983. Proses deregulasi perekonomian yang
dilakukan di Indonesia hampir identik dengan deregulasi sektor keuangan.
Strategi deregulasi sektor keuangan di Indonesia, dimulai secara terbatas
dengan menetapkan suku bunga bank lebih realistis pada tahun 1968 sampai dengan
1970, dan kemudian dilanjutkan dengan deregulasi tahun 1983 dan 1988. Sebagai
konsekuensinya, sektor perbankan telah berhasil meningkatkan perannya sebagai
media intermediasi dan penyedia jasa perbankan lainnya, dan hal ini telah pula
menunjang pertumbuhan ekonomi yang tinggi di masa lalu (Sabirin, 1999).
Beberapa paket kebijakan untuk mendorong sistem keuangan domestik juga
dikeluarkan pada tahun 1988, 1990 dan 1991. Tujuannya adalah untuk melakukan
liberalisasi sektor keuangan domestik dengan penetapan bunga melalui mekanisme
pasar, pendirian bank atau cabang baru dengan persyaratan lebih mudah, mengizinkan
bank asing beroperasi di kota selain Jakarta, dan memperluas kapasitas bank
komersial dalam alokasi kredit melalui penurunan persyaratan cadangan terhadap
deposito dari 15 persen menjadi 2 persen. Dapat dikatakan bahwa proses deregulasi
perekonomian yang dilakukan di Indonesia hampir identik dengan deregulasi sektor
keuangan (Abdurahman, 2003).
Reformasi keuangan tersebut berdampak signifikan terhadap perluasan dan
kedalaman (deepening) sistem keuangan di Indonesia.
Pengaruh lainnya adalah
sukubunga riil positif, kenaikan jumlah bank, jumlah tabungan dan volume kredit
domestik, sebagaimana terlihat pada Tabel 6.
46
Tabel 6. Tren Rasio M2, Kredit, Tabungan dan Investasi Terhadap Gross Domestic
Product, Tahun 1983 sampai dengan 1997
Sumber: Abdurahman, 2003
Dalam perkembangannya, ternyata infrastruktur perekonomian di Indonesia
belum mampu menghadapi semakin cepatnya proses integrasi perekonomian
Indonesia ke dalam perekonomian global. Perangkat kelembagaan bagi bekerjanya
ekonomi pasar yang efisien ternyata belum tertata dengan baik. Sebagai
konsekuensinya, ekonomi Indonesia menjadi sangat rentan terhadap gejolak eksternal
sebagaimana terjadi pada pertengahan tahun 1997.
Beberapa langkah kebijakan
dilakukan untuk memperkuat kestabilan makroekonomi dan membangun kembali
infrastruktur ekonomi, khususnya perbankan dan dunia usaha, antara lain (IMF, 1998
dalam Abdullah, 2003):
1. Di bidang moneter, ditempuh kebijakan moneter ketat untuk mengurangi laju
inflasi dan penurunan atau depresiasi nilai mata uang lokal secara berlebihan.
2.
Di bidang fiskal, ditempuh kebijakan yang lebih terfokus kepada upaya relokasi
pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan tidak produktif kepada kegiatan-kegiatan
yang diharapkan dapat mengurangi social cost yang ditimbulkan oleh krisis
ekonomi. Salah satu bentuknya adalah dengan program Jaring Pengaman Sosial.
3. Di bidang pengelolaan (governance), ditempuh kebijakan untuk memperbaiki
kemampuan pengelolaan baik di sektor publik maupun swasta. Termasuk di
dalamnya upaya mengurangi intervensi pemerintah, monopoli, dan kegiatankegiatan yang kurang produktif lainnya.
47
4.
Di bidang perbankan, ditempuh kebijakan yang akan memperbaiki kelemahankelemahan sistem perbankan berupa program restrukturisasi perbankan yang
bertujuan untuk mencapai dua hal, yaitu: mengatasi dampak krisis dan
menghindari terjadinya krisis serupa di masa datang.
Fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia selama krisis ekonomi
tersebut adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan nilai tukar rupiah, dan
hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
yang secara jelas menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah yang di dalamnya mengandung pengertian
kestabilan harga (laju inflasi) dan kestabilan nilai tukar rupiah.
Pada tataran implementasi, dalam menjalankan fungsi stabilisasi rupiah, Bank
Indonesia masih dihadapkan pada sejumlah kendala yang terkait dengan optimalisasi
kebijakan moneternya. Pertama, penentuan satu di antara dua alternatif, yaitu suku
bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) jangka waktu 1 dan 3 bulan sebagai sasaran
operasional kebijakan moneter.
Kedua, informasi emperik tentang jalur-jalur
mekanisme transmisi kebijakan moneter yang berpengaruh efektif terhadap
pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter, yaitu pengendalian tingkat inflasi.
Ketiga, informasi emperik tentang jangka waktu (time lag) pencapaian sasaran akhir
kebijakan moneter. Keempat, informasi emperik tentang trade-off output-inflasi yang
diakibatkan oleh kebijakan moneter di bawah sistem nilai tukar mengambang dan
mengambang terkendali.
Kelima, seberapa besar tingkat efektifitas kebijakan
moneter di bawah kedua sistem nilai tukar tersebut.
48
2.3.2. Pasar Modal Indonesia
Keterlibatan pemerintah dalam pasar modal, adalah sebagai regulator melalui
Bapepam dan BEI (Bursa Efek Indonesia). Setiap pemain di pasar modal memiliki
peran masing-masing. Ada beberapa pihak terlibat secara langsung dengan mengelola
ekuiti dan utang yaitu sales, trading, brokerage, produk turunan ekuiti (equity
derivatif) dan investasi langsung. Bank investasi biasanya membawahi dua "pemain"
penting yaitu underwriter (penjamin emisi) dan corporate finance advisory
(penasehat keuangan perusahaan). Underwriter mengelola instrumen-instrumen yang
berkaitan dengan ekuiti seperti IPO (Initial Public Offering/penjualan saham
perdana), dan convertible bonds (obligasi yang bisa dikonversikan dalam bentuk
saham). Underwriter juga mengelola instrumen-instrumen yang tercatat dan tidak
tercatat.
Dalam konteks pasar modal, liberalisasi dan integrasi keuangan berarti
hilangnya hambatan untuk melakukan cross listing, cross trading dan cross
membership.
Perkembangan investasi di Indonesia mengalami babak baru setelah
direorganisasikannya pasar modal pada tahun 1977 melalui Keputusan Presiden
Nomor 52 Tahun 1976. Reorganisasi ini mempunyai arti yang sangat penting bagi
perkembangan investasi di Indonesia karena dengan diefektifkannya kembali pasar
modal diharapkan pengalokasian sumber daya ekonomi terutama yang menyangkut
alokasi modal dapat berlangsung secara efisien (Hidayat, 2009).
Secara garis besar perkembangan pasar modal di Indonesia sejak
diefektifkannya kembali tahun 1977, dapat dibagi menjadi tiga era, yaitu:
1. Era Pra Deregulasi
2. Era Deregulasi
49
3. Era Pasca Deregulasi
Periodisasi di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Era Pra Deregulasi
Era Pra Deregulasi dari tahun 1977 sampai dengan tahun 1987 merupakan era
rintisan menuju pasar modal yang efisien.
Sebelum periode 1977 sampai 1987
sebenarnya pasar modal telah dikenal oleh masyarakat Indonesia yaitu pada tahun
1912 yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda, tetapi kemudian ditutup pada
tahun 1942. Pemerintah Republik pernah pula mengaktifkan kembali pasar modal
pada tahun 1952 dengan Undang-Undang Darurat Nomor 15 Tahun 1952 yang tujuan
utamanya untuk memberikan fasilitas bagi perdagangan obligasi pemerintah saat itu.
Keadaan politik yang tidak menentu dan kondisi perekonomian yang buruk
mengakibatkan pasar modal harus ditutup kembali. Keadaan ini berlanjut hingga
tahun 1977 sampai pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun
1976 yang menandakan kembali diefektifkannya pasar modal. Sejak keluarnya
Keputusan Presiden tersebut, pasar modal di Indonesia diharapkan menjadi wahana
pengalokasian modal yang efisien serta alat untuk memeratakan pendapatan kepada
pemodal-pemodal kecil.
Tahun 1977 sampai dengan 1987 merupakan periode awal perkembangan
bursa di Indonesia, hal ini terlihat pada jumlah perusahaan yang menawarkan saham
hanya terdapat 24 perusahaan dan 3 perusahaan yang menawarkan obligasi, sementara
itu dana yang terhimpun hanya berkisar Rp 131.4 milyar. Bagi perusahaan, pasar
modal bukan merupakan wahana yang menarik untuk menjual surat berharga karena
beberapa alasan, yaitu:
50
a. Adanya persyaratan laba minimum sebesar 10 persen dari modal sendiri. Persyaratan ini dinilai cukup berat bagi perusahaan yang akan go public.
b. Tertutupnya kesempatan bagi investor asing untuk berpartisipasi dalam
kepemilikan saham.
c. Adanya batas maksimum fluktuasi harga saham sebesar 4 persen dalam setiap hari
perdagangan di bursa.
d. Tidak adanya perlakuan yang sama terhadap penghasilan yang berasal dari bunga
deposito dengan dividen.
e. Belum dibukanya kesempatan bagi perusahaan untuk mencatatkan seluruh saham
yang ditempatkan dan disetor penuh di bursa.
Faktor-faktor di atas merupakan penyebab kurang menariknya pasar modal, baik bagi
perusahaan maupun investor.
2. Era Deregulasi
Era Deregulasi dari tahun 1987 sampai dengan 1990, pemerintah
mengeluarkan tiga perangkat paket kebijakan penting dalam bidang pasar modal.
Ketiga perangkat kebijakan tersebut dituangkan dalam paket-paket deregulasi sebagai
berikut:
a.
Paket Desember 1987
Isi penting dari paket kebijakan ini yang berkaitan erat dengan pasar modal yaitu:
1. Menghapuskan persyaratan laba minimum 10 persen dari modal sendiri.
2. Diperkenalkannya instrumen baru pasar modal yaitu saham atas unjuk.
51
3. Dibukanya bursa paralel (Bursa Paralel Indonesia) sebagai arena perdagangan
efek bagi perusahaan-perusahaan kecil dan menengah.
4. Dihapuskannya ketentuan batas maksimum fluktuasi harga sebesar 4 persen.
b.
Paket Oktober 1988, dengan beberapa kebijakan yaitu:
1. Pengenaan pajak penghasilan atas bunga deposito berjangka dan sertifikat
deposito tabungan.
2. Pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberian kredit bank kepada nasabah
perorangan dari nasabah grup yaitu secara berturut-turut tidak melebihi 20
persen dan 50 persen dari modal sendiri bank pemberi kredit.
3. Penetapan persyaratan modal minimum untuk mendirikan bank umum swasta
nasional, bank pembangunan dan bank campuran.
c.
Paket Desember 1988.
Melalui paket ini, pemerintah memberikan kesempatan kepada swasta untuk
mendirikan dan menyelenggarakan bursa di luar Jakarta. Dengan kebijakan ini,
dibuka peluang bagi investor bagian lain untuk memperdagangkan efeknya di bursa
tersebut sehingga investor tidak lagi harus memperdagangkan efeknya di Bursa Efek
Jakarta. Disamping itu melalui paket ini, pemerintah memberikan kesempatan kepada
seluruh perusahaan untuk mencatatkan seluruh saham yang telah ditempatkan dan
disetor penuh di bursa (company listing). Dengan demikian, diharapkan saham
perusahaan akan lebih marketable.
d.
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
1055/KMK.013/1989
tentang
Pembelian Saham oleh Pemodal Asing Melalui Pasar Modal.
Melalui keputusan ini, pemerintah membuka kesempatan bagi investor asing untuk
berpartisipasi di pasar modal Indonesia. Ketentuan ini membolehkan investor asing
52
untuk menguasai maksimum 49 persen di pasar perdana, maupun 49 persen saham
yang tercatat di bursa efek maupun bursa paralel.
e.Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1199/KMK.010/1991 jo Keputusan Menteri
Keuangan 1548/KMK/013/1990 tentang Perubahan Status BAPEPAM.
Melalui keputusan ini, tugas BAPEPAM yang semula merupakan penyelenggara
bursa (Badan Penyelenggara Pasar Modal) berubah menjadi pengawas pasar modal
(Badan Pengawas Pasar Modal) sedangkan penyelenggara bursa diserahkan kepada
swasta. Di samping itu, lembaga-lembaga penunjang lainnya seperti Lembaga Kliring
Penyelesaian dan Penyimpanan, Reksa Dana resmi dibentuk.
3. Era Pasca Deregulasi
Dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan deregulasi, pasar modal di
Indonesia berkembang sangat pesat. Hal ini tercermin dari meningkatnya jumlah
perusahaan go public yang sangat drastis. Bila pada tahun 1988, jumlah emiten yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta baru mencapai 26 perusahaan maka pada akhir 1994
telah mencapai 218 perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp 103 835.24
milyar. Pertumbuhan tersebut juga diikuti oleh semakin meningkatnya kepercayaan
masyarakat kepada pasar modal di Indonesia, jika pada tahun 1977 rata-rata transaksi
baru mencapai Rp 1 650 000 per hari, dan pernah mencapai Rp 50 000 000 per hari
pada tahun 1982 maka pada akhir tahun 1993 transaksi telah mencapai Rp 117 582
juta per hari. Ini berarti telah terjadi peningkatan 738 persen jumlah emiten yang
terdaftar di bursa selama periode waktu tersebut dan terjadi kenaikan 215 kali lipat
pada nilai kapitalisasi.
Upaya-upaya untuk meningkatkan peranan pasar modal dalam perekonomian
Indonesia masih terus berlanjut. Dengan beberapa peraturan yang dikeluarkan pada
53
era pasca deregulasi untuk mengontrol dan menutup kelemahan-kelemahan pasar
modal masih terus digulirkan, khususnya untuk melindungi investor dan pelaku pasar
modal lainnya. Beberapa peraturan yang dikeluarkan antara lain:
1. Peraturan Nomor: IX.C.1. tentang keterbukaan informasi yang harus segera
diumumkan kepada publik (lampiran Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep22/PM/1991).
2. Peraturan Nomor: X.D.1. tentang persyaratan keterbukaan orang dalam dan
pemegang saham tertentu (lampiran Keputusan BAPEPAM Nomor: Kep89/PM/1991).
3. Surat Edaran Ketua BAPEPAM Nomor: SE-05/PM/1992 tentang penyampaian
laporan keuangan tahunan.
4. Perubahan Peraturan Nomor IX.A.8. tentang benturan kepentingan transaksi
tertentu.
5. Peraturan Nomor: IX.D.1 tentang benturan kepentingan transaksi tertentu
(lampiran Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep-01/PM/1993).
Kinerja PMI (Pasar Modal Indonesia) dapat ditinjau dari jumlah emiten, nilai
emisi dan kapitalisasi saham, volume perdagangan yang tergabung dalam PMI secara
keseluruhan. Jumlah emiten yang bergabung dalam PMI sampai dengan tahun 2007
adalah 383 perusahaan. Sementara itu, nilai kapitalisasi pasar modal berkembang
sejalan dengan perkembangan jumlah emiten yang bergabung dalam PMI. Dalam
kurun waktu 10 tahun dari 1991 hingga 2001 terjadi kenaikan nilai kapitalisasi pasar
hingga lebih dari 20 kali lipat. Pada 1991, jumlah saham dan obligasi di pasar modal
Indonesia hanya Rp. 11.2 triliun, namun pada 2001 jumlah mencapai Rp. 263 triliun.
Sampai dengan tahun 2007, nilai kapitalisasi pasar adalah Rp 1 988.3 triliun. Nilai
54
kapitalisasi menunjukkan jumlah modal yang mampu dihimpun oleh Pasar Modal
Indonesia dalam menunjang kegiatan investasi saham.
Indikator
perkembangan
pasar
saham
lainnya
yang
menunjukkan
perkembangan yang baik adalah IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan), yang
merupakan cerminan dari kinerja pasar. Membaiknya kondisi pasar saham Indonesia
juga ditunjukkan dengan transaksi yang melibatkan investor asing yang mengalami
fluktuasi dengan kecenderungan terus meningkat. Pada 1992, transaksi saham yang
melibatkan investor asing mencapai 59 persen.
Jumlah ini menurun pada 2001
dimana transaksi yang melibatkan investor asing hanya 11 persen. Namun, pada
2005, transaksi saham yang melibatkan investor asing kembali naik menjadi 41 persen
dan pada akhir 2010 menjadi sekitar 39 persen.
2.3.3. Kebijakan Penanaman Modal di Indonesia
Beberapa kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM), pada dasarnya bertujuan untuk merangsang pertumbuhan
investasi asing langsung maupun dalam negeri, termasuk pengendalian maupun
pelaksanaan dari penanaman modal tersebut. Pada tahun 2004, dikeluarkan keputusan
Kepala BKPM No. 61 Tahun 2004, yang mengatur tentang Pengendalian Pelaksanaan
Penanaman Modal, berupa bentuk dan tatacara pembuatan Berita Acara Pemeriksaan
Proyek (BAP), Pelaporan dan Pencabutan Surat Persetujuan.
Beberapa problematika terkait dengan mekanisme investasi telah dikaji, dan
menghasilkan paket kebijakan baik dari pemerintah maupun BKPM sendiri.
Kebijakan yang terkait dengan masalah pembentukan perusahaan dan izin usaha,
adalah konsep pelayanan satu atap, dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No.
55
29 Tahun 2003. Lahirnya Keppres tersebut dilatarbelakangi suasana euforia UU No.
22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Desentralisasi disemangati secara
berlebih, sehingga daerah dalam meningkatkan PAD mengeluarkan berbagai perda
pajak dan retribusi daerah, yang pada akhirnya memberatkan dunia usaha dan
investasi.
Pada akhir Februari 2006, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan
investasi, dalam bentuk Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2006. Program tersebut
antara lain meliputi kelembagaan pelayanan investasi, sinkronisasi peraturan pusat
dan daerah, kepabeanan dari cukai, perpajakan, ketenagakerjaan, usaha kecil,
menengah, dan koperasi. Latar belakang dikeluarkannya paket kebijakan investasi
tersebut adalah untuk meningkatkan kinerja investasi di Indonesia. Menurut
pemerintah, investasi dapat diharapkan memberikan nilai bagi pertumbuhan ekonomi
Indonesia, untuk mencapai target pertumbuhan sekitar 6 sampai 7 persen di era
pemerintahan Kabinet Persatuan. Paket Kebijakan berikut programnya meliputi aspek
umum, kepabeanan dan cukai, perpajakan, ketenagakerjaan dan juga untuk Usaha
Kecil, Menengah dan Koperasi. Pada tahun 2007, telah dikeluarkan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, juga Peraturan
Presiden RI No. 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal,
mengenai Kedudukan, Tugas, Fungsi, Pengorganisasi serta Komite Penanaman
Modal.
Artinya, BKPM menjadi sebuah lembaga pemerintah yang menjadi
koordinator kebijakan penanaman modal antar instansi pemerintah, pemerintah
dengan Bank Indonesia, pemerintah dengan Pemerintah Daerah (Pemda) dan antara
pemda dengan pemda.
Disamping itu, pemerintah juga berperan sebagai badan
advokasi bagi para investor, misalnya menjamin tidak adanya ekonomi biaya tinggi.
56
Pada tahun 2009, dikeluarkan Peraturan Kepala BKPM No. 11 Tahun 2009
tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan, dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal, No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan
Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, No.13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan
Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal dan No. 14 Tahun 2009
tentang Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik
(SPIPISE). Pada tahun 2010 dikeluarkan Peraturan Kepala BKPM No.7 Tahun 2010,
yaitu tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal,
khususnya prosedur-prosedur Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM).
Dalam rangka meningkatkan investasi asing langsung di Indonesia,
pemerintah melalui Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) telah
melakukan beberapa upaya penyesuaian kebijakan investasi, di antaranya adalah
sebagai berikut (Sarwedi, 2002):
1. Pemerintah telah memperbaharui Daftar Bidang Usaha yang Tertutup bagi
Penanam Modal untuk dapat diberikan keleluasaan investor dalam memilih usaha
(Keppres No 96 Tahun 2000 jo. No 118 Tahun 2000). Dalam keputusan tersebut,
bidang usaha yang tertutup untuk investasi baik PMA maupun PMDN berkurang
dari 16 sektor menjadi 11 sektor. Bidang usaha yang tertutup bagi kepemilikan
saham asing berkurang dari 9 sektor menjadi 8 sektor.
2. Penyederhanaan proses dari 42 hari menjadi 10 hari. Sebelumnya persetujuan
PMA dilakukan oleh Presiden, sedangkan saat ini cukup dilakukan oleh Pejabat
Eselon I yang berwenang, dalam hal ini Deputi Bidang dan Fasilitas Penanaman
Modal;
57
3. Sejak tanggal 1 Januari 2001, pemerintah menggantikan insentif Pembebasan
Pajak dengan Kelonggaran Pajak Investasi sebesar 30 persen untuk 6 (enam)
tahun.
4. Nilai investasi tidak dibatasi, sepenuhnya tergantung studi kelayakan dari proyek
tersebut.
Pada masa pemerintahan Orde Baru yang dimulai 1967, Indonesia melakukan
sejumlah deregulasi terhadap peraturan penanaman modal. Peraturan perundangan
penanaman modal asing (PMA) telah mulai diperbaiki sejak tahun 1967, sedangkan
penanaman modal dalam negeri (PMDN) mulai diatur sejak tahun 1968. Insentif bagi
para investor tampaknya sangat tergantung pada bagaimana pemerintah melakukan
atau menerapkan status prioritas bagi sektor industri. Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM) dalam rangka menjaring investasi asing maupun investasi dalam
negeri menerapkan apa yang disebut dengan Daftar Skala Prioritas (DSP), yang
memiliki empat kategori, yaitu:
a. Sektor industri yang terbuka bagi PMA maupun PMDN dan non-PMA/PMDN,
termasuk di dalamnya perusahaan yang relatif kecil;
b. Sektor industri yang terbuka bagi PMDN dan Non-PMA/PMDN;
c. Sektor industri yang terbuka hanya bagi Non-PMA/PMDN;
d. Industri yang tertutup untuk semua investasi, baik PMA, PMDN, nonPMA/PMDN.
Sistem insentif tersebut sering direvisi oleh pemerintah, seperti misalnya
pembebasan pajak impor, investasi mesin maupun peralatan serta percepatan
depresiasi.
Secara umum, sistem investasi memiliki kecenderungan penggunaan
capital intensive technique. Hal ini dapat dipahami sebagai upaya pemerintah untuk
memacu pertumbuhan ekonomi yang didasarkan atas percepatan sektor industri,
58
sehingga kebijakan tentang investasi sering disamakan arahnya dengan kebijakan
industri.
Inisiatif kebijakan investasi pada akhirnya berkembang pada kebijakan
investasi yang mampu mendorong ekspor non-migas yang kemudian dikenal dengan
Paket 6 Mei yang efektif diumumkan pada tahun 1986. Menurut Poot, Kuyvenhoven,
dan Jansen, 1991: 236-238, dalam Sarwedi, 2002, Paket 6 Mei tersebut pada dasarnya
memiliki beberapa poin penting, yaitu mendorong usaha yang sekurang-kurangnya 85
persen outputnya diekspor dalam bentuk pengadaan impor input dengan biaya murah
melalui subsidi, memberikan fasilitas pinjaman dana bank apabila sekurangkurangnya 75 persen modal saham (equity) dimiliki oleh orang Indonesia, bila
sekurang-kurangnya 51 persen equity ditawarkan di Jakarta Stock Exchange (JSE),
dan bila sekurang-kurangnya 51% equity dimiliki oleh orang Indonesia plus sekurangkurangnya 51 persen dari equity yang ditawarkan 20 persen diantaranya ditawarkan di
Jakarta Stock Exchange.
2.4.
Hipotesis
Dalam rangka menganalisis dampak liberalisasi keuangan dan pasar modal
terhadap perekonomian Indonesia, dikembangkan suatu model ekonomi. Liberalisasi
keuangan, yang dicirikan antara lain oleh keterbukaan capital account dan pasar
saham serta mekanisme suku bunga melalui kebijakan moneter, memungkinkan
adanya aliran modal (capital flow) secara leluasa antar negara.
Dengan kondisi
moneter suatu negara yang stabil dan kondusif, maka aliran modal akan masuk
melalui transaksi pasar modal (investor sekuritas), dan memberikan kesempatan pada
industri untuk beropersional melalui peningkatan investasi pada sektor-sektor
produktif dengan adanya dana segar tersebut, sehingga membuka peluang kerja dan
diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan investasi sektoral.
59
Tulisan ini bertujuan untuk menggali isu-isu terkait dengan hubungan antara
perkembangan keuangan dan pertumbuhan dari sudut pandang evaluasi dampak
liberalisasi keuangan. Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian serta
latar belakang teori yang melandasinya, maka penelitian ini memiliki hipotesis
sebagai berikut:
1. Liberalisasi keuangan berupa keterbukaan control atas capital account dan
pasar modal (Investasi Asing Langsung, FDI dan Investasi Portofolio akan
mempengaruhi investasi pada sektor primer (pertanian), sektor sekunder
(industri dasar dan kimia), serta sektor tersier (perbankan) yang ditunjukkan
dengan rasio Q-Tobin.
2. Kebijakan moneter akan mempengaruhi investasi pada sektor primer
(pertanian), sektor sekunder (industri dasar dan kimia), serta sektor tersier
(perbankan) yang ditunjukkan dengan rasio Q-Tobin.
3. Nilai Q-Tobin yang mencerminkan liberalisasi keuangan dan kebijakan
moneter akan mempengaruhi pertumbuhan investasi sektor primer (pertanian),
sektor sekunder (industri dasar dan kimia), serta sektor tersier (perbankan).
2.5.
Pemilihan Variabel
Berdasarkan uraian tinjauan pustaka pada bagian terdahulu, ditentukan
variabel yang akan dipilih dalam model penelitian. Beberapa variabel yang akan
digunakan dalam penelitian dijelaskan pada Tabel 7:
1. Variabel Kebijakan Moneter
a. Uang Beredar
b. Suku bunga acuan Bank Indonesia
2. Variabel Keterbukaan Finansial (liberalisasi keuangan)
60
a. Investasi Asing langsung (FDI, Foreign Direct Investment)
b. Investasi Portofolio Aset Keuangan
c. Pinjaman Komersial (Commercial Borrowings)
3. Variabel Makroekonomi
a. Nilai tukar rupiah terhadap US$
b. Suku bunga pasar (pinjaman dan simpanan)
c. Cadangan devisa
d. Indeks Harga Saham Gabungan
4.
Investasi Perusahaan Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia, Perbankan
a. Investasi Perusahaan (investasi bersih)
b. Total aktiva perusahaan
c.
Nilai Pasar Saham Perusahaan
d. Jumlah Saham beredar di pasar sekunder
e.
Nilai Buku Utang Jangka Pendek dan Utang Jangka Panjang Perusahaan
f. Nilai Ekuitas Perusahaan
5. Investasi Sektor
a. Investasi Sektor Pertanian, Pengolahan, dan Jasa Keuangan
b. Indeks Saham Sektor Pertanian (JAKAGRI), Sektor Pengolahan (JAKMIND)
dan Sektor Jasa Keuangan (JAKFIND)
2.6.
Posisi penelitian
Studi terdahulu mengenai liberalisasi keuangan sebagian besar difokuskan
pada pengaruh guncangan aliran modal terhadap determinan makroekonomi dan
volatilitas pertumbuhan. Studi mengenai kebijakan moneter umumnya difokuskan
pada pengaruh shock moneter terhadap variabel makroekonomi.
61
Tabel 7. Variabel Penelitian
Aspek Penelitian
Kebijakan Moneter
Liberalisasi Keuangan
Variabel
Makroekonomi
Investasi Perusahaan
Kinerja Sektor
Nomor
Simbol
Variabel
1
M2
2
SBI
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Nama Variabel
Suplai Uang
Suku Bunga Acuan Bank
Indonesia
FDI
Investasi Asing Langsung
POR
Investasi Portofolio
BOR
Pinjaman Komersial
EXC
Nilai Tukar
INT
Suku Bunga Kredit dan Pinjaman
DEV
Cadangan Devisa
JCI
Indeks Harga Saham Gabungan
TA
Total Aktiva Perusahaan
NFA
Investasi Bersih Perusahaan
SHR
Jumlah Saham beredar
MVS
Nilai Pasar Saham Perusahaan
BVD
Nilai Buku Total Utang
Perusahaan
EKU
Nilai Ekuitas Perusahaan
INVP,
Investasi Sektor Pertanian,
INVI,
Industri Dasar dan Kimia, dan
INVB
Perbankan
JAKAGRI, Indeks Saham Sektor Agribisnis,
JAKMIND, Industri Dasar dan Kimia,
JAKFIN
Perbankan
Penelitian ini melakukan analisis mengenai pengaruh liberalisasi keuangan
terhadap rasio investasi yang digambarkan dengan rasio Q-Tobin melalui mekanisme
penurunan biaya modal, dan selanjutnya pada perubahan determinan makroekonomi.
Sedangkan pengaruh kebijakan moneter terhadap rasio Q-Tobin melalui perubahan
harga ekuitas dan selanjutnya perubahan determinan makroekonomi.
Analisis terkait dengan mikro, meliputi investasi sektoral, serta kinerja keuangan
perusahaan-perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia yang mewakili sektor primer,
sekunder dan tersier.
Beberapa metode analisis yang digunakan pada studi terdahulu adalah model
simultan maupun VAR (Vector Autoregressive). Penelitian ini menggunakan data
62
panel (gabungan data time series dan cross section), dengan model estimasi Fixed
Effect Model (FEM) atau Random Effect Model (REM).
63
III. KERANGKA TEORI
3.1.
Mobilitas Modal
Dalam perekonomian terbuka, pengeluaran suatu negara selama satu tahun
tertentu tidak perlu sama dengan yang dihasilkan dari memproduksi barang dan jasa.
Suatu negara dapat melakukan pengeluaran lebih banyak ketimbang produksinya
dengan meminjam dari luar negeri, atau bisa melakukan pengeluaran lebih kecil dari
produksinya dan memberi pinjaman pada negara lain.
Berdasarkan identitas
perhitungan pendapatan nasional:
Y = C + I + G + NX
................................................................................. (3.1)
dimana:
Y = output
C = konsumsi barang dan jasa
I = investasi dalam barang dan jasa
G = pembelian pemerintah atas barang dan jasa
NX = ekspor neto (ekspor barang dan jasa dikurangi impor barang dan jasa)
dengan mempertimbangkan bahwa Y − C − G adalah tabungan nasional S , jumlah
tabungan perseorangan, Y − T − C , dan tabungan masyarakat T − G , maka
S − I = NX ...................................................................................................(3.2)
dimana:
S − I = arus modal keluar neto
NX = neraca perdagangan
Dalam perekonomian terbuka terdapat hubungan antara tingkat bunga dengan
aliran modal ke mancanegara. Aliran modal keluar neto adalah jumlah dana yang
dipinjamkan investor domestik ke luar negeri dikurangi jumlah dana yang
dipinjamkan investor asing ke domestik.
Ketika tingkat bunga domestik turun,
64
investor domestik merasa meminjamkan ke luar negeri menjadi lebih menarik, dan
investor asing merasa meminjamkan ke domestik menjadi kurang menarik. Dengan
demikian aliran modal keluar neto yang dilambangkan dengan CF memiliki
hubungan negatif dengan tingkat bunga riil domestik, r , yaitu CF = CF (r ) ,
sebagaimana terlihat pada Gambar 6:
Sumber: Mankiw, 2003
Gambar 6 . Hubungan Arus Modal Keluar Neto dengan Tingkat Bunga
Dalam perekonomian terbuka kecil (model Mundell-Fleming) asumsi penting
yang digunakan adalah mobilitas modal (kapital) sempurna, yaitu perekonomian bisa
meminjam atau memberi pinjaman sebanyak yang ia inginkan di pasar keuangan
dunia dan sebagai akibatnya tingkat bunga perekonomian ditentukan oleh tingkat
bunga dunia (Mankiw, 2003) . Dengan asumsi ini berarti bahwa tingkat bunga dalam
perekonomian tersebut = r ditentukan oleh tingkat bunga dunia r*. Secara matematis
asumsi tersebut ditulis sebagai: r = r * . Dengan kondisi bahwa tingkat bunga riil
sama dengan tingkat bunga dunia, maka persamaan (3.2.) di atas menjadi:
−
−
NX = [Y − C (Y − T ) − G ] − I (r*) ..................................................................(3.3.)
65
−
NX = S − I (r*) ............................................................................................(3.4.)
Tingkat bunga dunia diasumsikan tetap secara eksogen dan karena
perekonomian tersebut relatif kecil dibandingkan perekonomian dunia sehingga bisa
meminjam atau memberi pinjaman sebanyak yang ia inginkan di pasar uang dunia
tanpa mempengaruhi tingkat bunga dunia.
Perekonomian terbuka kecil dengan
mobilitas modal sempurna menunjukkan bahwa arus modal dengan bebas masuk dan
keluar dari suatu negara pada tingkat bunga dunia tetap r*. sebagaimana disajikan
pada Gambar 7. Situasi ini akan terjadi jika investor domestik dan asing membeli aset
apapun yang menghasilkan keuntungan tertinggi, dan jika skala perekonomian ini
terlalu kecil untuk mempengaruhi tingkat bunga dunia.
Tingkat bunga dari
perekonomian tersebut akan ditetapkan pada tingkat bunga yang berlaku di pasar uang
dunia.
Sumber: Mankiw, 2003
Gambar 7. Perekonomian Terbuka Kecil dengan Mobilitas Modal Sempurna
Dalam perekonomian terbuka besar, berbeda dari perekonomian terbuka kecil, karena
tingkat bunganya tidak ditetapkan oleh pasar uang dunia. Sebagaimana disebutkan
sebelumnya bahwa terdapat hubungan negatif antara aliran modal keluar neto dengan
66
tingkat bunga. Apabila hubungan ini ditambahkan pada model pendapatan nasional
jangka pendek, maka dalam model tersebut, terdapat tiga persamaan yaitu:
Y = C (Y − T ) +I (r ) +G + NX (e) .................................................................(3.5.)
M / P = L(r , Y ) ...........................................................................................(3.6.)
NX (e) = CF (r ) ..........................................................................................(3.7.)
dengan mensubstitusikan persamaan (3.5.) ke persamaan (3.3.), maka diperoleh:
Y = C (Y − T ) + I (r ) + G + CF (r )
IS , .......................................(3.8.)
M / P = L(r , Y )
LM , ....................................(3.9.)
Persamaan (3.8.) dan (3.9.) di atas mirip dengan persamaan dalam model IS-LM
perekonomian tertutup, namun dengan perbedaan dimana pengeluaran tergantung
pada tingkat bunga. Tingkat bunga yang tinggi akan menurunkan investasi, dan juga
menurunkan aliran modal keluar neto (CF) sehingga menurunkan ekspor neto (NX).
Keterkaitan antara suku bunga, aliran modal keluar neto dengan neraca perdagangan
dan kurs pada perekonomian terbuka besar disajikan pada Gambar 8 berikut. Namun
pada perekonomian terbuka kecil terdapat kasus ekstrim, dimana aliran modal keluar
neto bersifat elastis sempurna pada tingkat bunga dunia. Dalam kasus ekstrim ini,
kurva IS benar-benar datar, sehingga dalam perekonomian terbuka kecil ditunjukkan
dengan posisi kurva IS horizontal.
3.2.
Hubungan Antara Uang, Sukubunga dan Nilai Tukar
Keseimbangan uang riil (M/P) mengukur daya beli dari persediaan uang,
dimana M adalah kuantitas uang dan P adalah harga dari suatu transaksi tertentu.
Berdasarkan teori preferensi likuiditas, dimana tingkat bunga disesuaikan untuk
menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang, maka diasumsikan bahwa
penawaran keseimbangan uang riil tetap, yaitu:
67
Sumber: Mankiw, 2003
Gambar 8. Model Jangka Pendek dari Perekonomian Terbuka Besar
(M / P ) s
−
−
= M / P .....................................................................................(3.10.)
Teori likuiditas juga menegaskan bahwa tingkat bunga adalah salah satu
determinan dari berapa banyak uang yang ingin dipegang orang, sehingga permintaan
terhadap keseimbangan uang riil adalah:
(M / P )d
= L(r ) .........................................................................................(3.11.)
dimana fungsi L( ) menunjukkan bahwa jumlah uang yang diminta tergantung pada
tingkat bunga. Permintaan uang juga dipengaruhi oleh pendapatan, karena ketika
pendapatan tinggi maka pengeluaran juga tinggi sehingga akan lebih banyak transaksi
yang mensyaratkan penggunaan uang.
Hubungan permintaan uang dengan
pendapatan dalam fungsi permintaan uang ditulis sebagai:
( M / P )d
= L(r , Y ) ...............................................................................(3.12.)
68
Kuantitas keseimbangan uang riil yang diminta berhubungan negatif dengan tingkat
bunga dan berhubungan positif dengan pendapatan.
Dengan teori preferensi
likuiditas, dalam jangka pendek, pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan tingkat
bunga yang lebih tinggi, pada tingkat penawaran keseimbangan uang riil (M/Ps)
tertentu.
Kondisi dimana ekspektasi atas imbal hasil simpanan dari dua mata uang
adalah sama disebut kondisi paritas sukubunga (Krugman dan Obstfeld, 2003).
Keseimbangan pasar valuta asing terjadi pada saat simpanan dari seluruh mata uang
memberikan ekspektasi imbal hasil yang sama. Hubungan antara uang, sukubunga
dan nilai tukar dalam jangka pendek, disajikan pada Gambar 9:
Sumber: Krugman dan Obstfeld, 2003
Gambar 9. Keseimbangan pasar uang dan pasar valuta asing
Keseimbangan uang riil domestik akan mempengaruhi suku bunga domestik
(r1) yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai tukar (E1) agar kondisi paritas
69
sukubunga dapat dipertahankan, yaitu titik I1 (pertemuan antara ekspektasi imbal hasil
simpanan dalam mata uang asing dengan imbal hasil simpanan dalam mata uang
domestik).
3.3.
Liberalisasi Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi
Latar belakang liberalisasi keuangan dilandasi pada pemikiran adanya
keterbatasan ruang gerak sektor keuangan di negara-negara berkembang yang
cenderung mengarahkan pembangunan ekonomi ke sektor-sektor strategis, yang
disebut oleh McKinnon dan Shaw sebagai financial repression yang menyebabkan
shallow finance, yaitu tidak tersalurnya dana (daya beli) secara efisien ke kegiatankegiatan ekonomi yang produktif dan efisien pula, sehingga pertumbuhan ekonomi
menjadi terhalang. Menurut teori liberalisasi keuangan, keterbatasan sektor keuangan
yaitu adanya peraturan pasar keuangan berupa batasan suku bunga, rasio cadangan
yang tinggi serta ketentuan penyaluran program kredit tertentu. Metode pengaturan
batas suku bunga serta syarat administrasi lainnya menyebabkan adanya tekanan
keuangan yang menganggu (mendistorsi) investasi, inefisiensi perekonomian dan
menekan perkembangan ekonomi di negara berkembang.
Untuk mengatasi masalah itu, McKinnon dan Shaw menganjurkan agar
diadakan liberalisasi (deregulasi) sehingga terjadi financial deepening.
Melalui
deregulasi, bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan lainnya diberi keleluasaan
yang lebih besar untuk beroperasi secara efisien atas dasar mekanisme pasar sehingga
mereka dapat berfungsi dengan baik dan seefisien mungkin dalam menyalurkan dana
dari pemilik dana kepada pengguna dana (pengusaha) untuk keperluan produksi.
Menurut McKinnon dan Shaw, ketersediaan dana berdasarkan mekanisme pasar
70
merupakan faktor yang sangat penting untuk dapat menciptakan sistem perekonomian
yang efisien dan mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Mekanisme dan pandangan konvensional mengenai liberalisasi keuangan
menggambarkan keterkaitan antara sukubunga, tingkat tabungan dan investasi.
Mosley (1999) menggambarkan proses liberalisasi keuangan melalui de-represi
keuangan berupa penghapusan kontrol terhadap sukubunga sebagaimana disajikan
pada Gambar 10. Bila bunga dimungkinkan untuk bergerak dari level yang dikontrol
(r1) ke tingkat keseimbangan (r2), suplai tabungan akan meningkat dari S1 ke S2,
maka kesenjangan antara tabungan (S1) dan investasi (I1), ketergantungan akan
sumber dana luar negeri akan hilang, termasuk investasi dengan profit sebesar r1 yang
meragukan. Dengan demikian terjadi peningkatan kualitas portofolio investasi dan
juga pertumbuhan ekonomi.
Dengan laju pertumbuhan yang meningkat akan
menggeser turun kurva tabungan dan suku bunga kembali arah keseimbangan awal
(r1).
Sumber: Mosley, 1999
Gambar 10. Pandangan Konvensional: De-represi Keuangan
71
Hubungan antara perkembangan sektor keuangan dengan pertumbuhan
ekonomi dapat dijelaskan melalui kerangka teori fungsi produksi, dengan asumsi
bahwa output hanya dipengaruhi oleh persediaan modal (Abdurahman, 2003).
yt = f (k ) t ……………………………………………………………….(3.13.)
dimana yt dan kt masing-masing adalah output dan persediaan modal. Dengan
diferensiasi total persamaan di atas, dan ∆yt sebagai pertumbuhan output, s sebagai
laju tabungan (dkt/yt) dan ∆t adalah produktivitas marjinal modal, maka
persamaan menjadi
∆yt
=
(dkt/yt)
.
f’(kt)
=
s.
∆t
…………………………………………...(3.14.)
Dari persamaan di atas, pertumbuhan output merupakan produk dari laju
tabungan dan produktivitas marjinal modal.
Terdapat dua (2) efek dari perkembangan keuangan terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Pertama, perkembangan pasar keuangan domestik akan memperluas
efisiensi akumulasi modal (melalui peningkatan ∆t), sebagaimana dinyatakan oleh
Goldsmith (1969) bahwa terdapat korelasi positif antara perkembangan keuangan
dengan efisiensi akumulasi modal. Kedua, menurut Mc Kinnon (1973) dan Shaw
(1973), perkembangan keuangan tidak hanya meningkatkan produktivitas modal
namun juga memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan laju tabungan dan
selanjutnya laju investasi melalui perantara keuangan (peningkatan tabungan).
3.4.
Hubungan Investasi dengan rasio Tobin Q
3.4.1. Investasi
72
Model investasi tetap bisnis standar disebut model investasi neoklasik.
Insentif ekonomi atas keputusan investasi tergantung dari tingkat keuntungan yang
akan diperoleh oleh investor. Investasi netto (net investment) yang dilakukan oleh
investor dipengaruhi oleh perbedaan produk marjinal modal dan biaya modal.
Dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dijelaskan bagaimana
perekonomian aktual mengubah modal dan tenaga kerja menjadi barang dan jasa
(Mankiw, 2003). Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah:
Y = AK α L1−α ...........................................................................................(3.15.)
dimana:
Y = output
K = modal
L = tenaga kerja
A = parameter tingkat teknologi
α = parameter yang mengukur bagian modal atas output (0 < α < 1)
Produk marjinal modal adalah:
MPK = αA( L / K )1−α ...............................................................................(3.16.)
Sewa riil (R/P) merupakan produk marjinal modal dalam ekuilibrium, dapat
dituliskan:
R / P = αA( L / K )1−α .................................................................................(3.17.)
Persamaan tersebut mengidentifikasi variabel yang menentukan harga sewa riil
dimana, (1) semakin kecil persediaan modal, semakin tinggi harga sewa riil dari
modal, (2) semakin besar jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan, semakin tinggi
harga sewa riil dari modal, (3) semakin baik teknologi, semakin tinggi harga sewa riil
dari modal. Biaya modal (Ck) untuk satu periode adalah:
C K = (PK / P )(r + δ ) ..................................................................................(3.18.)
73
dimana:
C K = biaya modal,
iPK = biaya bunga,
∆PK = keuntungan dari modal,
δPK = biaya penyusutan (δ adalah tingkat penyusutan)
Dengan adanya faktor inflasi, maka ∆PK / PK sama dengan tingkat inflasi keseluruhan
π. Karena i - π adalah tingkat bunga riil r, maka biaya modal dapat dituliskan sebagai
berikut: C K = PK (r + δ ). Biaya modal riil (real cost of capital) yang diukur dalam
tingkat unit output perekonomian tergantung pada harga relatif barang modal
(PK / P ) , tingkat bunga riil r dan tingkat penyusutan δ ditulis:
C K = (PK / P )(r + δ ). ..................................................................................(3.19.)
Tingkat keuntungan investasi (π) diperoleh dari selisih antara penerimaan riil dengan
biaya riil. Keuntungan investasi dapat dituliskan:
Laba riil per unit modal = MPK − (PK / P )(r + δ ) ......................................(3.20.)
dimana MPK = marginal product of capital. Investor akan menambah investasi jika
produksi marjinal melebihi biaya modal, ditulis berikut:
∆K = I n [MPK − (PK / P )(r + δ )]
dimana I n [ ] adalah fungsi yang menunjukkan berapa banyak investasi neto merespon
insentif untuk investasi.
Dari persamaan tersebut di atas, maka dapat disusun
persamaan investasi sebagai berikut:
I = I n = [MPK − (PK / P )(r + δ )] + δK ......................................................(3.21.)
Investasi bisnis bergantung kepada produk marjinal modal, biaya modal dan jumlah
penyusutan atau depresiasi.
74
3.4.2. Rasio Q-Tobin
Model pada persamaan (3.21.) menunjukkan mengapa investasi bergantung
pada tingkat bunga. Penurunan tingkat bunga riil akan mengurangi biaya modal,
demikian pula sebaliknya.
Menurut Romer (2001), perusahaan akan melakukan
investasi sampai pada titik dimana biaya perolehan kapital (harga kapital ditambah
biaya penyesuaian) sama dengan nilai dari kapital tersebut, dengan persamaan:
1 + C ' (I (t )) = q (t ) .......................................................................................(3.22.)
dimana:
C ' (I (t )) = biaya penyesuaian dipengaruhi oleh Investasi pada waktu-t
q(t )
= nilai kapital q pada waktu-t
Secara teoritis, rasio q mencerminkan bagaimana tambahan satu rupiah kapital
akan meningkatkan nilai sekarang dari keuntungan perusahaan. Perusahaan akan
meningkatkan persediaan kapitalnya apabila nilai q > 1, dan akan mengurangi
investasi bila q < 1. Interpretasi ekonomi dari nilai q adalah setiap kenaikan satu unit
persediaan kapital perusahaan akan meningkatkan nilai sekarang dari keuntungan
perusahaan sebesar q. Dengan demikian q adalah nilai pasar dari suatu unit kapital.
Rasio nilai pasar kapital terhadap biaya penyesuaian kapital dikenal sebagai
Q-Tobin (Tobin, 1969 dalam Romer, 2001). Dengan kata lain, Q-Tobin merupakan
perbandingan antara nilai pasar perusahaan terhadap investasi bersihnya. Apabila
terjadi peningkatan harga saham dari perusahaan, maka nilai pasar perusahaan akan
meningkat, dan selanjutnya rasio Q-Tobin akan meningkat, yang memungkinkan
perusahaan untuk melakukan investasi dalam aktiva tetap, sebagaimana dituliskan:
75
…………………………………...(3.23.)
Keunggulan Q-Tobin sebagai ukuran dari insentif untuk investasi adalah
bahwa hal itu mencerminkan profitabilitas modal masa depan yang diharapkan serta
profitabilitas sekarang.
Teori investasi Q-Tobin menekankan bahwa keputusan
investasi bergantung tidak hanya pada kebijakan ekonomi saat ini tetapi juga pada
kebijakan yang diharapkan berlaku di masa depan (Mankiw, 2003).
3.4.3. Pengukuran Q-Tobin
Persamaan (3.22.) menunjukkan marjinal q yaitu rasio nilai pasar dari
tambahan satu unit kapital terhadap biaya penggantiannya. Sedangkan rata-rata q
adalah rasio seluruh nilai perusahaan terhadap biaya penggantian dari persediaan
kapital tersebut.
Dengan asumsi hasil yang menurun (diminishing returns),
keuntungan perusahaan, Π, meningkat kurang sebanding dengan persediaan modal
dan dengan demikian marjinal q lebih kecil dari rata-rata q.
Apabila model
dimodifikasi menjadi hasil konstan (constant returns) terhadap biaya penyesuaian,
maka rata-rata q sama dengan marjinal q (Hayashi, 1982 dalam Romer, 2001).
Han Kin Sang (1998) menggunakan beberapa estimasi dalam menghitung
rasio q, salah satunya adalah estimasi sederhana q atau q s adalah:
qs =
MVCE + PREFBK + STDEBT + DS
...............................................(3.24.)
RCS
dimana:
MVCE= Nilai pasar saham biasa perusahaan
PREFBK = Nilai buku saham istimewa perusahaan
STDEBT = Nilai buku Utang jangka pendek perusahaan
DS = Nilai Buku Utang jangka panjang perusahaan
76
RCS = Nilai Buku total aset perusahaan
Selain itu, estimasi yang dikembangkan dan dimodifikasi oleh Lindenberg dan Ross
(LR) dalam Han Kin Sang (1998), yaitu q LR :
q LR =
MVCE + PREFMV + STDEBT + DLR
..........................................(3.25.)
LRRC
dimana:
MVCE= Nilai pasar saham biasa perusahaan
PREFMV = Nilai pasar saham istimewa perusahaan
STDEBT = Nilai buku Utang jangka pendek perusahaan
DLR = Nilai pasar Utang jangka panjang perusahaan dengan teknik
modifikasi LR
LRRC = Biaya penggantian aset perusahaan dengan modifikasi teknik LR
3.4.4. Implikasi Model q
Perubahan pada output, suku bunga dan kebijakan pajak memberikan
implikasi kepada model q. Peningkatan output yang permanen mendorong terjadinya
kenaikan investasi sementara (temporer), sedangkan kenaikan temporer dari output
meskipun meningkatkan investasi namun dengan respons yang lebih rendah
dibandingkan dengan kenaikan output permanen (Romer, 2001).
Penurunan
permanen dari suku bunga jangka pendek menghasilkan booming investasi untuk
sementara, sedangkan kenaikan suku bunga jangka pendek yang diharapkan di masa
datang (suku bunga jangka panjang) akan mengurangi investasi.
Pengaruh
pemotongan pajak atas investasi akan meningkatkan investasi dan menurunkan
keuntungan industri, sehingga nilai q akan turun, dan tidak ada insentif bagi
perusahaan untuk melakukan investasi dengan nilai q < 1.
Ketidakpastian akan
77
keuntungan di masa datang tidak memiliki dampak langsung terhadap investasi,
selama nilai kapital melebihi biaya perolehannya. Biaya penyesuaian yang tidak
simetris menyebabkan perubahan investasi yang tidak sama, saat terjadi peningkatan
maupun penurunan investasi.
Ketidakpastian resiko (discount factors) yang
berkorelasi negatif dengan resiko agregat akan meningkatkan investasi, sebaliknya
ketidakpastian resiko yang berkorelasi positif dengan resiko agregat akan mengurangi
nilai kapital sehingga menurunkan investasi (Romer, 2001).
3.4.5. Pertumbuhan Output
Dalam suatu perekonomian, pertumbuhan dapat dijelaskan melalui peubah
antara yaitu teknologi (ekspresi produktivitas dan efisiensi) dari penggunaan faktor
produksi (Syafa’at, et al., 2005, dalam Darsono, 2008). Apabila fungsi produksi
adalah:
Yt = F (C t , Lt , At ) ,......................................................................................(3.26.)
Maka laju pertumbuhan dapat ditulis sebagai berikut:
g = η (I / Y )t + γ (L / A)t .............................................................................(3.27.)
dimana:
Yt = output
C t = kapital
Lt = tenaga kerja
At = teknologi
g = laju pertumbuhan
I = investasi
η , γ = elastisitas
78
t = waktu
Pertumbuhan output dari suatu sektor tertentu dapat dilihat dari relasi antara
pertumbuhan kontribusi PDB sektor tersebut dan laju pertumbuhan relatif produk
sektor tersebut.
3.5.
Kebijakan dan Transmisi Moneter
3.5.1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan melalui kontrol atas jumlah uang
beredar.
Terdapat perbedaan pandangan antara Monetaris dan Keynesian atas
efektivitas dari kebijakan moneter terkait dengan pergeseran permintaan agregat.
Monetaris berpandangan bahwa kebijakan moneter merupakan sarana yang sangat
efektif, sementara Keynesian berasumsi bahwa kebijakan moneter adalah sarana yang
relatif kurang efektif, karena perubahan jumlah uang beredar akan menyebabkan
perubahan yang kecil saja pada sukubunga yang kemudian mengakibatkan perubahan
kecil pada pengeluaran untuk investasi (Mishkin, 1992).
Kerangka umum yang sering dipergunakan dalam menganalisa interaksi
simultan antara permintaan dan penawaran baik pada pasar barang dan pasar uang
adalah kerangka IS-LM.
Kerangka ini dapat menunjukkan bagaimana kebijakan
moneter dan fiskal mampu mempengaruhi tingkat pendapatan atau output (Mankiw,
2003; Mishkin, 2004).
Bagi bank sentral yang merupakan otoritas moneter,
kebijakan yang dipilih bergantung pada target, kondisi aktual perekonomian,
kapasitas kebijakan dan pertimbangan tentang efektivitas kebijakan tersebut.
Kebijakan moneter ini ditentukan secara terpusat oleh Bank Indonesia.
Tujuan utama kebijakan moneter lebih ditekankan pada stabilitas harga,
dengan dasar beberapa pertimbangan. Pertama, dengan output ditentukan kapasitas
79
ekonomi dalam jangka panjang maka segala kebijakan yang mendorong pertumbuhan
ekonomi akan menciptakan inflasi (the short-run Phillips-curve) sehingga tidak akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi riil (Kydland and Prescott, 1997, dalam
Simorangkir, 2007).
Kedua, rational economic agent mengerti bahwa tindakan
kejutan pembuat kebijakan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang mendorong
inflasi dapat mendorong terjadinya permasalahan time-consistency (Barro and
Gordon, 1983).
Ketiga, kebijakan moneter mempengaruhi variabel ekonomi
memakan waktu panjang dan mempunyai lag (Friedman, 1968). Keempat, kestabilan
harga dapat mendorong terciptanya iklim ekonomi yang lebih baik karena akan
mengurangi biaya yang berasal dari inflasi. Penetapan stabilitas harga sebagaimana
dikemukakan di atas akan mendorong kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang. Namun di sisi lain jika pencapaian kebijakan moneter tidak dilakukan
secara terukur juga dapat mengakibatkan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Misalnya, kebijakan moneter yang terlalu ketat dapat menekan (sequeze)
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan jumlah pengangguran (Simorangkir, 2007).
Menurut teori moneter tradisional, pemerintah mengontrol melalui suplai
uang, yang akan mempengaruhi suku bunga, dan selanjutnya tingkat investasi (Stiglitz
dan Greenwald, 2003).
Paradigma baru dalam kebijakan moneter antara lain
menyatakan bahwa:
1. Aktivitas perekonomian dipengaruhi oleh ketersediaan dan jumlah kredit untuk
sektor swasta, bukan jumlah uang itu sendiri.
2. Hubungan antara tingkat bunga pinjaman dengan bunga simpanan berubah setiap
saat.
3. Perubahan suplai kredit dapat berubah tidak bersamaan dengan suplai uang; dan
perubahan hubungan antara uang dan kredit dapat dikenali saat periode krisis.
80
4. Ketersediaan dan jumlah kredit ditentukan umumnya oleh bank; dimana
kemampuan dan kesediaan bank untuk meminjamkan dipengaruhi oleh bunga
deposit, dan tergantung kondisi perekonomian; perubahan suku bunga
mempengaruhi ekuitas perusahaan, serta ekuitas dan kesempatan bank.
Perubahan besar dalam suku bunga dapat mempengaruhi derajat ketidakpastian
bagi pemberi pinjaman mengenai kelayakan kredit si peminjam
5. Otoritas moneter dapat mempengaruhi perilaku perbankan tidak hanya melalui
perubahan SBI tetapi juga melalui peningkatan pembatasan (cadangan minimum,
standard kecukupan modal) dan insentif.
6. Kebijakan moneter berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian bukan hanya
melalui pengaruhnya terhadap permintaan kredit (investasi) namun juga terhadap
penawaran kredit (bila ada pembatasan kredit); dan juga berdampak pada
penawaran dan permintaan agregat
7. Bagi perekonomian kecil, efek dominan dari kebijakan moneter melalui efek sisi
penawaran
8. Kebijakan moneter mempengaruhi perilaku bank dan perusahaan melalui efek
substitusi sementara (perubahan suku bunga) dan efek arus kas serta kekayaan riil,
terutama untuk perekonomian terbuka akibat perubahan nilai tukar.
9. Peningkatan persaingan dalam sistem perbankan mengurangi keuntungan dari
perbedaan bunga pinjaman dan simpanan dan juga mengurangi efektivitas
kebijakan moneter.
3.5.2. Transmisi Moneter
Kebijakan moneter berlangsung melalui mekanisme transmisi untuk
menggeser permintaan agregat, dengan demikian akan mengubah keseimbangan
81
tingkat pendapatan nasional.
Mekanisme transmisi moneter merupakan proses
ditransmisikannya kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi secara riil dan
harga-harga di masa yang akan datang. Transmisi moneter merupakan suatu hal yang
kompleks karena banyak jalur yang mempengaruhi keefektifan kebijakan moneter
tersebut terhadap perekonomian suatu negara. Mekanisme transmisi diawali dengan
operasi pasar terbuka yang akan mempengaruhi tingkat sukubunga pasar melalui
pasar cadangan atau melalui permintaan dan penawaran uang secara luas dan
dilanjutkan melalui beberapa jalur mekanisme transmisi yang ada.
Pada perekonomian kecil terbuka dengan kurs mengambang, kebijakan
moneter ekspansif (pada kondisi harga diasumsikan tetap) dengan menaikkan jumlah
uang beredar akan meningkatkan pendapatan dan menurunkan kurs (Mankiw, 2003).
Penurunan kurs (depresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing) membuat
barang-barang domestik relatif murah terhadap barang-barang luar negeri dan
meningkatkan ekspor neto. Mekanisme transmisi dari sektor moneter ke sektor riil
mengarah pada tercapainya produk domestik bruto.
Berdasarkan hasil empiris dalam jangka pendek jumlah uang beredar hanya
mempengaruhi perkembangan output riil.
Selanjutnya dalam jangka menengah
pertumbuhan uang beredar akan mendorong pada kenaikan harga yang pada
gilirannya menyebabkan penurunan perkembangan output menuju posisi alamiah.
Dalam jangka panjang, pertumbuhan jumlah uang beredar tidak berpengaruh pada
perkembangan output riil tetapi mendorong kenaikan laju inflasi secara proporsional
(Nuryati, 2004). Proses transmisi sangat tergantung pada pendekatan yang dipilih
sehingga tujuan kebijakan tercapai.
Pandangan tradisional Keynesian mengenai mekanisme transmisi moneter
dapat dijelaskan (Mishkin, 1992):
82
M naik i turun I naik Y naik.
Dengan asumsi pandangan tradisional dimana pasar uang adalah homogen dan
sempurna, maka saat terjadi peningkatan jumlah uang beredar (M), maka akan terjadi
penurunan sukubunga (i) yang selanjutnya mendorong pertumbuhan investasi (I)
sehingga output (Y) akan meningkat. Akan tetapi, efek dari tingkat sukubunga (i)
pada pengeluaran investasi (I) umumnya kecil. Dalam merespons kejadian moneter,
terdapat beberapa jalur mekanisme moneter yang mempengaruhi aktivitas ekonomi,
sebagaimana disebutkan pada bab terdahulu, yaitu melalui jalur langsung moneter,
jalur sukubunga, jalur harga aset, jalur kredit dan jalur ekspektasi. Pendekatan terkini
mekanisme transmisi yang dikembangkan oleh ekonom Keynesian sejalan dengan
model MPS (Marginal Propensity of Saving) Franco Modigliani, dikelompokkan
dalam 3 (tiga) kategori, yaitu melalui belanja investasi, pengeluaran konsumen dan
perdagangan internasional (Mishkin, 1992).
3.5.2.1.
Belanja Investasi
Pengaruh kebijakan moneter melalui perubahan jumlah uang beredar terhadap
investasi dijelaskan melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu pendekatan hipotesi
ketersediaan, teori Q-Tobin dan efek informasi asimetris.
Berdasarkan hipotesis
ketersediaan (availability hypothesis), bahwa ketersediaan pinjaman dipengaruhi oleh
sukubunga pinjaman, yang selanjutnya akan mempengaruhi investasi dan output:
M naik Pinjaman naik I naik Y naik
Mekanisme transmisi moneter tersebut terjadi bila terdapat korelasi yang tinggi antara
belanja investasi dengan pinjaman perusahaan (bisnis). Namun demikian, hubungan
sebaliknya dapat terjadi, dimana permintaan pinjaman akan meningkat karena
perusahaan (bisnis) melakukan keputusan investasi. Dengan demikian pendekatan
83
ini, nampaknya tidak cukup menjawab pertanyaan bagaimana mekanisme dari
kebijakan moneter ditransmisikan.
Berdasarkan pendekatan teori Q-Tobin, ekonom menyatakan bahwa kebijakan
moneter dapat mempengaruhi belanja investasi melalui pengaruhnya atas harga-harga
saham. Nilai Q-Tobin yang didefinisikan sebagai rasio antara nilai pasar perusahaan
terhadap biaya penggantian investasi, menunjukkan keterkaitan diantara belanja
investasi dengan nilai Q-Tobin. Nilai Q yang tinggi mencerminkan harga saham yang
relatif tinggi dibandingkan dengan biaya pembelian aktiva tetap, dengan demikian
belanja investasi akan meningkat karena perusahaan dapat membeli aktiva tetap hanya
dengan menerbitkan sejumlah kecil saham dari portofolionya. Mekanisme transmisi
moneter terhadap kenaikan harga saham perusahaan (Ps) dapat dijelaskan:
M naik Ps naik q naik I naik Y naik
Hubungan antara belanja investasi dengan harga saham dapat juga dilihat dari sisi
adanya penurunan yield (imbal hasil) saham akibat kenaikan harga pasar saham,
sehingga menurunkan biaya pendanaan investasi melalui penerbitan saham.
Berdasarkan pendekatan efek informasi asimetris, kenaikan dalam harga saham akan
meningkatkan nilai perusahaan dan mendorong investasi lebih banyak karena adanya
penurunan masalah moral hazard dan adverse selection (problem keagenan, agency
problem) yang dapat terjadi akibat informasi asimetris.
Keterkaitan kebijakan moneter dengan belanja investasi melalui informasi
asimetris dijelaskan:
M naik Ps naik adverse selection dan moral hazard turun pinjaman
naik I naik Y naik.
84
3.5.2.2.
Pengeluaran Konsumen
Pengaruh kebijakan moneter terhadap pengeluaran konsumen dapat dijelaskan
melalui pendekatan efek sukubunga terhadap pengeluaran barang konsumsi (misalnya
kendaraan bermotor dan peralatan rumahtangga) efek kekayaan dan efek likuiditas.
Keterkaitan kebijakan moneter terhadap sikap pengeluaran konsumen atas pengaruh
perubahan sukubunga adalah:
M naik i turun belanja barang konsumsi naik Y naik
Namun demikian, besarnya pengaruh sukubunga terhadap belanja barang konsumsi
tersebut relatif kecil.
Hasil penelitian Modigliani (Mishkin, 1992) menyatakan bahwa pengaruh
kebijakan moneter terhadap pengeluaran konsumen lebih efektif melalui penjelasan
efek kekayaan, dimana peningkatan harga saham akan meningkatkan kekayaan
pemilik saham tersebut sehingga sumberdaya konsumen meningkat dan selanjutnya
konsumsi akan meningkat, sebagaimana dijelaskan:
M naik Ps naik kekayaan naik sumberdaya naik konsumsi naik Y naik
Harga sahampun juga akan mempengaruhi pengeluaran konsumen akan
barang konsumsi, sebagaimana dijelaskan melalui pendekatan efek likuiditas. Pada
saat aset keuangan (misalnya saham, obligasi dan deposito), yang dimiliki seseorang
meningkat nilainya, maka bila aset tersebut dijual akan memberikan uang kas dalam
jumlah yang mencukupi untuk dibelanjakan dalam bentuk barang konsumsi ataupun
perumahan, sebagaimana dijelaskan:
M naik Ps naik nilai aset keuangan naik kemungkinan masalah
keuangan turun pengeluaran barang konsumsi naik Y naik, atau
85
M naik Ps naik nilai aset keuangan naik kemungkinan masalah
keuangan turun pengeluaran untuk perumahan naik Y naik
Ketiga pendekatan mekanisme transmisi moneter menunjukkan bahwa pengaruh
kebijakan moneter terhadap posisi kekayaan konsumen memiliki dampak yang besar
terhadap permintaan agregat.
3.5.2.3.
Perdagangan Internasional
Pengaruh pertumbuhan internasionalisasi perekonomian serta aplikasi nilai
tukar mengambang (fleksibel) dalam suatu perekonomian negara akan mempengaruhi
ekspor bersih melalui efek nilai tukar, adalah:
M naik i turun E turun NX naik Y naik
Keterkaitan diantara kebijakan moneter berupa uang beredar dengan ketiga
pendekatan tersebut di atas dalam mekanisme transmisi dan pengaruhnya terhadap
komponen belanja dan pendapatan nasional (GDP, Gross Domestic Product) disajikan
pada Gambar 11.
Selain pendekatan tersebut di atas, telah dikembangkan jalur mekanisme
transmisi dalam dua bagian besar yaitu mekanisme transmisi yang berorientasi pada
harga aset dan mekanisme transmisi yang berorientasi pada kredit.
Mekanisme transmisi moneter yang berorientasi pada harga aset melihat
mekanisme transmisi dari sudut pengaruh nilai tukar terhadap ekspor bersih, teori QTobin, dan efek kekayaan, sedangkan mekanisme transmisi moneter yang berorientasi
kredit melihat mekanisme transmisi dari sudut jalur pinjaman bank, jalur neraca, jalur
arus kas, jalur tingkat harga yang tidak diantisipasi dan efek likuiditas rumah tangga.
86
Kebijakan Moneter
(Penawaran Uang)
Mekanisme
Transmisi
Efek Harga Aset
Efek tingkat
Sukubunga
tradisional
Efek Nilai
Tukar pd
Ekspor
Bersih
Aspek Kredit
Teori Tobin’s
q
Efek
Kesejahteraan
Jalur
Pinjaman
Bank
Jalur Neraca
Jalur Arus
Kas
Jalur Tingkat
Harga yg tidak
diantisipasi
Efek
Likuiditas
Rumah
Tangga
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter
Sukubunga
riil
Sukubunga
riil
Harga Saham
Harga Saham
Simpanan
Perbankan
Harga Saham
Sukubunga
Nominal
Tingkat Harga
yg tdk
diantisipasi
Harga Saham
Nilai Tukar
Tobin’s q
Kesejahteraan
Keuangan
Pinjaman
Bank
Arus Kas
Moral Hazard
Aktivitas
meminjamkan
Aktivitas
meminjam
kan
Aktivitas
meminjamkan
Investasi
Perumahan
Investasi
Investasi
Komponen
Pengeluaran
Moral Hazard
Investasi
Perumahan
Pengeluaran
Konsumen
Investasi
Ekspor
Bersih
Investasi
Perumahan
Konsumsi
Produk Domestik Bruto
Sumber: Mishkin, 2007
Gambar 11: Mekanisme Transmisi Moneter dan Pengaruhnya terhadap Komponen Pengeluaran dan Gross Domestic Product
Kesejahteraan
Keuangan
Probabilitas
Tekanan
Keuangan
Perumahan
Pengeluaran
Konsumen
87
3.6.
Perkembangan Sektor Keuangan dan Mekanisme Transmisi Moneter
Beberapa studi tentang dampak perkembangan dan inovasi keuangan terhadap
kebijakan moneter masih menunjukkan hasil yang berbeda. Kebijakan moneter akan
efektif melalui pengaruhnya terhadap nilai aset yang mendorong dampak langsung
terhadap agregat permintaan melalui jalur sukubunga dan kekayaan. Akan tetapi,
kebijakan moneter akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berpengaruh
terhadap perekonomian, seperti halnya efek kekayaan. Pada saat yang sama, inovasi
keuangan yang mengembangkan pasar kredit melalui peningkatan likuiditas pasar
akan menghasilkan pasar yang tidak terlalu sensitif terhadap dampak perubahan
kebijakan moneter melalui jalur kredit.
Rangkuman hubungan antara inovasi
keuangan dengan mekanisme transmisi moneter disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Inovasi Keuangan dan Mekanisme Transmisi Moneter
Saluran / Jalur
Dampak Inovasi Keuangan
Jalur Sukubunga
Efek Substitusi
Peningkatan sukubunga agen akan
mensubstitusi tabungan ke pinjaman dan
menurunkan Investasi
Efek Pendapatan
Kenaikan sukubunga meningkatkan sukubunga
yang sensitif terhadap pembayaran dan
penerimaan menurunkan belanja
Dampak terhadap efek pendapatan ambigu
Efek Kekayaan
Derivatif memperbolehkan lindung nilai
(hedging) terhadap saham dan properti.
Efek peminjaman bank (jalur)
Dampaknya besar, dimana saluran peminjaman
bank melemah akibat inovasi, seperti derivatif dan
sekuritisasi
Efek Neraca (jalur)
Dampaknya besar, dimana saluran neraca
melemah akibat adanya inovasi
Efek Net Ekspor
Kenaikan sukubunga akan meningkatkan aliran
masuk sehingga meningkatkan nilai tukar nominal
dan menurunkan ekspor net
Efek Paritas Sukubunga
Peningkatan aktivitas arbitrase akan
meningkatkan aliran dana internasional sesuai
dengan perubahaan sukubunga dan meningkatkan
nilai tukar sehingga meningkatan kecepatan
perubahan harga riil ekspor dan impor mengubah ekonomi riil
Keseluruhan dampak adalah marginal. Inovasi
keuangan tidak memperlemah jalur sukubunga
Jalur Kredit
Seluruh dampak signifikan, artinya jalur kredit
akan melemah dengan adanya inovasi keuangan
Jalur Nilai Tukar
Dampak keseluruhan adalah membuat jalur nilai
tukar lebih berpotensi
Sumber: Singh, et.al.,.2008
88
Rangkuman studi terdahulu (Singh, et.al. 2008) pengaruh dari perkembangan
pasar keuangan (bursa dan perbankan) terhadap sistem keuangan, mekanisme
transmisi moneter dan aliran sukubunga pada Tabel 9.
Tabel 9.
Pengaruh Perkembangan Pasar Keuangan Terhadap Jalur Mekanisme
Transmisi Moneter
Perkembangan Pasar
Keuangan
Konsekuensi terhadap
Sistem Keuangan
Liberalisasi Keuangan
Mendorong persaingan
yang lebih ketat
Deregulasi Sukubunga
Mengarah pada
penetapan suku bunga
lebih fleksibel dan
berorientasi pasar
Liberalisasi capital
Account
Mengarah pada
integrasi pasar
keuangan
Sumber: Singh, et al., 2008
3.7.
Dampak terhadap
Mekanisme Transmisi
Moneter
Dampak terhadap
Aliran Sukubunga
Jalur Sukubunga
meningkat
Jalur Pinjaman Bank
menurun
Lebih cepat
Sukubunga luarnegeri
lebih penting terkait
dengan aliran dana
Dapat mengakibatkan
kebijakan moneter
domestik kurang efektif
Kerangka Pemikiran Penelitian
Berdasarkan uraian tinjauan pustaka dan kerangka teori pada bab terdahulu,
disusun kerangka pemikiran untuk mencapai tujuan penelitian berdasarkan variabel
yang relevan. Kerangka pemikiran tersebut dikelompokkan sedemikian rupa untuk
mempermudah permodelan dalam mencapai masing-masing tujuan dari penelitian.
Bagan alur pemikiran dalam diagram keterkaitan, disajikan pada Gambar 12.
Sesuai dengan tujuan penelitian pertama adalah untuk melihat pengaruh
liberalisasi keuangan (liberalisasi capital account dan pasar saham) dari aspek makro
dan mikro terhadap nilai Q-Tobin, maka variabel yang diteliti antara lain adalah aliran
modal asing baik yang diinvestasikan secara langsung dalam bisnis (Investasi Asing
Langsung, FDI) maupun dalam aset keuangan (portofolio), dan pinjaman komersial.
Dari ketiga variabel tersebut akan diperiksa pengaruhnya terhadap nilai Q-Tobin
perusahaan di setiap sektor.
89
Kebijakan Moneter
Suku Bunga Instrumen
Kebijakan dan Base Money
Uang Beredar
Liberalisasi
Keuangan
Keterbukaan
Capital Account
dan Pasar Modal
Cadangan
Devisa
Mekanisme Transmisi Moneter
Aliran
Kapital
Pasar Kredit
Suku Bunga
Pasar
Suku Bunga
Pinjaman
Nilai Aset
Keuangan
Biaya Modal
Nilai Tukar
Harga Saham
Rasio q Tobin
Kebijakan Fiskal
Permintaan Agregat
Ekspor Bersih
Investasi
Konsumsi
Gambar 12. Kerangka Alur Pemikiran Penelitian
Belanja
Pemerintah
90
Pada tahapan ini, liberalisasi pasar saham sudah termasuk di dalam liberalisasi capital
account, yaitu pengurangan restriksi bagi investor asing untuk melalukan penanaman
dana di bursa saham Indonesia.
Perubahan dari dua variabel makroekonomi, yaitu sukubunga dan pasar saham
diperkirakan akan mempengaruhi keputusan investasi dari perusahaan yang dihitung
melalui rasio Tobin Q. Peningkatan rasio Tobin Q mengindikasikan peningkatan
investasi dalam barang kapital bersih (setelah dikurangi depresiasi).
Tujuan kedua dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
liberalisasi keuangan dari aspek makro dan mikro dengan adanya kebijakan moneter
(melalui kebijakan uang beredar), terhadap beberapa variabel makroekonomi seperti
cadangan devisa, nilai tukar, sukubunga dan indeks saham, melalui mekanisme
transmisi moneter, khususnya jalur sukubunga dan pasar saham. Seperti halnya pada
model pertama, maka akan dianalisis pengaruh kebijakan moneter terhadap nilai rasio
Q-Tobin dan keputusan investasi. Sampai pada tahapan ini, kedua model (tujuan
penelitian pertama dan kedua) akan dianalisis dengan menggunakan model estimasi
data panel FEM atau REM.
Tujuan ketiga dari penelitian adalah untuk melihat pengaruh liberalisasi
keuangan dan kebijakan moneter melalui nilai rasio Q-Tobin terhadap tingkat
investasi sektoral. Analisis sektoral (sektor pertanian, industri dasar dan kimia serta
perbankan) dilakukan pada tahapan ini, dengan mengkaji indeks saham sektoral, rasio
Tobin Q dan tingkat investasi dari sektor tersebut.
91
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1.
Kerangka Analisis
4.1.1. Pilihan Alat Analisis
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis fenomena ekonomi
makro seperti liberalisasi keuangan dan kebijakan moneter terhadap keputusan
investasi yang dilakukan oleh pihak korporasi (perusahaan).
Analisis data dengan model estimasi data panel. Data panel adalah gabungan
(pooled data) dari data time series dan data cross-section. Terdapat dua keuntungan
penggunaan model data panel dibandingkan dengan data time series atau cross section
saja (Verbeek, 2004, dalam Firdaus, 2011). Pertama, dengan mengkombinasikan data
time series dan cross section dalam data panel membuat jumlah observasi menjadi
lebih besar. Dengan menggunakan model data panel marginal effect dari peubah
penjelas dilihat dari dua dimensi (individu dan waktu) sehingga parameter yang
diestimasi akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain. Secara teknis menurut
Hsiao, 2004 dalam Firdaus (2011), data panel dapat memberikan data yang informatif,
mengurangi kolinearitas antarpeubah serta meningkatkan derajat kebebasan yang
artinya meningkatkan efisiensi.
Kedua, keuntungan yang lebih penting dari penggunaan data panel adalah
mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan
mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja
atau data time series saja. Data panel mampu mengontrol heterogenitas individu.
Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur
heterogenitas individu.
Analisis panel data mengenal dua model data yakni panel data statis dan panel
data dinamis. Perbedaannya adalah, pada panel data dinamis memasukkan unsur lag
92
pada variabel dependen sehingga akan muncul masalah endogenitas (endogeneity
problem), sedangkan pada data panel statis tidak memasukkan unsur lag pada
modelnya.
Regresi data panel berbeda dari regresi time-series atau regresi cross-section
biasa karena dalam regresi data panel setiap variabel mengandung subscript ganda it
(Baltagi, 2005). Rumusan umum untuk regresi data panel adalah sebagai berikut:
Yit = α + βXit + uit
………………………………………………………………………...
(4..1.)
dimana:
Yit
X it
α.
β
uit
= variabel dependen untuk individu ke-i dan waktu ke-t
= vektor variabel bebas untuk individu ke-i dan waktu ke-t
= konstanta
= koefisien regresi
= error
Dengan demikian, i menandakan dimensi cross section dan t menandakan
dimensi waktu. Umumnya penerapan data panel menggunakan model one way error
component dalam bentuk :
uit = µ i + vit
…………………………………………………………………………………….......
.(4.2.)
dimana µ menunjukkan pengaruh spesifik individu yang tidak dapat diamati dan vit
adalah sisaan disturbance. Nilai uit akan berbeda untuk setiap individual dan waktu
sehingga merupakan disturbance yang biasa terjadi dalam analisis regresi.
Dalam analisa panel data dikenal dua pendekatan, yakni pendekatan efek tetap
(fixed effect model/FEM), dan pendekatan efek acak (random effect model/REM).
Keduanya dibedakan berdasarkan pada asumsi ada atau tidaknya korelasi antara
komponen error dengan peubah bebas (regresor). Misalkan:
Yit
di mana:
Yit
X it
α.
= αi + βXit + εit
i = 1, 2, 3, ..., N; t = 1, 2, 3, ...., T
……….(4.3.)
= variabel terikat untuk individu ke-i dan waktu ke-t
= vektor variabel bebas untuk individu ke-i dan waktu ke-t
= konstanta
93
β
ε
N
T
= koefisien regresi
= error
= Jumlah cross section
= Jumlah periode waktu
Pada one way error components model, komponen error dispesifikasikan
dalam bentuk:
εit = λi + uit
Untuk two way error components model, komponen erro dispesifikasi dalam
bentuk:
εit = λi + µit + uit
Pada pendekatan one way, error term hanya memasukkan komponen error
yang merupakan efek dari individu (λi). Pada two way dimasukkan efek dari waktu
(µit) ke dalam komponen error. Jadi perbedaan antara FEM dan REM terletak pada
ada atau tidaknya korelasi antara λi dan µt dengan Xit.
FEM muncul ketika antara efek individu dan peubah penjelas (regressor)
memiliki korelasi dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Pendekatan
FEM ini mampu untuk membedakan antara efek yang dihasilkan oleh individu pada
model. Pada model ini, intersep diantara tiap individu diperbolehkan untuk berbeda,
karena model ini mengakui bahwa tiap individu memiliki karakteristiknya masingmasing. Efek tetap yang dimaksud dalam model ini, adalah tiap individu akan
memiliki nilai intercept yang tetap dari waktu ke waktu.
Pembedaan efek dari tiap individu pada model FEM dilakukan dengan
memasukkan variabel dummy untuk menghasilkan parameter yang berbeda-beda baik
lintas unit cross section maupun antar waktu, untuk dapat merepresentasikan
perbedaan intersep. Pendekatan dengan memasukkan variabel dummy ini dikenal
dengan Least Square Dummy Variable (LSDV). Persamaan LSDV dapat dituliskan
kedalam persamaan matematis sebagai berikut (Nachrowi dan Usman, 2006):
94
Yit = α + βXit + γ2W2t + γ2W2t +….+ γNWNt + δ2Zi2 + δ3Zi3
+ ….+ δTZiT + εit
................................................................................................................ .(4.4.)
dimana:
yit
= variabel terikat untuk individu ke-i dan waktu ke-t
x it
= vektor variabel bebas untuk individu ke-i dan waktu ke-t
Wit dan Zit = Variabel dummy yang didefinisikan sebagai berikut dummy
Wit
= 1 ; untuk individu i; i = 1, 2,….., N
= 0 ; lainnya
= 1 ; untuk individu i; i = 1, 2,….., T
Zit
= 0 ; lainnya
Penaksir β disebut sebagai least square dummy variable (LSDV) estimator.
Dengan pendekatan ini (LSDV) dapat menghasilkan dugaan parameter β yang tidak
bias dan efisien. Tetapi kelemahannya jika jumlah unit observasinya besar maka
menjadi rumit. Penambahan sejumlah variabel dummy ke dalam persamaan dapat
mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya
akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Jika pada pendekatan FEM
perbedaan karakteristik individu dan waktu diakomodasikan pada intercept, pada
pendekatan REM perbedaan karakteristik individu dan waktu diakomodasikan pada
error dari model.
REM muncul ketika antara efek individu dan regressor tidak terdapat korelasi.
Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dimasukkan
kedalam error. Berbeda dengan FEM yang memasukkan komponen error dari efek
individu dan waktu direpresentasikan dalam intersep. Persamaan REM dapat
dituliskan menjadi (Nachrowi dan Usman, 2006):
Yit
dimana:
α
εit
uit
= α + βXit + εit ; εit = uit + vit + wit
= rata-rata dari seluruh intersep
= error term
= komponen error cross-section
.........................................................
(4.5.)
95
v it
w it
= komponen error time series
= komponen error gabungan
Pada REM diasumsikan bahwa uit adalah merupakan bagian dari error term.
Dengan demikian, penerapan OLS menjadi tidak tepat untuk memperoleh estimator
yang efisien. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dapat digunakan pendekatan
Generalized Least Square (GLS) dengan memodifikasi pada struktur error
covariance matrix nya.
Pendekatan-pendekatan yang telah dijelaskan sebelumnya tentunya memiliki
kelemahan dan kelebihan. Dalam penelitian ini untuk menguji pengaruh dari
liberalisasi keuangan dan kebijakan moneter terhadap nilai Q-Tobin, dibutuhkan
estimasi model yang terbaik. Oleh karena itu, dalam ketiga pendekatan analisa regresi
data panel akan dipilih satu model yang terbaik. Kriteria pemilihan ini berdasarkan
beberapa uji silang dengan pendekatan-pendekatan tersebut.
Uji pemilihan model analisis data panel umumnya meliputi Uji Hausman
(Hausman test). Pengujian Hausman test merupakan pengujian dalam penentuan
model antara FEM dengan REM. Pengujian ini didasari pada asumsi ada tidaknya
korelasi antara efek individu dan regressor. Hipotesa yang digunakan dalam pengujian
ini adalah:
H0 : E (τ i | xit ) = 0 , atau Random Effect Model adalah model yang tepat
H1 : E (τ i | xit ) ≠ 0 , atau Fixed Effect Model adalah model yang tepat
Sebagai dasar penolakan H0 digunakan statistik Hausman dan membandingkannya
dengan Chi square χ2. Jika nilai χ2 –statistik hasil pengujian lebih besar dari χ2 –
tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga
pendekatan yang digunakan adalah fixed effect, dan demikian sebaliknya.
Setelah menentukan model terbaik yang akan digunakan, maka langkah
selanjutnya adalah menganalis apakah variabel-variabel liberalisasi keuangan dan
96
kebijakan moneter yang diduga berpengaruh terhadap nilai Q-Tobin masing-masing
subsektor.
Penting untuk diperhatikan bahwa pemilihan model yang dilakukan
bukanlah suatu hal yang mutlak, namun disesuaikan dengan hasil yang akan diperoleh
nantinya dan tergantung pada tujuan analisis.
Tahap berikutnya, adalah setelah ditentukan model estimasi yang tepat,
dilakukan pengujian atas variabel-variabel liberalisasi keuangan (FDI dan Investasi
Portofolio), kebijakan moneter (SBI dan total kredit), makroekonomi (Nilai tukar dan
cadangan devisa), pasar modal (IHSG dan kapitalisasi pasar), perusahaan (aset
perusahaan, pinjaman perusahaan dan kapitalisasi pasar saham perusahaan) yang
diduga berpengaruh. Persamaan regresi data panel dibentuk sebagai berikut:
Q = α + β1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + β 4 X 4 + β 5 X 5 + β 6 X 6 + ε
Untuk mengetahui apakah variabel-variabel tersebut berpengaruh atau tidak
maka digunakan uji t. Hipotesis untuk masing-masing variabel adalah:
H0 : β 1 ; β 2 ; β 3 ; β 4 ; β 5 ; β 6 = 0
H1 : setidaknya salah satu dari β i ≠ 0(i = 1,2,...,6)
Kriteria penolakan H0 adalah apabila tstatistik> ttabel, pada selang kepercayaan tertentu (1
persen, 5 persen dan 10 persen). Proses pengolahan data panel yang dilakukan dari
awal sampai pada tahapan analisis pengaruh variabel, menggunakan bantuan software
aplikasi EViews Versi 6.
4.1.2. Analisis Untuk Mencapai Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pertama dicapai dengan menggunakan metode data panel.
Dari uji berdasarkan data panel tersebut akan diketahui keterkaitan liberalisasi
keuangan terhadap nilai Q-Tobin dari masing-masing subsektor melalui persamaan
regresi data panel.
Sampel perusahaan dari 3 sektor, yaitu sektor pertanian (12
97
perusahaan), sektor industri dasar dan kimia (37 perusahaan) dan sektor perbankan
(15 perusahaan), disajikan pada Lampiran 2.
Data time series yang digunakan
berfrekuensi tahunan. Dalam analisis ini, variabel liberalisasi keuangan seperti FDI
dan investasi portofolio, juga variabel makroekonomi, pasar modal dan perusahaan
dipilih sesuai dengan logika teori ekonomi yang relevan. Untuk mengetahui ada atau
tidaknya korelasi diantara suatu variabel dengan variabel yang lain, dilakukan uji
korelasi antar variabel. Batasan nilai korelasi adalah 0.85 ke atas, dan selanjutnya
variabel tersebut tidak akan dimasukkan dalam persamaan regresi.
Analisis dengan data panel bertujuan untuk melakukan estimasi parameter.
Sehingga dalam pengujian statistik, yang terpenting adalah persamaan-persamaan
dalam model secara kolektif berdasarkan F-test signifikan, meskipun bisa terjadi
estimasi koefisien berdasarkan t-test yang mungkin disebabkan oleh multikolinearitas
yang tidak signifikan. F-test digunakan untuk mengukur signifikansi dari estimasi
regresi secara menyeluruh, sedangkan t-test digunakan untuk mengukur signifikansi
dari koefisien-koefisien regresi.
Berdasarkan model terpilih, akan terlihat keterkaitan variabel dalam
liberalisasi keuangan, seperti arus modal dan investasi asing dengan variabel suku
bunga (biaya modal) yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai Q-Tobin. Perubahan
pada nilai Q tersebut berdampak kepada keputusan investasi.
Tujuan penelitian kedua, dicapai dengan menggunakan analisis yang sama
yaitu FEM atau REM, untuk melihat pengaruh dari kebijakan moneter (melalui
operasi pasar terbuka), terhadap variabel suku bunga jangka pendek dan jangka
panjang, yang kemudian akan mempengaruhi nilai Q-Tobin dan selanjutnya terhadap
keputusan investasi. Untuk memperoleh variabel-variabel utama yang berpengaruh
98
terhadap investasi dari kebijakan liberalisasi keuangan maupun kebijakan moneter,
dilakukan korelasi silang (cross-correlation).
Tujuan penelitian ketiga, untuk melihat pengaruh dari liberalisasi keuangan
dan kebijakan moneter terhadap pertumbuhan investasi sektoral.
Kerangka operasional penelitian berikut variabel yang diteliti disajikan pada
Gambar 13. Dari kerangka alur pemikiran pada Gambar 12 sebelumnya, dibuat
kerangka operasional berdasarkan tujuan penelitian dan pengelompokkan model.
Variabel yang dimasukkan dalam kerangka ini termasuk adalah variabel eksogen yang
memberikan pengaruh berupa perubahan kebijakan, baik dalam liberalisasi keuangan
(keputusan Pemerintah tentang keterbukaan Capital Account – Pasar Modal) maupun
kebijakan moneter (target reserve requirement).
4.2.
Spesifikasi Model
Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian penjelasan yang berfokus
pada penjelasan tentang pola arah dan sifat dinamika hubungan antara kebijakan,
variabel-variabel makroekonomi dan investasi perusahaan pada sektor tertentu.
Berdasarkan tujuan penelitian dan tahapan analisis maka ada tiga model yang
digunakan dalam penelitian ini. Spesifikasi model dan variabel yang digunakan pada
tiap-tiap model diturunkan dari pembahasan dalam kerangka teoritis pada bab
sebelumnya. Ketiga model tersebut adalah model liberalisasi keuangan dan Q-Tobin,
model liberalisasi keuangan serta kebijakan moneter dan Q-Tobin, serta model
liberalisasi keuangan dan pengaruh kebijakan moneter terhadap pertumbuhan
investasi sektoral.
99
Reserve
Requirement
Keterbukaan
Pasar Modal
Keterbukaan Capital
Account
FDI
Pinjaman
Komersial
Uang Beredar
Tabungan
Cadangan
Devisa
Transaksi Aset
Keuangan
Bunga Pasar
Nilai Tukar
Rupiah
Jumlah
Pinjaman
IHSG
Bunga
Pinjaman
Biaya
Modal
Nilai Buku Aset
Perusahaan
Nilai Pasar
Saham
Perusahaaan
Rasio Q-Tobin
Perusahaaan
Struktur
Modal
Perusahaan
Inflasi
Investasi
Sektoral
= Tujuan Penelitian
= Variabel Kebijakan
= Hubungan penjelas dan keterkaitan
= Variabel yang diteliti
= Variabel mikro lainnya yang tidak
masuk model akan diulas dengan
metode deskriptif
Gambar 13: Kerangka Operasional Berdasarkan Variabel
100
4.2.1. Model Liberalisasi Keuangan
4.2.1.1.
Spesifikasi Model Liberalisasi Keuangan
Pengukuran liberalisasi keuangan dapat dipisahkan atas pengukuran
liberalisasi pasar saham dan liberalisasi capital account.
Pengukuran liberalisasi
pasar saham, yaitu melalui indikator resmi (adanya ketentuan dari instansi yang
berwenang) serta indikator intensitas. Pengukuran liberalisasi pasar saham melalui
peraturan resmi diberikan nilai 1 (satu), sedangkan yang tidak melalui peraturan diberi
nilai 0 (nol). Pengukuran liberalisasi pasar modal dengan intensitas, dalam bentuk
rasio kapitalisasi pasar saham yang ada di suatu negara dengan indeks pasar. Nilai
rasio berkisar dari 0 (nol) sampai dengan 1 (satu), dimana rasio 1 (satu) menunjukkan
bahwa seluruh saham di suatu negara dapat dimiliki oleh investor asing. Dari ke-2
pengukuran tersebut, maka negara yang pasar sahamnya tersegmentasi secara utuh
memiliki nilai 0, sedangkan negara dengan liberalisasi pasar saham penuh memiliki
nilai 1.
Keterbukaan pasar saham sebagai konsekuensi dari kebijakan moneter dalam
liberalisasi keuangan akan menurunkan biaya modal. Penurunan biaya modal akan
mendorong terjadinya investasi oleh perusahaan-perusahaan.
saham akan mendorong terciptanya investasi.
Keterbukaan pasar
Keterbukaan capital account diukur
dengan 2 pendekatan, yaitu pendekatan dari IMF (AREAER) dan Quinn. Pengukuran
dengan AREAER, berkisar dari 0 dan 1, dimana nilai dummy 0 (nol) apabila terdapat
1 hambatan dalam keterbukaan capital account.
Sedangkan pengukuran Quinn,
memberikan rentang nilai 0 dan 1, yang diukur dari tingkat persetujuan pihak
berwenang.
Keterbukaan Capital Account sebagai konsekuensi dari liberalisasi
keuangan akan mempermudah aliran dana pihak investor, dan selanjutnya
mempengaruhi jumlah simpanan, pasar kredit serta menurunkan biaya modal.
101
Penurunan biaya modal akan mendorong terjadinya investasi oleh perusahaanperusahaan. Keterbukaan capital accountpun akan mendorong terciptanya investasi.
Pertumbuhan Investasi, dipengaruhi oleh tingkat investasi yang ada saat ini di
perusahaan juga tingkat investasi baru, termasuk investasi yang terjadi karena adanya
pengaruhi dari liberalisasi keuangan dalam pasar saham maupun capital account, serta
tingkat bunga. dalam hal ini adalah investasi yang dilakukan perusahaan dipengaruhi
oleh tingkat bunga. Penurunan tingkat bunga akan mengurangi biaya modal, sehingga
akan meningkatkan jumlah laba dan meningkatkan insentif untuk mengakumulasi
lebih banyak modal.
Untuk melihat pola hubungan antara liberalisasi keuangan yang diproksi dari
aliran kapital (investasi asing langsung, investasi portofolio keuangan, dan pinjaman
komersial) dengan investasi digunakan nilai tahunan masing-masing sejak tahun 2002
sampai dengan 2009. Proksi pengukuran liberalisasi keuangan adalah berdasarkan
rasio data antara kapitalisasi pasar saham terhadap Gross Domestic Product. Untuk
menganalisis pengaruh liberalisasi keuangan terhadap pertumbuhan investasi
digunakan model estimasi Random Effect Model.
4.2.1.2.
Data Model Liberalisasi Keuangan
Beberapa data yang dibutuhkan dalam model ini dikelompokkan dalam 2
(dua) yaitu kelompok pasar saham dan kelompok capital account. Untuk kelompok
pasar saham, data yang dibutuhkan adalah: (1) Nilai Investasi bersih perusahaan
Indonesia (sektor pertanian, industri dasar dan kimia dan perbankan)
(2) Harga
Saham Perusahaan Indonesia (sektor pertanian, industri dasar dan kimia dan
perbankan) (3) Biaya modal
(4) Nilai buku saham biasa perusahaan Indonesia
(sektor pertanian, industri dasar dan kimia dan perbankan) (5) Nilai buku utang
102
jangka pendek perusahaan Indonesia (sektor pertanian, industri dasar dan kimia dan
perbankan) (6) Nilai buku utang jangka panjang perusahaan Indonesia (sektor
pertanian, industri dasar dan kimia dan perbankan) (7) Nilai buku total aset
perusahaan Indonesia (sektor pertanian, industri dasar dan kimia dan perbankan).
Untuk kelompok capital account, data yang dibutuhkan adalah: (1) Investasi
Asing Langsung (FDI) (2) Investasi Portofolio dan (3) Pinjaman Komersial Asing.
Sedangkan data variabel makroekonomi yang dibutuhkan untuk kedua kelompok ini
adalah: (1) Cadangan Devisa (2) Nilai Tukar Rupiah (3) Sukubunga pasar, dan (4)
Indeks Harga Saham Gabungan maupun Indeks Saham Sektor Pertanian, Industri
Dasar dan Kimia dan Perbankan.
Biaya modal dipengaruhi oleh ketersediaan sumber dana baik di pasar uang
(tingkat bunga pinjaman) maupun tingkat imbal hasil yang dipersyaratkan oleh
pemilik dana di pasar modal serta keleluasaan masuknya dana asing melalui investor
asing yang membeli sekuritas emiten Indonesia di Pasar Saham Indonesia.
Keleluasaan investor asing sebagai gambaran pelonggaran kebijakan atau aturan
dalam investasi di pasar saham Indonesia.
Harga barang modal berkorelasi positif dengan permintaan atas barang modal
tersebut, dan dipengaruhi oleh jumlah penawaran barang modal, tingkat teknologi
yang digunakan, suku bunga maupun nilai tukar. Untuk barang modal yang diimpor,
nilainya akan semakin meningkat apabila nilai tukar Rupiah terhadap valuta asing
(dalam hal ini US $) melemah. Stok modal atau tingkat investasi yang dimiliki
perusahaan saat ini, dipengaruhi oleh tingkat depresiasi dari barang modal dan jenis
investasinya.
Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan atas perubahan kebijakan atas
liberalisasi keuangan, khususnya pasar saham, yang mengikuti indikator sebagaimana
103
ditetapkan oleh IMF dan aliran dana masuk atau keluar dari capital account,
mengikuti indikator sebagaimana ditetapkan oleh IMF dan Quinn terhadap
pertumbuhan investasi.
Perubahan kebijakan berupa keputusan-keputusan yang
terkait dengan Pasar Saham dan aliran dana. Persamaan dalam model liberalisasi
keuangan adalah sebagai berikut:
-
Nilai Q – Tobin = f (investasi asing langsung, investasi portofolio, cadangan
devisa, bunga kredit, kapitalisasi pasar saham, pinjaman perusahaan, aset
perusahaan, dummy krisis).
-
Faktor kebijakan makro berupa aliran dana FDI dan investasi portofolio, cadangan
devisa, serta faktor mikro berupa pinjaman perusahaan dan kapitalisasi pasar
saham perusahaan diharapkan memberikan pengaruh positif terhadap nilai QTobin sektor.
-
Faktor makroekonomi berupa bunga kredit atau bunga pinjaman serta faktor
mikro berupa aset perusahaan diharapkan memberikan pengaruh negatif terhadap
nilai Q-Tobin.
-
Faktor eksternal berupa dummy krisis 2008 diharapkan memberikan pengaruh
negatif terhadap nilai Q-Tobin.
4.2.2. Model Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
Paradigma baru dalam kebijakan moneter, menunjukkan bahwa peningkatan
suplai uang diharapkan akan meningkatkan ketersediaan pinjaman (mempengaruhi
pasar kredit).
Spesifikasi model pengaruh liberalisasi keuangan dan kebijakan
moneter relatif hampir sama dengan
model pertama, hanya saja sudah
dipertimbangkan adanya pengaruh kebijakan moneter dalam model ini. Data-data
tambahan yang dibutuhkan dalam model ini adalah: (1) Sukubunga acuan Bank
104
Indonesia (2) Kebijakan Moneter (3) Jumlah uang beredar (Suplai Uang) (4)
Sukubunga tabungan (5) Sukubunga pinjaman, dan (6) Jumlah kredit (pinjaman) yang
disalurkan ke sektor riil, khususnya pertanian, industri dasar dan kimia dan
perbankan. Suku bunga acuan Bank, yaitu SBI masih tetap digunakan, meskipun
sejak tahun 2008 peran SBI sebagai reference rate mulai dikurangi.
-
Nilai Q – Tobin = f (SBI, money supply, IHSG, total kredit, bunga kredit,
kapitalisasi pasar saham, pinjaman perusahaan, aset perusahaan, dummy krisis)
-
Faktor makroekonomi seperti SBI, money supply, IHSG, total kredit dan faktor
mikro perusahaan berupa kapitalisasi pasar perusahaan dan pinjaman perusahaan
diharapkan memberikan pengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin.
-
Faktor makroekonomi berupa bunga kredit atau bunga pinjaman dan faktor mikro
berupa aset perusahaan diharapkan memberikan pengaruh negatif terhadap nilai
Q-Tobin.
4.2.3. Model Pertumbuhan Investasi Sektoral
Seperti halnya pada model pertama dan kedua, model ketiga untuk melihat
pengaruh liberalisasi keuangan dan kebijakan moneter terhadap pertumbuhan
investasi sektor tertentu (pertanian, industri dasar dan kimia dan perbankan).
-
Pertumbuhan investasi perusahaan pada sektor tertentu = f (nilai Q-Tobin, bunga
pinjaman riil, struktur modal, dummy krisis)
4.3.
Pengorganisasian Model Analisis
Model analisis setelah dikelompokkan dalam 3 sub-model disajikan pada
Tabel 10. Model estimasi yang sesuai untuk ke 3 kelompok model, adalah Random
Effect Model. Pemilihan model estimasi antara Fixed Effect dan Random Effect,
105
digunakan uji Hausman. Model estimasi Random Effect ini juga dipilih untuk model
ke- 3 (tiga) sektor, baik pertanian, industri dasar dan kimia serta perbankan.
Tabel 10. Pengorganisasian Model Analisis Pengaruh Liberalisasi Keuangan
No
Model
Estimasi
Tujuan
I
Pasar Saham dan Keterbukaan
REM
Melihat hubungan variabel
Capital Account Indonesia
pasar saham dan capital
account terhadap perilaku
investasi perusahaan, dengan
indikator nilai Q-Tobin
II Liberalisasi Keuangan dan
REM
Melihat pola hubungan
Kebijakan Moneter
liberalisasi keuangan dan
variabel kebijakan moneter
terhadap perilaku investasi
perusahaan, dengan
indikator nilai Q-Tobin
III Pertumbuhan Investasi Sektoral
REM
Melihat perilaku
pertumbuhan investasi
sektoral dengan adanya
liberalisasi keuangan dan
kebijakan moneter
106
107
V. VARIABEL LIBERALISASI KEUANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER
5.1. Deskripsi Variabel Penelitian
Berikut adalah penjelasan mengenai perkembangan variabel yang digunakan
dalam penelitian tahun 2002 sampai dengan 2009. Variabel tersebut terdiri dari
variabel liberalisasi keuangan, makroekonomi, kebijakan moneter dan variabel emiten
(perusahaan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian yang sudah terdaftar di
Bursa Efek Indonesia).
5.1.1. Deskripsi Data Liberalisasi Keuangan
Data-data terkait dengan keadaan adanya liberalisasi keuangan, adalah
meliputi data perkembangan kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal (Bapepam), Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Sebagai konsekuensi
dari kebijakan yang telah ditetapkan oleh institusi tersebut, maka berikut akan
diuraikan data-data tentang besaran aliran dana dari pihak asing ke Indonesia, baik
dalam bentuk investasi asing langsung (FDI), simpanan asing maupun investasi di
instrumen keuangan (portofolio keuangan).
5.1.1.1.Deskripsi Data Variabel Investasi Asing Langsung (FDI, Foreign Direct
Investment)
Periode
1990an,
investasi
asing
langsung
dan
investasi
portofolio
mendominasi arus modal swasta, dibandingkan dengan pinjaman bank komersial.
Investasi asing langsung telah menjadi komponen terbesar dalam arus modal swasta
neto sejak tahun 1995. Pada periode sebelum krisis, sejalan dengan liberalisasi sektor
keuangan di Indonesia, perekonomian di Indonesia mengalami peningkatan aliran
modal luar negeri masuk yang sangat tinggi yang pada akhirnya mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Gambar 14 menunjukkan perkembangan jumlah FDI
108
dibandingkan dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (Domestic Direct Investment,
DDI). Data DDI dan FDI mencerminkan akumulasi investasi yang dilakukan oleh
perusahaan, sampai memperoleh Izin Usaha Tetap (IUT) dari Badan Koordinasi
Penanaman Modal. Fluktuasi FDI terjadi pada saat krisis moneter pada tahun 1998
dan 2000. Sedangkan flutuasi terbesar untuk DDI terjadi pada tahun 2000 dan 2007.
Krisis moneter memberikan pengaruh terhadap aliran FDI dan DDI, sedangkan krisis
finansial global berpengaruh terhadap DDI.
9,000
7,000
8,000
7,000
6,000
5,000
6,000
5,000
4,000
4,000
3,000
3,000
2,000
2,000
1,000
Miliar Rph
Miliar Rph
Perkembangan FDI Riil dan DDI Riil
periode 2002 - 2009
1,000
0
19
95
19
96
19
97
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
0
Foreign Direct Inves tment Riil
Domestic Direct Investment Riil
Gambar 14 . Perkembangan Foreign Direct Investment Riil dan Domestic
Direct Investment Riil sejak 1995 sampai dengan 2009 (sumber:
Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2010, data diolah)
5.1.1.2.Deskripsi Data Posisi Pinjaman Rupiah dan Valuta Asing
Sumber dana perbankan terutama berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
disalurkan untuk pinjaman atau kredit perbankan, secara umum menunjukkan
peningkatan. Secara umum terlihat peningkatan kredit perbankan secara total, namun
porsi kredit pertanian hanya berkisar antara 5 persen – 6 persen dari total kredit yang
disalurkan, dibandingkan dengan kredit untuk industri pengolahan, berkisar dari 33
109
persen dan menurun menjadi 17 persen pada tahun 2009. Gambar 15 menunjukkan
perkembangan kredit total, kredit pertanian, kredit perindustrian dan kredit untuk jasa
dunia usaha.
Perkembangan Kredit Sektor Ekonomi
Januari 2002 - Desember 2009
1,600
1,400
Triliun Rupiah
1,200
1,000
800
600
400
200
0
Pertanian
Perindustrian
Jasa Dunia Usaha
Total
Gambar 15. Pergerakan Kredit Sektor Ekonomi (Pertanian – Perindustrian dan
Jasa Dunia Usaha) periode Januari 2002 – Desember 2009
(sumber: Bank Indonesia, 2010)
5.1.1.3.Deskripsi Data Investasi Portofolio
Aset Investasi Portofolio merupakan investasi yang dilakukan oleh penduduk
Indonesia dalam bentuk surat-surat berharga (saham dan surat utang seperti obligasi)
yang diterbitkan oleh bukan penduduk Indonesia, demikian sebaliknya untuk
kewajiban (Bank Indonesia, 2010). Aset Investasi Portofolio ini merupakan bagian
dari kegiatan transaksi finansial, baik yang meliputi investasi langsung maupun
investasi portofolio.
Kinerja transaksi finansial tidak terlepas dari pengaruh aliran
modal jangka pendek yang bergerak merespons perkembangan persepsi risiko pelaku
pasar keuangan global, khususnya terhadap negara berkembang seperti Indonesia.
110
Gambar 16 menunjukkan bahwa dalam perkembangannya sejak tahun 2001 sampai
dengan akhir 2009, investasi portofolio mengalami tren pertumbuhan positif,
meskipun terjadi koreksi pertumbuhan pada tahun 2005 dan 2008.
Gambar 16. Perkembangan Investasi Portofolio sejak 2001 sampai dengan
2009 (sumber: Bank Indonesia, 2010)
Pertumbuhan negatif, khususnya pada tahun 2008 sebagai konsekuensi dari
krisis finansial global yang menyebabkan penurunan kepemilikan modal asing pada
portofolio domestik.
Meskipun demikian, pada periode tahun 2009, transaksi
finansial masih menunjukkan surplus, karena adanya penerbitan obligasi valuta asing
oleh pemerintah Indonesia yang mencerminkan masih tingginya kepercayaan investor
asing terhadap stabilitas dan prospek makro ekonomi Indonesia (Bank Indonesia,
2008).
Investasi di Indonesia saat ini terfokus pada investasi portofolio, di sisi lain
dana yang tersedia untuk investasi riil atau langsung jauh dari mencukupi. Uang yang
tertanam di bursa saham jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang disalurkan
untuk membangun pabrik baru, menambah bahan mentah, atau merekrut lebih banyak
pekerja. Pada dasarnya, investasi portofolio tidak dapat digunakan sebagai tolok ukur
kemajuan suatu ekonomi, meskipun tetap diperhitungkan dalam komponen GDP.
111
Saat ini, dengan adanya globalisasi, maka sangat banyak saham dan ekuitas di
Indonesia yang berada di tangan investor asing.
Perkembangan transaksi surat
berharga yang dilakukan oleh investor asing di Bursa Efek Indonesia, saat ini telah
mencapai sekitar 43 persen (Bursa Efek Indonesia, 2011).
Mengingat investor
internasional memiliki banyak pilihan, sering memindahkan dananya ke berbagai
bursa atau pasar uang seluruh dunia untuk memperoleh keuntungan abnormal dari
surat berharga, maka proses penarikan oleh investor asing yang umumnya secara
mendadak dikarenakan oleh adanya “berita buruk”, akan menimbulkan keguncangan
di bursa, bahkan seluruh perekonomian, di negara yang ditinggalkan.
5.1.1.4. Financial Deepening
Perekonomian
keuangannya,
suatu
yang dicirikan
negara
tergantung
dengan
pada
liberalisasi
perkembangan
keuangan.
sektor
Sebagaimana
disampaikan pada bab terdahulu, Indonesia telah melakukan deregulasi dan reformasi
sektor keuangan. Deregulasi keuangan tersebut sering ditandai dengan akselerasi
pertumbuhan uang quasi dan inovasi berbagai produk baru jasa keuangan, sehingga
dapat meningkatkan financial deepening.
Indikator dari financial deepening, antara lain adalah rasio M2 terhadap GDP,
yang mencerminkan ukuran nyata dari sektor keuangan dalam perekonomian yang
berkembang.
Sejak tahun 2002 sampai dengan 2009, terjadi peningkatan rasio
M2/GDP yang juga mencerminkan proses transformasi yang terjadi dari M1 ke M2
yang lebih banyak, pertanda lebih berfungsinya uang dalam arti luas ketimbang uang
kertas/giro (Sjahrir, 1995: 12-13, dalam Maski, 2007). Indikator lainnya adalah rasio
Total Kredit yang disalurkan terhadap GDP (Kredit/GDP), yang mencerminkan
bagaimana pihak intermediasi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
112
Semakin besar rasio ini, maka semakin besar peran perbankan dalam pertumbuhan
ekonomi.
Rasio berikutnya adalah rasio Kapitalisasi Pasar terhadap GDP, yang
ditunjukkan dengan nilai kapitalisasi pasar saham dari pasar modal, khususnya pasar
saham terhadap GDP (Kapitalisasi pasar/GDP). Rasio ini mencerminkan besarnya
partisipan dari pasar modal (saham) dalam perekonomian suatu negara. Baik rasio
Kredit/GDP maupun rasio Kapitalisasi Pasar/GDP, keduanya menunjukkan tren yang
meningkat dalam periode 2002 sampai dengan 2009, kecuali pada tahun 2008 terjadi
penurunan rasio Kapitalisasi Pasar/GDP, dikarenakan adanya krisis finansial global.
Gambar 17. Pergerakan Rasio M2, Kredit dan Kapitalisasi Pasar terhadap
GDP periode 2002 sampai dengan 2009 (sumber: Bank
Indonesia 2010, data diolah)
Tabel 11 menunjukkan perkembangan data ke-3 (tiga) indikator Financial
Deepening. Terlihat bahwa kebijakan uang beredar yang direpresentasikan dengan
rasio M2/GDP memiliki rasio mendekati 1, pada tahun 2008 – 2009.
Kondisi ini
terkait dengan kebijakan dari Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga acuan
(SBI), yang kemudian relatif stabil pada kisaran sekitar 8 persen – 9 persen. Akan
tetapi, penurunan SBI, ternyata tidak selalu diikuti dengan perkembangan penyaluran
113
kredit, sebagai konsekuensi dari bunga pinjaman yang masih cukup tinggi (spread
dengan SBI yang masih relatif besar sekitar 6 persen). Berbeda halnya dengan rasio
kapitalisasi pasar terhadap GDP, pada tahun 2007 dengan nilai melebihi 1. Kondisi
ini sebagai konsekuensi dari peningkatan transaksi keuangan di investasi portofolio,
terutama dengan masuknya investor asing.
Namun kondisi ini hanya terjadi
sementara, yang selanjutnya terjadi penurunan rasio menjadi separuhnya, akibat krisis
finansial global.
Tabel 11.
Tahun
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Data Perkembangan Rasio M2/GDP, Rasio Kredit/GDP dan Rasio
Kapitalisasi Pasar/GDP, Periode 2002 – 2009.
Rasio
M2/GDP
0.59
0.61
0.62
0.69
0.75
0.84
0.91
0.98
Rasio
Kredit/GDP
0.22
0.21
0.24
0.28
0.31
0.36
0.45
0.44
Rasio
Kapitalisasi Pasar/GDP
0.18
0.29
0.41
0.46
0.68
1.01
0.52
0.90
Sumber: Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia dan BPS, 2010 (data diolah)
5.1.2. Deskripsi Data Variabel Kebijakan Moneter
Berikut dijabarkan variabel moneter meliputi uang beredar (M2) dan suku
bunga acuan SBI dan suku bunga investasi. Secara umum, kondisi moneter sejak
tahun 2002 sampai dengan 2009 relatif stabil yang ditunjukkan oleh perkembangan
moneter yang stabil dan terkendali. Kestabilan ini didukung oleh masih kondusifnya
faktor fundamental ekonomi domestik dan terjaganya ekspektasi inflasi.
5.1.2.1.Deskripsi Data Suku Bunga Acuan Bank Indonesia
Suku bunga instrumen moneter masih cenderung menurun sebagaimana
terlihat pada Gambar 18.
Penurunan SBI juga diikuti oleh penurunan suku bunga
114
investasi dan pinjaman. Namun secara keseluruhan, spread antara SBI dengan suku
bunga pinjaman maupun investasi masih relatif besar, yaitu berkisar rata-rata 5 persen
– 6 persen.
Besarnya spread suku bunga ini, menjadi pertimbangan bagi pihak
korporasi dalam mengajukan pinjaman kredit perbankan. Secara umum, korporasi
berharap suku bunga pinjaman tidak menyentuh 2 digit, atau masih di bawah angka
10 persen. Saat ini suku bunga pinjaman berkisar 12 persen – 15 persen.
%
Perkembangan SBI dan Bunga Investasi
2002 - 2009
20.00
18.00
16.00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
Bunga Investasi
SBI
Gambar 18. Perkembangan SBI dan Bunga Investasi sejak 2002 sampai
dengan 2009
5.1.2.2.Deskripsi Data Jumlah Uang Beredar
Gambar 19 menunjukkan perkembangan jumlah uang beredar (yaitu M2),
yang menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini mencerminkan adanya pelonggaran
kebijakan moneter dari Bank Indonesia, berupa penurunan suku bunga acuan SBI.
Sejalan dengan kebijakan dari Bank Indonesia tersebut, nampaknya salah satu
indikator financial deepening ini (Rasio M2/GDP), sudah memiliki kisaran nilai
menuju angka 1, sebagaimana disajikan pada Tabel 11.
115
Gambar 19. Perkembangan Money Supply (M2) sejak 2002 sampai dengan
2009
5.1.3. Deskripsi Data Variabel Makroekonomi
5.1.3.1.Deskripsi Data Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar
Nilai Tukar merupakan perbandingan nilai atau harga mata uang domestik
dengan mata uang lain.
Nilai tukar rupiah terhadap US$ merupakan salah satu
indikator makro yang volatil. Ketika terjadi guncangan pada perekonomian seperti
krisis ekonomi, tsunami, maupun gejolak politik, maka nilai tukar akan mudah sekali
terpengaruh dan memerlukan waktu yang lama untuk kembali normal.
Gambar 20. Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap US$ sejak 1997 sampai
dengan 2009
116
Berdasarkan Gambar 20, dapat dilihat bahwa perubahan nilai tukar rupiah
terhadap US$ cenderung berfluktuatif, dan mengarah pada depresiasi. Secara umum,
Rupiah terdepresiasi hingga mencapai kisaran nilai tukar sekitar Rp 9000an di akhir
tahun 2009. Krisis subprime mortgage menjadi krisis keuangan global yang ditandai
dengan bangkrutnya Lehman Brothers, yang selanjutnya terjadi penjualan saham
Merryll Lynch, bank di AS dan diambil alih oleh pemerintah AS.
Di Indonesia krisis tersebut berdampak pada nilai tukar rupiah yang sempat
bertahan di awal tahun 2008 di bawah Rp 10.000 per dolar AS dan mencapai Rp
12.000-an per dolar AS di akhir 2008. Rupiah sempat mengalami penguatan, karena
adanya aliran dana (hot money) pada tahun 2007, namun kembali melemah pada level
Rp 12.000 lagi. Fluktuasi rupiah terhadap US$ bisa memberikan dampak terhadap
harga saham secara individual maupun gabungan, terutama pada kondisi krisis.
5.1.3.2.Deskripsi Data Cadangan Devisa
Secara umum, terlihat peningkatan cadangan devisa, sebagai konsekuensi dari
kebijakan nilai tukar yang ditetapkan oleh otoritas moneter yaitu Bank Indonesia.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 21, pada tahun 2006 dan 2007, terjadi peningkatan
cadangan devisa, yang mencerminkan adanya aliran dana dari luar, terutama yang
diinvestasikan di investasi portofolio.
Aliran dana dari luar terjadi sebagai
konsekuensi tingginya tingkat imbal hasil Indonesia dibandingkan dengan luar negeri
yang merangsang investor asing untuk menanamkan dana di Indonesia.
Sejak
ditetapkannya kebijakan ’manage floating’ oleh Bank Indonesia, cadangan devisa
cenderung tidak mengalami fluktuasi yang tinggi, meskipun terjadi depresiasi rupiah
terhadap dollar AS, pada tahun 2008 sebagaimana yang juga terlihat pada Gambar 20
di atas.
117
Gambar 21. Perkembangan Cadangan Devisa (Miliar Dollar AS) periode 1997
sampai dengan 2009 (Sumber: Bank Indonesia, 2010)
5.1.3.3.Deskripsi Data Pertumbuhan Ekonomi
Gambar 22 menunjukan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dicerminkan
dengan GDP, terlihat bahwa terjadi penurunan pertumbuhan pada periode krisis
moneter pada tahun 1997.
Gambar 22. Perkembangan beberapa variabel makroekonomi sejak 1997
sampai dengan 2009 (sumber Bank Indonesia, 2010)
118
Pertumbuhan yang rendah juga diindikasikan oleh tingginya suku bunga acuan
BI rate dan tingkat inflasi yang tinggi, pada tahun yang sama. Setelah terjadinya
krisis moneter pada tahun 1997, maka kondisi perekonomian Indonesia sempat
mengalami stagnasi pada sekitar awal 1999, dan menunjukkan peningkatan sejak
tahun 2000. Pada tahun 2005, karena terjadinya krisis Bahan Bakar Minyak (BBM),
menyebabkan tingkat inflasi yang meningkat. Secara umum, setelah terjadi krisis
moneter pada tahun 1998, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil di
kisaran 6 persen – 7 persen demikian pula dengan tingkat BI rate dan inflasi.
5.1.3.4.Deskripsi Data Indeks Saham
5.1.3.4.1. Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan indikator pergerakan
harga saham di BEI, yang mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan
saham preferen. Secara umum, kinerja industri pasar modal Indonesia dalam 10
(sepuluh) tahun terakhir menunjukkan peningkatan pertumbuhan.
Gambar 23
menunjukkan bahwa pada pertengahan tahun 2008 IHSG menunjukkan tren yang
menurun. Keadaan ini sejalan dengan krisis subprime mortgage (SM) yang melanda
Amerika Serikat. Pola pergerakan yang sama juga terjadi pada IHSG, diikuti oleh
indeks sektoral antara lain adalah JAKAGRI (Indeks Sektor Pertanian), JAKBIND
(Indeks Sektor Industri Dasar dan Kimia) dan JAKFIN (Indeks Sektor Keuangan)
yang juga menunjukkan tren penurunan.
Perkembangan IHSG pada tahun 2007 menunjukkan adanya peningkatan dan
bertahan sampai awal 2008. Peningkatan tersebut dikarenakan adanya aliran dana
(hot money) dari investor asing yang mengalihkan investasinya ke surat berharga di
119
Bursa Efek Indonesia. Dampak krisis finansial (global) mulai terlihat pada sekitar
bulan Agustus 2008 hingga awal 2009, dengan adanya penurunan tajam dari IHSG.
Gambar 23. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI periode
Januari 2001 – Desember 2009 (sumber: Bursa Efek Indonesia,
2010)
Sejalan dengan pergerakan indeksnya, maka kapitalisasi pasar IHSG juga
mengalami tren peningkatan maupun penurunan pada periode waktu yang sama.
Gambar 24. Pergerakan Kapitalisasi Pasar Indeks Harga Saham Gabungan di
BEI periode Januari 2001 – Desember 2009 (sumber: Bursa Efek
Indonesia, 2010)
Kapitalisasi pasar IHSG mencerminkan nilai pasar dari total saham seluruh emiten
yang beredar di pasar sekunder (Bursa Efek Indonesia). Dengan demikian perubahan
120
harga pasar saham individual ataupun jumlah yang beredar akan mempengaruhi
perubahan kapitalisasi pasar tersebut.
5.1.3.4.2. Indeks Saham Sektoral (Pertanian – Industri Dasar dan Kimia Perbankan)
Sejalan dengan pergerakan IHSG, indeks saham sektor-sektor tertentu, seperti
Sektor Pertanian, Sektor Perbankan dan Sektor Industri Dasar dan Kimia, juga
memiliki pola pergerakan yang sama, dalam periode pengamatan yang sama. Pada
Gambar 24, pergerakan ke-tiga indeks saham sektoral di BEI tersebut pada umumnya
mengalami tren meningkat pada awal 2007 hingga awal 2008.
Indeks mulai
mengalami penurunan dari awal 2008 hingga 2009.
Dari kaca mata investor, setelah mengalami penurunan yang cukup tajam,
perusahaan-perusahaan di Indonesia yang selama ini cenderung ekspansif dan
berupaya melakukan efisiensi manajemen, akan memiliki harga saham yang lebih
rendah dan cukup menarik, meskipun terdapat krisis pada sektor riil. Pada periode
setelah krisis, bagi perusahaan yang mengandalkan sumber bahan baku dalam negeri
akan memasarkan ke pasar domestik, dan akan memiliki pertumbuhan yang jelas
dibandingkan dengan perusahaan yang menggunakan bahan baku impor dan
berorientasi ke pasar ekspor.
Sektor primer menurut klasifikasi dari Bursa Efek Indonesia terdiri dari 2
(dua) indeks saham, yaitu JAKAGRI (pertanian) dan JAKMINE (pertambangan).
Gambar 25 memperlihatkan pergerakan indeks JAKAGRI yang cenderung meningkat
pada saat periode sebelum krisis. Seperti halnya dengan IHSG, pada kuartal ketiga
2008 pergerakan mulai memperlihatkan tren yang menurun hingga awal tahun 2009.
121
Gambar 25. Perkembangan Indeks Saham Sektor Pertanian (JAKAGRI),
Januari 2001 sampai dengan Desember 2009 (sumber data:
Bloomberg, 2010)
Sektor primer, diwakili dengan industri pertanian terdiri dari 15 (lima belas)
perusahaan, dan terdiri dari subsektor tanaman, perkebunan, pakan ternak, perikanan
dan kehutanan.
Berdasarkan nilai kapitalisasi pasar, maka subsektor perkebunan
memiliki kapitalisasi pasar yang terbesar pada sektor pertanian ini dengan emiten
yang mempunyai jumlah perdagangan terbesar adalah Bakrie Sumatra Plantation Tbk
(UNSP) (IDX Fact Book, 2010). Pada sektor primer ini, setelah adanya krisis, indeks
masih menstabilkan secara perlahan, dikarenakan bahwa permintaan produk di sektor
ini diperkirakan masih tetap stabil mengingat produk yang dihasilkan termasuk
kebutuhan pokok yang tidak dapat ditunda.
Sektor sekunder (industri dan manufaktur), menurut klasifikasi Bursa Efek
Indonesia terdiri dari indeks JAKMIND (industri dasar), JAKBIND (barang industri)
dan JAKCONS (konstruksi), terdiri dari 130 emiten. Khusus untuk subsektor Industri
Dasar dan Kimia, terdiri dari 56 (limapuluh enam) perusahaan, memiliki kapitalisasi
pasar sebesar 8.10 persen dari total kapitalisasi pasar saham, pada akhir 2009.
Beberapa emiten yang tergabung dalam sektor manufaktur di luar saham-saham
Aneka Industri dan Barang Konsumsi yang sering menjadi market mover adalah
122
saham-saham industri semen yaitu PT. Semen Gresik Tbk (SMGR), PT Holchim
Indonesia Tbk. (SMCB ) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) yang
ditunjukkan dengan indeks JAKBIND pada Gambar 26.
Gambar 26. Perkembangan Indeks Saham Sektor Industri Dasar dan Kimia
(JAKBIND), Januari 2001 sampai dengan Desember 2009
(sumber data: Bloomberg, 2010)
Sejak akhir tahun 2009 telah terjadi kenaikan tajam dari indeks sektor
manufaktur, terutama karena kenaikan beberapa emiten yang dominan, antara lain
Sektor Barang Konsumsi antara lain seperti PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT
Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT
Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Mayora Indah
Tbk (MYOR). Tiga dari emiten di atas yang juga merupakan emiten-emiten termasuk
dalam daftar 10 terbesar bila dilihat dari kapitalisasi pasar, yaitu UNVR, HMSP dan
GGRM.
Gambar 27 menunjukkan perkembangan indeks saham sektor keuangan.
Sektor Keuangan merupakan sektor tersier dalam kategori klasifikasi indeks saham
sektoral, yang terdiri dari sub sektor perbankan, lembaga pembiayaan, perusahaan
efek dan asuransi. Subsektor perbankan terdiri dari 29 (duapuluh sembilan) bank,
baik bank komersiel, pemerintah maupun daerah, dengan kapitalisasi pasar sebesar
23.7 persen terhadap total kapitalisasi pasar. Tidak jauh berbeda dengan ke-2 (dua)
123
indeks saham lainnya, indeks saham industri keuangan memiliki pola yang sama,
dengan adanya penurunan pada tahun 2008.
Gambar 27. Perkembangan Indeks Saham Sektor Keuangan (JAKFIN),
Januari 2001 sampai dengan Desember 2009 (sumber data:
Bloomberg, 2010)
5.1.4. Deskripsi Data Variabel Emiten
Variabel emiten (perusahaan terbuka dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari emiten yang tercakup dalam klafikasi
sektor pertanian, industri dasar dan kimia serta perbankan. Pemilihan emiten dari ketiga sektor tersebut dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan data laporan
keuangan selama periode penelitian, keaktifan saham dalam transaksi perdagangan
serta kesesuaian denominasi mata uang yang digunakan dalam laporan keuangan
emiten tersebut. Dengan demikian, tidak seluruh emiten yang terdaftar pada setiap
sektor yang dibahas, ditetapkan sebagai sampel dalam penelitian ini.
Sektor primer diwakili dengan sektor pertanian, dan didominasi oleh
perusahaan dari subsektor perkebunan (terdiri dari 12 perusahaan). Sektor sekunder
diwakili oleh sektor industri dasar dan kimia, yang terdiri dari perusahaan semen,
keramik, kaca, logam, aluminium, pulp and paper (terdiri dari 37 perusahaan). Sektor
124
tersier diwakili oleh sektor keuangan khususnya adalah sektor perbankan (terdiri dari
15 perusahaan). Pemilihan ke-3 (tiga) sektor tersebut untuk dapat merepresentasikan
pengaruh liberalisasi keuangan dan kebijakan moneter, dengan mempertimbangkan
aspek makro dan mikro, terhadap masing-masing sektor.
5.1.5. Pengelompokkan sektor
Pengelompokkan sektor menurut Bursa Efek Indonesia dilakukan berdasarkan
kelompok industri, berbeda dengan menurut BPS. Jika menurut BPS, terdapat tiga
kelompok besar yaitu sektor primer, sekunder dan tersier, maka menurut BEI
pengelompokkan berdasarkan industri.
Terdapat 9 (sembilan) kelompok industri
menurut BEI. Tabel 12 menunjukkan pengelompokkan industri menurut kriteria BEI.
5.1.5.1 Sektor Pertanian
Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan
perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sekitar 13,83 persen pada tahun 2007
atau merupakan urutan ketiga setelah sektor industri pengolahan dan perdagangan,
hotel dan restoran.
Perdagangan dalam negeri (domestik) dan perdagangan luar
negeri (internasional) pada komoditas pertanian yang meliputi sub sektor tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan merupakan potensi yang saat ini
masih terus dikembangkan, mengingat sektor pertanian masih mampu bertahan
meskipun terjadi krisis ekonomi di Indonesia tahun 1997, serta krisis global beberapa
dalam tahun terakhir ini. Kinerja sektor pertanian cenderung meningkat, baik dari
kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja dan
peningkatan cadangan devisa.
125
Tabel 12. Pengelompokkan Saham Berdasarkan Industri di Bursa Efek Indonesia
No.
Industri
Sub Bidang Industri
1.
Pertanian
1. Perkebunan
2. Peternakan
3. Perikanan
4. Lainnya
2.
Pertambangan
1. Pertambangan Batu Bara
2. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
3. Pertambangan Logam dan Mineral
Lainnya
4. Pertambangan Batu-batuan
3.
Industri Dasar dan Kimia
1. Semen
2. Keramik, Perselen, dan Kaca
3. Logam dan Sejenisnya
4. Kimia
5. Plastik dan Kemasan
6. Pakan Ternak
7. Kayu dan Pengolahannya
8. Pulp dan Kertas
4.
Aneka Industri
1. Otomotif dan Komponennya
2. Tekstil dan Garmen
3. Alas Kaki
4. Kabel
5. Lainnya
5.
Industri Barang dan Konsumsi
1. Makanan dan Minuman
2. Rokok
3. Farmasi
4. Kosmetik dan Barang Keperluan
Lainnya
6.
Properti dan Real Estate
1. Properti dan Real Estate
2. Konstruksi Bangunan
7.
Infrastruktur, Utilitas, dan
1. Energi
Transportasi
2. Telekomunikasi
3. Konstruksi Non Bangunan
8.
Keuangan
1. Bank
2. Lembaga Keuangan
3. Perusahaan Efek
4. Asuransi
5. Lainnya
9.
Perdagangan, Jasa, dan Investasi
1. Perdagangan Besar Barang Produksi
2. Perdagangan Eceran
3. Restoran, Hotel dan Pariwisata
4. Advertising, Printing, dan Media
5. Jasa Komputer dan Perangkatnya
6. Perusahaan Investasi
Sumber: Bursa Efek Indonesia, 2008
126
5.1.5.2. Sektor Industri Dasar dan Kimia
Sektor industri merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam
perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor tersebut terhadap
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Selama periode 2004-2009
kontribusi sektor industri pengolahan terhadap pembentukkan PDB adalah berkisar
26.16 persen hingga 28.37 persen (Badan Pusat Statistik, 2010).
Pangsa sektor
industri tersebut jauh berada di atas sektor-sektor lainnya termasuk sektor pertanian,
yang memiliki pangsa sekitar 16.00 persen.
Hal ini menunjukan bahwa sektor
industri selama kurun waktu tersebut merupakan sektor yang paling dominan
kedudukannya dalam hal penciptaan PDB. Kontribusi dari setiap sektor terhadap
PDB dapat dilihat dari laju pertumbuhannya. Berdasarkan laju pertumbuhannya dalam
pembentukan PDB diketahui bahwa meskipun sektor industri pengolahan tidak
mengalami laju pertumbuhan yang tertinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya,
namun laju pertumbuhan yang dicapai selalu mengalami pertumbuhan positif.
Laju pertumbuhan yang dicapai sektor industri pengolahan selama periode
2004-2008 berkisar antara 4.14 sampai 6.38 persen (Badan Pusat Statistik, 2010). Hal
tersebut menunjukan bahwa peranan sektor industri pengolahan dalam pembentukan
PDB terus meningkat seiring dengan pertumbuhan sektor-sektor perekonomian
lainnya. Apabila dikaji lebih detail diketahui bahwa pertumbuhan positif yang dicapai
oleh industri pengolahan merupakan kontribusi dari pertumbuhan yang dicapai oleh
industri pengolahan non minyak dan gas (non migas).
Selama periode 2006-2009, industri pengolahan non-migas mengalami
pertumbuhan positif, sebaliknya dengan industri migas. Industri pengolahan nonmigas mengalami pertumbuhan berkisar antara 2.52 - 5.27 persen, sedangkan industri
pengolahan migas mengalami pertumbuhan negatif dengan kisaran antara -0.06
127
sampai -2.21 persen. Pertumbuhan yang relatif bervariasi antar kelompok industri
tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi sektor industri tersebut.
baik faktor internal (inveestasi) maupun faktor eksternal (kebijakan pemerintah).
5.1.5.3. Sektor Perbankan
Perbankan di Indonesia dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis.
Perbedaan
jenis
bank-bank
ini
dibedakan
berdasarkan
segi
fungsi,
segi
kepemilikannya dan berdasarkan kegiatan operasinya. Dari segi fungsinya, bank
dapat dibedakan menjadi bank sentral, bank umum dan bank perkreditan rakyat
(BPR).
Dari segi kepemilikannya, bank dibedakan berdasarkan kepemilikan
sahamnya, yakni bank milik negara (pemerintah), bank milik swasta nasional, bank
milik daerah, bank milik asing dan bank milik campuran.
Sementara dari segi
kegiatan operasinya, bank dibedakan menjadi bank konvensional dan bank syariah.
Dalam perkembangannya, jumlah bank berdasarkan segi kegiatan operasinya
yakni bank umum dan BPR yang terdapat di Indonesia cenderung mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh ketatnya persaingan di
industri perbankan dan tingginya Non Performing Loan (NPL) yang mengakibatkan
beberapa bank mengalami kesulitan likuiditas dan solvabilitas yang pada akhirnya
pailit atau dilikuidasi oleh Bank Indonesia.
Selain itu, ketatnya peraturan yang
dikeluarkan oleh BI terhadap bank agar melaksanakan prinsip prudent khususnya
dalam penyaluran kredit.
Sejalan dengan membaiknya perekonomian global,
pertumbuhan kredit perbankan Indonesia kembali meningkat setelah pada tahun 2009
tidak mencapai target. Pada tahun 2010, pertumbuhan kredit mencapai 22,8 persen
atau sebesar Rp 327.9 triliun (total kredit per 2010 menjadi Rp 1 765.8 triliun).
Pertumbuhan ini melebihi target semula yang ditetapkan oleh BI sebesar 20 persen
128
pada tahun 2010. Pertumbuhan kredit valas pada tahun 2010, adalah pertumbuhan
yang tertinggi dan mencapai sebesar 30.66 persen atau setara dengan Rp 273.4 triliun,
sedangkan pertumbuhan kredit Rupiah meningkat hanya sekitar lima persen
dibandingkan dengan tahun sebelumnya (16.54 persen ke 21.47 persen).
Pertumbuhan ini didukung oleh nilai tukar rupiah terhadap dola AS yang terapresiasi
sampai level Rp 9.000. Pertumbuhan kredit valas tersebut tentunya merupakan salah
satu tanda yang positif karena memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi
dengan turut membantu meningkatkan ekspor. Namun disisi lain, perbankan harus
hati-hati dalam menyalurkan kredit valas karena risikonya juga terkait dengan risiko
perubahan nilai tukar. Depresiasi nilai tukar rupiah akan membuat beban debitur
meningkat sehingga meningkatkan risiko kredit bermasalah (Bank Indonesia, 2011).
5.2. Analisis nilai Q-Tobin dan Keputusan Investasi dan Pendanaan Perusahaan
Bagian ini menganalisis hasil perhitungan nilai Q-Tobin untuk masing-masing
sektor, baik pertanian, industri dasar dan kimia serta perbankan.
Sebagaimana
disampaikan pada bab Metodologi, perhitungan nilai Q-Tobin menggunakan
modifikasi dari rumus Han Kin Sang.
memasukkan
saham
istimewa
Modifikasi yang dilakukan dengan tidak
dalam
perhitungan
Q-Tobin,
dengan
mempertimbangkan keadaan di Indonesia. Analisis nilai Q-Tobin dikaitkan dengan
keputusan internal perusahaan berupa keputusan investasi serta keputusan pendanaan.
5.2.1. Analisis Nilai Q-Tobin
Analisis nilai Q-Tobin dilakukan dengan memperhatikan tren serta
mengkaitkannya dengan indeks saham dari masing-masing sektor, baik pertanian,
industri dasar dan kimia serta perbankan.
129
5.2.1.1.Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian
Gambar 28 menunjukkan bahwa secara umum nilai Q-Tobin dari sektor
pertanian, menunjukkan adanya tren yang meningkat dari tahun 2002 sampai dengan
pertengahan tahun 2007, dan selanjutnya menurun pada tahun 2008.
Gambar 28.
Perkembangan Q-Tobin Beberapa Emiten Sektor Pertanian,
Januari 2002 sampai dengan Desember 2009 (sumber:
Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan, data diolah)
Awal tahun 2002, nilai rasio Q-Tobin mendekati 2, dan meningkat menjadi 4
pada pertengahan tahun 2007, serta menurun menjadi berkisar 0.66 pada akhir 2009.
Nilai rasio Q-Tobin tertinggi terjadi pada tahun 2007, yang diindikasikan oleh adanya
fenomena aliran uang panas (hot money) dari negara-negara maju, yang diikuti oleh
kenaikan indeks saham di beberapa negara berkembang pada saat yang bersamaan,
termasuk IHSG di Indonesia, yang pada saat itu mencapai nilai tertingginya yaitu 2
830. Penurunan nilai rasio Q-Tobin pada ke dua tahun terakhir, disebabkan oleh
adanya krisis finansial global. Rata-rata nilai rasio Q-Tobin untuk sektor Pertanian
dalam periode waktu 8 (delapan) tahun adalah 2.07. Dengan rata-rata nilai rasio QTobin di atas 1 sepanjang periode pengamatan, memberikan indikasi bahwa kondisi
pasar modal yang kondusif direspons positif oleh ke-12 emiten sektor pertanian
130
melalui keputusan investasi.
Pergerakan nilai rasio Q-Tobin, memiliki pola yang
mirip dengan pergerakan indeks saham maupun kapitalisasi saham sektor Pertanian
pada periode waktu yang sama. Gambar 29 menunjukkan perkembangan kapitalisasi
pasar indeks saham sektor Pertanian dari tahun 2002 sampai dengan 2009.
Gambar 29. Perkembangan Kapitalisasi Saham Sektor Pertanian, Januari 2001
sampai dengan Desember 2009 (sumber data: Bloomberg, 2010)
5.2.1.2. Nilai Q-Tobin Sektor Industri Dasar dan Kimia
Seperti halnya dengan sektor pertanian, secara umum, nilai Q-Tobin dari
sektor industri dasar dan kimia, menunjukkan adanya tren yang meningkat dari tahun
2002 sampai dengan pertengahan tahun 2007, dan selanjutnya menurun pada tahun
2008. Gambar 30 menunjukkan perkembangan nilai Q-Tobin pada periode tahun
2002 sampai dengan tahun 2009. Secara umum, nilai berada di atas 1, namun lebih
rendah daripada sektor pertanian, dikarenakan nilai aktiva yang tinggi, sebagai
konsekuensi dari perusahaan pengolahan dan padat modal. Rasio di atas 1, juga
dipengaruhi oleh tingginya jumlah pinjaman yang merupakan karakter dari industri
pengolahan, serta marjin keuntungan yang cukup besar sehingga meningkatkan nilai
ekuitas perusahaan.
131
Gambar 30. Perkembangan Q-Tobin Beberapa Emiten Sektor Industri Dasar
dan Kimia, Januari 2002 sampai dengan Desember 2009
(sumber: Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan, data diolah)
Gambar 31 menunjukkan perkembangan kapitalisasi pasar indeks saham
sektor Industri Dasar dan Kimia. Secara umum, terdapat kesamaan pola nilai QTobin dengan kapitalisasi pasar, kecuali pada tahun 2009. Perbedaan cenderung
disebabkan oleh kenaikan harga saham sektor ini, sebagai konsekuensi dari persepsi
positif dari pasar atas kebijakan pemerintah, khususnya tentang pajak bea masuk.
Gambar 31. Perkembangan Kapitalisasi Saham Sektor Industri Dasar dan
Kimia, Januari 2001 sampai dengan Desember 2009 (sumber
data: Bloomberg, 2010)
132
5.2.1.3. Nilai Q-Tobin Sektor Perbankan
Meskipun secara umum nilai Q-Tobin sektor perbankan (terdiri dari 15
emiten) juga memiliki pola perkembangan yang relatif sama dengan kedua sektor di
atas sebelumnya (pertanian dan industri dasar dan kimia), selama periode
pengamatan, namun nilai Q-Tobin relatif lebih stabil dengan rentang nilai yang relatif
lebih sempit, yaitu berkisar antara 1.6 sampai 2.2.
Gambar 32.
Perkembangan Q-Tobin Beberapa Emiten Sektor Perbankan,
Januari 2002 sampai dengan Desember 2009 (sumber:
Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan, data diolah)
Gambar 32 menunjukkan, bahwa secara umum, nilai Q-Tobin dari sektor
perbankan, menunjukkan adanya tren yang meningkat dari tahun 2002 sampai dengan
pertengahan tahun 2007, dan selanjutnya menurun pada tahun 2008. Nilai Q-Tobin
berkisar antara 1.63 sampai dengan 2.2 selama periode pengamatan. Berbeda halnya
dengan ke dua sektor sebelumnya yaitu pertanian dan industri dasar dan kimia. Nilai
Q-Tobin rata-rata sebesar 1.73 sepanjang periode pengamatan, memberikan indikasi
bahwa kondisi pasar modal yang kondusif direspons positif oleh ke-12 emiten sektor
pertanian melalui keputusan investasi.
133
Pergerakan nilai Q-Tobin, memiliki pola yang mirip dengan pergerakan indeks
saham maupun kapitalisasi saham sektor keuangan (JAKFIN) pada periode waktu
sampai yang sama. Gambar 33 menunjukkan perkembangan indeks saham sektor
keuangan dari tahun 2001 sampai dengan 2009.
Gambar 33. Perkembangan Kapitalisasi Saham Sektor Keuangan, Januari
2001 sampai dengan Desember 2009 (sumber data: Bloomberg,
2010)
5.2.1.4. Nilai Q - Tobin ke-tiga Sektor (pertanian, industri dasar dan kimia dan
perbankan)
Ketiga sektor pertanian, industri dasar dan kimia dan perbankan, menunjukkan
pola perkembangan nilai Q-Tobin yang relatif sama selama periode waktu
pengamatan dari tahun 2002 sampai dengan 2009, sebagaimana disajikan pada
Gambar 34. Sektor pertanian memiliki nilai Q-Tobin yang tertinggi, demikian juga
dengan fluktuasinya, sementara sektor perbankan memiliki nilai Q-Tobin yang
terendah.
Hal ini diduga berkaitan dengan prinsip kehati-hatian (prudent) dari
kalangan perbankan dalam menyalurkan kredit, sehingga nilai investasi perbankan
juga menjadi rendah. Sedangkan pada sektor pertanian,
134
Gambar 34. Perkembangan Q-Tobin dari Sektor Pertanian – Industri Dasar
dan Kimia dan Perbankan, Januari 2002 sampai dengan
Desember 2009
Tabel 13 menunjukkan nilai Q-Tobin dari sektor Pertanian, sektor Industri
Dasar dan Kimia dan sektor Perbankan periode 2002-2009.
Tabel 13. Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan,
Periode 2002 - 2009
Nilai Q-Tobin Sektor
Tahun
Pertanian
Industri Dasar dan Kimia
Perbankan
2002
1.91
1.63
1.18
2003
2.39
1.57
1.47
2004
1.89
1.60
1.76
2005
1.94
1.68
1.97
2006
3.08
1.76
2.51
2007
4.05
2.20
3.12
2008
0.67
2.00
1.13
2009
0.66
1.38
0.92
Rerata 2002 – 2007
2.54
1.74
2.00
Rerata 2008 – 2009
0.67
1.69
1.02
Rerata 2002 – 2009
2.07
1.76
1.73
Sumber: Laporan Keuangan Tahunan dan Nilai Pasar Saham Perusahaan (data diolah)
135
Secara umum nilai Q-Tobin dari ke 3 (tiga) sektor berkisar rata-rata di atas 1,
artinya nilai pasar perusahaan (emiten) lebih besar dari nilai buku aset perusahaan,
dengan demikian masih terdapat insentif bagi perusahaan untuk meningkatkan
investasinya. Nilai Q-Tobin dari ke 3 (tiga) sektor memiliki kecenderungan yang
hampir serupa yaitu adanya peningkatan nilai Q sejak tahun 2002 sampai dengan
2007, dan terjadi penurunan pada 2008.
5.2.2. Keputusan Investasi dan Keputusan Pendanaan Perusahaan
Tabel 14 menunjukkan jumlah investasi rata-rata dari ke-3(tiga) sektor, selama
periode 2002 – 2009.
Secara umum, ke-3 (tiga) sektor memperlihatkan adanya
pertumbuhan investasi berupa aktiva tetap neto dalam periode penelitian.
Pertumbuhan tertinggi terlihat pada sektor pertanian, kemudian industri dasar dan
kimia dan diikuti dengan perbankan. Pertumbuhan investasi sejalan dengan nilai QTobin, dengan sektor pertanian memiliki nilai Q-Tobin tertinggi, dan perbankan yang
terendah.
Tabel 14. Nilai Investasi perusahaan di Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia
dan Perbankan periode 2002 - 2009
Nilai Investasi (net) Perusahaan di Sektor
Industri Dasar dan
Tahun
Pertanian
Kimia
Perbankan
(juta rupiah)
2002
778 703.33
47 220 740.67
943 229.57
2003
766 418.25
72 748 413.93
983 948.68
2004
797 992.92
39 074 991.67
960 223.92
2005
993 261.83
43 595 236.53
966 337.68
2006
1 118 416.33
47 897 423.87
948 064.14
2007
1 403 307.33
58 079 640.27
932 614.65
2008
1 696 509.17
69 209 463.60
973 622.19
2009
1 649 737.58
64 442 402.60
985 193.92
Pertumbuhan
(%)
11.32
4.54
0.62
Sumber: Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan 2002 – 2009 (data diolah)
136
Pertumbuhan investasi sektor pertanian yang sebagian besar didominasi oleh
perusahaan perkebunan khususnya kelapa sawit, terkait dengan program revitalisasi
pertanian. Sektor Industri Dasar dan Kimia, yang terdiri dari perusahaan semen,
keramik, logam, plastik, pengolahan kayu dan pulp dan kimia, secara umum dapat
dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, terkait dengan insentif pajak, impor dan
ekspor, baik untuk bahan mentah maupun barang jadi. Investasi di sektor perbankan
menunjukkan pertumbuhan yang relatif rendah, terkait dengan kebijakan perbankan
Indonesia untuk berhati-hati (prudent) di dalam penyaluran kredit, dan cenderung
melakukan investasi di Sertifikat Bank Indonesia.
Tabel 15 menunjukkan keputusan pendanaan dan investasi dari perusahaan di
ke-3 (tiga) sektor. Rasio DAR (Debt to Total Assets) menunjukkan besarnya porsi
total pinjaman terhadap total aktiva, sedangkan rasio Aset menunjukkan besarnya
porsi investasi terhadap total aktiva. Hasil memperlihatkan pinjaman (dana eksternal)
di sektor industri dasar dan kimia serta perbankan dominan dibandingkan dengan
ekuitas (dana internal) sejalan dengan penelitian Millar (2005) dan Mosley (1999).
Khusus untuk sektor perbankan, aktiva tetap neto termasuk di dalamnya
adalah nilai kredit yang disalurkan.
Di sektor pertanian, pinjaman dan ekuitas
merupakan sumber dana untuk investasi aktiva tetap neto, sedangkan di ke-2 (dua)
sektor lainnya juga termasuk untuk investasi di aktiva lancar atau aktiva lain-lain. Hal
ini terlihat dari perbandingan rasio DAR dengan ATNet/TA, sebagai keputusan
investasi. Artinya, di sektor pertanian, laba perusahaan masih memberikan kontribusi
sebagai sumber dana internal dalam mendanai keputusan investasi aktiva tetap. Rasio
utang sektor pertanian yang rendah, mencerminkan kredit perbankan belum cukup
berperan dalam mendorong investasi sektor ini, kecuali pada subsektor perkebunan.
137
Tabel 15. Keputusan Pendanaan dan Keputusan Investasi perusahaan di Sektor
Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan, 2002 – 2009
Tahun
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Rerata
Pertumbuhan
Rasio Leverage dan Rasio Aset di SubSektor
Pertanian
Industri Dasar dan Kimia
Perbankan
DAR
ATNet/TA
DAR
ATNet/TA
DAR
ATNet/TA
0.58
0.50
1.75
0.54
0.80
0.75
0.65
0.48
0.36
0.56
0.86
0.74
0.44
0.46
0.38
0.51
0.87
0.62
0.31
0.51
0.39
0.50
0.87
0.61
0.32
0.48
0.34
0.47
0.86
0.60
0.25
0.44
0.33
0.51
0.87
0.60
0.28
0.45
0.37
0.42
0.85
0.64
0.26
0.45
0.29
0.45
0.85
0.62
0.38
0.47
0.53
0.50
0.85
0.65
-10.94%
-1.37%
-22.58%
-2.66%
0.85%
-2.59%
Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan (data diolah)
5.3. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test)
Kausalitas Granger merupakan pengujian hubungan bolak balik antara dua
atau lebih variabel pada data time series. Uji kausalitas Granger yang dilakukan
adalah uji yang sudah dilakukan differencing level 1 dengan menggunakan α = 5
persen untuk seluruh kriteria pengujian. Hasil pengujian kausalitas nilai Q Tobin
antar sektor pada periode 2002 sampai dengan 2009 dapat dilihat pada Lampiran 3.
Apabila nilai probabilitas yang diperoleh lebih kecil dari 5 persen maka kesimpulan
yang diambil adalah tolak H0.
Hipotesis bahwa Q Tobin sektor perbankan tidak mempengaruhi Q Tobin
sektor pertanian (Q perbankan does not Granger Cause Q Pertanian) diterima, karena
nilai probabilitas F yang lebih besar dari 5 persen. Hal ini terjadi pula sebaliknya,
bahwa hipotesis Q-Tobin sektor pertanian tidak mempengaruhi sektor perbankan.
Hasil yang sama terlihat pada pengujian hipotesis pengaruh Q-Tobin sektor industri
dasar dan kimia dengan sektor pertanian, yang menunjukkan bahwa nilai Q masingmasing sektor tidak
saling mempengaruhi satu sama lain.
Sementara itu, hasil
pengujian terhadap Q sektor industri dan sektor perbankan menunjukkan, hipotesis
138
bahwa Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia tidak mempengaruhi sektor perbankan
diterima.
Sebaliknya,
hipotesis
bahwa
Q-Tobin
sektor
perbankan
tidak
mempengaruhi Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia ditolak, karena probabilitas
nilai F lebih kecil dari taraf nyata 5 persen.
Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa selama periode penelitian,
nilai Q-Tobin sektor perbankan mempengaruhi nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan
kimia. Secara singkat, tidak terdapat hubungan kausalitas antara Q-Tobin sektor
perbankan dengan sektor pertanian, demikian pula dengan antara Q-Tobin sektor
pertanian dengan sektor industri dasar dan kimia. Sehingga dapat disimpulkan selama
periode penelitian, nilai Q-Tobin sektor perbankan tidak secara signifikan
mempengaruhi nilai Q-Tobin sektor pertanian dan nilai Q-Tobin sektor pertanian
tidak secara signifikan mempengaruhi nilai Q-Tobin sektor perbankan. Demikian
pula dengan kesimpulan bahwa nilai Q Tobin sektor pertanian tidak secara signifikan
mempengaruhi nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia, demikian pula
sebaliknya.
Keadaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu kredit perbankan
merupakan keputusan investasi yang dilakukan oleh sektor perbankan, yang
berpengaruh terhadap nilai Q-Tobin perbankan. Secara umum, sektor industri dasar
dan kimia merupakan sektor yang padat modal, yang konsekuensinya membutuhkan
investasi aktiva tetap, baik melalui sumber dana internal (laba perusahaan) maupun
eksternal (utang/kredit maupun pasar modal). Kebijakan penyaluran kredit perbankan
untuk sektor ini, mempengaruhi keputusan investasi dari perusahaan, yaitu nilai QTobin. Tidak terdapat hubungan kausalitas antara Q-Tobin sektor perbankan dengan
sektor pertanian, demikian pula dengan antara Q-Tobin sektor pertanian dengan
sektor industri dasar dan kimia.
Penyaluran kredit perbankan untuk perusahaan
139
perkebunan yang dominan dalam sektor pertanian, pada dasarnya akan meningkatkan
keputusan investasi perusahaan, mengingat sektor perkebunan didominasi oleh utang
dalam struktur modal perusahaannya.
Namun, pengaruh kredit perbankan, tidak
signifikan mempengaruhi keputusan investasi, karena adanya sumber dana internal
berupa laba dari beberapa perusahaan perkebunan besar seperti Astra Agro Lestari
dan London Sumatra Plantation. Demikian pula dengan kesimpulan bahwa nilai QTobin sektor pertanian tidak signifikan mempengaruhi nilai Q-Tobin sektor industri
dasar dan kimia, demikian pula sebaliknya.
Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi hubungan
timbal balik antara nilai Q-Tobin sektor perbankan dan sektor pertanian, sektor
industri dasar dan kimia dengan sektor pertanian serta sektor perbankan dengan sektor
industri dasar dan kimia. Hubungan kausalitas hanya terlihat pada nilai Q-Tobin
sektor perbankan yang mempengaruhi nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia.
5.4. Intisari Analisis Deskriptif dan Uji Kausalitas Granger
Berdasarkan analisis deskriptif pada subbab sebelumnya, maka secara umum
disimpulkan bahwa selama periode penelitian 2002 sampai dengan 2009,
perekonomian Indonesia masih menunjukkan kestabilan, meskipun sempat terjadi
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun 2005 dan krisis finansial
global tahun 2008. Kestabilan tercermin dari tingkat pertumbuhan GDP, tingkat
inflasi serta nilai tukar rupiah yang relatif stabil selama periode tersebut. Adanya
tekanan terhadap kestabilan makroekonomi Indonesia pada tahun 2005, terutama
karena meningkatnya tekanan depresiasi rupiah akibat permintaan valuta asing dari
beberapa korporasi, serta adanya pembalikan modal ke luar negeri oleh investor asing
akibat sentimen penguatan mata uang US$. Pengetatan kebijakan moneter telah
140
ditempuh oleh Bank Indonesia, untuk menjaga kestabilan nilai rupiah serta mengatasi
tingkat inflasi yang meningkat pada tahun 2005.
Perlambatan perekonomian Indonesia terjadi pada triwulan IV tahun 2008,
sebagai konsekuensi dari krisis finansial global, terutama karena turunnya kinerja
ekspor, defisit neraca pembayaran dan melemahnya nilai tukar rupiah. Di pasar
keuangan, selisih risiko (risk spread) dari surat-surat berharga Indonesia mengalami
peningkatan yang cukup signifikan yang mendorong arus modal keluar dari investasi
asing di bursa saham, Surat Utang Negara (SUN), dan Sertifikat Bank Indonesia
(SBI). Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia belum sepenuhnya pulih, namun
perekonomian mulai membaik sampai akhir tahun 2009, melalui penerapan beberapa
kebijakan stimulus moneter dan kebijakan fiskal. Hal ini tercermin dari membaiknya
Indeks Harga Saham Gabungan, imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN), nilai
tukar rupiah, serta inflasi yang rendah sekitar 2.7 persen.
Dinamika perekonomian Indonesia selama periode tahun 2002 sampai dengan
2009, juga terlihat pada nilai Q-Tobin dari ke 3 (tiga) sektor, sebagaimana telah
disajikan pada subbab terdahulu.
Aspek makroekonomi, khususnya financial
deepening serta aliran dana asing langsung dan investasi
portofolio memiliki
hubungan dan pengaruh dengan nilai pasar perusahaan, sehingga nilai Q-Tobin
cenderung memiliki pola yang serupa dengan dinamika kondisi pasar modal. Di sisi
lain, kebijakan moneter yang mendorong penyaluran kredit perbankan juga
memberikan kontribusi terhadap peningkatan pinjaman dari korporasi di tiga sektor
tersebut.
Pertumbuhan investasi berupa aktiva tetap untuk sektor pertanian dan
industri dasar dan kimia, serta penyaluran kredit untuk sektor perbankan yang positif
menunjukkan keputusan investasi yang tidak cukup dipengaruhi oleh tingginya suku
bunga kredit pada periode tersebut.
Namun demikian, terdapat kecenderungan
141
penurunan porsi pinjaman dalam struktur permodalan perusahaan, terutama pada
sektor pertanian dan sektor industri dasar dan kimia, sebaliknya pada sektor
perbankan. Artinya, terjadi peningkatan sumber dana berupa ekuitas, baik dari dana
internal (keuntungan perusahaan) maupun melalui penerbitan saham untuk struktur
permodalan perusahaan.
Beberapa perusahaan telah melakukan penerbitan saham
perdana (IPO) maupun penawaran saham (right issue) selama periode 2002 – 2009.
Dengan kata lain, kondisi perekonomian Indonesia, terlihat cukup kondusif
bagi korporasi untuk memanfaatkan mekanisme pasar modal sebagai alternatif
pembiayaan melalui IPO, terutama sebelum tahun 2008. Hal ini juga terlihat dari tren
meningkat jumlah investasi portofolio, IHSG serta indeks sektoral, kecuali pada tahun
2008. Kapitalisasi pasar IHSG dan indeks sektoral yang meningkat lebih didominasi
oleh peningkatan harga saham individual emiten, dibandingkan dengan jumlah saham
beredar. Artinya, peningkatan nilai Q-Tobin dari ke-3 (tiga) sektor nampaknya lebih
dipengaruhi oleh faktor pasar berupa kenaikan harga saham dan bukan dari faktor
fundamental perusahaan seperti kinerja keuangan korporasi. Meskipun faktor pasar
nampaknya cukup dominan mempengaruhi peningkatan kapitalisasi pasar saham,
namun nampaknya secara fundamental kinerja keuangan korporasi cukup kuat,
terlihat dari volatilitas harga saham maupun indeks sektoral yang relatif kecil.
Peningkatan pinjaman perusahaan, yang pada dasarnya mencerminkan
aktivitas penyaluran kredit perbankan kepada sektor riil, terlihat pada hubungan
kausalitas antara nilai Q-Tobin sektor perbankan dengan sektor industri dasar dan
kimia. Dari hasil pembahasan pada subbab sebelumnya, bahwa nilai Q-Tobin sektor
perbankan mempengaruhi nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia. Dengan
demikian, nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia yang mewakili sektor
sekunder, lebih dipengaruhi oleh besaran jumlah pinjaman korporasi dibandingkan
142
dengan nilai kapitalisasi pasar korporasi di sektor ini.
Hal ini juga sebenarnya
tercermin dari kapitalisasi pasar saham emiten di sektor industri dasar dan kimia, yang
cenderung tidak tinggi, yaitu sekitar 8.1 persen dari total kapitalisasi pasar. Di sisi
lain, keputusan investasi sektor perbankan berupa penyaluran kredit ke sektor riil,
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia,
melalui besarnya jumlah pinjaman jangka pendek maupun pinjaman jangka panjang.
Hubungan kausalitas nilai Q-Tobin antara sektor perbankan terhadap sektor industri
dasar dan kimia, adalah sesuai dengan yang diharapkan. Hubungan ini menunjukkan
berjalannya peran dari sektor perbankan sebagai lembaga intermediasi dalam
penyaluran dana ke sektor riil. Sedangkan tidak terlihatnya hubungan kausalitas
sektor perbankan terhadap sektor pertanian, lebih mencerminkan tingkat kehati-hatian
perbankan dalam penyaluran kredit ke sektor pertanian, yang dilandasi oleh tingkat
ketidakpastian resiko pertanian yang relatif tinggi.
Secara umum, dari hasil analisis deskriptif kondisi makroekonomi serta
kondisi mikro perusahaan, maka dapat disimpulkan bahwa nilai Q-Tobin sektor
pertanian, industri dasar dan kimia serta sektor perbankan memiliki hubungan dengan
kondisi makroekonomi, khususnya aliran dana berupa investasi portofolio serta
kebijakan moneter. Investasi portofolio, pada dasarnya merupakan manifestasi dari
kebijakan pemerintah di sektor keuangan berupa liberalisasi keuangan, khususnya di
pasar modal yang memberikan kesempatan bagi para investor asing untuk
berkontribusi dalam transaksi pasar modal.
Sementara itu, faktor mikro yang
mempengaruhi nilai Q-Tobin perusahaan adalah berupa keputusan investasi dan
keputusan pendanaan.
Kedua keputusan di tingkat korporasi ini, tidak terlepas dari
kebijakan pemerintah tentang penyaluran kredit oleh sektor perbankan, termasuk
kehati-hatian sektor perbankan dalam menyalurkan kredit untuk sektor pertanian.
143
VI. PENGARUH LIBERALISASI KEUANGAN DAN KEBIJAKAN
MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR
PERTANIAN, INDUSTRI DASAR DAN KIMIA SERTA PERBANKAN
6.1. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap nilai Q-Tobin Sektor Pertanian,
Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan
Analisis bagian ini untuk mencapai tujuan penelitian pertama, yaitu
menganalisis pengaruh liberalisasi keuangan (capital account dan pasar saham).
Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan Analisis Regresi Data Panel,
sesuai dengan struktur data yang dimiliki dalam penelitian ini adalah data panel, yaitu
gabungan antara data silang (cross section) dengan data runtut waktu (time series).
Data silang terdiri atas data-data laporan keuangan dari emiten (perusahaan terbuka)
yang dipilih dari masing-masing sektor (pertanian, industri dasar dan kimia serta
perbankan) sejak tahun 2002 - 2009. Data runtut waktu terdiri dari variabel-variabel
liberalisasi keuangan dan makroekonomi. Variabel liberalisasi keuangan meliputi
Investasi Asing langsung (FDI) dan Investasi Portofolio. Bersamaan dengan itu,
variabel makroekonomi berupa nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar (Kurs), suku
bunga kredit, kredit yang disalurkan juga dimasukkan dalam persamaan regresi.
Variabel kondisi keuangan perusahaan meliputi total kredit, bunga pinjaman, jumlah
pinjaman yang terdiri dari utang jangka pendek maupun jangka panjang, total aset,
ekuitas serta kapitalisasi pasar.
Pengujian dengan menggunakan metode Fixed Effect dan Random Effect,
sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pengujian dengan menggunakan uji HausmanTest untuk mengetahui model estimasi yang sesuai. Pengujian dilakukan terhadap
masing-masing sektor, untuk mengetahui pengaruh variabel liberalisasi keuangan
terhadap nilai Q-Tobin dari masing-masing sektor, yaitu sektor pertanian, sektor
industri dasar dan kimia serta sektor perbankan. Dalam persamaan regresi, maka
144
yang menjadi variabel tidak bebas (dependent variable) adalah nilai Q-Tobin sektor.
Variabel bebas (independent variable) adalah variabel liberalisasi keuangan (FDI dan
investasi portofolio), variabel makroekonomi (nilai tukar, suku bunga pinjaman
(bunga kredit), total kredit yang disalurkan selama periode penelitian. Variabel bebas
yang berhubungan dengan perusahaan meliputi jumlah pinjaman perusahaan (total
utang jangka pendek dan utang jangka panjang), kapitalisasi pasar perusahaan dan
jumlah aset perusahaan. Berdasarkan uji Hausman, maka model estimasi yang sesuai
adalah Random Effect, hal ini ditunjukkan oleh Uji Hausman yang tidak signifikan
pada taraf nyata 10 persen, dengan demikian hipotesa nol diterima, cukup bukti
bahwa model REM diterima.
Persamaan regresi menjelaskan pengaruh variabel
liberalisasi keuangan masing-masing sektor terhadap nilai Q-Tobin sektor.
6.1.1. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian
Persamaan regresi (6.1) dapat menjelaskan hubungan ekonomi antara variabelvariabel liberalisasi keuangan, perusahaan dengan nilai Q-Tobin, sebagai berikut:
Qt
= 3.445 – 0.00073EXC + 0.06755DI - 0.01830DEV + 0.05232POR +
0.23062INT + 0.00233BOR + 0.00035BVD - 0.00013TA +
0.00028KAP – 1.80163DUM ..............................................
(6.1)
Tabel 16 memperlihatkan pengaruh variabel liberalisasi keuangan terhadap
nilai Q-Tobin sektor pertanian, dengan model estimasi pendekatan Random Efek
(REM). Secara umum, krisis finansial global, yang diwakili dengan variabel dummy
krisis 2008 memberikan pengaruh negatif terhadap nilai Q-Tobin sektor pertanian.
Hal ini menjelaskan bahwa pada saat terjadi krisis sub-prime mortgage di Amerika,
diikuti dengan penarikan dana aset keuangan di pasar modal oleh investor asing,
sehingga menurunkan nilai pasar saham emiten, yang selanjutnya menurunan nilai QTobin.
145
Tabel 16. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian,
Periode 2002 – 2009, Model Estimasi REM
Parameter
C
Kurs
Foreign Direct
Investment
Cadangan Devisa
Investasi Portofolio
Bunga Kredit
Total Kredit
Pinjaman Perusahaan
Aset Perusahaan
Kapitalisasi Pasar
Perusahaan
Dummy Krisis 2008
R-squared
Adj. R-squared
F-statistic
Koefisien Estimasi
Standard Error
3.445128*
-0.000732*
0.067551*
0.137180
1.48E-05
0.003625
Nilai – p
0.0000
0.0000
0.0000
-0.018303*
0.052325*
0.230629*
0.002331*
0.000356**
-0.000131*
0.000286*
0.005099
0.011088
0.010562
0.000100
0.000154
5.62E-05
6.23E-06
0.0000
0.0006
0.0000
0.0000
0.0228
0.0222
0.0000
0.094861
0.0000
-1.801632*
0.670753
0.632018
17.31649*
** Koefisien signifikan pada taraf nyata 5%
* Koefisien signifikan pada taraf nyata 1%
Secara umum, dari persamaan (6.1) menunjukkan arah yang sesuai dengan
teori dan logika ekonomi, kecuali cadangan devisa dan bunga kredit.
Variabel
liberalisasi keuangan, berupa FDI dan Investasi Portofolio, memiliki hubungan sesuai
dengan teori. Diantara keseluruhan variabel, hanya variabel makroekonomi berupa
bunga kredit yang cukup berpengaruh , namun dengan hubungan tidak sesuai dengan
teori.
Masing-masing karakteristik struktur hubungan tersebut diuraikan sebagai
berikut:
1. Nilai Tukar (Kurs)
Hubungan antara nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (US$), dengan
nilai Q-Tobin sektor pertanian menunjukkan hubungan yang negatif, meskipun
pengaruhnya kecil sekali dan dapat diabaikan. Dalam kondisi normal, kenaikan dari
nilai tukar (depresiasi) rupiah akan menurunkan nilai Q-Tobin sektor pertanian.
Terdepresiasinya rupiah juga dapat menyebabkan menurunnya harga saham di BEI
146
karena pasar uang dapat menghasilkan return yang lebih tinggi sehingga investor
lebih tertarik menanamkan dananya di pasar uang, tetapi terdepresiasinya rupiah dapat
meningkatkan pendapatan perusahaan yang berorientasi ekspor sehingga harga saham
perusahaan di BEI semakin meningkat.
Pengaruh nilai tukar, masih ambigue, dengan mempertimbangkan pengaruh ini
dari sisi permintaan atau penawaran. Sektor pertanian ini didominasi oleh perusahaan
perkebunan, dan terdapat 2 (dua) perusahaan perikanan yang memiliki kegiatan
berorientasi pada ekspor, yaitu IIKP dan DSFI. Kebijakan pemerintah di sektor
pertanian, khususnya revitalisasi pertanian, cukup berpengaruh pada subsektor
perkebunan. Dengan adanya kebijakan ini, investor pasar saham memandang ini
sebagai prospek yang baik, karena ekspansi perusahaan akan menciptakan
pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang.
2. Investasi Asing Langsung (FDI)
Peningkatan FDI secara total memberikan pengaruh positif terhadap nilai QTobin. Secara rata-rata porsi FDI untuk sektor pertanian selama kurun waktu 2002 –
2009, hanya mencapai kurang lebih 5 persen dari total FDI yang disetujui (Bank
Indonesia, 2010).
rendah.
Investasi asing langsung pada perusahaan perkebunan, relatif
FDI terutama masih didominasi pada perusahaan peternakan seperti
Cipendawa, serta perusahaan pakan ternak seperti Japfa Comfeed dan Charoen
Phokphand.
Umumnya FDI di perusahaan lokal adalah untuk perluasan atau
peningkatan kapasitas operasional dalam bentuk barang-barang modal (capital
expenditure). Pada perusahaan pakan ternak, kontribusi positif dari investasi barang
modal tersebut sudah dapat terealisasi dalam kurun waktu 1 (satu) tahun, sehingga
meningkatkan keuntungan perusahaan atau modal perusahaan.
147
3. Cadangan Devisa
Hubungan antara cadangan devisa dengan nilai Q-Tobin sektor pertanian
menunjukkan pola hubungan negatif, tidak sesuai dengan teori atau logika ekonomi
yang diharapkan. Namun, hal ini masih dapat dijelaskan dengan melihat pengaruh
kurs terhadap nilai Q-Tobin, yang masih dapat bersifat ambigue.
Peningkatan
cadangan devisa seharusnya diharapkan dapat menjaga kestabilan nilai tukar rupiah
terhadap valuta asing, dan dalam keadaan normal berpengaruh positif terhadap indeks
saham, dan selanjutnya dapat meningkatkan nilai Q-Tobin perusahaan. Di sisi lain,
dengan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap US$, menyebabkan pembelian barang
impor dimungkinkan untuk direalisasikan oleh perusahaan.
Dengan demikian,
peningkatan nilai aktiva tetap dapat menurunkan nilai Q-Tobin dalam periode yang
sama.
4. Investasi Portofolio
Hubungan yang positif antara investasi portofolio dengan nilai Q-Tobin sektor
pertanian sesuai dengan teori ekonomi yang diharapkan. Peningkatan transaksi saham
di Bursa Efek Indonesia dalam periode 2002 sampai dengan 2007, menunjukkan
bahwa investor pasar modal masih memiliki persepsi positif terhadap pasar modal,
meskipun terjadi krisis pada tahun 2008. Hal ini juga ditunjukkan oleh pembelian
instrumen obligasi pemerintah, yang memperlihatkan masih adanya kepercayaan
investor terhadap sektor keuangan Indonesia.
Disamping itu, beberapa perusahaan
dari subsektor perkebunan memiliki kapitalisasi pasar saham yang besar, dan
termasuk dalam kelompok yang diminati oleh investor. Dengan demikian, hubungan
positif terjadi dikarenakan meningkatnya transaksi atas saham-saham sektor
pertanian.
148
5. Bunga Kredit
Pengaruh bunga kredit terhadap nilai Q-Tobin sektor pertanian tidak sesuai
dengan teori ekonomi, yaitu yang diharapkan adalah negatif. Peningkatan bunga
kredit meningkatkan nilai Q-Tobin sektor pertanian, diduga karena sektor ini
didominasi oleh perusahaan perkebunan dengan tingkat profitabilitas tinggi, sehingga
seringkali tidak terpengaruh oleh kenaikan bunga kredit yang semakin melebar
spreadnya dalam periode penelitian. Tingginya bunga kredit, nampaknya tidak cukup
menghambat permintaan pinjaman oleh perusahaan, mengingat investasi di
perusahaan perkebunan umumnya sudah terjadwal sedemikian rupa, sehingga harus
didukung oleh sumber dana pinjaman.
Tingkat profitabilitas yang cukup tinggi,
nampaknya masih memungkinkan bagi perusahaan untuk membayar kewajiban bunga
sebagai konsekuensi pinjaman yang dilakukan.
6. Total Kredit
Pengaruh penyaluran kredit ke sektor pertanian adalah positif sesuai dengan
yang diharapkan.
Artinya, meskipun kebijakan pemerintah terkait kredit sektor
pertanian dapat direspons positif oleh perusahaan, namun karena investasi di sektor
pertanian relatif tinggi, maka perusahaan tidak segera dapat meningkatkan investasi
meskipun terjadi penyaluran kredit. Proses evaluasi terhadap kredit pertanian relatif
cukup lama, baik untuk perusahaan baru maupun yang bersifat reskedul.
Prinsip kehati-hatian bank, serta resiko dari sektor pertanian yang cukup
tinggi, seringkali memperlambat proses persetujuan kredit.
Nilai koefisien yang
relatif kecil, dapat menjelaskan bahwa total kredit yang disalurkan tidak selalu
berpengaruh terhadap nilai Q-Tobin. Perubahan nilai Q-Tobin, dapat disebabkan
149
karena persepsi positif dari pasar, mengenai peningkatan jumlah kredit bagi sektor
perbankan.
7. Pinjaman Perusahaan
Pinjaman perusahaan yang terdiri total utang jangka pendek dan utang jangka
panjang memberikan pengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin, hal ini sesuai dengan
teori ekonomi.
Semakin besar jumlah pinjaman, diharapkan perluasan area
perkebunan maupun ekspansi produksi perikanan dan pakan ternak juga meningkat.
Seperti halnya total kredit, maka pengaruh dari pinjaman relatif kecil, dikarenakan
resiko pertanian yang tinggi, yang berakibat bahwa pinjaman tidak selalu dapat
direalisasikan meskipun terjadi penurunan suku bunga kredit. Pinjaman perusahaan
di sektor pertanian yang didominasi oleh perusahaan perkebunan, umumnya adalah
pinjaman jangka panjang, khususnya untuk ekspansi lahan dan replanting tanaman.
Mengingat masa panen perusahaan perkebunan minimal adalah 5 (lima) tahun, maka
pengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan, dan selanjutnya nilai Q-Tobin
membutuhkan waktu yang tidak cukup hanya dalam 1 (satu) tahun.
8. Aset Perusahaan
Aset perusahaan termasuk di dalamnya adalah nilai aktiva tetap perusahaan
sebagai barang produksi. Hubungan negatif antara aset perusahaan dengan nilai QTobin sesuai dengan teori yang diharapkan. Semakin meningkat aset, maka nilai
bukunya semakin tinggi yang selanjutnya menurunkan nilai Q-Tobin. Struktur aset di
sektor ini, adalah berkisar antara 40 persen – 50 persen. Dalam jangka panjang nilai
investasi dapat meningkatkan laba perusahaan dan selanjutnya nilai pasar saham.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mosley (1999), setidaknya dibutuhkan
150
waktu sekitar 8 triwulan untuk dapat melihat pengaruh dari keputusan investasi suatu
perusahaan.
9. Kapitalisasi Pasar Perusahaan
Hubungan positif antara kapitalisasi pasar perusahaan dengan nilai Q-Tobin
sesuai dengan yang diharapkan. Nilai pasar saham yang meningkat mengindikasikan
bahwa pasar menghargai saham lebih dari nilai bukunya atau karena meningkatnya
keuntungan perusahaan. Kapitalisasi pasar saham dari perusahaan perkebunan pada
sektor pertanian, tinggi terutama karena jumlah saham yang banyak di masyarakat
atau kapitalisasi yang besar, seperti Bakri Sumatra Plantation (UNSP).
10. Dummy Krisis 2008
Krisis Finansial Global tahun 2008, menyebabkan investor asing menarik dana
yang ditanamkan dalam investasi portofolio, sehingga dapat mengguncang indeks
saham, dan akibatnya nilai Q_Tobin menurun.
Terutama karena saham-saham
perusahaan di sektor perkebunan yang masuk dalam sama dengan kapitalisasi pasar
yang besar.
Berdasarkan hasil, dapat disimpulkan bahwa liberalisasi keuangan yang
dicirikan oleh variabel makro berupa FDI dan investasi portofolio, memberikan
pengaruh positif secara umum terhadap nilai Q-Tobin sektor pertanian, meskipun
pengaruhnya relatif kecil, sementara itu bunga kredit berpengaruh positif terhadap
nilai Q-Tobin. Sedangkan variabel mikro berupa jumlah pinjaman dan kapitalisasi
perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin sektor pertanian, namun
sebaliknya dengan pengaruh total aset perusahaan. Artinya, aliran dana baik yang
bersifat langsung maupun melalui investasi portofolio memberikan kesempatan bagi
151
perusahaan untuk memperoleh pinjaman dan meningkatkan nilai pasar saham
dikarenakan adanya ketertarikan dari investor.
6.1.2. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Industri
Dasar dan Kimia
Persamaan regresi (6.2) dapat menjelaskan hubungan ekonomi antara variabelvariabel liberalisasi keuangan, perusahaan dengan nilai Q-Tobin, sebagai berikut:
Qt
= 1.975 – 0.000EXC - 0.087FDI + 0.0381DEV - 0.161POR 0.0885INT - 0.115BOR + 0.000BVD – 0.000TA +
0.000KAP – 2.082DUM ...........................................................
(6.2)
Tabel 17 memperlihatkan pengaruh variabel liberalisasi keuangan terhadap
nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia, dengan model estimasi pendekatan
Random Efek (REM). Secara umum, dari persamaan (6.2) menunjukkan arah yang
sesuai dengan teori dan logika ekonomi, kecuali FDI dan investasi portofolio. Ke dua
variabel liberalisasi keuangan, memiliki hubungan yang tidak sesuai dengan teori.
Tabel 17. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Industri
Dasar dan Kimia, Periode 2002 – 2009, Model Estimasi REM
Parameter
C
Kurs
Foreign Direct
Investment
Cadangan Devisa
Investment Portofolio
Bunga Kredit
Total Kredit
Pinjaman Perusahaan
Aset Perusahaan
Kapitalisasi Pasar
Perusahaan
Dummy Krisis 2008
R-squared
Adj. R-squared
F-statistic
Koefisien Estimasi
Standard Error
1.975827*
0.000448*
-0.086918*
0.126519
1.31E-05
0.003188
Nilai – p
0.0000
0.0000
0.0000
0.038060*
-0.161092*
-0.084714*
-0.115124*
9.06E-05
-0.000144*
0.000156*
0.000876
0.003312
0.006982
0.007631
8.28E-05
5.82E-05
2.07E-05
0.0000
0.0006
0.0000
0.0000
0.2755
0.0138
0.0000
-2.082321*
0.074438
0.317469
0.293520
13.25633*
** Koefisien signifikan pada taraf nyata 5%
* Koefisien signifikan pada taraf nyata 1%
0.0000
152
Diantara keseluruhan variabel, hanya variabel investasi portofolio yang cukup
berpengaruh, namun dengan hubungan tidak sesuai dengan teori.
Masing-masing
karakteristik struktur hubungan tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Nilai Tukar (Kurs)
Hubungan antara nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (US$), dengan
nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia menunjukkan hubungan yang positif,
meskipun pengaruhnya kecil sekali dan dapat diabaikan. Dalam kondisi normal,
kenaikan dari nilai tukar (depresiasi) rupiah akan meningkatkan nilai Q-Tobin sektor
industri
dasar
dan
kimia.
Terdepresiasinya
rupiah
dapat
menyebabkan
meningkatknya nilai saham perusahaan yang berorientasi pada ekspor, seperti
subsektor logam, kimia, plastik, serta kertas dan pulp. Pengaruh nilai tukar, yang
ambigue, terlihat bahwa variabel ini dapat berpengaruh positif atau negatif seperti
halnya di sektor pertanian. Sektor ini didominasi oleh perusahaan semen, kaca, kertas
dan juga kimia, dimana umumnya memiliki aktivitas yang berorientasi pada ekspor.
Kebijakan pemerintah di sektor industri dasar dan kimia, khususnya menyangkut
pembatasan impor maupun pajak impor, cukup berpengaruh pada sektor ini. Investor
pasar saham memandang ini sebagai kondisi yang tidak cukup kondusif, karena dapat
membatasi rencana impor barang modal korporasi.
2. Investasi Asing Langsung (FDI)
Peningkatan FDI secara total memberikan pengaruh negatif terhadap nilai QTobin. Secara rata-rata porsi FDI untuk sektor industri dasar dan kimia selama kurun
waktu 2002 – 2009, cukup besar sekitar 35 persen dari total FDI yang disetujui (Bank
Indonesia, 2010). Investasi asing langsung pada perusahaan semen, plastik, kimia dan
kaca dapat dikatakan cukup besar, dan umumnya didominasi pada barang modal.
153
Investasi asing langsung, berupa kepemilikan saham perusahaan dan terlibat dalam
manajemen, seringkali membawa perubahan dalam respons pasar.
Selain itu,
investasi barang modal yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan ini, umumnya
tidak selalu memberikan keuntungan dalam periode yang bersamaan, dengan
demikian belum terlihat kontribusi terhadap nilai pasar saham, yang diduga
menyebabkan penurunan nilai Q-Tobin.
3. Cadangan Devisa
Hubungan antara cadangan devisa dengan nilai Q-Tobin sektor industri dasar
dan kimia menunjukkan pola hubungan positif, sesuai dengan teori atau logika
ekonomi yang diharapkan. Hal ini dapat dijelaskan dengan melihat pengaruh kurs
terhadap nilai Q-Tobin, yang masih dapat bersifat ambigue. Peningkatan cadangan
devisa diharapkan dapat menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing,
dan dalam keadaan normal berpengaruh positif terhadap indeks saham. Indeks saham
yang meningkat dapat meningkatkan nilai Q-Tobin perusahaan.
4. Investasi Portofolio
Hubungan yang negatif antara investasi portofolio dengan nilai Q-Tobin
sektor industri dasar dan kimia tidak sesuai dengan teori ekonomi yang diharapkan.
Hal ini diduga, karena adanya pada periode tertentu, harga saham beberapa
perusahaan dari sektor industri dasar dan kimia memiliki kapitalisasi pasar saham
yang besar, dan tidak termasuk dalam kelompok yang diminati oleh investor.
Dengan demikian, hubungan negatif dapat dikarenakan berpindahnya investasi
portofolio dari industri dasar dan kimia ke saham sektor lain yang dianggap lebh
154
menguntungkan.
Gelombang dana yang cukup besar pada periode 2007 masih
memberikan pengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia.
5. Bunga Kredit
Pengaruh bunga kredit terhadap nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia
sesuai dengan teori ekonomi, yaitu yang diharapkan adalah negatif. Peningkatan
bunga kredit menyebabkan korporasi menunda keputusan investasinya, dengan
demikian selanjutnya kelak diperkirakan dapat menurunkan nilai Q-Tobin sektor
industri dasar dan kimia. Di sektor ini, umumnya didominasi oleh perusahaan semen
dan perusahaan plastik dan kimia, yang dapat dikatakan merupakan perusahaan
dengan padat modal.
Sehingga investasi yang dilakukan umumnya didanai oleh
pinjaman dari bank komersiel. Dengan demikian apabila terjadi kenaikan suku bunga
kredit, ada kecenderungan perusahaan untuk menunda keputusan investasinya.
6. Total Kredit
Pengaruh kredit industri dasar dan kimia adalah negatif, tidak sesuai dengan
yang diharapkan.
Artinya, meskipun kebijakan pemerintah terkait kredit sektor
industri dasar dan kimia dapat direspons positif oleh perusahaan, namun karena
investasi di sektor pertanian relatif mahal dan menyangkut barang-barang impor,
maka perusahaan tidak segera dapat meningkatkan investasi meskipun terjadi
penyaluran kredit. Investasi dalam jumlah besar, yang belum dapat memberikan
kontribusi laba pada periode investasi, akan dapat menurunkan nilai Q-Tobin,
mengingat nilai buku aktiva digunakan sebagai penyebut dalam perhitungan rasio QTobin.
155
7. Kapitalisasi Pasar Perusahaan
Hubungan positif antara kapitalisasi pasar perusahaan dengan nilai Q-Tobin
sesuai dengan yang diharapkan.
Nilai pasar saham yang meningkat diduga
mengindikasikan bahwa pasar menghargai saham lebih dari nilai bukunya atau karena
meningkatnya keuntungan perusahaan.
Kapitalisasi pasar saham dari perusahaan
pada sektor industri dasar dan kimia, relatif tidak terlalu tinggi, sehingga dapat
dikatakan bahwa pengaruh kapitalisasi pasar saham relatif kecil terhadap nilai QTobin.
8. Dummy Krisis 2008
Pengaruh krisis Finansial Global tahun 2008 terhadap sektor industri dasar dan
kimia, lebih besar daripada terhadap sektor pertanian.
Keadaan krisis ini
menyebabkan investor asing menarik dana yang ditanamkan dalam investasi
portofolio, sehingga dapat mempengaruhi saham-saham di sektor ini serta
menyebabkan fluktuasi dari indeks saham JAKBIND, dan akibatnya nilai Q-Tobin
menurun. Dalam penelitian ini, kelompok saham dalam sektor ini didominasi oleh
perusahaan dari subsektor industri pengolahan makanan, seperti Indofood (IND), dan
Gudang Garam (GGRM).
Liberalisasi keuangan yang dicirikan oleh adanya peningkatan FDI dan
investasi portofolio, memberikan pengaruh negatif secara umum terhadap nilai QTobin sektor industri dasar dan kimia, meskipun dengan tingkat pengaruh yang relatif
kecil, diduga karena investasi langsung perusahaan di sektor ini tidak serta merta
meningkatkan tingkat laba perusahaan dan nilai pasar saham.
Hal ini juga
menjelaskan bagaimana total kredit berpengaruh negatif terhadap nilai Q-Tobin sektor
ini.
156
6.1.3. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor
Perbankan
Persamaan regresi (6.3) dapat menjelaskan hubungan ekonomi antara variabelvariabel liberalisasi keuangan, perusahaan dengan nilai Q-Tobin, sebagai berikut:
Qt
= 0.375 – 0.000EXC - 0.034FDI + 0.004DEV - 0.160POR 0.120INT - 0.000BOR + 0.000BVD – 0.000TA +
0.000KAP – 0.529DUM ............................................................... (6.3)
Tabel 18 memperlihatkan pengaruh variabel liberalisasi keuangan terhadap
nilai Q-Tobin sektor perbankan, dengan model estimasi pendekatan Random Efek
(REM).
Tabel 18. Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Perbankan,
Periode 2002 – 2009, Model Estimasi REM
Parameter
C
Kurs
Foreign Direct
Investment
Cadangan Devisa
Investment
Portofolio
Bunga Kredit
Total Kredit
Bunga Pinjaman
Pinjaman Perusahaan
Aset Perusahaan
Kapitalisasi Pasar
Perusahaan
Dummy Krisis 2008
R-squared
Adj. R-squared
F-statistic
Koefisien Estimasi
Standard Error
0.375178*
0.000303*
-0.034335*
0.085521
8.60E-06
0.007564
Nilai – p
0.0000
0.0000
0.0000
0.0044708*
-0.159599*
0.000958
0.005240
0.0000
0.0006
-0.120000*
-0.000292*
0.045794
4.11E-05*
-3.89E-05*
-2.16E-06
0.007701
0.000116
0.060501
1.21E-05
1.19E-05
7.38E-06
0.0000
0.0134
0.4495
0.0009
0.0015
0.7703
-0.529553*
0.235348
0.070544
-0.014727
0.827288*
** Koefisien signifikan pada taraf nyata 5%
* Koefisien signifikan pada taraf nyata 1%
0.0265
Seperti halnya pada sektor industri dasar dan kimia, krisis finansial global,
yang diwakili dengan variabel dummy krisis 2008 memberikan pengaruh negatif
terhadap nilai Q-Tobin sektor perbankan.
Secara umum, dari persamaan (6.3)
menunjukkan arah yang sesuai dengan teori dan logika ekonomi, kecuali FDI dan
157
investasi portofolio. Ke dua variabel liberalisasi keuangan, memiliki hubungan yang
tidak sesuai dengan teori, namun pengaruhnya tidak besar (dibawah 0.5). Diantara
keseluruhan variabel, hanya variabel investasi portofolio yang cukup berpengaruh,
namun dengan hubungan tidak sesuai dengan teori.
Masing-masing karakteristik struktur hubungan tersebut diuraikan sebagai
berikut:
1. Nilai Tukar (Kurs)
Hubungan antara nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (US$), dengan
nilai Q-Tobin sektor perbankan menunjukkan hubungan yang positif, tapi
pengaruhnya kecil sekali dan dapat diabaikan. Terdepresiasinya rupiah tidak secara
langsung dapat mempengaruhi kinerja keuangan industri perbankan, namun rupiah
yang melemah, dapat menyebabkan pengalihan tabungan sebagian masyarakat, ke
denominasi mata uang asing.
Akibatnya, investor tidak lagi tertarik untuk
menginvestasikan dananya di saham.
2. Investasi Asing Langsung (FDI)
Peningkatan FDI secara total memberikan pengaruh negtif terhadap nilai QTobin. Secara rata-rata porsi FDI untuk sektor jasa keuangan selama kurun waktu
2002 – 2009, hanya mencapai rata-rata 19.8 persen dari total FDI yang disetujui
(Bank Indonesia, 2010). Investasi asing langsung pada perusahaan di Indonesia,
merupakan alternatif pembiayaan yang selama ini diintermediasi oleh jasa perbankan.
Dengan demikian, hubungan negatif diantara FDI dengan nilai Q-Tobin, dapat
dijelaskan karena penyaluran kredit oleh perbankan tidak lagi menjadi satu-satunya
sumber dana bagi korporasi.
158
3. Cadangan Devisa
Hubungan antara cadangan devisa dengan nilai Q-Tobin sektor perbankan
menunjukkan pola hubungan positif, meskipun pengaruhnya kecil. Hal ini dapat
dijelaskan dengan melihat pengaruh kurs terhadap nilai Q-Tobin, yang masih dapat
bersifat ambigue. Peningkatan cadangan devisa diharapkan dapat menjaga kestabilan
nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, dan dalam keadaan normal berpengaruh
positif terhadap indeks saham, karena masyarakat masih akan tetap mempertahankan
dananya dalam tabungan denominasi rupiah.
Peningkatan tabungan masyarakat
diharapkan akan mempengaruhi keinerja penyaluran kredit perbankan. Selanjutnya
kenaikan saham dapat berpengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin perusahaan.
4. Investasi Portofolio
Hubungan yang negatif antara investasi portofolio dengan nilai Q-Tobin
sektor perbankan, pada dasarnya masih sesuai dengan logika ekonomi.
Hal ini
diduga, karena investasi portofolio merupakan pilihan investasi dari masyarakat
dibandingkan dengan investasi di pasar uang.
Gelombang dana yang besar,
khususnya dari pihak investor asing, akan cenderung memasuki pasar modal atau
pasar saham, dibandingkan ke pasar uang. Dengan demikian, hubungan negatif dapat
dikarenakan berpindahnya tabungan masyarakat ke investasi portofolio, dengan
pengaruh yang cukup kecil.
5. Bunga Kredit
Pengaruh bunga kredit terhadap nilai Q-Tobin sektor industri perbankan sesuai
dengan teori ekonomi, yaitu yang diharapkan adalah negatif. Peningkatan bunga
kredit menyebabkan korporasi menunda keputusan investasinya, dengan demikian
159
selanjutnya kelak dapat menurunkan nilai Q-Tobin sektor perbankan, akibat adanya
penurunan Net Interest Margin, dengan berkurangnya jumlah kredit disalurkan. Di
sektor ini, bank pemerintah dapat dikatakan mendominasi, sehingga apabila dari ke-4
(empat) bank yang dominan seperti BMRI, BBNI, BBRI dan BBCA tidak
menurunkan bunga kredit perbankan, tentunya dapat berpengaruh kepada bank-bank
yang lain yang tidak segera dapat menyalurkan kreditnya. Bila terjadi kenaikan suku
bunga kredit, perusahaan cenderung menunda keputusan investasinya.
6. Total Kredit
Pengaruh kredit disalurkan relatif kecil sekali terhadap nilai Q-Tobin industri
perbankan, meskipun negatif dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Artinya,
meskipun kebijakan Bank Indonesia untuk mendorong penyaluran kredit, namun tidak
cukup dapat direspons oleh sektor riil, selama bunga kredit masih tinggi. Jumlah
kredit yang tidak tersalurkan, pada dasarnya dapat menurunkan Net Interest Margin
perbankan, dan selanjutnya penurunan nilai Q-Tobin.
7. Kapitalisasi Pasar Perusahaan
Hubungan negatif antara kapitalisasi pasar perusahaan dengan nilai Q-Tobin
tidak sesuai dengan yang diharapkan, namun pengaruhnya relatif kecil. Peningkatan
nilai pasar saham, dapat terjadi karena kenaikan harga saham sektor perbankan
maupun adanya aksi korporasi berupa penawaran saham.
Meskipun terjadi
peningkatan harga saham sektor perbankan, namun nampaknya pengaruh penyaluran
kredit perbankan masih dominan dalam menurunkan nilai Q-Tobin.
Penyaluran
kredit umumnya membutuhkan waktu setidaknya 1 (satu) tahun untuk memberikan
peningkatan Net Interest Margin pada sektor perbankan.
160
8. Dummy Krisis 2008
Pengaruh krisis Finansial Global tahun 2008, terhadap nilai Q-Tobin sektor
perbankan adalah yang terkecil dibandingkan dengan ke-2 (dua) sektor lainnya yaitu
industri dasar dan kimia serta pertanian. Hal ini diduga, karena kapitalisasi pasar
saham perbankan yang cukup besar dan didominasi oleh beberapa bank papan atas,
yang relatif stabil, sehingga guncangan dari eksternal tidak cukup mengkoreksi indeks
saham.
Liberalisasi keuangan yang dicirikan oleh adanya FDI dan investasi portofolio,
memberikan pengaruh negatif secara umum terhadap nilai Q-Tobin sektor perbankan,
meskipun pengaruhnya relatif kecil, sementara itu total kredit berpengaruh negatif
terhadap nilai Q-Tobin.
Secara umum, terdapat kesamaan pola pengaruh liberalisasi keuangan, yaitu FDI
dan investasi portofolio terhadap nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia serta
perbankan, dan sebaliknya pada sektor pertanian. Kesamaan pola diantara kedua
sektor tersebut, dapat dijelaskan dengan adanya hubungan kausal antara nilai Q-Tobin
sektor perbankan yang mempengaruhi nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia.
Pengaruh liberalisasi keuangan terhadap nilai Q-Tobin dari masing-masing sektor,
dapat dikatakan relatif kecil, khususnya FDI.
Hal ini diduga, karena investasi asing langsung apabila direalisasikan dalam
investasi barang modal, akan membutuhkan waktu untuk dapat memberikan pengaruh
terhadap nilai Q-Tobin. Sebaliknya dengan investasi portofolio, yang memiliki nilai
koefisien relatif lebih besar dibandingkan dengan nilai koefisien FDI.
Investasi
portofolio, relatif lebih terlihat pengaruhnya, karena umumnya menunjukkan investasi
di instrumen saham atau obligasi.
Akan tetapi, investasi portofolio relatif lebih
mudah berpindah, sehingga apabila ada guncangan dari eksternal, maka akan terjadi
161
perpindahan aliran dana ini ke instrumen lain atau negara lain yang dianggap lebih
menguntungkan bagi investor asing.
Secara ringkas, pengaruh liberalisasi keuangan dari aspek makro dan mikro
terhadap ke 3 (tiga) sektor disajikan pada Tabel 19.
6.2. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap nilai QTobin Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan
Analisis bagian ini untuk mencapai tujuan penelitian kedua, yaitu
menganalisis pengaruh liberalisasi keuangan (capital account dan pasar saham) dan
kebijakan moneter (pendekatan suku bunga acuan). Seperti pada tujuan penelitian
satu, maka analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan Analisis Regresi Data
Panel.
Variabel liberalisasi keuangan meliputi financial deepening (rasio kapitalisasi
pasar terhadap GDP dan rasio kredit terhadap GDP) Variabel kebijakan moneter
meliputi suku bunga acuan dan uang beredar (M2), rasio M2 terhadap GDP dan juga
kredit yang disalurkan. Bersamaan dengan itu, variabel makroekonomi berupa nilai
Tukar Rupiah terhadap US Dollar (Kurs), suku bunga kredit, kredit yang disalurkan
juga dimasukkan dalam persamaan regresi. Variabel kondisi keuangan perusahaan
meliputi total kredit, bunga pinjaman, jumlah pinjaman yang terdiri dari utang jangka
pendek maupun jangka panjang, total aset, ekuitas serta kapitalisasi pasar.
Seperti
halnya pada tujuan pertama, pengujian dengan menggunakan metode Fixed Effect dan
Random
Effect,
sebelumnya
terlebih
dahulu
dilakukan
pengujian
dengan
menggunakan uji Hausman untuk mengetahui model estimasi yang sesuai. Pengujian
dilakukan terhadap masing-masing sektor, untuk mengetahui pengaruh variabel
liberalisasi keuangan terhadap nilai Q-Tobin dari masing-masing sektor, yaitu sektor
pertanian, sektor industri dasar dan kimia serta sektor perbankan.
162
Tabel 19. Ringkasan Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin Sektor
Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan
Pengaruh terhadap nilai Q-Tobin
Sektor
Aspek
Variabel
Pertanian Industri Perbankan
Dasar
dan
Kimia
Liberalisasi
Foreign
Makro
+*
-*
-*
Keuangan
Direct
Investment
(FDI)
Investasi
+*
-*
-*
Portofolio
Pasar Modal
Kapitalisasi
+*
+*
+*
(Saham)
Pasar
Perusahaan
Makroekonomi Cadangan
-*
+*
+*
Devisa
Bunga
+*
-*
-*
Kredit
Total Kredit
+*
-*
-*
Pinjaman
+*
Perusahaan
Aset
-*
Perusahaan
Lingkungan Krisis Finansial Dummy
-*
Global
krisis 2008
Keterangan: + adalah pengaruh positif
- adalah pengaruh negatif
* adalah signifikan pada taraf nyata 5%
Mikro
Perusahaan
+*
+*
-*
-*
-*
-*
Dalam persamaan regresi, maka yang menjadi variabel tidak bebas (dependent
variable) adalah nilai rasio Q Tobin sektor. Variabel bebas (independent variable)
adalah variabel liberalisasi keuangan (FDI dan investasi portofolio), variabel
kebijakan moneter (SBI dan M2), variabel makroekonomi (nilai tukar, suku bunga
pinjaman (bunga kredit), total kredit yang disalurkan selama periode penelitian.
Variabel bebas yang berhubungan dengan perusahaan meliputi jumlah pinjaman
perusahaan (total utang jangka pendek dan utang jangka panjang), kapitalisasi pasar
perusahaan dan jumlah aset perusahaan.
Berdasarkan uji Hausman, maka model
estimasi yang sesuai adalah Random Effect, hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas
163
yang tidak signifikan pada taraf nyata 10 persen, dengan demikian hipotesa nol
diterima, cukup bukti bahwa model REM diterima. Persamaan regresi menjelaskan
pengaruh variabel liberalisasi keuangan dan kebijakan moneter dari masing-masing
sektor terhadap nilai Q-Tobin sektor.
6.2.1. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap Nilai
Q-Tobin Sektor Pertanian
Persamaan regresi (6.4) dapat menjelaskan hubungan ekonomi antara variabelvariabel liberalisasi keuangan, perusahaan dengan nilai Q-Tobin, sebagai berikut:
Qt
= -11.888 + 0.005JCI - 0.112SBI + 33.321RMS + 0.000BVD 0.012BOR + 0.000BVD – 0.000TA + 0.000KAP – 0.010MKT +
6.563RKP + 1.078DUM ............................................................ (6.4)
Tabel 20 memperlihatkan pengaruh variabel liberalisasi keuangan dan
kebijakan moneter terhadap nilai Q-Tobin sektor pertanian, dengan model estimasi
pendekatan Random Efek (REM).
Berbeda halnya dengan hasil analisis tujuan
pertama, secara umum, krisis finansial global, yang diwakili dengan variabel dummy
krisis 2008 memberikan pengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin sektor pertanian.
Diduga, karena pada saat terjadi krisis finansial, harga CPO dunia sedang meningkat,
dan berpengaruh terhadap nilai saham perusahaan-perusahaan perkebunan yang ada di
sektor pertanian. Secara umum, dari persamaan (6.4) menunjukkan arah yang sesuai
dengan teori dan logika ekonomi, kecuali cadangan devisa dan bunga kredit. Variabel
liberalisasi keuangan, berupa financial deepening yaitu rasio kapitalisasi pasar
terhadap GDP dan rasio M2 terhadap GDP memiliki hubungan sesuai dengan teori,
dengan pengaruhnya yang besar. Kebijakan moneter direpresentasikan dengan SBI
menunjukkan tanda sesuai dengan teori.
Diantara keseluruhan variabel, hanya
variabel makroekonomi berupa kapitalisasi pasar total yang berpengaruh negatif,
164
tetapi relatif kecil. Demikian pula dengan total kredit dengan hubungan tidak sesuai
dengan teori, namun pengaruh kecil.
Tabel 20. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap Nilai QTobin Sektor Pertanian, Periode 2002 – 2009, Model REM
Parameter
Koefisien Estimasi Standard Error
Nilai – p
C
-11.88847*
0.092372
0.0000
IHSG
0.005113*
0.001761
0.0047
Rasio M2/GDP
33.32162*
0.156977
0.0000
SBI
-0.112137*
0.15722
0.0000
Total Kredit
-0.012739*
0.000131
0.0000
Pinjaman
0.000356**
0.000154
0.0228
Perusahaan
Aset Perusahaan
-0.000131*
5.62E-05
0.0222
Kapitalisasi Pasar
0.000286*
6.23E-06
0.0000
Perusahaan
Kapitalisasi Pasar
-0.010443*
0.000785
0.0000
Total
Rasio Kapitalisasi
6.563845
3667938
0.0771
Dummy Krisis 2008 1.078481*
0.149004
0.0000
R-squared
0.670753
Adj. R-squared
0.632018
F-test
17.31649*
** Koefisien signifikan pada taraf nyata 5%
* Koefisien signifikan pada taraf nyata 1%
Masing-masing karakteristik struktur hubungan tersebut diuraikan sebagai
berikut:
1. Rasio M2/GDP
Variabel ini merepresentasikan financial deepening yang berkaitan dengan
kebijakan moneter. Peningkatan jumlah uang beredar (M2) diharapkan memberikan
pengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin, dan ini sesuai dengan hasil pada sektor
pertanian. Peningkatan rasio ini menunjukkan kebijakan moneter penurunan suku
bunga acuan.
Hubungan positif dengan Tobin-Q diduga karena penurunan suku
bunga direspons positif oleh pasar dengan cara melakukan alternatif investasi di pasar
saham, sehingga dapat meningkatkan nilai pasar saham. Di sisi lain, yang sebenarnya
165
diharapkan adalah terjadinya penurunan suku bunga kredit dan selanjutnya suku
bunga pinjaman.
2. Rasio Kapitalisasi Pasar/GDP
Rasio ini merepresentasikan liberalisasi keuangan, dengan adanya peningkatan
rasio ini menunjukkan kondisi liberalisasi yang semakin kuat. Pada tahun 2007, rasio
ini mencapai lebih dari 1, yang berarti partisipan pasar dari luar negeri masuk ke pasar
modal Indonesia, sebelum akhirnya keluar lagi pada tahun 2008.
Hasil analisis
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara jumlah partisipan pasar modal
dengan nilai Q-Tobin, dengan pengaruh yang besar.
Hal ini diduga, karena
ketertarikan pasar terhadap saham-saham perusahaan perkebunan yang juga
mengalami peningkatan karena didukung oleh harga CPO dunia yang meningkat
sekitar tahun 2007 – 2008.
3. SBI
Pengaruh kebijakan moneter ini menunjukkan hubungan yang negatif dengan
nilai Q-Tobin sesuai dengan teori ekonomi, meskipun pengaruhnya tidak sebesar
variabel financial deepening. Penurunan SBI, seharusnya diikuti oleh penurunan suku
bunga kredit dan selanjutnya pinjaman.
Namun spread yang masih besar, tidak
mendorong korporasi untuk segera melakukan pinjaman, sehingga diduga tidak terjadi
investasi dalam waktu yang bersamaan.
Sektor pertanian yang didominasi oleh
perusahaan perkebunan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi, cenderung untuk
menggunakan dana internal dalam rangka ekspansi perusahaan, khususnya adalah
AALI.
166
4. IHSG
Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan positif antara Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) dengan nilai Q-Tobin sektor pertanian, meskipun
pengaruhnya relatif kecil. Hubungan ini sesuai dengan teori ekonomi, bahwa menurut
mekanisme transmisi moneter dengan jalur harga aset, bahwa bila terjadi kondisi
pelonggaran moneter (yang ditunjukkan dengan rasio M2/GDP yang semakin
meningkat) maka akan terjadi peningkatan harga saham perusahaan, dan akan
meningkatkan nilai Q-Tobin.
5. Total Kredit
Variabel total kredit dengan nilai Q-Tobin sektor pertanian menunjukkan pola
hubungan yang negatif, tidak sesuai dengan yang diharapkan. Penyaluran kredit pada
dasarnya diharapkan dapat meningkatkan investasi. Sektor pertanian yang terdiri dari
subsektor perkebunan memiliki struktur modal yang didominasi oleh ekuitas,
menunjukkan
dalam
keputusan
investasinya,
subsektor
perkebunan
masih
menggunakan sumber dana internal yang berasal dari keuntungan perusahaan.
6. Kapitalisasi Pasar Total
Hasil analisis menunjukkan pola hubungan yang tidak sesuai dengan teori
ekonomi, serta hubungan antara IHSG dengan nilai Q-Tobin. Kapitalisasi pasar total
merupakan perkalian antara IHSG dengan jumlah saham beredar dari msing-masing
emiten yang terdaftar di BEI. Hubungan negatif yang tidak sejalan dengan IHSG ini
diduga karena besaran kapitalisasi pasar total yang didominasi oleh saham-saham
tertentu yang diminati oleh investor sehingga mungkin saja tidak meningkatkan nilai
pasar saham-saham pertanian, sehingga nilai Q-Tobin turun.
167
7. Dummy Krisis 2008
Pengaruh krisis finansial 2008, tidak memberikan pengaruh positif terhadap
nilai Q-Tobin sektor pertanian, mengingat kontribusi kapitalisasi pasar sektor ini
hanya sekitar 3.75 persen dari total kapitalisasi pasar saham.
Diduga, dengan
kapitalisasi pasar yang relatif kecil, tidak akan terpengaruh oleh penarikan dana yang
dilakukan investor asing yang menyebabkan guncangan pada IHSG. Penurunan nilai
pasar saham akibat krisis tersebut umumnya terjadi pada saham-saham yang diminati
oleh investor.
Kebijakan moneter berupa pelonggaran uang beredar dengan penurunan suku
bunga acuan SBI bersamaan dengan peningkatan partisipan pasar, secara umum
memberikan pengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin sektor pertanian. Hal ini sesuai
dengan teori ekonomi, bahwa liberalisasi keuangan dan kebijakan pelonggaran uang
beredar memberikan insentif bagi sektor riil untuk dapat berinvestasi.
6.2.2. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap Nilai
Q-Tobin Sektor Industri Dasar dan Kimia
Persamaan regresi (6.5) dapat menjelaskan hubungan ekonomi antara variabelvariabel liberalisasi keuangan, perusahaan dengan nilai Q-Tobin, sebagai berikut:
Qt
= -15.373 – 1.511logJCI - 0.104SBI – 0.005MS + 0.002TOT +
0.473INV + 0.000BVD – 0.000TA + 0.000KAP
– 1.114DUM ........................................................................ (6.5)
Tabel 21 memperlihatkan pengaruh variabel liberalisasi keuangan dan
kebijakan moneter terhadap nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia, dengan
model estimasi Random Efek (REM).
Secara umum, dari persamaan (6.5)
menunjukkan arah yang sesuai dengan teori dan logika ekonomi, kecuali M2, bunga
kredit dan log IHSG. Variabel liberalisasi keuangan, berupa financial deepening yaitu
rasio kapitalisasi pasar terhadap GDP dan rasio M2 terhadap GDP, tidak dimasukkan
168
dalam model ini, karena setelah dilakukan beberapa kali respesfikasi tidak
memberikan hasil yang lebih baik.
Kebijakan moneter direpresentasikan dengan M2 dan SBI. Kebijakan moneter
direpresentasikan dengan SBI menunjukkan tanda sesuai dengan teori, namun tidak
demikian dengan M2. Total kredit memiliki pola hubungan yang sesuai dengan teori,
namun pengaruh kecil.
Tabel 21. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap Nilai QTobin Sektor Industri Dasar dan Kimia, Periode 2002 – 2009, Model REM
Parameter
Koefisien
Standard Error
Nilai – p
Estimasi
C
-15.37272*
2.8882981
0.0000
LOG IHSG
-1.510618*
0.275112
0.0000
M2
-0.005136*
0.000861
0.0000
SBI
-0.104552*
0.019146
0.0000
Total Kredit
0.002116*
0.000407
0.0000
Bunga Kredit
0.473462*
0.084782
0.0000
Pinjaman Perusahaan
9.12E-05
8.29E-05
0.2723
Aset Perusahaan
-0.000145**
5.82E-05
0.0135
Kapitalisasi Pasar
0.000156*
2.08E-05
0.0000
Perusahaan
Dummy Krisis 2008
-1.114465*
0.296913
0.0002
R-squared
0.317109
Adj. R-squared
0.295619
F-test
14.75640*
** Koefisien signifikan pada taraf nyata 5%
* Koefisien signifikan pada taraf nyata 1%
Masing-masing karakteristik struktur hubungan tersebut diuraikan sebagai
berikut:
1. M2
Variabel ini merepresentasikan kebijakan moneter berupa uang beredar. Hasil
analisis menunjukkan pola hubungan yang negatif dengan nilai Q-Tobin, dan tidak
sesuai dengan teori. Peningkatan jumlah uang beredar (M2) diharapkan memberikan
pengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin, melalui penurunan suku bunga acuan.
Namun pola hubungan yang negatif diduga karena mungkin saja investor tidak
169
melakukan investasi pada saham-saham industri dasar dan kimia, karena masih ada
saham emiten dari industri makanan olahan yang lebih diminati oleh investor.
3. SBI
Pengaruh kebijakan moneter ini menunjukkan hubungan yang negatif dengan
nilai Q-Tobin sesuai dengan teori ekonomi., dengan pengaruh yang cukup berarti.
Sebagaimana dijelaskan pada sektor pertanian, bahwa penurunan SBI, seharusnya
diikuti oleh penurunan suku bunga kredit dan selanjutnya pinjaman. Namun spread
yang masih besar, tidak mendorong korporasi untuk segera melakukan pinjaman,
sehingga diduga tidak terjadi investasi dalam waktu yang bersamaan.
Hal ini didukung pula oleh suku bunga kredit yang memberikan pengaruh
positif. Sektor industri dasar dan kimia yang didominasi oleh perusahaan semen, kaca
dan kimia dengan tingkat profitabilitas yang sedang, pada dasarnya cenderung untuk
menggunakan dana eksternal, seperti pinjaman untuk merealisasikan keputusan
investasinya, sebagaimana terlihat dari struktur modal yang didominasi oleh utang.
Hubungan positif dengan bunga kredit dapat dijelaskan, dengan spread yang tidak
berubah, dimungkinkan bagi korporasi untuk tidak melakukan investasi dalam aktiva
tetap, sehingga total nilai buku perusahaan akan tetap.
4. LogIHSG
Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan negatif antara logaritma Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan
kimia, dengan pengaruh yang besar. Artinya jika terjadi kenaikan 1 persen IHSG,
maka nilai Q-Tobin akan merespons penurunan 1.5 kalinya. Hubungan ini tidak
sesuai dengan teori ekonomi. Kenaikan IHSG tidak akan selalu menyebabkan saham-
170
saham industri dasar dan kimia juga mengalami peningkatan, demikian pula
sebaliknya, tergantung dari bagaimana hubungan kausalitas diantara keduanya.
Keadaan ini juga dapat dijelaskan dengan mekanisme transmisi moneter jalur harga
aset.
5. Total Kredit
Variabel total kredit dengan nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia
menunjukkan pola hubungan yang positif, sesuai dengan yang diharapkan meskipun
pengaruhnya kebil. Penyaluran kredit pada dasarnya diharapkan dapat meningkatkan
investasi. Sektor industri dasar dan kimia yang didominasi oleh utang dalam struktur
modalnya,
mengindikasikan
bahwa
dalam
keputusan
investasinya
masih
mengandalkan pinjaman dibandingkan dengan dana internal.
6. Kapitalisasi Pasar Perusahaan dan Aset Perusahaan
Hasil analisis menunjukkan pola hubungan yang sesuai dengan teori ekonomi.,
meskipun pengaruhnya kecil. Kapitalisasi pasar industri dasar dan kimia relatif tidak
tinggi, karena tidak cukup diminati oleh investor. Di sisi lain, nilai aset perusahaan
relatif tinggi, karena merupakan industri pengolahan yang menghasilkan produk
antara.
7. Dummy Krisis 2008
Pengaruh krisis finansial 2008, tidak memberikan pengaruh negatif terhadap
nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia, dengan pengaruh yang cukup besar.
Dengan kapitalisasi pasar sebesar 8.5 persen maka penarikan dana yang dilakukan
investor asing yang menyebabkan guncangan pada IHSG. Penurunan nilai pasar
171
saham akibat krisis tersebut umumnya terjadi pada saham-saham yang diminati oleh
investor.
Kebijakan moneter berupa penurunan suku bunga acuan SBI bersamaan
dengan peningkatan partisipan pasar (kapitalisasi pasar perusahaan), secara umum
memberikan pengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia.
Hal ini sesuai dengan teori ekonomi, bahwa liberalisasi keuangan dan kebijakan
pelonggaran uang beredar memberikan insentif bagi sektor riil untuk dapat
berinvestasi. Kebijakan moneter seringkali menjadi tidak independen saat terjadi
kondisi liberalisasi keuangan. Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut, manakala
terjadi penurunan suku bunga acuan SBI, maka pasar akan cenderung merespons
dengan menginvestasikan dananya di pasar modal, sebagai altenatif investasi.
Apabila kondisi ini yang dominan terjadi, maka penurunan suku bunga kredit sebagai
konsekuensi dari penurunan suku bunga acuan tidak cukup mendorong perusahaan
untuk memanfaatkan kredit perbankan, mengingat terdapat alternatif pembiayaan
investasi melalui mekanisme pasar modal.
6.2.3. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap Nilai
Q-Tobin Sektor Perbankan
Persamaan regresi (6.6) dapat menjelaskan hubungan ekonomi antara variabelvariabel liberalisasi keuangan, perusahaan dengan nilai Q-Tobin, sebagai berikut:
Qt
= 2.142 + 0.000JCI – 0.511SBI - 0.004MS + 1.173RKDT + 0.482INT +
0.000BVD – 0.000TA – 0.009DUM ...................................... (6.6)
Secara umum, dari persamaan (6.6) menunjukkan arah yang sesuai dengan
teori dan logika ekonomi, kecuali M2 dan bunga pinjaman. Variabel liberalisasi
keuangan, berupa financial deepening yaitu rasio kapitalisasi pasar terhadap GDP dan
rasio M2 terhadap GDP, tidak dimasukkan dalam model ini, karena setelah dilakukan
172
beberapa kali respesfikasi tidak memberikan hasil yang lebih baik.
Kebijakan
moneter direpresentasikan dengan M2 dan SBI. Kebijakan moneter direpresentasikan
dengan SBI menunjukkan tanda sesuai dengan teori, namun tidak demikian dengan
M2. Rasio kredit terhadap GDP yang merepresentasikan kebijakan moneter memiliki
pola hubungan yang sesuai dengan teori, dengan pengaruh yang cukup bermakna.
Tabel 22 memperlihatkan pengaruh variabel liberalisasi keuangan dan
kebijakan moneter terhadap nilai Q-Tobin sektor perbankan, dengan model estimasi
Random Efek (REM).
Tabel 22. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap Nilai QTobin Sektor Perbankan, Periode 2002 – 2009, Model REM
Parameter
Koefisien Estimasi Standard Error Nilai – p
C
2.142808*
0.320774
0.0000
IHSG
0.000308*
9.45E-05
0.0015
M2
-0.004192*
0.000564
0.0000
SBI
-0.511347*
0.039923
0.0000
Bunga Pinjaman
0.481704*
0.038851
0.0000
Aset Perusahaan
-3.97E-05*
9.64E-06
0.0001
Pinjaman Perusahaan
4.17E-05*
1.05E-05
0.0001
Rasio Kredit
1.1737781
1.247893
0.1665
Dummy Krisis 2008
-0.009702
0.218949
0.9647
R-squared
0.071102
Adj. R-squared
0.004155
F-test
1.062059*
** Koefisien signifikan pada taraf nyata 5%
* Koefisien signifikan pada taraf nyata 1%
Masing-masing karakteristik struktur hubungan tersebut diuraikan sebagai
berikut:
1. M2
Variabel ini merepresentasikan kebijakan moneter berupa uang beredar. Hasil
analisis menunjukkan pola hubungan yang negatif dengan nilai Q-Tobin sektor
perbankan, dan tidak sesuai dengan teori, namun dengan pengaruh yang relatif kecil.
Peningkatan jumlah uang beredar (M2) diharapkan memberikan pengaruh positif
terhadap nilai Q-Tobin, melalui penurunan suku bunga acuan. Namun pola hubungan
173
yang negatif diduga karena mungkin saja pelonggaran uang beredar didukung dengan
rasio kredit yang meningkat akan memberikan kesempatan bagi bank untuk
menyalurkan kredit, sehingga jumlah aktiva bank meningkat dengan adanya
penyaluran kredit, dan akan menurunkan nilai Q-Tobin, dan pada saat yang
bersamaan diduga investor tidak melakukan investasi pada saham-saham perbankan.
2. SBI
Pengaruh kebijakan moneter ini menunjukkan hubungan yang negatif dengan
nilai Q-Tobin sesuai dengan teori ekonomi, dengan pengaruh yang cukup berarti.
Sebagaimana dijelaskan di bagian atas, bahwa penurunan SBI, seharusnya diikuti oleh
penurunan suku bunga kredit dan selanjutnya pinjaman. Namun spread yang masih
besar, tidak mendorong korporasi untuk segera melakukan pinjaman, sehingga diduga
tidak terjadi investasi dalam waktu yang bersamaan.
Penyaluran kredit yang
meningkat, akan memperbaiki Net Interest Margin (NIM) dari perbankan, dan ini
akan memberikan pengaruh positif terhadap nilai pasar saham.
Di sisi lain, prinsip prudent yang harus dipertahankan oleh perbankan,
seringkali menjadi pisau bermata dua.
Hal ini didukung pula oleh suku bunga
pinjaman yang memberikan pengaruh positif. Tingginya bunga pinjaman, yang pada
dasarnya mencerminkan fee atas jasa perbankan, akan meningkatkan NIM, manakala
terjadi penyaluran kredit dalam jumlah yang besar.
Hubungan positif dengan bunga pinjaman dapat dijelaskan, dengan spread
bunga yang tidak berubah, maka dimungkinkan bagi sektor perbankan untuk
memperoleh kenaikan laba atau NIM, sehingga nilai Q akan meningkat.
174
3. IHSG
Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan positif antara Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) dengan nilai Q-Tobin sektor perbankan, namun dengan
pengaruh yang realtif kecil. Hubungan ini sesuai dengan teori ekonomi, terutama
mekanisme transmisi moneter dengan jalur harga aset.
Artinya, bila terjadi
peningkatan nilai pasar saham maka berpengaruh positif terhadap nilai Q perusahaan.
4. Rasio Kredit/GDP
Variabel rasio kredit terhadap GDP yang merepresentasikan kebijakan
moneter dengan peningkatan penyaluran kredit, memiliki hubungan positif dengan
nilai Q-Tobin sektor perbankan, dengan pengaruh yang cukup besar. Penyaluran
kredit pada dasarnya diharapkan dapat meningkatkan investasi. Sektor perbankan
yang berperan sebagai lembaga perantara penyaluran kredit ke sektor riil, akan
memperoleh manfaat berupa kenaikan NIM dengan adanya peningkatan jumlah kredit
yang disalurkan.
5. Kapitalisasi Pasar Perusahaan dan Aset Perusahaan
Hasil analisis menunjukkan pola hubungan yang sesuai dengan teori ekonomi.,
meskipun pengaruhnya kecil. Kapitalisasi pasar sektor perbankan cukup besar yaitu
23.7 persen, menunjukkan bahwa nilai Q-Tobin yang meningkat akibat pengaruh
mekanisme pasar yang menyebabkan peningkatan nilai pasar saham perbankan.
6. Dummy Krisis 2008
Pengaruh krisis finansial 2008, memberikan pengaruh negatif terhadap nilai
Q-Tobin sektor perbankan, dengan pengaruh yang relatif kecil. Dengan kapitalisasi
175
pasar sebesar 27.3 persen maka penarikan dana yang dilakukan investor asing yang
menyebabkan guncangan pada IHSG. Penurunan nilai pasar saham akibat krisis
tersebut umumnya juga berdampak kepada indeks saham perbankan. Hasil penelitian
Arestis, Nissanke and Stein (2005) juga menunjukkan adanya pengaruh dari kebijakan
moneter terutama terkait dengan suku bunga acuan, yang selanjutnya berpengaruh
terhadap volatilitas pasar modal, sehingga perlu adanya kebijakan yang mengatur
tahapan implementasi liberalisasi keuangan untuk meminimumkan resiko dari krisis
yang diakibatkan oleh pengaruh liberalisasi keuangan itu sendiri.
Kebijakan moneter berupa penurunan suku bunga acuan SBI bersamaan
dengan peningkatan penyaluran kredit (rasio kredit terhadap GDP), secara umum
memberikan pengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin sektor perbankan. Hal ini sesuai
dengan teori ekonomi, bahwa kebijakan pelonggaran uang beredar memberikan
insentif bagi sektor perbankan untuk terus meningkatkan penyaluran kreditnya.
Secara umum, pengaruh liberalisasi keuangan bersamaan dengan kebijakan
moneter terhadap nilai Q-Tobin dari masing-masing ke-3 (sektor) ini menunjukkan
bahwa SBI memiliki hubungan yang negatif dengan nilai Q-Tobin. Hal ini sesuai
dengan teori dan logika ekonomi. Sedangkan rasio M2/GDP hanya memberikan
pengaruh positif kepada sektor pertanian, dengan pengaruh yang besar. Di sisi lain,
M2 memberikan pengaruh negatif terhadap nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan
kimia dan juga perbankan, tetapi dengan pengaruh yang relatif kecil. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian dari Helmut (2005), bahwa dengan adanya keadaan
liberalisasi keuangan atau globalisasi di negara-negara berkembang, seringkali
kebijakan moneter menjadi tidak cukup efektif, khususnya dalam mekanisme
176
transmisi moneter.
Secara ringkas pengaruh liberalisasi keuangan dan kebijakan
moneter terhadap nilai Q-Tobin masing-masing sektor disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23.
Aspek
Makro
Ringkasan Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan
Perbankan
Pengaruh terhadap nilai Q-Tobin
Sektor
Variabel
Pertanian Industri Perbankan
Dasar
dan
Kimia
Kebijakan
SBI
-*
-*
-*
Moneter
Money
Financial
Deepening
Pasar Modal
(Saham)
Makroekonomi
IHSG
Kapitalisasi
Pasar Total
Bunga
Kredit
Bunga
Pinjaman
Total Kredit
-*
-*
-*
+
+*
+*
+*
+*
-*
+*
+*
-*
+*
Pinjaman
Perusahaan
Kapitalisasi
+*
Pasar
Perusahaan
Aset
-*
Perusahaan
Lingkungan Krisis Finansial Dummy
+*
Global
krisis 2008
Keterangan: + adalah pengaruh positif
- adalah pengaruh negatif
* adalah signifikan pada taraf nyata 5%
Mikro
Perusahaan
Supply
(M2)
Rasio
M2/GDP
Kapitalisasi
Pasar/GDP
Kredit/GDP
+*
+
+*
+*
-*
-*
-*
-*
Liberalisasi keuangan yang direpresentasikan dengan rasio kapitalisasi pasar
terhadap GDP hanya memberikan pengaruh terhadap nilai Q-sektor pertanian, dengan
177
nilai yang cukup besar. Sedangkan rasio penyaluran kredit terhadap GDP hanya
berpengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin sektor perbankan, dengan nilai yang
cukup besar.
Dari hasil analisis ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang
berbeda akibat variabel financial deepening (yang merepresentasikan liberalisasi
keuangan) terhadap nilai Q-Tobin, antara sektor pertanian dengan ke-2 (dua) sektor
lainnya, yaitu industri dasar dan kimia dan perbankan. Sementara itu, SBI memiliki
pengaruh yang sama yaitu negatif terhadap nilai Q-Tobin ke-3 (tiga) sektor.
6.3. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap
Pertumbuhan Investasi Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia serta
Perbankan
Analisis bagian ini untuk mencapai tujuan penelitian ketiga, yaitu
menganalisis pengaruh liberalisasi keuangan (capital account dan pasar saham) dan
kebijakan moneter (pendekatan suku bunga acuan) yang direpresentasikan dengan
nilai Q-Tobin dari masing-masing sektor terhadap pertumbuhan investasi sektoral.
Seperti pada tujuan penelitian satu dan dua, maka analisis dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Analisis Regresi Data Panel.
Variabel Q-Tobin
merepresentasikan pengaruh kondisi makro melalui kebijakan liberalisasi keuangan
dan kebijakan moneter.
Variabel struktur modal merepresentasikan kebijakan
korporasi di level mikro, yaitu perbandingan antara porsi sumber dana internal berupa
saham terhadap sumber dana jangka panjang (total utang ditambah dengan ekuitas).
Variabel bunga pinjaman riil merepresentasikan tingkat bunga investasi atau imbal
hasil dari suatu keputusa investasi.
Tingkat bunga riil, dihitung dengan mengurangkan tingkat bunga pinjaman
dengan expected inflation.
Variabel dependen adalah nilai investasi bersih dari
178
perusahaan di masing-masing sektor, yang mencerminkan keputusan investasi
perusahaan riil (investasi dibagi GDP deflator) dan di log kan, untuk menggambarkan
pertumbuhan nilai investasi.
Variabel bebas (independen) adalah nilai Q-Tobin,
struktur modal (Equtiy to Capitalization), dan bunga pinjaman riil (real loan interest
rates). Untuk mengetahui pengaruh dari krisis finansial global, maka digunakan
variabel dummy krisis 2008. Pengujian dengan model data panel, menghasilkan
model estimasi Random Effect Model yang terpilih untuk dapat menjelaskan
hubungan diantara investasi perusahaan dengan nilai Q-Tobin, struktur modal
perusahaan serta bunga pinjaman riil.
6.3.1. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap
Pertumbuhan Investasi Sektor Pertanian
Persamaan regresi yang menggambarkan hubungan struktur ekonomi antara
pertumbuhan investasi dengan nilai Q-Tobin, struktur modal dan bunga pinjaman riil
dari sektor pertanian disajikan sebagai berikut:
Log (inv_riil)t = 10.290 + 0.009QT – 0.155ECAP + 0.077INT
+ 0.022DUM .................................................................
(6.7)
Tabel 24 menunjukkan hubungan antara log investasi riil dengan nilai QTobin yang meskipun sesuai dengan teori yaitu positif, namun tidak signifikan. Rasio
struktur modal memiliki pengaruh negatif terhadap petumbuhan investasi, namun
tidak signifikan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa bila perusahaan memiliki sumber
dana internal, dan kondisi lingkungan mendukung untuk mendapatkan pinjaman,
maka perusahaan
cenderung untuk
menggunakan
pinjaman
dalam
rangka
meningkatkan investasinya. Selain itu, secara teoritis, ada tingkatan struktur modal
179
yang harus dijaga untuk dapat memaksimumkan nilai korporasi. Artinya, sumber
dana internal 100 persen tidak berarti memberikan nilai maksimum bagi perusahaan.
Bunga pinjaman riil, yang merepresentasikan tingkat bunga investasi yang
akan diterima oleh investor, menunjukkan pola hubungan yang positif sesuai dengan
yang diharapkan. Semakin tinggi bunga pinjaman riil, maka investor akan semakin
tertarik untuk melakukan investasi.
Tingkat bunga pinjaman riil, akan semakin
meningkat dengan mengupayakan penurunan inflasi yang diharapkan (expected
inflation), yang sebagai representasi dari upaya pemerintah untuk menekan tingkat
inflasi. Variabel dummy krisis menunjukkan pengaruh positif terhadap keputusan
investasi korporasi, namun tidak signifikan.
Variabel bunga pinjaman riil
memberikan pengaruh yang paling berarti terhadap keputusan investasi korporasi
sektor pertanian.
Tingkat profitabilitas dari sektor pertanian yang didominasi oleh subsektor
perkebunan, memberikan daya tarik tersendiri bagi pihak luar untuk melakukan
investasi, meskipun membutuhkan masa investasi yang relatif panjang, yaitu minimal
3 (tiga) tahun untuk dapat merealisasikan keuntungan tersebut.
Tabel 24. Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi Riil Sektor
Pertanian, Periode 2002 – 2009, dengan Model Estimasi REM
Parameter
Koefisien Estimasi
Standard Error
Nilai – p
C
10.29032*
0.581966
0.0000
Q Tobin
0.009025
0.024117
0.7091
Rasio Ekuitas
-0.155476
0.099499
0.1216
Bunga Pinjaman Riil 0.076903*
0.019456
0.0002
Dummy Krisis 2008
0.022393
0.113823
0.8445
R-squared
0.263992
Adj. R-squared
0.231640
F-test
8.159980*
** Koefisien signifikan pada taraf nyata 5%
* Koefisien signifikan pada taraf nyata 1%
180
Dengan tingkat profitabilitas yang tinggi, maka subsektor perkebunan masih
memiliki ruang gerak untuk melakukan investasi dengan menggunakan sumber dana
eksternal yaitu berupa pinjaman, dengan mempertimbangkan kondisi makro berupa
liberalisasi keuangan ataupun kebijakan moneter, yang memungkinkan untuk
memperoleh bunga pinjaman dengan nilai yang lebih rendah (dikenal sebagai cost of
capital).
6.3.2. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap
pertumbuhan investasi sektor Industri Dasar dan Kimia
Persamaan regresi yang menggambarkan hubungan struktur ekonomi antara
pertumbuhan investasi dengan nilai Q-Tobin, struktur modal dan bunga pinjaman riil
dari sektor industri dasar dan kimia disajikan sebagai berikut:
Log (inv_riil)t = 9.574 - 0.081QT – 0.073ECAP + 0.127INT
– 0.678DUM ............................................................
(6.8)
Tabel 25 menunjukkan hubungan antara log investasi riil dengan nilai QTobin yang tidak sesuai dengan teori, yaitu negatif.
Tabel 25
Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi Riil Sektor
Industri Dasar dan Kimia, Periode 2002 – 2009 dengan Model Estimasi
REM
Parameter
Koefisien Estimasi
Standard Error
Nilai – p
C
9.573831*
0.294706
0.0000
Q Tobin
-0.080517*
0.025264
0.0016
Rasio Ekuitas
-0.072936*
0.032715
0.0265
Bunga Pinjaman Riel
0.126689*
0.016069
0.0000
Dummy Krisis 2008
-0.320869*
0.099494
0.0014
R-squared
0.297243
Adj. R-squared
0.287583
F-test
30.77088*
** Koefisien signifikan pada taraf nyata 5%
* Koefisien signifikan pada taraf nyata 1%
181
Hal ini dapat dijelaskan, bahwa nilai Q-Tobin yang lebih dari 1, mungkin saja
dapat memberikan interpretasi kepada perusahaan untuk melakukan investasi, namun
sebaliknya justru akan mengurangi investasi. Bila nilai Q-Tobin lebih mendukung
investasi pada surat-surat berharga atau instrumen jangka pendek, maka ketersediaan
dana untuk investasi aktiva tetap akan berkurang. Ada kemungkinan, rasio Q-Tobin
diterjemahkan oleh pasar sebagai indikator untuk melakukan investasi di pasar saham
dibandingkan dengan investasi di sektor riil.
Rasio struktur modal memiliki pengaruh negatif terhadap petumbuhan
investasi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa bila perusahaan memiliki sumber dana
internal, dan kondisi lingkungan mendukung untuk mendapatkan pinjaman, maka
perusahaan cenderung untuk menggunakan pinjaman dalam rangka meningkatkan
investasinya. Bunga pinjaman riil, seperti halnya pada sektor pertanian, memberikan
pengaruh positif terhadap pertumbuhan investasi di sektor industri dasar dan kimia.
Sektor pengolahan dengan struktur biaya yang umumnya didominasi oleh biaya tetap,
memiliki marjin keuntungan (profit margin) yang relatif stabil, meskipun kisaran
nilainya umumnya tidak cukup besar (sekitar 5 persen – 7 persen). Meskipun marjin
keuntungan tersebut tidak cukup tinggi, namun dengan tingkat kepastian keuntungan
dari industri pengolahan, serta tingkat resiko usaha yang lebih terprediksi, maka
umumnya para investor tertarik untuk masuk di industri ini.
Industri dasar dan kimia, yang terdiri dari perusahaan dengan produk antara,
umumnya berorientasi pada ekspor, misalnya bahan kimia dan pulp dan kertas, masih
menarik minat para investor asing. Beberapa perusahaan tersebut, sahamnya dimiliki
oleh investor asing. Variabel dummy krisis menunjukkan pengaruh negatif terhadap
keputusan investasi korporasi.
Variabel dummy berpengaruh besar terhadap
keputusan investasi di sektor industri dasar dan kimia.
182
6.3.3. Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap
Pertumbuhan Investasi Sektor Perbankan
Persamaan regresi yang menggambarkan hubungan struktur ekonomi antara
pertumbuhan investasi dengan nilai Q-Tobin, struktur modal dan bunga pinjaman riil
dari sektor perbankan disajikan sebagai berikut:
Log (inv_riil)t = 13.854 - 0.287QT + 0.790ECAP + 0.091INT
+ 0.109DUM ............................................................
(6.9)
Tabel 26 menunjukkan hubungan antara log investasi riil dengan nilai QTobin yang tidak sesuai dengan teori, yaitu negatif dengan nilai yang relatif cukup
besar di sektor perbankan.
Di sektor perbankan keputusan invesetasi termasuk
keputusan penyaluran kredit ke sektor riil. Dengan demikian bila hubungan negatif,
dapat dijelaskan bahwa kondisi pasar cukup kondusif untuk melakukan investasi di
surat berharga jangka pendek, dibandingkan dengan investasi di sektor riil, sehingga
akan berpengaruh terhadap realisasi penyaluran kredit perbankan.
Tabel 26. Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi Riil Sektor
Perbankan, Periode 2002 – 2009 dengan Model Estimasi REM
Parameter
Koefisien Estimasi
Standard Error
Nilai – p
C
13.85473*
0.481724
0.0000
Q Tobin
-0.286928*
0.022617
0.0000
Rasio Ekuitas
0.790308*
0.358008
0.0293
Bunga Pinjaman Riil 0.091476*
0.012214
0.0000
Dummy Krisis 2008
0.109113
0.070740
0.1257
R-squared
0.668409
Adj. R-squared
0.656875
F-test
57.95322*
** Koefisien signifikan pada taraf nyata 5%
* Koefisien signifikan pada taraf nyata 1%
Rasio struktur modal memiliki pengaruh positif terhadap petumbuhan
investasi, dengan nilai yang relatif besar.
perbankan
tetap
disarankan
untuk
Hal ini dapat dijelaskan bahwa bila
menerima
tabungan
masyarakat
yang
mencerminkan kewajiban bank, serta mengurangi porsi ekuitas sesuai dengan rasio
183
CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning and Liquidity) perbankan yang
ditetapkan oleh otoritas moneter yaitu Bank Indonesia.
Bunga pinjaman riil memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan investasi
perbankan. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa bunga pinjaman riil merupakan daya tarik
bagi investor untuk melakukan investasi, sehingga aapabila investasi direalisasikan,
maka salah satu sumber dana berupa kredit bank dapat meningkatkan pertumbuhan
penyaluran kredit bank. Kondisi ini dimungkinkan untuk terjadi, terutama apabila
spread tingkat bunga pinjaman tidak telalu besar. Berbeda dengan sektor industri
dasar dan kimia, dummy krisis memiliki pengaruh positif, namun tidak signifikan.
Penundaan penyaluran pinjaman selama masa krisis, merepresentasikan tidak
bertambahnya keputusan investasi sektor perbankan. Secara ringkas pengaruh nilai
Q-Tobin terhadap pertumbuhan investasi masing-masing sektor disajikan pada Tabel
27.
Tabel 27. Ringkasan Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi Sektor
Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan
Pengaruh terhadap Log Investasi Riil
Sektor
Aspek
Variabel
Pertanian
Industri
Perbankan
Dasar
dan
Kimia
Perusahaan
Q-Tobin
Mikro
+
-*
-*
Makro
Lingkungan
Keterangan:
Rasio
Ekuitas
Bunga
Pinjaman
riil
Dummy
Krisis 2008
-*
-*
+*
+*
+*
+*
-*
+
Krisis
Finansial
Global
+ adalah pengaruh positif
- adalah pengaruh negatif
* adalah signifikan pada taraf nyata 5%
184
Secara keseluruhan, untuk sektor perbankan pada saat kondisi krisis finansial,
korporasi cenderung tidak dipengaruhi dalam keputusan investasinya, mengingat
krisis finansial akan memberikan dampak tingginya tingkat suku bunga pinjaman.
Dengan demikian investasi di sektor perbankan tidak juga menunjukkan perubahan
akibat adanya krisis finansial global.
6.3.4. Pengaruh nilai Q-Tobin terhadap pertumbuhan investasi Sektor
Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan (Gabungan)
Nilai Q-Tobin yang merepresentasikan keadaan liberalisasi keuangan dan
kebijakan moneter.
Persamaan regresi yang menggambarkan hubungan struktur
ekonomi antara pertumbuhan investasi dengan nilai Q-Tobin, struktur modal dan
bunga pinjaman riil dari ke 3 (tiga) sektor secara bersamaan disajikan sebagai berikut:
Log (inv_riil)t = 10.685 - 0.083QT - 0.068ECAP + 0.110INT
- 0.192DUM ................................................................... (6.10)
Dari persamaan (6.10) terlihat bahwa beberapa variabel menunjukkan pola hubungan
yang sesuai dengan teori, kecuali variabel Q-Tobin. Baik suku bunga pinjaman riil
dan krisis finansial global memberikan pengaruh nyata lebih besar dibandingkan
dengan nilai Q-Tobin maupun struktur modal.
Tabel 28 menunjukkan hubungan antara log investasi riil dengan nilai QTobin yang tidak sesuai dengan teori,
yaitu negatif.
Krisis finansial global
memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan investasi riil dari ke 3 (tiga)
sektor.
Bunga pinjaman riil memberikan pengaruh positif kepada pertumbuhan
investasi gabungan dari ke-3 sektor. Struktur modal memberikan pengaruh negatif
terhadap pertumbuhan investasi. Tingkat bunga pinjaman riil yang tinggi akan dapat
185
menarik minat dari investor ke-3 sektor, terutama pada sektor industri dasar dan
kimia.
Pada saat krisis, di sektor industri dasar dan kimia, perusahaan menahan untuk
tidak melakukan investasi, karena dampak dari krisis akan diikuti dengan tingkat
bunga pinjaman yang tinggi, dan selanjutnya akan menurunkan kinerja keuangan
perusahaan.
Tabel 28. Pengaruh Nilai Q-Tobin terhadap Pertumbuhan Investasi Riil ke 3 (tiga)
Sektor, Periode 2002 – 2009 dengan Model Estimasi REM
Parameter
Koefisien Estimasi
Standard Error
Nilai – p
C
10.68490*
0.303291
0.0000
Q Tobin
-0.083145*
0.016665
0.0000
Rasio Ekuitas
-0.067618*
0.028591
0.0184
Bunga Pinjaman Riel
0.110388*
0.010851
0.0000
Dummy Krisis 2008
-0.192342*
0.065769
0.0036
R-squared
0.268498
Adj. R-squared
0.262727
F-test
46.52357
** Koefisien signifikan pada taraf nyata 5%
* Koefisien signifikan pada taraf nyata 1%
Pola hubungan negatif antara nilai Q-Tobin dengan pertumbuhan investasi
dari ke 3 (tiga) sektor dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada saat kondisi pasar modal
kondusif, maka investor lebih tertarik untuk melakukan investasi di instrumen
keuangan, terutama perbankan dan perkebunan. Dengan demikian bila hubungan
negatif, dapat dijelaskan bahwa kondisi pasar modal cukup kondusif untuk melakukan
investasi di surat berharga jangka pendek, dibandingkan dengan investasi di sektor
riil, sehingga akan berpengaruh terhadap realisasi penyaluran kredit perbankan.
Pertumbuhan pasar modal yang tercermin dari nilai Q yang meningkat (karena nilai
pasar saham emiten yang meningkat), ternyata tidak mendorong investasi di sektor
riil.
186
Pola hubungan negatif dari struktur modal terhadap pertumbuhan investasi
dapat dijelaskan sebagai berikut, dengan semakin tingginya porsi dana internal berupa
ekuitas (saham atau keuntungan perusahaan) justru menurunkan pertumbuhan
investasi. Diduga, keuntungan perusahaan tidak selalu dialokasikan untuk investasi
barang modal, namun cenderung ke investasi portofolio.
Hal ini tercermin dari
pengaruh Q-Tobin yang negatif terhadap pertumbuhan investasi sektor. Penjelasan
lain, mengenai pengaruh negatif dari struktur modal, adalah pada saat kondisi pasar
modal kondusif yang memungkinkan korporasi untuk meningkatkan sumber dana
melalui penerbitan saham perdana (Initial Public Offering, IPO) atau right issue
(penerbitan saham), ada kecenderungan perusahaan menggunakan dana tersebut untuk
melunasi pinjamannya dan tidak diinvestasikan ke barang modal.
Secara umum, hasil analisis tujuan penelitian ketiga, menunjukkan bahwa
keputusan investasi perusahaan di sektor industri dasar dan kimia dan perbankan
memiliki pola hubungan yang negatif dengan nilai Q-Tobin masing-masing sektor,
kecuali di sektor pertanian. Sementara itu, pengaruh struktur modal adalah negatif
untuk sektor pertanian dan industri dasar dan kimia, sebaliknya untuk sektor
perbankan. Semakin tinggi nilai Q-Tobin, perusahaan tidak akan melakukan investasi
di aktiva tetap bersih, namun cenderung untuk mempertimbangkannya sebagai
indikasi bahwa pasar menilai harga per lembar saham perusahaan lebih tinggi dari
nilai bukunya, dan dapat digunakan sebagai inputan informasi dalam melakukan aksi
korporasi. Bunga pinjaman riil berpengaruh positif terhadap masing-masing sektor.
6.4. Intisari Analisis Panel Data
Berdasarkan analisis panel data, menunjukkan bahwa model estimasi yang
sesuai untuk menggambarkan pengaruh faktor makro dan mikro terhadap nilai Q-
187
Tobin sektoral serta pertumbuhan investasi sektoral adalah Random Effect Model.
Secara umum, pada model pengaruh liberalisasi keuangan sebagian besar variabel
bebas memberikan tanda yang sesuai dengan harapan atau teori ekonomi, kecuali
variabel FDI dan investasi portofolio untuk sektor industri dasar dan kimia. Nilai Rsquared yang rendah pada sektor industri dasar dan kimia serta sektor perbankan,
menunjukkan bahwa masih ada variabel penjelas lain belum dimasukkan dalam model
regresi tersebut untuk dapat menjelaskan perilaku nilai Q-Tobin. Nilai R-squared
yang rendah ini juga sebagai konsekuensi dari digunakannya data panel, dengan
jumlah data silang (cross section) yang lebih banyak dari data runtut waktu (time
series).
Pada model pengaruh liberalisasi keuangan dan kebijakan moneter, hanya
variabel kebijakan moneter berupa Money Supply (M2) yang memberikan tanda yang
tidak sesuai dengan harapan atau teori ekonomi, baik untuk sektor industri dasar dan
kimia dan sektor perbankan. Model estimasi pada sektor perbankan memiliki nilai Rsquared yang sangat rendah, juga pada model liberalisasi keuangan. Pada model
pertumbuhan investasi riil sektoral, variabel nilai Q-Tobin tidak memberikan tanda
sesuai dengan harapan baik di sektor industri dasar dan kimia serta perbankan.
Berbeda dengan ke-2 model sebelumnya, di model ini, nilai R-squared dari model
sektor perbankan justru terbesar dibandingkan dengan sektor industri dasar dan kimia.
Berdasarkan nilai R-squared, model estimasi untuk liberalisasi keuangan dan
kebijakan moneter terhadap nilai Q-Tobin, maka model yang lebih baik adalah model
pada sektor pertanian. Sedangkan untuk model pengaruh nilai Q-Tobin terhadap
pertumbuhan investasi riil sektoral, maka model yang lebih baik adalah model pada
sektor perbankan.
188
Kesamaan pola model liberalisasi keuangan dan kebijakan moneter pada
sektor industri dasar dan kimia dan perbankan, dapat dijelaskan oleh adanya
hubungan kausalitas nilai Q-Tobin sektor perbankan terhadap nilai Q-Tobin sektor
industri dasar dan kimia, namun tidak sebaliknya.
189
VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
7.1. Kesimpulan
Kesimpulan umum dari penelitian ini adalah: selama rentang waktu analisis
(2002-2009) liberalisasi keuangan di Indonesia memberikan pengaruh nyata terhadap
nilai Q-Tobin ke-3 (tiga) sektor (pertanian, industri dasar dan kimia dan perbankan).
1. Terdapat kesamaan pola pengaruh liberalisasi keuangan dari aspek makro, yaitu
Investasi Asing Langsung (Foreign Direct Investment, FDI), dan Investasi
Portofolio terhadap nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia serta perbankan,
dan sebaliknya pada sektor pertanian. Baik FDI maupun Investasi Portofolio
berpengaruh negatif terhadap nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia serta
perbankan, akan tetapi berpengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin sektor
pertanian.
Dari aspek mikro, kapitalisasi pasar dan pinjaman perusahaan
memberikan pengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin masing-masing sektor,
sedangkan aset perusahaan memberikan pengaruh negatif.
Pengaruh dari liberalisasi keuangan terhadap nilai Q-Tobin dari masingmasing sektor dapat dikatakan relatif kecil, khususnya adalah FDI. Kesamaan
pola diantara sektor perbankan dan industri dasar dan kimia, dapat dijelaskan
dengan adanya hubungan kausal antara nilai Q-Tobin sektor perbankan yang
mempengaruhi nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia.
Pengaruh FDI umumnya membutuhkan waktu untuk dapat memberikan
pengaruh terhadap nilai Q-Tobin, mengingat investasi FDI merupakan investasi
langsung dalam bentuk aset perusahaan. Sebaliknya dengan investasi portofolio,
memberikan pengaruh relatif lebih besar dibandingkan dengan FDI, sebagaimana
yang ditunjukkan dengan koefisien dari parameternya. Investasi Portofolio relatif
190
lebih terlihat pengaruhnya, karena umumnya menunjukkan investasi di instrumen
keuangan berupa saham ataupun obligasi. Namun demikian, investasi portofolio
relatif lebih mudah berpindah, sehingga apabila ada guncangan dari luar
(eksternal) maka akan terjadi perpindahan aliran dana ini ke instrumen lain atau
negara lain yang dianggap lebih menguntungkan bagi para investor yang terlibat
dalam investasi ini, terutama investor asing.
2. Pengaruh liberalisasi keuangan bersamaan dengan kebijakan moneter terhadap
nilai Q-Tobin masing-masing sektor menunjukkan adanya pengaruh nyata dari
suku bunga acuan yaitu SBI. Demikian pula dengan kebijakan uang beredar
(money supply, M2), yang berpengaruh nyata terhadap nilai Q-Tobin sektor
industri dasar dan kimia dan sektor perbankan. Dari aspek makro, baik SBI dan
uang beredar, keduanya memberikan pengaruh negatif terhadap nilai Q-Tobin
masing-masing sektor, kecuali pengaruh M2 terhadap nilai Q-Tobin sektor
pertanian.
Financial deepening berupa rasio kapitalisasi pasar terhadap Gross Domestic
Product yang mencerminkan besarnya partisipan pasar, berpengaruh nyata
terhadap nilai Q-Tobin sektor pertanian, namun tidak pada kedua sektor lainnya.
Sedangkan rasio kredit terhadap GDP hanya berpengaruh nyata terhadap sektor
perbankan. Besarnya partisipan di pasar modal memberikan pengaruh negatif
terhadap nilai Q-Tobin sektor pertanian, sedangkan jumlah penyaluran kredit
memberikan pengaruh positif terhadap nilai Q-Tobin sektor perbankan.
Dari
aspek mikro, pinjaman perusahaan memberikan pengaruh positif terhadap nilai Q
seluruh sektor, sedangkan aset perusahaan memberikan pengaruh negatif terhadap
nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia serta perbankan.
191
3. Berdasarkan analisis, secara umum bahwa keputusan investasi di ke-3 (tiga)
sektor memiliki pola hubungan negatif dengan nilai Q-Tobin dari sektor industri
dasar dan kimia serta perbankan, demikian pula dengan struktur modal yang
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan investasi sektor pertanian dan industri
dasar dan kimia.
pengaruh
positif
Pada sektor perbankan, struktur modal justru memberikan
terhadap
pertumbuhan
investasi.
Struktur
modal
menggambarkan porsi dana internal (ekuitas) terhadap total aset perusahaan
memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan investasi. Dalam model
yang memasukkan pengaruh suku bunga pinjaman riel, terdapat pengaruh nyata
dari variabel ini terhadap pertumbuhan investasi di masing-masing sektor.
Pengaruh dari suku bunga pinjaman riel ini adalah positif terhadap pertumbuhan
investasi. Artinya bunga pinjaman riil yang tinggi dapat menjadi daya tarik bagi
investor untuk berinvestasi di sektor riil.
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa dalam era liberalisasi keuangan,
terdapat pengaruh dari investasi portofolio terhadap nilai Q-Tobin dari masing-masing
sektor, demikian pula dengan kebijakan moneter berupa pengaruh negatif dari SBI
terhadap nilai Q-Tobin masing-masing sektor.
Namun demikian, tidak terjadi
pengaruh nilai Q-Tobin terhadap pertumbuhan investasi sektoral yang diwakili oleh
pertumbuhan investasi korporasi di sektor tersebut.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa dalam era liberalisasi keuangan tidak terjadi transmisi dari
investasi portofolio ke sektor riil, namun sebaliknya justru terjadi mekanisme
transmisi dari sektor riil ke pasar modal berupa penempatan dana jangka pendek
dalam bentuk investasi portofolio.
192
7.2. Implikasi Kebijakan
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan penelitian, maka Tabel 29 berikut
menyajikan keterkaitan antara model yang dihasilkan dari penelitian ini dengan
kebijakan-kebijakan yang saat ini telah diberlakukan oleh institusi terkait, untuk
merumuskan implikasi kebijakan.
Tabel 29. Keterkaitan kebijakan yang ada dengan model estimasi dan kebijakan yang
disarankan
No.
Aspek
Kebijakan yang ada
Kebijakan yang
Dasar:
disarankan
(Tren data,
model
estimasi)
Makro
1.
Investasi
No.
Pembatasan partisipasi Data
Portofolio
1055/KMK.013/1989. investor asing pada
menunjukkan
Kesempatan bagi
saham sektoral,
adanya trend
investor asing untuk
khususnya saham yang peningkatan
berpartisipasi dan
berbasis pada sumber
investasi
menguasai
daya alam dan
portofolio.
maksimum 49 persen memiliki pangsa GDP
Model estimasi
di pasar perdana
yang cukup besar,
menunjukkan
maupun 49 persen
seperti subsektor
adanya pola
saham yang tercatat
perkebunan,
hubungan
di bursa efek maupun pertambangan dan
positif antara
bursa paralel.
energi.
investasi
Belum ada
Kebijakan
portofolio
pembatasan
dimaksudkan untuk
dengan nilai
partisipasi investor
mengantisipasi,
Q-Tobin sektor
asing, pada sahampengaruh negatif dari
pertanian.
saham sektoral, baik
fluktuasi dana investor
sektor primer,
asing, terhadap indeks
sekunder maupun
saham sektor primer.
tersier.
Bila indeks saham
sektor primer menurun,
secara tidak langsung
akan mempengaruhi
kinerja GDP sektor
pertanian, khususnya
subsektor perkebunan.
2.
Investasi
Asing
Langsung
(FDI)
Keppres No.96 Tahun
2000 jo. No. 118
Tahun 2000.
Keleluasaan investor
dalam memilih usaha
melalui pembaharuan
Mempertimbangkan
portofolio (komposisi)
FDI berdasarkan
sektoral. Komposisi
tersebut diharapkan
dapat merangsang
Terdapat
peningkatan
akumulasi
FDI. Model
estimasi
menunjukkan
193
Tabel 29. Lanjutan
Daftar Bidang Usaha
yang Tertutup.
3.
Pajak
transaksi
investasi
portofolio
Peraturan IX.D.1
(lampiran Keputusan
Ketua BAPEPAM
Nomor: Kep01/PM/1993), tentang
benturan kepentingan
transaksi tertentu.
Pajak diberlakukan
pada hasil, namun
belum pada setiap
transaksi pada
investasi portofolio.
investor untuk
menanamkan dananya
pada sektor pertanian.
adanya pola
hubungan
positif antara
akumulasi FDI
dengan nilai
Q-Tobin sektor
pertanian.
Mempertimbangkan
Data
pengenaan pajak, untuk menunjukkan
setiap transaksi
adanya tren
penjualan atau
peningkatan
transaksi pembelian
investasi
dari investasi
portofolio.
portofolio.
Model estimasi
Pemberlakuan Tobinmenunjukkan
Tax pada setiap
adanya pola
transaksi (menurut
hubungan
referensi asli Tobin,
positif antara
sekitar 5 persen),
investasi
dikenakan seragam
portofolio
baik untuk transaksi
dengan nilai
beli maupun transaksi
Q-Tobin sektor
jual, dengan demikian
pertanian.
diharapkan tidak ada
kecenderungan imbal
hasil abnormal atas
transaksi investasi
portofolio.
Rumusan implikasi kebijakan berdasarkan Tabel 29 di atas adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh positif dari investasi portofolio terhadap nilai Q-sektor pertanian
memberikan indikasi bahwa terjadi aliran dana dari sektor riil ke investasi
portofolio, terutama saat terjadinya peningkatan harga komoditas pertanian,
misalnya Crude Palm Oil (CPO). Diperlukan kebijakan khusus di pasar modal
melalui aturan Badan Pengawas Pasar Modal, mengenai pembatasan kepemilikan
saham dalam portofolio investasi oleh pihak investor asing, khususnya untuk
saham-saham emiten sektor pertanian.
Hal ini untuk mencegah terjadinya
fluktuasi indeks saham bila terjadi aliran dana investasi portofolio keluar, yang
selanjutnya akan mempengaruhi fluktuasi dari nilai indeks saham sektoral.
194
Fluktuasi ini dapat berpengaruh kurang baik pada peluang untuk mendapatkan
dana dari pasar modal untuk perusahaan publik di sektor pertanian.
2. Adanya pengaruh positif dari akumulasi FDI terhadap nilai Q-sektor pertanian,
masih mengindikasikan adanya pengaruh investasi portofolio di saham sektor
pertanian.
Daya tarik investasi portofolio di saham-saham sektor pertanian,
khususnya sektor perkebunan, diharapkan juga dapat terjadi keadaan yang sama
dengan investasi asing langsung di sektor pertanian.
Portofolio berdasarkan
sektor dari FDI, khususnya pada sektor pertanian dapat menjadi pertimbangan
bagi institusi terkait penanaman modal, dalam menyusun kebijakan untuk
mendorong investasi asing langsung di sektor pertanian.
3. Diperlukan pemberlakuan pajak dalam transaksi di investasi portofolio,
sebagaimana yang disarankan dalam konsep Tobin Tax. Secara teoritis, konsep
Tobin Tax bertujuan untuk menjaga volatilitas nilai tukar, yang ditransmisikan
oleh gejolak di pasar keuangan, melalui segmentasi keuangan di area nilai tukar
sehingga bank sentral dan pemerintah masing-masing memiliki kewenangan
dalam kebijakannya atas nilai tukar. Dengan demikian diperlukan kebijakan pajak
yang seragam untuk setiap transaksi yang melibatkan nilai tukar di pasar
keuangan, demikian pula yang melibatkan transaksi pasar saham. Pengenaan
pajak atas setiap transaksi di pasar modal, akan mengurangi keuntungan bersih
dari investasi portofolio, sehingga menjadi pertimbangan bagi investor saat
menanamkan dananya di instrumen ini, khususnya pada sektor pertanian.
7.3. Saran Penelitian Lanjutan
1. Penelitian tentang pengaruh liberalisasi keuangan terhadap distribusi aliran dana
asing terhadap pertumbuhan investasi sektor. Dengan demikian dapat mengukur
195
efisiensi dan efektivitas alokasi dana di era liberalisasi keuangan terhadap
pertumbuhan investasi sektoral.
2. Penelitian tentang pengaruh liberalisasi keuangan terhadap pertumbuhan investasi
perusahaan yang belum terbuka di pasar modal, khususnya di sektor pertanian.
Aliran dana investasi portofolio tidak hanya diharapkan sebagai alternatif
pembiayaan, namun untuk menurunkan biaya modal, sebagai dasar bunga kredit
bagi perusahaan non-publik yang menggunakan pinjaman.
3. Pemberlakuan pembatasan investasi portofolio di sektor pertanian, dapat
menimbulkan konsekuensi negatif berupa penurunan indeks saham agribisnis
(JAKAGRI), yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap alternatif sumber
pembiayaan bagi korporasi di sektor ini. Untuk itu, dibutuhkan penelitian yang
mengkaji pengaruh pembatasan porsi investor asing terhadap investasi portofolio
atas emiten saham sektor pertanian di pasar modal.
4. Penelitian untuk menganalisis pengaruh pemberlakuan Tobin Tax, baik untuk
transaksi nilai tukar maupun investasi portofolio di pasar keuangan. Pengaruh
Tobin Tax dapat dilakukan secara terpisahkan dari pengaruh liberalisasi keuangan,
maupun simultan. Selain itu, disarankan melakukan penelitian khusus mengenai
pengaruh Tobin Tax untuk transaksi investasi portofolio serta imbal hasil yang
diperoleh.
5. Penelitian yang menguji kecepatan transmisi dana dari sektor riil ke investasi
portofolio, dan sebaliknya dari investasi portofolio ke investasi di sektor riil,
untuk mengetahui perbedaan kecepatan transmisi dari ke 2 (dua) aliran dana
tersebut.
196
197
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, B. 2003. Peran Kebijakan Moneter dan Perbankan dalam Mengatasi Krisis
Ekonomi di Indonesia. Bahan Kuliah Kursus Reguler Angkatan XXXVI
Lembaga Pertahanan Nasional, Jakarta.
Abdurohman. 2003. The Role of Financial Development In Promoting Economic
Growth: Empirical Evidence Of Indonesian Economy. Jurnal Keuangan Dan
Moneter, 6 (2): 84 – 96.
Abiad, A., N. Oomes, and K. Ueda. 2004. The Quality Effect: Does Financial
Liberalization Improve the Allocation of Capital?. Paper presented at the
Sixth Jacques Polak Annual Research Conference. November 3─4, 2005,
Washington, DC.
Arestis, P. and M. Glickman. 2002. Financial Crisis in South East Asia: Dispelling
Illusion the Minskyan Way. Cambridge Journal of Economics, 26(2): 237260.
Arestis, P. and A. Caner. 2004. Financial Liberalization and Poverty: Channels of
Influence. Working Papers Series. Levy Economics Institute of Bard College.
Annandale-on-Hudson, New York.
Arestis, P. 2005. Financial Liberalisation and The Relationship Between Finance
And Growth. Working Paper No. 05/05. Centre for Economics and Public
Policy. University of Cambridge, Cambridge.
Arestis, P., M. Nissanke, and H. Stein. 2005. Finance and Development: Institutional
and Policy Alternatives to Financial Liberalization Theory. Eastern Economic
Journal, 31 (2): 245.
Bank Indonesia. 2008. Outlook Ekonomi Indonesia 2008 – 2012. Integrasi Ekonomi
ASEAN dan Prospek Perekonomian Indonesia.
Biro Riset Ekonomi
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter.Bank Indonesia, Jakarta.
Bank Indonesia. 2009. Outlook Ekonomi Indonesia 2009 – 2014. Krisis Finansial
Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia. Biro Riset
Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter. Bank Indonesia,
Jakarta.
Bank Indonesia. 2008. Pasar Keuangan di Indonesia, Jakarta. www.bi.go.id.
Basri, F. 2009. Catatan Satu Dekade Krisis. Transformasi, Masalah Struktural, dan
Harapan Ekonomi Indonesia. Esensi Erlangga Group, Jakarta.
Basri, F dan H. Munandar. 2009. Lanskap Ekonomi Indonesia. Kajian dan
Renungan terhadap Masalah-masalah Struktural, Transformasi Baru, dan
Prospek Perekonomian Indonesia. Kencana,Jakarta.
198
Baltagi, B. H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edition. John
Wiley and Sons, Ltd., England.
Laporan Perekonomian Indonesia. 2006. Bank Indonesia, Jakarta.
___________________________. 2007. Bank Indonesia, Jakarta.
___________________________. 2008. Bank Indonesia, Jakarta.
___________________________. 2009. Bank Indonesia, Jakarta.
___________________________. 2010. Bank Indonesia, Jakarta.
BPS. 2008. Indikator Ekonomi, Juni 2008. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta.
____. 2009. Indikator Ekonomi, 2009. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta.
____. 2010. Indikator Ekonomi, 2010. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta.
Beine, M. and B. Candelon. 2005. Integration and Stock Market Co-Movement
between Emerging Economies. University of Luxemburg, Luxemburg.
Bekaert, G., C. R. Harvey, and C. Lundblad. 2004. Growth Volatility and Financial
Liberalization. National Bureau of Economic Research, Cambridge.
Bimantoro dan Bahroen. 2003. Organisasi Bank Indonesia. Pusat Pendidikan dan
Studi Kebanksentralan. Seri Kebanksentralan, 1(9): 1-43.
Bursa Efek Indonesia. 2008. Mengenal Pasar Modal. Jakarta. www.idx.co.id.
Cahyanto, H. 2002. Analisis Tingkat Integrasi Antara Pasar Modal Indonesia dengan
Pasar Modal Global.
Sripsi Sarjana.
Department of Management.
JIPTUMM.
Caporale, G. M., P. G. A. Howells, and A. M. Soliman. 2004. Stock Market
Development And Economic Growth: The Causal Linkage. Journal of
Economic Development, 29 (1): 33-50.
Chung, K. H. and Pruitt, S. W. 1994. A Simple Approximation of Tobin’s q.
Financial Management, 23 (3): 70 – 74.
Darsono. 2008. Analisis Keefektifan Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Sektor
Pertanian dengan Penekanan Pada Agroindustri di Indonesia. Disertasi
Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dekle R. and M. Pradhan. 1999. Financial Liberalization and Money Demand in the
ASEAN Countries. International Journal of Finance & Economics, 4 (3):
205.
Dornbusch, R., S. Fisher, and R. Starz. 2004. Macroeconomics. Mc-Graw Hill, New
York.
199
Dunn, R.M. Jr. and J. H. Mutti. 2000. International Economics. Fifth Edition.
Routledge. London.
Ehrmann, M. and M. Fratzscher. 2004. Taking Stock: Monetary Policy Transmission
to Equity Markets. Working Paper Series No. 354. European Central Bank.
Elkins, Z., A. T. Guzman, and B. A. Simmons. 2004. Competing for Capital: The
Diffusion of Bilateral Investment Treaties, 1960-2000. UC Berkeley Public
Law Research Paper No. 578961.
Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. Second Edition. John Wiley &
Sons, Inc., New Jersey.
Engle, R.F. and C.W.J. Granger. 1987. Cointegration and Error-Correction:
Representation, Estimation, and Testing. Econometrica, 55: 251-276.
Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series. PT
Penerbit IPB Press. Kampus IPB Taman Kencana Bogor. Bogor.
Fuss, R. 2006. Financial Liberalization and Stock Price Behaviour in Asian
Emerging Markets. Economic Change and Restructuring (2005) 38:37–62.
DOI 10.1007/s10644-005-4522-6. Springer 2006.
Galindo, F. S., A. Weiss and Arturo. 2003. Does Financial Liberalization Improve
The Allocation Of Investment? Micro Evidence from Developing Countries,
Washington, DC.
García-Herrero, A. and P. Wooldridge. 2007. Global and Regional Financial
Integration: Progress in Emerging Markets.
BIS Quarterly Review.
http://ssrn.com/abstract=1458345. Bank for International Settlements.
Glick, R. and M. Hutchison. 2000. Capital Controls and Exchange Rate Instability in
Developing Economies. Unpublished. Federal Research Bank of Fransisco.
Gudmundsson, M. 2008. Financial Globalisation: Key Trends and Implications for
the Transmission Mechanism of Monetary Policy.
Financial Market
Developments and Their Implications for Monetary Policy. BIS Papers no.
39, Bank for International Settlements.
Guonan Ma and R. N. McCauley. 2007. Do China’s Capital Controls Still Bind?
Implications For Monetary Autonomy and Capital Liberalisation. BIS
Working Papers No. 233. Monetary and Economic Department. Bank for
International Settlements.
Gujarati, D. N. 1995. Basic Econometrics. International Edition. McGraw Hill. Inc.
Singapore.
Hali J. E., M. W. Klein, L. A. Ricci and T. Sløk. 2004. Capital Account
Liberalization and Economic Performance: Survey and Synthesis. IMF Staff
Papers 51 (2): 220 - . ABI/INFORM Global.
200
Han Kin Sang, N. 1998. Tobin’s Q for Canadian Firms. Thesis. Faculty of
Commerce and Administration, Concordia University, Montreal.
Haryanto, FX.
2007.
Dampak Instrumen Kebijakan Moneter Terhadap
Perekonomian Indonesia: Suatu Analisis Jalur Mekanisme Transmisi Moneter.
Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Helmut, W. 2005. Globalization and Financial Instability: Challenges for Exchange
Rate and Monetary Policy. International Journal of Social Economics, 32 (7):
616 – 638.
Henry, P.B. 2000. Stock Market Liberalization, Economic Reform, and Emerging
Market Equity Prices. The Journal of Finance, 15 (2).
Henry, P. B. and A. Chari. 2002. Capital Account Liberalization: Allocative
Efficiency or Animal Spirit?. AEA, Michigan and Stanford Seminar Paper.
University of Michigan Business School and Stanford University, Graduate
School of Business, California.
Hidayat, T. 2009. Millenium Baru: Quo Vadis Pasar Modal Indonesia. Catatan
Pinggir.
Holmes, M. J. 2010. An Alternative Perspective on Tobin’s Q and Aggregate
Investment Expenditure. International Journal of Business and Economics, 9
(1): 23 – 28.
IDX Fact Book 2006. Indonesia Stock Exchange, Jakarta.
____________ 2007. Indonesia Stock Exchange, Jakarta.
_____________ 2008. Indonesia Stock Exchange, Jakarta.
_____________ 2009. Indonesia Stock Exchange, Jakarta.
_____________2010. Indonesia Stock Exchange. Jakarta.
Ilham, N. 2006. Efektivitas Kebijakan Harga Pangan Terhadap Ketahanan Pangan
dan Dampaknya pada Stabilitas Ekonomi Makro. Disertasi Doktor. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jayadev, A. 2005. Financial Liberalisations and Its Distributional Consequenses: An
Empirical Exploration. PhD. Graduate School of the University of
Massachusetts, Armherst. UMI Microform 3193913. Copyright 2006 by
ProQuest Information and Learning Company.
Joyce, J.P. and I. Noy. 2005. The IMF and the Liberalization of Capital Flows.
Unpublished. 1-40.Department of Economics Wellesley College and
University of Hawaii. Honolulu.
201
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 646/KMK.010/1995
tentang Pemilikan Saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana oleh Pemodal
Asing. Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan, Jakarta.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 455/KMK.01/1997 tentang
Pembelian Saham oleh Pemodal Asing Melalui Pasar Modal. Badan Pengawas
Pasar Modal Lembaga Keuangan, Jakarta.
Krugman, P. R. and M. Obstfeld. 2003. International Economics: Theory and Policy.
Sixth Edition. Addison–Wesley Publishing Co., New York.
Laeven, L. 2003. Does Financial Liberalization Reduce Financing Constraints?.
Financial Management, 32 (1): 5. ABI/INFORM. Complete.
Lane, P. R., and G. M. Milesi-Ferretti. 2001a. The External Wealth of Nations:
Measures of Foreign Assets and Liabilities for Industrial and Developing
Countries. Journal of International Economics, 55: 263–940.
Levine, R., and S. Zervos. 1997 Stock Markets, Banks, and Economic Growth.
World
Bank
Policy
Research
Working
Paper
No.
1690.
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=60141.
Liebana, P. L. 2002. Financial Liberalization and Monetary Control in A Developing
Country. PhD Dissertation. Department of Economics. University of Notre
Dame, Indiana.
Mankiw, N. G. 2003. Teori Makroekonomi. Fifth Edition. Harvard University.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Maski, G. 2007. Transmisi Kebijakan Moneter. Kajian Teoritis dan Empiris. Badan
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya (BPFE – Unibraw),
Malang.
Meilani. 2007. Mengenal Pasar Modal. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia.
Millar, J. N. 2005. Gestation Lags for Capital, Cash Flows, and Tobin’s Q. Finance
and Economics Discussion Series. Divisions of Research & Statistics and
Monetary Affairs. Federal Reserve Board, Washington, D.C.
Mishkin, F.S. 1992. The Economics of Money, Banking and Financial Markets.
Third Edition. Harper Collins Publishers Inc., New York.
Mishkin, F.S. 1996. The Channels of Monetary Transmission: Lesson For Monetary
Policy. Banque de France Bulletin Digest – no. 27 –March 1996. Federal
Reserve Bank of New York, Graduate School of Business, Columbia
University and National Bureau of Economic Research, New York.
Mishkin, F. S. 2000. Financial Policies and the Prevention of Financial Crises in
Emerging Market Economies. Graduate School of Business, Columbia
University and National Bureau of Economic Research.
202
Mishkin, F. S. 2007. The Economics of Money, Banking and Financial Markets.
Alternate Edition. Pearson International Edition.
Mosley, P. 1999. Micro-Macro Linkages in Financial Markets: The Impact of
Financial Liberalization on Access to Rural Credit in Four African Countries.
Journal of International Development, 11 (3): 367 ABI/INFORM Global.
Nachrowi, N. D., dan H. Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrika. Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Nuryati, Y. 2004. Pelaksanaan Kebijakan Moneter Pentargetan Inflasi di Indonesia.
Thesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nuryati, Y., H. Siregar, dan A. Ratnawati. 2006. Dampak Kebijakan Inflation
Targeting terhadap beberapa Variabel Makroekonomi di Indonesia. Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan Bank Indonesia, Jakarta.
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 11 Tahun 2009
tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan dan Pelaporan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009
tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal.
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 7 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian
Pelaksanaan Penanaman Modal.
Perkembangan Realisasi Investasi, 1990 – 31 Desember 2009. Badan Koordinasi
Penanaman Modal, Jakarta.
Phylaktis, K and F. Ravazzolo. 1998. Measuring Financial and Economic Integration
with Equity Prices in Emerging Markets. City University Business School
City University Business School, London.
Prasetyantoko, A. dan L. F. Marta. 2008. Indonesia’s Ponzy Economy: Does
Financial Crisis Give a Lesson?. Munich Personal RePec Archive. MPRA
Paper No. 6776, posted 17-January 2008.
Radelet, S. and J. Sachs. 1998a. The Onset of the East Asian Currency Crisis. NBER
Working Paper No. 6680 (April). Available from the research section of the
HIID website: www.hiid.harvard.edu.
Radelet, S. and J. Sachs. 1998b. The East Asian Financial Crisis: Diagnosis,
Remedies, Prospects. Brookings Papers on Economic Activity, 1: 1-74.
203
Rivai, V., A. P. Veithzal, dan F. N. Idroes. 2007. Bank and Financial Institution
Management. Conventional and Sharia System. PT. RajaGrafindo Perkasa.
Jakarta.
Romer, D. 2001. Advanced Macroeconomics.
Edition. McGraw-Hill Higher Education.
International Edition.
Second
Sabirin, S. 1999. Pemberdayaan Perbankan dalam Mengatasi Krisis Ekonomi di
Indonesia. Pidato Ilmiah Dies Natalis Universitas YARSI 24 April 1999.
Jakarta.
Sarwedi, 2002.
Investasi Asing Langsung di Indonesia dan Faktor Yang
Mempengaruhinya. Jurnal Akuntansi & Keuangan, 4 (1): 17 – 35. Jakarta
Setyawan, A. A. 2008. Foreign Direct Investment (FDI), Kebijakan Industri dan
Masalah Pengangguran: Studi Empirik di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Pembangunan, 9 (1): 107 – 119.
Simmons, B. A. and Z. Elkins. 2004. The Globalization of Liberalization: Policy
Diffusion in the International Political Economy. American Political Science
Review, 98 (1): 171-189.
Simorangkir, I. 2007. Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal di Indonesia: Suatu
Kajian dengan Pendekatan Game Theory. Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan Bank Indonesia, Jakarta.
Singh, R. 1998. Memahami Globalisasi Keuangan. Panduan Untuk Memperkuat
Rakyat. YAKOMA-PGI, Jakarta.
Siregar. M. E. Manajemen Moneter Alternatif dan Penerapannya di Indonesia.
Stiglitz, J.E. and A. Weiss. 1981. Credit Rationing in Markets with Imperfect
Information. American Economic Review, 71: 393 – 409.
Stiglitz, J. and B. Greenwald. 2003. Towards a New Paradigm in Monetary
Economics. The Raffaele Mattioli Lecture Series. Cambridge University
Press. United Kingdom.
Singh, S., A. Razi, N. Endut and H. Ramlee. 2008. Impact of Financial Market
Developments on the Monetary Transmission Mechanism. Financial Market
Developments and Their Implications for Monetary Policy. BIS Papers no.
39. Monetary and Economic Department. Bank for International Settlements.
Thomas, R. L. 1997. Modern Econometrics: An Introduction. Addison Wesley
Longman, London.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608).
204
Verbeek, M. 2000. A Guide to Modern Econometrics. John Wiley and Sons. Ltd.
London.
Victor, A. P. 2003. Essays on Business Cycles, Open Economies and Asset Prices
Volatility. PhD. Dissertation. Graduate School of Arts and Sciences.
Georgetown University, Washington DC.
Wyplosz, C. 2001. How Risky is Financial Liberalization in the Developing
Countries?. Graduate Institute of International Studies, Geneva and CEPR.
Yustika, A. E. 2004. Reformasi Ekonomi, Konsensus Washington dan Rintangan
Politik. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 6 (1): 1-14.
Zhu, H. 2003. Credit Constraints, Financial Liberalisation And Twin Crises. BIS
Working Papers No 124. Monetary and Economic Department. Bank for
International Settlements.
Zhang, H. 2001. The Causes and Impacts of International Financial Liberalization.
PhD. Dissertation. Claremont Garduate University, California.
Lampiran 1. Kerangka Ruang Lingkup Penelitian
Deregulasi Sektor
Perbankan dan
Moneter:
1. 1983
2. Pakto 1988
3. Pakdes 1988
4. 1989: kebijakan
sukubunga deposito
M
A
K
R
O
Liberalisasi
Keuangan
Liberalisasi Capital
Account:
1. Sistem Nilai Tukar
Bebas 1982
Liberalisasi Pasar
Modal:
1. Pakdes 1987
2. Pakto 1988
3. Pakdes 1988
4. KMK 1989
Sampai 1997:
1. Peningkatan jumlah
bank (asing dan
domestik)
2. Aliran modal asing
(FDI, tabungan
asing, portofolio
investasi keuangan)
3. Transaksi asing
pada bursa lokal
Sampai 1997:
1. Peningkatan jumlah
tabungan
2. Peningkatan
investasi - Kredit
Krisis Nilai Tukar dan
Moneter Thailand
Krisis Ekonomi
1997/1998:
1. Arus Balik Kapital
dari Portofolio
Investasi
2. Krisis Nilai Tukar
3. Inflasi Tinggi
4. Pertumbuhan (-)
5. Pengangguran ↑
Keuangan Global
Kebijakan Moneter
Arus balik Kapital dan
Portofolio Investasi
1. Nilai Tukar Rupiah
2. Indeks Bursa
3. Sukubunga
1. Sistem nilai tukar
fleksibel
2. Program IMF
3. UU no. 23/1999 ttg
Bank Indonesia
Pertumbuhan
Ekonomi
Indikator Investasi
Perusahaan:
Rasio Q-Tobin
M
I
K
R
O
Korporasi:
1. Ketersediaan dana
kredit: domestik
dan luar negeri
2. Sumber dana:
Perbankan dan
Pasar Modal
3. Investasi Asing
Langsung
Korporasi:
1. Peningkatan
Pinjaman Asing
2. Peningkatan
Investasi
Internal Korporasi:
1. Rencana Strategis
2. Kinerja
Pertumbuhan
Ekonomi Sektoral
Korporasi:
1. Leverage
2. Nilai Perusahaan
3. Kredibilitas
4. Ketersediaan kredit
Pertumbuhan
Investasi Korporasi
Lampiran 2. Daftar Sampel Perusahaan
SEKTOR
PERTANIAN
INDUSTRI DAN PENGOLAHAN
KEUANGAN
Kap. Pasar
SUBSEKTOR
3.75% PERKEBUNAN - PAKAN TERNAK
tanaman
perkebunan
peternakan
perikanan
kehutanan
8.10% INDUSTRI DASAR & KIMIA
semen
keramik, kaca, porselain
logam dan produk turunannya
kimia
plastik dan kemasan
pakan ternak
industri perkayuan
kertas dan pulp
23.70% PERBANKAN
bank
TICKER
AALI
CPIN
CPDW
DSFI
IIKP
JPFA
LSIP
MBAI
SIPD
SMAR
TBLA
UNSP
NAMA PERUSAHAAN
Astra Agro Lestari Tbk
Charoen Pokphand Indonesia Tbk
Cipendawa Tbk
Dharma Samudera Fishing Industries Tbk
Inti Agri Resources
Japfa Comfeed Indonesia
London Sumatra Plantation
Multibreeder Adirama Ind.
Sierad Produce
Sinar Mas Resources & Technologie
Tunas Baru Lampung
Bakrie Sumatra Plantations
AMFG
ARNA
IKAI
INTP
MLIA
SMCB
SMGR
TOTO
ALMI
BTON
INAI
JPRS
LION
LMSH
PICO
TBMS
AKPI
APLI
BRNA
Asahimas Flat Glass
Arwana Citramulia
Intikeramik Alamasri Industri
Indocement Tunggal Prakarsa
Mulia Industrindo
Holchim Indonesia
Semen Gresik
Surya Toto Indonesia
Alumindo Light Metal Industry
Betonjaya Manunggal
Indal Aluminium Industry
Jaya Pari Steel
Lion Metal Works
Lionmesh Prima
Pelangi Indah Canindo
Tembaga Mulia Semanan
Argha Karya Prima Ind.
Asiapliast Industries
Berlina
BBCA
BBNI
BBNP
BBRI
BDMN
BEKS
BMRI
BNGA
BNII
BNLI
BSWD
BVIC
MAYA
MEGA
PNBN
Bank Central Asia
Bank Negara Indonesia
Bank Nusantara Parahyangan
Bank Rakyat Indonesia
Bank Danamon Indonesia
Bank Eksekutif Internasional
Bank Mandiri
Bank CIMB Niaga
Bank Internasional Indonesia
Bank Permata
Bank Swadesi
Bank Victoria Internasional
Bank Mayapada
Bank Mega
Bank Pan Indonesia
TICKER
DYNA
FPNI
IGAR
SIMA
TRST
FASW
SAIP
SPMA
SULI
TIRT
BRPT
DPNS
EKAD
ETWA
INCI
SOBI
SRSN
UNIC
NAMA PERUSAHAAN
Dynaplast
Titan Kimia Nusantara
Kageo Igar Jaya
Siwani Makmur
Trias Sentosa
Fajar Surya Wisesa
Surabaya Agung Industry
Suparma
Sumalindo Lestari Jaya
Tirta Mahakam Resources
Barito Pasific
Duta Pertiwi Nusantara
Ekadharma Internasional
Eterindo Wahanatama
Intanwijaya Internasional
Sorini Agro Asia Corporindo
Indo Acidatama
Unggul Indah Cahaya
209
Lampiran 3. Uji Granger Causality
Data : 64 emiten
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 10/03/10 Time: 23:15
Sample: 2002 2009
Lags: 1
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
7
-1.77839
0.58207
1.0000
0.4880
Q_PERBANKAN does not Granger Cause Q_PERTANIAN
Q_PERTANIAN does not Granger Cause Q_PERBANKAN
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 10/03/10 Time: 23:17
Sample: 2002 2009
Lags: 1
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
7
-3.18910
0.01045
1.0000
0.9235
Obs
F-Statistic
Prob.
7
3.31644
8.47538
0.1427
0.0436
Obs
F-Statistic
Q_PERBANKAN does not Granger Cause Q_PERTANIAN
Q_PERTANIAN does not Granger Cause Q_PERBANKAN
6
NA
NA
NA
NA
Q_INDUSTRI does not Granger Cause Q_PERTANIAN
Q_PERTANIAN does not Granger Cause Q_INDUSTRI
6
NA
NA
NA
NA
Q_INDUSTRI does not Granger Cause Q_PERBANKAN
Q_PERBANKAN does not Granger Cause Q_INDUSTRI
6
0.29948
0.55462
Q_INDUSTRI does not Granger Cause Q_PERTANIAN
Q_PERTANIAN does not Granger Cause Q_INDUSTRI
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 10/03/10 Time: 23:18
Sample: 2002 2009
Lags: 1
Null Hypothesis:
Q_INDUSTRI does not Granger Cause Q_PERBANKAN
Q_PERBANKAN does not Granger Cause Q_INDUSTRI
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 10/03/10 Time: 23:24
Sample: 2002 2009
Lags: 2
Null Hypothesis:
Prob.
0.7908
0.6886
210
Korelasi Q
Q_PERTANIAN
Q_PERBANKAN
Q_INDUSTRI
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
Q_PERTANIAN Q_PERBANKAN
1.000000
-0.249260
-0.249260
1.000000
0.249712
0.523666
Q_INDUSTRI
0.249712
0.523666
1.000000
Q_PERTANIAN Q_PERBANKAN
2005.500
2.074921
2005.500
1.926912
2009.000
4.054547
2002.000
0.661816
2.449490
1.138541
2.81E-16
0.330314
1.761905
2.357675
Q_INDUSTRI
1.727913
1.657670
2.200444
1.378548
0.259107
0.659591
2.566140
Jarque-Bera
Probability
0.510960
0.774545
0.283004
0.868053
0.642825
0.725124
Sum
Sum Sq. Dev.
16044.00
42.00000
16.59937
9.073933
13.82330
0.469953
Observations
8
8
8
211
Lampiran 4. Model Estimasi Pengaruh Liberalisasi Keuangan terhadap Nilai Q-Tobin
Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan dengan
menggunakan Model Estimasi Pooled Least Square, Fixed Effect Model dan
Random Effect Model dengan Program EViews 6.
LIBERALISASI KEUANGAN DAN SEKTOR PERTANIAN
LIB-DATAPERTANIAN-FDI-RIIL
16 November 2010
Data: Libdatapertanian-riil yang sudah direvisi
Penambahan variabel : krisis finansial : dum08
rasio_q c kurs fdi devisa invport sbi bunga_k kredit_tot bunga_p pinjaman aset kap_pasar
dum08
PLS
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/21/10 Time: 23:55
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
3.463214
-0.000724
0.066301
-0.015643
0.047008
0.225898
0.002302
0.000310
-0.000154
0.000285
-1.779289
0.109615
1.40E-05
0.003433
0.004774
0.010410
0.009659
9.02E-05
0.000134
5.62E-05
8.40E-06
0.101992
31.59446
-51.78349
19.31060
-3.276324
4.515716
23.38673
25.52516
2.312616
-2.742580
33.94290
-17.44544
0.0000
0.0000
0.0000
0.0015
0.0000
0.0000
0.0000
0.0232
0.0074
0.0000
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.667968
0.628905
1.249185
132.6393
-151.7358
17.09990
0.000000
Fixed Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/21/10 Time: 23:56
Sample: 2002 2009
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.074920
2.050614
3.390329
3.684160
3.509100
1.321885
212
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
Lampiran 4. Lanjutan
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
3.451559
-0.000827
0.079268
-0.046668
0.107293
0.277993
0.002545
0.000735
0.000139
0.000296
-1.965796
0.411850
3.58E-05
0.002333
0.007751
0.012393
0.008686
0.000145
0.000165
0.000122
1.09E-05
0.117096
8.380625
-23.07219
33.97562
-6.020808
8.657303
32.00505
17.60198
4.455374
1.142462
27.12923
-16.78788
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2569
0.0000
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.745502
0.673279
1.172121
101.6662
-138.9708
10.32228
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.074920
2.050614
3.353557
3.941220
3.591100
1.679025
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
2.049492
25.530051
d.f.
Prob.
(11,74)
11
0.0351
0.0076
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/21/10 Time: 23:56
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
213
Lampiran 4. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
3.463214
-0.000724
0.066301
-0.015643
0.047008
0.225898
0.002302
0.000310
-0.000154
0.000285
-1.779289
0.109615
1.40E-05
0.003433
0.004774
0.010410
0.009659
9.02E-05
0.000134
5.62E-05
8.40E-06
0.101992
31.59446
-51.78349
19.31060
-3.276324
4.515716
23.38673
25.52516
2.312616
-2.742580
33.94290
-17.44544
0.0000
0.0000
0.0000
0.0015
0.0000
0.0000
0.0000
0.0232
0.0074
0.0000
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.667968
0.628905
1.249185
132.6393
-151.7358
17.09990
0.000000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
Effect
-0.637076
-0.447743
1.517421
0.808209
2.091064
-1.156174
-0.014564
0.182486
0.029386
-1.746479
-0.414158
-0.212372
Random Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/21/10 Time: 23:57
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
Swamy and Arora estimator of component variances
2.074920
2.050614
3.390329
3.684160
3.509100
1.321885
214
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Lampiran 4. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
3.445128
-0.000732
0.067551
-0.018303
0.052325
0.230629
0.002331
0.000356
-0.000131
0.000286
-1.801632
0.137180
1.48E-05
0.003625
0.005099
0.011088
0.010562
0.000100
0.000154
5.62E-05
6.23E-06
0.094861
25.11394
-49.57202
18.63703
-3.589512
4.718961
21.83502
23.30917
2.318757
-2.330107
45.90309
-18.99243
0.0000
0.0000
0.0000
0.0006
0.0000
0.0000
0.0000
0.0228
0.0222
0.0000
0.0000
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
0.318530
1.172121
Rho
0.0688
0.9312
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.670753
0.632018
1.212457
17.31649
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
1.645102
1.998725
124.9544
1.395787
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.666632
133.1728
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
2.074920
1.309650
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
10
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
215
Lampiran 4. Lanjutan
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
Fixed
-0.000827
0.079268
-0.046668
0.107293
0.277993
0.002545
0.000735
0.000139
0.000296
-1.965796
Random
Var(Diff.)
Prob.
-0.000732
0.067551
-0.018303
0.052325
0.230629
0.002331
0.000356
-0.000131
0.000286
-1.801632
0.000000
-0.000008
0.000034
0.000031
-0.000036
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.004713
0.0037
NA
0.0000
0.0000
NA
0.0407
0.0000
0.0125
0.2471
0.0168
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/21/10 Time: 23:58
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
3.451559
-0.000827
0.079268
-0.046668
0.107293
0.277993
0.002545
0.000735
0.000139
0.000296
-1.965796
0.411850
3.58E-05
0.002333
0.007751
0.012393
0.008686
0.000145
0.000165
0.000122
1.09E-05
0.117096
8.380625
-23.07219
33.97562
-6.020808
8.657303
32.00505
17.60198
4.455374
1.142462
27.12923
-16.78788
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2569
0.0000
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
0.745502
Mean dependent var
2.074920
216
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.673279
1.172121
101.6662
-138.9708
10.32228
0.000000
Lampiran 4. Lanjutan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Effect
-0.062838
0.022756
0.220260
-0.013756
0.454057
-0.057594
0.110191
-0.154060
-0.148291
-0.177153
-0.170565
-0.023008
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.050614
3.353557
3.941220
3.591100
1.679025
217
Lampiran 4. Lanjutan
16 November 2010
Data: Libdataindustri-riil yang sudah direvisi
rasio_q c kurs fdi devisa invport sbi bunga_k kredit_tot bunga_p pinjaman aset kap_pasar
Workfile: Libindustrirevisi
Penambahan variabel dummy: Krisis Finansial 2008
rasio_q c kurs fdi devisa invport sbi bunga_k kredit_ind bunga_p pinjaman aset kap_pasar dum08
PLS
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/21/10 Time: 23:39
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_IND
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
2.131224
0.000433
-0.085482
0.036807
-0.158462
-0.088661
-0.111270
-2.70E-06
-0.000121
0.000162
-2.060140
0.090820
1.33E-05
0.003148
0.001031
0.004221
0.004356
0.006553
6.15E-05
3.74E-05
2.36E-05
0.081479
23.46637
32.59697
-27.15180
35.69387
-37.53778
-20.35370
-16.97915
-0.043872
-3.231854
6.871728
-25.28424
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.9650
0.0014
0.0000
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.253061
0.226852
1.623153
750.8683
-557.7747
9.655709
0.000000
Fixed Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/21/10 Time: 23:40
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.802629
1.845985
3.843072
3.980214
3.897981
0.963864
218
Total panel (balanced) observations: 296
Lampiran 4. Lanjutan
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_IND
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
1.856954
0.000459
-0.088050
0.038735
-0.162757
-0.080811
-0.118487
0.000164
-0.000157
0.000153
-2.096343
0.210918
1.29E-05
0.001924
0.000842
0.001871
0.009488
0.005798
0.000131
5.94E-05
2.00E-05
0.061744
8.804136
35.59711
-45.76471
46.00919
-86.98287
-8.517306
-20.43554
1.254151
-2.639586
7.685280
-33.95204
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2110
0.0088
0.0000
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.546743
0.463009
1.352732
455.6412
-483.8450
6.529504
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.802629
1.845985
3.586791
4.172760
3.821401
1.572470
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
4.481569
147.859285
d.f.
Prob.
(36,249)
36
0.0000
0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/21/10 Time: 23:41
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
219
Lampiran 4. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_IND
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
2.131224
0.000433
-0.085482
0.036807
-0.158462
-0.088661
-0.111270
-2.70E-06
-0.000121
0.000162
-2.060140
0.090820
1.33E-05
0.003148
0.001031
0.004221
0.004356
0.006553
6.15E-05
3.74E-05
2.36E-05
0.081479
23.46637
32.59697
-27.15180
35.69387
-37.53778
-20.35370
-16.97915
-0.043872
-3.231854
6.871728
-25.28424
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.9650
0.0014
0.0000
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.253061
0.226852
1.623153
750.8683
-557.7747
9.655709
0.000000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Effect
-0.541761
-0.581618
-0.567634
-0.523666
0.056856
-0.584653
1.139833
-0.354082
0.328141
-0.023975
1.001337
3.022394
1.072532
1.352664
-0.367624
-0.778096
-0.736438
-0.829766
-0.676507
-0.752098
-0.723797
-0.394957
-0.835807
-0.967735
-0.512846
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.802629
1.845985
3.843072
3.980214
3.897981
0.963864
220
26
27
28
29
26
27
28
29
-0.584355
-0.681571
-0.062914
-0.025598
30
31
32
33
34
35
36
37
30
31
32
33
34
35
36
37
0.955909
2.092129
1.161148
-0.884731
-0.480510
0.031058
2.470600
-1.211863
Random Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/21/10 Time: 23:42
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
Swamy and Arora estimator of component variances
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_IND
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
1.975827
0.000448
-0.086918
0.038060
-0.161092
-0.084714
-0.115124
9.06E-05
-0.000144
0.000156
-2.082321
0.126519
1.31E-05
0.003188
0.000876
0.003312
0.006982
0.007631
8.29E-05
5.82E-05
2.07E-05
0.074438
15.61678
34.18388
-27.26253
43.46518
-48.64439
-12.13275
-15.08699
1.092533
-2.478096
7.547701
-27.97379
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2755
0.0138
0.0000
0.0000
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
0.935406
1.352732
Rho
0.3235
0.6765
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.317469
0.293520
1.347746
13.25633
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
Unweighted Statistics
0.820623
1.603461
517.6798
1.389092
221
R-squared
Sum squared resid
0.250746
753.1949
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
1.802629
0.954739
Lampiran 4. Lanjutan
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
10
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_IND
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
Fixed
0.000459
-0.088050
0.038735
-0.162757
-0.080811
-0.118487
0.000164
-0.000157
0.000153
-2.096343
Random
Var(Diff.)
Prob.
0.000448
-0.086918
0.038060
-0.161092
-0.084714
-0.115124
0.000091
-0.000144
0.000156
-2.082321
-0.000000
-0.000006
-0.000000
-0.000007
0.000041
-0.000025
0.000000
0.000000
-0.000000
-0.001729
NA
NA
NA
NA
0.5435
NA
0.4678
0.2939
NA
NA
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/21/10 Time: 23:42
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
1.856954
0.000459
-0.088050
0.038735
-0.162757
-0.080811
0.210918
1.29E-05
0.001924
0.000842
0.001871
0.009488
8.804136
35.59711
-45.76471
46.00919
-86.98287
-8.517306
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
222
KREDIT_IND
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
-0.118487
0.000164
-0.000157
0.000153
-2.096343
0.005798
0.000131
5.94E-05
2.00E-05
0.061744
-20.43554
1.254151
-2.639586
7.685280
-33.95204
0.0000
0.2110
0.0088
0.0000
0.0000
Effects Specification
Lampiran 4. Lanjutan
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
0.546743
0.463009
1.352732
455.6412
-483.8450
6.529504
0.000000
Effect
-0.458406
-0.477176
-0.456528
-0.378978
0.236666
-0.346577
0.826125
-0.292086
0.255221
-0.041241
0.775022
2.371735
0.826537
1.050822
-0.305687
-0.621762
-0.586291
-0.673051
-0.554089
-0.608159
-0.590407
-0.336208
-0.684081
-0.779110
-0.379561
-0.349552
-0.528956
-0.031756
-0.028961
0.784196
1.635319
0.898458
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.802629
1.845985
3.586791
4.172760
3.821401
1.572470
223
33
34
35
36
37
33
34
35
36
37
-0.711075
-0.404549
0.007386
1.938333
-0.981571
224
Lampiran 4. Lanjutan
16 November 2010
Data: Libdataperbankan-riil yang sudah direvisi
rasio_q c kurs fdi devisa invport sbi bunga_k kredit_tot bunga_p pinjaman aset kap_pasar
Workfile: Libperbankanrevisi
Penambahan variabel dummy : krisis finansial 2008 – dum08
rasio_q c kurs fdi devisa invport bunga_k kredit_tot pinjaman aset kap_pasar dum08
PLS
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/21/10 Time: 18:08
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
0.372895
0.000304
-0.035216
0.044895
-0.160232
-0.120571
-0.000274
4.20E-05
-3.98E-05
-2.70E-06
-0.544850
0.083761
9.36E-06
0.007540
0.001018
0.005321
0.007419
0.000125
1.34E-05
1.29E-05
7.32E-06
0.234474
4.451874
32.47232
-4.670542
44.10154
-30.11501
-16.25134
-2.200844
3.133317
-3.071169
-0.368511
-2.323709
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0299
0.0022
0.0027
0.7132
0.0220
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.085559
0.001666
1.372486
205.3253
-202.4988
1.019857
0.431659
Fixed Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/21/10 Time: 18:10
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.727907
1.373631
3.558314
3.813834
3.662082
1.285750
225
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Lampiran 4. Lanjutan
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
0.400565
0.000296
-0.031372
0.043080
-0.156841
-0.118590
-0.000424
4.00E-05
-3.64E-05
1.20E-07
-0.461168
0.099725
8.84E-06
0.007010
0.002410
0.004607
0.008062
0.000185
1.37E-05
1.20E-05
7.27E-06
0.234935
4.016721
33.53266
-4.475156
17.87342
-34.04147
-14.70995
-2.297347
2.919187
-3.041976
0.016476
-1.962957
0.0001
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0238
0.0044
0.0030
0.9869
0.0526
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.249690
0.060139
1.331686
168.4719
-190.6292
1.317267
0.174682
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.727907
1.373631
3.593821
4.174548
3.829657
1.561132
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
1.484382
23.739188
d.f.
Prob.
(14,95)
14
0.1319
0.0493
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/21/10 Time: 18:11
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
226
Lampiran 4. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
0.372895
0.000304
-0.035216
0.044895
-0.160232
-0.120571
-0.000274
4.20E-05
-3.98E-05
-2.70E-06
-0.544850
0.083761
9.36E-06
0.007540
0.001018
0.005321
0.007419
0.000125
1.34E-05
1.29E-05
7.32E-06
0.234474
4.451874
32.47232
-4.670542
44.10154
-30.11501
-16.25134
-2.200844
3.133317
-3.071169
-0.368511
-2.323709
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0299
0.0022
0.0027
0.7132
0.0220
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.085559
0.001666
1.372486
205.3253
-202.4988
1.019857
0.431659
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
Effect
-0.428140
-0.437674
-0.699038
-0.135924
-0.134105
1.834741
-0.064208
-0.470112
0.086732
-0.309021
-0.021512
0.513705
-0.237409
0.262481
0.239484
Random Effects
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/21/10 Time: 18:11
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
Swamy and Arora estimator of component variances
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
1.727907
1.373631
3.558314
3.813834
3.662082
1.285750
227
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Lampiran 4. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
0.375178
0.000303
-0.034335
0.044708
-0.159599
-0.120000
-0.000292
4.11E-05
-3.89E-05
-2.16E-06
-0.529553
0.085521
8.60E-06
0.007564
0.000958
0.005240
0.007701
0.000116
1.21E-05
1.19E-05
7.38E-06
0.235348
4.386974
35.18339
-4.539398
46.66847
-30.45889
-15.58332
-2.514384
3.407845
-3.267796
-0.292647
-2.250085
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0134
0.0009
0.0015
0.7703
0.0265
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
0.439223
1.331686
Rho
0.0981
0.9019
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.070544
-0.014727
1.314255
0.827288
0.603241
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
1.263478
1.304683
188.2721
1.401400
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.085498
205.3390
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
1.727907
1.284922
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
10
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
Cross-section random effects test comparisons:
228
Lampiran 4. Lanjutan
Variable
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
Fixed
0.000296
-0.031372
0.043080
-0.156841
-0.118590
-0.000424
0.000040
-0.000036
0.000000
-0.461168
Random
Var(Diff.)
Prob.
0.000303
-0.034335
0.044708
-0.159599
-0.120000
-0.000292
0.000041
-0.000039
-0.000002
-0.529553
0.000000
-0.000008
0.000005
-0.000006
0.000006
0.000000
0.000000
0.000000
-0.000000
-0.000194
0.0019
NA
0.4616
NA
0.5547
0.3577
0.8668
0.0369
NA
NA
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/21/10 Time: 18:11
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
0.400565
0.000296
-0.031372
0.043080
-0.156841
-0.118590
-0.000424
4.00E-05
-3.64E-05
1.20E-07
-0.461168
0.099725
8.84E-06
0.007010
0.002410
0.004607
0.008062
0.000185
1.37E-05
1.20E-05
7.27E-06
0.234935
4.016721
33.53266
-4.475156
17.87342
-34.04147
-14.70995
-2.297347
2.919187
-3.041976
0.016476
-1.962957
0.0001
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0238
0.0044
0.0030
0.9869
0.0526
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
0.249690
0.060139
1.331686
168.4719
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
1.727907
1.373631
3.593821
4.174548
229
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
-190.6292
1.317267
0.174682
Lampiran 4. Lanjutan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Effect
-0.097151
-0.134334
-0.387842
0.027403
-0.052473
0.790092
0.149637
-0.233549
0.018553
-0.173970
-0.073912
0.176848
-0.171838
0.078370
0.084165
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
3.829657
1.561132
230
Lampiran 4. Lanjutan
16 November 2010
Data: Libdatagabung2-riil yang sudah direvisi
rasio_q c kurs fdi devisa invport sbi bunga_k kredit_tot bunga_p pinjaman aset kap_pasar
log(rasio_q) c log(kurs) log(fdi) log(devisa) log(invport) sbi bunga_k kredit_tot pinjaman
log(aset) log(kap_pasar)
Workfile: Libgabung2revisi
Dengan tambahan variabel: Dummy krisis 2008 (Dum08)
PLS:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/20/10 Time: 22:25
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
2.160572
-8.42E-05
-0.028624
0.021719
-0.091377
-0.064431
0.001998
0.010474
1.14E-05
-1.35E-05
1.39E-05
-2.550920
0.942486
1.91E-05
0.010994
0.001608
0.010549
0.070340
0.000588
0.041477
2.77E-05
2.21E-05
1.57E-05
0.266250
2.292418
-4.405914
-2.603707
13.50887
-8.662492
-0.915982
3.397735
0.252525
0.410114
-0.611810
0.885860
-9.580919
0.0223
0.0000
0.0095
0.0000
0.0000
0.3601
0.0007
0.8007
0.6819
0.5409
0.3761
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.153577
0.134955
1.664427
1385.159
-981.2794
8.247356
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.836170
1.789557
3.879998
3.979333
3.918937
1.148135
231
Lampiran 4. Lanjutan
Fixed Effect:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/20/10 Time: 22:22
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
5.531049
-0.000109
-0.010675
0.029749
-0.075508
-0.357358
-6.71E-05
0.173307
6.15E-05
-4.88E-05
1.68E-05
-1.986180
2.991785
3.26E-05
0.019115
0.006783
0.016192
0.249689
0.001725
0.140046
2.65E-05
1.87E-05
4.20E-06
0.470519
1.848745
-3.331025
-0.558462
4.385924
-4.663325
-1.431214
-0.038871
1.237505
2.318783
-2.614292
3.996034
-4.221255
0.0652
0.0009
0.5768
0.0000
0.0000
0.1531
0.9690
0.2166
0.0209
0.0093
0.0001
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.411404
0.311734
1.484649
963.2277
-888.2796
4.127640
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.836170
1.789557
3.762811
4.383659
4.006184
1.635570
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
3.038462
185.999604
d.f.
Prob.
(63,437)
63
0.0000
0.0000
232
Lampiran 4. Lanjutan
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/20/10 Time: 22:23
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
2.160572
-8.42E-05
-0.028624
0.021719
-0.091377
-0.064431
0.001998
0.010474
1.14E-05
-1.35E-05
1.39E-05
-2.550920
0.942486
1.91E-05
0.010994
0.001608
0.010549
0.070340
0.000588
0.041477
2.77E-05
2.21E-05
1.57E-05
0.266250
2.292418
-4.405914
-2.603707
13.50887
-8.662492
-0.915982
3.397735
0.252525
0.410114
-0.611810
0.885860
-9.580919
0.0223
0.0000
0.0095
0.0000
0.0000
0.3601
0.0007
0.8007
0.6819
0.5409
0.3761
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.153577
0.134955
1.664427
1385.159
-981.2794
8.247356
0.000000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Effect
1.968998
0.027662
0.254259
-0.357828
0.924767
-0.057432
0.889265
-0.670876
-0.636770
-0.181248
-0.498443
0.132524
-1.378455
-0.932450
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.836170
1.789557
3.879998
3.979333
3.918937
1.148135
233
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
0.131363
-0.813710
0.041630
2.676294
-1.628485
-0.121888
0.507204
0.297504
0.824881
1.338192
0.592699
0.913264
0.792104
-0.744550
-0.741892
-0.744767
-0.029965
0.002245
-0.627239
1.644298
-0.530172
0.112555
-0.177665
0.815922
2.858307
0.906556
1.199248
-0.530008
-0.975942
-0.958802
-0.991828
-0.848104
-0.945279
-0.954968
-0.563850
-0.991920
-1.229072
-0.607133
-0.688220
-0.871019
-0.148756
-0.197287
0.340063
1.934815
1.006599
-1.067547
-0.644597
-0.144153
2.365307
-1.266204
Random Effect:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/20/10 Time: 22:17
234
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
Swamy and Arora estimator of component variances
Lampiran 4. Lanjutan
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
2.856605
-8.44E-05
-0.026458
0.024189
-0.089779
-0.129279
0.001575
0.045794
3.56E-05
-3.26E-05
1.19E-05
-2.452436
1.342137
2.22E-05
0.012646
0.002042
0.011610
0.104676
0.000803
0.060501
2.92E-05
2.25E-05
1.28E-05
0.296924
2.128400
-3.801860
-2.092155
11.84828
-7.732826
-1.235038
1.961814
0.756926
1.217895
-1.451431
0.927245
-8.259471
0.0338
0.0002
0.0369
0.0000
0.0000
0.2174
0.0503
0.4495
0.2238
0.1473
0.3542
0.0000
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
0.752458
1.484649
Rho
0.2044
0.7956
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.181409
0.163400
1.489044
10.07322
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
1.050532
1.627978
1108.626
1.429616
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.149920
1391.143
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
1.836170
1.139285
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
11
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
235
assumptions of Hausman test variance calculation.
Cross-section random effects test comparisons:
Lampiran 4. Lanjutan
Variable
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
Fixed
-0.000109
-0.010675
0.029749
-0.075508
-0.357358
-0.000067
0.173307
0.000062
-0.000049
0.000017
-1.986180
Random
Var(Diff.)
Prob.
-0.000084
-0.026458
0.024189
-0.089779
-0.129279
0.001575
0.045794
0.000036
-0.000033
0.000012
-2.452436
0.000000
0.000205
0.000042
0.000127
0.051387
0.000002
0.015952
-0.000000
-0.000000
-0.000000
0.133224
0.3111
0.2708
0.3900
0.2061
0.3143
0.2823
0.3127
NA
NA
NA
0.2015
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/20/10 Time: 22:21
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
FDI
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
5.531049
-0.000109
-0.010675
0.029749
-0.075508
-0.357358
-6.71E-05
0.173307
6.15E-05
-4.88E-05
1.68E-05
-1.986180
2.991785
3.26E-05
0.019115
0.006783
0.016192
0.249689
0.001725
0.140046
2.65E-05
1.87E-05
4.20E-06
0.470519
1.848745
-3.331025
-0.558462
4.385924
-4.663325
-1.431214
-0.038871
1.237505
2.318783
-2.614292
3.996034
-4.221255
0.0652
0.0009
0.5768
0.0000
0.0000
0.1531
0.9690
0.2166
0.0209
0.0093
0.0001
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
0.411404
Mean dependent var
1.836170
236
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.311734
1.484649
963.2277
-888.2796
4.127640
0.000000
Lampiran 4. Lanjutan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
Effect
1.348150
0.038276
0.202776
-0.209745
0.652318
-0.009248
0.623471
-0.418935
-0.401825
-0.123355
-0.304339
0.117726
-0.398022
-0.261035
-0.338135
-0.207124
-0.099797
1.366755
-0.130155
-0.236351
0.128707
-0.118464
0.117224
0.478300
-0.031779
0.296060
0.242982
-0.480980
-0.468468
-0.469950
-0.012064
0.071521
-0.391739
1.098669
-0.327107
0.103687
-0.087975
0.578152
1.952356
0.639868
0.838368
-0.324920
-0.626384
-0.618165
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.789557
3.762811
4.383659
4.006184
1.635570
237
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
-0.635439
-0.540159
-0.608019
-0.617297
-0.349682
-0.635705
-0.805691
-0.379411
-0.408383
-0.553609
-0.064688
-0.101283
0.214573
1.332124
0.708397
-0.688160
-0.403411
-0.068490
1.623230
-0.818203
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/20/10 Time: 23:04
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
Swamy and Arora estimator of component variances
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
3.035917
-0.000152
0.018768
-0.078388
-0.107293
0.001654
0.047919
3.53E-05
-3.24E-05
1.21E-05
-2.533922
1.420894
4.73E-05
0.004370
0.008999
0.113223
0.000834
0.059448
2.90E-05
2.23E-05
1.26E-05
0.341121
2.136625
-3.202742
4.295126
-8.710811
-0.947624
1.984172
0.806062
1.218238
-1.454101
0.955708
-7.428211
0.0331
0.0014
0.0000
0.0000
0.3438
0.0478
0.4206
0.2237
0.1465
0.3397
0.0000
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
0.752866
1.482991
Weighted Statistics
Rho
0.2049
0.7951
238
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.181215
0.164872
1.487565
11.08821
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
1.049359
1.627794
1108.638
1.430542
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.149588
1391.687
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
1.836170
1.139590
Lampiran 4. Lanjutan
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
10
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
KURS
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
Fixed
-0.000135
0.027856
-0.070725
-0.355549
-0.000082
0.177855
0.000061
-0.000049
0.000017
-2.005491
Random
Var(Diff.)
Prob.
-0.000152
0.018768
-0.078388
-0.107293
0.001654
0.047919
0.000035
-0.000032
0.000012
-2.533922
-0.000000
0.000101
-0.000039
0.051197
0.000002
0.013795
-0.000000
-0.000000
-0.000000
0.144097
NA
0.3654
NA
0.2726
0.2516
0.2686
NA
NA
NA
0.1639
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/21/10 Time: 02:42
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
5.679003
-0.000135
2.671391
2.89E-05
2.125860
-4.684955
0.0341
0.0000
239
DEVISA
INVPORT
BUNGA_K
KREDIT_TOT
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
0.027856
-0.070725
-0.355549
-8.19E-05
0.177855
6.14E-05
-4.87E-05
1.69E-05
-2.005491
0.010950
0.006516
0.253015
0.001729
0.131640
2.63E-05
1.85E-05
4.05E-06
0.510353
2.543867
-10.85442
-1.405247
-0.047350
1.351072
2.332852
-2.636744
4.160388
-3.929613
0.0113
0.0000
0.1607
0.9623
0.1774
0.0201
0.0087
0.0000
0.0001
Effects Specification
Lampiran 4. Lanjutan
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
0.411374
0.313270
1.482991
963.2773
-888.2928
4.193233
0.000000
Effect
1.346695
0.036977
0.202137
-0.210863
0.652103
-0.010468
0.622450
-0.420293
-0.403308
-0.125548
-0.305760
0.116534
-0.399305
-0.259501
-0.331539
-0.208679
-0.097525
1.375238
-0.133561
-0.231768
0.133711
-0.113641
0.124332
0.485792
-0.025003
0.302594
0.248105
-0.482727
-0.469907
-0.471394
-0.015679
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.836170
1.789557
3.758956
4.371527
3.999084
1.635620
240
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
0.070871
-0.394177
1.096268
-0.328434
0.102805
-0.088936
0.577864
1.953565
0.639669
0.838414
-0.326166
-0.628005
-0.619883
-0.637012
-0.541653
-0.609684
-0.618982
-0.350973
-0.637261
-0.807720
-0.381226
-0.409639
-0.555174
-0.065849
-0.102308
0.212646
1.332681
0.708292
-0.689857
-0.404742
-0.069547
1.624041
-0.820089
241
Lampiran 5. Model Estimasi Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Nilai Q-Tobin Sektor Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan
Perbankan dengan menggunakan Model Estimasi Pooled Least Square, Fixed
Effect Model dan Random Effect Model dengan Program EViews 6.
KEBIJAKAN MONETER DAN SEKTOR PERTANIAN
MONVAR-DATAPERTANIAN-RIIL
Data: monvar-datapertanian-riil yang sudah direvisi (26 Nov) – m2 riil thdp deflator
GDP
28 Nov 2010
Penambahan variabel : krisis finansial : dum08
Workfile: monvarpertanianm2dflt
rasio_q c ihsg rasio_m2 sbi kredit_tot pinjaman aset kap_pasar mktcap dum08
PLS
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 09:38
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
RASIO_M2
SBI
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
MKTCAP
RASIO_KAP
DUM08
-11.93187
0.004284
33.28085
-0.115218
-0.012772
0.000310
-0.000154
0.000285
-0.010032
8.167202
1.126831
0.129942
0.001646
0.132319
0.014842
0.000119
0.000134
5.62E-05
8.40E-06
0.000735
3.433500
0.130000
-91.82473
2.603159
251.5195
-7.762702
-106.9006
2.312616
-2.742580
33.94290
-13.65644
2.378681
8.667917
0.0000
0.0109
0.0000
0.0000
0.0000
0.0232
0.0074
0.0000
0.0000
0.0196
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.667968
0.628905
1.249185
132.6393
-151.7358
17.09990
0.000000
Fixed Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 09:47
Sample: 2002 2009
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.074920
2.050614
3.390329
3.684160
3.509100
1.321885
242
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Lampiran 5. Lanjutan
Total panel (balanced) observations: 96
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
RASIO_M2
SBI
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
MKTCAP
RASIO_KAP
DUM08
-11.34905
0.013625
33.59815
-0.191958
-0.012475
0.000735
0.000139
0.000296
-0.014827
-9.519785
0.679371
0.288853
0.001832
0.268774
0.013711
0.000145
0.000165
0.000122
1.09E-05
0.001211
3.050982
0.164437
-39.29003
7.435266
125.0054
-14.00000
-85.81942
4.455374
1.142462
27.12923
-12.24345
-3.120236
4.131493
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2569
0.0000
0.0000
0.0026
0.0001
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.745502
0.673279
1.172121
101.6662
-138.9708
10.32228
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.074920
2.050614
3.353557
3.941220
3.591100
1.679025
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
2.049492
25.530051
d.f.
Prob.
(11,74)
11
0.0351
0.0076
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 09:48
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
243
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Lampiran 5. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
RASIO_M2
SBI
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
MKTCAP
RASIO_KAP
DUM08
-11.93187
0.004284
33.28085
-0.115218
-0.012772
0.000310
-0.000154
0.000285
-0.010032
8.167202
1.126831
0.129942
0.001646
0.132319
0.014842
0.000119
0.000134
5.62E-05
8.40E-06
0.000735
3.433500
0.130000
-91.82473
2.603159
251.5195
-7.762702
-106.9006
2.312616
-2.742580
33.94290
-13.65644
2.378681
8.667917
0.0000
0.0109
0.0000
0.0000
0.0000
0.0232
0.0074
0.0000
0.0000
0.0196
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.667968
0.628905
1.249185
132.6393
-151.7358
17.09990
0.000000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
Effect
-0.637076
-0.447743
1.517421
0.808209
2.091064
-1.156174
-0.014564
0.182486
0.029386
-1.746479
-0.414158
-0.212372
Random Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/28/10 Time: 09:49
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
Swamy and Arora estimator of component variances
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
2.074920
2.050614
3.390329
3.684160
3.509100
1.321885
244
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Lampiran 5. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
RASIO_M2
SBI
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
MKTCAP
RASIO_KAP
DUM08
-11.88847
0.005113
33.32162
-0.122137
-0.012739
0.000356
-0.000131
0.000286
-0.010443
6.563845
1.078481
0.092372
0.001761
0.156977
0.015722
0.000131
0.000154
5.62E-05
6.23E-06
0.000785
3.667938
0.149004
-128.7022
2.903894
212.2713
-7.768574
-96.95815
2.318757
-2.330107
45.90309
-13.30140
1.789519
7.237940
0.0000
0.0047
0.0000
0.0000
0.0000
0.0228
0.0222
0.0000
0.0000
0.0771
0.0000
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
0.318530
1.172121
Rho
0.0688
0.9312
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.670753
0.632018
1.212457
17.31649
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
1.645102
1.998725
124.9544
1.395787
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.666632
133.1728
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
2.074920
1.309650
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
10
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
245
Lampiran 5. Lanjutan
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
IHSG
RASIO_M2
SBI
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
MKTCAP
RASIO_KAP
DUM08
Fixed
0.013625
33.598149
-0.191958
-0.012475
0.000735
0.000139
0.000296
-0.014827
-9.519785
0.679371
Random
Var(Diff.)
Prob.
0.005113
33.321621
-0.122137
-0.012739
0.000356
-0.000131
0.000286
-0.010443
6.563845
1.078481
0.000000
0.047598
-0.000059
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000001
-4.145277
0.004837
0.0000
0.2050
NA
0.0000
0.0000
0.0125
0.2471
0.0000
NA
0.0000
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 09:49
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
RASIO_M2
SBI
KREDIT_TOT
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
MKTCAP
RASIO_KAP
DUM08
-11.34905
0.013625
33.59815
-0.191958
-0.012475
0.000735
0.000139
0.000296
-0.014827
-9.519785
0.679371
0.288853
0.001832
0.268774
0.013711
0.000145
0.000165
0.000122
1.09E-05
0.001211
3.050982
0.164437
-39.29003
7.435266
125.0054
-14.00000
-85.81942
4.455374
1.142462
27.12923
-12.24345
-3.120236
4.131493
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2569
0.0000
0.0000
0.0026
0.0001
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
0.745502
0.673279
Mean dependent var
S.D. dependent var
2.074920
2.050614
246
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
1.172121
101.6662
-138.9708
10.32228
0.000000
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
3.353557
3.941220
3.591100
1.679025
Lampiran 5. Lanjutan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Effect
-0.062838
0.022756
0.220260
-0.013756
0.454057
-0.057594
0.110191
-0.154060
-0.148291
-0.177153
-0.170565
-0.023008
Kredit Pertanian terhadap total kredit
Workfile: monvarpertanianrevm2dflt
rasio_q c ihsg rasio_m2 sbi kredit_ptn bunga_p pinjaman aset kap_pasar mktcap dum08
PLS
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 09:09
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
RASIO_M2
SBI
KREDIT_PTN
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
MKTCAP
DUM08
-8.150914
0.001614
8.541875
-0.266585
5.470500
0.456574
0.000310
-0.000154
0.000285
-0.002773
-2.026540
1.396989
0.000450
1.470830
0.021425
9.665057
0.024189
0.000134
5.62E-05
8.40E-06
0.000457
0.243202
-5.834630
3.584340
5.807522
-12.44249
0.566008
18.87508
2.312616
-2.742580
33.94290
-6.065142
-8.332733
0.0000
0.0006
0.0000
0.0000
0.5729
0.0000
0.0232
0.0074
0.0000
0.0000
0.0000
247
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.667968
0.628905
1.249185
132.6393
-151.7358
17.09990
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.074920
2.050614
3.390329
3.684160
3.509100
1.321885
Lampiran 5. Lanjutan
Fixed Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 09:10
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
RASIO_M2
SBI
KREDIT_PTN
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
MKTCAP
DUM08
-0.674224
0.004546
0.018925
-0.158014
-44.70882
0.341099
0.000735
0.000139
0.000296
-0.005860
-0.704527
1.463161
0.000739
1.849599
0.017997
8.750195
0.018412
0.000165
0.000122
1.09E-05
0.000875
0.335270
-0.460800
6.155367
0.010232
-8.780017
-5.109466
18.52598
4.455374
1.142462
27.12923
-6.699433
-2.101372
0.6463
0.0000
0.9919
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2569
0.0000
0.0000
0.0390
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.745502
0.673279
1.172121
101.6662
-138.9708
10.32228
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.074920
2.050614
3.353557
3.941220
3.591100
1.679025
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Statistic
d.f.
Prob.
248
Cross-section F
Cross-section Chi-square
2.049492
25.530051
(11,74)
11
0.0351
0.0076
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Lampiran 5. Lanjutan
Date: 11/28/10 Time: 09:10
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
RASIO_M2
SBI
KREDIT_PTN
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
MKTCAP
DUM08
-8.150914
0.001614
8.541875
-0.266585
5.470500
0.456574
0.000310
-0.000154
0.000285
-0.002773
-2.026540
1.396989
0.000450
1.470830
0.021425
9.665057
0.024189
0.000134
5.62E-05
8.40E-06
0.000457
0.243202
-5.834630
3.584340
5.807522
-12.44249
0.566008
18.87508
2.312616
-2.742580
33.94290
-6.065142
-8.332733
0.0000
0.0006
0.0000
0.0000
0.5729
0.0000
0.0232
0.0074
0.0000
0.0000
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.667968
0.628905
1.249185
132.6393
-151.7358
17.09990
0.000000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Effect
-0.637076
-0.447743
1.517421
0.808209
2.091064
-1.156174
-0.014564
0.182486
0.029386
-1.746479
-0.414158
-0.212372
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.074920
2.050614
3.390329
3.684160
3.509100
1.321885
249
Random Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/28/10 Time: 09:11
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Lampiran 5. Lanjutan
Total panel (balanced) observations: 96
Swamy and Arora estimator of component variances
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
RASIO_M2
SBI
KREDIT_PTN
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
MKTCAP
DUM08
-7.486069
0.001865
7.795717
-0.256673
0.930535
0.445904
0.000356
-0.000131
0.000286
-0.003033
-1.913313
1.460967
0.000482
1.541500
0.023032
10.32060
0.025945
0.000154
5.62E-05
6.23E-06
0.000487
0.236442
-5.124050
3.871123
5.057229
-11.14426
0.090163
17.18634
2.318757
-2.330107
45.90309
-6.229116
-8.092091
0.0000
0.0002
0.0000
0.0000
0.9284
0.0000
0.0228
0.0222
0.0000
0.0000
0.0000
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
0.318530
1.172121
Rho
0.0688
0.9312
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.670753
0.632018
1.212457
17.31649
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
1.645102
1.998725
124.9544
1.395787
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.666632
133.1728
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
2.074920
1.309650
250
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
10
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
Lampiran 5. Lanjutan
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
IHSG
RASIO_M2
SBI
KREDIT_PTN
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
MKTCAP
DUM08
Fixed
0.004546
0.018925
-0.158014
-44.708825
0.341099
0.000735
0.000139
0.000296
-0.005860
-0.704527
Random
Var(Diff.)
Prob.
0.001865
7.795717
-0.256673
0.930535
0.445904
0.000356
-0.000131
0.000286
-0.003033
-1.913313
0.000000
1.044794
-0.000207
-29.948783
-0.000334
0.000000
0.000000
0.000000
0.000001
0.056501
0.0000
0.0000
NA
NA
NA
0.0000
0.0125
0.2471
0.0001
0.0000
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 09:11
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
RASIO_M2
SBI
KREDIT_PTN
BUNGA_P
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
MKTCAP
DUM08
-0.674224
0.004546
0.018925
-0.158014
-44.70882
0.341099
0.000735
0.000139
0.000296
-0.005860
-0.704527
1.463161
0.000739
1.849599
0.017997
8.750195
0.018412
0.000165
0.000122
1.09E-05
0.000875
0.335270
-0.460800
6.155367
0.010232
-8.780017
-5.109466
18.52598
4.455374
1.142462
27.12923
-6.699433
-2.101372
0.6463
0.0000
0.9919
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2569
0.0000
0.0000
0.0390
251
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.745502
0.673279
1.172121
101.6662
-138.9708
10.32228
0.000000
Lampiran 5. Lanjutan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Effect
-0.062838
0.022756
0.220260
-0.013756
0.454057
-0.057594
0.110191
-0.154060
-0.148291
-0.177153
-0.170565
-0.023008
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.074920
2.050614
3.353557
3.941220
3.591100
1.679025
252
Lampiran 5. Lanjutan
KEBIJAKAN MONETER DAN SEKTOR INDUSTRI
MONVAR-DATAINDUSTRI-RIIL
Data: monvar-dataindustri-riil yang sudah direvisi (m2 riil: m2/gdp deflator)
Penambahan variabel : krisis finansial : dum08
rasio_q c log(ihsg) m2 sbi kredit_tot bunga_k pinjaman aset kap_pasar dum08
workfile:monvarindustrim2dflt.wk
PLS
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 16:12
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LOG(IHSG)
M2
SBI
KREDIT_TOT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
-15.40054
1.516141
-0.005221
-0.106196
0.002043
0.478081
-2.36E-06
-0.000121
0.000162
-1.075726
2.901603
0.273922
0.000855
0.020661
0.000428
0.086947
6.14E-05
3.74E-05
2.36E-05
0.300925
-5.307598
5.534947
-6.106537
-5.140000
4.773804
5.498511
-0.038465
-3.238467
6.875673
-3.574730
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.9693
0.0013
0.0000
0.0004
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.252719
0.229204
1.620683
751.2112
-557.8423
10.74679
0.000000
Fixed Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 16:13
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.802629
1.845985
3.836772
3.961446
3.886689
0.965021
253
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
Lampiran 5. Lanjutan
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LOG(IHSG)
M2
SBI
KREDIT_TOT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
-15.36769
1.510291
-0.005079
-0.102724
0.002138
0.469297
0.000164
-0.000158
0.000153
-1.132885
2.997875
0.281210
0.000906
0.023436
0.000427
0.094280
0.000131
5.91E-05
2.00E-05
0.289980
-5.126193
5.370698
-5.609243
-4.383259
5.007314
4.977670
1.257700
-2.670699
7.656721
-3.906766
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2097
0.0081
0.0000
0.0001
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.546418
0.464773
1.350508
455.9677
-483.9511
6.692631
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.802629
1.845985
3.580750
4.154252
3.810369
1.573763
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
4.496595
147.782391
d.f.
Prob.
(36,250)
36
0.0000
0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 16:15
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
254
Lampiran 5. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LOG(IHSG)
M2
SBI
KREDIT_TOT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
-15.40054
1.516141
-0.005221
-0.106196
0.002043
0.478081
-2.36E-06
-0.000121
0.000162
-1.075726
2.901603
0.273922
0.000855
0.020661
0.000428
0.086947
6.14E-05
3.74E-05
2.36E-05
0.300925
-5.307598
5.534947
-6.106537
-5.140000
4.773804
5.498511
-0.038465
-3.238467
6.875673
-3.574730
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.9693
0.0013
0.0000
0.0004
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.252719
0.229204
1.620683
751.2112
-557.8423
10.74679
0.000000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Effect
-0.541746
-0.583098
-0.568840
-0.512063
0.058051
-0.578041
1.149076
-0.355186
0.327439
-0.025956
0.999816
3.020659
1.070722
1.350691
-0.369260
-0.779157
-0.736785
-0.831484
-0.678107
-0.752969
-0.724566
-0.396649
-0.837764
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.802629
1.845985
3.836772
3.961446
3.886689
0.965021
255
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
-0.967549
-0.511147
-0.584083
-0.682213
-0.063116
-0.026968
0.963640
2.090276
1.159227
-0.885895
-0.482329
0.029893
2.468949
-1.213470
Random Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/28/10 Time: 16:16
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
Swamy and Arora estimator of component variances
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LOG(IHSG)
M2
SBI
KREDIT_TOT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
-15.37272
1.510618
-0.005136
-0.104552
0.002116
0.473462
9.12E-05
-0.000145
0.000156
-1.114465
2.882981
0.275112
0.000861
0.019146
0.000407
0.084782
8.29E-05
5.82E-05
2.08E-05
0.296913
-5.332229
5.490927
-5.963211
-5.460866
5.200591
5.584494
1.099805
-2.486703
7.524618
-3.753504
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2723
0.0135
0.0000
0.0002
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
0.935807
1.350508
Rho
0.3244
0.6756
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.317109
0.295619
1.345555
14.75640
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
0.819274
1.603237
517.8079
1.390926
256
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.250389
753.5543
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
1.802629
0.955781
Lampiran 5. Lanjutan
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
9
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
LOG(IHSG)
M2
SBI
KREDIT_TOT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
Fixed
1.510291
-0.005079
-0.102724
0.002138
0.469297
0.000164
-0.000158
0.000153
-1.132885
Random
Var(Diff.)
Prob.
1.510618
-0.005136
-0.104552
0.002116
0.473462
0.000091
-0.000145
0.000156
-1.114465
0.003392
0.000000
0.000183
0.000000
0.001701
0.000000
0.000000
-0.000000
-0.004069
0.9955
0.8383
0.8924
0.8648
0.9195
0.4691
0.2024
NA
NA
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 16:17
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LOG(IHSG)
M2
SBI
-15.36769
1.510291
-0.005079
-0.102724
2.997875
0.281210
0.000906
0.023436
-5.126193
5.370698
-5.609243
-4.383259
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
257
KREDIT_TOT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
DUM08
0.002138
0.469297
0.000164
-0.000158
0.000153
-1.132885
0.000427
0.094280
0.000131
5.91E-05
2.00E-05
0.289980
5.007314
4.977670
1.257700
-2.670699
7.656721
-3.906766
0.0000
0.0000
0.2097
0.0081
0.0000
0.0001
Effects Specification
Lampiran 5. Lanjutan
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
0.546418
0.464773
1.350508
455.9677
-483.9511
6.692631
0.000000
Effect
-0.458586
-0.478040
-0.457322
-0.375357
0.236092
-0.345124
0.830589
-0.292670
0.255235
-0.041885
0.775245
2.373274
0.826718
1.051114
-0.306474
-0.622646
-0.586877
-0.674178
-0.555049
-0.608916
-0.591065
-0.336984
-0.685272
-0.779584
-0.379425
-0.350474
-0.529705
-0.031994
-0.029440
0.787844
1.636171
0.898643
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.802629
1.845985
3.580750
4.154252
3.810369
1.573763
258
33
34
35
36
37
33
34
35
36
37
-0.712051
-0.405431
0.007071
1.939483
-0.982929
259
Lampiran 5. Lanjutan
KEBIJAKAN MONETER DAN SEKTOR PERBANKAN
MONVAR-DATAPERBANKAN-RIIL
Data: monvar-dataperbankan-riil yang sudah direvisi (26 Nov) – m2 riil thdp deflator
GDP
Penambahan variabel : krisis finansial : dum08
Workfile:monvarperbankanm2dflt.wf
rasio_q c ihsg m2 sbi bunga_p aset pinjaman rasio_krdt dum08
PLS
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 13:05
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
M2
SBI
BUNGA_P
ASET
PINJAMAN
RASIO_KRDT
DUM08
2.146478
0.000309
-0.004197
-0.511144
0.481671
-4.09E-05
4.29E-05
1.739125
-0.005254
0.321510
9.39E-05
0.000567
0.040339
0.039226
1.04E-05
1.15E-05
1.254506
0.217761
6.676235
3.294374
-7.402591
-12.67114
12.27937
-3.913441
3.745349
1.386303
-0.024127
0.0000
0.0013
0.0000
0.0000
0.0000
0.0002
0.0003
0.1684
0.9808
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.084762
0.018799
1.360658
205.5043
-202.5511
1.284991
0.258545
Fixed Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 13:03
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.727907
1.373631
3.525852
3.734914
3.610753
1.281951
260
Total panel (balanced) observations: 120
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Lampiran 5. Lanjutan
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
M2
SBI
BUNGA_P
ASET
PINJAMAN
RASIO_KRDT
DUM08
2.091183
0.000288
-0.004186
-0.510700
0.480790
-3.61E-05
3.95E-05
1.615545
-0.052126
0.389699
0.000120
0.000636
0.044668
0.043389
1.07E-05
1.22E-05
1.434669
0.271390
5.366152
2.393031
-6.581971
-11.43337
11.08093
-3.366859
3.251424
1.126075
-0.192071
0.0000
0.0186
0.0000
0.0000
0.0000
0.0011
0.0016
0.2629
0.8481
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.249495
0.079278
1.318057
168.5157
-190.6449
1.465743
0.104867
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.727907
1.373631
3.560748
4.095017
3.777717
1.562071
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
1.520798
23.812573
d.f.
Prob.
(14,97)
14
0.1179
0.0483
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 13:07
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
261
Lampiran 5. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
M2
SBI
BUNGA_P
ASET
PINJAMAN
RASIO_KRDT
DUM08
2.146478
0.000309
-0.004197
-0.511144
0.481671
-4.09E-05
4.29E-05
1.739125
-0.005254
0.321510
9.39E-05
0.000567
0.040339
0.039226
1.04E-05
1.15E-05
1.254506
0.217761
6.676235
3.294374
-7.402591
-12.67114
12.27937
-3.913441
3.745349
1.386303
-0.024127
0.0000
0.0013
0.0000
0.0000
0.0000
0.0002
0.0003
0.1684
0.9808
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.084762
0.018799
1.360658
205.5043
-202.5511
1.284991
0.258545
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
Effect
-0.420229
-0.433120
-0.702246
-0.131607
-0.134979
1.831462
-0.054107
-0.470584
0.085711
-0.312268
-0.024854
0.510563
-0.240779
0.260224
0.236812
Random Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/28/10 Time: 13:08
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
Swamy and Arora estimator of component variances
1.727907
1.373631
3.525852
3.734914
3.610753
1.281951
262
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Lampiran 5. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
M2
SBI
BUNGA_P
ASET
PINJAMAN
RASIO_KRDT
DUM08
2.142808
0.000308
-0.004192
-0.511347
0.481704
-3.97E-05
4.17E-05
1.737781
-0.009702
0.320774
9.45E-05
0.000564
0.039923
0.038851
9.64E-06
1.05E-05
1.247893
0.218949
6.680111
3.260766
-7.437352
-12.80823
12.39877
-4.123884
3.978254
1.392572
-0.044310
0.0000
0.0015
0.0000
0.0000
0.0000
0.0001
0.0001
0.1665
0.9647
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
Rho
0.406435
1.318057
0.0868
0.9132
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.071102
0.004155
1.307011
1.062059
0.394915
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
1.302206
1.309735
189.6189
1.389393
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.084716
205.5147
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
1.727907
1.281928
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
8
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
263
Lampiran 5. Lanjutan
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
IHSG
M2
SBI
BUNGA_P
ASET
PINJAMAN
RASIO_KRDT
DUM08
Fixed
0.000288
-0.004186
-0.510700
0.480790
-0.000036
0.000040
1.615545
-0.052126
Random
Var(Diff.)
Prob.
0.000308
-0.004192
-0.511347
0.481704
-0.000040
0.000042
1.737781
-0.009702
0.000000
0.000000
0.000401
0.000373
0.000000
0.000000
0.501038
0.025714
0.7864
0.9819
0.9742
0.9623
0.4322
0.7207
0.8629
0.7913
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 13:08
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
M2
SBI
BUNGA_P
ASET
PINJAMAN
RASIO_KRDT
DUM08
2.091183
0.000288
-0.004186
-0.510700
0.480790
-3.61E-05
3.95E-05
1.615545
-0.052126
0.389699
0.000120
0.000636
0.044668
0.043389
1.07E-05
1.22E-05
1.434669
0.271390
5.366152
2.393031
-6.581971
-11.43337
11.08093
-3.366859
3.251424
1.126075
-0.192071
0.0000
0.0186
0.0000
0.0000
0.0000
0.0011
0.0016
0.2629
0.8481
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.249495
0.079278
1.318057
168.5157
-190.6449
1.465743
0.104867
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.727907
1.373631
3.560748
4.095017
3.777717
1.562071
264
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Effect
-0.101482
-0.120122
-0.357938
0.015692
-0.053760
0.735699
0.141999
-0.215751
0.016521
-0.158720
-0.066592
0.166436
-0.157488
0.075649
0.079856
265
Lampiran 5. Lanjutan
KEBIJAKAN MONETER DAN GABUNGAN SEKTOR
MONVAR-DATAIGABUNG2-RIIL
Data: monvar-datagabung-riil yang sudah direvisi
Penambahan variabel : krisis finansial : dum08
rasio_q c ihsg m2 sbi bunga_k kredit_tot pinjaman log(aset) kap_pasar log(mktcap) dum08
PLS
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 20:59
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
M2
SBI
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
LOG(ASET)
KAP_PASAR
LOG(MKTCAP)
DUM08
-14.37894
-0.000391
-0.002611
-0.154892
0.554755
0.006255
-1.74E-06
-0.099071
1.76E-05
1.162701
-2.783784
1.764546
1.78E-05
0.000495
0.009905
0.053302
6.79E-05
4.13E-06
0.036203
1.64E-05
0.128279
0.050579
-8.148804
-22.00787
-5.276964
-15.63709
10.40784
92.13856
-0.421941
-2.736523
1.071642
9.063837
-55.03828
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.6732
0.0064
0.2844
0.0000
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.160585
0.143830
1.655868
1373.691
-979.1510
9.584402
0.000000
Fixed Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 21:00
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.836170
1.789557
3.867777
3.958835
3.903472
1.161660
266
Cross-sections included: 64
Lampiran 5. Lanjutan
Total panel (balanced) observations: 512
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
M2
SBI
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
LOG(ASET)
KAP_PASAR
LOG(MKTCAP)
DUM08
-16.26601
-0.000380
-0.002882
-0.153974
0.570893
0.005815
7.02E-06
0.104772
1.55E-05
1.200870
-2.715144
1.599193
3.30E-05
0.000189
0.003704
0.016774
0.000259
7.71E-06
0.240539
4.39E-06
0.049537
0.047740
-10.17138
-11.54083
-15.21191
-41.57423
34.03414
22.47823
0.910979
0.435574
3.532634
24.24202
-56.87352
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.3628
0.6634
0.0005
0.0000
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.407246
0.308454
1.488183
970.0331
-890.0819
4.122242
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.836170
1.789557
3.765945
4.378515
4.006073
1.633856
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
2.893077
178.138140
d.f.
Prob.
(63,438)
63
0.0000
0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 21:00
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
267
Lampiran 5. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
M2
SBI
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
LOG(ASET)
KAP_PASAR
LOG(MKTCAP)
DUM08
-14.37894
-0.000391
-0.002611
-0.154892
0.554755
0.006255
-1.74E-06
-0.099071
1.76E-05
1.162701
-2.783784
1.764546
1.78E-05
0.000495
0.009905
0.053302
6.79E-05
4.13E-06
0.036203
1.64E-05
0.128279
0.050579
-8.148804
-22.00787
-5.276964
-15.63709
10.40784
92.13856
-0.421941
-2.736523
1.071642
9.063837
-55.03828
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.6732
0.0064
0.2844
0.0000
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.160585
0.143830
1.655868
1373.691
-979.1510
9.584402
0.000000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Effect
1.978110
0.145383
0.932739
0.126339
1.438923
0.069467
1.015784
-0.297438
-0.362134
-0.242728
-0.255369
0.340682
-2.552504
-2.160091
-0.591994
-2.284020
-1.323945
2.016090
-3.104728
-1.192199
-0.576005
-0.936324
0.208775
0.610528
-0.177327
-0.064060
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.836170
1.789557
3.867777
3.958835
3.903472
1.161660
268
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
-0.399430
-0.529248
-0.328104
-0.391379
-0.271408
0.354279
-0.651245
1.419146
-0.189045
0.404054
0.504063
1.224716
3.342904
1.418916
1.855225
-0.084458
-0.640575
-0.703359
-0.528446
-0.417739
-0.634817
-0.595217
-0.104935
-0.367707
-1.024618
-0.461552
-0.406662
-0.577621
0.121949
0.185039
0.208915
2.470585
1.601079
-0.692855
-0.131361
0.206528
2.844084
-0.791652
Random Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/28/10 Time: 21:01
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
Swamy and Arora estimator of component variances
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
269
Lampiran 5. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
M2
SBI
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
LOG(ASET)
KAP_PASAR
LOG(MKTCAP)
DUM08
-14.90002
-0.000387
-0.002764
-0.157981
0.571286
0.006273
-1.65E-07
-0.095739
1.26E-05
1.203132
-2.799401
1.523147
1.39E-05
0.000418
0.007955
0.044030
6.61E-05
4.93E-06
0.055075
1.31E-05
0.107669
0.037299
-9.782394
-27.78807
-6.615164
-19.85956
12.97504
94.96005
-0.033417
-1.738351
0.965423
11.17440
-75.05387
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.9734
0.0828
0.3348
0.0000
0.0000
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
0.717509
1.488183
Rho
0.1886
0.8114
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.180786
0.164434
1.493267
11.05619
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
1.085816
1.633605
1117.152
1.429785
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.159377
1375.666
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
1.836170
1.161101
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
10
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
270
Lampiran 5. Lanjutan
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
IHSG
M2
SBI
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
LOG(ASET)
KAP_PASAR
LOG(MKTCAP)
DUM08
Fixed
-0.000380
-0.002882
-0.153974
0.570893
0.005815
0.000007
0.104772
0.000015
1.200870
-2.715144
Random
Var(Diff.)
Prob.
-0.000387
-0.002764
-0.157981
0.571286
0.006273
-0.000000
-0.095739
0.000013
1.203132
-2.799401
0.000000
-0.000000
-0.000050
-0.001657
0.000000
0.000000
0.054826
-0.000000
-0.009139
0.000888
0.8328
NA
NA
NA
0.0667
0.2248
0.3918
NA
NA
0.0047
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/28/10 Time: 21:01
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
IHSG
M2
SBI
BUNGA_K
KREDIT_TOT
PINJAMAN
LOG(ASET)
KAP_PASAR
LOG(MKTCAP)
DUM08
-16.26601
-0.000380
-0.002882
-0.153974
0.570893
0.005815
7.02E-06
0.104772
1.55E-05
1.200870
-2.715144
1.599193
3.30E-05
0.000189
0.003704
0.016774
0.000259
7.71E-06
0.240539
4.39E-06
0.049537
0.047740
-10.17138
-11.54083
-15.21191
-41.57423
34.03414
22.47823
0.910979
0.435574
3.532634
24.24202
-56.87352
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.3628
0.6634
0.0005
0.0000
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
0.407246
0.308454
1.488183
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
1.836170
1.789557
3.765945
271
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
970.0331
-890.0819
4.122242
0.000000
Lampiran 5. Lanjutan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
Effect
1.346896
0.113544
0.039413
-0.250086
0.561605
0.089150
0.669945
-0.388728
-0.344294
-0.064851
-0.229592
0.171998
-0.300990
-0.173237
-0.382140
-0.250235
-0.125461
1.228927
-0.162687
-0.156200
0.188989
-0.128664
-0.010869
0.414654
-0.086967
0.342532
0.232189
-0.418022
-0.464590
-0.432373
0.025376
0.173553
-0.278778
1.077934
-0.293862
0.142301
-0.244471
0.548179
1.835325
0.552656
0.666715
-0.338430
-0.577286
-0.543872
-0.647399
-0.541826
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
4.378515
4.006073
1.633856
272
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
-0.555879
-0.602912
-0.375654
-0.740112
-0.720975
-0.283428
-0.281352
-0.482405
0.000325
-0.089301
0.237007
1.210178
0.575493
-0.660014
-0.455981
-0.052005
1.524020
-0.832975
273
Lampiran 6. Model Estimasi Pengaruh Financial Deepening terhadap Nilai Q-Tobin Sektor
Pertanian, Industri Dasar dan Kimia dan Perbankan dengan menggunakan
Model Estimasi Pooled Least Square, Fixed Effect Model dan Random Effect
Model dengan Program EViews 6.
LIBERALISASI KEUANGAN DAN SEKTOR PERTANIAN
LIB-DATAPERTANIAN-FDI-RIIL
Ada variabel financial deepening, yaitu rasio_m2 (m2/gdp); rasio_krdt (kredit
total/gdp) dan rasio _kap (kapitalisasi pasar ihsg/gdp)
Berdasarkan tabel correlation, maka variabel fdi, devisa dan kredit_tot tidak masuk dalam
equation, kemudian variabel sbi dan variabel bunga_pinjaman.
rasio_q c kurs invport bunga_k pinjaman aset kap_pasar rasio_m2 rasio_krdt rasio_kap
PLS
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 12:39
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
2.288847
-6.92E-05
-0.169961
-0.020787
0.000310
-0.000155
0.000285
6.662104
-16.39799
2.244237
0.259933
4.58E-05
0.011333
0.011343
0.000133
5.60E-05
8.37E-06
0.598535
1.335133
0.219080
8.805542
-1.509215
-14.99761
-1.832612
2.325047
-2.762052
34.08412
11.13068
-12.28191
10.24390
0.0000
0.1349
0.0000
0.0703
0.0224
0.0070
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.667816
0.633052
1.242185
132.6999
-151.7577
19.21026
0.000000
Fixed Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 12:40
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.074920
2.050614
3.369953
3.637072
3.477927
1.322765
274
Total panel (balanced) observations: 96
Lampiran 6. Lanjutan
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
1.553932
0.000127
-0.193071
-0.061281
0.000727
0.000130
0.000296
6.926909
-21.63896
2.337791
0.534176
5.02E-05
0.008814
0.016506
0.000164
0.000121
1.08E-05
1.078837
1.162819
0.234892
2.909028
2.528168
-21.90596
-3.712589
4.422353
1.074456
27.53685
6.420717
-18.60905
9.952635
0.0048
0.0136
0.0000
0.0004
0.0000
0.2861
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.744341
0.676165
1.166933
102.1299
-139.1892
10.91796
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.074920
2.050614
3.337275
3.898226
3.564020
1.684735
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
2.040850
25.137082
d.f.
Prob.
(11,75)
11
0.0358
0.0087
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 12:41
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
275
Lampiran 6. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
2.288847
-6.92E-05
-0.169961
-0.020787
0.000310
-0.000155
0.000285
6.662104
-16.39799
2.244237
0.259933
4.58E-05
0.011333
0.011343
0.000133
5.60E-05
8.37E-06
0.598535
1.335133
0.219080
8.805542
-1.509215
-14.99761
-1.832612
2.325047
-2.762052
34.08412
11.13068
-12.28191
10.24390
0.0000
0.1349
0.0000
0.0703
0.0224
0.0070
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.667816
0.633052
1.242185
132.6999
-151.7577
19.21026
0.000000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
Effect
-0.622012
-0.433139
1.490770
0.783854
2.066195
-1.129358
-0.005553
0.164783
0.017148
-1.707726
-0.416334
-0.208627
Random Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/22/10 Time: 12:42
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
Swamy and Arora estimator of component variances
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
2.074920
2.050614
3.369953
3.637072
3.477927
1.322765
276
Lampiran 6. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
2.205050
-4.96E-05
-0.172457
-0.024735
0.000357
-0.000132
0.000286
6.700906
-16.90500
2.261534
0.309019
5.09E-05
0.011160
0.012703
0.000153
5.62E-05
6.18E-06
0.637549
1.486048
0.200342
7.135640
-0.973834
-15.45339
-1.947204
2.330142
-2.339404
46.28020
10.51041
-11.37581
11.28836
0.0000
0.3329
0.0000
0.0548
0.0221
0.0216
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
Rho
0.320902
1.166933
0.0703
0.9297
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.670604
0.636132
1.205186
19.45374
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
1.637820
1.997939
124.9128
1.398241
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.666451
133.2453
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
2.074920
1.310803
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
9
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
277
Lampiran 6. Lanjutan
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
KURS
INVPORT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
Fixed
0.000127
-0.193071
-0.061281
0.000727
0.000130
0.000296
6.926909
-21.638965
2.337791
Random
Var(Diff.)
Prob.
-0.000050
-0.172457
-0.024735
0.000357
-0.000132
0.000286
6.700906
-16.905000
2.261534
-0.000000
-0.000047
0.000111
0.000000
0.000000
0.000000
0.757421
-0.856189
0.015037
NA
NA
0.0005
0.0000
0.0149
0.2461
0.7951
NA
0.5340
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 12:43
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
1.553932
0.000127
-0.193071
-0.061281
0.000727
0.000130
0.000296
6.926909
-21.63896
2.337791
0.534176
5.02E-05
0.008814
0.016506
0.000164
0.000121
1.08E-05
1.078837
1.162819
0.234892
2.909028
2.528168
-21.90596
-3.712589
4.422353
1.074456
27.53685
6.420717
-18.60905
9.952635
0.0048
0.0136
0.0000
0.0004
0.0000
0.2861
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
0.744341
0.676165
1.166933
102.1299
-139.1892
10.91796
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.074920
2.050614
3.337275
3.898226
3.564020
1.684735
278
Prob(F-statistic)
0.000000
Lampiran 6. Lanjutan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Effect
-0.063631
0.023262
0.223298
-0.014192
0.460620
-0.058314
0.111908
-0.156564
-0.150606
-0.179230
-0.173192
-0.023359
279
Lampiran 6. Lanjutan
16 November 2010
Data: Libdataindustri-riil yang sudah direvisi
Ada variabel financial deepening, yaitu rasio_m2 (m2/gdp); rasio_krdt (kredit
total/gdp) dan rasio _kap (kapitalisasi pasar ihsg/gdp)
Berdasarkan tabel correlation, maka variabel fdi, devisa dan kredit_tot tidak masuk dalam
equation, kemudian variabel sbi dan variabel bunga_pinjaman.
rasio_q c kurs invport bunga_k pinjaman aset kap_pasar rasio_m2 rasio_krdt rasio_kap
PLS
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 10:03
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
4.484264
0.000413
-0.213484
-0.155752
-3.08E-06
-0.000122
0.000163
-5.725704
-4.408357
4.477542
0.310693
3.19E-05
0.018101
0.020842
6.14E-05
3.79E-05
2.37E-05
1.253177
1.762663
0.443988
14.43310
12.95471
-11.79428
-7.472858
-0.050247
-3.221015
6.877061
-4.568953
-2.500965
10.08482
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.9600
0.0014
0.0000
0.0000
0.0129
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.250587
0.227004
1.622994
753.3549
-558.2640
10.62578
0.000000
Fixed Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 10:05
Sample: 2002 2009
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.802629
1.845985
3.839622
3.964296
3.889539
0.970607
280
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
Lampiran 6. Lanjutan
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
4.264305
0.000421
-0.215846
-0.154191
0.000158
-0.000162
0.000153
-5.601868
-4.569190
4.563863
0.330729
2.78E-05
0.018920
0.023144
0.000132
6.08E-05
1.99E-05
1.446309
2.042773
0.435849
12.89367
15.17603
-11.40850
-6.662155
1.195535
-2.666789
7.694808
-3.873216
-2.236759
10.47119
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2330
0.0082
0.0000
0.0001
0.0262
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.544155
0.462103
1.353872
458.2424
-484.6876
6.631833
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.802629
1.845985
3.585727
4.159229
3.815345
1.580284
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
4.472289
147.152885
d.f.
Prob.
(36,250)
36
0.0000
0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 10:05
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
281
Lampiran 6. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
4.484264
0.000413
-0.213484
-0.155752
-3.08E-06
-0.000122
0.000163
-5.725704
-4.408357
4.477542
0.310693
3.19E-05
0.018101
0.020842
6.14E-05
3.79E-05
2.37E-05
1.253177
1.762663
0.443988
14.43310
12.95471
-11.79428
-7.472858
-0.050247
-3.221015
6.877061
-4.568953
-2.500965
10.08482
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.9600
0.0014
0.0000
0.0000
0.0129
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.250587
0.227004
1.622994
753.3549
-558.2640
10.62578
0.000000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Effect
-0.545149
-0.591661
-0.574942
-0.457210
0.087186
-0.534111
1.179146
-0.361446
0.323872
-0.037536
0.990785
3.009937
1.059745
1.339233
-0.378286
-0.784369
-0.738443
-0.840997
-0.687390
-0.758218
-0.729857
-0.407015
-0.849141
-0.967921
-0.500281
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.802629
1.845985
3.839622
3.964296
3.889539
0.970607
282
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
-0.568704
-0.683532
-0.061868
-0.034085
1.002551
2.079147
1.147936
-0.892196
-0.493342
0.022625
2.458976
-1.223441
Random Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/22/10 Time: 10:06
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
Swamy and Arora estimator of component variances
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
4.361769
0.000417
-0.214838
-0.154757
8.81E-05
-0.000147
0.000157
-5.660742
-4.486133
4.528791
0.269838
3.18E-05
0.018378
0.021365
8.45E-05
5.93E-05
2.09E-05
1.274806
1.837436
0.436088
16.16439
13.13643
-11.68972
-7.243437
1.042578
-2.475429
7.503091
-4.440473
-2.441517
10.38505
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2980
0.0139
0.0000
0.0000
0.0152
0.0000
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
0.935200
1.353872
Rho
0.3230
0.6770
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.314085
0.292501
1.348815
14.55127
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
Unweighted Statistics
0.821315
1.603576
520.3207
1.396620
283
R-squared
Sum squared resid
0.248355
755.5992
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
1.802629
0.961741
Lampiran 6. Lanjutan
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
9
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
KURS
INVPORT
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
KAP_PASAR
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
Fixed
0.000421
-0.215846
-0.154191
0.000158
-0.000162
0.000153
-5.601868
-4.569190
4.563863
Random
Var(Diff.)
Prob.
0.000417
-0.214838
-0.154757
0.000088
-0.000147
0.000157
-5.660742
-4.486133
4.528791
-0.000000
0.000020
0.000079
0.000000
0.000000
-0.000000
0.466679
0.796749
-0.000208
NA
0.8225
0.9493
0.4914
0.2534
NA
0.9313
0.9259
NA
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 10:07
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_K
PINJAMAN
4.264305
0.000421
-0.215846
-0.154191
0.000158
0.330729
2.78E-05
0.018920
0.023144
0.000132
12.89367
15.17603
-11.40850
-6.662155
1.195535
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2330
284
ASET
KAP_PASAR
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
-0.000162
0.000153
-5.601868
-4.569190
4.563863
6.08E-05
1.99E-05
1.446309
2.042773
0.435849
-2.666789
7.694808
-3.873216
-2.236759
10.47119
0.0082
0.0000
0.0001
0.0262
0.0000
Effects Specification
Lampiran 6. Lanjutan
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
0.544155
0.462103
1.353872
458.2424
-484.6876
6.631833
0.000000
Effect
-0.459282
-0.480355
-0.458688
-0.358314
0.247549
-0.329076
0.836463
-0.294367
0.253907
-0.045853
0.771187
2.366454
0.821836
1.045776
-0.309134
-0.623424
-0.586436
-0.676534
-0.557489
-0.609828
-0.591964
-0.340138
-0.688321
-0.778480
-0.375153
-0.343615
-0.529145
-0.031457
-0.031737
0.801289
1.630170
0.893553
-0.713174
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.802629
1.845985
3.585727
4.159229
3.815345
1.580284
285
34
35
36
37
34
35
36
37
-0.408729
0.004578
1.933351
-0.985421
286
Lampiran 6. Lanjutan
16 November 2010
Data: Libdataperbankan-riil yang sudah direvisi
Ada variabel financial deepening, yaitu rasio_m2 (m2/gdp); rasio_krdt (kredit
total/gdp) dan rasio _kap (kapitalisasi pasar ihsg/gdp)
Berdasarkan tabel correlation, maka variabel fdi, devisa dan kredit_tot tidak masuk dalam
equation, kemudian variabel sbi dan variabel bunga_pinjaman.
rasio_q c kurs invport bunga_k pinjaman aset kap_pasar rasio_m2 rasio_krdt rasio_kap
workfile: libperbankanrevisi.wf
rasio_q c kurs invport log(fdi) bunga_k pinjaman aset rasio_m2 rasio_krdt rasio_kap
PLS
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 17:41
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
LOG(FDI)
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
2.304419
-0.000186
0.018393
0.594458
0.199825
4.32E-05
-4.11E-05
-13.83293
20.73914
1.713692
0.018152
1.11E-05
0.005263
0.027818
0.006990
1.14E-05
1.04E-05
0.231703
0.588607
0.028798
126.9536
-16.68704
3.494709
21.36959
28.58668
3.788255
-3.955609
-59.70122
35.23428
59.50747
0.0000
0.0000
0.0007
0.0000
0.0000
0.0002
0.0001
0.0000
0.0000
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.084945
0.010077
1.366692
205.4633
-202.5392
1.134592
0.344793
Fixed Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 17:42
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.727907
1.373631
3.542319
3.774610
3.636654
1.281362
287
Sample: 2002 2009
Lampiran 6. Lanjutan
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
LOG(FDI)
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
2.328489
-0.000172
0.011670
0.576497
0.191712
4.00E-05
-3.64E-05
-13.65847
19.96691
1.724390
0.064194
4.40E-05
0.020882
0.081693
0.027035
1.24E-05
1.09E-05
0.731896
2.331953
0.029913
36.27254
-3.906743
0.558851
7.056885
7.091274
3.218683
-3.341362
-18.66176
8.562314
57.64603
0.0000
0.0002
0.5776
0.0000
0.0000
0.0018
0.0012
0.0000
0.0000
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.249690
0.069928
1.324733
168.4721
-190.6293
1.389002
0.136573
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.727907
1.373631
3.577155
4.134654
3.803558
1.561312
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
1.505615
23.819683
d.f.
Prob.
(14,96)
14
0.1236
0.0482
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 17:43
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
288
Lampiran 6. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
LOG(FDI)
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
2.304419
-0.000186
0.018393
0.594458
0.199825
4.32E-05
-4.11E-05
-13.83293
20.73914
1.713692
0.018152
1.11E-05
0.005263
0.027818
0.006990
1.14E-05
1.04E-05
0.231703
0.588607
0.028798
126.9536
-16.68704
3.494709
21.36959
28.58668
3.788255
-3.955609
-59.70122
35.23428
59.50747
0.0000
0.0000
0.0007
0.0000
0.0000
0.0002
0.0001
0.0000
0.0000
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.084945
0.010077
1.366692
205.4633
-202.5392
1.134592
0.344793
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
Effect
-0.424008
-0.436037
-0.701045
-0.132428
-0.133433
1.832707
-0.059250
-0.470624
0.086172
-0.310244
-0.023549
0.511704
-0.239384
0.260950
0.238469
Random Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/22/10 Time: 17:44
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
Swamy and Arora estimator of component variances
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
1.727907
1.373631
3.542319
3.774610
3.636654
1.281362
289
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Lampiran 6. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
LOG(FDI)
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
2.305931
-0.000185
0.018203
0.595696
0.199729
4.21E-05
-4.00E-05
-13.84101
20.71236
1.716661
0.023772
1.52E-05
0.007220
0.031831
0.009373
1.05E-05
9.60E-06
0.274844
0.809546
0.026412
97.00277
-12.20108
2.521202
18.71461
21.30847
4.025396
-4.171829
-50.35944
25.58517
64.99539
0.0000
0.0000
0.0131
0.0000
0.0000
0.0001
0.0001
0.0000
0.0000
0.0000
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
Rho
0.403713
1.324733
0.0850
0.9150
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.071499
-0.004469
1.313534
0.941172
0.492809
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
1.308801
1.310608
189.7908
1.387221
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.084900
205.4733
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
1.727907
1.281343
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
9
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
290
Lampiran 6. Lanjutan
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
KURS
INVPORT
LOG(FDI)
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
Fixed
-0.000172
0.011670
0.576497
0.191712
0.000040
-0.000036
-13.658465
19.966911
1.724390
Random
Var(Diff.)
Prob.
-0.000185
0.018203
0.595696
0.199729
0.000042
-0.000040
-13.841013
20.712362
1.716661
0.000000
0.000384
0.005661
0.000643
0.000000
0.000000
0.460132
4.782640
0.000197
0.7429
0.7388
0.7986
0.7519
0.7515
0.4819
0.7878
0.7332
0.5821
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 17:44
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
LOG(FDI)
BUNGA_K
PINJAMAN
ASET
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
2.328489
-0.000172
0.011670
0.576497
0.191712
4.00E-05
-3.64E-05
-13.65847
19.96691
1.724390
0.064194
4.40E-05
0.020882
0.081693
0.027035
1.24E-05
1.09E-05
0.731896
2.331953
0.029913
36.27254
-3.906743
0.558851
7.056885
7.091274
3.218683
-3.341362
-18.66176
8.562314
57.64603
0.0000
0.0002
0.5776
0.0000
0.0000
0.0018
0.0012
0.0000
0.0000
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
0.249690
0.069928
1.324733
168.4721
-190.6293
1.389002
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.727907
1.373631
3.577155
4.134654
3.803558
1.561312
291
Prob(F-statistic)
0.136573
Lampiran 6. Lanjutan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Effect
-0.100583
-0.118820
-0.353299
0.015922
-0.052491
0.725743
0.140034
-0.213005
0.016251
-0.156171
-0.065821
0.164059
-0.155450
0.074518
0.079114
292
Lampiran 6. Lanjutan
16 November 2010
Data: Libdatagabung2-riil yang sudah direvisi
Ada variabel financial deepening, yaitu rasio_m2 (m2/gdp); rasio_krdt (kredit
total/gdp) dan rasio _kap (kapitalisasi pasar ihsg/gdp)
Berdasarkan tabel correlation, maka variabel fdi, devisa dan kredit_tot tidak masuk dalam
equation, kemudian variabel sbi dan variabel bunga_pinjaman.
rasio_q c kurs invport bunga_k pinjaman aset kap_pasar rasio_m2 rasio_krdt rasio_kap
PLS
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 08:51
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_P
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
4.106383
0.000177
-0.164932
0.020455
-10.83011
5.609381
5.125391
1.443438
0.000189
0.048810
0.038248
2.706018
4.384982
0.303176
2.844862
0.936078
-3.379078
0.534801
-4.002231
1.279225
16.90567
0.0046
0.3497
0.0008
0.5930
0.0001
0.2014
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.144170
0.134001
1.665345
1400.553
-984.1088
14.17838
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
Fixed Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 08:52
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
1.836170
1.789557
3.871519
3.929465
3.894234
1.154499
293
Lampiran 6. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_P
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
3.614137
0.000231
-0.190895
-0.003457
-9.068445
2.710716
5.135844
1.301289
0.000168
0.038133
0.027257
1.694498
3.269406
0.287839
2.777350
1.376174
-5.005999
-0.126819
-5.351701
0.829116
17.84279
0.0057
0.1695
0.0000
0.8991
0.0000
0.4075
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.399640
0.305919
1.490907
982.4795
-893.3458
4.264136
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.836170
1.789557
3.763069
4.342528
3.990217
1.644399
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
2.985460
181.526112
d.f.
Prob.
(63,442)
63
0.0000
0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 08:53
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
294
Lampiran 6. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_P
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
4.106383
0.000177
-0.164932
0.020455
-10.83011
5.609381
5.125391
1.443438
0.000189
0.048810
0.038248
2.706018
4.384982
0.303176
2.844862
0.936078
-3.379078
0.534801
-4.002231
1.279225
16.90567
0.0046
0.3497
0.0008
0.5930
0.0001
0.2014
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.144170
0.134001
1.665345
1400.553
-984.1088
14.17838
0.000000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Effect
2.078097
0.083272
0.384797
-0.231878
1.049072
0.025009
0.981609
-0.544616
-0.536203
-0.217741
-0.387091
0.234272
-0.572975
-0.601325
-0.690613
-0.497913
-0.405888
1.843887
-0.459950
-0.536675
0.012675
-0.501088
-0.016225
0.525475
-0.249938
0.234962
0.072750
-0.668978
-0.619153
-0.623666
-0.040241
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.836170
1.789557
3.871519
3.929465
3.894234
1.154499
295
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
0.233172
-0.560903
1.604484
-0.414478
0.218147
-0.047753
0.933622
2.979972
1.029884
1.329559
-0.403016
-0.860003
-0.860003
-0.863791
-0.725853
-0.837566
-0.858766
-0.443016
-0.862353
-1.154353
-0.509903
-0.501091
-0.750978
-0.016653
-0.073391
0.227559
2.060772
1.135259
-0.950466
-0.520691
-0.031191
2.497409
-1.127341
Random Effect
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/22/10 Time: 08:53
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
Swamy and Arora estimator of component variances
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
296
Lampiran 6. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_P
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
3.975491
0.000191
-0.171835
0.014097
-10.36167
4.838605
5.128170
1.425831
0.000188
0.057261
0.049222
3.297101
5.438694
0.294631
2.788192
1.018390
-3.000905
0.286386
-3.142661
0.889663
17.40540
0.0055
0.3090
0.0028
0.7747
0.0018
0.3741
0.0000
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
Rho
0.751125
1.490907
0.2024
0.7976
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.173240
0.163418
1.489636
17.63641
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
1.054757
1.628643
1120.603
1.442425
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.144086
1400.691
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
1.836170
1.153992
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
6
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
297
Lampiran 6. Lanjutan
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
KURS
INVPORT
BUNGA_P
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
Fixed
0.000231
-0.190895
-0.003457
-9.068445
2.710716
5.135844
Random
Var(Diff.)
Prob.
0.000191
-0.171835
0.014097
-10.361671
4.838605
5.128170
-0.000000
-0.001825
-0.001680
-7.999554
-18.890380
-0.003956
NA
NA
NA
NA
NA
NA
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RASIO_Q
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/10 Time: 08:54
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KURS
INVPORT
BUNGA_P
RASIO_M2
RASIO_KRDT
RASIO_KAP
3.614137
0.000231
-0.190895
-0.003457
-9.068445
2.710716
5.135844
1.301289
0.000168
0.038133
0.027257
1.694498
3.269406
0.287839
2.777350
1.376174
-5.005999
-0.126819
-5.351701
0.829116
17.84279
0.0057
0.1695
0.0000
0.8991
0.0000
0.4075
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
1
CROSSID
1
0.399640
0.305919
1.490907
982.4795
-893.3458
4.264136
0.000000
Effect
1.377182
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.836170
1.789557
3.763069
4.342528
3.990217
1.644399
298
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
0.040596
0.242626
-0.170563
0.687708
0.001558
0.642506
-0.380106
-0.374469
-0.161091
-0.274560
0.141770
-0.334260
-0.353255
-0.413080
-0.283966
-0.222307
1.285103
-0.258530
-0.309938
0.058141
-0.286094
0.038777
0.401731
-0.117816
0.207080
0.098393
-0.463432
-0.430048
-0.433071
-0.042161
0.141033
-0.391019
1.059849
-0.292910
0.130966
-0.047195
0.610353
1.981463
0.674852
0.875642
-0.285230
-0.591424
-0.591424
-0.593962
-0.501540
-0.576390
-0.590595
-0.312031
-0.592998
-0.788646
-0.356847
-0.350943
-0.518374
-0.026357
-0.064372
0.137272
299
58
59
60
61
62
63
64
58
59
60
61
62
63
64
1.365574
0.745456
-0.652036
-0.364075
-0.036097
1.658133
-0.770547
300
Lampiran 7. Model Estimasi Pengaruh Liberalisasi Keuangan dan Kebijakan Moneter
terhadap Pertumbuhan Investasi Riil Sektor Pertanian, Industri Dasar dan
Kimia dan Perbankan dengan menggunakan Model Estimasi Pooled Least
Square, Fixed Effect Model dan Random Effect Model dengan Program
EViews 6.
PERTANIAN
Penambahan variabel Dummy Krisis 2008
Penambahan variabel bunga pinjaman riil (bunga pinjaman – inflasi)
DEPENDENT VARIABEL: INVESTASI RIIL EMITEN
INDEPENDENT VARIABEL: RASIO Q TOBIN DAN STRUKTUR MODAL (EQUITY /
TOTAL UTANG + EQUITY) dan Bunga Pinjaman Riil dan DUMMY KRISIS 2008
Data: File invriel-Q-ECAP-pertanian
Workfile: invrielintpertaniandum08.wf1
Estimate equation:
log(inv_riil) c rasio_q ecap int_riil dum08
Pooled
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 20:45
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
9.983156
0.039263
0.113537
0.096120
0.060373
0.705245
0.096828
0.381835
0.084989
0.500032
14.15559
0.405490
0.297346
1.130967
0.120738
0.0000
0.6861
0.7669
0.2610
0.9042
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.018540
-0.024602
1.773601
286.2551
-188.6598
0.429743
0.786805
Fixed
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 20:45
Sample: 2002 2009
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
10.70043
1.752179
4.034579
4.168139
4.088566
0.038111
301
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
Lampiran 7. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
10.29275
0.008758
-0.157523
0.076757
0.022035
0.171307
0.024133
0.099597
0.019458
0.113833
60.08369
0.362923
-1.581604
3.944651
0.193573
0.0000
0.7176
0.1177
0.0002
0.8470
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.956338
0.948151
0.398978
12.73465
-39.25705
116.8163
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
10.70043
1.752179
1.151188
1.578580
1.323947
0.734240
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: FIXED
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 21:02
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
Statistic
156.206888
298.805467
d.f.
Prob.
(11,80)
11
0.0000
0.0000
302
Lampiran 7. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
9.983156
0.039263
0.113537
0.096120
0.060373
0.705245
0.096828
0.381835
0.084989
0.500032
14.15559
0.405490
0.297346
1.130967
0.120738
0.0000
0.6861
0.7669
0.2610
0.9042
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.018540
-0.024602
1.773601
286.2551
-188.6598
0.429743
0.786805
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
10.70043
1.752179
4.034579
4.168139
4.088566
0.038111
Estimation Command:
=========================
LS(CX=F) LOG(INV_RIIL) C RASIO_Q ECAP INT_RIIL DUM08
Estimation Equation:
=========================
LOG(INV_RIIL) = C(1) + C(2)*RASIO_Q + C(3)*ECAP + C(4)*INT_RIIL + C(5)*DUM08 + [CX=F]
Substituted Coefficients:
=========================
LOG(INV_RIIL) = 10.2927522501 + 0.00875847921162*RASIO_Q - 0.157522667867*ECAP +
0.0767565354771*INT_RIIL + 0.0220349663644*DUM08 + [CX=F]
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Effect
1.758610
0.750758
-4.184871
-1.688105
-1.962648
1.015756
1.134458
-0.293035
0.192777
1.682565
0.735030
0.858704
Random
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 01/02/12 Time: 21:03
Sample: 2002 2009
303
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
Swamy and Arora estimator of component variances
Lampiran 7. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
10.29032
0.009025
-0.155476
0.076903
0.022393
0.581966
0.024117
0.099499
0.019456
0.113823
17.68200
0.374206
-1.562591
3.952712
0.196733
0.0000
0.7091
0.1216
0.0002
0.8445
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
Rho
1.926772
0.398978
0.9589
0.0411
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.263992
0.231640
0.395061
8.159980
0.000011
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
0.781293
0.450694
14.20264
0.658052
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.012285
288.0792
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
10.70043
0.032443
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
4
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
Fixed
0.008758
-0.157523
0.076757
0.022035
Random
Var(Diff.)
Prob.
0.009025
-0.155476
0.076903
0.022393
0.000001
0.000019
0.000000
0.000002
0.7650
0.6429
0.6442
0.8074
304
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Lampiran 7. Lanjutan
Date: 01/02/12 Time: 21:04
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 96
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
10.29275
0.008758
-0.157523
0.076757
0.022035
0.171307
0.024133
0.099597
0.019458
0.113833
60.08369
0.362923
-1.581604
3.944651
0.193573
0.0000
0.7176
0.1177
0.0002
0.8470
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.956338
0.948151
0.398978
12.73465
-39.25705
116.8163
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
10.70043
1.752179
1.151188
1.578580
1.323947
0.734240
Chi-square tabel (df 4, alpha 0.05) adalah 9.48773
Karena Chi-square statistik adalah 1 dan lebih kecil dari Chi-square tabel (yaitu 9.48773), maka Ho diterima,
yaitu model Random Effect yang lebih sesuai
Model estimasi yang digunakan adalah model Random Effect awal
Estimation Command:
=========================
LS(CX=R) LOG(INV_RIIL) C RASIO_Q ECAP INT_RIIL DUM08
Estimation Equation:
=========================
LOG(INV_RIIL) = C(1) + C(2)*RASIO_Q + C(3)*ECAP + C(4)*INT_RIIL + C(5)*DUM08 + [CX=R]
Substituted Coefficients:
=========================
LOG(INV_RIIL) = 10.2903208702 + 0.00902461543205*RASIO_Q - 0.155476177315*ECAP +
0.0769031511271*INT_RIIL + 0.022392783527*DUM08 + [CX=R]
CROSSID
1
2
Effect
1.748035
0.746784
305
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
-4.161883
-1.679202
-1.953261
1.010838
1.128140
-0.290638
0.191633
1.674014
0.731322
0.854217
306
Lampiran 7. Lanjutan
INDUSTRI DASAR DAN KIMIA
Penambahan variabel Dummy Krisis 2008
Penambahan variabel bunga pinjaman riil (bunga pinjaman – inflasi)
DEPENDENT VARIABEL: INVESTASI RIIL EMITEN
INDEPENDENT VARIABEL: RASIO Q TOBIN DAN STRUKTUR MODAL (EQUITY /
TOTAL UTANG + EQUITY) dan Bunga Pinjaman Riil dan DUMMY KRISIS 2008
Data: File invriel-Q-ECAP-industri
Estimate equation: invrielintindustridum08.wf1
log(inv_riil) c rasio_q ecap int_riil dum08
Pooled
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 22:42
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
10.10115
-0.262168
-0.288804
0.116750
-0.595662
0.358088
0.058611
0.066736
0.045748
0.276779
28.20854
-4.473014
-4.327574
2.552007
-2.152124
0.0000
0.0000
0.0000
0.0112
0.0322
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.155122
0.143508
1.750917
892.1221
-583.2858
13.35709
0.000000
Fixed
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 22:42
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
10.07484
1.891926
3.974904
4.037242
3.999863
0.203646
307
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
Lampiran 7. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
9.557919
-0.075112
-0.064654
0.126921
-0.312783
0.131978
0.025386
0.033008
0.016072
0.099569
72.42068
-2.958807
-1.958713
7.897264
-3.141364
0.0000
0.0034
0.0512
0.0000
0.0019
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.909499
0.895303
0.612168
95.56123
-252.6782
64.06651
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
10.07484
1.891926
1.984312
2.495476
2.188972
1.301424
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: FIXED
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 22:45
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
Statistic
59.043882
661.215394
d.f.
Prob.
(36,255)
36
0.0000
0.0000
308
Lampiran 7. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
10.10115
-0.262168
-0.288804
0.116750
-0.595662
0.358088
0.058611
0.066736
0.045748
0.276779
28.20854
-4.473014
-4.327574
2.552007
-2.152124
0.0000
0.0000
0.0000
0.0112
0.0322
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.155122
0.143508
1.750917
892.1221
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
10.07484
1.891926
3.974904
4.037242
-583.2858
13.35709
0.000000
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
3.999863
0.203646
Estimation Command:
=========================
LS(CX=F) LOG(INV_RIIL) C RASIO_Q ECAP INT_RIIL DUM08
Estimation Equation:
=========================
LOG(INV_RIIL) = C(1) + C(2)*RASIO_Q + C(3)*ECAP + C(4)*INT_RIIL + C(5)*DUM08 + [CX=F]
Substituted Coefficients:
=========================
LOG(INV_RIIL) = 9.55791884287 - 0.0751118269761*RASIO_Q - 0.0646540050754*ECAP +
0.126920965646*INT_RIIL - 0.312782725878*DUM08 + [CX=F]
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Effect
1.222873
0.151924
0.486294
3.427474
1.023729
3.243388
2.787943
0.376904
0.356751
-3.001968
-0.937753
-1.910582
-2.592463
-2.932846
-0.369302
309
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
-1.146213
1.092668
-0.279047
-0.411834
0.783412
0.336846
-1.268386
-2.190875
1.531578
2.221115
1.787261
1.177080
1.388932
-0.093283
2.243400
-2.377474
-2.485862
0.018382
-1.957520
0.055523
-0.916084
-0.841988
Random
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 01/02/12 Time: 22:42
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
9.573831
-0.080517
-0.072936
0.126689
-0.320869
0.294706
0.025264
0.032715
0.016069
0.099494
32.48606
-3.187022
-2.229445
7.883870
-3.225016
0.0000
0.0016
0.0265
0.0000
0.0014
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
1.603380
0.612168
Rho
0.8728
0.1272
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.297243
0.287583
0.617582
30.77088
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
1.347742
0.731690
110.9894
1.123614
310
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.095070
955.5315
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
10.07484
0.130513
Lampiran 7. Lanjutan
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: RANDOM
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
4
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
Fixed
-0.075112
-0.064654
0.126921
-0.312783
Random
Var(Diff.)
Prob.
-0.080517
-0.072936
0.126689
-0.320869
0.000006
0.000019
0.000000
0.000015
0.0295
0.0593
0.3728
0.0368
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 22:46
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 37
Total panel (balanced) observations: 296
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
9.557919
-0.075112
-0.064654
0.126921
-0.312783
0.131978
0.025386
0.033008
0.016072
0.099569
72.42068
-2.958807
-1.958713
7.897264
-3.141364
0.0000
0.0034
0.0512
0.0000
0.0019
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
0.909499
0.895303
0.612168
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
10.07484
1.891926
1.984312
311
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
95.56123
-252.6782
64.06651
0.000000
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
2.495476
2.188972
1.301424
Chi-square tabel (df 4, alpha 0.05) adalah 9.48773
Karena Chi-square statistik adalah 1 dan lebih kecil dari Chi-square tabel (yaitu 9.48773), maka Ho diterima,
yaitu model Random Effect yang lebih sesuai
Lampiran 7. Lanjutan
Model estimasi yang digunakan adalah model Random Effect awal
Estimation Command:
=========================
LS(CX=R) LOG(INV_RIIL) C RASIO_Q ECAP INT_RIIL DUM08
Estimation Equation:
=========================
LOG(INV_RIIL) = C(1) + C(2)*RASIO_Q + C(3)*ECAP + C(4)*INT_RIIL + C(5)*DUM08 + [CX=R]
Substituted Coefficients:
=========================
LOG(INV_RIIL) = 9.5738311018 - 0.0805171957987*RASIO_Q - 0.0729363460045*ECAP +
0.126689106549*INT_RIIL - 0.320868987642*DUM08 + [CX=R]
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Effect
1.201773
0.147691
0.474463
3.368738
0.972768
3.183439
2.750625
0.368802
0.352987
-2.942935
-0.915917
-1.855172
-2.535040
-2.870988
-0.366764
-1.130150
1.069772
-0.277113
-0.406462
0.766743
0.327439
-1.244332
-2.152799
1.500752
2.179767
1.715313
1.151809
1.361944
-0.091834
312
30
31
32
33
34
35
36
37
2.205254
-2.318611
-2.430700
0.017007
-1.919713
0.057069
-0.884662
-0.830963
313
Lampiran 7. Lanjutan
PERBANKAN
Penambahan variabel Dummy Krisis 2008
Penambahan variabel bunga pinjaman riil (bunga pinjaman – inflasi)
DEPENDENT VARIABEL: INVESTASI RIIL EMITEN
INDEPENDENT VARIABEL: RASIO Q TOBIN DAN STRUKTUR MODAL (EQUITY /
TOTAL UTANG + EQUITY) dan Bunga Pinjaman Riil dan DUMMY KRISIS 2008
Data: File invriel-Q-ECAP-perbankan
Estimate equation: invrielintperbankandum08.wf1
log(inv_riil) c rasio_q ecap int_riil dum08
Pooled
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 22:27
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
14.21008
-0.598803
2.466674
0.088039
0.116570
0.664186
0.128431
1.983880
0.077496
0.448238
21.39473
-4.662455
1.243358
1.136043
0.260063
0.0000
0.0000
0.2163
0.2583
0.7953
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.190465
0.162307
1.903900
416.8562
-244.9876
6.764215
0.000063
Fixed
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 22:27
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
14.02359
2.080184
4.166460
4.282606
4.213627
0.118897
314
Lampiran 7. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
13.85338
-0.285564
0.781441
0.091489
0.109046
0.108339
0.022627
0.358201
0.012214
0.070740
127.8703
-12.62075
2.181573
7.490649
1.541504
0.0000
0.0000
0.0315
0.0000
0.1263
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.982346
0.979200
0.300006
9.090381
-15.45613
312.2354
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
14.02359
2.080184
0.574269
1.015622
0.753504
1.248659
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: FIXED
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 22:33
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
Statistic
323.610117
459.062945
d.f.
Prob.
(14,101)
14
0.0000
0.0000
315
Lampiran 7. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
14.21008
-0.598803
2.466674
0.088039
0.116570
0.664186
0.128431
1.983880
0.077496
0.448238
21.39473
-4.662455
1.243358
1.136043
0.260063
0.0000
0.0000
0.2163
0.2583
0.7953
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.190465
0.162307
1.903900
416.8562
-244.9876
6.764215
0.000063
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
14.02359
2.080184
4.166460
4.282606
4.213627
0.118897
Estimation Command:
=========================
LS(CX=F) LOG(INV_RIIL) C RASIO_Q ECAP INT_RIIL DUM08
Estimation Equation:
=========================
LOG(INV_RIIL) = C(1) + C(2)*RASIO_Q + C(3)*ECAP + C(4)*INT_RIIL + C(5)*DUM08 + [CX=F]
Substituted Coefficients:
=========================
LOG(INV_RIIL) = 13.8533797312 - 0.285564084061*RASIO_Q + 0.781441149117*ECAP +
0.0914892688365*INT_RIIL + 0.109046147162*DUM08 + [CX=F]
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Effect
1.958948
1.978780
-2.478739
2.145095
1.256925
-2.457486
2.640267
0.834738
0.736530
0.554137
-3.322616
-2.164278
-1.966464
-0.033469
0.317634
Random
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
316
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 01/02/12 Time: 22:28
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Lampiran 7. Lanjutan
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
13.85473
-0.286928
0.790308
0.091476
0.109113
0.481724
0.022617
0.358008
0.012214
0.070740
28.76070
-12.68650
2.207515
7.489561
1.542463
0.0000
0.0000
0.0293
0.0000
0.1257
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
Rho
1.817928
0.300006
0.9735
0.0265
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.668409
0.656875
0.303093
57.95322
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
0.816826
0.517428
10.56451
1.077695
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.138774
443.4737
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
14.02359
0.025673
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: RANDOM
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
4
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
317
Lampiran 7. Lanjutan
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
Fixed
-0.285564
0.781441
0.091489
0.109046
Random
Var(Diff.)
Prob.
-0.286928
0.790308
0.091476
0.109113
0.000000
0.000138
0.000000
0.000000
0.0399
0.4506
0.3855
0.7966
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 22:34
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 120
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
13.85338
-0.285564
0.781441
0.091489
0.109046
0.108339
0.022627
0.358201
0.012214
0.070740
127.8703
-12.62075
2.181573
7.490649
1.541504
0.0000
0.0000
0.0315
0.0000
0.1263
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.982346
0.979200
0.300006
9.090381
-15.45613
312.2354
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
14.02359
2.080184
0.574269
1.015622
0.753504
1.248659
Chi-square tabel (df 4, alpha 0.05) adalah 9.48773
Karena Chi-square statistik adalah 1 dan lebih kecil dari Chi-square tabel (yaitu 9.48773), maka Ho diterima,
yaitu model Random Effect yang lebih sesuai
Model estimasi yang digunakan adalah model Random Effect awal
Estimation Command:
=========================
LS(CX=R) LOG(INV_RIIL) C RASIO_Q ECAP INT_RIIL DUM08
318
Estimation Equation:
=========================
LOG(INV_RIIL) = C(1) + C(2)*RASIO_Q + C(3)*ECAP + C(4)*INT_RIIL + C(5)*DUM08 + [CX=R]
Substituted Coefficients:
=========================
Lampiran 7. Lanjutan
LOG(INV_RIIL) = 13.854730251 - 0.286928048*RASIO_Q + 0.790308128003*ECAP +
0.091475904369*INT_RIIL + 0.109113223154*DUM08 + [CX=R]
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Effect
1.951882
1.971800
-2.470722
2.137477
1.252185
-2.446017
2.630113
0.830648
0.734398
0.551721
-3.311526
-2.155702
-1.960194
-0.032454
0.316392
319
Lampiran 7. Lanjutan
GABUNGAN SEKTOR
Penambahan variabel Dummy Krisis 2008
Penambahan variabel bunga pinjaman riil (bunga pinjaman – inflasi)
DEPENDENT VARIABEL: INVESTASI RIIL EMITEN
INDEPENDENT VARIABEL: RASIO Q TOBIN DAN STRUKTUR MODAL (EQUITY /
TOTAL UTANG + EQUITY) dan Bunga Pinjaman Riil dan DUMMY KRISIS 2008
Data: File invriel-Q-ECAP-gabungan
Estimate equation: invrielintgabungandum08.wf1
log(inv_riil) c rasio_q ecap int_riil dum08
Pooled
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 22:54
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
11.21624
-0.262255
-0.375339
0.101381
-0.411838
0.370669
0.062312
0.089842
0.047715
0.285303
30.25943
-4.208763
-4.177782
2.124731
-1.443510
0.0000
0.0000
0.0000
0.0341
0.1495
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.079728
0.072467
2.415500
2958.162
-1175.520
10.98101
0.000000
Fixed
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 22:54
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
11.11763
2.508086
4.611407
4.652797
4.627632
0.089372
320
Lampiran 7. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
10.67896
-0.081250
-0.063167
0.110476
-0.190063
0.087464
0.016688
0.028688
0.010851
0.065778
122.0952
-4.868876
-2.201809
10.18130
-2.889445
0.0000
0.0000
0.0282
0.0000
0.0040
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.958424
0.952150
0.548635
133.6441
-382.6517
152.7642
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
11.11763
2.508086
1.760358
2.323261
1.981016
1.171136
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: FIXED
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 22:56
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
Statistic
148.948736
1585.737118
d.f.
Prob.
(63,444)
63
0.0000
0.0000
321
Lampiran 7. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
11.21624
-0.262255
-0.375339
0.101381
-0.411838
0.370669
0.062312
0.089842
0.047715
0.285303
30.25943
-4.208763
-4.177782
2.124731
-1.443510
0.0000
0.0000
0.0000
0.0341
0.1495
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.079728
0.072467
2.415500
2958.162
-1175.520
10.98101
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
11.11763
2.508086
4.611407
4.652797
4.627632
0.089372
Estimation Command:
=========================
LS(CX=F) LOG(INV_RIIL) C RASIO_Q ECAP INT_RIIL DUM08
Estimation Equation:
=========================
LOG(INV_RIIL) = C(1) + C(2)*RASIO_Q + C(3)*ECAP + C(4)*INT_RIIL + C(5)*DUM08 + [CX=F]
Substituted Coefficients:
=========================
LOG(INV_RIIL) = 10.6789644336 - 0.0812496982213*RASIO_Q - 0.0631665245307*ECAP +
0.110475930929*INT_RIIL - 0.19006330424*DUM08 + [CX=F]
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Effect
1.501935
0.346994
-4.527677
-2.129892
-2.318810
0.627760
0.808758
-0.723667
-0.281009
1.266150
0.291584
0.473310
4.918072
4.925294
0.486451
5.090941
4.208821
-0.017680
322
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
5.665172
3.871148
3.576757
3.518960
-0.427666
0.555023
0.966798
2.739160
3.204277
0.174479
-0.895695
-0.561062
2.383218
-0.012140
2.196255
1.753555
-0.669289
-0.685673
-4.046774
-1.975535
-2.936774
-3.630654
-3.968603
-1.414918
-2.195007
0.043671
-1.328122
-1.460124
-0.265553
-0.712136
-2.315279
-3.240293
0.480502
1.174288
0.747513
0.129016
0.345708
-1.137260
1.201157
-3.409303
-3.523239
-1.031678
-3.005225
-0.988658
-1.944574
-1.892758
Random
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 01/02/12 Time: 22:55
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
323
Swamy and Arora estimator of component variances
Lampiran 7. Lanjutan
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
10.68490
-0.083145
-0.067618
0.110388
-0.192342
0.303291
0.016665
0.028591
0.010851
0.065769
35.22987
-4.989318
-2.364980
10.17335
-2.924506
0.0000
0.0000
0.0184
0.0000
0.0036
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
Rho
2.323324
0.548635
0.9472
0.0528
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.268498
0.262727
0.551181
46.52357
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
0.924980
0.641919
154.0271
1.017521
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.042843
3076.725
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
11.11763
0.050939
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: RANDOM
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
4
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
Fixed
Random
Var(Diff.)
Prob.
324
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
-0.081250
-0.063167
0.110476
-0.190063
-0.083145
-0.067618
0.110388
-0.192342
0.000001
0.000006
0.000000
0.000001
0.0303
0.0591
0.0942
0.0401
Cross-section random effects test equation:
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable: LOG(INV_RIIL)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/02/12 Time: 22:57
Sample: 2002 2009
Periods included: 8
Cross-sections included: 64
Total panel (balanced) observations: 512
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RASIO_Q
ECAP
INT_RIIL
DUM08
10.67896
-0.081250
-0.063167
0.110476
-0.190063
0.087464
0.016688
0.028688
0.010851
0.065778
122.0952
-4.868876
-2.201809
10.18130
-2.889445
0.0000
0.0000
0.0282
0.0000
0.0040
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.958424
0.952150
0.548635
133.6441
-382.6517
152.7642
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
11.11763
2.508086
1.760358
2.323261
1.981016
1.171136
Chi-square tabel (df 4, alpha 0.05) adalah 9.48773
Karena Chi-square statistik adalah 1 dan lebih kecil dari Chi-square tabel (yaitu 9.48773), maka Ho diterima,
yaitu model Random Effect yang lebih sesuai
Model estimasi yang digunakan adalah model Random Effect awal
Estimation Command:
=========================
LS(CX=R) LOG(INV_RIIL) C RASIO_Q ECAP INT_RIIL DUM08
Estimation Equation:
=========================
LOG(INV_RIIL) = C(1) + C(2)*RASIO_Q + C(3)*ECAP + C(4)*INT_RIIL + C(5)*DUM08 + [CX=R]
Substituted Coefficients:
=========================
LOG(INV_RIIL) = 10.6848962429 - 0.0831450654005*RASIO_Q - 0.0676179472574*ECAP +
0.110388350242*INT_RIIL - 0.192342173508*DUM08 + [CX=R]
325
CROSSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
Effect
1.497628
0.345407
-4.496538
-2.114475
-2.298283
0.623135
0.805796
-0.720414
-0.278747
1.256957
0.289370
0.470909
4.882061
4.889084
0.480801
5.053885
4.178175
-0.015109
5.624668
3.842896
3.551137
3.492876
-0.425366
0.551201
0.958957
2.719640
3.181656
0.174402
-0.889663
-0.558219
2.368208
-0.029995
2.180612
1.746674
-0.664944
-0.679687
-4.015792
-1.960015
-2.907867
-3.600526
-3.937337
-1.406897
-2.181334
0.042449
-1.319692
-1.450340
-0.264280
-0.708147
-2.298036
-3.217579
0.476510
1.165835
0.721155
0.126624
326
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
0.342207
-1.129399
1.193735
-3.378868
-3.494153
-1.024118
-2.982356
-0.980369
-1.925416
-1.880688
Download