BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jaminan kesehatan merupakan pilihan utama pemerintah dalam implementasi
sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia. Artinya, pemerintah memberikan
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat sehingga dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak, khususnya dalam bidang kesehatan.
Thabrany (2008) menyatakan bahwa reformasi kebijakan jaminan sosial di
Indonesia diawali dengan pengembangan jaminan atau asuransi kesehatan
nasional yang dikemas dalam suatu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN merupakan bukti
kepedulian pemerintah dalam memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat,
tanpa memandang status sosial.
Mekanisme yang dipakai dalam jaminan sosial adalah asuransi sosial, dengan
cara pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran untuk
memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta
dan/atau anggota keluarganya. Bagi masyarakat miskin atau tidak mampu,
iurannya tetap ditanggung oleh pemerintah.
Inti reformasi pembiayaan kesehatan dalam hal jaminan sosial adalah
meningkatkan akses dan utilisasi pelayanan kesehatan bagi masyarakat, sehingga
tidak terjadi lagi inequity pelayanan kesehatan. Artinya, pelayanan kesehatan yang
lebih baik dan bermutu adalah hak setiap masyarakat, bukan berdasarkan
kemampuan membayar atau kemampuan ekonomi.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang dilakukan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) menyajikan beberapa
evidence terkait dengan pembiayaan kesehatan, yang meliputi coverage jaminan
kesehatan dan utilisasi pelayanan kesehatan. Ternyata, sebanyak 50,5% penduduk
Indonesia belum memiliki jaminan kesehatan (coverage jaminan kesehatan baru
mencapai 49,5%). Kepemilikan jaminan kesehatan didominasi oleh Jamkesmas
(28,9%), Jamkesda (9,6%), Askes/Asabri (6%), Jamsostek (4,4%) dan Askes
1 2 swasta serta tunjangan kesehatan perusahaan masing-masing sebesar 1,7%
(Depkes RI, 2013).
Provinsi Aceh menempati ranking tertinggi dalam coverage jaminan
kesehatan (96,6%), sedangkan provinsi DKI Jakarta berada diposisi terendah
dengan coverage jaminan kesehatan baru mencapai 30,9%.
Perbedaan coverage jaminan kesehatan kedua provinsi diatas tidak sejalan
dengan utilisasi pelayanan kesehatan, khususnya pemanfaatan rawat inap
(perbedaannya ±2,3%-2,4%). Salah satu kemungkinan yang bisa menjawab
indikasi ini adalah ketersediaan sumber daya. Artinya bahwa tingginya coverage
jaminan kesehatan tidak selamanya meningkatkan akses dan utilisasi pelayanan
kesehatan jika tidak diimbangi dengan ketersediaan tenaga dan fasilitas kesehatan
yang memadai.
Bukti lainnya adalah adanya kesenjangan dalam hal pengetahuan tentang
keberadaan fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Tingkat pengetahuan rumah
tangga tentang keberadaan rumah sakit pemerintah tertinggi di Bali (88,6%) dan
terendah di NTT (39,6%). Untuk pengetahuan tentang rumah sakit swasta
tertinggi di DI Yogyakarta (82,4%) dan terendah di Sulawesi Barat (15,1%).
Berbagai fakta ini semakin mempertegas inequity pelayanan kesehatan di
Indonesia, terutama bila kita membandingkan antara daerah Jawa-Bali dengan di
luar Jawa-Bali atau Indonesia Barat dengan Indonesia Timur. Jika akses informasi
atau pengetahuan saja sudah berbeda, apalagi ketersediaan sumber daya yang
berujung pada pelayanan kesehatan. Tidak dapat disangkal bahwa untuk kawasan
Indonesia Timur selalu identik dengan keterbatasan sumber daya kesehatan,
meskipun dari segi coverage jaminan kesehatan sudah lebih baik.
Substansi jaminan/asuransi sosial sejatinya dapat meningkatkan akses dan
utilisasi pelayanan kesehatan yang lebih adil dan merata. Namun adanya
kesenjangan ketersediaan sumber daya kesehatan antara Indonesia Barat dan
Indonesia Timur dapat memperparah makna dan tujuan jaminan sosial. Subsidi
jaminan sosial bagi masyarakat miskin berlaku sama di seluruh Indonesia,
sedangkan ketersediaan sumber daya kesehatan tidak merata.
3 Selain menjamin akses dan utilisasi pelayanan kesehatan, asuransi kesehatan
sosial juga diharapkan dapat melindungi pesertanya dari bencana pengeluaran
biaya out of pocket (OOP) yang harus ditanggung sendiri oleh individu maupun
keluarga. Dampak buruk dari besarnya pengeluaran biaya ini berimplikasi pada
pengeluaran katastropik yang pada akhirnya menyebabkan kemiskinan.
Pengeluaran biaya OOP dalam pelayanan kesehatan banyak terjadi di berbagai
negara. Doorslaer et al. (2007), menyatakan bahwa pembiayaan OOP pelayanan
kesehatan terjadi di sebagian besar negara-negara Asia. Adanya pengeluaran biaya
ini menyerap sebagian besar sumber daya rumah tangga dan berdampak pada
kemiskinan. Xu et al. (2003) dalam survei rumah tangga di 59 negara,
menyatakan bahwa resiko pengeluaran OOP sering terjadi pada negara-negara
berpenghasilan menengah, negara-negara dalam keadaan transisi dan beberapa
negara berpenghasilan rendah. Hasil risetnya mendukung hipotesis bahwa sistem
pra bayar dan pooling resiko dapat melindungi rumah tangga dari bencana
pengeluaran biaya OOP.
Pelayanan kesehatan di Indonesia pun tidak luput dari pembayaran OOP, baik
di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta. Fenomena OOP ini tidak hanya
dialami oleh penduduk yang tidak memiliki asuransi. Orang yang memiliki
asuransi juga bisa mengalami hal yang sama, apabila jenis layanan kesehatan yang
diterima tidak termasuk dalam paket layanan yang diasuransikan. Bahkan
disinyalir adanya permintaan layanan yang berlebihan dari pasien maupun
sebaliknya, ada pemberian layanan yang berlebihan dari pemberi layanan.
Indonesia Family Life Survey East 2012 (IFLS East) merupakan satu-satunya
survei terbesar dan pertama di Indonesia yang secara spesifik mengkaji penerapan
program pengentasan kemiskinan di belahan timur Indonesia. Survei ini dilakukan
oleh lembaga SurveyMETER yang bekerjasama dengan Tim Nasional
Penanggulangan Kemiskinan (TNPK) dan mendapat dukungan dari The
Australian Aids melalui Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT).
Pelaksanaan survei pada bulan Mei-November 2012, meliputi tujuh provinsi
(Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku
Utara, Papua Barat dan Papua) dengan total 10.000 individu dan 2.500 rumah
4 tangga dengan 99 enumerator area. Kajiannya meliputi bidang kesehatan,
pendidikan, pertanian dan konflik dalam kemiskinan di kawasan Indonesia Timur.
Hasil survei IFLS East 2012 memberi indikasi pemilik asuransi kesehatan
tidak menggunakan kartunya pada saat utilisasi pelayanan rawat inap dan adanya
pengeluaran OOP pada fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta. Karena itu,
penelitian ini ingin mengeksplorasi tentang keterkaitan penggunaan asuransi
kesehatan serta pengeluaran biaya OOP, khususnya pada kunjungan rawat inap.
Digunakannya data IFLS East 2012 karena dari segi kompleksitas data sangat
mendukung untuk dilakukan analisis lanjutan.
B. Perumusan Masalah
Apakah ada perbedaan biaya OOP rawat inap berdasarkan jenis asuransi
kesehatan sosial pada fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta di Indonesia
Timur?
C. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis pemanfaatan rawat inap dan asuransi kesehatan sosial di
Indonesia Timur.
2. Menganalisis perbandingan biaya OOP rawat inap berdasarkan area tinggal di
Indonesia Timur.
3. Menganalisis perbandingan biaya OOP rawat inap berdasarkan jenis fasilitas
kesehatan pemerintah dan swasta di Indonesia Timur.
4. Menganalisis perbandingan biaya OOP rawat inap berdasarkan jenis asuransi
kesehatan sosial di Indonesia Timur.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti dan
bermanfaat bagi:
1.
Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka penentuan, monitoring dan
evaluasi kebijakan kesehatan dalam sistem pembiayaan kesehatan, terutama
berkaitan dengan asuransi kesehatan sosial.
5 2.
Peneliti lain, sebagai bahan atau referensi untuk penelitian lanjutan yang
relevan dengan penelitian ini.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini adalah:
1.
Aji et al. (2013) melakukan penelitian tentang The Impact of Health
Insurance Programs on Out of Pocket Expenditures in Indonesia. Persamaan
penelitian terkait asuransi kesehatan dan biaya OOP. Perbedaannya pada
penelitian sebelumnya menggunakan sumber data IFLS1-IFLS4 (data panel
tahun 1993-2007), sedangkan penelitian ini menggunakan sumber data IFLS
East 2012. Perbedaan lainnya pada rancangan penelitian dan analisis data.
2.
Sparrow et al. (2013), melalui penelitian mengenai Social Health Insurance
for The Poor: Targeting and Impact of Indonesia’s Askeskin Programme.
Persamaan riset terkait asuransi kesehatan sosial. Perbedaannya pada
penelitian sebelumnya menganalisis pengaruh Askeskin terhadap biaya OOP
rawat jalan dengan menggunakan metode analisis Propensity Score Maching
dengan sumber data Susenas tahun 2005 dan 2006, sedangkan pada penelitian
ini menganalisis perbandingan biaya OOP rawat inap berdasarkan tiga skema
asuransi kesehatan sosial (Askes, Jamsostek/lainnya dan Jamkesmas) dengan
menggunakan data IFLS East 2012.
Download