BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora maupun fauna. Beragam jenis tumbuhan atau tanaman telah lama diketahui dapat digunakan sebagai salah satu sumber bahan baku obat (Elita et al., 2013) tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lainnya seperti India, Cina, dan Malaysia (Simarmata et al., 2007; Bhore et al., 2010; Chen et al., 2013). Eksplorasi tanaman sebagai sumber bahan baku obat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya resistensi mikroba patogen terhadap beberapa jenis obat sehingga berbagai penelitian terus dilakukan untuk menemukan senyawa bioaktif dari tanaman. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) merupakan salah satu tanaman yang endemik di sekitar Pegunungan Dieng Indonesia yang telah diketahui berkhasiat meningkatkan gairah seksual dan menimbulkan ereksi (aprodisiak) (Taufiqurrahman, 1999; Nasihun, 2009), melancarkan saluran air seni (diuretik) (Rostiana et al., 2006 ; Satyaningtijas et al., 2014) dan meningkatkan stamina tubuh (tonik) (Rostiana et al., 2006 ; Roostika et al., 2007,). Tanaman yang berkhasiat obat karena memiliki senyawa bioaktif antara lain alkaloid, flavonoid, saponin (Karuppusamy, 2009), tanin (Utami et al., 2008), sterol dan oligosakarida lainnya (Darwati & Roostika, 2006). Penelitian fitokimia tanaman purwoceng telah banyak dilakukan diantaranya penelitian yang 1 2 dilakukan oleh Caropeboka & Lubis (1975) yang menunjukkan bahwa ekstrak akar purwoceng mengandung turunan senyawa kumarin, saponin, sterol, alkaloid dan oligosakarida. Selanjutnya menurut Caropeboka (1976), ekstrak akar purwoceng mengandung fitosterol dan pada tahun 1977 diketahui memiliki zat aktif steroida saponin, namun belum diketahui jenis fitosterol steroida saponin tersebut. Selain itu, dilaporkan pula bahwa dari akar purwoceng mengandung kelompok furanokumarin yaitu bergapten (Sidik et al., 1975; Hernani & Rostiana, 2004), isobergapten, sphondin (Sidik et al., 1975), xanthotoksin, 6-8 dimetoksi (Hernani & Rostiana, 1991), marmesin, 4-hidroksi kumarin, umbelliferon dan psoralen (Hernani & Rostiana, 2004). Suzery et al. (2004) juga telah mengisolasi senyawa aktif dari tanaman purwoceng yaitu stigmasterol yang merupakan senyawa golongan steroida saponin. Isolasi dan identifikasi senyawa kimia dari tanaman purwoceng dalam fraksi semipolar dan nonpolar ditemukan senyawa metil palmitat, phytol (Sugiastuti & Rahmawati, 2006) dan γ-sitosterol (Widowati & Faridah, 2006). Senyawa aprodisiak yang diisolasi dari purwoceng dengan fraksi nonpolar (heksana) adalah kristal murni senyawa stigmasterol (komponen bioaktif dari golongan triterpenoid yang pertama kali dilaporkan dari purwoceng). Fraksi semipolar (kloroform) diisolasi senyawa germacron yang merupakan marker plant dalam genus Pimpinella serta ditemukan adanya asam lemak seperti heksadekanoat dan oktadekanoat (Suzery et al., 2005). Pada akar purwoceng ditemukan pula senyawa turunan atsiri yaitu β-besabolene dan pada tajuk (batang, daun, bunga) ditemukan germacron, β-besabolene, β-caryophylline, α-humulene, dan carvacrol serta vitamin E yang hanya ditemukan pada tajuk purwoceng 3 (Rahardjo et al., 2006). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), 2011 juga melakukan uji fitokimia akar purwoceng dan dilaporkan memperoleh zat-zat antara lain alkaloid, tanin, flavonoid, triterpenoid, steroid wdan glikosida. Selama ini, purwoceng sering kali hanya dimanfaatkan sebagai herbal aprodisiak padahal berdasarkan beberapa uji fitokimia yang telah dilakukan peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa tanaman purwoceng memiliki kandungan senyawa yang beragam untuk diketahui potensi lain salah satunya adalah sebagai antibakteri. Pemanfaatan khasiat tanaman purwoceng sebagai aprodisiak menyebabkan status keberadaan purwoceng di habitat aslinya menjadi terancam punah (endangered) (Rifai et al., 1992; Darwati & Roostika, 2006) karena dikonsumsi secara terus-menerus. Oleh sebab itu, baik secara alamiah maupun melalui teknik khusus purwoceng mulai dibudidayakan di wilayah Pegunungan Dieng (Jawa Tengah), kawasan Semeru (Jawa Timur), dan Gunung Putri (Jawa Barat) agar tetap lestari (Darwati & Roostika, 2006). Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa tanaman berasosiasi dengan mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder potensial yang sama dengan tanaman inang (Miller et al., 2012; Elita et al., 2013; Darwati dan Roostika, 2006). Senyawa metabolit sekunder tersebut diproduksi selama fase stasioner (Sulistyaningrum, 2008). Selain jamur, bakteri merupakan mikroba endofit yang juga ditemukan pada tanaman (Strobel & Daisy, 2003; Nursanty & Suhartono, 2012; Malfanova et al., 2013; Widayat, 2012; Hong et al., 2013; Wilson, 2014). Senyawa bioaktif metabolit sekunder yang dihasilkan bakteri endofit dapat digunakan sebagai antibakteri terhadap beberapa bakteri 4 patogen (Ding et al., 2011; Malfanova et al., 2013). Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri patogen yang banyak dijumpai sebagai bakteri yang sering menyebabkan penyakit infeksi di masyarakat (Klein et al., 2007; Boucher & Corey, 2008). S. aureus merupakan bakteri patogen penyebab utama infeksi saluran respiratori bawah dan merupakan penyebab kedua terjadinya nosocomial bacteremia¸ pnemonia dan infeksi kardiovaskular (Klein et al., 2007). Beberapa tahun terakhir telah banyak penelitian mengenai mikroba endofit dari berbagai tanaman obat yang dilaporkan berpotensi dalam menghasilkan senyawa bioaktif (Cho et al., 2007; Liu et al., 2010; Pathak et al., 2012; Casella et al., 2013; Ding et al., 2011) dan mengetahui strain bakteri endofit berdasarkan sekuensing gen 16S rRNA (Hong et al., 2013; Song et al., 2013). Namun, belum banyak yang mengkaji potensi mikroba endofit dari tanaman purwoceng dalam rangka menjaga kelestarian purwoceng. Wilson (2014) telah berhasil mengisolasi sebanyak 30 isolat bakteri endofit dari akar purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) yang terdapat di Pegunungan Dieng, Gunung Putri, dan Ranu Pani serta telah dikarakterisasi secara morfologis, biokimiawi dan molekular (ARDRA). Mengingat tanaman purwoceng memiliki beragam kandungan senyawa bioaktif sehingga penelitian ini sangat menarik dilakukan untuk mengetahui potensi bakteri endofit purwoceng menghasilkan senyawa antibakteri. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu : 5 1. Apakah bakteri endofit dari akar purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus? 2. Kapan waktu fermentasi optimum bakteri endofit untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang potensial sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus? 3. Golongan senyawa metabolit sekunder apa yang dihasilkan oleh bakteri endofit dari akar purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) yang berpotensi sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus? 4. Bagaimanakah status taksonomi bakteri endofit dari akar purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) yang berpotensi sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus berdasarkan gen 16S rRNA? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian : 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui potensi bakteri endofit dari akar purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) sebagai penghasil antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. 2. Mengetahui waktu fermentasi optimum bakteri endofit untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang potensial sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. 3. Mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri endofit dari akar purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) yang berpotensi sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. 6 4. Mengetahui status taksonomi bakteri endofit dari akar purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) yang berpotensi menghasilkan senyawa antibakteri terhadap Staphylococcus aureus berdasarkan gen 16S rRNA. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Khusus Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai golongan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri endofit dari akar purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) dan potensinya sebagai senyawa antibakteri terhadap Staphylococcus aureus serta informasi mengenai strain bakteri yang berpotensi tersebut. b. Manfaat Umum Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai sumber antibakteri terhadap Staphylococcus aureus yang dihasilkan oleh bakteri endofit dari akar purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) untuk menjaga kelestarian tanaman purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) di alam.