1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sinar-X ditemukan oleh ahli fisika Jerman yang bernama Wilhelm Conrad Roentgen pada 8 November 1895. Radiasi sinar-X merupakan suatu gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang pendek, sehingga sinar-X dapat dimanfaatkan sebagai alat diagnosis dan terapi di bidang kedokteran nuklir (Suyatno 2008). Namun penggunaan sinar-X juga dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan tubuh karena energi yang dihasilkan oleh sinar-X merupakan energi radiasi ionisasi. Energi radiasi ionisasi tersebut berbahaya bagi kesehatan. Pemaparan gelombang yang tidak terkendali dari radiasi ionisasi dalam jumlah besar diketahui sebagai penyebab penyakit dan bahkan kematian pada manusia. Pada Desember 1989, Komite Akademi Sain Nasional melaporkan tentang efek biologi radiasi ionisasi, menyimpulkan bahwa kerusakan radiasi dapat menginduksi kanker setelah paparan radiasi dengan dosis rendah (Thrall 2002). Di Indonesia penggunaan sarana radiodiagnostik sinar-x dalam pengawasan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) (Ulum dan Noviana 2008). Radioprotektor dibutuhkan untuk menangkal radiasi. Radioprotektor yang ideal harus murah, tidak beracun dalam jangkauan dosis yang luas, penggunaan mudah (secara oral), cepat diserap, memiliki rentang dosis yang luas, dan dapat bekerja melalui beberapa mekanisme. Tanaman dan produk alami memiliki semua sifat yang ideal sebagai radioprotektor. Produk dari alam biasanya tidak beracun, relatif murah, bisa oral dan bisa melalui beberapa mekanisme karena adanya banyak bahan kimia (Jagetia 2007). Salah satu contoh tanaman dan produk alami tersebut adalah rosela. Tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan tamanan dari genus hibiscus yang banyak ditemukan di wilayah tropis. Tanaman ini di Indonesia dikenal dengan sebutan rosela dan di Malaysia disebut dengan Asam Paya atau Asam Susur. Penelitian tentang rosela sebagai tanaman obat tradisional dalam bentuk sediaan teh merah untuk pengobatan berbagai jenis penyakit sudah dilaporkan oleh Khosravi et al. (2009). Penggunaan ekstrak tanaman rosela sebagai obat alternatif untuk berbagai penyakit telah dilaporkan 2 juga oleh Wang et al. (2000), Mardiah & Rahayu (2009), Odigie et al. (2003), dan Olaleye (2007). Rosela dilaporkan mengandung antioksidan yang tinggi (Widyanto dan Nelistya 2009). Antioksidan efektif dalam mencegah efek yang ditimbulkan oleh radiasi sinar-X dan pemulihan sel hematopoeietik akibat radiasi (Wambi et al. 2008), namun belum dilakukan penelitian tentang potensi rosela terhadap pemulihan sel darah putih akibat radiasi. Sel darah putih merupakan sel pertahanan pertama dalam merespon adanya benda asing atau suatu kerusakan pada tubuh (Thrall 2004). Oleh karena itu, darah dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui efektivitas ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dalam menghindari efek radiasi ionisasi sinar-X. Hipotesa Awal H0= Ekstrak tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dapat melindungi sel leukosit dari efek radiasi. H1= Ekstrak tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.) tidak dapat melindungi sel leukosit dari efek radiasi. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi radioprotektif ekstrak tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L) terhadap radiasi ionisasi radiodiagnostik melalui studi diferensiasi sel leukosit darah perifer pada mencit (Mus musculus). Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi ekstrak tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L) sebagai radioprotektif terhadap radiodiagnostik sel leukosit darah perifer mencit (Mus musculus).