PERSPEKTIF PEMBANGUNAN KOPERASI PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 (Sjarifuddin Hasan) PERSPEKTIF PEMBANGUNAN KOPERASI PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 Sjarifuddin Hasan Kementerian Koperasi dan UKM Jalan HR Rasuna Said Kav. 3-4, Jakarta Selatan E-mail: [email protected] Diterima: 5 Februari 2013; direvisi: 16 Juni 2013; disetujui: 24 Juni 2013 Abstrak Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang nomor 17 tahun 2012, tentang perkoperasian sebagai pengganti Undang-Undang nomor 25 tahun 1992. Melalui pengaturan perkoperasian yang baru ini diharapkan pembangunan koperasi di masa mendatang akan lebih baik dan sesuai dengan nilainilai dan prinsip dasar koperasi. Di masa mendatang tidak perlu lagi ada koperasi yang berkembang hanya untuk kepentingan sekelompok orang yang mengatasnamakan dirinya koperasi, namun justru membuat citra koperasi semakin buruk. Bukan saja koperasi aktif yang menjadi sasaran, namun jauh lebih penting adalah membangun koperasi berkualitas, mandiri yang tidak selamanya tergantung pada fasilitas pemerintah dan tentunya mampu meningkatkan kesejahteraan para anggota dan masyarakat pada umumnya. Di masa depan, diharapkan koperasi akan berkembang dengan kekuatan sendiri, karena sejak awal harus sudah menyetorkan Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai syarat dasar pendirian koperasi. Dengan persyaratan pendirian koperasi yang baru sebagaimana diatur dalam UndangUndang nomor 17 tahun 2012, bukan koperasi aktif saja yang akan bertambah yang selama ini 71,71%, tetapi pengembangan jati diri koperasi juga akan menjadi lebih baik. Selain karena norma pengaturan yang jauh lebih progresif pada undang-undang yang baru, tuntutan koperasi juga akan lebih kuat untuk mendapatkan dukungan dari peran pemerintah dalam memperkuat gerakan koperasi secara umum. Kata kunci : nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi, koperasi aktif. Abstract The government has just enacted the new Law Number 17 of the year 2012 concerning Cooperatives to replace the previous Law Number 25 of the year 1992. By this new Law, the development of co-operatives in the future will be much better and hoping they would implement values and principles of co-operatives. The future co-operatives would not be developed based on certain interest and create bad co-operative image.The future hope is not only promoting more active co-operatives, but also how to develop good-quality and self-reliant co-operatives, not depending on the government facilities and they are capable increasing people welfare, particularly their members. It is sure that in the future, cooperatives will develop based on their capacities, since the Law has mandated to install initial capital and co-operative share sertificate since the begining of a co-operative establishment.With new regulation on co-operative development, not only active co-operatives can be increased, which is now only 71.71%, but it is also sure that the quality of co-operatives in line with co-operative values and principles as of stated on the Law. With progressive regulation on the new Law, the development of co-operatives in the future will be stronger since most of them will be asking the support from the government. Keywords : co-operative values and principles, active cooperative. 1 INFOKOP VOLUME 22 No. 1 - Juni 2013 : 1-9 Pendahuluan Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 tentang perkoperasian telah diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 30 Oktober 2012. Suatu penantian lama, lebih dari sepuluh tahun diperjuangkan oleh pemerintah untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang tentang perkoperasian yang lama, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Ada lima Menteri Koperasi dan UKM yang telah mencoba memperjuangkan perubahan undang-undang ini. Baru pada tahun 2012, pada Kabinet Indonesia Bersatu kedua dapat berhasil diundangkan dengan perjuangan yang tidak mudah dalam pembahasannya bersama Dewan Perwakilan Rakyat. Kita patut bersyukur, Undang-Undang tentang perkoperasian yang baru ini, yaitu UndangUndang nomor 17 tahun 2012 telah berhasil diundangkan. Mudah-mudahan dengan adanya undang-undang yang baru ini koperasi di Indonesia akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi koperasi yang kokoh sesuai dengan nilai dan prinsip atau jati diri koperasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Perkoperasian yang baru. Pengembangan koperasi, pasca Undang-Undang tentang perkoperasian yang baru, haruslah mampu mewujudkan koperasi sejati dan bermanfaat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana amanat pendiri negeri ini, khususnya Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Karena keyakinannya akan koperasi, maka Bung Hatta berjuang agar koperasi ada cantolan dalam konstitusi dan telah diwujudkan pada pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Bung Hatta, sebagai pendiri negeri tercinta ini sangat ingin sekali dan percaya bahwa hanya dengan berkoperasi, maka kedaulatan ekonomi, sosial, dan politik akan terwujud. Melalui koperasi, rakyat akan terbebas dari penindasan, karena dengan berkoperasi mereka akan lebih kuat, seperti dalam peribahasa “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”. Sejak awal pendirian koperasi di Indonesia oleh R. Aria Wira Admaja pada tahun 1896, memang sengaja ditujukan agar rakyat semakin berdaulat menentang kolonialisme. Melalui kebersamaan akan terbangun posisi tawar yang kuat, baik dalam aspek sosial, politik, maupun ekonomi. Secara ekonomi, melalui kebersamaan akan dapat diwujudkan efisiensi dan pada akhirnya daya saing akan kuat. Namun, dalam perjalanannya, koperasi di Indonesia belum dapat berkembang sesuai dengan harapan. Berbagai pengaturan telah dilakukan, termasuk undang-undang yang mengatur tentang perkoperasianpun telah beberapa kali disempurnakan. Terakhir, pada bulan Oktober 2012, pemerintah bersama DPR telah menyetujui untuk menggantikan Undang-Undang nomor 25 tahun 1992 menjadi Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian yang baru. Kondisi Koperasi Sebelum Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Perjalanan pembangunan koperasi di Indonesia secara formal pada tahun ini sudah memasuki tahun ke-66. Secara manusiawi, usia 66 tahun digolongkan pada usia senja. Tabel 1 memperlihatkan gambar perkembangan koperasi selama lima tahun terakhir. 2 PERSPEKTIF PEMBANGUNAN KOPERASI PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 (Sjarifuddin Hasan) Tabel 1. Perkembangan Koperasi Secara Nasional Desember 2008 - 31 November 2012 Keterangan: *) Angka indikator usaha masih sementara dan akan terus bertambah sampai akhir tahun Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa secara kuantitatif, perkembangan koperasi selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2008 terus berkembang, baik secara kelembagaan, keanggotaan, permodalan dan volume usaha serta Sisa Hasil Usaha (SHU) atau Selisih Hasil Usaha (sesuai UU nomor 17 tahun 2012). Pada tahun 2008, jumlah koperasi sebanyak 154.964 unit, sedangkan pada bulan November 2012 sudah mencapai 194.295 unit. Anggota koperasi juga telah berkembang dari 27,32 juta orang pada tahun 2008 menjadi 33,87 juta orang pada November 2012. Secara kuantitas, perkembangan koperasi memang sangat luar biasa, namun secara kualitas masih banyak yang perlu dibenahi. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan jumlah koperasi aktif dan yang melaksanakan Rapat Anggota Tahunan sebagai kewajiban koperasi belum berkembang sesuai dengan harapan. Jumlah koperasi aktif, walaupun bertambah tiap tahun, yakni dari 108.930 unit pada tahun 2008 menjadi 139.321 unit pada Nopember 2012, akan tetapi persentase kenaikannya masih kecil. Pada tahun 2008, koperasi aktif sebesar 70,29% dan pada November 2012 naik sedikit menjadi 71,71%. Berbicara tentang perkembangan koperasi aktif dan tidak aktif, sebarannya sangat beragam di Indonesia. Tabel 2 memperlihatkan gambaran peta koperasi aktif dan tidak aktif di Indonesia yang ditampilkan sebarannya berdasarkan propinsi. 3 INFOKOP VOLUME 22 No. 1 - Juni 2013 : 1-9 Tabel 2. Perkembangan Koperasi Aktif dan Tidak Aktif Menurut Propinsi Sumber Data: Kementerian Koperasi dan UKM (Nopember 2012) Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah koperasi aktif di tiap propinsi sangat beragam. Prosentase koperasi aktif terendah ada di Propinsi Papua yaitu sebesar 55,19% dan tertinggi ada di Propinsi Bali, yaitu sebesar 92,69%. Pada tabel 2 juga dapat dilihat, bahwa prosentase jumlah koperasi aktif di propinsi-propinsi di Pulau Jawa, termasuk di DKI Jakarta tidak begitu signifikan perbedaannya dengan koperasi-koperasi dari propinsi lainnya. Sebaran prosentase koperasi aktif di Pulau Jawa ada pada rentang 62% sampai dengan 79%. Kalau di Jawa saja koperasi aktif kurang menggembirakan, sudah selayaknya harus diberikan apresiasi terhadap perkembangan koperasi di luar Pulau Jawa, yang secara ekonomi jauh lebih terbelakang. Perkembangan jumlah koperasi aktif sebagaimana di atas telah menjadi perhatian pemerintah. Jika dibandingkan dengan sebelum reformasi (Nasution, 2002), rata-rata koperasi aktif antara tahun 1997-2000 adalah 82,1%. Bahkan pada tahun 2000, jumlah koperasi aktif ada 4 PERSPEKTIF PEMBANGUNAN KOPERASI PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 (Sjarifuddin Hasan) sebanyak 86,3%. Menurunnnya jumlah koperasi aktif dibandingkan pada tahun awal reformasi perlu dicermati dan segera dicarikan jalan pemecahannya. Kalau dibiarkan terus, citra buruk koperasi akan mempengaruhi perkembangan koperasi di masa mendatang. Menyadari akan kondisi perkoperasian di Indonesia belum menggembirakan, maka Pemerintah terus berupaya dengan harapan jumlah koperasi aktif bisa ditingkatkan mencapai 90% pada tahun 2014. Adapun upaya-upaya yang dilakukan untuk mengaktifkan koperasi yang kurang aktif adalah: 1. Mengidentifikasi dan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan koperasi kurang aktif. 2. Melakukan pembubaran bagi koperasi-koperasi yang kurang aktif yang tidak mungkin untuk dibenahi kembali, sehingga bisa melaksanakan aktivitasnya sesuai dengan harapan atau melakukan amalgamasi dengan koperasi lainnya. 3. Melakukan revitalisasi bagi koperasi-koperasi yang kurang aktif yang masih mungkin untuk dikembangkan, mulai dari aspek organisasi dan manajemen atau kelembagaan, permodalan atau usaha secara umum, dan bahkan melakukan pendampingan sesuai dengan kebutuhan. Sebagai langkah awal, sejak tahun 2012 yang lalu, untuk meningkatkan koperasi-koperasi yang kurang aktif, pemerintah telah melakukan identifikasi terhadap Koperasi Unit Desa (KUD) di Indonesia, dan dari sekitar 10 ribu unit KUD yang ada akan dilakukan berbagai upaya sesuai dengan kondisinya masing-masing. Salah satunya adalah melakukan pembenahan kepada KUDKUD yang bergerak di sektor-sektor strategis, seperti usaha pertanian, perkebunan, dan usaha sapi perah yang selama ini memang memberikan kontribusi besar dalam peningkatan kesejahteraan anggota atau masyarakat di wilayahnya. Mewujudkan Koperasi Sejati Pasca Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Cita-cita luhur para pendiri negeri ini adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945. Diyakini pula, bahwa koperasi dapat menjadi wahana strategis untuk mewujudkannya. Oleh karena itulah, koperasi telah dijadikan alat perjuangan dan diatur pada Pasal 33 Undang Undang Dasar tahun 1945. Koperasi diharapkan dapat menjadi salah satu soko guru perekonomian nasional bangsa Indonesia. Dalam perjalanannya selama 66 tahun usia koperasi Indonesia, kehidupan koperasi telah mengalami pasang surut. Belum banyak koperasi yang ada di Indonesia dapat kita jadikan contoh dan panutan untuk mewujudkan cita-cita pendiri negeri ini. Koperasi bahkan sering disalahgunakan oleh para oknum yang membuat citra koperasi sering tercoreng. Kita sering mendengarkan istilah koperasi diplesetkan menjadi “kuperasi”, atau Ketua Untung Daluan (KUD). Bahkan tidak jarang koperasi dijadikan wadah oleh para “rentenir” untuk mencari keuntungan dari bisnisnya. Koperasi Simpan Pinjam merupakan salah satu koperasi yang sering dijadikan kedok untuk mendapatkan keuntungan bisnis yang menggiurkan bagi para memiliknya, yang biasanya hanya segelintir orang. Modus seperti ini, walaupun sudah ditindak masih terus berkembang di lapangan. Dengan adanya Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 tentang perkoperasian, diharapkan kasus-kasus yang mencoreng nama koperasi dapat dikurangi. Hal ini, diharapkan dapat diwujudkan, karena pada undang-undang yang baru ini telah diatur secara khusus tentang pentingnya pengawasan Koperasi Simpan Pinjam. Mulai dari pasal 96 sampai dengan pasal 100 diatur tentang pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi. Secara khusus pada pasal 100 5 INFOKOP VOLUME 22 No. 1 - Juni 2013 : 1-9 diatur pentingnya pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam, yang lebih lanjut akan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah. Bukan saja tentang pengawasan Koperasi Simpan Pinjam yang diharapkan dapat meluruskan pembangunan koperasi di masa mendatang, hal-hal lain yang diatur dalam undangundang baru ini dapat dijadikan acuan agar koperasi dapat berkembang sesuai dengan jati dirinya. Selama ini, koperasi sering kurang menunjukkan nilai dan prinsip koperasi sebagaimana tertuang dalam undang-undang. Hal ini karena pendirian koperasi sering dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir orang untuk mencari keuntungan, apalagi dengan semakin besarnya perhatian pemerintah dalam pembangunan koperasi dengan segala fasilitas yang diberikan. Koperasi selama ini hanya menjadi milik beberapa orang dan sebagian besar biasanya sebagai non-anggota. Hal ini semakin nyata pada koperasi-koperasi yang bergerak dalam usaha simpan pinjam. Padahal dalam pengaturannya sudah ditetapkan bahwa selama 3 bulan sejak dilayani nonanggota harus dialihkan menjadi anggota. Bahkan tidak jarang kita lihat banyak Koperasi Simpan Pinjam mengembangkam cabang-cabangnya di berbagai provinsi atau kabupaten/kota dengan melayani non-anggota layaknya seperti bank. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip dan nilai koperasi. Semenjak Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian ini diundangkan pada Oktober 2012 lalu, diharapkan koperasi-koperasi yang berkembang di Indonesia betulbetul dapat menerapkan nilai dan prinsip koperasi. Upaya ini sangat memungkinkan untuk dapat diterapkan karena sejak awal masyarakat yang tertarik untuk mendirikan koperasi diwajibkan menyetor Setoran Pokok (SP) dan Sertifikat Modal Koperasi (SMK). Selama ini masyarakat yang mendirikan koperasi hanya menyetorkan Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib yang dibayarkan setiap bulan, tetapi kewajibannya sering tidak dilaksanakan secara penuh. Tidak jarang ditemukan pembayaran Simpanan Wajib tidak berjalan dengan baik yang mengakibatkan koperasi tidak berkembang, karena tidak terjadi pemupukan modal dari dalam. Setoran Pokok dan Sertifikat Modal koperasi yang disetorkan di awal pendirian koperasi diharapkan akan menjadikan koperasi dapat berkembang dengan kemampuannya sendiri, dan anggotanya akan merasakan memiliki dan menjadi pelanggan setia pada koperasi. Menurut Nasution (2002), bahwa ketidakmampuan sebagian besar organisasi koperasi melakukan pemupukan modal, pada akhirnya juga mengakibatkan ketergantungan pada fasilitas kredit untuk keperluan usaha. Inilah yang harus dikurangi, agar koperasi bisa mandiri dan tidak selamanya menggantungkan pada dukungan pemerintah. Dalam kaitan ini, anggota diharapkan betul-betul paham akan hak dan kewajibannya sebagai pelanggan dan pemilik koperasi. Oleh karena itu, sejak awal pendirian koperasi, masyarakat yang ingin mendirikan koperasi harus melalui proses pendidikan perkoperasian sebagaimana selama ini telah dilaksanakan dengan baik pada koperasikoperasi kredit di tanah air. Pendidikan kepada anggota koperasi akan menjadikan para anggota memiliki persepsi dan pemahaman yang sama dalam pengembangan koperasi. Mereka harus tahu betul bahwa koperasi yang mereka dirikan merupakan perusahaan yang mereka miliki secara bersama. Dengan demikian, mereka betul-betul akan mengelola koperasinya dengan baik dan sekaligus menjadikan koperasi sebagai badan usaha yang memberikan manfaat besar bagi kepentingan anggotanya. Melalui upaya ini diharapkan akan muncul koperasi-koperasi yang betul-betul menerapkan prinsip dan nilai koperasi dengan baik, sehingga di masa depan akan tumbuh koperasi-koperasi yang sesuai dengan jati diri koperasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2012. 6 PERSPEKTIF PEMBANGUNAN KOPERASI PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 (Sjarifuddin Hasan) Untuk mewujudkan koperasi ke depan agar penerapan nilai-nilai dan prinsip koperasi dilaksanakan dengan baik, maka pemerintah telah dan terus menyempurnakan kebijakan dan program pembangunan koperasi. Bahkan sejak era reformasi, upaya penguatan kelembagaan koperasi agar sesuai dengan jatidiri koperasi terus dilakukan. Dalam kaitan ini, beberapa upaya yang sudah dan akan terus dilakukan adalah: 1. Peningkatan kualitas kelembagaan koperasi agar mampu menerapkan nilai-nilai dan prinsip dasar koperasi yang dilakukan melalui beberapa program, yaitu: a. Pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan kepada masyarakat yang mau mendirikan koperasi serta kepada para anggota koperasi yang ada. b. Pendidikan dan pelatihan kepada pengurus koperasi agar dapat menjalankan tugasnya dalam pengelolaan koperasi secara profesional, jujur, transparan dan memiliki tanggung jawab. c. Pendidikan dan pelatihan kepada pengelola koperasi Simpan Pinjam untuk mendapatkan kompetensi berkaitan dengan pengelolaan koperasi Simpan Pinjam. 2. Penguatan koperasi agar mampu mengembangkan usaha-usaha produktif yang potensial untuk dikembangkan sesuai dengan keinginan dan kepentingan para anggotanya. 3. Pemberian fasilitasi untuk mendorong kerjasama antar koperasi dalam mengembangkan berbagai usaha dengan prinsip saling memperkuat dan saling menguntungkan. 4. Pemberian fasilitasi untuk mempromosikan berbagai produk dan jasa yang dikembangkan oleh koperasi, baik di dalam dan di luar negeri serta menjajagi berbagai peluang kerjasama dengan koperasi di luar negeri. Bagaimana Menata Koperasi di Indonesia? Walaupun undang-undang baru tentang perkoperasian telah ditetapkan oleh pemerintah, perjalanan membangun koperasi tidaklah cukup dengan undang-undang saja. Kebijakan dan program harus ditetapkan agar perkembangan koperasi di masa mendatang sesuai dengan harapan. Agar perkembangan dan citra koperasi semakin baik ke depan, rasanya tidak perlu ditunda lagi, kita perlu melakukan penataan terhadap koperasi yang ada dan koperasi yang akan tumbuh di kemudian hari. Mengingat jumlah koperasi aktif sebanyak 71,71%, maka jumlah koperasi yang tidak atau kurang aktif namun masih memiliki kegiatan usaha harus ditata agar kita tahu kondisinya. Penataan koperasi di Indonesia dapat dilakukan dengan cara: Pertama, penggabungan, kalau memang masih punya potensi untuk dikembangkan, atau harus dibubarkan, bila sudah tidak mungkin untuk dikembangkan. Apalagi dalam UndangUndang tentang perkoperasian nomor 17 tahun 2012 sudah diatur secara khusus dalam bab tersendiri, yaitu Bab XII tentang penggabungan dan peleburan serta Bab XIII tentang pembubaran, penyelesaian, dan hapusnya status badan hukum koperasi. Dalam hal tertentu, kalau rapat anggota koperasi tidak melakukan pembubaran terhadap koperasinya sendiri, pemerintah dapat mengambil alih pembubaran koperasi dengan syarat-syarat yang kuat. Syarat-syarat tersebut, adalah: (a) terdapat bukti bahwa koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan dalam undang-undang; (b) kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; dan (c) kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan. 7 INFOKOP VOLUME 22 No. 1 - Juni 2013 : 1-9 Kedua, mereposisi kelembagaan dan bisnis koperasi. Reposisi kelembagaan disini menyangkut penataan posisi, tugas dan fungsi perangkat organisasi koperasi, serta penataan hubungan kerja antara primer dan sekunder koperasi. Dalam hal yang terakhir ini, sering kita temui, peran sekunder tidak signifikan dalam mengembangkan koperasi primer yang adalah anggotanya. Bahkan tidak jarang sekunder koperasi menjadi besar karena dukungan primer koperasi. Sedangkan reposisi bisnis koperasi lebih ditujukan agar bisnis utama yang dikelola koperasi betul-betul sejalan dengan kebutuhan anggota. Koperasi akan menjadi besar kalau bisnis anggota juga berkembang, bukan sebaliknya. Disinilah kejelian dan keikhlasan pengelola koperasi sangat dituntut tanggung jawabnya. Dalam kaitan dengan bisnis koperasi ini, pengelola koperasi idealnya dilaksanakan oleh kalangan profesional. Kalangan profesional yang juga adalah anggota koperasi tentu akan lebih baik sehingga koperasi betul-betul dikembangkan dari, oleh dan untuk anggota. Ketiga, dukungan kebijakan yang kondusif dan program berkaitan dengan pengembangan koperasi tidak membuat ketergantungan. Beberapa kebijakan kondusif yang berkaitkan dengan pengembangan koperasi adalah: (a) adanya kepastian dalam pengurusan badan hukum termasuk waktu dan biaya yang dibutuhkan; (b) dukungan infrastruktur yang memadai dalam menunjang pengembangan bisnis koperasi; (c) ketersedian dan kemudahan mendapatkan dukungan finansial; (d) ketersediaan dan kemudahan akses pada informasi dan teknologi; (e) ketersediaan lembaga layanan pendidikan dan pelatihan; dan (f) ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas. Penutup Pembangunan koperasi pasca Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 diyakini akan mendorong tumbuhnya koperasi-koperasi berkualitas sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Koperasi yang tumbuh ke depan bukan saja mengejar kuantitas, tetapi yang jauh lebih penting adalah kualitas koperasi yang mampu membangun dan menjadikan koperasi sebagai alat perjuangan untuk meningkatkan posisi tawar para anggotanya dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Dengan pengaturan yang ada pada Undang-Undang tentang perkoperasian yang baru, koperasi diharapkan akan betul-betul tumbuh karena didukung oleh kesadaran dan kepentingan bersama, dimana para anggotanya memiliki pemahaman yang sama akan pentingnya koperasi. Koperasi diharapkan tumbuh karena kemampuan sendiri dan tidak tergantung pada peran pemerintah. Koperasi akan betul-betul tumbuh sebagai koperasi sejati, bukan sebagai koperasi “pedati” yang terus menerus harus diseret-seret sebagaimana layaknya pedati atau tidak juga sebagai koperasi “merpati” yang hidupnya hanya tergantung pada dukungan pemerintah. Kedua jenis koperasi “pedati” ataupun “merpati” hanya bisa hidup kalau ada dukungan yang kuat dari pemerintah. Inilah yang tidak kita kehendaki selama ini, koperasi harus tumbuh dan berkembang dengan kemampuan sendiri dan melaksanakan nilai dan prinsip koperasi dengan baik. Mudahmudahan Undang-Undang perkoperasian yang baru ini akan mampu mengarahkan koperasi di masa depan dan koperasi akan berkembang dengan baik sesuai dengan harapan. 8 PERSPEKTIF PEMBANGUNAN KOPERASI PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 (Sjarifuddin Hasan) Daftar Pustaka Anonymous. 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012, Tentang Perkoperasian. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Kementerian Koperasi dan UKM.2012. Tabel Rekapitulasi Data Koperasi Berdasarkan Provinsi. Http://www.depkop.go.id/index.php? option=comphocadownload&view=category&id=93;datakoperasi 2011&itemid=93/[29 Desember 2012]. Nasution, Muslimin. 2002. Evaluasi Kinerja Koperasi; Metode Sistem Diagnosa. Tim Pengkajian Pengembangan Koperasidan Usaha Kecil dan Menengah ------------------------. 2002. Sekilas, Kiprah Pak Bus Membangun Koperasi: Sebuah Ulasan Berita Pers. Tim Pengkajian Pengembangan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 9