10 BAB II LANDASAN TEORI A. Signalling Theory Zhao et al. (2004) mengemukakan konsep teori signal pertama kali dipelajari dalam konteks pasar tenaga kerja dan pasar barang oleh Akerlof dan Arrow dan dikembangkan menjadi teori keseimbangan signal oleh Spence. Teori signal menurut Morris (1987) menjelaskan masalah asimetris informasi dalam pasar. Teori ini menunjukkan bagaimana asimetris ini dapat dikurangi dengan memberikan lebih banyak signal informasi kepada pihak lain. Walaupun dikembangkan dalam pasar tenaga kerja, teori signal merupakan fenomena umum yang dapat diaplikasikan dalam setiap pasar dengan asimetris informasi termasuk dalam pasar modal. Asimetris informasi dalam pasar modal dapat terjadi karena pihak perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak eskternal perusahaan. Signaling theory berakar pada teori akuntansi pragmatik yang mengamati pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai yang memperhatikan pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai informasi (Suwardjono, 2005). Pendekatan pragmatis dapat dilakukan dengan mengamati reaksi pemakai laporan keuangan, dimana adanya reaksi pemakai laporan keuangan merupakan bukti bahwa laporan keuangan bermanfaat dan berisi informasi yang relevan. 11 Suatu kejadian atau pesan dikatakan mengandung informasi jika pesan tersebut menyebabkan perubahan keyakinan penerima (pasar modal) dan memicu tindakan tertentu (misalnya terefleksi dalam perubahan harga atau volume saham di pasar modal), dimana tindakan tersebut diyakini sebagai akibat informasi dalam kejadian atau pesan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa informasi tersebut bermanfaat. Jadi dapat disimpulkan sebuah informasi dapat dikatakan bermanfaat apabila informasi tersebut benar-benar atau seakan-akan digunakan dalam pengambilan keputusan oleh pemakai yang dituju, yang ditunjukkan adanya asosiasi antara peristiwa (event) dengan return, harga atau volume saham di pasar modal (Suwardjono, 2005). Menurut Nezz dkk (dalam Ghozali dan Chariri, 2007) jika perusahaan secara sukarela mengungkapkan informasi lingkungan yang bernuansa positif, maka tindakannya ini dapat mengurangi resiko berkurangnya kemakmuran yang mungkin dihadapi perusahaan di masa mendatang. Hal ini menunjukan sinyal positif bagi investor untuk menanamkan sahamnya. B. Stakeholder Theory Stakeholder theory menyatakan bahwa kesuksesan dan hidup matinya suatu perusahaan sangat tergantung pada kemampuannya menyeimbangkan beragam kepentingan dari para stakeholder atau pemangku kepentingan (Andreas Lako. 2011:5). Teori stakeholder pertama kali digagas oleh R. Edward Freeman, yang menyatakan bahwa, “Stakeholder theory is a theory of organizational 12 management and business ethics that addresses morals and value in managing an organization”. Dengan mengetahui apa yang diinginkan stakeholder maka manajer dapat merumuskan suatu strategi korporat yang fleksibel yang tidak hanya bisa mengakomodasi seluruh kepentingaan stakeholder, tetapi juga tujuan akhir perusahaan. Salah satu perwujutan strategi korporat adalah dengan melaksanakan program CSR serta mengungkapkannya didalam laporan tahunan. Hal ini penting dilakukan karena investor sebagai stakeholder perlu mengevaluasi sejauh mana perusahaan telah melaksanakan perannya sesuai keinginan stakeholder. C. Reaksi Investor Pengujian terhadap reaksi pasar atas informasi yang dipublikasikan banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu, karena merupakan topik kajian yang cukup menarik dan kontroversial di bidang keuangan. Reaksi pasar dapat diukur dengan menggunakan earning, dividen, abnormal return dan volume perdagangan saham (Beaver, 1968; Sharper, 1997; Subekti, 2005). Ketika informasi diumumkan diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar yang ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham, perubahan harga saham dapat digambarkan dalam bentuk efisien pasar modal. Menurut Setiawan dan Hartono (2003) bentuk pasar modal di Indonesia adalah bentuk pasar efisien setengah kuat (semistrong form) secara informasi, yang tercermin dari cepatnya investor bereaksi terhadap masuknya 13 informasi baru. Pasar efisien setengah kuat (semistrong form) dapat diuji dengan melihat abnormal return yang terjadi melalui perubahan harga saham dan aktivitas volume perdagangan saham (Fama dalam Jogiyanto, 2005). Dimana pasar yang efisien tercermin dari cepatnya investor bereaksi terhadap masuknya informasi baru, jika pelaku pasar (Investor) menganggap informasi tersebut sebagai informasi yang baik (good-news) maka akan ada reaksi investor yang tercermin melalui peningkatan harga saham dapat dilihat dari abnormal return (Bandi dan Hartono, 2000). Pada kondisi pasar yang efisien adanya abnormal return yang positif akan memicu kenaikan volume perdagangan saham, begitu pula sebaliknya adanya abnormal return yang negatif dapat memicu penurunan volume perdagangan saham (Subekti, 2005). Tetapi perlu diingat bahwa tidak selalu abnormal return berhubungan dependen dengan volume perdagangan saham, dimana perubahan harga merefleksikan perubahan dalam pengharapan secara keseluruhan sedangkan volume merefleksikan perubahan dalam pengharapan secara individu (Beaver 1968; Baron 1995) (dalam Bandi dan Hartono, 2000). Dalam artian suatu informasi, misalnya abnormal return mungkin netral dalam arti tidak mengubah pengharapan tentang pasar sebagai suatu keseluruhan tetapi mengubah pengharapan individual, yang berarti tidak ada reaksi investor secara keseluruhan terhadap abnormal return tetapi mungkin ada penggantian dalam posisi portofolio yang merefleksikan reaksi volume. 14 1. Mengenal Jenis dan Karakter Investor Artikel dari Mackey et.al (2005) mengatakan bahwa beberapa investor tertarik hanya memaksimalkan kekayaan mereka dalam membuat keputusan untuk berinvestasi. Investor yang mempunyai tujuan seperti itu biasanya disebut “wealth maximizing investor” (Mackey et.al, 2005). Sebaliknya, para investor lainnya mungkin tidak hanya tertarik dalam memaksimalkan kekayaan. Sebagian, beberapa investor hanya melakukan investasi dalam perusahaan yang dananya untuk kegiatan tanggung jawab social. Dan biasanya investor yang mempunyai tingkah laku seperti itu disebut “socially conscious activities” (Mackey et.al, 2005). Investor socially conscious memperoleh manfaat dari laba perusahaan yang ditanaminya, tetapi mereka juga memperoleh manfaat dari aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan tersebut. Sehingga investor yang menanamkan modalnya ke perusahaan yang melakukan CSR akan memperoleh keuntungan ganda. Dalam melakukan investasi, investor sebaiknya melihat hal-hal yang dilaporkan dalam laporan tahunan. Terutama, ada atau tidaknya pengungkapan CSR didalamnya. Teori-teori diatas adalah beberapa teori yang berkaitan dengan CSR. Teori tersebut telah digunakan dalam penelitian-penelitian yang menyangkut CSR. Hasil-hasil penelitian tersebut diantaranya adalah ada beberapa keterbatasan dukungan teori legitimasi dalam menjelaskan sifat pengungkapan sebaik alasan pengungkapan. Luas pengungkapan lingkungan sangat terbatas. Melaporkan jumlah perusahaan sampel yang mengungkapkan 15 beberapa informasi environmental dalam annual report-nya (38 perusahaan, 27,54%) dan jumlah perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi environmental (100 perusahaan, 72,46%) (Nik Ahmad dan Sulaiman, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mackey et.al (2005) dengan menggunakan asumsi efisiensi semi kuat menunjukkan bahwa manajer pada perusahaan dagang yang untuk publik menemukan bahwa CSR belum memaksimalkan present value future cash flow-nya, tetapi memaksimalkan nilai pasar perusahaan. Dalam melakukan investasi, biasanya investor melihat labanya, laba tersebut dapat dilihat dari nilai pasarnya. Laba memiliki value relevance yang dapat diketahui dari pengaruhnya terhadap reaksi investor yang digambarkan dalam harga saham. Sejalan dengan perubahan kondisi ekonomi, value relevance laba mengalami penurunan. Penurunan tersebut dapat disebabkan karena semakin meningkatnya nilai ekonomis aktiva tidak berwujud yang tidak dilaporkan dalam laporan keuangan karena masalah pengukuran serta tingkat perubahan dalam lingkungan bisnis. Dari waktu ke waktu semakin banyak tersedia informasi yang digunakan oleh investor dalam penilaian perusahaan. Salah satu informasi alternatif yng dapat digunakan oleh investor adalah informasi Corporate Social Responsibility. Hasil penelitian Heal (2004) menunjukkan bahwa CSR dapat memainkan peranan penting sebagai tangan-tangan yang tak terlihat untuk menghasilkan social good, juga untuk meningkatkan laba perusahaan dan tindakan untuk menangkas resiko reputasi. Kemudian hasil penelitian 16 Ducassy dan Jeannicot (2008) mengungkapkan bahwa adanya respon pasar terhadap publikasi ranking CSR. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Roberts (1992) menemukan bahwa tindakan dari stakeholder power, strategic posture, and economic performance berhubungan signifikan dengan CSR. Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Sayekti dan Wondabio (2008) menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh negative terhadap ERC. Dengan adanya hasil penelitian ini berarti investor menngapresiasi informasi CSR yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa CSR dapat digunakan oleh investor sebagai pertimbangan alternative dalam melakukan investasi. Mengingat banyak faktor yang berhubungan dengan CSR, salah satunya penelitian-penelitian diatas. Dalam melakukan beberapa jenis investasi, setiap investor mempunyai sifat dan karakter masing-masing. Ada investor yang suka memilih jenis instrumen dengan tingkat risiko tinggi, ada juga investor yang tidak menyukai risiko tinggi. Menurut mereka, yang penting adalah bagaimana memilih instrumen investasi agar tetap mampu memberikan keuntungan. Anda perlu mengenal beberapa jenis dan karakter seorang investor, termasuk kategori sifat investor yang Anda pilih dalam melakukan investasi. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik investor, berarti Anda bisa melakukan pilihan jenis investasi yang cocok dengan karakter Anda. 17 a. Risk Taker: Investor risk taker cenderung suka mengambil risiko tinggi dengan harapan bisa mendapatkan tingkat keuntungan yang tinggi pula. Mereka ingin mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi walaupun untuk memperolehnya harus dengan konsekuensi risiko yang lebih tinggi. Investor jenis ini lebih mudah diajak berkomunikasi dan memberikan respons positif dalam memilih instrumen investasi yang berisiko tinggi, seperti instrumen saham, derivatif, atau jenis lainnya. Mereka cenderung tidak menyukai sifat investasi yang tingkat hasilnya moderat atau umum. Mereka juga mempunyai sifat tidak puas dengan tingkat keuntungan investasi rata-rata yang diperoleh selama ini. Mereka lebih menyukai tantangan risiko yang tinggi dengan harapan tingkat return yang diperoleh juga tinggi. b. Risk Averse: Investor ini tidak menyukai risiko. Mereka cenderung bersifat konservatif dalam memilih instrumen investasinya. Menurut mereka, yang penting investasi tetap memberikan keuntungan, walaupun kecil tidak masalah, asalkan dana investasinya tetap aman dan utuh. Karakter investor ini lebih mengutamakan faktor keamanan dana yang dimilikinya. Pada dasarnya, mereka tidak mengutamakan tujuan mencari keuntungan setinggi-tingginya dengan mengorbankan dana portofolio investasi, yang penting 18 mereka masih mampu memberikan keuntungan yang relatif memuaskan. Aman dan risiko kecil merupakan slogan mereka dalam berinvestasi. c. Spekulator: Mereka selalu ingin mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Mereka berani menanggung risiko kerugian yang besar asalkan potensi besarnya keuntungan yang akan diperoleh juga cukup signifikan. Banyak investor yang dulunya sangat konservatif karena sangat bernafsu mendapatkan kekayaan dalam jumlah besar dalam waktu singkat berubah menjadi seorang spekulator. Kalau ternyata spekulasi mereka tepat, sangat beruntunglah mereka bisa mendapatkan keuntungan dalam jumlah besar. Akan tetapi, apabila sedang mengalami naas atau sial, kerugian besarlah yang akan ditanggungnya, yang mungkin jumlah atau nilai kerugiannya tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Nasihat yang bijaksana, berhatihatilah menjadi seorang spekulator kalau benar-benar tidak mempunyai nyali besar dan siap mengalami kerugian dalam jumlah besar. 2. Reaksi Investor Terhadap Informasi yang Dipublikasikan Suatu informasi dapat dikatakan mempunyai nilai guna bagi investor apabila informasi tersebut memberikan reaksi untuk melakukan transaksi 19 di pasar modal. Hal ini dapat dilhat melalui perubahan harga saham dan aktivitas volume perdagangan saham. Penelitian ini menggunakan indikator perubahan harga saham dan volume perdagangan saham untuk melihat reaksi investor yang dikaitkan dengan suatu peristiwa (event). Perhitungan terhadap perubahan harga saham akan diukur dengan menggunakan abnormal return yaitu selisih return sesungguhnya dikurangi return yang diharapkan, sedangkan perhitungan volume perdagangan saham dapat diukur dengan menggunakan unexpected trading volume yaitu selisih antara volume perdagangan sesungguhnya dengan volume perdagangan normal (Patten, 1990:580). Senda dengan Patten, Bandi dan Jogiyanto (2000) juga menggunakan indikator volume perdagangan saham abnormal, yang merupakan volume penyesuaian pasar untuk melihat reaksi pasar. Bandi dan Jogiyanto (2000:212) menyimpulkan bahwa reaksi harga dan reaksi volume perdagangan secara statistik terjadi secara dependen, dimana reaksi volume perdagangan saham dependen terhadap reaksi harga saham, dan hubungan antara reaksi harga dan volume perdagangan lebih dekat pada dependensi daripada keeratan hubungan keduanya. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Bamber dan Cheon (1995) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan reaksi (perubahan volume 20 perdagangan dan perubahan harga) yang signifikan dari suatu peristiwa (laporan) akuntansi. 3. Abnormal Return Abnormal return adalah Selisih antara tingkat keuntungan yang sebenarnya dengan tingkat keuntungan yang diharapkan. Abnormal return sering digunakan sebagai dasar pengujian efisiensi pasar. Pasar dikatakan efisien jika tidak satu pun pelaku pasar yang menikmati abnormal return dalam jangka waktu yang cukup lama. Akan tetapi, abnormal return dapat digunakan untuk melakukan penilaian kinerja surat berharga. Pada dasarnya ada beberapa model untuk menghitung abnormal return, di antaranya market model/single index model dan capital asset pricing model. Kedua model tersebut sulit dilakukan karena harus melakukan estimasi untuk beta, tingkat bunga bebas risiko dan return pasar. Persamaan Aggarwal et al. (1993) dapat digunakan untuk mempermudah perhitungan karena bagi perusahaan yang baru go public akan sangat sulit menentukan beta yang tepat. Dalam keuangan, abnormal return merupakan perbedaan antara pengembalian yang diharapkan keamanan dan kembali aktual. Abnormal return kadangkadang dipicu oleh "peristiwa". Misalnya mencakup merger, pengumuman dividen, pengumuman perusahaan produktif, meningkatkan suku bunga, tuntutan hukum, dll semua yang dapat berkontribusi ke abnormal return. Kegiatan di bidang keuangan biasanya dapat diklasifikasikan sebagai 21 kejadian atau informasi harga yang belum atau sesudahnya ada di pasar keuangan. Abnormal return kumulatif, atau CAR (Cumulative Abnormal Return) , merupakan jumlah dari semua pengembalian yang abnormal . Pengembalian kumulatif abnormal biasanya dihitung atas jendela kecil, sering hanya beberapa hari . Hal ini karena terbukti dan telah menunjukkan bahwa compounding kembali normal setelah memberikan hasil yang jelas. D. Definisi Corporate Social Responsibility Menurut konsep signal theory menyatakan bahwa perusahaan memberikan sinyal-sinyal kepada pihak luar perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan (Wirakusuma dan Yuniasih, 2007). Selain informasi keuangan yang diwajibkan perusahaan juga melakukan pengungkapan yang sifatnya sukarela. Salah satu dari pengungkapan yang sukarela yang dilakukan oleh perusahaan adalah pengungkapan CSR pada laporan tahunan perusahaan. Pengungkapan CSR ini merupakan sebuah sinyal positif yang diberikan oleh perusahaan kepada pihak luar perusahaan yang nantinya akan direspon oleh stakeholder dan shareholder melalui perubahan harga saham perusahaan dan perubahan laba perusahaan. Corporate Social Responsibility adalah mekanisme bagi suatu perusahaan untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhaap lingkungan sosial ke 22 dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholder, yang melebihi tanggungjawab sosial di bidang hukum (Darwin 2004). Pendapat Friedman dalam Suharto (2008) menyatakan bahwa tujuan utama korporasi adalah memperoleh profit semata semakin ditinggalkan. Sebaliknya konsep triple bottom line (profit, planet, people) yang digagas oleh John Elkington makin masuk ke dalam mainstream etikan bisnis (Suharto, 2008). Konsep tangung jawab sosial perusahaan telah mulai dikenal sejak tahun 1979 yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktek yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai pemenuhan hukum, penghargaan masyarakat terhadap lingkungan serta komitmen dunia usaha (Sustainable, 2009). CSR bukan hanya kegiatan karikatif perushaan dan kegiatannya tidak hanya bertujuan untuk memenuhi hukum dan aturan yang berlaku. Lebih dari itu CSR diharapkan memberikan manfaat dan nilai guna bagi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Menurut Pearce dan Robinson (2007) dalam Budiartha (2008) ada sepuluh pihak yang mempunyai kepentingan berbeda dan cara pandang yang berbeda terhadap perusahaan. Sepuluh pihak yang dimaksud adalah stockholder, creditors, employees, customers, suppliers, govenrments, unions, competitors, local comunities dan general public. Kepentingan yang dimaksud bisa saja kalim secara ekonomi maupun klaim non ekonomi. Pearce and Robinson (2007) dalam Budiartha (2008) mengelompokkan tanggungjawab sosial ke dalam empat kelompok yaitu sebagai berikut : 23 Economics Responsibility, secara ekonomi tanggungjawab perusahaan adalah menghasilkan barang dan jasa untuk masyarakat dengan harga yang wajar dan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Legal Responsibility, dimanapun perusahaan beroperasi tentu saja tidak akan lepas dari peraturan dan undang-undang yang berlaku di tempat tersebut terutama peraturan yang mengatur kegitana bisnis. Peraturan tersebut terutama yang berkaitan dengan peraturan lingkungan dan perlindungan konsumen. Ethical Responsibility, perusahaan yang didirikan tidak hanya patuh dan taat pada hukum yang berlaku namun juga harus memiliki etika. Discretionary Responsibility, tanggung jawab ini sifatnya sukarela seperti berhubungan dengan masyarakat, menjadi warga negara yang baik, dll. Ernst and Ernst (1978) dalam Chariri dan Ghozali (2007) melakukan survei dan menemukan bahwa pengungkapan dikaitkan dengan isu sosial dan lingkungan jika pengungkapan tersebut berisi informasi yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok ini : a) Lingkungan b) Energi c) Praktik bisnis yang wajar d) Keterlibatan masyarakat e) Produk yang dibasikan f) Pengungkapan pendapatan lainnya 24 Sementara itu menurut Ullman (1985) dalam Chariri dan Ghozali (2007) melakukan penelitian di Jerman menemukan bahwa dari perspektif pekerja, pengungkapan sosial dan lingkungan mencakup kondisi pekerjaan, penghasilan karyawan jam kerja, pengaruh teknologi kualifikasi dan pelatihan; subsidi yang diterima dari perusahaan, polusi lingkungan dan kontribusi perusahaan pada tujuan sosial. Belkoui dan Karpik (1989) meneliti hubungan antara (1) pengungkapan informasi sosial dengan kinerja sosial, (2) pengungkapan informasi sosial dengan kinerja ekonomi (atas dasar variabel pasar dan akuntansi), (3) kinerja sosial dengan ekonomi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan yang mengungkapkan informasi sosial (1) menunjukkan keikutsertaannya dalam kegiatan sosial, (2) memilih resiko sistematis yang dan tingkat laverage yang rendah dan (3) cenderung perusahaan yang berskala besar. Jadi pengungkapan sosial selalu berkaitan positif dengan kinerja perusahaan. Menurut Suharto (2008) dengan menggunakan dua pendekatan minimal ada delapan kategori perusahaan dalam melaksanakan CSR. Pendekatan yang dimaksud dalam hal ini adalah pendekatan porsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran CSR dan tujuan CSR apakah untuk promosi atau pemberdayaan. 1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya profit. Perusahaan Minimalis yaitu perusahaan dengan profit yang rendah dan memiliki anggaran CSR yang rendah 25 Perusahaan Ekonomis yaitu perusahaan yang memilki keuntungan tinggi namun anggaran CSR nya rendah Perusahaan Humanis yaitu perushaan yang memiliki profit yang rendah namun memiliki anggaran csr yang relatif besar Perusahaan Reformis yaitu perusahaan yang memiliki profit besar dan anggaran CSR yang besar. 2. Berdasarkan tujuan untuk promosi atau pemberdayaan masyarakat Perusahaan Pasif yaitu perusahaan yang menerapkan CSR dengan tujuan yang tidak jelas. Bukan untuk promosi bukan pula untuk pemberdayaan masyarakat Perusahaan Impresif yaitu perusahaan yang melaksanakan CSR dengan tujuan sebagai sarana promosi bagi perusahaan Perusahaan Agresif yaitu perusahaan yang melaksanakan CSR dengan tujuan utama pemberdayaan masyarakat disamping juga bertujuan promosi Perusahaan Progresif yaitu perusahaan yang melaksanakan CSR dengan tujuan promosi sekaligus pemberdayaan masyarakat. 26 1. Keuntungan Melakukan Program Corporate Social Responsibility Dalam buku, “Membedah Konsep dan Aplikasi CSR”, Yusuf Wibisono (2007) menguraikan 10 keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan jika melakukan program Corporate Social Responsibility, yaitu: Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan image perusahaan Perbuatan destruktif pasti akan menurunkan reputasi perusahaan, sebaliknya kontribusi positif pasti akan mendongkrak image dan reputasi positif perusahaan. Image / citra yang positif ini penting untuk menunjang keberhasilan perusahaan. Layak Mendapatkan sosial licence to operate Masyarakat sekitar adalah komunitas utama perusahaan. Ketika mereka mendapatkan keuntungan dari perusahaan, maka dengan sendirinya mereka akan merasa memiliki perusahaan. Sehingga imbalan yang diberika kepada perusahaan adalah keleluasaan untuk menjalankan roda bisnisnya di kawasan tersebut. Mereduksi Resiko Bisnis Perusahaan Mengelola resiko di tengah kompleksnya permasalahan perusahaan merupakan hal yang esensial untuk suksesnya usaha. Disharmoni dengan stakeholders akan menganggu kelancaran bisnis perusahaan. Bila sudah terjadi permasalahan, maka biaya untuk recovery akan jauh lebih berlipat bila dibandingkan dengan anggaran untuk melakukan 27 program Corporate Social Responsibility. Oleh karena itu, pelaksanaan Corporate SocialResponsibility sebagai langkah preventif untuk mencegah memburuknya hubungan dengan stakeholders perlu mendapat perhatian. Melebarkan Akses Sumber Daya Track records yang baik dalam pengelolaan Corporate Social Responsibility merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu memuluskan jalan menuju sumber daya yang diperlukan perusahaan. Membentangkan Akses Menuju Market Investasi yang ditanamkan untuk program Corporate Social Responsibility ini dapat menjadi tiket bagi perusahaan menuju peluang yang lebih besar. Termasuk di dalamnya memupuk loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar baru. Mereduksi Biaya Banyak contoh penghematan biaya yang dapat dilakukan dengan melakukan Corporate Social Responsibility. Misalnya: dengan mendaur ulang limbah pabrik ke dalam proses produksi. Selain dapat menghemat 28 biaya produksi, juga membantu agar limbah buangan ini menjadi lebih aman bagi lingkungan. Memperbaiki Hubungan dengan Stakehoder Implementasi Corporate Social menambah frekuensi Responsibility komunikasi dengan akan membantu stakeholder, dimana komunikasi ini akan semakin menambah trust stakeholders kepada perusahaan. Memperbaiki Hubungan dengan Regulator Perusahaan yang melaksanakan Corporate Social Responsibility umumnya akan meringankan beban pemerintah sebagai regulator yang sebenarnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakat. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan Image perusahaan yang baik di mata stakeholders dan kontribusi positif yang diberikan perusahaan kepada masyarakat serta lingkungan, akan menimbulkan kebanggan tersendiri bagi karyawan yang bekerja dalam perusahaan mereka sehingga meningkatkan motivasi kerja mereka. Peluang Mendapatkan Penghargaan Banyaknya penghargaan atau reward yang diberikan kepada pelaku 29 Corporate Social Responsibility sekarang, akan menambah kans bagi perusahaan untuk mendapatkan award. E. Kebijakan Deviden Kebijakan deviden (dividend policy) adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya akan mengurangi total sumber dana intern atau internal financing (Sartono, 2001). Laba ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, sedangkan deviden merupakan aliran kas yang dibayar kepada para pemegang saham (Riyanto, 2001). Deviden merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan. Deviden ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Rasio pembayaran deviden (dividend payout ratio) yaitu perbandingan Dividend Per Share (DPS) dengan Earning Per Share (EPS). Keputusan mengenai jumlah laba yang ditahan dan deviden yang dibagikan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Robert, 1997). 30 1. Macam-Macam Deviden Berdasarkan bentuk deviden yang dibayarkan, deviden dapat dibedakan atas dua jenis yaitu; deviden tunai (cash dividend) dan deviden saham (stock dividend). Deviden tunai merupakan deviden yang dibagikan dalam bentuk saham dengan proporsi tertentu. Nilai suatu deviden tunai tentunya sesuai dengan nilai tunai yang diberikan, sedangkan nilai suatu deviden saham dapat dihitung dengan rumus harga wajar deviden saham dibagi dengan rasio deviden saham. Berdasarkan periode satu tahun buku maka deviden dapat dibagi atas dua jenis yaitu; deviden interm dan deviden final. Deviden iterm merupakan deviden yang dibayarkan oleh perseroan antara satu tahun buku dengan tahun buku berikutnya atau antara deviden final satu dengan deviden final berikutnya. Di Indonesia pada umumnya deviden interm hanya dibayarkan satu kali dalam setahun. Deviden final merupakan deviden hasil pertimbangan setelah penutupan buku perseroan pada tahun sebelumnya yang dibayarkan pada tahun buku berikutnya. Deviden final ini juga memperhitungkan dan mempertimbangkan hubungannya dengan deviden interm yang telah dibayarkan untuk tahun buku tersebut. 2. Teori Kebijakan Deviden Terdapat beberapa pendapat dan teori yang mengemukakan tentang deviden diantaranya yaitu : 31 a. Dividend Irrelevance Theory (ketidakrelevanan deviden) Teori yang menyatakan bahwa kebijakan deviden perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. MM menyimpulkan bahwa nilai perusahaan saat ini tidak dipengaruhi oleh kebijakan deviden. Keuntungan yang diperoleh atas kenaikan harga saham akibat pembayaran deviden akan diimbangi dengan penurunan harga saham karena adanya penjualan saham baru. Oleh karenanya pemegang saham dapat menerima kas dari perusahaan saat ini dalam bentuk pembayaran deviden atau menerimanya dalam bentuk capital gain. Kemakmuran pemegang saham sekali lagi tidak dipengaruhi oleh kebijakan deviden saat ini maupun di masa mendatang. b. The Bird in The Hand Theory Gordon dan Lintner berpendapat bahwa invstor lebih merasa aman untuk memperoleh pendapatan berupa pembayaran deviden daripada menunggu capital gain. Sementara itu MM berpendapat dan telah dibuktikan secara matematis bahwa investor merasa sama saja apakah menerima deviden saat ini atau menerima capital gain dimasa datang. Gordon dan Lintner beranggapan bahwa para investor mamandang satu burung ditangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Sementara itu MM berpendapat bahwa tidak semua investor 32 berkeinginan untuk menginvestasikan kembali deviden mereka diperusahaan yang sama atu sejenis dengan memiliki resiko yang sama, oleh sebab itu tingkat resiko pendapatan mereka dimasa datang bukannya ditentukan oleh kebijakan deviden, tetapi ditentukan oleh tingkat resiko investasi baru. c. Tax Preference Theory Investor menghendaki perusahaan untuk menahan laba setelah pajak dan dipergunakan untuk pembiayaan investasi daripada deviden dalam bentuk kas. Oleh karenanya perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan deviden. Karena deviden cenderung dikenakan pajak yang lebih tinggi daripada capital gain, maka investor akan meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk saham dengan dividend yield yang tinggi. F. Penelitian Terdahulu Ada beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini. Penelitian-penelitian terdahulu menjelaskan hubungan antara CSR dan kinerja pasar atau reaksi investor yang diukur dengan indikator yang berbedabeda dan menunjukkan hasil yang beragam. Critical review terhadap kelima penelitian tersebut adalah sebagai berikut : 33 Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nurdin, dan Fani (2006). Dalam penelitian tersebut mencoba memberikan bukti empiris hubungan antara tematema pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan bagi perusahaan yang masuk dalam kategori high profile terhadap reaksi investor. Tema-tema sosial dan lingkungan yang diteliti adalah keterlibatan masyarakat, sumber daya manusia, lingkungan dan sumber daya fisik, serta produk atau jasa. Keempat variabel independen ini diukur dengan memberikan nilai 0, 1 atau 2 setiap item pengungkapan. Penelitian tersebut disamping mengukur besarnya pengaruh pengungkapan tema-tema sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan secara simultan terhadap reaksi investor, juga mengukur besarnya pengaruh pengungkapan tema-tema sosial danlingkungan dalam laporan tahunan secara parsial terhadap reaksi investor dengan path analysis. Sedangkan indikator dari reaksi investor adalah abnormal return dan unexpected tranding volume. Nurdin dan Fani (2006) membuktikan, bahwa : Secara simultan, pengungkapan tema-tema sosial dan lingkungan (yang terdiri dari tema keterlibatan masyarakat, sumber daya manusia, lingkungan dan sumber daya fisik, serta produk atau jasa) dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh terhadap perubahan harga saham, yang menunjukkan hubungan rendah dan nyata. Secara parsial, hanya tema lingkungan dan sumber daya fisik yang berpengaruh terhadap perubahan harga saham 34 Secara simultan, pengungkapan tema-tema sosial dan lingkungan (yang terdiri dari tema keterlibatan masyarakat, sumber daya manusia, lingkungan dan sumber daya fisik, serta produk atau jasa) serta perubahan harga saham dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh terhadap perubahan volume perdagangan saham, yang menunjukkan hubungan rendah dan nyata. Secara parsial, tema keterlibatan masyarakat berpengaruh terhadap perubahan harga saham, serta tema produk atau jasa berpengaruh terhaap perubahan volume perdagangan saham. Kedua, Sayekti dan sensi (2007) mengajukan hipotesis: Tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan beperngaruh negatif terhadap Earning Response Coefficient (ERC). Untuk menguji hipotesa digunakan alat uji analisa regresi berganda dengan model interaksi dengan metode ordinart least square (OLS) cross-sectional. Ada 2 model yang diajukan, yaitu model pertama yang meregresikan variabel CAR dengan variabel UE dan CSR1, serta interaksi keduanya, tanpa memasukkan variabel kontrol. Model kedua adalah model yang sudah memasukkan variabel kontrol (yaitu BETA, dan PBV) berserta interaksi dari masing-masing variabel kontrol tersebut dengan variabel UE. Bukti empiris Sayekti dan Sensi (2007) mendukung hipotesa yang menyatakan bahwa tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh negatif terhadap ERC. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa investor mengapresiasi informasi CSR yang diungkapkan dalam laporan tahuan perusahaan. 35 Ketiga, Dahlia dan Veronica (2008) telah menunjukkan hasil yang tidak konsisten terhadap ketiga penelitian diatas. Dalam penelitiannya, Dahlia dan Veronica (2008) mengajukan 2 hipotesis, yaitu: (1) Pengungkapan aktivitas CSR (CSR-disclosure) berpengaruh positif terhadap ROE peusahaan satu tahun ke depan (ROEt+1), (2) Pengungkapan aktivitas CSR (CSR-disclosure) berpengaruh positif terhadap Abnormal Return. ROE dan Abnormal Return dijadikan sebagai indikator kinerja perusahaan yang berperan sebagai variabel dependen. CSR diukur berdasarkan indeks pengungkapan sesuai GRI. Selain itu terdapat variabel kontrol yaitu SIZE, BETA, dan GROWTH. Dahlia dan Veronica (2008) telah membuktikan secara empiris melalui hasil penelitiannya bahwa tingkat pengungkapan CSR dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh positif terhdap variabel ROEt+1 (sebagai proksi untuk kinerja keuangan perusahaan). Artinya, aktivitas CSR yang dilakukan oleh perusahaan terbukti memiliki dampak produktif yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Dengan demikian hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian tersebut diterima. Selain itu, semua variabel kontrol, yaitu leverage (-), size (+), dan growth (+) secara statistik berpengaruh signifikan terhadap ROEt+1. Tetapi bukti empiris penelitian yang dilakukan oleh Dahlia dan Veronica (2008) tidak mendukung hipotesis yang kedua. Begitu juga dengan variabel kontrol beta dan size, secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap CAR. Untuk variabel kontrol lainnya, yaitu leverage secara statistik berpengaruh positif 36 dan signifikan mempengaruhi CAR. Menurut Dahlia dan Veronica hal tersebut dikarenakan: (1) isu mengenai CSR merupakan ahal yang relatif baru di Indonesia dan kebanyakan investor memiliki persepso yang rendah terhadap hal tersebut, (2) kualitas pengungkapan CSR tidak mudah untuk diukur; umumnya perusahaan melakukan pengungkapan CSR hanya sebagai bagian dari iklan dan menghindari untuk memberikan informasi yang relevan, dan (3) kebanyakan investor berorientasi pada kinerja jangka pendek, sedangkan CSR dianggap berpengaruh pada kinerja jangka menengah dan jangka panjang. Keempat, Wulan (2009) mendukung penelitian dari Dahlia dan Veronica (2008) bahwa, Tanggungjawab perusahaan berpengaruh positif terhadap ROE (indikator kinerja keuangan), namun tanggungjawab sosial tidak mempunyai pengaruh terhadap total resiko saham perusahaan dan abnormal return (indikator kinerja pasar) pada pasar modal disebabkan karena CSR merupakan isu baru di Indonesia. Penelitian ini juga konsisten dengan penelitian Donato et al. (2007). Donato et al. (2007), menggunakan ketenagakerjaan, lingkungan dan tiga masyarakat. parameter CSR yaitu: Parameter ketenagakerjaan didasarkan pada 5 dimensi yaitu: kesehatan dan keselamatan kerja, sistem pelatihan dan pengembangan karyawan, kesempatan kebijakan yang sama, hubungan baik dengan karyawan, penciptaan lapangan kerja dan sistem keamanan. Parameter lingkungan mempertimbangkan tiga dimensi yaitu: kualitas dari kebijakan lingkungan, sistem pengelolaan lingungan hidup, dan pelaporan 37 tanggungjawab lingkungan. Indikator respon masyarakat diukur dengan variabel tunggal. Ketiga parameter CSR tesebut berperan sebagai variabel independen, ditambah D / E rasio, rasio ROE, Beta leverage sebagai kontrol, dan variabel dependennya adalah harga saham. Donato et al. (2007) menduga bahwa CSR tidak berpengaruh pada semua harga saham perusahaan yang terdaftar di Italia, terutama karena pasar keuangan Italia tidak cukup efisien dan karena stakeholder dan investor yang berorientasi jangka pendek, sementara dampak “buruk” sosial dan lingkungan dirasakan pada jangka panjang. Donato et al. (2007) memberikan bukti empiris bahwa harga saham perusahaan tidak terpengaruh oleh laporan CSR bahkan jika perusahaan menunjukkan perhatian yang lebih besar isu-isu ini. Penjelasan yang mungkin hasil ini dapat menjadi sebagai berikut: (1) CSR adalah masalah yang relatif baru di Italia, dan sebagaian besar investor memiliki persepsi rendah untuk maslaah CSR, (2) Kualitas CSR tidak mudah dikukur dan sebagian perusahaan menggunakan pengungakapan CSR sebagai tambahan alat periklanan, sehingga menghindari memberikan informasi yang relevan, (3) Sebagia besar investor berorientasi jangka pendek sementara CSR berpengaruh pada jangka panjang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Novia (2011) meneliti tentang analisis reaksi pasar sebelum dan sesudah adanya pengumuman dividen pada perusahaan yang go public di BEI selama tahun 2008-2010. Dengan menggunakan metode penelitian studi peristiwa (event study) maka didapat hasil penelitian yang 38 menunjukkan bahwa pengumuman dividen tidak memiliki kandungan informasi yang dapat menyebabkan perubahan Abnormal Return (AR) secara signifikan antara sebelum dan sesudah pengumuman dividen. Sedangkan penelitian yang berbeda ditunjukkan oleh Angmanda (2010), meneliti tentang analisis pengaruh pengumuman dividen terhadap return, volume, dan frekuensi perdagangan saham di sekitar tanggal ex-dividen selama tahun 2007 pada perusahaan yang melakukan pengumuman data dividen saham-saham perusahaan di BEI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa dari 88 sampel perusahaan yang diteliti dengan total observasi sebanyak 102 pengumuman dividen dengan metode event study yaitu tidak terdapatnya pengaruh yang signifikan pengumuman dividen yang diproksikan dengan Dividend Per Share (DPS) terhadap return, volume, dan frekuensi perdagangan saham di sekitar periode observasi G. Kerangka pemikiran teoritis dan pengaruhnya terhadap reaksi investor 1. Pengaruh corporate social responsibility disclosure terhadap reaksi investor Informasi dalam laporan keuangan perusahaan mempunyai peran yang sangat penting dalam pasar modal, baik bagi investor secara individual maupun bagi pasar secara keseluruhan. Bagi investor, informasi berperan penting dalam mengambil keputusan investasi, sementara pasar memanfaatkan informasi untuk mencapai harga keseimbangan yang baru. Investor tidak hanya memasukkan laba sebagai satu-satunya bahan 39 pertimbangan, tetapi investor mulai melihat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan. Perusahaan yang secara sukarela mengungkapkan informasi lingkungan yang bernuansa positif, mengakibatkan risiko berkurangnya kemakmuran yang mungkin dihadapi perusahaan di masa mendatang, sehingga dapat mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan. 40 Suatu informasi dapat dikatakan bermanfaat apabila dapt menyebabkan keyakinan penerima dan memicu tindakan tertentu yang terefleksi dalam perubahan harga. Dimana jika pelaku pasar (investor) menganggap informasi tersebut sebagai informasi yang baik (good-news) maka akan ada reaksi investor yang tercermin melalui perubahan harga saham. Perubahan harga saham dapat digambarkan dalam bentuk efisiensi pasar modal, bentuk pasar modal di Indonesia adalah bentuk pasar efisien setengah kuat (semistrong form) secara informasi, yang tercermin dari cepatnya investor bereaksi terhadap masuknya informasi baru (Setiawan dan Hartono, 2003). Pasar efisien setengah kuat dapat diuji dengan indikator return saham. Dalam melakukan investasi investor dihadapkan pada ketidakpastian (uncertainty) antara return yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dihadapinya. Semakin besar return yang diharapkan akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko. Risiko yang lebih tinggi biasanya dikorelasikan dengan peluang untuk mendapatkan return yang lebih tinggi pula (high risk high return, low risk low return). Tetapi return yang tinggi tidak selalu harus disertai dengan investasi yang berisiko. Hal ini bisa saja terjadi pada pasar yang tidak rasional. H1 : Corporate Social Responsibility Disclosure berpengaruh positif terhadap reaksi investor melalui kumulatif abnormal return 41 2. Pengaruh kebijakan deviden terhadap reaksi investor Kebijakan dividen menentukan berapa banyak keuntungan yang akan diperoleh pemegang saham. Keuntungan yang akan diperoleh pemegang saham ini akan menentukan kesejahteraan para pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Semakin besar dividen yang dibagikan kepada pemegang saham, maka kinerja emiten atau perusahaan akan dianggap semakin baik pula dan pada akhirnya perusahaan yang memiliki kinerja manajerial yang baik dianggap menguntungkan dan tentunya penilaian terhadap perusahaan tersebut akan semakin baik pula, yang biasanya tercermin melalui tingkat harga saham perusahaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Rozeff (dalam Jogiyanto, 1998) yang menganggap bahwa dividen nampaknya memiliki atau mengandung informasi (informational content of dividend) atau sebagai isyarat prospek perusahaan. Apabila perusahaan meningkatkan pembayaran dividen, mungkin diartikan oleh pemodal sebagai sinyal harapan manajemen tentang akan membaiknya kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Sehingga kebijakan dividen memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini sesuai dengan penelitian Gordon (1963) & Bhattacharya (1979), Myers & Majluf (1984) dalam Sartono (2001). Teori kebijakan dividen mengkaji tentang dampak penentuan besarnya alokasi laba pada dividend dan laba ditahan terhadap nilai pasar yang saham yang berlaku. Ini berarti investor 42 dihadapkan pada dua pilihan apakah hasil pengembalian dividen diberikan dalam bentuk tunai atau dalam bentuk pertumbuhan modal (capital gain), sehingga investor mendapatkan capital meningkat. Teori Bird In The Hand gain karena nilai saham menganggap bahwa pembayaran divieden yang dilakukan saat ini adalah lebih baik daripada capital gain di masa yang akan datang. Berbeda dengan bird in hand theory, signaling theory menekankan bahwa pembayaran dividen merupakan sinyal bagi pasar bahwa perusahaan memiliki kesempatan untuk tumbuh di masa yang akan datang, sehingga pembayaran dividen akan meningkatkan apresiasi pasar terhadap saham perusahaan yang bersangkutan, dengan demikian pembayaran dividen berimplikasi positif pada reaksi investor. H2 : Kebijakan deviden berpengaruh positif terhadap reaksi investor melalui kumulatif abnormal return 43 H. Model Konseptual Corporate Social Responsibility (X1) (H1) Reaksi Investor (H2) (Y) Kebijakan Deviden (X2) Gambar 2.1 Bagan Pengaruh CSR Disclosure, Kebijakan Deviden Terhadap Reaksi Investor Periode 2010-2012