A. Pendidikan Dan Investasi SDM : Suatu Perspektif Pengembangan SDM yang berkualitas merupakan kegiatan antarbidang dan antarsektor pembangunan di dalam suatu kerangka pemikiran para pemegang kebijaksanaan negara yang berkeinginan untuk mencapai keunggulan (excellence) dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sebagai faktor terpenting dalam meningkatkan daya saing produk industri trntuk mempercepat laju pertumbuhan produktivitas nasional. Sebagai salah satu sektor dalam pengembangan kualitas SDM, pembangunan pendidikan adalah faktor terpenting yang menentukan keberhasilan pembangunan di era persaingan. Sistem pendidikan perlu diarahkan pada perwujudan sistem yang mampu menyesuaik;rn cliri bahkan mungkin mendorong Proses perubahar, yang terarah untuk mencapai ketahanan nasional yang andai dalam nrenghadapi tantangan lingkungan yang tidak ramah (volaiile) dan terus berubah, baik pada fingkungan lokal' lingkungan nasional, regional, maupun global. Dalam era yang semakin terbuka, pola perjuangan suatu bangsa dalam memperkokoh ketahanan nasional diperlukan pendekatan yang relevan dengan tantangannya. Salah satu pendekatan yang dikenal dengan istilah pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) adalah suatu model yang cenderung semakin penting, dalam menghadapi tantangan lingkungan-yang berdimensi ganda. Dengan demikian, sistem pendidikan mertghadapi tantangan yang juga berdimensi ganda dalam upaya untuk peningkatan SDM yang berkualitas. Dimensi-dirnensi ini sebut saja ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya (ipoleksosbud). Oleh karena itu, sistem pendidikan sama sekali tidik dapat menjadi sistem tersendiri yang terpisah dengan sistemsistem lainnya dalam Proses pembangunan bangsa. Dari dimensi politik dan ideologi, sistem pendidikan mampu menanamkan sikap-sikap dan perilaku SDM yang demokratis sejalan dengan kepribadian bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Unlung Dusar 1945 serta kebanggaan berbangsa sebagai sumber semangat perjuangan dalam berbagai bidang kehidupan. Dari dimensi ekonomi dan iptek, sistem pendidikan mampu meningkatkan kemampuan belajar warga negara untuk menguasai jenis-jenis keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan iptek yang terus berkembang sebagai syarat mutlak untuk mencapai produktivitas. Dari dimensi sosial-budaya' sistem pendidikan atapun menanamkan sikap dan perilaku yang rasional di dalam suatu sistembudaya Indonesia yang kondusif. Khususnya dalam mengembangkan nilai-nilai kesehatan, produktivitas, kemandirian, serta etos kerja industri. Dari dimensi hankamnas, sistem pendidikan mampu menahan sikap, wawasan, dan perilaku bela negara, baik secra fisik mapun non fisik. 1) Dimensi Konsep Kebiiaksanaan pendidikan harus didasarkan pada prinsip atau konsep yang telah diakui kebenarannya secara universal. Walaupun Indonesia memiliki sistem pendidikan tersendiri (seperti pendidikan Islam: Pesantren dan Madrasah) dan pendidikan asli Indonesia yang lebih mendasarkan diri pada pendidikan bela diri dan kekebalan, model pendidikan Eropa cenderung lebih berkembang karena telah dipakai sebagai model bagi seluruh penjuru muka bumi dan tampaknya sudah menjadi pola pendidikan yang sudah baku. Karena kebakuan model pendidikan Eropa ini, konsep-konsep pendidikan yang dijadikan dasar untuk menyusun kebijaksanaan pendidikan masing-masing negara sudah semakin universal. Perkembangan ilmu-ilmu kebiiaksanaan yang berkembang didunia pendidikan, sampai saat ini, semakin didasarkan pada temuan-temuan penelitian yang dilaksanakan di sejumlah negara. Sebagian dari temuan tersebut sudah menjadi suatu keteraturan (regularity) dan bahkan menjadi suatu teori yang diakui kebenarannya secara universal. Jika teori-teori kebijaksanaan pendidikan sudah diakui secara universal menurut Thomas Khun (1953) dalam bukunya yang sudah cukup tua, tetapi masih dianggap sebagai kajian ilmu pengetahuan yang penting dengan judul The Structure Of Scientific RetsolutionTeori tersebut sudah dapat diakui sebagai suatu paradigma (paradigm). Paradigma ini hanya dapai berubah dalam waktu yang panjang (25-30 tahun) jika temuan-temuan baru dari penelitian secara global telah mengarah pada suatu kecenderungan kebenaran yang baru. Dari cerita ini dapat disirirpulkan bahwa konsep-konsep yang dijadikan landasan oleh kebijaksanaan pendidikan cenderung sudah bersifat universal yang sudah ada dalam literatur kebijaksanaan pendidikan di berbagai bagian dunia. 2) Dimensi Politik Terbentuknya suatu kebijaksanaan pendidikan pada dasarnya merupakan hasil dari suatu perjuangan politik dari berbagai kelompok kepentingan. Kesepakatan politis yang diperoleh adalah landasan bagi para pengambil keputusan untuk menetapkan kebijaksanaan dalam pembangunan pendidikan- Periuangan politik ini wujudnya adalah perjuangan untuk meyakinkan berbagai golongan kepentingan dan golongan penekan dalam suatu tatanan politik negara akan pentingnya suatu kebijaksanaan pendidikan yang diusulkan oleh pemerintah. Dilihat dari sisi politik, kebijaksanaan pendidikan terdiri atas tiga tingkatan berikut ini. Pada tingkatan makro (macro level), sebagai salah satu jenis kebijaksanaan publik, pendidikan nasional akan menyangkut kepentingan seluruh rakyat. Dengan demikian, suatu kebijaksanaan harus sudah mendapatkan persetujuan atau kesepakatan dari seluruh rakyat (di Indonesia kesepakatan dijelmakan dalam berbagai institusi seperti MPR, DPR, atau DPRD sebelum ditetaPkan menjadi kebijaksanaan pendidikan nasional). Dalam tingkatan teknis (technical level), pelaksanaan kebijaksanaan nasional harus diiabarkan menjadi strategi dan kebiaksanaan teknis dan pengelolaan. Pusat dan daerah, Tingkatan kebijaksanaan teknis ini menyangkut pengembangan, penyusunan, dan Penerapan model yang lebih teknis agar kebijaksanan nasional dapat diwujudnyatakan. Hasil-hasil penelitian atau pengembangan mengenai berbagai. Model pelaksanaan kebijaksanaan makro tersebut harus dilakukan jika paradigma yang dijadikan landasan akan ditempatkan pada dimensi ruang, tempat, dan waktu pada masyarakat tempat pendidikan diterapkan, sesuai ciri kebudayaan dan kepribadian bangsanya. Untuk itu, tawar-menawar dengan berbagai kelompok yang mewakili kepentingan atau golongan masyarakat (Misalnya BPPN, DPRD, LSM) atau instansi-instansi pemerintah terkait diperlukan untuk memperoleh dukungan secara politis. Dalam tingkatan operasional (operational level). Penerapan program-program penddikan di tingkat operasional harus merupakan pengejawantahan dari kebiiaksanaan makro dan teknis tersebut. Namun, dalam pelaksanaan di lapangan, dukungan secara politis juga diperlukan agar Program-Program pendidikan, mendapat bantuan, dorongan sekaligus tidak mendapat rintangan dari berbagai kelompok kepentingan yang secara langsung berpengaruh atau terkena dampak dari pelaksanaan program yang bersangkutan.