BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sejak manusia diciptakan, kegiatan komunikasi tidak terlepas dari aktivitas manusia itu sendiri. Untuk terus-menerus dapat melangsungkan hidupnya, manusia harus saling berinteraksi dengan manusia lainnya melalui komunikasi. Melalui komunikasi segala aspek kehidupan manusia di dunia tersentuh. Komunikasi memiliki beberapa bentuk yakni, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa. Komunikasi kelompok terbagi dua, yaitu komunikasi kelompok besar dan komunikasi kelompok kecil. Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam buku Human Communication, A Revision of Approaching Speech memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud dan tujuan yang dikehendaki seperti berbagai informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi dan karakteristik anggota lainnya. Komunikasi kelompok kecil merupakan bentuk komunikasi yang terjadi pada sekumpulan kecil orang (tidak lebih dari 20 orang) sehingga umpan balik 1 Universitas Sumatera Utara dapat diamati langsung dan saat komunikasi berlangsung, baik komunikator maupun komunikan bisa bertukar peran. Sikap dasar manusia yang menyukai hidup berkelompok menjadikan komunikasi kelompok sangat berkembang. Banyak kelompok-kelompok terbentuk, baik itu kelompok belajar, kelompok hobi, kelompok kerja, kelompok pengembangan pribadi, kelompok rohani, dan lainnya. Minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang yang remaja alami. Yang dimaksud di sini bukan sekadar kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut. Atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group. Demi anggota kelompok, remaja bisa melakukan dan mengorbankan apa pun, dengan satu tujuan, Solidaritas. Geng, menjadi suatu wadah yang luar biasa apabila bisa mengarah terhadap hal yang positif. Tetapi terkadang solidaritas menjadi hal yang bersifat semu, buta dan destruktif, yang pada akhirnya merusak arti dari solidaritas itu sendiri. Sebuah geng sering kali memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial yang ada demi alasan solidartas. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk menggunakan narkoba, mencium pacar, melakukan hubungan seks, melakukan penodongan, tawuran, merokok, dan masih banyak lagi. 2 Universitas Sumatera Utara Secara individual, remaja sering merasa tidak nyaman dalam melakukan apa yang dituntutkan pada dirinya. Namun, karena besarnya tekanan atau besarnya keinginan untuk diakui, ketidak berdayaan untuk meninggalkan kelompok, dan ketidak mampuan untuk mengatakan “tidak”, membuat segala tuntutan yang diberikan kelompok secara terpaksa dilakukan. Lama kelamaan prilaku ini menjadi kebiasaan, dan melekat sebagai suatu karakter yang diwujudkan dalam berbagai prilaku negatif. Kelompok atau teman sebaya memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menentukan arah hidup remaja. Jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang penuh dengan “energi negatif” seperti yang terurai di atas, segala bentuk sikap, perilaku, dan tujuan hidup remaja menjadi negatif. Sebaliknya, jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang selalu menyebarkan “energi positif”, yaitu sebuah kelompok yang selalu memberikan motivasi, dukungan, dan peluang untuk mengaktualisasikan diri secara positif kepada semua anggotanya, remaja juga akan memiliki sikap yang positif. Prinsipnya, perilaku kelompok itu bersifat menular. Motivasi dalam kelompok (peer motivation) adalah salah satu contoh energi yang memiliki kekuatan luar biasa, yang cenderung melatarbelakangi apa pun yang remaja lakukan. Dalam konteks motivasi yang positif, seandainya ini menjadi sebuah budaya dalam geng, barangkali tidak akan ada lagi kata-kata “kenakalan remaja” yang dialamatkan kepada remaja. Lembaga pemasyarakatan juga tidak akan lagi dipenuhi oleh penghuni berusia produktif, dan di negeri tercinta ini akan semakin banyak orang sukses berusia muda. Remaja juga tidak perlu lagi merasakan peer pressure, yang bisa membuat mereka stres. 3 Universitas Sumatera Utara Di dalam sebuah geng juga berperan komunikasi antarpribadi. Menurut De Vito, komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek umpan balik langsung (Liliweri, 1991:12). Komunikasi antarpribadi sangat efektif dalam upaya merubah pandangan, sikap maupun perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan. Ciri-ciri komunikasi antarpribadi antara lain : biasanya terjadi secara spontan, memiliki akibat yang disengaja dan tidak disengaja, berlangsung berbalas-balasan, menghendaki paling sedikit melibatkan hubungan dua orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan serta menggunakan lambang-lambang yang bermakna. Komunikasi antarpribadi sangat bermanfaat untuk menjalankan fungsi persuasi terhadap orang lain karena sifatnya yang dialogis. Komunikasi kelompok kecil memiliki sifat dan ciri-ciri yang sama dengan komunikasi antarpribadi. Dalam penelitian ini, peneliti telah menentukan geng yang akan menjadi narasumber. Mereka adalah Bushido Population. Mereka dipilih karena memiliki keunikan yang membuat peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana konsep diri para anggotanya setelah bergabung di geng tersebut. Berawal dari kumpulan pertemanan dimana mereka tinggal di sebuah komplek di Menteng, dan setiap malam minggu selalu berkumpul di Warung Kopi Harapan (Pak Kumis), dari situlah muncul ide untuk membuat suatu wadah yang bermanfaat. Tujuan mereka pada saat itu adalah untuk mempererat tali silaturahmi antar pengendara di Medan dan menjauhi ajang balap liar. 4 Universitas Sumatera Utara Walaupun geng otomotif namun Bushido akrab dengan kegiatan sosial. Diagendakan setiap satu tahun sekali harus diadakan "touring" yaitu refreshing dan konsolidasi antar anggota ke luar kota disekitar Medan. Bushido juga aktif mengirim anggota pada event-event otomotif di Kota Medan. Selain itu, diwajibkan bagi anggota untuk kumpul minimal 2 kali dalam sebulan yg tidak jarang diakhiri dengan konvoi keliling kota. Hingga saat ini, anggota Bushido terhitung kurang lebih 50 orang yang tersebar di seluruh kota Medan. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: ”Bagaimana peranan komunikasi kelompok kecil geng Bushido Population dengan pembentukan konsep diri anggotanya?” I.3. Pembatasan Masalah Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut yaitu sebagai berikut: 1. Penelitian bersifat studi kasus, yang mana peneliti akan mengkaji secara mendalam pengaruh komunikasi dalam geng Bushido 5 Universitas Sumatera Utara Population terhadap pembentukan konsep diri para anggota geng tersebut. I.4. 2. Objek penelitian adalah geng ”Bushido Population” 3. Penelitian akan mulai dilakukan pada bulan April 2010. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi yang terjalin di antara sesama anggota geng ”Bushido Population”. 2. Untuk mengetahui pandangan anggota geng ”Busidho Population” terhadap kelompok tempat mereka bergabung. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh komunikasi kelompok di dalam geng ”Bushido Population” dalam pembentukan konsep diri para anggotanya. I.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis, untuk menerapkan ilmu komunikasi yang diterima penulis selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU Medan, serta menambah cakrawala pengetahuan dan wawasan penulis terhadap pengaruh komunikasi kelompok dan pembentukan konsep diri. 6 Universitas Sumatera Utara 2. Secara akademis, diharapkan dapat memperkaya wacana penelitian di bidang ilmu komunikasi, khususnya Komunikasi Kelompok Kecil dan Komunikasi Antar Pribadi. 3. Secara praktis, hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi teman-teman mahasiswa tentang geng. I.6. Asumsi Menurut Charles Horton Cooley, kita dapat mempersepsikan diri kita dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain; dalam benak kita. Cooley menyebut gejala ini looking-glass self (diri cermin); seakan-akan kita menaruh cermin di hadapan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain; kita melihat sekilas diri kita seperti dalam cermin. Misalnya, kita merasa diri kita jelek. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Kita pikir mereka menganggap kita tidak menarik. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa; orang mungkin merasa sedih atau malu (Vander Zanden, 1975:79). Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita. Ini disebut konsep diri. William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai ”those physical, social, and psychological perception of ourselves that we have derived from experience and our interaction with others” (1974:40). Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. 7 Universitas Sumatera Utara Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kita tentang diri kita; meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yag kita rasakan tentang diri kita. I.7. Kerangka Konsep Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi , 1995:33). Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Kriyantono, 2007:149). Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis, yang sebenarnya merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Adapun konsepkonsep yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: I.7.1. Komunikasi Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan Latin communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang 8 Universitas Sumatera Utara atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa Latin communico yang artinya membagi. Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antar manusia (human communication) bahwa : ”komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu” (Book dalam Cangara, 2004:18) Komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen komunikasi. Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemeen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa terciptanya proses komunikasi, cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain kelima unsur yang telah disebutkan. Ada beberapa bentuk komunikasi yakni komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang sedang berlangsung antara dua 9 Universitas Sumatera Utara orang. Komunikasi kelompok terbagi menjadi dua yakni kelompok kecil (3-12 orang) dan kelompok besar (lebih dari 12 orang). I.7.2. Komunikasi Kelompok Kecil Komunikasi kelompok berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang (Effendy, 2003:75). Apabila jumlah orang dalam kelompok itu sedikit, kurang dari dua puluh orang berarti komunikasi tersebut disebut komunikasi kelompok kecil (small group communication). Komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka (Arni, 2002:182). Komunikasi kelompok kecil memiliki beberapa karakteristik, yaitu mempermudah pertemuan ramah tamah, personaliti kelompok, kekompakan, komitmen terhadap tugas, biasanya tidak lebih dari sembilan orang, adanya norma kelompok dan saling ketergantungan satu sama lain. I.7.2.1 Kelompok Rujukan (reference group) Newcomb mendifinisikan kelompok rujukan sebagai kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk 10 Universitas Sumatera Utara membentuk sikap. Jika anda menggunakan kelompok tersebut sebagai teladan bagaimana harus bersikap, kelompok itu akan menjadi kelompok rujukan positif ; dan jika anda menggunakannya sebagai teladan bagaimana seharusnya tidak bersikap, kelompok itu menjadi kelompok rujukan negatif. Kelompok yang terikat kepada kita secara nominal adalah kelompok rujukan kita ; sedangkan yang memberkan kepada kita identifikasi psikologis adalah kelompok rujukan. Menurut teori kelompok rujukan (Hyman, 1942 ; diperluas oleh Kelley, 1952 ; dan Merton, 1957), kelompok rujukan mempunyai dua fungsi : fungsi komparatif dan fungsi normatif. Tamotsu Shibutani (1967 : 74-83) menambahkan satu fungsi lagi yaitu fungsi perspektif. I.7.3. Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sedangkan menurut Joseph A. Devito ialah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek umpan balik seketika (Liliweri, 1991:1) Pentingnya situasi komunikasi antarpribadi adalah karena prosesnya berlangsung secara dialogis yang didalamnya ada upaya dari para pelakunya untuk dapat terjadi saling pengertian. Proses ini menunjukkan adanya interaksi dimana mereka yang terlibat dapat berfungsi sebagai komunikator mapan komunikan secara bergantian. Ciri-ciri komunikasi antarpribadi yang berkualitas menurut Devito dalam komunikasi antarmanusia (1997:259) ialah: 11 Universitas Sumatera Utara 1. Keterbukaan (opennes) 2. Positif (positiveness) 3. Kesamaan (equality) 4. Empati (empathy) 5. Dukungan (supportiviness) Jalaluddin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi meyakini bahwa komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal, konsep diri, atraksi interpersonal, dan hubungan interpersonal. Persepsi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli indrawi yang berawal dari komunikan yang berupa pesan baik verbal maupun non-verbal. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif ditandai dengan : keyakinan akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat dan mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya. Keefektifan hubungan antarpribadi adalah seberapa jauh akibat dari tingkah laku kita sesuai dengan yang diharapkan. Keefektifan dalam hubungan antarpribadi dapat ditingkatkan dengan melatih mengungkapkan maksud atau keinginan kita, menerima umpan balik tingkah laku dan memodifikasi tingkah laku kita sampai orang lain mempersepsikan sebagaimana kita maksudkan. 12 Universitas Sumatera Utara I.7.4. Konsep Diri Konsep diri merupakn gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya. Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut: a. Dimensi Internal Dimensi internal atau disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk: 1. Identitas diri (identity self) Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, ”siapakah saya?” dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. 2. Diri pelaku (behavioral self) Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya yang berisikan segala kesadaran mengenai ”apa yang dilakukan oleh diri”. 3. Diri penerimaan/penilai (judging self) 13 Universitas Sumatera Utara Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri dan identitas pelaku. b. Dimensi Eksternal Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi eksternal terbagi atas lima bentuk yaitu: 1. Diri fisik (physical self) Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik (cantik, jelek, menarik, tidak menarik, tinggi, pendek, gemuk, kurus, dan sebagainya). 2. Diri etik-moral (moral-ethical self) Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk. 3. Diri pribadi (personal self) Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hali ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau 14 Universitas Sumatera Utara hubungan dengan orang lain tetapi dipengaruhi oleh sejauhmana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. 4. Diri keluarga (family self) Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa dekat terhadap dirinya dari suatu keluarga. 5. Diri sosial (social self) Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya. Seluruh bagian ini baik internal maupun eksternal saling berinteraksi dan membentuk satu kesatuan yang utuh. I.7.5 Geng Geng adalah suatu kumpulan terbatas yang sebagian besar dari kelompok itu memiliki kesamaan atau bahkan memiliki perbedaan-perbedaan yang unik di antara anggota-anggota geng itu sendiri. Hampir di setiap jenjang pendidikan, selalu ada sebuah geng di dalamnya. Dan tentu saja, kata geng itu sendiri sudah tidak asing di telinga kita. 15 Universitas Sumatera Utara Geng memiliki pengaruh dalam sosialisasinya. Ada geng yang berpengaruh buruk, seperti yang kita tonton akhir-akhir ini, sekelompok geng yang menyerang adik kelasnya. Atau bisa di bilang geng senior yang menyerang adik kelasnya yang bisa di bilang sebagai junior. Tapi ada juga yang berpengaruh baik, contohnya sekelompok ibu-ibu yang membentuk geng yang kemudian meraka bersama-sama membentuk sebuah bisnis baru. Namun, sisi buruk dari geng itu sendiri adalah mereka jadi hampir tidak besosialisasi dengan orang-orang lainnya, mereka menjadi terpaku dengan anggota-anggota geng itu sendiri. Jadi, kesimpulannya geng itu memiliki pengaruh buruk dan baik di dalam masyarakat. I.8. Definisi Operasional Menurut Singarimbun (1995:46) definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama. Konsep-konsep dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Tujuan : hal yang ingin dicapai. 2. Norma kelompok : aturan yang digunakan oleh kelompok itu sendiri. 3. Keterikatan : saling ketergantungan di antara anggota kelompok. 16 Universitas Sumatera Utara 4. Keterbukaan : terbuka pada orang yang berinteraksi dengan kita, mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang disampaikan adalah milik pribadi. 5. Konsep diri : penilaian terhadap diri sendiri sebagai pribadi maupun anggota kelompok. 6. Penilaian : pandangan terhadap kelompok dimana ia bergabung. 17 Universitas Sumatera Utara