Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2006 4. Outlook Perekonomian 2006 Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2006 diperkirakan bergerak kearah bawah dari proyeksi 5,0-5,7%. Perkiraan ini didorong oleh perkembangan berbagai indikator ekonomi terkini yang mengindikasikan bahwa kegiatan perekonomian belum berjalan sesuai dengan harapan. Relatif menguatnya nilai tukar, turunnya suku bunga, dan meningkatnya defisit fiskal belum dapat membawa perekonomian untuk tumbuh lebih baik. Selain itu, belum optimalnya realisasi belanja modal pemerintah serta lebih lambatnya pemulihan kegiatan investasi swasta dari yang diperkirakan, telah menahan akselerasi perbaikan kinerja ekonomi. Meskipun demikian, memasuki semester II-2006, kegiatan perekonomian diperkirakan tumbuh lebih cepat seiring dengan mulai meningkatnya daya beli masyarakat, ekspansifnya stimulus fiskal, serta iklim investasi yang mulai membaik. Selanjutnya pada 2007, perekonomian diperkirakan tumbuh lebih tinggi dan berada dalam kisaran 5,3 √ 6,3%. Perkiraan tersebut didasarkan akan adanya peningkatan kegiatan investasi yang cukup signifikan dalam perekonomian Indonesia terutama peningkatan investasi swasta yang diperkirakan dapat mengganti peran investasi pemerintah dalam mendorong kegiatan ekonomi. Sementara itu, kegiatan ekspor barang dan jasa juga diperkirakan mampu tumbuh lebih tinggi, sejalan dengan kondusifnya kondisi eksternal dan membaiknya sisi penawaran. Ke depan, inflasi IHK 2006 dan 2007 diperkirakan dapat berada pada kisaran (y-o-y). Membaiknya sasarannya, yakni masing-masing sebesar 8±1% dan 6±1% (y-o-y) inflasi ke depan secara fundamental terkait dengan masih terkendalinya tekanan dari permintaan domestik, nilai tukar yang stabil dan ekspektasi inflasi yang membaik. Sementara itu, dampak administered price diasumsikan minimal. Hal ini diindikasikan dengan pembatalan rencana kenaikan tarif PLN dan kenaikan BBM. Namun demikian, terdapat sejumlah faktor risiko yang berpotensi meningkatkan tekanan inflasi di 2006, terutama terkait dengan risiko nilai tukar perkembangan harga minyak duniaΩ dan masih berlangsungnya bencana alam di sejumlah wilayah tanah air yang beberapa diantaranya terjadi di jalur distribusi dan transportasi. Jika hal ini tidak ditangani dengan cepat, maka dampak bencana ini dapat meluas sehingga mendorong inflasi lebih tinggi dari yang telah diproyeksikan ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN Kondisi Perekonomian Internasional Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2006 diperkirakan masih tetap kondusif dan diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,9%. Hal tersebut didasarkan pada perkembangan perekonomian di negara-negara industri utama (Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan Jepang) dan Asia (Korea, Singapore dan Taiwan)yang masih menunjukkan perkembangan yang meningkat. Walaupun demikian, masih terdapat beberapa risiko yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dunia. 24 Outlook Perekonomian 2006 Persen % (y-o-y) Tabel 4.1 Indikator Ekonomi Ekonomi Dunia Indikator Utama Aktual 2004 Output Dunia Negara-negara industri maju Amerika Serikat Jepang Kawasan Euro Inggris Kanada Asia industri baru/Pasifik Australia Singapura Korea Hong Kong SAR Negara-negara Berkembang Asia ex, Japan China India Malaysia Thailand Laju Inflasi Global Negara Maju Negara Berkembang Volume Perdagangan Dunia Impor Negara Maju Negara Berkembang Ekspor Negara Maju Negara Berkembang Harga Komoditas Internasional ($) Harga minyak Harga komoditas primer nonminyak Negara-negara dalam transisi Suku Bunga LIBOR 6 bulan Dolar AS Euro menurunnya kinerja pasar saham di beberapa negara serta terus meningkatnya ketidakseimbangan global. Sejalan dengan Proyeksi 2005 Risiko tersebut antara lain adalah masih tingginya harga minyak, 2006 2007 5,3 3,3 4,2 2,3 2,1 3,1 2,9 5,8 3,6 8,7 4,6 8,6 7,7 8,9 10,1 8,1 7,1 6,2 4,8 2,7 3,5 2,7 1,3 1,8 2,9 4,6 2,5 6,4 4,0 7,3 7,1 8,6 9,9 8,3 5,3 4,4 4,9 3,0 3,4 2,8 2,0 2,5 3,1 5,2 2,9 5,5 5,5 5,5 6,9 8,2 9,5 7,3 5,5 5,0 4,7 2,8 3,3 2,1 1,9 2,7 3,0 4,5 3,2 4,5 4,5 4,5 6,6 8,0 9,0 7,0 5,8 5,4 2,0 5,7 10,4 2,3 5,4 7,4 2,3 5,4 8,0 2,1 4,8 7,5 8,9 15,8 5,8 12,4 6,2 12,9 5,6 11,9 8,5 14,6 5,3 11,5 6,6 10,9 6,1 10,3 30,7 18,5 11,1 41,3 10,3 11,1 14,8 10,2 2,9 -5,5 1,8 2,1 3,8 2,2 5,0 3,0 5,1 3,4 perkiraan pertumbuhan ekonomi di atas, volume perdagangan dunia juga diperkirakan meningkat sebesar 8,0%. Peningkatan ini terutama ditopang oleh permintaan negara-negara industri maju, serta negara utama Asia yaitu Cina dan India. Seiring dengan masih tingginya ancaman inflasi kedepan, beberapa bank sentral dunia diperkirakan masih akan menerapkan kebijakan moneter yang cenderung ketat (tight biased pada semester II-2006. Fedres dan ECB diperkirakan masih akan menaikkan tingkat suku bunga kebijakannya hingga masing-masing mencapai 5,5% dan 3,25%. Hal yang sama diperkirakan akan dilakukan oleh beberapa bank sentral di kawasan Asia, seperti di Korea (BOK), Malaysia (BNM) dan Cina (PBC) apabila tekanan inflasi masih berlangsung di negara-negara tersebut. Selain itu, bank sentral Jepang (BOJ) diperkirakan juga mulai merespon tekanan inflasi dengan menaikkan suku bunga pada triwulan III-2006, sehingga pada akhir 2006 diperkirakan menjadi 0,5%. Sementara itu, beberapa bank sentral diperkirakan mempertahankan tingkat suku bunga kebijakan saat ini sampai dengan akhir tahun 2006. Bank sentral Selandia Baru (RBNZ), Sumber : IMF, World Economic Outlook, Apr 2006 India (RBI), Filipina (The Bangko Sentral ng Pilipinas), dan Thailand (BOT) diperkirakan masih mempertahankan tingkat suku bunga kebijakannya masing-masing pada level 7,25%, 5,75%, 7,50% dan 5,00%. Kebijakan ini diambil seiring dengan menurunnya tekanan inflasi di negara-negara tersebut, serta sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun apabila kenaikan harga minyak dunia terus berlangsung, tidak tertutup kemungkinan suku bunga akan dinaikkan kembali. Di tengah tren berlanjutnya kenaikan suku bunga Amerika, aliran modal asing swasta tahun 2006 ke kawasan Asia Pasifik diperkirakan masih cukup dominan. Aliran modal tersebut terutama datang ke Cina, India, dan Vienam karena pangsa pasar yang besar serta prospek perekonomian yang cerah. Untuk tahun 2006, aliran modal dalam bentuk investasi portfolio maupun PMA diperkirakan menunjukkan net beli yang mencapai USD112,5 miliar. Dibandingkan dengan kawasan negara berkembang lainnya, porsi kedua bentuk investasi tersebut ke kawasan Asia Pasifik masih dominan dan mencapai hampir 50%. Namun demikian, aliran masuk modal swasta tersebut mengalami penurunan dibanding dengan tahun 2005 yang merupakan rekor tertinggi dalam sembilan tahun terakhir. 25 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2006 Skenario Kebijakan Fiskal Secara keseluruhan defisit APBN 2006 diperkirakan mengalami kenaikan. Perkembangan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain terdapatnya pergerakan pada indikator-indikator ekonomi makro, beberapa kebijakan Pemerintah di sektor riil, pengeluaran terhadap gempa di Jogja dan Jawa Tengah serta carry-over APBN 2005. Beberapa indikator ekonomi makro bergeser cukup signifikan dari asumsi penyusunan APBN 2006, antara lain harga minyak mentah internasional, nilai tukar rupiah, suku bunga SBI serta pertumbuhan ekonomi. Harga minyak mentah internasional dan suku bunga SBI diperkirakan lebih tinggi dari asumsi awal tahun. Sementara itu pertumbuhan ekonomi diperkirakan belum tumbuh sesuai dengan yang diharapkan. Perkembangan ini memberikan potensi kenaikan defisit APBN. Di sisi lain, nilai tukar rupiah yang melemah cukup signifikan pada paro pertama tahun 2006 berpotensi meringankan defisit APBN. Dengan demikian, secara keseluruhan perubahan asumsi ekonomi makro tersebut akan menyebabkan defisit APBN 2006 meningkat dari 0,7% dari PDB menjadi sekitar 1% dari PDB. Defisit berpotensi melonjak lebih tinggi lagi dengan adanya luncuran defisit APBN 2005 serta beberapa kebijakan Pemerintah di sisi belanja. Kenaikan di sisi belanja tersebut disikapi oleh Pemerintah dengan optimalisasi di sisi penerimaan, seperti kenaikan tarif cukai (harga jual eceran rokok) sebesar 10% di bulan April dan penghematan di sisi belanja negara sehingga defisit APBN 2006 diperkirakan dapat mencapai 1,4% dari PDB. Namun demikian, apabila diambil langkah-langkah optimalisasi di sisi pendapatan maka defisit berpotensi untuk dapat ditekan hingga mencapai 1,2% dari PDB. Secara triwulanan, operasi keuangan Pemerintah diperkirakan mengalami defisit cukup besar pada semester II-2006. Kinerja APBN pada triwulan III-2006 semula diperkirakan akan surplus. Namun perkembangan terakhir menunjukkan bahwa realisasi triwulan I-2006 masih sangat rendah. Selain itu, gaji ke-13 ternyata akan dibayarkan pada bulan Juli atau Agustus. Dengan demikian, diperkirakan pada triwulan III-2006 terjadi defisit dalam jumlah cukup besar yang lebih tinggi dari defisit pada triwulan II-2006. Selanjutnya, di triwulan terakhir defisit masih akan meningkat dengan pengeluaran terutama terjadi pada Belanja Barang, Belanja Modal, Subsidi, Bantuan Sosial, Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Khusus. Secara keseluruhan, maka dampak kebijakan fiskal Pemerintah pada tahun 2006 diindikasikan tetap ekspansif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan penggeraknya berupa konsumsi dan investasi pemerintah. Sementara itu, pembayaran transfer diperkirakan berkurang dengan turunnya anggaran untuk subsidi BBM. Di sisi lain, dengan besarnya defisit yang harus dibiayai oleh penerbitan utang, indikator kesinambungan fiskal menunjukkan bahwa kesinambungan fiskal masih terjaga walaupun dengan kecenderungan yang lebih buruk dibandingkan dua tahun terakhir. 26 Outlook Perekonomian 2006 Skenario Kebijakan Sektor Riil Bersamaan dengan upaya Bank Indonesia untuk senantiasa menjaga stabilitas makro ekonomi, serangkaian upaya terus dilakukan Pemerintah guna mendukung perbaikan ekonomi. Perbaikan kondisi infrastruktur maupun implementasi berbagai kebijakan terus dilakukan guna memberi insentif bagi pelaku usaha untuk meningkatkan investasi. Di bidang infrastuktur, terdapat beberapa kemajuan yang dicapai dari 91 proyek yang ditawarkan dalam Infrastructure Summit 2005, antara lain selesainya proyek air minum di Samarinda, beberapa proyek yang sedang dalam tahap konstruksi, serta proyek lainnya yang sedang berjalan. Pemerintah juga telah menyelesaikan regulasi yang terkait dengan pembangunan infrastruktur, antara lain Road Map Infrastruktur Indonesia untuk Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), Keputusan Menteri Keuangan tentang Kerangka Kerja Pengelolaan Resiko Atas Penyediaan Infrastruktur, Standar Operasi dan Prosedur Badan Pengatur Jalan Tol. Sementara itu, guna meningkatkan pengembangan infrastruktur daerah, pemerintah tengah mempersiapkan skema peningkatan dana alokasi khusus sebagai pendamping (matching grant) bagi anggaran pemerintah daerah yang digunakan untuk pembangunan atau pemeliharaan infrastuktur di daerah Masih di bidang pembangunan infrastruktur, pemerintah tengah membahas rencana penerapan 4 insentif pembangunan infrastruktur, yang meliputi : 1) pembebasan tanah oleh pemerintah daerah dengan dana dari investor, 2) jaminan dari pemerintah mengenai kepastian hukum dan waktu pelaksanaan pembebasan tanah yang terhambat akibat penolakan ganti rugi yang ditawarkan pemerintah (melalui Tabel 4.2 Monitoring Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi K e b i j a k an I. UMUM A. Memperkuat Kelembagaan Pelayanan Investasi B. Sinkronisasi Peraturan Pusat dan Daerah C. Kejelasan Ketentuan Mengenai AMDAL II. KEPABEANAN DAN CUKAI A. Percepatan Arus Barang B. Pengembangan Peranan Kawasan Berikat C. Pemberantasan Penyelundupan D. Debirokratasisasi di Bidang Cukai III. PERPAJAKAN A. Insentif Perpajakan Untuk Investasi B. Melaksanakan Self Assesment Secara Konsisten C. Revisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Untuk Mempromosikan Ekspor D. Melindungi Hak Wajib Pajak E. Mempromosikan Transparansi dan Disclosure IV. KETENAGAKERJAAN A. Menciptakan Iklim Hubungan Industrial Yang Mendukung Perluasan Lapangan Kerja B. Perlindungan dan Penempatan TKI di Luar Negeri C. Penyelesaian Berbagai Perselisihan Hubungan Industrial Secara Cepat, Murah dan Berkeadilan D. Mempercepat Proses Perijinan Ketenagakerjaan E. Penciptaan Pasar Tenaga Kerja Yang Fleksibel dan Produktif F. Terobosan Paradigma Pembangunan Transmigrasi Dalam Rangka Perluasan Lapangan Kerja V. USAHA KECIL MENENGAH DAN KOPERASI Kebijakan Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi JUMLAH Sumber : Kementeriaan Koordinator Perekonomian Perpres No. 36/2005 tentang Pembebasan Tanah untuk Kepentingan Rencana Rencana Realisasi Jumlah Realisasi s.d. Mei Tindakan s.d. Juni Umum), 3) pengurangan performance bonds atau jaminan pelaksanaan proyek dari 5% menjadi 2,5% dari nilai proyek, 9 1 1 5 - 2 - 4) pengurangan risiko investasi bila terjadi 13 4 2 1 5 - 2 - mengatur syarat dan kondisi ketika terjadi 7 5 3 2 3 7 1 - 2 - tengah membahas pedoman pelaksanaan 13 1 2 6 1 1 13 6 - 1 - pembentukan badan hukum pemerintah 10 85 7 44 7 Dalam perbaikan iklim investasi, default atau gagal bayar (pemerintah default, tidak serta merta menyita proyek). Selain itu pemerintah juga pengadaan tanah, kajian pembentukan dana bergulir pembebasan tanah dan tentang dana bergulir pembebasan tanah, dan diharapkan selesai November 2006. perkembangan terakhir menunjukkan bahwa kemajuan yang dicapai oleh Inpres 27 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2006 No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi belum signifikan. Dari total rencana realisasi s.d. Juni 2006 sebanyak 44 tindakan, baru 7 tindakan yang terealisasi s.d. Mei 2006. Jumlah tindakan yang terealisasi di bidang umum, kepabeanan dan cukai, serta perpajakan masing-masing sebanyak 2 tindakan. Sementara itu, di bidang ketenagakerjaan baru 1 tindakan yang terealisasi dari total 13 rencana tindakan. Di bidang usaha kecil menengah dan koperasi, belum ada satu pun tindakan yang terealisasi. Sedikitnya jumlah tindakan yang baru terealisasi diperkirakan karena rencana tindakan dalam paket kebijakan tersebut dirancang dengan sasaran yang cukup panjang. Hal ini berdampak pada keterlambatan beberapa ketentuan terkait yang sebenarnya sudah dapat dikeluarkan lebih cepat. Sementara itu, di bidang sektor keuangan, Pemerintah akan mengeluarkan paket kebijakan yang bertujuan meningkatkan akses dunia usaha untuk memperoleh kredit dengan biaya wajar dan berjangka waktu pinjaman yang sesuai kebutuhan. Selain itu, paket kebijakan ini juga Tabel 6.3 Kebijakan Program untuk mendukung pelaksanaan paket Rekapitulasi Paket Kebijakan Sektor Keuangan per 15 Mei 2006 Paket Kebijakan bertujuan Tindakan kebijakan perbaikan iklim investasi dan paket kebijakan 1. Stabilitas Sistem Keuangan 2. Lembaga Keuangan Perbankan 3. Lembaga Keuangan Bukan Bank 4. Pasar Modal 5. Pembiayaan Usaha Mikro Kecil & Menengah 6. Pembiayaan Infrastruktur 7. Kebijakan Perpajakan Bagi Sektor Keuangan 8. Lain-lain Jumla h mlah 2 2 3 3 1 1 1 13 16 3 8 5 11 5 1 3 4 40 9 21 22 20 10 3 10 5 100 percepatan pembangunan infrastruktur di atas. Paket Kebijakan Sektor Keuangan ini terdiri dari 16 paket yang diuraikan dalam 40 program dan 100 tindakan. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Perekonomian selama tahun 2006 diperkirakan tumbuh tidak sekuat yang diharapkan dan bergerak ke arah bawah dari proyeksi 5,0 √ 5,7% 5,7%. Meskipun perkembangan asumsi makro baik domestik maupun eksternal secara umum berpeluang memberi dampak positif bagi perekonomian, namun masih terdapatnya beberapa kendala dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi menyebabkan pertumbuhan ekonomi selama tahun 2006 tidak setinggi dari harapan awal. Untuk tahun 2007, perekonomian diperkirakan akan mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi tinggi. Sektor swasta diperkirakan akan meningkatkan investasinya pada tahun 2007, didorong oleh peningkatan daya beli masyarakat yang dibarengi pula oleh perbaikan iklim investasi hasil dari serangkaian paket kebijakan yang telah diluncurkan Pemerintah pada periode sebelumnya. Sementara itu, ekspor barang dan jasa diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi disebabkan oleh membaiknya sisi produksi dan daya saing. Akselerasi pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi diperkirakan akan mendorong perbaikan pendapatan masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan konsumsi swasta. Perkiraan 28 Outlook Perekonomian 2006 membaiknya kinerja konsumsi swasta, investasi, dan ekspor diperkirakan akan menyebabkan perekonomian tumbuh pada kisaran 5,3 - 6,3%. Prospek Permintaan Agregat Konsumsi rumah tangga pada 2006 diperkirakan tumbuh sekitar 3,1-4,1% (y-o-y), lebih lambat dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 4%. Penurunan % (y-o-y) dengan pendapatan riil (real disposable Tabel 4.4 income) masyarakat yang diperkirakan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 2006 2005 kinerja konsumsi rumah tangga ini terkait 2006* 2007* 3,1-4,1 15,9-16,9 4,6-5,6 5,0-6,0 9,1-10,1 6,2-7,2 5,0-5,7 3,8-4,8 3,0-4,0 3,7-4,7 9,9-10,9 9,7-10,7 8,3-9,3 5,3-6,3 masih tumbuh melambat sampai triwulan II-2006. Untuk tahun 2007, kegiatan Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah Total Konsumsi Total Investasi Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa PDB 3,95 8,06 4,41 9,93 8,6 12,35 5,6 3,24 14,19 4,28 2,89 10,75 5,01 4,59 3,0-3,5 28,7-29,2 5,6-6,1 1,41,9 11,8-12,3 2,8-3,3 4,6-5,1 3,2-4,2 14,7-15,7 4,6-5,6 3,6-4,6 8,5-9,5 5,5-6,5 4,7-5,7 3,8-4,8 10,1-11,1 4,7-5,7 12,9-13,9 6,6-7,6 12,2-13,2 6,0-7,0 konsumsi masyarakat diperkirakan mengalami peningkatan cukup signifikan. Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya pendapatan masyarakat sejalan dengan akselerasi pertumbuhan * angka proyeksi ekonomi yang semakin tinggi serta lebih 18 rendahnya perkiraan laju inflasi. Dengan perkembangan tersebut, Persen pertumbuhan konsumsi masyarakat diperkirakan tumbuh dalam 16 Real Disp.Income 14 kisaran 3,8 √ 4,8% (Tabel 4.4). Poly. (Real Disp. Income) 12 Konsumsi pemerintah dalam tahun 2006 diperkirakan tumbuh 10 8 sekitar 15,9-16,9% (y-o-y), yang berarti mengalami peningkatan 6 cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 4 2 sebesar 8,1%. Namun angka perkiraan tersebut lebih rendah 0 -2 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 -4 2003 2004 2005 dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya. Meskipun defisit fiscal diperkirakan meningkat perubahan yang terjadi dalam 2006 skenario APBN √terkait dengan pemenuhan kebutuhan subsidi Grafik 4.1 yang meningkat akibat kenaikan harga minyak dunia√ Pertumbuhan Pendapatan Disp. Riil (y-o-y) berdampak pada penurunan alokasi pengeluaran untuk konsumsi maupun investasi pemerintah. Namun semester II-2006 konsumsi Indeks pemerintah diperkirakan kembali meningkat. Konsumsi 160,0 pemerintah dalam tahun 2007 diperkirakan tumbuh dalam 140,0 kisaran 3,0 √ 4,0% (y-o-y) yang berarti menurun cukup signifikan 120,0 100,0 dibandingkan tahun 2006. Penurunan kinerja konsumsi 80,0 pemerintah ini sejalan dengan perkiraan defisit APBN tahun 2007 yang diperkirakan lebih rendah dari tahun 2006. 60,0 Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ekonomi Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 40,0 Kegiatan investasi dalam tahun 2006 diperkirakan akan 20,0 Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei Jul 2004 Sep Nop Jan 2005 Grafik 4.2 Ekspektasi Konsumen 6 bulan y.a.d Mar Jun 2006 mengalami perlambatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, atau hanya tumbuh sekitar 5-6% (y-o-y (y-o-y). Angka perkiraan tersebut juga jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Lebih rendahnya perkiraan kinerja investasi tersebut 29 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2006 terkait dengan kemungkinan tidak tercapainya target realisasi belanja modal pemerintah dari yang diperkirakan sebelumnya, serta pemulihan kinerja investasi swasta yang tidak secepat harapan semula. Rendahnya kinerja investasi swasta terutama terkait dengan lesunya kegiatan usaha akibat lemahnya permintaan domestik. Untuk tahun 2007, kegiatan investasi diperkirakan akan kembali mengalami peningkatan, sejalan dengan membaiknya daya beli masyarakat serta semakin membaiknya iklim investasi. Mulai mengalirnya FDI seiring dengan menariknya potensi pasar di dalam negeri diharapkan akan semakin memberikan dorongan kepada kegiatan investasi. Dengan perkembangan tersebut, kinerja investasi di tahun 2007 diperkirakan akan mencapai kisaran 9,9 √ 10,9%. Kegiatan ekspor barang dan jasa dalam tahun 2006 diperkirakan akan tumbuh sekitar 9,1-10,1% (y-o-y), yang berarti mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2005. Angka perkiraan ini sedikit lebih baik dari perkiraan sebelumnya. Komoditi andalan ekspor diperkirakan akan tetap yang berbasis sumber daya alam, seperti karet, biji aluminium, batubara dan kelapa sawit. Harga komoditi ini dalam jangka pendek ke depan diperkirakan masih cukup tinggi, yang mencerminkan masih cukup kuatnya permintaan. Meskipun demikian, rendahnya kinerja kegiatan impor, khususnya bahan baku dan barang modal, dalam triwulan I-2006 menimbulkan kekawatiran akan sustainabilitas kegiatan ekspor dalam beberapa triwulan ke depan. Untuk tahun 2007, kegiatan ekspor barang dan jasa diperkirakan akan meningkat lebih tinggi, dan berada dalam kisaran 9,7 √ 10,7%. Peningkatan tersebut terutama terkait dengan meningkatnya kemampuan sisi penawaran dan membaiknya daya saing, sebagai hasil dari berbagai upaya deregulasi di sektor riil yang dilakukan Pemerintah. Kegiatan impor barang dan jasa dalam tahun 2006 diperkirakan akan tumbuh sekitar 6,2-7,2% (y-o-y). Perkiraan yang lebih rendah ini terutama terkait dengan perkiraan kegiatan investasi yang lebih lambat dari perkiraan sebelumnya. Pada tahun 2007, kegiatan impor barang dan jasa akan kembali meningkat seiring dengan kembali maraknya kegiatan investasi dan konsumsi, sehingga diperkirakan akan tumbuh dalam kisaran 8,3 √ 9,3% (y-o-y). Prospek Penawaran Agregat Dari sisi penawaran, secara umum pertumbuhan berbagai sektor ekonomi diperkirakan melambat pada 2006, namun kembali meningkat pada tahun berikutnya. Pada 2006, sektor-sektor utama penggerak perekonomian yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan tumbuh melambat seiring dengan penurunan daya beli masyarakat. Akan tetapi, sektor pertanian diperkirakan meningkat didorong oleh upaya pemerintah memperbaiki produksi pertanian. Selain itu, sektor pertambangan juga diperkirakan meningkat signifikan pada 2006 didorong oleh peningkatan permintaan seiring adanya upaya konversi energi pada pembangkit listrik baik di luar negeri maupun domestik. Untuk keseluruhan tahun 30 Outlook Perekonomian 2006 % (y-o-y) 2007 secara umum semua sektor Tabel 4.5 diperkirakan tumbuh lebih tinggi seiring Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran dengan pertumbuhan ekonomi yang 2005 Pertanian 2,49 Pertambangan & Penggalian 1,59 Industri Pengolahan 4,62 Listrik, Gas & Air Bersih 6,49 Bangunan 7,34 Perdagangan, Hotel & Restoran 8,59 Pengangkutan & Komunikasi 12,97 Keuangan, Persewaan & Jasa 7,12 Jasa-Jasa 5,16 PDB 5,6 2006 I II* III* IV* 5,80 1,81 2,60 5,78 6,57 5,00 10,08 5,17 5,48 4,61 3,9 7,0 2,0 5,2 7,2 4,2 11,0 5,1 5,4 4,6 3,4-4,4 8,8-9,8 1,7-2,7 5,4-6,4 6,5-7,5 3,5-4,5 11,1-12,1 3,5-4,5 5,3-6,3 4,6-5,1 4,1-5,1 10,0-11,0 2,4-3,4 6,1-7,1 7,3-8,3 3,9-4,9 11,4-12,4 2,9-3,9 4,9-5,9 4,7-5,7 2006* 4,3-5,3 8,5-9,5 2,2-3,2 5,8-6,8 7,1-8,1 4,4-5,4 11,6-12,6 3,9-4,9 4,9-5,9 5,0-5,7 2007* 6,1-7,1 7,2-8,2 3,3-4,3 6,8-7,8 7,3-8,3 5,7-6,7 12,6-13,6 4,3-5,3 3,9-4,9 5,3-6,3 kembali meningkat, kecuali untuk sektor pertambangan dan sektor jasa-jasa (Tabel 4.5). Untuk keseluruhan tahun 2006, sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh pada kisaran 2,2-3,2%, melambat dibanding tahun sebelumnya sebesar 4,62%. Akan tetapi pada tahun 2007 * Angka proyeksi pertumbuhan diperkirakan kembali meningkat pada kisaran 3,3-4,3%. Perlambatan pada tahun 2006 diindikasikan oleh penurunan penjualan barang tahan lama, seperti mobil, truk, motor, dan barang elektronik, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hasil survei produksi juga menunjukkan perkembangan yang searah, di mana perlambatan juga diperkirakan terjadi di subsektor industri alat angkutan, mesin, dan peralatan, industri makanan serta industri barang kayu dan hasil hutan lainnya. Sementara itu, lemahnya daya beli masyarakat diperkirakan turut mempengaruhi kinerja subsektor industri alat angkutan dan industri makanan. Produksi barang elektronik juga diperkirakan terkena imbas dari pelemahan ekonomi. Namun demikian, khusus untuk industri makanan yang berorientasi ekspor, seperti minyak kelapa sawit, diperkirakan masih berpotensi tumbuh lebih tinggi sejalan dengan masih tingginya permintaan dunia. Bahkan untuk tahun 2007, produksi minyak kelapa sawit diproyeksikan meningkat 6,7% hingga mencapai 16-16,2 juta ton. Pada subsektor industri barang kayu dan hasil hutan lainnya, perlambatan pertumbuhan didorong oleh kurangnya pasokan bahan baku yang antara lain disebabkan oleh larangan pemerintah bagi perusahaan pelayaran untuk mengangkut kayu ilegal serta kebijakan diskriminatif di Eropa berupa pengenaan bea masuk yang lebih tinggi terhadap produk kayu lapis Indonesia. Beberapa subsektor manufaktur diperkirakan berpeluang mencatat peningkatan pertumbuhan. Subsektor tersebut antara lain subsektor tekstil, barang kulit, dan alas kaki serta subsektor kimia dan barang dari karet. Peluang ekspor yang cukup tinggi diperkirakan dapat mengkompensasi tekanan lemahnya permintaan dalam negeri untuk produk TPT. Permintaan dunia yang masih tinggi, ditambah dengan penerapan kebijakan pembatasan ekspor tekstil Cina ke Amerika Serikat diperkirakan turut mendorong kinerja subsektor dimaksud. Ke depan, potensi perbaikan juga didukung oleh rencana pemerintah untuk memberi insentif penggantian mesin baru melalui bantuan pembayaran bunga kredit bank kepada pengusaha tekstil. Sementara itu, kembali berinvestasinya beberapa perusahaan sepatu seperti Nike, Adidas dan Puma di Indonesia turut meningkatkan optimisme akan perbaikan industri alas kaki. Di subsektor kimia dan barang dari karet, kinerja yang cukup tinggi diperkirakan didorong oleh tingginya permintaan dunia. 31 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2006 Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan tumbuh lebih lambat pada 2006 pada kisaran 4,4-5,4%, dan kembali meningkat pada 2007 sebesar 5,7-6,7%. Penurunan pertumbuhan diperkirakan terjadi pada berbagai subsektor, antara lain subsektor perdagangan eceran yang diperkirakan terjadi pada paro pertama tahun 2006. Selain itu, penjualan barang sekunder di pasar ritel juga menunjukkan hal yang serupa di mana selama empat bulan pertama 2006 mencatat penurunan hingga 40% (y-o-y). Pada subsektor hotel dan restoran, perlambatan pertumbuhan diindikasikan oleh jumlah kunjungan turis pada April 2006 yang masih menunjukkan kecenderungan penurunan hingga mencapai √1,25% (y-o-y). Kendati demikian perbaikan kegiatan ekonomi pada semester II-2006 diperkirakan dapat mengangkat kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran dan selanjutnya pada tahun 2007 sektor ini akan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi. Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan tumbuh pada kisaran 11,612,6% untuk 2006. Sementara pada 2007 diperkirakan meningkat sebesar 12,613,6%. Aktivitas pengangkutan yang melambat dipengaruhi oleh kegiatan di sektor industri pengolahan yang menurun. Namun sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi pada paro kedua tahun 2006 subsektor pengangkutan diperkirakan akan kembali marak. Sementara itu subsektor komunikasi diperkirakan masih menunjukkan kinerja yang cukup mengesankan, sehingga dapat menahan perlambatan pertumbuhan yang lebih dalam di sektor pengangkutan dan komunikasi. Peluang pasar di bidang telekomunikasi, khususnya telepon, yang masih relatif besar diperkirakan akan menjadi faktor pendorong pertumbuhan yang tinggi di subsektor dimaksud. Produksi sektor pertanian tahun 2006 diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,3-5,3%, meningkat dibanding 2005 sebesar 2,49%. Pertumbuhan sektor pertanian akan terus meningkat pada 2007 sebesar 6,1-7,1%. Meskipun bencana alam menimpa beberapa daerah produksi pertanian selama triwulan II-2006, secara keseluruhan tahun sektor pertanian diperkirakan masih mencatat peningkatan pertumbuhan. Pertumbuhan sektor ini didukung oleh peningkatan produksi pada subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perkebunan. Upaya pemerintah untuk memperbaiki produksi pertanian seperti penyediaan pupuk dan benih berkualitas maupun perluasan lahan diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi. Departemen Pertanian memprediksi peningkatan produksi padi tahun 2006 menjadi 54,25 juta ton, dari 54,05 juta ton pada tahun sebelumnya. Adapun subsektor perkebunan diperkirakan akan mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi, yang terutama bersumber dari perkebunan kelapa sawit. Dengan peningkatan areal panen serta produktifitas, produksi kelapa sawit diperkirakan dapat meningkat 1,3 √ 1,4 juta ton. Selain itu didorong oleh meningkatnya harga di pasar internasional serta didukung oleh program peremajaan dan perluasan lahan kebun, produksi karet diperkirakan meningkat hingga mencapai 2,27 juta ton. Sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan akan tumbuh signifikan pada 2006 sebesar 8,5-9,5% dan pada 2007 tumbuh pada kisaran 7,2-8,2%. Peningkatan produksi terutama didukung oleh subsektor pertambangan non migas, khususnya 32 Outlook Perekonomian 2006 batubara dan nikel. Untuk produk batubara, permintaan luar negeri maupun domestik diperkirakan meningkat cukup tinggi seiring dengan upaya konversi energi pada pembangkit listrik. Produksi nikel juga diperkirakan meningkat seiring dengan pembangunan pabrik di Sulawesi Tenggara yang mampu meningkatkan produksi nikel secara signifikan. Sementara itu, pertambangan migas diperkirakan belum mengalami perbaikan yang menggembirakan. Kondisi ini tidak terlepas dari kondisi sumur minyak yang sudah tua sementara eksplorasi sumur baru masih belum memberikan hasil yang signifikan. Pada tahun 2007, kinerja sub sektor ini diproyeksi akan semakin membaik dengan mulai berproduksinya sumur-sumur minyak baru yang dalam beberapa tahun terakhir berada dalam proses eksplorasi. Pertumbuhan sektor bangunan diperkirakan cukup tinggi pada 2006 pada kisaran 7,1-8,1%, dan terus tumbuh meningkat pada 2007 sebesar 7,3-8,3%. Pembangunan properti diperkirakan akan didominasi oleh segmen perumahan, sementara segmen properti komersial diperkirakan tumbuh lebih rendah dari tahun sebelumnya. Peningkatan pembangunan perumahan didukung oleh rencana dikeluarkannya Inpres tentang percepatan pembangunan perumahan, sehingga diharapkan target pembangunan RSH tahun 2006 sebesar 250 ribu unit dapat terealisasi. Sementara itu, pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang dicanangkan pemerintah seperti pembangunan sarana dan prasarana publik diperkirakan mampu meningkatkan kinerja sektor ini. Untuk tahun 2007, kemungkinan menurunnya suku bunga diperkirakan akan mendorong peningkatan nilai tambah sektor ini, khususnya yang berasal dari bangunan yang dibiayai sektor swasta. Sektor listrik, gas & air bersih diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan pada 2006 di kisaran 5,8-6,8% dan meningkat menjadi 6,8-7,8% pada 2007. Produksi listrik diperkirakan tidak setinggi perkiraan sebelumnya meskipun pembangunan proyek pembangkit tenaga listrik sepanjang dua tahun terakhir diperkirakan akan menambah pasokan daya sekitar 2.650 MW. Faktor yang mendorong perlambatan tersebut antara lain adalah melambatnya kinerja industri pengolahan maupun berbagai gangguan yang terjadi pada beberapa pembangkit tenaga listrik menyangkut pasokan energi. Sektor keuangan diperkirakan mengalami pertumbuhan dengan laju yang melambat sebesar 3,9-4,9% di 2006 dan meningkat sebesar 4,3-5,3% di 2007. Perlambatan pertumbuhan di subsektor bank sejalan dengan menipisnya net interest margin dan menurunnya penyaluran kredit sejalan dengan melambatnya kegiatan ekonomi. Percepatan konsolidasi perbankan, penerapan beberapa Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang terkait dengan kehati-hatian, serta potensi meningkatnya kredit bermasalah (NPL) akibat turunnya kemampuan debitur untuk membayar kembali pinjamannya diperkirakan akan mendorong perbankan lebih selektif dalam ekspansi usahanya. Namun, seiring dengan semakin melonggarnya kebijakan moneter, kinerja sektor keuangan pada tahun 2007 diperkirakan semakin meningkat. 33 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2006 PRAKIRAAN INFLASI Inflasi IHK pada tahun 2006 dan 2007 diperkirakan dapat berada pada kisaran sasarannya yakni masing-masing sebesar 8±1% dan 6±1% (y-o-y). Untuk tahun 2006, optimisme pencapaian sasaran tersebut didorong oleh penguatan nilai tukar yang terkait dengan peningkatan arus masuk modal asing. Selanjutnya membaiknya perkiraan nilai tukar diperkirakan akan menurunkan ekspektasi inflasi masyarakat serta mengurangi tekanan terhadap inflasi inti. Secara keseluruhan tahun 2006, inflasi IHK diperkirakan akan berada pada 8±1%. Sementara itu inflasi IHK selama 2007 juga diperkirakan akan mencatat penurunan dibandingkan dengan perkiraan semula. Kebijakan Pemerintah untuk tidak melakukan penyesuaian harga barang administered sampai dengan tahun 2007 merupakan faktor yang mendorong lebih rendahnya laju inflasi pada periode tersebut. Di sisi lain, pembatalan kenaikan harga administered dan kecenderungan inflasi IHK yang menurun turut mendorong penurunan inflasi inti. Secara keseluruhan tahun 2007, inflasi IHK diperkirakan berada pada 6±1%. Kondisi ekspektasi inflasi masyarakat diperkirakan lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya. Dari sisi fundamental, menurunnya ekspektasi inflasi di tahun 2006 diperkirakan bersumber dari melemahnya permintaan domestik dan minimalnya gejolak nilai tukar ke depan. Kondisi permintaan yang cenderung melemah mendorong perusahaan untuk menunda penyesuaian harga di tingkat retail dan memilih untuk mengkompensasi peningkatan beban biaya melalui pengurangan margin keuntungan. Hal tersebut dikonfirmasi oleh trend penurunan ekspektasi harga sampai dengan enam bulan ke depan dari Survei Penjualan Eceran. Sementara itu, ekspektasi nilai tukar diperkirakan menurun seiring dengan prospek membaiknya kondisi neraca perdagangan hingga akhir tahun 2006 serta akibat dampak inersia penguatan nilai tukar rupiah pada paro pertama 2006. Dari sisi non-fundamental, penurunan ekspektasi inflasi masyarakat dipengaruhi oleh pembatalan rencana pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga kelompok administered hingga akhir tahun 2007. Tekanan inflasi sampai dengan tahun 2007 yang bersumber dari interaksi permintaan dan penawaran diperkirakan dalam tingkat yang minimal. Melemahnya daya beli masyarakat terutama sebagai dampak dari kenaikan BBM di akhir 2005 yang lalu diperkirakan masih akan mewarnai lemahnya sisi permintaan hingga akhir tahun 2006. Selanjutnya, di tahun 2007 perekonomian diperkirakan mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi seiring dengan optimisme akan terjadinya perbaikan di berbagai bidang. Dengan perkiraan tersebut, kesenjangan output selama periode 2006-2007 diproyeksikan masih negatif meskipun dengan kecenderungan peningkatan akselerasi terutama sejak 2007. Kendati demikian, tekanan terhadap inflasi inti yang bersumber dari peningkatan akselerasi output gap diperkirakan masih terbatas. Hal ini disebabkan oleh kondisi menurunnya utilisasi kapasitas produksi sehingga kenaikan permintaan diperkirakan dapat direspon secara memadai dengan meningkatkan pemanfaatan kapasitas yang menganggur. Dengan demikian, potensi tekanan sisi permintaan diperkirakan belum mengkhawatirkan 34 Outlook Perekonomian 2006 Dari sisi eksternal, tekanan terhadap inflasi IHK diperkirakan berkurang. Dampak sisi eksternal terhadap inflasi timbul baik secara langsung melalui kenaikan harga barang konsumsi yang diimpor, maupun secara tidak langsung melalui kenaikan biaya produksi yang antara lain dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar. Untuk tahun 2006, penerapan kebijakan moneter tight bias yang diiringi oleh membaiknya risiko ekonomi memberikan kontribusi positif pada prospek nilai tukar rupiah di 2006. Sementara itu, kondisi daya beli masyarakat yang masih lemah diperkirakan turut memperkecil dampak langsung nilai tukar ke inflasi (direct passtrough effect). Inflasi negara mitra dagang yang diproyeksikan sedikit lebih tinggi dibandingkan asumsi sebelumnya, diperkirakan tidak akan terlalu banyak berdampak pada inflasi. Untuk tahun 2007 tekanan inflasi dari imported inflation terhadap inflasi di dalam negeri juga diperkirakan akan berkurang. Tekanan inflasi kelompok barang administered diperkirakan rendah dan cenderung menurun hingga tahun 2007. Pemerintah diperkirakan tidak akan menempuh langkah pengurangan subsidi beberapa komoditas strategis seperti BBM dan TDL hingga tahun 2007. Dengan demikian tekanan terhadap penyesuaian tarif angkutan/ transportasi diperkirakan juga rendah. Kebijakan penyesuaian harga mungkin ditempuh Pemerintah untuk sub kelompok rokok melalui pengaturan Harga Jual Eceran (HJE) minimum dan penyesuaian cukai rokok. Namun demikian, dampak dari kebijakan tersebut pada harga jual di Indeks 180 tingkat eceran diperkirakan tidak begitu besar mengingat 170 lemahnya permintaan. Dengan demikian tekanan terhadap 6 bulan yad 160 3 bulan yad inflasi IHK dari kelompok ini diperkirakan rendah. 1 bulan yad 150 140 130 120 FAKTOR RISIKO 110 Ke depan, gambaran akan prospek ekonomi dan laju inflasi dapat 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2003 2004 2005 2006 Grafik 4.3 dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko. Faktor-faktor tersebut secara umum berdampak kurang menguntungkan (downside risks) terhadap prospek perekonomian Indonesia di masa datang. Ekspektasi Harga Pedagang Perkembangan Harga Minyak yang Tidak Stabil Indeks 160 Harga minyak pada tahun 2006 masih berpotensi untuk mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan ini 150 didorong oleh masih kuatnya prospek pertumbuhan ekonomi 140 dunia sementara pasokan dari negara produsen minyak terbatas. Sampai dengan Juni 2006 harga minyak cenderung meningkat, 130 mencapai USD69 per barel. Level ini lebih tinggi dibandingkan 120 penutupan pada akhir Maret 2006 sebesar USD64 per barel. 110 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2003 2004 2005 2006 Grafik 4.4 Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln ke depan Prospek harga minyak yang tinggi juga tercermin pada harga forward contract untuk jangka waktu 3 dan 12 bulan ke depan yang lebih tinggi dari harga spot. Dengan kemampuan fiskal yang sangat terbatas, melonjaknya kembali harga minyak akan 35 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2006 kembali meningkatkan beban APBN terutama subsidi BBM. Sementara opsi kenaikan kembali harga BBM domestik belum dimungkinkan, maka meningkatnya beban subsidi dapat berakibat pada pengurangan komponen belanja lainnya. Apabila hal ini terjadi, maka akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan diperkirakan akan tertahan. Di sisi lain, meningkatnya harga minyak ini akan berdampak pada kenaikan harga berbagai komoditi internasional karena meningkatnya ongkos produksi dan transportasi. Sebagai akibatnya, kemampuan domestik untuk melakukan impor bahan baku dan barang modal diperkirakan akan semakin menurun, sehingga akan mempengaruhi kegiatan investasi dan kinerja beberapa sektor. Selain itu, meningkatnya harga minyak juga akan kembali memberikan tekanan kepada kondisi neraca pembayaran, dan pada akhirnya ke nilai tukar rupiah. Kelancaran Stimulus Fiskal dan Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah dalam Perbaikan Iklim Investasi Perkiraan pertumbuhan ekonomi ke depan sangat ditentukan oleh ekspansifnya stimulus fiskal. Oleh karena itu, lambannya pencairan anggaran akan mempengaruhi kinerja ekonomi secara keseluruhan. Selain itu, komitmen Pemerintah untuk terus mengupayakan perbaikan iklim investasi merupakan faktor penting bagi kesinambungan pertumbuhan ekonomi ke depan. Keberhasilan Pemerintah mengimplementasikan berbagai paket kebijakan yang telah dikeluarkan akan sangat menentukan arah kegiatan investasi, karena dalam paket tersebut sektor-sektor pendukung kegiatan investasi seperti fiskal, perdagangan dan perhubungan mendapat prioritas. Langkah-langkah konkrit untuk terus mendorong iklim investasi semakin diperlukan guna menjaga persepsi positif pelaku usaha. Sebaliknya, apabila langkah-langkah tersebut dan hambatan-hambatan yang muncul kurang tertangani secara serius, akan memberikan risiko ke bawah (downside riks) yang berakibat pada penurunan kinerja perekonomian secara keseluruhan. Pergerakan Nilai Tukar Mempertimbangkan struktur neraca modal dan finansial yang masih sangat tergantung pada pembiayaan dari aliran modal jangka pendek, kinerja NPI untuk keseluruhan tahun 2006 tidak terlepas dari berbagai risiko. Berbagai faktor risiko tersebut dapat mendorong nilai tukar rupiah bergerak dalam lintasan pesimisnya. Risiko-risiko tersebut adalah; (i) melambungnya kembali harga minyak ke US$70 per barel, dan (ii) risiko domestik khususnya hilangnya kepercayaan pasar terhadap konsistensi kebijakan makroekonomi, serta (iii) lambannya realisasi untuk memulihkan iklim investasi yang kondusif. Gangguan Pasokan terkait dengan Memburuknya Infrastruktur dan Bencana Alam Salah satu dampak buruk dari masih terbatasnya kemampuan investasi baik oleh Pemerintah maupun swasta adalah menurunnya kualitas infrastruktur terutama di 36 Outlook Perekonomian 2006 luar pulau Jawa. Dampak utama yang paling dirasakan adalah terjadinya gangguan distribusi barang antar daerah yang berimplikasi pada meningkatnya gejolak harga dan disparitas harga antar daerah. Contoh risiko yang mungkin terjadi adalah bencana alam, misalnya banjir yang biasanya terjadi pada puncak musim hujan di awal tahun. Bencana alam selain berpotensi langsung untuk memperburuk kondisi fisik infrastruktur setempat, secara tidak langsung juga mengakibatkan terputusnya jalur transportasi dan distribusi antar daerah. Apabila hal ini terjadi, maka gejolak harga yang berlebihan di daerah yang mengalami defisit menjadi sulit dihindari. Kasus ini sering terjadi pada komoditas pangan terutama beras yang relatif rentan mengalami gejolak harga. Apabila keterbatasan infrastruktur tidak ditangani dengan baik, maka risiko gejolak harga sulit untuk dihindari. Krisis Energi Tingginya harga minyak mentah internasional selain berdampak pada ketahanan fiskal, juga berdampak pada ketahanan pasokan energi domestik. Dampak dari kenaikan harga minyak dunia ini dapat dilihat dari dua sisi; (i) kenaikan harga minyak dunia berdampak langsung pada meningkatnya harga BBM non subsidi yang sebagian besar digunakan oleh sektor industri dalam proses produksinya. Peningkatan ini tentunya berdampak pada meningkatnya beban biaya produksi yang ditanggung oleh sektor industri, (ii) meningkatnya harga minyak dunia berakibat pada meningkatnya beban PLN dalam pengoperasian pembangkit listriknya. Meningkatnya beban tersebut sering kali dikompensasikan pada pembatasan pemakaian listrik oleh PLN yang berdampak pada pemadaman listrik (khususnya di luar Pulau Jawa). Pemadaman listrik ini dikhawatirkan dapat menghambat proses produksi khususnya di sektor industri yang menjadikan listrik sebagai sumber energi selain BBM. Apabila krisis energi ini terus berlangsung, dikhawatirkan dapat berakibat pada munculnya dua risiko; (i) berkurangnya insentif berinvestasi, (ii) semakin dalamnya penurunan sisi permintaan domestik dan gangguan ekspor. 37