VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN

advertisement
 VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI
DAN FAKTOR EKSTERNAL
6.1.
Dampak Kebijakan Makroekonomi
Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu
penawaran uang, dan kebijakan fiskal, yaitu pengeluaran pemerintah. Dampak
penawaran uang dan pengeluaran pemerintah disajikan pada Gambar 28. Gambar
28 menunjukkan peningkatan penawaran uang akan menurunkan suku bunga,
sebaliknya peningkatan pengeluaran pemerintah meningkatkan melalui produk
domestik bruto dan tingkat harga umum (indeks harga). Perubahan suku bunga
selanjutnya mempengaruhi perekonomian, deforestasi dan degradasi hutan. Hasil
simulasi dampaknya disajikan untuk masing-masing blok, yang terdiri dari: (1)
blok makroekonomi, (2) blok deforestasi, dan (3) blok degradasi hutan.
(-)
Penawaran
Uang
(+)
Suku Bunga
Nominal
Indeks
Harga
(+)
(+)
(-)
Penerimaan
Pajak
(-)
Suku Bunga
Riel
Rp/USD
(+)
(+)
(-)
Pengeluaran
Pemerintah
Investasi
(+)
(+)
(+)
(-)
Konsumsi
Ekspor Bersih
(-)
(+)
(+)
(+)
Produk
Domestik Bruto
(+)
Gambar 28. Diagram Dampak Kebijakan Makroekonomi terhadap Perekonomian
110
6.1.1. Blok Makroekonomi
Hasil simulasi skenario dampak perubahan kebijakan makroekonomi
disajikan pada Tabel 16. Dari Tabel 16 diketahui bahwa secara empiris model
memprediksi kenaikan penawaran uang (MS) sebesar 23.12% menurunkan suku
bunga nominal (r) sebesar 10.47% 32 , suku bunga riil (R) 53.637%, dan paritas suku
bunga (UIP=R-RUS), 251.76%. Model memprediksi penurunan R menyebabkan
nilai tukar (e) meningkat (terdepresiasi) sebesar 20.30%.
Simulasi model menunjukkan bahwa hasil akhir peningkatan penawaran
uang sebesar 23.12% adalah meningkatkan penerimaan pajak (T), pengeluaran
pemerintah (G) dan investasi (I) berturut-turut sebesar 3.57%, 2.63% dan 2.63%,
serta ekspor bersih (NX) 33 , konsumsi ( C) dan produk domestik bruto (PDB)
berturut-turut 45.16%, 0.28% dan 2.29%. Peningkatan PDB sebesar 2.29%
menyebabkan permintaan tenaga kerja meningkat 0.51%, indeks harga meningkat
0,61%, dan jumlah pengangguran menurun 8.16%.
Sebaliknya sesuai teori peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar
17.56% menaikkan suku bunga nominal (r ) sebesar 3.03%, suku bunga riel (R)
15.53%, dan paritas suku bunga (UIP), 72.92%. Peningkatan R menyebabkan nilai
tukar Rupiah (e) menurun (terapresiasi) sebesar 0.60%. Hasil akhir peningkatan
pengeluaran pemerintah 17.56% adalah meningkatkan T dan I berturut-turut
sebesar 2.01% dan 1.0%, dan sebaliknya menurunkan NX dan C berturut-turut
sebesar 10.89% dan 0.08%. Nilai PDB meningkat 1.39%, yang menyebabkan
permintaan tenaga kerja meningkat 0.36%, indeks harga meningkat 0.37%, dan
jumlah pengangguran menurun 5.74%.
32
Jika output riel tetap, ekspansi moneter jangka pendek menurunkan suku bunga dan nilai tukar overshoot depresiasi jangka
panjangnya, sebaliknya jika output riel merespon permintaan agregat, perubahan suku bunga dan nilai tukar akan tertekan
(Dornbusch,1976). Namun depresiasi mata uang tidak selalu menyebabkan ekspansi output (Amato et al, 2005).
33
Penurunan suku bunga mendepresiasi nilai tukar. Baek et al (2006) menunjukkan tidak terdapat bukti yang kuat berlakunya
teori kurva J dari perdagangan produk pertanian Amerika Serikat dengan Jepang, Kanada dan Meksiko tapi terdapat bukti
yang kuat dari perdagangan produk nonpertanian dengan negara maju (Jepang dan Kanada) dan dari perdagangan dengan
negara berkembang (Meksiko). Rey (2006) menunjukkan hasil yang berbeda mengenai pengaruh volatilitas nilai tukar
terhadap ekspor: empat negara (Algeria, Egypt, Tunisia, and Turkey) berhubungan negatif dan dua negara (Israel and
Morocco) berhubungan positif. Mckenzie (1998) menyatakan dampak volatilitas nilai tukar berbeda antar sektor barang yang
diperdagangkan. Kasus ekspor hasil hutan Amerika Serikat menunjukkan kebijakan mata uang yang stabil dalam jangka
panjang mempromosikan ekspor hasil hutan meskipun dalam jangka pendek beberapa hasil hutan memperoleh manfaat dari
volatilitas nilai tukar jangka pendek (Sun dan Zhang, 2003). Klein dan Shambaugh (2006) menunjukkan pengaruh signifikan
nilai tukar tetap dalam perdagangan bilateral antara a base country dan a pegging country. Dengan kata lain, bukti empiris
menunjukkan nilai tukar mempengaruhi ekspor, yang berarti juga ekspor bersih. Penelitian ini menunjukkan ekspor bersih
juga dipengaruhi oleh PDB dan harga minyak mentah.
111
Tabel 16. Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi
Perekonomian
Skenario Dampak Perubahan
Kebijakan Makroekonomi
Blok Makroekonomi
No.
terhadap
Peubah Endogen
1 Suku Bunga Nominal (%)
2 Suku Bunga Riil ( %)
3 Paritas Suku Bunga ( %)
4 Nilai Tukar (Rp/USD)
5 Penerimaan Pajak (Rp miliar)
6 Pengeluaran Pemerintah (Rp miliar)
7 Investasi Swasta (Rp miliar)
8 Ekspor Bersih (Rp miliar)
9 Konsumsi Rumah Tangga (Rp miliar)
10 PDB ( Rp miliar)
11 Indeks Harga Konsumen
12 Permintaan Tenaga Kerja ( juta jiwa)
13 Jumlah Pengangguran (juta jiwa)
Keterangan:
Nilai Dasar
MS
G
Naik
23.12%
Naik
17.96%
14.0
2.7
0.6
6720.1
129024.0
98336.6
330995.0
31354.4
740155.0
1200841.0
75.2
82.3
5.2
(%)
-10.47
-53.63
-251.76
20.30
3.57
2.63
2.63
45.16
0.28
2.29
0.61
0.51
-8.16
(%)
3.03
15.53
72.92
-0.60
2.01
17.96
1.00
-10.89
-0.08
1.39
0.37
0.36
-5.74
MS = Penawaran Uang ; G = Pengeluaran Pemerintah ; PDB = Produk Domestik Bruto
6.1.2. Blok Deforestasi
Dampak
peningkatan
penawaran
uang
(23.12%)
dan
pengeluaran
pemerintah (17.96%) mempengaruhi deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan
padi. Pengaruh keduanya dapat melalui saluran suku bunga dan saluran nilai tukar.
Saluran suku bunga dapat mempengaruhi secara langsung sebagai harga input
kapital, sedangkan pengaruh nilai tukar secara tidak langsung melalui pengaruhnya
terhadap harga input dan output tradable. Dalam penelitian ini, pengaruh nilai
tukar dianalisis hanya dalam kaitannya dengan suku bunga 34 dan peubah
makroekonomi yang lain.
34
Menurut Frankel (1986), penurunan penawaran uang nominal adalah penurunan penawaran uang riel jangka pendek, yang
menyebabkan kenaikan suku bunga riel sehingga menurunkan harga riel komoditas, dan hasil penelitian Reziti (2005)
menunjukan variabilitas harga produk pertanian berkaitan dengan fluktuasi produk domestik bruto (PDB) riel. Penelitian ini
menganalisis pengaruh langsung perubahan suku bunga riel terhadap penawaran dan permintaan komoditas serta pengaruh
112
Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa peningkatan penawaran
uang sebesar 23.12% menurunkan suku bunga riel sebesar 53.63%. Sedangkan
peningkatan pengeluaran pemerintah 17.96% meningkatkan suku bunga riel sebesar
15.53%. Bagaimana dampaknya terhadap tingkat deforestasi untuk areal HTI,
sawit, karet dan padi disajikan pada Tabel 17. Dari Tabel 17 diketahui bahwa
secara keseluruhan dampak penurunan suku bunga menyebabkan total deforestasi
(untuk areal HTI, sawit, karet dan padi) meningkat sebesar 9.08%, terutama untuk
areal karet (35.70%) dan padi (35.54%), sedangkan untuk areal HTI dan sawit
menurun.
Tingkat deforestasi untuk areal HTI dan sawit berturut-turut menurun sebesar 0.03
% dan 1.83%. Dari model diketahui bahwa penurunan tingkat deforestasi untuk areal HTI
dan sawit menunjukkan pengaruh penurunan suku bunga lebih lemah dibanding pengaruh
kenaikan harga input kayu HTI untuk kasus areal HTI, dan harga buah sawit untuk kasus
areal sawit. Dalam model, kayu HTI diperlakukan sebagai input produksi pulp, dan buah
sawit sebagai input produksi minyak sawit. Penurunan suku bunga menyebabkan harga
kayu HTI dan sawit meningkat berturut-turut sebesar 0.17% dan 1.39%. Karena pengaruh
penurunan suku bunga terhadap deforestasi areal HTI dan sawit lebih lemah dibanding
pengaruh kenaikan harga input kayu HTI dan sawit, sebagai konsekuensinya tingkat
deforestasi keduanya menurun.
Sebaliknya dari Tabel 17 diketahui bahwa kenaikan suku bunga (15.53%)
sebagai dampak peningkatan pengeluaran pemerintah (17.96%) menurunkan secara
keseluruhan tingkat deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan padi sebesar
3.27%. Tingkat deforestasi untuk areal HTI yang menurun menunjukkan pengaruh
kenaikan suku bunga lebih kuat dibanding pengaruh penurunan harga kayu HTI
(0.06). Tingkat deforestasi untuk areal sawit yang menurun menunjukkan
langsung PDB riel terhadap permintaan, di samping menganalisis pengaruh langsung suku bunga terhadap tingkat
deforestasi. Pengaruh suku bunga terhadap harga komoditas bergantung pada respon permintaan dan penawaran, sedangkan
pengaruh PDB cenderung secara positif terhadap harga komoditas.
113
penurunannya lebih disebabkan oleh kenaikan suku bunga, dan harga buah sawit
yang meningkat (0.33%). Sedangkan penurunan tingkat deforestasi untuk areal
karet lebih disebabkan oleh pengaruh kenaikan suku bunga, karena harganya
meningkat (0.34%). Tingkat deforestasi padi lebih disebabkan oleh kenaikan suku
bunga dan penurunan harganya (0.40%).
Tabel 17. Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi terhadap
Deforestasi
Blok Deforestasi
No.
Peubah Endogen
Skenario Dampak Perubahan
Kebijakan Makroekonomi
MS
G
Nilai Dasar
Naik
Naik
23.1%
18.0%
A Deforestasi untuk Areal HTI
(%)
(%)
1 Tingkat Deforestasi (ribu ha)
291.3
-0.03
-0.17
2
Penawaran Kayu HTI (ribu m3)
3972.5
5.79
-1.64
3
Permintaan Kayu HTI (ribu m3)
3972.5
5.79
-1.64
4 Harga Kayu HTI (Rp ribu /m3)
345.4
0.17
-0.06
B Deforestasi untuk Areal Sawit
1 Tingkat Deforestasi (ribu ha)
257.3
-1.83
-0.04
2 Penawaran Buah Sawit (ribu ton)
29153.6
8.16
1.95
3 Permintaan Buah Sawit (ribu ton)
29153.6
8.16
1.95
4 Harga Buah Sawit (Rp/kg)
330.3
1.39
0.33
C Deforestasi untuk Areal Karet
1 Tingkat Deforestasi (ribu ha)
38.6
35.70
-10.29
2 Penawaran Karet (ribu ton)
1606.3
3.11
-0.67
3 Permintaan Karet DN (ribu ton)
205.1
23.60
-5.07
4 Penawaran Ekspor Karet (ribu ton)
1401.2
0.11
-0.03
5 Harga Karet Dalam Negeri (Rp/kg)
7098.9
-1.58
0.34
D Deforestasi untuk Areal Padi
1 Tingkat Deforestasi (ribu ha)
167.4
35.54
-12.01
2 Penawaran GKG (ribu ton)
48295.8
0.96
0.42
3 Permintaan GKG (ribu ton)
48295.8
0.96
0.42
4 Harga GKG (Rp/kg)
1339.3
-0.91
-0.40
E Total Deforestasi (ribu ha)
754.6
9.08
-3.27
Keterangan:
MS = Penawaran Uang ; G = Pengeluaran Pemerintah ; DN = Dalam Negeri; GKG
= Gabah Kering Giling
114
6.1.3. Blok Degradasi Hutan
Degradasi hutan alam areal HPH disebabkan oleh prasyarat dan prinsip
pengelolaan hutan secara berkelanjutan tidak dipraktekkan di lapangan. Prasyarat
yang dimaksudkan yaitu kejelasan property rights atas hutan yang dikelola, dan
penegakan hukum atas property rights. Prasyarat yang lainnya yaitu harga kayu
hutan alam tidak terdistorsi, dalam pengertian mencerminkan harga keekonomian
kayu. Sedangkan prinsip yang dimaksudkan adalah bagaimana pengelolaan
dilakukan sehingga ekosistem hutan tidak terdegradasi sempurna, misalnya
menerapkan reduce impact logging dalam penebangan. Biaya yang dikeluarkan
untuk mempraktekkan prasyarat dan prinsip pengelolaan tersebut umumnya
diabaikan salah satunya karena suku bunga yang relatif tinggi 35 . Penurunan suku
bunga dihipotesiskan akan menurunkan degradasi hutan areal HPH.
Tabel 18 menyajikan skenario dampak perubahan kebijakan makroekonomi
terhadap degradasi hutan alam areal HPH. Dari Tabel 18 diketahui bahwa
penurunan suku bunga riel dapat menurunkan degradasi. Model memprediksi
penurunan suku bunga riel sebesar 53.637% dapat menurunkan tingkat deforestasi
areal HPH sebesar 109.73% (dari rataan per tahun berkurang 801.0 ribu ha menjadi
rataan per tahun bertambah 77.9 ribu ha). Di sisi lain, penurunan suku bunga akan
menaikkan penawaran kayu ilegal sebesar 2.71%, dan kayu legal 2.10%.
Permintaan kayu oleh industri kayu gergajian meningkat sebesar 102.57%, dan
industri kayu lapis 7.93%. Model memprediksi kenaikan penawaran kayu (legal
dan ilegal) menyebabkan harga kayu hutan alam menurun sebesar 2.84%.
Sebaliknya dari Tabel 18 diketahui bahwa model memprediksi dampak
peningkatan pengeluaran pemerintah (17.96%) yang menyebabkan kenaikan suku
35
Aspek kelembagaan dapat juga berpengaruh namun dalam penelitian ini diasumsikan eksogen. Mendelsohn (1994): poorlydefined property rights menjadi pendorong terjadinya deforestrasi; umumnya dimulai dari degradasi hutan sebelum
deforestasi terjadi. Pelaksanaan otonomi daerah mendorong perambahan hutan yang menyebabkan deforestrasi (Prasetyo
et.al, 2008). Harga nonrenewable resources dapat tidak meningkat jika terdapat inovasi teknologi di sisi permintaan dan
penawaran yang dapat mengkompensasi pengaruh stok (Lin dan Wagner, 2007). Tidak terdapat hubungan jangka panjang
antara harga kayu dan stok (Huhtala et al, 2000). Renewable resources memiliki peran terbatas dalam model-model
pertumbuhan ekonomi (Brown, 2000). Dengan kata lain, biaya untuk pemanfaatan sumberdaya alam cenderung tertekan. 115
bunga sebesar 15.53% dapat menaikkan tingkat degradasi hutan areal HPH sebesar
31.74% (dari rataan per tahun berkurang 801.0 ribu ha meningkat menjadi 1055.20
ribu ha). Di lain pihak, kenaikan suku bunga menurunkan penawaran kayu ilegal
sebesar 0.77%, dan kayu legal 0.58%. Sedangkan permintaan kayu oleh industri
kayu gergajian menurun sebesar 2.80%, dan industri kayu lapis 1.15%. Model
memprediksi penurunan penawaran kayu (legal dan ilegal) menyebabkan harga
kayu hutan alam meningkat sebesar 0.78%.
Tabel 18. Sekenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi terhadap
Degradasi Hutan
Blok Degradasi
No.
Peubah Endogen
1
2
3
Skenario Dampak Perubahan
Kebijakan Makroekonomi
MS
G
Nilai Dasar
Naik
Naik
23.12%
17.96%
(%)
-109.73
2.71
2.10
(%)
31.74
-0.77
-0.58
Degradasi HA Areal Alam HPH( ribu ha)
-801.0
Penawaran Kayu Ilegal (ribu m3)
10601.2
Penawaran Kayu HA (ribu m3)
15488.9
Permintaan Kayu HA oleh IKG (ribu
4 m3)
10040.6
12.57
5 Permintaan Kayu HA oleh IKL (ribu m3)
14677.0
7.93
6 Harga Kayu Hutan Alam (Rp/m3)
698428.0
-2.84
Keterangan:
MS = Penawaran Uang ; G = Pengeluaran Pemerintah; HA=Hutan Alam ;
Industri Kayu Gergajian; IKL = Industri Kayu Lapis.
6.2.
-2.80
-1.15
0.78
IKG =
Dampak Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang dianalisis adalah harga minyak mentah dunia, dan
suku bunga rujukan Amerika Serikat. Dampak faktor eksternal terhadap
perekonomian disajikan pada Gambar 29. Gambar 29 menunjukkan peningkatan
harga minyak mentah dunia akan menaikkan pengeluaran pemerintah, dan
pengeluaran pemerintah selanjutnya mempengaruhi produk domestik bruto (PDB).
Selain mempengaruhi pengeluaran pemerintah, harga minyak mentah dunia juga
116
mempengaruhi
ekspor
bersih.
Sedangkan
suku
bunga
Amerika
Serikat
mempengaruhi perekonomian melalui paritas suku bunga (UIP)36 . Pariras suku
bunga selanjutnya mempengaruhi nilai tukar, dan nilai tukar mempengaruhi ekspor
bersih, yang akhirnya mempengaruhi PDB. Hasil simulasi dampaknya disajikan
untuk masing-masing blok, yang terdiri dari: (1) blok makroekonomi, (2) blok
deforestasi, dan (3) blok degradasi hutan.
Suku Bunga
Amerika
Serikat
Suku Bunga
Nominal
(+)
Indeks
Harga
(+)
(+)
Suku Bunga
Riel
Harga Minyak
Dunia
(-)
(-)
(+)
(+)
Paritas Suku
Bunga
(-)
Pengeluaran
Pemerintah
Rp/USD
(+)
Ekspor Bersih
(-)
(+)
Produk
Domestik Bruto
(+)
Gambar 29. Diagram Dampak Faktor Eksternal terhadap Perekonomian
6.2.1.
Blok Makroekonomi
Simulasi terhadap harga minyak mentah dunia (oilP) dilakukan untuk
menganalisis dampak kenaikan harganya rataan per tahun (1980-2008) sebesar
7.0%, dan rataan lompatan kenaikan harganya sebesar 200% (tahun 1970-an,
233.3%; 1980an, 166.7%, dan 2000an, 200%. Sedangkan simulasi terhadap suku
bunga rujukan Amerika Serikat (RUS) dilakukan untuk menganalisis dampak
36
Koefisien dugaan UIP sering di bawah -3 (Andrews et al, 2004 dalam Amato et al (2005), dan penelitian ini adalah -1.33.
Bukti empiris menunjukkan kontraksi moneter menyebabkan apresiasi, peningkatan risk premium menyebabkan depresiasi
nilai riel (Amato et al, 2005). Selaras Amato et al, penelitian ini menunjukkan ekspansi moneter menyebabkan depresiasi.
117
kenaikannya sebesar 1%, dan kenaikannya berdasarkan rataan per tahun periode
1980-2008 sebesar 5.0%. Dampak kenaikan harga minyak dan suku bunga Amerika
Serikat secara berurutan disajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20.
Dari Tabel 19 diketahui bahwa model memprediksi kenaikan oilP sesuai
dengan hipotesis akan menaikan pengeluaran pemerintah dan menurunkan ekspor
bersih. Dengan kenaikan oilP sebesar 7%, pengeluaran pemerintah meningkat
sebesar 0.80% , dan ekspor bersih menurun sebesar 2.63%. Sedangkan lompatan
kenaikan harga minyak sebesar 200%, model memprediksi pengeluaran pemerintah
meningkat sebesar 22.99%, dan ekspor bersih menurun sebesar 75.30%.
Dampak kenaikan oilP cenderung menurunkan suku bunga. Kenaikan harga
minyak sebesar 7% menurunkan suku bunga riel sebesar 0.05%, dan kenaikannya
sebesar 200% menurunkan 1.35%. Hal ini menunjukkan bahwa net effect antara
kenaikan pengeluaran pemerintah dan penurunan ekspor bersih cenderung
menurunkan PDB. Dampak kenaikan harga minyak sebesar 7% terhadap PDB
belum terlihat, namun dampak lompatan kenaikan hanganya sebesar 200%
menyebabkan PDB menurun sebesar 0.09%.
Konsekuensinya,
kenaikan
harga
minyak
mentah
dunia
cenderung
menimbulkan jumlah pengangguran bertambah. Dari Tabel 19 diketahui bahwa
model memprediksi kenaikan harga minyak sebesar 7% menyebabkan jumlah
pengangguran bertambah sebesar 0.05%, dan kenaikannya sebesar 200%
menyebabkan jumlah pengangguran bertambah sebesar 1.51%.
Sedangkan dari Tabel 20 diketahui bahwa model memprediksi kenaikan suku
bunga Amerika Serikat menurunkan paritas suku bunga, dan konsekuensinya nilai
tukar Rupiah meningkat (terdepresiasi). Kenaikannya sebesar 1% menyebabkan
nilai tukar Rupiah terdepresiasi sebesar 0.16%, dan kenaikannya sebesar 5%
118
menyebabkan nilai tukar Rupiah terdepresiasi sebesar 0.78%. Depresiasi nilai tukar
rupiah tersebut menyebabkan ekspor bersih meningkat berturut-turut sebesar 0.23%
dan 1.15%. Suku bunga riel dalam negeri meningkat sebesar 0.09% jika suku bunga
Amerikat Serikat meningkat 1%, dan meningkat 0.47% jika suku bunga Amerikat
Serikat meningkat 5%.
Model memprediksi hasil akhir kenaikan suku bunga Amerika Serikat adalah
penerimaan pajak, pengeluaran pemerintah, investasi, dan
PDB meningkat.
Kenaikan suku bunga rujukan Amerika Serikat sebesar 1% menyebabkan
penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah meningkat sekitar 0.01%, sedangkan
investasi dan PDB juga meningkat sekitar 0.01%. Kenaikan suku bunga rujukan
Amerika Serikat sebesar 5% menyebabkan penerimaan pajak dan pengeluaran
pemerintah meningkat lebih tinggi berturut-turut sekitar 0.06% dan 0.04%,
sedangkan investasi dan PDB meningkat berturut-turut sekitar 0.03% dan 0.04%.
Konsumsi menurun karena pengaruh kenaikan suku bunga lebih kuat
dibanding kenaikan sebagai konsekuensi asumsi pendapatan dibelanjakan yang
eksogen. Indeks harga meningkat sebesar 0.002% jika kenaikan suku bunga
Amerika Serikat meningkat sebesar 1%, dan jika meningkat 5%, indeks harga
meningkat sebesar 0.01%. Permintaan tenaga kerja meningkat sebesar 0.002% jika
kenaikan suku bunga Amerika Serikat meningkat sebesar 1%, dan jika meningkat
sebesar 5%, permintaan tenaga kerja meningkat sebesar 0.01%, yang menyebabkan
jumlah pengangguran berkurang berturut-turut sebesar 0.04% dan 0.18%.
119
Tabel 19. Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah Dunia terhadap
Perekonomian
Blok Makroekonomi
Skenario Dampak Perubahan
Harga Minyak Dunia
oilP
No.
Peubah Endogen
Nilai Dasar
Naik*
7.0%
(%)
-0.01
-0.05
-0.22
1.26
0.00
0.80
0.00
-2.63
0.00
0.00
0.00
0.00
0.05
Naik**
200.0%
(%)
-0.27
-1.36
-6.40
35.94
-0.13
22.99
-0.05
-75.30
0.01
-0.09
-0.03
-0.09
1.51
1 Suku Bunga Nominal (%)
14.0
2 Suku Bunga Riil ( %)
2.7
3 Paritas Suku Bunga ( %)
0.6
4 Nilai Tukar (Rp/USD)
6720.1
5 Penerimaan Pajak (Rp miliar)
129024.0
6 Pengeluaran Pemerintah (Rp miliar)
98336.6
7 Investasi Swasta (Rp miliar)
330995.0
8 Ekspor Bersih (Rp miliar)
31354.4
9 Konsumsi Rumah Tangga (Rp miliar)
740155.0
10 PDB ( Rp miliar)
1200841.0
11 Indeks Harga Konsumen
75.2
12 Permintaan Tenaga Kerja ( juta jiwa)
82.3
13 Jumlah Pengangguran (juta jiwa)
5.2
Keterangan:
* Rataan kenaikan periode 1980-2008; ** Rataan lompatan kenaikan tahun 1970an (233.3% ; USD 3 ke USD 10 per barel), 1980an (166.7%; USD 15 ke USD 40
per barel) dan 2000an (200%; dari USD 30 ke USD 90 per barel). oilP = Harga
Minyak Mentah Dunia
120
Tabel 20. Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat
terhadap Perekonomian
Blok Makroekonomi
Skenario Dampak Perubahan Suku
Bunga Rujukan Amerika Serikat
RUS
No.
Peubah Endogen
Nilai Dasar
Naik
1.0%
Naik
5.0%
(%)
0.019
0.091
-3.258
0.156
0.011
0.009
0.005
0.229
0.000
0.008
0.002
0.002
-0.037
(%)
0.092
0.471
-16.258
0.780
0.057
0.043
0.027
1.146
-0.002
0.039
0.011
0.011
-0.180
1 Suku Bunga Nominal (%)
14.0
2 Suku Bunga Riil ( %)
2.7
3 Paritas Suku Bunga ( %)
0.6
4 Nilai Tukar (Rp/USD)
6720.1
5 Penerimaan Pajak (Rp miliar)
129024.0
6 Pengeluaran Pemerintah (Rp miliar)
98336.6
7 Investasi Swasta (Rp miliar)
330995.0
8 Ekspor Bersih (Rp miliar)
31354.4
9 Konsumsi Rumah Tangga (Rp miliar)
740155.0
10 PDB ( Rp miliar)
1200841.0
11 Indeks Harga Konsumen
75.2
12 Permintaan Tenaga Kerja ( juta jiwa)
82.3
13 Jumlah Pengangguran (juta jiwa)
5.2
Keterangan:
RUS = Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat (Federal Fund Rate)
6.2.2. Blok Deforestasi
Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa kenaikan harga minyak
sebesar 7.0% menurunkan suku bunga riel dalam negeri sebesar 0.05%, dan jika
kenaikannya 200%, menurunkan 1.35%. Sedangkan kenaikan suku bunga Amerika
Serikat sebesar 1% menaikkan suku bunga riil dalam negeri sebesar 0.09%, dan jika
kenaikannya 5% menaikkan 0.47% . Bagaimana dampaknya terhadap deforestasi
disajikan pada Tabel 21 dan Tabel 22.
Dari Tabel 21 dan Tabel 22 dapat diketahui bahwa perubahan suku bunga
riel dalam negeri karena perubahan harga minyak mentah dunia maupun suku
bunga rujukan Amerika Serikat lebih berdampak terhadap tingkat deforestasi untuk
121
areal karet dan padi dibanding untuk areal HTI dan sawit. Sebagai contoh, kenaikan
harga minyak sebesar 7.0% menyebabkan tingkat deforestasi untuk areal HTI dan
sawit meningkat sangat kecil sehingga dapat diabaikan, sementara
tingkat
deforestasi untuk areal karet meningkat sebesar 0.03%, dan padi sebesar 0.06%.
Lompatan kenaikan harga minyak sebesar 200% menyebabkan tingkat deforestasi
untuk areal HTI dan sawit menurun berturut-turut 0.24% dan 0.08%, sementara
untuk areal karet dan padi meningkat berturut-turut 0.94% dan 1.37%.
Penurunan tingkat deforestasi untuk areal HTI disebabkan oleh pengaruh
kenaikan harga kayu HTI (0.03%), sedangkan penurunan untuk areal sawit lebih
disebabkan oleh kenaikan harga kayu HTI (persaingan lahan); sementara harga
buah sawit menurun (0.03%). Peningkatan tingkat deforestasi untuk areal karet
lebih disebabkan oleh pengaruh penurunan suku bunga riel; sementara harganya
menurun (0.2%). Sedangkan peningkatan tingkat deforestasi untuk areal padi
karena penurunan suku bunga riel dan kenaikan harganya (0.03%).
Dari Tabel 22 diketahui bahwa kenaikan suku bunga riel akibat kenaikan
suku bunga Amerika Serikat sebesar 1% menyebabkan tingkat deforestasi untuk
areal karet dan padi menurun sekitar 0.06%, dan kenaikan suku bunga Amerika
Serikat sebesar 5% berturut-turut menurunkan sebesar 0.32% dan 0.36%. Kenaikan
suku bunga Amerika Serikat sebesar 1% tidak menyebabkan tingkat deforestasi
untuk areal HTI dan sawit berubah, dan kenaikannya sebesar 5% hanya
meningkatkan tingkat deforestasi untuk areal HTI yakni 0.03%, karena harganya
tidak meningkat.
122
Tabel 21. Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah Dunia terhadap
Deforestasi Hutan Alam
Blok Deforestasi
No.
Peubah Endogen
Skenario Dampak Perubahan
Harga Minyak Mentah Dunia
oilP
Nilai Dasar
Naik*
Naik**
7.0%
200.0%
A Deforestasi untuk Areal HTI
(%)
1 Tingkat Deforestasi (ribu ha)
291.3
0.000
2 Penawaran Kayu HTI (ribu m3)
3972.5
0.010
3 Permintaan Kayu HTI (ribu m3)
3972.5
0.010
4 Harga Kayu HTI (Rp ribu /m3)
345.4
0.000
B Deforestasi untuk Areal Sawit
1 Tingkat Deforestasi (ribu ha)
257.3
0.000
2 Penawaran Buah Sawit (ribu ton)
29153.6
-0.006
3 Permintaan Buah Sawit (ribu ton)
29153.6
-0.006
4 Harga Buah Sawit (Rp/kg)
330.3
0.000
C Deforestasi untuk Areal Karet
1 Tingkat Deforestasi (ribu ha)
38.6
0.032
2 Penawaran Karet (ribu ton)
1606.3
0.019
3 Permintaan Karet DN (ribu ton)
205.1
0.146
4 Penawaran Ekspor Karet (ribu ton)
1401.2
0.000
5 Harga Karet Dalam Negeri (Rp/kg)
7098.9
-0.007
D Deforestasi untuk Areal Padi
1 Tingkat Deforestasi (ribu ha)
167.4
0.060
2 Penawaran GKG (ribu ton)
48295.8
-0.001
3 Permintaan GKG (ribu ton)
48295.8
-0.001
4 Harga GKG (Rp/kg)
1339.3
0.000
E Total Deforestasi (ribu ha)
754.6
0.000
Keterangan:
* dan ** periksa tabel sebelumnya; oilP = Harga Minyak Mentah Dunia
Dalam Negeri; GKG = Gabah Kering Giling
(%)
-0.240
0.259
0.259
0.029
-0.078
-0.176
-0.176
-0.030
0.941
0.411
3.072
0.021
-0.204
1.374
-0.029
-0.029
0.030
0.225
; DN =
123
Tabel 22. Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat
terhadap Deforestasi Hutan Alam
Blok Deforestasi
No.
Peubah Endogen
Skenario Dampak Perubahan
Suku Bunga Amerika Serikat
RUS
Nilai Dasar
Naik*
Naik**
1.0%
A Deforestasi untuk Areal HTI
(%)
1 Tingkat Deforestasi (ribu ha)
291.3
0.000
2 Penawaran Kayu HTI (ribu m3)
3972.5
-0.010
3 Permintaan Kayu HTI (ribu m3)
3972.5
-0.010
4 Harga Kayu HTI (Rp ribu /m3)
345.4
0.000
B Deforestasi untuk Areal Sawit
1 Tingkat Deforestasi (ribu ha)
257.3
0.000
2 Penawaran Buah Sawit (ribu ton)
29153.6
0.012
3 Permintaan Buah Sawit (ribu ton)
29153.6
0.012
4 Harga Buah Sawit (Rp/kg)
330.3
0.000
C Deforestasi untuk Areal Karet
1 Tingkat Deforestasi (ribu ha)
38.6
-0.063
2 Penawaran Karet (ribu ton)
1606.3
0.000
3 Permintaan Karet DN (ribu ton)
205.1
0.000
4 Penawaran Ekspor Karet (ribu ton)
1401.2
0.000
5 Harga Karet Dalam Negeri (Rp/kg)
7098.9
0.001
D Deforestasi untuk Areal Padi
1 Tingkat Deforestasi (ribu ha)
167.4
-0.060
2 Penawaran GKG (ribu ton)
48295.8
0.002
3 Permintaan GKG (ribu ton)
48295.8
0.002
4 Harga GKG (Rp/kg)
1339.3
0.000
E Total Deforestasi (ribu ha)
754.6
-0.027
Keterangan:
* dan ** periksa tabel sebelumnya; oilP = Harga Minyak Mentah Dunia
Dalam Negeri; GKG = Gabah Kering Giling
5.0%
(%)
0.034
-0.053
-0.053
0.000
0.000
0.058
0.058
0.030
-0.317
-0.019
-0.146
0.000
0.011
-0.358
0.012
0.012
-0.015
-0.106
; DN =
6.2.3. Blok Degradasi Hutan
Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa kenaikan harga minyak
sebesar 7.0% menurunkan suku bunga riel sebesar 0.05%, dan jika kenaikannya
200%, menurunkan 1.36%. Sedangkan kenaikan suku bunga Amerika Serikat
sebesar 1% menaikkan suku bunga riil sebesar 0.09%, dan jika kenaikannya 5%
124
menaikkan 0.47% . Bagaimana dampaknya terhadap degradasi hutan areal HPH
disajikan pada Tabel 23 dan Tabel 24.
Dari Tabel 23 dan Tabel 24 diketahui bahwa model memprediksi, kenaikan
harga minyak mentah dunia sebesar 7.0% dan 200% menurunkan tingkat degradasi
areal HPH berturut-turut sebesar 0.1 dan 2.9%, sedangkan kenaikan suku bunga
Amerika Serikat sebesar 1% dan 5% menaikkan tingkat degradasi areal HPH
berturut-turut sebesar 0.2% dan 1.0%. Selain suku bunga, hasil observasi lapangan
menunjukkan bahwa sertifikasi hutan yang diminta oleh pasar internasional
mendorong perusahaan HPH menerapkan prasyarat dan prinsip pengelolaan hutan
secara berkelanjutan, terutama yang terintegrasi dengan industri kayu lapis. Saat ini
luas areal hutan di Indonesia (sebagian besar areal HPH) yang telah tersertifikasi
dengan skema internasional mencapai 904.1 ribu ha.
Tabel 23. Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah Dunia terhadap
Degradasi Hutan Alam Areal HPH
Blok Degradasi
No.
Peubah Endogen
Skenario Dampak Perubahan
Harga Minyak Mentah Dunia
oilP
Nilai Dasar
Naik
Naik
7.0%
(%)
-0.100
0.002
0.002
0.022
0.058
-0.004
200.0%
(%)
-2.896
0.076
0.063
0.653
1.679
-0.112
1 Degradasi HA Areal Alam HPH( ribu ha)
-801.0
2 Penawaran Kayu Ilegal (ribu m3)
10601.2
3 Penawaran Kayu HA (ribu m3)
15488.9
4 Permintaan Kayu HA oleh IKG (ribu m3)
10040.6
5 Permintaan Kayu HA oleh IKL (ribu m3)
14677.0
6 Harga Kayu Hutan Alam (Rp/m3)
698428.0
Keterangan:
oilP =Harga Minyak Mentah Dunia; HA=Hutan Alam ; IKG = Industri Kayu
Gergajian; IKL = Industri Kayu Lapis
125
Tabel 24. Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat
terhadap Degradasi Hutan Alam Areal HPH
Blok Degradasi
No.
Peubah Endogen
Skenario Dampak Perubahan
Suku Bunga Amerika Serikat
RUS
Nilai Dasar
Naik
Naik
1.0%
5.0%
(%)
0.187
-0.005
-0.004
-0.019
-0.007
0.005
(%)
0.961
-0.025
-0.019
-0.093
-0.037
0.026
1 Degradasi HA Areal Alam HPH( ribu ha)
-801.0
2 Penawaran Kayu Ilegal (ribu m3)
10601.2
3 Penawaran Kayu HA (ribu m3)
15488.9
4 Permintaan Kayu HA oleh IKG (ribu m3)
10040.6
5 Permintaan Kayu HA oleh IKL (ribu m3)
14677.0
6 Harga Kayu Hutan Alam (Rp/m3)
698428.0
Keterangan:
RUS =Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat (Federal Fund Rate); HA=Hutan
Alam ; IKG = Industri Kayu Gergajian; IKL = Industri Kayu Lapis
Download