PENGARUH DESENTRALISASI, PERTUMBUHAN EKONOMI

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
Bab ini akan menguraikan pengertian dana alokasi umum, dana alokasi
khusus, lain-lain pendapatan daerah yang sah terhadap pertumbuhan ekonomi
dengan desentralisasi fiskal sebagai variabel moderating. Bab ini juga
menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu
yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang
dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian.
2.1.1. Dana Alokasi Umum (DAU)
Pemerintah Pusat dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
mengalokasikan sejumlah dana dari APBN sebagai Dana Perimbangan (DP).
Dana perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Dana Alokasi
Umum yang merupakan penyangga utama pembiayaan APBD sebagian besar
terserap untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek
pembangunan menjadi sangat berkurang.
DAU merupakan salah satu alat bagi pemerintah pusat sebagai alat
pemerataan pembangunan di Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi
ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara pusat
Universitas Sumatera Utara
dan daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan tersebut, khususnya dari
DAU akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-sumber
pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung
jawabnya.
Hal tersebut diatas sesuai dengan prinsip fiscal gap yang dirumuskan oleh
Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan yang
sejalan/sesuai
dengan
Undang-Undang
Nomor
25
tahun
1999
tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan
DAU oleh suatu daerah ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep
fiscal gap dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah
(fiscal needs) dan potensi daerah (fiscal capacity). Dengan pengertian lain, DAU
digunakan untuk menutup celah/gap yang terjadi karena kebutuhan daerah
melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada. Berdasarkan konsep fiscal gap
tersebut distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif
besar akan lebih kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar. Dengan konsep
ini beberapa daerah, khususnya daerah yang kaya sumber daya alam dapat
memperoleh DAU yang negatif.
Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sesuai
dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. DAU bersifat
block grant yang berarti penggunaanya diserahkan kepada daerah sesuai dengan
prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pembangunan kepada
masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Hasil perhitungan DAU
per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan keputusan presiden (Kepres).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Dana Alokasi Khusus ( DAK )
Pada hakikatnya pengertian Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana
yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu
membiayai
kebutuhan
khusus.
Pengalokasian
DAK
ditentukan
dengan
memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. DAK disalurkan dengan cara
pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah.
Oleh sebab itu DAK dicantumkan dalam APBD. DAK tidak dapat digunakan
untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian,
pelatihan, dan perjalanan dinas.
Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999, yang dimaksud dengan
kebutuhan khusus adalah (i) kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan
menggunakan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan yang tidak sama
dengan kebutuhan Daerah lain, misalnya: kebutuhan di kawasan transmigrasi,
kebutuhan beberapa jenis investasi/prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan
terpencil, saluran irigasi primer, dan saluran drainase primer; dan (ii) kebutuhan
yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Implementasi konsep DAK di Indonesia mencakup pula alokasi dana
untuk kegiatan penghijauan dan reboisasi, dimana pembiayaannya berasal dari
penerimaan Dana Reboisasi (DR) dalam APBN yang diberikan 40%-nya kepada
Daerah penghasil. Pembiayaan dari DAK-DR sejalan dengan keinginan
Pemerintah untuk melibatkan Pemerintah Daerah penghasil DR dalam kegiatan
penghijauan dan reboisasi kawasan hutan di Daerahnya, dimana kegiatan tersebut
merupakan salah satu kegiatan yang menjadi prioritas nasional. Pedoman Umum
Pengelolaan DAK-DR untuk Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Universitas Sumatera Utara
Tahun 2001 diatur dalam Surat Edaran Bersama Departemen Keuangan,
Departemen Kehutanan, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, dan
Bappenas Nomor : SE-59/A/2001, Nomor: SE-720/MENHUT-II/2001, Nomor :
2035/D.IV/05/2001, dan Nomor : SE-522.4/947/5/BANGDA.
Adapun untuk DAK TA 2001 hanya dialokasikan dari Dana Reboisasi
yang berasal dari 40% penerimaan Dana Reboisasi dan diberikan kepada Daerah
Penghasil. Berdasarkan penyesuaian APBN TA 2001, alokasi DAK-Dana
Reboisasi (DAK-DR) semula sebesar Rp. 900,6 miliar dan menjadi Rp. 700,6
milyar (revisi APBN TA 2001) yang pengalokasiannya berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Keuangan No.491/KMK.02/2001 tanggal 6 September 2001.
Provinsi yang tidak mendapatkan alokasi DAK-DR TA 2001 adalah Daerah
bukan penghasil yang meliputi Provinsi-Provinsi yang ada di Pulau Jawa, Provinsi
Lampung, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Keputusan Menteri
Keuangan tersebut, dan penetapan alokasi oleh Gubernur kepada Daerah serta
Rencana Definitif yang disampaikan Gubernur, Dirjen Anggaran telah
menerbitkan Daftar Alokasi DAK-DR (DA-DAK-DR) yang berlaku untuk
Kabupaten/Kota dalam wilayah 21 Provinsi penghasil.
Sesuai dengan APBN TA 2002 yang telah disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, DAK TA 2002 masih dialokasikan dari DR yang ditetapkan
sebesar Rp817,3 miliar. Untuk itu, akan dilakukan koordinasi dengan pihak
Departemen Kehutanan agar segera menyusun ancar-ancar pengalokasian DAKDR TA 2002 untuk Daerah penghasil sesuai dengan DAK-DR yang telah
ditetapkan dalam APBN, dan diharapkan secepatnya dapat mengusulkan kepada
Menteri Keuangan untuk ditetapkan dalam Daftar Alokasi DAK-DR TA 2002.
Universitas Sumatera Utara
DAK ini akan digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik antara lain
seperti pembangunan rumah sakit, jalan, irigasi, dan air bersih. DAK ini bisa
disamakan dengan dengan belanja pembangunan karena digunakan untuk
mendanai peningkatan kualitas pelayanan publik berupa pembangunan sarana dan
prasarana publik (Aramana, 2011). DAK digunakan sepenuhnya sebagai belanja
modal oleh pemerintah daerah. Belanja modal kemudian digunakan untuk
menyediakan aset tetap. Menurut Halim (2001) aset tetap yang dimiliki dari
penggunaan belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan
pelayanan publik oleh pemda. Lebih lanjut Abdullah dan Halim (2006)
menjelaskan bahwa biasanya setiap tahun pemda melakukan pengadaan aset tetap
sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak
jangka panjang secara finansial.
Menurut Abimanyu (2005) yang dikutip oleh Harianto dan Adi (2007)
infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada
pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka
masyarakat dapat melakukan aktifitas sehari-hari secara aman dan nyaman yang
akan berpengaruh pada tingkat produktifitasnya yang semakin meningkat dan
dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk
membuka usaha di daerah tersebut.
Transfer pemerintah pusat ke pemda diharapkan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat. Meskipun demikian, menurut Handayani (2009) bahwa
dapat juga terjadi keganjilan dimana terjadi flypaper effect yaitu saat pemda
mendapat transfer dari pemerintah pusat justru pendapatan masyarakat tidak
meningkat karena transfer tersebut digunakan sepenuhnya untuk kegiatan belanja
Universitas Sumatera Utara
pemerintah tanpa diimbangi dengan peningkatan PAD. Menurut Khusaini (2006)
seharusnya dana transfer dari pemerintah pusat diharapkan untuk digunakan
secara efektif dan efisien oleh pemda untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, selain itu kebijakan penggunaan dana tersebut harus transparan dan
akuntabel.
2.1.3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Lain-lain pendapatan yang sah menurut UU 32/ 2004 pasal 164 ayat 1
tentang pemerintah daerah adalah seluruh pendapatan daerah selain Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan
lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah. Lain-lain pendapatan daerah
yang sah, merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana
perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat dan lain-lain pendapatan yang
ditetapkan Pemerintah.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13/ 2006 tentang pedoman
pengelolaan keuangan daerah, lain-lain pendapatan yang sah dikelompokan
beberapa jenis pendapatan yang mencakup:
1.
Hibah berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lainnya, badan/ lembaga/
organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/ perorangan, dan
lembaga luar negeri yang tidak mengikat;
2.
Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penagggulangan korban/
kerusakan akibat bencana alam;
3.
Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/ kota;
4.
Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh
pemerintah; dan
Universitas Sumatera Utara
5.
Batuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lain.
UU No. 18/ 2001 secara resmi mencantumkan zakat sebagai sumber PAD
bagi pemerintah provinsi dan daerah. Menurut Word Bank (2006: 33), pada
prakteknya zakat belum sebagai PAD dalam anggaran mereka karena 4 alasan :
1.
Banyak pemerintah daerah masih belum membentuk badan penyelenggara
zakat (Baitul Mal).
2.
Masyarakat tidak yakin apakah pajak yang mereka bayar itu disalurkan
dengan semestinya kapada Ke-8 Asnaf (penerimaan zakat menurut hukum
islam).
3.
Badan penyelenggaraan zakat tidak memiliki sumber daya, informasi dan
teknologi.
4.
Apakah zakat seharusnya dicatat oleh pemerintah daerah sebagai bagian dari
pendapatan pemerintah masih belum jelas. Menurut syariah islam, zakat
seharusnya tidak menjadi pendapatan pemerintah.
2.1.4. Desentralisasi Fiskal
Bentuk desentralisasi fiskal sangat bervariasi tergantung tujuan dari
perubahan sistem, Bahl dan Wallace (2001) menyebutkan bahwa desentralisasi
fiskal berarti desentralisasi dari pemerintahan, alokasi pengeluaran dan mobilisasi
penerimaan daerah. Bahl juga menyebutkan bahwa pemerintahan ini, pada satu
titik ekstrim tertentu negara cenderung membatasi desentralisasi pada operasi
pemerintahan sehingga pemerintah daerah tidak melakukan pembiayaan dan
pengadaan pelayanan publik. Sedangkan di titik ekstrim lainnya, pemerintah lokal
diberikan kekuasaan penuh.
Banyak ahli ekonom yang beranggapan bahwa desentralisasi fiskal
merupakan kebijakan yang tepat bagi pertumbuhan regional karena desentralisasi
Universitas Sumatera Utara
fiskal cenderung memperpendek jarak antara pemerintah sebagai pengambil
keputusan dengan stakeholdenya. Ekonom juga menyebutkan bahwa pelayanan
publik yang paling efisien seharusnya diselenggarakan oleh wilayah yang
memiliki kontrol geografis paling minimum, karena:
1.
Pemerintah lokal lebih mengerti kebutuhan masyarakat.
2.
Keputusan pemerintah lokal sangat responsif terhadap kebutuhan masyarakat,
sehingga mendorong pemerintah lokal untuk melakukan efisiensi
dalam
penggunaan dana yang berasal dari masyarakat.
3.
Persaingan
antara
daerah
dalam
memberikan
pelayanan
kepada
masyarakatnya akan mendorong pemerintah lokal untuk meningkatkan
inovasinya.
Ahli ekonomi juga berpendapat desentralisasi fiskal dapat membawa
dampak positif terhadap pertumbuhan regional jika desentralisasi fiskal juga
dibarengi dengan terpenuhinya prasyarat tertentu. Bahl (2000) menyebutkan 12
aturan agar desentralisasi fiskal dapat memberikan efek positif terhadap
masyarakat lokal, yaitu: (1) Desentralisasi fiskal harus dipandang sebagai sebuah
sistem yang komprehensif ; (2) Money follows function (fungsi pelayanan publik
didaerahkan) ; (3) Pemerintah pusat mempunyai kemampuan kuat dalam
mengawasi dan mengevaluasi desentralisasi ; (4) Satu sistem antar pemerintah
tidak memaksakan hubungan yang sama dan sesuai antar desa dengan kota ; (5)
Desentalisasi fiskal membutuhakan kekuatan yang besar bagi pemerintah lokal
untuk mengambil pajak ; (6) Pemerintah pusat harus konsisten dengan
desentralisasi fiskal yang telah diterapkannya ; (7) Tetap menjadikan
desentralisasi sebagai sesuatu yang dapat dijelaskan dengan relatif mudah ; (8)
Universitas Sumatera Utara
Penyusunan sistem transfer antar pemerintah harus sesuai dengan tujuan
desentralisasi
fiskal
;
(9)
Desentralisasi
fiskal
seharusnya
tetap
mempertimbangkan ketiga level pemerintahan ; (10) Menetapkan anggaran yang
ketat dan berimbang ; (11) Pemerintah harus selalu merencanakan sistem antar
pemerintahan karena hal tersebut akan selalu berubah ; (12) Harus ada pihak
pengambil keputusan di level lokal maupun nasional yang menyetujui kebijakan
desentralisasi fiskal dan menyetujui kebijakan desentralisasi fiskal dan mengerti
keuntungan dari kebijakan yang diambil serta implikasi logis dari kebijakan
tersebut.
Menurut Pusporini (2006) pada hakekatnya terdapat tiga prinsip dalam
implementasi otonomi daerah di indonesia, yaitu :
1.
Desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah
kabupaten/kota sehingga otonomi lebih dititikberatkan pada daerah tersebut.
2.
Dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintah oleh pemerintah
kepada gubenur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu.
3.
Tugas Pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah
dan/atau desa dan pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa
serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas
tertentu. Seiring dengan pembagian kewenangan tersebut diikuti pula dengan
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Dalam otonomi daerah, pemerintah pusat berwenang dalam bidang
pertahanan/keamanan, politik luar negeri, peradilan, fiskal/moneter, agama serta
kewenangan bidang pemerintahan lainnya dan kebijakan strategis yang ditetapkan
Universitas Sumatera Utara
dengan peraturan pemerintah. Adapun Pemerintah propinsi berwenang dalam
bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota yang menjadi
tanggung jawab propinsi, misalnya kewenangan di bidang pekerjaan umum,
perhubungan, kehutanan dan perkebunan disamping kewenangan bidang
pemerintahan tertentu lainnya, seperti (i) Perencanaan Pembangunan regional
secara makro ; (ii) Pelatihan kejuruan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
(iii) Pelabuhan regional; (iv) Lingkungan hidup; (v) Promosi dagang dan
budaya/pariwisata; (vi) Penanganan penyakit menular dan hama tanaman; (vii)
Perencanaan tata ruang provinsi.
Sedangkan kewenangan pemerintah kabupaten/kota mencakup semua
kewenangan pemerintahan selain kewenangan pemerintah pusat dan propinsi.
Secara eksplisit dinyatakan bahwa bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan
daerah kabupaten dan daerah kota meliputi: pekerjaan umum, kesehatan,
pendidikan, pertanian, perhubungan, perdagangan dan industri, penanaman modal,
lingkungan hidup dan pertanahan.
Mardiasmo (2002) mengharapkan desentralisasi menghasilkan dua
manfaat nyata yakni pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan
kreatifitas masyarakat dalam pembangunan serta mendorong hasil pembangunan
diseluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di
masing-masing daerah dan kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif
melalui pergesaran peran pengambilan keputusan publik ketingkat pemerintah
yang paling rendah yang memiliki informasi paling lengkap.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Budiono (1999), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
output perkapita dalam jangka panjang, perhatian tekanannya pada tiga aspek,
yaitu: proses, output perkapita, dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah
suatu proses, bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Disini kita melihat aspek
dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian
berkembang atau berubah dari waktu ke waktu, tekanannya pada perubahan atau
perkembangan itu sendiri.
Budiono (1999), juga mengatakan pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan
kenaikan output perkapita, disini jelas ada dua sisi yang perlu diperhatikan, yaitu
sisi output totalnya (GDP) dan sisi jumlah penduduknya. Output perkapita adalah
output total dibagi jumlah penduduk, jadi proses kenaikan output perkapita tidak
bisa tidak, harus dianalisa dengan jalan melihat apa yang terjadi dengan output
total di satu pihak dan jumlah penduduk di lain pihak. Suatu teori pertumbuhan
ekonomi yang lengkap haruslah bisa menjelaskan apa yang terjadi dengan GDP
total dan apa yang terjadi dengan jumlah penduduk. Dengan kata lain, teori
tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP total, dan teori
mengenai pertumbuhan penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek tersebut bisa
dijelaskan, maka perkembangan output perkapita bisa dijelaskan
Pengertian
pertumbuhan
ekonomi
seringkali
dibedakan
dengan
pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkutan dengan proses
peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat,
sementara pembangunan mengandung arti yang lebih luas. Proses pembangunan
mencakup perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola penggunaan
Universitas Sumatera Utara
(alokasi) sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi,
perubahan pada pola distribusi kekayaan dan pendapatan diantara berbagai
golongan pelaku ekonomi, perubahan pada kerangka kembagaan dalam kehidupan
masyarakat secara menyeluruh (Brodjonegoro, 2003).
Namun demikian Brodjonegoro (2003) juga mengatakan pertumbuhan
ekonomi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan, hal ini
diperlukan berhubungan dengan kenyataan adanya pertambahan penduduk.
Bertambahnya penduduk dengan sendirinya menambah kebutuhannya akan
pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Jika kita amati, pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena penting yang
dialami dunia dalam dua abad belakangan ini, dalam periode tersebut dunia telah
mengalami perubahan yang sangat nyata jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya.
Pertumbuhan
ekonomi
berarti
perkembangan
kegiatan
dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam
masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Masalah
pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi dalam
jangka panjang. Dari suatu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara
untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang
meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor produksi akan selalu mengalami
pertambahan baik jumlah maupun kuantitasnya.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Sebagai pembanding dari penelitian ini akan diuraikan beberapa penelitian
terdahulu yaitu:
1.
Muis (2012), dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh dana alokasi
umum dan alokasi khusus terhadap pertumbuhan ekonomi dan belanja modal
sebagai variabel intervening pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dana alokasi umum
berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, dana alokasi khusus
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja modal. Dana
alokasi khusus berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja modal.
2.
Simanjuntak (2006), telah meneliti tentang Analisis Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Labuhanbatu. Peneliti ini
menyimpulkan bahwa secara simultan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhan batu.
3.
Gulo (2008), juga telah meneliti tentang Analisis Pengaruh Fiskal dan
Moneter terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Adapun hasil dari
penelitian ini menyatakan dari hasil estimasi menunjukkan bahwa aspek
fiskal dan moneter berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Secara parsial, hasil analisis menunjukkan bahwa pengeluaran
pemerintah (baik rutin maupun pembangunan) berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
4.
Bati (2009), dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Belanja Modal dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Adapun
Universitas Sumatera Utara
hasil penelitian ini bahwa belanja modal dan pendapatan asli daerah
berpengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di
kabupaten/kota di Sumatera Utara dan secara parsial variabel pendapatan asli
daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
di kabupaten/kota di Sumatera Utara sedangakan variabel belanja modal tidak
berpengaruh dengan tingkat alpha 5 % terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
di kabupaten/kota di Sumatera Utara.
5.
Harahap (2003), telah meneliti tentang Pengaruh Pemekaran Kabupaten
terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pendapatan di Kabupaten
Tapanuli Selatan. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa pemekaran
kabupaten berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan
juga pemerataan Pendapatan.
6.
Hanum (2004), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Nanggroe Aceh
Darusalam menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa pengeluaran
pemerintah memiliki tanda koefisien regresi yang positif dan berdasarkan
uji_t, pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Propinsi NAD.
7.
Aramana (2011), dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh PAD, Dana
Perimbangan Dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah terhadap belanja
daerah dengan kinerja keuangan pemerintah daerah sebagai variabel
moderating pada Provinsi Sumatera Utara. Dari hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa PAD, Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan Daerah
yang sah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah dan kinerja
Universitas Sumatera Utara
keuangan pemerintah daerah bukan merupakan variabel moderating yang
memperkuat hubungan antara PAD, Dana Perimbangan, Dan Lain-lain
Pendapatan Daerah yang sah terhadap Belanja Daerah.
Tabel 2.1. Daftar Penelitian Terdahulu
1.
Nama
Peneliti
(Tahun)
Muis (2012)
2.
Simanjuntak
No.
(2006)
Judul Penelitian
Pengaruh Dana
Alokasi Umum
Dan Dana Alokasi
Khusus terhadap
pertumbuhan
ekonomi dan
belanja modal
sebagai variabel
intervening pada
kabupaten/kota di
provinsi sumatera
utara
Analisis Pengaruh
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi di
Kabupaten
Labuhanbatu
3.
Gulo (2008)
Analisis Pengaruh
Aspek Fiskal dan
Moneter terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi
Indonesia,
4.
Bati (2009)
Pengaruh Belanja
Modal dan
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi
Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
DAU, DAK,
Pertumbuhan
Ekonomi dan
Belanja Modal
DAU berpengaruh langsung terhadap
pertumbuhan ekonomi, Dana Alokasi
Khusus
berpengaruh
langsung
terhadap pertumbuhan ekonomi,
DAK
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
melalui
belanja modal. DAK berpengaruh
langsung terhadap pertumbuhan
ekonomi dan berpengaruh terhadap
pertumbuhan
ekonomi
melalui
belanja modal.
Variabel
Independen:
Pendapatan
Asli Daerah
(PAD)
Variabel
Dependen:
Pertumbuhan
Ekonomi
Variabel
Independen:
Aspek Fiskal
dan Moneter
Variabel
Dependen :
Pertumbuhan
Ekonomi
Ada pengaruh yang signifikan
Pendapatan Asli Daerah terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten
Labuhanbatu
Variabel
Independen:
Belanja Modal
dan Pendapata
Asli Daerah
Variabel
Dependen
Pertumbuhan
Ekonomi.
1. Hasil estimasi menunjukkan
bahwa aspek fiskal dan moneter
berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
2. Secara parsial menunjukkan
bahwa pengeluaran pemerintah
berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia
1. Secara Simultan menunjukkan
bahwa belanja modal dan
pendapatan asli daerah
berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah di
kabupaten/kota di Sumatera
Utara
2. Secara parsial, variabel PAD
berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi
sedangkan variabel belanja
modal tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi
daerah di kabupaten/kota di
Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
5.
Harahap
(2003)
Pengaruh
Pemekaran
Kabupaten
terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi dan
Pemerataan
Pendapatan di
Kabupaten
Tapanuli Selatan.
Variabel
Independen:
Pemekaran
Kabupaten
Variabel
Dependen:
Pertumbuhan
Ekonomi dan
Pemerataan
Pendapatan
Bahwa Pemekaran Kabupaten
berpengaruh secara signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan pendapatan.
6.
Hanum
(2004)
Analisis FaktorFaktor yang
mempengaruhi
Pertumbuhan
Ekonomi Provinsi
Nanggroe Aceh
Darusalam.
Variabel yang
digunakan
adalah
Pengeluaran
Pemerintah/
Pertumbuhan
Ekonomi.
Bahwa pengeluaran Pemerintah
memiliki tanda koefisien regresi yang
positif dan berdasarkan uji_t,
pengeluaran pemerintah mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Provinsi
NAD.
7.
Aramana
(2011)
Pengaruh PAD,
Dana Perimbangan
dan lain-lain
pendapatan daerah
yang sah terhadap
belanja daerah
dengan kinerja
keuangan
pemerintah daerah
sebagai variabel
moderating di
provinsi Sumatera
Utara.
PAD, Dana
Perimbangan,
Lain-lain
Pendapatan
Daerah Yang
Sah, Kinerja
Keuangan dan
Belanja
Daerah
PAD, Dana Perimbangan, Lain-lain
Pendapatan Daerah yang sah
berpengaruh signifikan terhadap
Belanja Daerah dan kinerja keuangan
pemerintah daerah bukan merupakan
variabel moderating yang
memperkuat hubungan antara PAD,
Dana Perimbangan, Dan Lain-lain
Pendapatan Daerah yang sah terhadap
Belanja Daerah.
Universitas Sumatera Utara
Download