BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Merek (Brands) 2.1.1. Pengertian Merek Di dalam area pemasaran, merek mempunyai beberapa peran antaranya adalam memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk dan melindungi konsumen maupun produsen dari para kompetitor yang berusaha memberikan produk - produk yang identik (Aaker, 2005). Sebagai contoh, bermacam - macam merek dari berbagai macam kategori produk telepon seluler yang mampu bersaing untuk dapat melekat kuat dibenak konsumen, hal ini terlihat dari banyaknya iklan yang tampil pada berbagai media yang ada di Indonesia, baik majalah, surat kabar, televisi, dan sebagainya. (Kotler, 2005), mendefinisikan merek adalah: Nama, tanda, simbol, dan desain, yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan membedakan barang atau layanan suatu penjual dari barang dan layanan penjual lain. Sedangkan menurut (Aaker, 2005) Merek adalah : Nama dan simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual tertentu. Merek menurut (Aaker, 2005) mempunyai unsur - unsur penting : a. Nama merek, bagian dari merek yang dapat dilafalkan dan dapat terdiri dari huruf maupun angka. b. Tanda merek (brand mark), terdiri dari symbol, desain, warna, dan huruf. c. Trademark, bagian dari merek yang memberikan perlindungan hukum pada nama merek dan tanda merek (brand mark). d. Copyright, yaitu hak secara sah di mata hukum untuk memproduksi kembali, mengeluarkan, dan menjual isi serta bentuk dari sebuah kekayaan intelektual, seperti music, film, dan pekerjaan artistik lainnya. Merek dapat memiliki enam tingkat pengertian (Kotler, 2005) yaitu : 1. Atribut : merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. Seperti pada aqua yang menyatakan sesuatu yang murni dari alam, proses yang alami, yang memberikan kegunaan bagi tubuh, dan lain - lain. Perusahaan dapat menggunakan satu atau atribut - atribut ini untuk mengiklankan produknya. 2. Manfaat : merek tidak saja serangkaian dengan produk. Konsumen tidak membeli atribut, tetapi membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk dikembangkan menjadi fungsional. 3. Nilai : merek juga menyatakan nilai produsen. Seperti pada aqua menyatakan kemurnian, keamanan, dan lain - lainnya. Pemasar merek harus dapat mengetahui kelompok konsumen mana yang mencari nilai - nilai ini. 4. Budaya : merek juga mewakili budaya tertentu. Seperti pada Marcedes yang mewakili budaya Jerman yaitu efisien, dan bermutu tinggi 5. Kepribadian : merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Kadang - kadang merek juga mencerminkan kepribadian seorang terkenal. 6. Pemakai : merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan merek tersebut. Yang diharapkan adalah pemakainya merupakan orang - orang yang menghargai nilai, budaya, dan kepribadian produk tersebut. Semua ini menunjukkan bahwa merek menunjukkan symbol yang kompleks. Jika suatu perusahaan memperlakukan merek hanya sebagai nama, perusahaan tersebut tidak melihat tujuan merek yang sebenarnya. Dengan enam tingkat pengertian merek diatas, pemasar harus menentukan pada tingkat mana akan ditetapkan identitas merek. 2.1.2 Ekuitas Merek (Brand Equity) Menurut (Aaker, 2005), Ekuitas merek adalah seperangakat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan satu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan adalah para pelanggan perusahaan. Sedangkan menurut (Kotler, 2005), ekuitas merek merupakan nilai dari merek, yang jumlahnya didasarkan atas tingkat loyalitas merek, kesadaran nama, kesan kualitas, kekuatan asosiasi merek, dan asset - aset lainnya seperti paten, cap, dan saluran distribusi. Ekuitas merek sangat berkaitan dengan seberapa banyak pelanggan suatu merek berada dalam tiga level teratas dari konsep sikap pelanggan terhadap merek (Kotler, 2005) yaitu : 1. Pelanggan puas dan merasa rugi bila berganti merek lain. 2. Pelanggan menghargai merek telepon seluler dan menganggapnya sebagai teman. 3. Pelanggan terikat kepada merek telepon seluler itu. Suatu nama merek perlu dikelolah dengan seksama dan cermat agar ekuitas merek tidak mengalami penyusutan. Ekuitas merek yang tinggi memberikan sejumlah keunggulan kompetitif (Kotler, 2005) : 1. Perusahaan akan menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil karena kesadaran dan kesetiaan merek konsumen yang tinggi. 2. Perusahaan akan mempunyai posisi yang lebih kuat dalam negosiasi dengan distributor dan pengecer karena pelanggan mengharapkan mereka untuk menjual produk mereka. 3. Perusahaan dapat menaikan harga yang tinggi dari pesaingnya karena merek tersebut memiliki mutu yang diyakini lebih tinggi. 4. Perusahaan lebih mudah untuk meluncurkan perluasan merek karena merek tersebut memiliki kredibilitas tinggi. 5. Merek itu melindungi perusahaan dari persaingan harga yang ganas. Ekuitas merek dapat dibagi dalam lima dimensi utama (Aaker, 2005), yaitu meliputi kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek, kesan kualitas (perceivend quality), loyalitas merek, dan aset - aset merek lainnya (seperti paten, cap, saluran distribusi, dan lainlain). Terlihat juga bahwa ekuitas merek memberikan nilai kepada penggalaman dan perusahaan. Kelima dimensi utama ekuitas merek dapat dilihat pada gambar 2.1 bawah ini. Kesan Kualitas Asosiasi Merek Kesadaran Merek Memberikan nilai kepada pelanggan dengan menguatkan : - Interpretasi/proses informasi - Rasa percaya diri dalam keputusan pembelian - Pencapaian kepuasan pelanggan Loyalitas Merek EKUITAS MEREK Nama, simbol Aset Hak Milik Merek yang lain Memberikan nilai kepada perusahaan dengan menguatkan : - Efisiensi dan efektifitas program pemasaran - Loyalitas merek - Harga/laba - Perluasaan merek - Peningkatan produksi - Keuntungan kompetitif Gambar 2.1. Dimensi Ekuitas Merek (Aaker, 2005) Keterangan : Kesadaran merek (Brand awareness) adalah kemampuan seseorang untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Asosiasi merek (Brand association) adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai suatu merek. Kesan kualitas ( perceveid quality) mencerminkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan produk atau jasa. Loyalitas merek ( Brand loyality) mencerminkan tingkat ketertarikan konsumen dengan satu merek produk. Yang terakhir adalah aset-aset hak milik merek lain, seperti hak paten, cap, dan lain- lain yang sangat bernilai jika aset - aset itu menghalangi atau mencegah para kompetitor mengikis loyalitas konsumen. Masih menurut (Aaker, 2005), sedikitnya ada lima pendekatan umum untuk menaksir lima ekuitas merek, yaitu : 1. Di dasarkan pada harga optimum yang bisa ditunjang merek. 2. Dampak merek terhadap preferensi pada para konsumen. 3. Melihat pada penggantian nilai merek. 4. Harga saham. 5. Fokus pada kekuatan merek yang telah ada dalam menghasilkan suatu laba. Kekuatan merek dapat memberikan kesuksesan bagi pemasaran produk, hal ini dapat dilihat dari kesuksesan McDonald’s, produk elektronik Sony, dan lain - lain. Dalam hal ini sebuah negara bisa menjadi simbol yang kuat asalkan ada hubungan yang kuat antara negara tersebut dengan produk, bahan dan kemampuannya. 2.1.3. Dimensi Ekuitas Merek 2.1.3.1. Kesadaran Merek (Brand awareness) Kesadaran merek adalah kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Kesadaran merek merupakan langkah awal pengenalan suatu merek, yang kemudian akan diikuti oleh atribut - atribut spesifik lainnya. Piramida kesadaran mereka menurut (Aaker, 2005) dari tingkat terendah hingga tingkat tertinggi : a. Tidak menyadari merek (unawere of brand) adalah tingkat terendah dalam piramida kesadaran merek. Konsumen tidak menyadari keberadaan suatu merek produk. b. Pengenalan merek (Brand recoginition) adalah merupakan tingkat minimal kesadaran merek. Saat pengenalan suatu merek muncul lagi setelah adanya usaha pengingat kembali dengan bantuan. c. Pengingatan merek (Brand recoll) yaitu keadaan dimana pengingat kembali terhadap merek dilakukan tanpa diperlukannya suatu bantuan. d. Puncak pikiran (Top of mind) yakni merek pertama yang muncul dalam benak konsumen atau dengan kata lain adalah merek yang menduduki peringkat utama dari berbagai merek yang terdapat dalam benak konsumen tersebut. Kesadaran merek dapat memberikan nilai tambahan bagi ekuitas merek (Aaker, 2005), sebagai berikut : a) Jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain. b) Rasa akrab, semakin tinggi kesadaran akan keberadaan merek suatu merek, maka semakin tinggi pula keakraban dan rasa suka konsumen terhadap merek tersebut. c) Komitmen, kesadaran merek yang tinggi mengindifikasikan pula adanya keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. d) Bahan pertimbangan merek. Kesadaran merek akan sangat membantu dalam proses penyeleksian merek - merek yang sudah dikenal untuk mempertimbangkan dan kemudian diputuskan merek mana yang akan dibeli oleh para konsumen. 2.1.3.2. Asosiasi Merek (Brand association) Asosiasi merek adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai suatu merek. Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan pelanggan. Ada terdapat lima keuntungan dari asosiasi merek, yaitu : a) Membantu proses penyusunan informasi untuk memproses dan mengakses informasi mengenai suatu merek. b) Dapat memberi landasan yang sangat penting bagi usaha perbedaan (diferensiasi). Asosiasi merek dapat berperan penting dalam membedakan satu merek dari merek yang lain. c) Dapat merangsang perasaan positif yang akan berdampak positif terhadap suatu produk. d) Menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dengan sebuah produk baru. Menurut (Aaker, 2005), asosiasi merek memiliki elemen-elemen sebagai berikut : 1) Presepsi nilai. Dengan presepsi nilai yang positif, sebuah merek tidak mudah diserang oleh pesaingnya. 2) Kepribadian merek. Umumnya kepribadian suatu merek digambarkan dengan karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, kelas sosial ekonomi, dan ras), gaya hidup (aktifitas, kegemaran, pendapatan), ataupun ciri pembawaan (tertutup, dependen). 3) Asosiasi organisasi. Selain melekat pada sebuah produk, sebuah merek juga mengusung citra perusahaan, dan asosiasi organisasi akan menjadi faktor yang penting jika merek tersebut memiliki atribut yang serupa dengan merek kompetitornya, serta citra organisasi atau perusahaan itu penting untuk dipertimbangkan pula oleh para konsumen. 2.1.3.3. Kesan Kualitas (perceived quality) Kesan kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya. Dimensi kesan kualitas yang dikaitkan dengan sebuah produk dapat dibagi menjadi : a) Kinerja (performance). Berupa karakteristik operasional utama dari produk tersebut. b) Karakteristik produk (features). Eleme - elemen tambahan dari satu produk yang bersifat sebagai pelengkap produk tersebut. c) Kesesuaian dengan spesifikasi (comfermace with specification). Melibatkan spesifikasi yang telah ditentukan oleh manufaktur dari suatu produk. d) Keandalan (lealibility). Konsisten kerja suatu produk dari pembelian dan penggunaan yang dilakukan berulang kali. e) Ketahanan (durability). Menggambarkan usia penggunaan ekonomis dari suatu produk. f) Pelayanan (serviceability). Dimensi yang mencerminkan kemampuan pelayanan pada suatu produk. g) Hasil (fit and finish). Penampilan dari produk tersebut, yang mencerminkan adanya kualitas yang diusung oleh produk itu. Kesan kualitas akan memberikan nilai atau keuntungan (Aaker, 2005) dalam bentuk : 1) Alasan peneliti. Berarti kesan kualitas suatu merek merupakan alasan kuat untuk membeli. Pada awalnya akan mempengaruhi merek mana yang perlu dipertimbangkan, kemudian pada langkah selanjutnya akan mempengaruhi merek mana yang akan terpilih. 2) Diferensiasi. Artinya penting suatu merek adalah posisinya dalam dimensi kesan kualitas. 3) Harga optimum. Yaitu banyaknya suatu pilihan pada saat akan menetapkan harga premium. 4) Meningkatkan minat distributor. Keuntungan ini akan sangat menarik peminat pada saluran distribusi produk seperti distributor, pengencer serta saluran distribusi lainnya dan hal ini sangat membantu perluasan distribusi. 5) Perluasan merek. Kesan kualitas dapat dikembangkan melalui pengenalan bermacam - macam perluasan merek. 2.1.3.4. Loyalitas Merek (Brand loyalty) Loyalitas merek merupakan ukuran keterikatan pelanggan terhadap sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain yang ditawarkan oleh kompetitor, terutama jika pada merek tersebut di dapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Dalam kaitan dengan loyalitas merek terdapat beberapa tingkat loyalitas. Adapun tingkat tersebut adalah sebagai berikut (Aaker, 2005) : a) Berpindah-pindah (Switcher). Ini adalah tingkat yang paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek - merek yang lain mengindifikasikan merek sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya yang cukup terjangkau atau murah. b) Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual Buyer). Pembeli yang dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidak puasan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. membeli suatu merek c) Pembeli yang puas dengan biaya peralihan (Satisfied buyer). Pada tingkat ini pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya peralihan (switching cost) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. d) Menyukai merek (like the brand). Pembelian yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembelian yang sungguh - sungguh menyukai merek tersebut. Rasa suka pembeli bisa saja di dasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya maupun disebabkan oleh kesan kualitas yang tinggi. e) Pembeli yang komit (committed buyerr). Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang pembeli setia. Pada tingkat ini, salah satu aktualisasi ditunjukkan oleh suatu tindakan loyalitas merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada orang lain. Dengan pengolahan data pemanfaatan yang benar, loyalitas merek dapat menjadikan aset strategis bagi perusahaan. Berikut ini adalah beberapa potensi yang dapat diperoleh (Aaker, 2005) yaitu : dari loyalitas merek, dari sudut pandang perusahaan 1) Mengurangi biaya pemasaran (reduced marketing cost). Dalam kaitan dengan biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. 2) Meningkatkan perdagangan (trade leverage). Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan suatu peningkatan perdagangan dapat memperkuat keyakinan perantara pemasaran. 3) Menarik minat pelanggan baru (Attracting new custumer). Dengan banyaknya pelanggan suatu merek merasa puas dan suka pada merek tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung resiko tinggi. Disamping itu, pelanggan yang puas umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru. 4) Memberi waktu untuk merespon ancaman pesaing (provide time to respon to competitive threats). Loyalitas merek akan memeberikan waktu pada perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Jika pesaing mengembangkan produk yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk mempengaruhi produknya dengan cara menyesuaikan ataupun memperbaharuinya. 2.1.3.5. Aset-aset merek lainnya Aset merek lainnya adalah atribut-atribut yang dimiliki oleh merek yang menjadi sangat bernilai apabila ditunjukan untuk mencegah pengikisan loyalitas konsumen. Yang termasuk dalam aset merek lainnya adalah logo, paten, merek dagang, hubungan saluran distribusi dan lain - lain. Demensi aset merek lainnya akan secara langsung dipengaruhi oleh kualitas dari empat dimensi utama sebelumnya. 2.2. Pengaruh Merek dan Negara Asal ( Country Of Origin) Para pemasar harus mampu menjadikan produk dan mereknya sebagai produk dan merek unggulan serta terpilih oleh konsumen. Ekuitas merek ( brand quality) menjadi salah satu aset terpenting sebab dapat dijadikan sebagai keuntungan konpentitif. Merek juga dapat di asosisikan dengan negara asal ( Country Of Origin ), dimana negara asal tersebut berpengaruh pada penilaian konsumen atas produk. Konsumen cenderung memiliki kesan tertentu pada produk yang dihasilkan oleh suatu negara, misalnya Jerman dengan teknologinya dan Italia dengan fashionnya. Perusahaan harus mampu membangun asosiasi di pemikiran konsumen yang sesuai dengan ekuitas mereknya. Suatu pelayanan purna jual yang diberikan oleh perusahaan. Selain itu diteliti juga faktorfaktor keputusan pembelian pengguna produk telepon seluler dibandingkan dengan produk-produk lain. 2.3. Negara Asal Produk (Country of Origin) Country of origin merupakan asal produk dihasikan. Untuk menunjukan country of origin seringkali di tulis ”made in” pada kemasan produk. Banyak orang kemudian sangat familiar dengan kata ”made in” sehingga ketika melihat kata ” made in” pada kemasan produk, mereka langsung mengartikan produk tertulis ”made in Japan”, mereka akan mengartikan produk tersebut berasal dari negara Jepang. Namun demikian, sebenarnya kata “made in” tidak selalu menunjuk pada Country of origin (negara asal produk), karena bisa saja dalam kemasan produk tercantum “made in China” tetapi produk tersebut sebenarnya hanya dirakit atau diproduksi sebuah pabrik di China, sedangkan Country of origin (negara asal produk) adalah Jepang. Jadi disini perlu dipahami terlebih dahulu mengenai konsep Country of Origin (COO). Konsep country of origin (COO) pada awalnya sama dengan made in country atau country of manufacture (COM). Oleh karena itu negara yang tercantum pada label made in awalnya berarti negara dimana pembuatan suatu produk mulai dan perancangan hingga perakitan dilakukan. Akan tetapi seiring dengan perkembangan bisnis konsep country of origin mengalami perkembangan sehingga muncullah istilah seperti country of design country of manufacture contry of assembly country of stereotyping effect. Istilah – istilah tersebut menunjukan bahwa beberapa perusahaan kini tidak lagi melakukan rangkaian produksi secara menyeluruh di negaranya. Dengan kata lain seluruh atau sebagaian rangkaian produksi dilakukan dinegara lain, tetapi tetap mengacu pada negara asal. Misalnya proses produksi seluruhnya dilakukan di China tetapi perencanaanya dilakukan di Jepang , atau perakitan dilakukan di China tetapi komponennya didatangkan dari Jepang. Untuk lebih jelasnya, berikut perbedaan antara Country of Origin, Country of Manufacture, Country of Design, Country of Assembly, dan Country of Stereotyping Effect. - Country of Origin (COO) Country of Origin merupakan negara asal suatu merek produk atau negara dimana kantor pusat perusahaan pemilik merek produk tersebut beralokasi. Country of Origin tidak kadangkala tidak dapat dipisahkan dalam berbagai merek, walaupun dicantumkan pada produk atau kemasan, sebagian besar konsumen tetap mengetahui bahwa produk - produk merek seperti : produk- produk merek Sony, Toyota, dan Yamaha berasal dari Jepang. - Country of Manufacture (COM) Country of Manufacture mengacu pada lokasi manufaktur suatu produk meskipun banyak produk mendapatkan bagian atau komponennya dan beberapa negara, country manufacture menunjukan titik terakhir dimana produk dihasilkan, dan bisa saja sama dengan Country of Origin contoh “Sony” yang berasal dari Jepang manufaktured in Japang. - Country of Design (COD) Country of Design merupakan suatu negara dimana suatu produk dirancang - Country of Assembly (COA) Country of Assembly merupakan negara dimana suatu produk tersebut dirakit. - Country of Stereotyping Effect (CSE) Country of Stereotyping Effect merupakan pengaruh yang ditimbulkan country of origin dan country manufacture terhadap konsumen. Negara asal berpengaruh dalam nilai suatu produk yang dimana konsumen cenderung mempunyai kesan tertentu terhadap suatu produk yang dihasilkan disuatu negara yang dimana dikatakan bahwa negara asal, seperti juga harga dan nama merek merupakan tanda dalam penilaian produk. Dalam hal ini, biasanya konsumen menggunakan kode (negara asal) untuk menilai barang saat mereka tidak terlalu paham kualitas produk secara intrinsik. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Nagasima (2007), menunjukan bahwa konsumen mempunyai image tersendiri dalam pikirannya terhadap spesifikasi katagori produk tertentu. Orang Jepang mempunyai kesan bahwa Jerman adalah negara yang memproduksi mobil mewah, Prancis terkenal akan kosmetiknya dan Amerika terkenal akan komputernya. Dari kesan yang dimiliki konsumen tersebut, maka kesimpulannya adalah adanya pengaruh Contry of Origin terhadap setiap produk khusus yang sangat bervariasi. Hipotesa yang dilakukan oleh Hong & Wyer ( 2008) menunjukan bila negara asal suatu produk diberitahu pada waktu yang singkat sebelum sifat - sifat khusus disampaikan, maka negara asal tersebut berfungsi sebagai sifat khusus produk itu yang dapat mempengaruhi kesimpulan dan keputusan dalam membeli suatu produk. Menurut Samiee (2004) mengenai Contry of Origin (COO) mengahasilkan tiga hal penting, yaitu : a. Kebanyakan penelitian dalam wilayah ini telah dikritik karena terlalu menyederhanakan subyeknya dan keterbatasan atau kurangnya aspek ilmiahnya. b. Minimnya penelitian yang berdasarkan teori atau kerangka konseptual dan/atau yang dihubungkan dengan model perilaku pembeli. Mayoritas utama dari penyelidikan empiris bukan berdasarkan teori (atheoretic), dan biasanya hanya terdiri dari survey dan opini sederhana dari pelajar/mahasiswa. Studi mengenai COO hingga saat ini memberikan dasar pengetahuan sehingga bisa mencapai sebuah kemajuan di masa datang. c. Jika pelanggan benar - benar dipengaruhi oleh fenomena COO, maka sumber daya perusahaan manufaktur, rencana dan strategi pemasaran perlu dikaji kembali. Sebelum membeli suatu produk, konsumen hanya mengevaluasikan atau memilih produk terlebih dahulu dari informasi yang didapat. Berdasarkan hal ini, maka informasi merupakan awal pembentukan model perilaku pembelian seseorang. Informasi dapat berupa intrinsik seperti desain produk atau ekstrinsik seperti harga dan merek. Seringkali konsumen menggunakan data intrinsik maupun ekstrinsik dalam mengevaluasikan suatu produk. Jika salah satu data tidak ada, maka penilaian terhadap suatu produk menjadi pilihan dan keputusan dari penilaian itu sendiri. Country of Origin merupakan indikator terhadap kualitas dan mempengaruhi proses evaluasi produk secara keseluruhan. Penggunaan Country of Origin sebagai isyarat tunggal akan menghasilakan suatu kesimpulan dimana pengaruh Country of Origin sangat besar, dan hubungan antara kualitas dan Country of Origin akan lebih nyata bila Country of Origin diberitahukan tanpa informasi harga dan merek. 2.4. Sikap Konsumen 2.4.1. Pengertian Sikap Definisi sikap menurut Robbins (2006) adalah pernyataan-pernyataan atau penilaian evaluative berkaitan dengan obyek orang atau suatu peristiwa. Sedangkan menurut Schiffman & Kanuk (2004) mendefinisikan sikap sebagai : “ a learned predispostion to respond to an object or class of objects in a consistently favorable or unfarable way with respect to agiven object”. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa: - Sikap merupakan proses pembelajaran yang diperolehkan dari pengalaman langsung baik dengan produk, work of mounth, serta iklan dan media. - Ada objek yang disikapi, objek tersebut dapat berupa produk, perusahaan, orang, endoser. - Sikap memiliki karakteristik konsisten dengan perilaku yang dihasilkan seseorang. Shimp (2007) juga merumuskan sikap sebagai suatu kecendrungan positif maupun negatif ataupun penilaian evaluatif seseorang terhadap suatu objek. Beranjak dari defenisi dasar sikap mereka maka menurut Shimp, ada 3 fitur dari sikap yang menonjol yaitu: 1. Dapat dipelajari. 2. Relatif dapat bertahan lama 3. Mempengaruhi perilaku. Menurut Simamora (2003), di dalam sikap terhadap tiga komponen, yaitu : Komponen Kognitif Kepercayaan konsumen dan pengetahuan tentang objek yang dimaksud obyek adalah atribut produk, semakin positif kepercayaan terhadap suatu merek dan suatu produk maka keseluruhan komponen kognitif akan mengandung sikap secara keseluruhan. Komponen Afektif Emosional yang merefleksikan perasaan seseorang terhadap suatu obyek, apakah obyek tersebut diinginkan atau disukai. Komponen Konatif Mereflesikan kecenderungan dan perilaku aktual terhadap suatu abyek yang mana komponen ini menunjukan kecenderungan melakukan suatu tindakan. Sedangkan merupakan menurut kepercayaan Loudan dan Delabitta (2004), komponen kognitif terhadap merek, komponen afekif merupakan evaluasi merek dan komponen konatif menyangkut maksud atau niatan untuk membeli. 2.4.2. Pembentukkan Sikap Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap : 1. Pengalaman pribadi. Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. 2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuan bagi setiap gerak, tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita akan mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. 3. Pengaruh kebudayaan. dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. 4. media masa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media masa mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. 5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama. Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam arti individu. 6. Pengaruh faktor emosional. Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. 2.4.3. Karakteristik Sikap Konsumen Seseorang konsumen yang dibentuk dari berbagai objek. Sikap yang dibentuk ini memiliki karakteristik yang dapat membedakan antara suatu sikap dengan sikap lainnya. Karakteristik tersebut adalah : 1. Objek Sikap konsumen yang berbentuk dari berbagi stimuli harus memiliki objek. Ada berbagai objek macam yang dapat disikapi oleh konsumen, yakni: yang bersifat abstrak contohnya adalah ide, sedangkan objek yang bersifat nyata contohnya buku. Objek yang individual adalah sikap konsumen terhadap endorser iklan. Objek yang bersifikasi atau umum. Sikap konsumen dapat pula berobjek spesifik. 2. Arah, Ekstremitas, Persistensi, dan tingkat Keyakinan. Arah : Karakteristik arah pada sikap adalah kecendrungan sikap konsumen kearah positif, netral, atau negatif. Extremitas : Extremitas pada sikap merupakan intensitas konsumen akan arah (baik positif, netral, atau negatif) yang dipilihnya. Intensitas ini didasarkan pada asumsi bahwa sikap positif (suka), netral, atau negatif (tidak suka) memiliki tingkatan-tingkatan. Resistensi : Resistensi sikap merupakan perubahan sikap secara gradual yang disebabkan oleh waktu. Persistensi : Persistensi sikap merupakan perubahan sikap secara gradual yang disebabkan oleh waktu. Tingkat Keyakinan : Kekuatan sikap konsumen dipengaruhi oleh tingkat keyakinan konsumen terhadap kebenaran sikapnya Sikap konsumen memiliki hubungan dengan Country of Origin digambarkan dengan model berikut ini : Perceptual belief scores Attitude ratings Importance weights Product’s Country of Origin Experience with the product . Gambar 2.2. Model Hubungan antara Country of Origin dengan Sikap Konsumen Sumber: Johny K. Johansson, Susan P. Douglas, dan Ikujiro Nonaka (1985) Model tersebut menunjukan bahwa jika konsumen memiliki experience atau pernah membeli suatu produk maka kemungkinan konsumen memperhatikan Country of Origin (negara asal produk) akan semakin kecil. Dalam hal ini sikap konsumen terhadap produk tersebut sudah terbentuk dengan telah melewati tahapan. Sebaikanya jika konsumen tidak memiliki experience atau belum pernah membeli suatu produk maka kemungkinan memperhatikan Country of Origin (negara asal produk) akan semakin besar. Konsumen yang familiar dan memiliki pengetahuan tentang suatu produk, kecenderungan dalam memperhatikan Country of Origin (negara asal produk) semakin kecil. Hal ini dikarenakan familiritas dan pengetahuan langsung mempengaruhi keyakinan konsumen terhadap atribut suatu produk. 2.5. Kerangka Pemikiran penulisan penelitian ini adalah tentang merek (brands) dan negara asal produk (Country of Origin) yang menunjukan pada berbagai penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, seperti pada penelitian terhadap pada tesis yang berjudul Analisi Pengaruh Persepsi atas Negara Asal terhadap penelitian Konsumen atas Merek (studi kasus : Produk Peralatan Rumah Tangga) oleh Desy Karoline Simarmata (fakultas universitas Indonesia) pada tahun 2006. Penelitian ini menguji pengaruh persepsi atas negara asal terhadap penilaian konsumen atas merek pada produk peralatan rumah tangga, dimana peneliti memiliki lima produk peralatan rumah tangga dari lima negara asal yaitu AS, Eropa,Jepang, Korea dan Cina. Yang menjadi responden dari penelitian ini adalah penggunaan peralatan rumah tangga di Jakarta. Variabel independen yang diukur : country of origin dan merek, serta variabel dependen : penilaian konsumen. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh W. Mahestu Novindra Krisjati dari Universitas Atma Jaya Jakarta, yang berjudul Evaluasi Pengaruh Country of Origin, Merek, dan Harga pada Pembelian Produk Susu Import, ini menguji apakah country of origin memberikan pengaruh yang signifikan pada keputusan pembelian produk susu buatan luar negri, dibandingkan dua variabel independen lainnya yaitu merek dan harga. Yang menjadi responden dari penelitian ini adalah wanita yang anaknya mengkonsumsi produk susu buatan luar negri dimana wanita (ibu) tersebut memainkan peran sebagai pengambil keputusan pembelian produk tersebut. Variabel yang diukur pada penelitian ini : variabel demografik, variabel harga, variabel Country of Origin, variabel merek, dan niat beli. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan variabel yang hampir sama dengan penelitian sebelumnya, yaitu variabel independen : Merek (brand) dan Negara Asal Produk (Country of Origin), serta variabel dependen yaitu sikap konsumen dalam memiliki produk telepon seluler, dimana merek dan negara asal (Country of Origin) mempengaruhi sikap konsumen dalam memilih telepon seluler, baik pada produk telepon seluler atau telepon genggam dengan merek baru maupun merek yang sudah lama. Merek (Brands) : X1 Country of Origin : X2 Sikap Konsumen (Y) Gambar 2.3. Kerangka Pemikira