ANALIS SIS FAKTO OR – FAKTOR YAN NG MEMEN NGARUHII PERMINTAAN EKS SPOR RUM MPUT LAU UT INDON NESIA KE CHINA, C H HONGKON NG, JEPANG, DAN AME ERIKA SERIKAT PE ERIODE 20001-2010 OLE EH ARIE ES ROMAR RIO SITINJA AK H1408 80061 DEPART TEMEN IL LMU EKO ONOMI FAKULTAS EKONOM E MI DAN MA ANAJEMEN INSTIT TUT PERTA ANIAN BO OGOR 201 12 RINGKASAN ARIES ROMARIO SITINJAK. Analisis Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia Ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat Periode 2001-2010 (dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL). Saat ini Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara pengekspor rumput laut terbesar di dunia jika dilihat dari total produksinya. Indonesia yang tahun 2011 lalu memproduksi 3,2 juta ton rumput laut mampu menguasai pangsa pasar dunia sebesar 13,7 persen atau setingkat di atas pangsa Filipina dan dibawah China dengan pangsa 62,3 persen. Namun apabila dikaitkan dengan harga ekspor dapat dikatakan bahwa posisi tawar Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara produsen lain. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila pemerintah secara berkala mampu memberikan pengetahuan kepada para nelayan maka bukan tidak mungkin nantinya perekonomian Indonesia akan lebih banyak disokong oleh ekspor perikanan, terutama rumput laut. Dengan melihat kenyataan tersebut terdapat urgensi yang harus diperbaiki terkait pengelolaan industri rumput laut Indonesia setelah terlebih dahulu harus mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi daya saing ekspor rumput laut Indonesia ke negara-negara tujuan, baik faktor internal maupun faktor eksternal, dan bagaimana pengaruhnya perlu diketahui dengan baik. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke negara China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat periode 2001-2010 serta merumuskan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan ekspor rumput laut Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menganalisis data dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan model regresi data panel. Hasil penelitian menunjukkan pada persamaan regresi untuk ekspor rumput laut Indonesia ke China, Filipina, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat didapatkan nilai R-squared sebesar 0,9815. Nilai ini menunjukkan bahwa 98,15 persen perubahan ekspor rumput laut Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel bebas, sedangkan sisanya 2,33 persen dijelaskan oleh faktor-faktor diluar model. Pada penelitian ini diperoleh juga hasil regresi volume ekspor rumput laut Indonesia pada tahun sebelumnya yaitu sebesar 0,32, harga ekspor bernilai negatif sebesar 0,56, nilai tukar riil bernilai positif 3,8, GDP perkapita negara importir sebesar 2,16 dengan nilai probabilitas yang kesemuanya bernilai kurang dari taraf nyata lima persen yang berarti memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat. Sedangkan variabel populasi penduduk negara importir bernilai sebesar 0,31 dan memiliki nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata lima persen yang berarti tidak memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia secara signifikan. Pemerintah perlu melakukan intervensi dalam mengelola valuta asing, menstimulus industri rumput laut Indonesia dan secara berkala mengadakan audiensi dengan produsen rumput laut agar dapat menjaga produktivitas dan kualitas rumput laut Indonesia, dan secara kontinyu membangun komunikasi aktif dengan negara importir rumput laut Indonesia. ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR RUMPUT LAUT INDONESIA KE CHINA, HONGKONG, JEPANG, DAN AMERIKA SERIKAT PERIODE 2001-2010 Oleh ARIES ROMARIO SITINJAK H14080061 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Judul Skripsi : Analisis Faktor - Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China. Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat periode 2001-2010 Nama : Aries Romario Sitinjak NIM : H14080061 Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dr.Ir.Manuntun Parulian Hutagaol, M.S NIP. 19570904 198303 1 005 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1 003 Tanggal Kelulusan: PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, November 2012 Aries Romario Sitinjak H14080061 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Aries Romario Sitinjak, lahir di Bogor pada tanggal 19 April 1990 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Lamser Sitinjak, S.E dan Ibu Menti Gultom, S.Pd. Penulis memulai pendidikan di TK Mardi Yuana Cibinong pada tahun 1994 dan lulus pada tahun 1996. Di tahun yang sama melanjutkan pendidikan dasar di SD Mardi Yuana Cibinong dan lulus pada tahun 2002. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Mardi Waluya Cibinong dan lulus pada tahun 2005 untuk kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3 Bogor pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008 dan diterima sebagai mahasiswa IPB dengan mayor Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis juga mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2010-2011 dan 2011-2012. Penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan selama menjadi mahasiswa. Organisasi kampus yang diikuti yaitu Keluarga Mahasiswa Katholik IPB (KEMAKI) pada periode 2008-2009 sebagai anggota divisi Eksternal, dan Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada periode 2009-2010 sebagai staf divisi CER (Coorporate and External Relationship). Di tahun yang sama, 2009-2010, penulis juga aktif dalam organisasi luar kampus antar mahasiswa ekonomi pembangunan se-Indonesia yaitu Ikatan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Indonesia (IMEPI) sebagai staf divisi POSDAM (Pengembangan Organisasi Dan Sumberdaya Manusia) di IMEPI wilayah JABAGBAR (Jawa Bagian Barat). Pada tahun 2010 masih aktif di organisasi luar kampus IMEPI, namun bukan lagi di wilayah tetapi di kepengurusan nasional sebagai SEKJEND (Sekretaris Jenderal) IMEPI untuk masa kepengurusan 2010-2012. Kepanitiaan yang pernah diikuti, antara lain seksi Humas SANTA CLAUS DAY 2009, Komisi Disiplin (KOMDIS) MPKMB (Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru) IPB 2009, seksi Humas OPEN HOUSE IPB 2009, seksi Humas EXTRAVAGANZA 2009, seksi Sponsorship INFEST 2009, Kepala Divisi Logstran LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan) IMEPI JABAGBAR 2010, Kepala Divisi Humas Economics Day 2010, dan Ketua Pelaksana HIPOTEX-R 2010. Selain itu penulis juga aktif mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa, antara lain From Zero To Hero Solution sebagai Upaya Meminimalisir Resiko Ekonomi Menghadapi Isu PHK: Sebuah Metode Pembelajaran Life Skills Berbasis Entrepreneurship dan Pelatihan pada Buruh yang dipresentasikan di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh pada tahun 2010 dan memperoleh Juara ke-3, Indonesian Fashion Virus Solution sebagai Upaya Meningkatkan Daya Saing Produk Fesyen Indonesia: Sebuah Metode Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Fesyen dan Penanaman Jiwa Entrepreneurship Pada Produsen pada tahun 2010 dan masuk dalam 17 besar LKTI di Univesitas Airlangga Surabaya, dan Bogor Nu Aing (Bogor Punya Saya) : Strategi Pengembangan Wisata Alam di Kabupaten Bogor, Jawa Barat Untuk Peningkatan Penerimaan Asli Daerah (PAD) dan Kesejahteraan Masyarakat Lokal yang dipresentasikan di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Kalimantan Selatan pada tahun 2012 dan memperoleh Juara Harapan ke-2. Pada tahun 2012 penulis juga pernah mengikuti PKM bidang Penelitian yang didanai DIKTI dan lolos hingga ke PIMNAS IPB. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis berharap melalui skripsi ini dapat menguraikan permasalahan kesejahteraan produsen rumput laut Indonesia dan peningkatan ekspor rumput laut Indonesia setelah mengetahui faktor-faktor yang memengaruhinya. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr.Ir.Manuntun Parulian Hutagaol, M.S selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 2. Ibu Dr. Sri Mulatsih selaku dosen penguji utama atas kritik dan saran terhadap skripsi ini. 3. Ibu Widyastutik, M.Si sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran terhadap skripsi ini. 4. Ibu Lukytawati Anggraeni, Ph.D selaku pembimbing akademik yang telah mendukung penulis dalam kegiatan akademik dan non-akademik selama menjadi mahasiswa juga dalam pembuatan skripsi ini. 5. Ayahanda Lamser Sitinjak, S.E dan Ibunda Menti Gultom, S.Pd yang senantiasa memberikan bantuan, perhatian dan dukungan moril untuk terus menyelesaikan skripsi ini. 6. Kakak dan Adik yang penulis banggakan Ruth Kristina Purnama, S.H dan Febrian Sitinjak atas bantuan, perhatian, dan dukungan selama menyelesaikan skripsi ini 7. Teman satu bimbingan Fitri Karlinda, Puspa Ratih, dan Soulma Arum yang telah memberikan saran, kritik dan motivasi dalam menyelesaikan penelitian ini. 8. Seluruh keluarga besar Ilmu Ekonomi 45 atas segala kebersamaan dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Serta pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat kekurangan. Segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Oleh sebab itu, penulis memohon maaf atas segala kesalahan kata dan kekurangan dari skripsi ini. Penulis juga mengharapkan kritik dan masukkan untuk perbaikan yang akan datang. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, November 2012 Aries Romario Sitinjak H14080061 i DAFTAR ISI DAFTAR ISI ..................................................................................................... i DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... v I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 1 1 5 12 12 12 II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1 Rumput Laut ................................................................................. 2.2 Tinjauan Teoritis………………………………………………….. 2.2.1 Perdagangan Internasional …………………………. …….. 2.2.2 Ekspor …………………………………………………....… 2.2.3 Teori Permintaan ….............................................................. 2.2.4 Harga Ekspor Komoditi ....................................................... 2.2.5 Teori Nilai Tukar …............................................................. 2.2.6 GDP Per Kapita …................................................................ 2.2.6 Populasi …........................................................................... 2.3 Tinjauan Penelitan Terdahulu......................................................... 2.4 Kerangka Pemikiran ….................................................................. 2.5 Hipotesis Penelitian …................................................................... 14 14 16 16 19 24 25 26 27 28 28 33 34 III. METODE PENELITIAN ................................................................. 3.1 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 3.2 Metode Pengolahan Data .............................................................. 3.3 Panel Data .................................................................................... 3.3.1 Pooled Least Square……………………………………......... 3.3.2 Fixed Effect Model ............................................................... 3.3.3 Random Effect Model ........................................................... 3.4 Pengujian Terhadap Model Penduga …........................................... 3.4.1 Chow Test ………..……………………………………......... 3.4.2 Hausman Test ...................................................................... 37 37 37 38 40 40 42 44 44 46 3.5 Pengujian Model ........................................................................... 3.6 Elastisitas ………………………………………............................ 3.7 Definisi Operasional Variabel dalam Model ….............................. 47 52 54 GAMBARAN UMUM ..................................................................... 4.1 Profil Rumput Laut…. .................................................................. 4.1.1 Rumput Laut Potensial .......................................................... 4.2 Standar Nasional Rumput Laut Indonesia ....................................... 4.3 Klaster Industri Rumput Laut Indonesia ....................................... 56 56 58 60 61 IV. ii V. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 5.1 Perkembangan Ekspor Rumput Laut Indonesia di Pasar Rumput Laut Dunia …………………… ....................................... 62 5.1.1 Perkembangan Rumput Laut Indonesia ke China ................... 63 5.1.2 Perkembangan Rumput Laut Indonesia ke Hongkong ............ 64 5.1.3 Perkembangan Rumput Laut Indonesia ke Jepang................... 65 5.1.4 Perkembangan Rumput Laut Indonesia ke Amerika Serikat .... 5.2 Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ekspor 66 Rumput Laut Indonesia .................................................................. 68 5.2.1 Pengujian Kesesuaian Model……………………................... 68 5.2.2 Pengujian Kriteria Ekonometrika…………………................. 68 5.2.3 Pengujian Kriteria Statistik…….…………………................. 70 62 5.3 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia Ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat …………..... 72 5.3.1 Volume Rumput Laut Indonesia Pada Tahun Sebelumnya ... 72 5.3.2 Harga Ekspor Rumput Laut Indonesia ..…………................. 73 5.3.3 Nilai Tukar Riil Negara Importir …..……………................. 74 5.3.4 GDP perkapita Negara Importir ..………………................... 74 5.3.5 Populasi Penduduk Negara Importir ………………………… 5.4 Rekomendasi Kebijakan Bagi Pemerintah Untuk Meningkatkan Volume Ekspor dan Tingkat Kesejahteraan Petani Rumput Laut Indonesia………………………………………………………… 75 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 6.1 Kesimpulan …………................................................................... 6.2Saran …….. …………................................................................... 79 79 80 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ LAMPIRAN ..................................................................................... 81 83 76 iii DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Berdasarkan Harga Berlaku, Tahun 2007- 2010(Miliar Rupiah) ............................................................ 1 2. Perkembangan Ekspor-Impor Rumput Laut Indonesia (dalam ton) ................................................................................................ 5 3. Pertumbuhan Volume Produksi dan Ekspor Rumput Laut di Indonesia Tahun 2006-2010 ................................................................. 6 4. Realisasi Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Lima Besar Negara Tujuan ........................................................................................... 7 5. Eksportir Rumput Laut Dunia tahun Tahun 2006 ..................................... 8 6. Potensi Pasar Dunia untuk Indonesia (ton) Tahun 2007-2010 .................. 9 7. Jenis Rumput Laut yang Memiliki Nilai Ekonomis Tinggi ...................... 15 8. Kerangka Identifikasi Autokorelasi .......................................................... 48 9. Standar Nasional Rumput Laut Indonesia ................................................ 60 . 10. Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan, 2004- 2008 ...................................................................... 62 11. Tabel Uji Chow ......................................................................................... 68 12. Hasil Analisis Regresi Model Ekspor Rumput Laut Indonesia dengan menggunakan Fixed Effect Model ................................................ 70 iv DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Kerangka Pemikiran……………………………………….................. 2. Perkembangan Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China, 2001-2010........................................................................................... Perkembangan Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China, 2001-2010........................................................................................... Perkembangan Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Hongkong, 2001-2010........................................................................................... Perkembangan Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Hongkong, 2001-2010........................................................................................... Perkembangan Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Jepang, 2001-2010........................................................................................... Perkembangan Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Jepang, 2001-2010........................................................................................... Perkembangan Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Amerika 2001-2010........................................................................................... 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Perkembangan Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Amerika Serikat, 2001-2010........................................................................................... 34 64 64 65 65 66 66 67 67 v DAFTAR LAMPIRAN No 1. 2. 3. 4. Halaman Daerah Penyebaran Rumput Laut di Indonesia .................................... Output Eviews dengan Menggunakan Metode Fixed Effect ................. Hasil Perhitungan Uji CHOW ............................................................. Uji Normalitas …................................................................................. 83 85 87 87 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar jika bangsa Indonesia menjadikan laut sebagai basis kekuatan di berbagai bidang, termasuk di bidang ekonomi. Hal ini diperkuat berdasarkan data yang didapatkan dari BPS kontribusi sektor perikanan Indonesia yang terus meningkat dari tahun 2007 hingga 2010 (BPS, 2011). Tabel 1.1. Produk Domestik Bruto (PDB) Berdasarkan Harga Berlaku dan Persentase PDB Perikanan Tahun 2007 – 2010(Miliar Rupiah) Lapangan Usaha Tahun 2007 2008 2009 2010 Berdasar Harga Berlaku Perikanan 97.697,30 137.249,50 176.620,00 199.219,00 PDB Total 3.950.893,.20 4.948.688,40 5.603.871,20 6.422.918,30 PDB Tanpa Migas 3.534.406,50 4.427.633,50 5.138.955,20 5.924.008,20 Persentase PDB Perikanan Thdp PDB Total 2,47 2,77 3,15 3,10 PDB Tanpa Migas 2,76 3,10 3,44 3,36 Sumber: BPS (2012) Berdasarkan Tabel 1.1, pada tahun 2007 sektor perikanan menyumbang PDB sebesar 97.697,30 Milliar Rupiah dari total PDB 3.950.893,20 Milliar Rupiah atau sekitar 2,47 persen. Angka tersebut terus meningkat di tahun berikutnya hingga mencapai angka 3,10 persen terhadap PDB total pada tahun 2010.Namun hal tersebut bukanlah hasil maksimal yang dapat diberikan dari 2 sektor perikanan Indonesia. Apabila semua potensi yang ada dapat dioptimalkan maka sektor perikanan akan berperan lebih banyak dalam GDP Indonesia. Sebagai contoh adalah Islandia mampu menyusun GDP dengan kontribusi 65 persen dari sektor perikanan, Norwegia 25 persen, Korea Selatan sebesar 37 persen, RRC 48.4 persen, dan Jepang 54 persen. Bahkan China yang hanya memiliki luas perairan 8,8 persen dibanding Indonesia memilki kontribusi sebesar US$ 34 milliar. Sangat disayangkan, mengingat potensi perikanan Indonesia yang besar yakni potensi perikanan tangkap Indonesia lebih dari USD 15 milliar, perikanan air tawar lebih dari USD 6 milliar, dan perikanan budidaya tambak dan udang windu sebesar USD 10 milliar (DKP, 2008). Salah satu potensi alam di wilayah perairan Indonesia yang mampu memberikan kontribusi lebih apabila dikembangkan secara tepat adalah rumput laut. Berdasarkan data DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) RI, rumput laut atau yang umum disebut seawed adalah tanaman laut jenis alga yang tidak memiliki akar, batang, dan daun. Rumput laut yang dapat dimakan adalah jenis ganggang biru, ganggang hijau, ganggang merah,serta ganggang coklat (DKP, 2008). Tanaman rumput laut memiliki kandungan yang terdiri dari air (27,8 persen), protein (5,4 persen), karbohidrat (33,3 persen), lemak (8,6 persen), serat kasar (3 persen), dan abu (22,25 persen) sehingga tidak mengherankan apabila rumput laut memiliki banyak kegunaan, diantaranya 22 jenis telah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri seperti makanan, kosmetik, dan 56 jenis pemanfaatannya sebagai bahan obat-obatan (DKP, 2007a). Berdasarkan data DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan), terdapat sekitar 782 jenis rumput 3 laut yang hidup di perairan Indonesia. Jumlah tersebut terdiri dari 196 algae hijau, 134 algae coklat, dan 452 algae merah (DKP, 2007b). Dengan lahan yang tersedia Indonesia mampu menghasilkan sekitar 16 ton per ha dari 2 ha luasan lahan potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut yang ada. Apabila seluruh lahan potensial dapat digarap secara maksimal maka akan diperoleh kurang lebih 32 juta ton per tahun. Apabila harga rumput laut sebesar Rp 5.000.000,- per ton, maka penerimaan yang diperoleh berkisar Rp 160 triliun per tahun (DKP, 2011c). Hal ini mengindikasikan bahwa komoditi rumput laut Indonesia dapat berperan penting sebagai sumber devisa negara melalui kegiatan ekspornya, terlebih dalam menyikapi nilai ekspor-impor Indonesia saat ini. Kondisi perekonomian Indonesia saat ini memang sedang mengalami gejolak yang cukup berdampak bagi beberapa kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan ekspor-impor. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia total pada Januari-April tahun 2011 hingga Januari-April 2012 terdapat perubahan jumlah impor sebesar 16, 18 persen dari 53.683,0 ditahun 2011 naik menjadi 62.369,2 di tahun 2012. Sedangkan nilai perubahan ekspor hanya sebesar 4,13 persen dimana pada Januari-April 2011 sebesar 61.941,7 naik menjadi 64.498,1 pada Januari-April 2012 sehingga menyebabkan neraca perdagangan pada periode Januari-April 2011 dan JanuariApril 2012 bernilai negatif, yaitu sebesar 62,15 persen. Hal ini berarti terdapat penurunan jumlah ekspor pada Januari-April 2012 dibandingan pada periode yang sama di tahun sebelumnya, terutama pada ekspor non migas yang hanya naik 2,25 persen sedangkan impor non migas kita naik 15,79 persen dari tahun 4 sebelumnya. Dan hal tesebut diamini oleh data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pada bulan April 2012 neraca perdagangan ekspor-impor defisit sebesar 1US$ Milyar (BPS, 2012). Dalam usahanya untuk terus meningkatkan nilai ekspornya, Indonesia masih terus dihadapkan pada berbagai persoalan, diantaranya kurangnya inovasi dalam komoditi ekspor. Departemen Kelautan dan Perikanan RI mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara pengekspor rumput laut terbesar di dunia jika dilihat dari total produksinya. Pada tahun 2011 Indonesia yang memproduksi 3,2 juta ton rumput laut mampu menguasai pangsa pasar dunia sebesar 13,7 persen atau setingkat di atas pangsa Filipina dan dibawah China dengan pangsa 62,3 persen (DKP, 2011b). DKP mencatat nilai ekspor rumput laut pada 2010 mencapai US$135,939 juta dan pada Januari-Juni 2011 nilai ekspor mencapai US$83,283 juta atau naik 41 persen dari periode serupa di tahun 2010 (DKP, 2011a). Akan tetapi sebagian besar ekspor rumput laut Indonesia masih dalam bentuk gelondongan kering (raw seaweeds), sedangkan bentuk produk olahan seperti agar-agar, karaginan dan alinate masih harus diimpor. Padahal nilai ekspor rumput laut Indonesia bisa lebih tinggi seiring dengan peningkatan kualitas produk tersebut, seperti rumput laut Filipina yang berkualitas lebih baik dihargai dan lebih tinggi USS100 - US$150 per ton daripada rumput laut Indonesia yang hanya dihargai dibawah harga paar rumput laut Filipina (DKP, 2011a). Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu bersaing dalam industri pengolahan rumput laut, terutama dalam hal inovasi. Pada Tabel 1.2 diketahui bahwa dalam kurun waktu 1999 hingga 2006, ekspor rumput laut Indonesia cenderung meningkat dengan rata-rata 5 peningkatan 22,38 persen per tahun, walau pada tahun 2000 sempat mengalami penurunan ekspor sebesar 2.010 ton dari 25.084 ton menjadi 23.074 ton. Sedangkan impor rumput laut Indonesia cenderung mengalami peningkatan rata-rata 8,61 persen per tahun, bahkan di tahun 2005 mengalami penurunan yang cukup signifikan yakni 43,86 persen dari 497 ton di tahun 2004 menjadi 279 ton pada tahun 2005. Perkembangan volume ekspor rumput laut yang demikian tinggi mencerminkan adanya peluang dan demand yang semakin besar di pasar internasional terhadap rumput laut Indonesia. Kondisi ini seharusnya dapat menunjukkan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang semakin kompetitif di pasar rumput laut internasional. Tabel 1.2. Perkembangan Ekspor-Impor Rumput Laut Indonesia (dalam ton) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Ekspor (X) 25.084 23.074 27.874 28.559 40.162 51.010 69.226 95.588 persen Δ -8,01 20,80 2,46 40,63 27,01 35,71 38,08 Impor (M) 258 216 246 383 339 497 279 323 persen Δ -16,28 13,89 55,69 -11,49 46,61 -43,86 15,77 Rasio M/X ( persen) 1,03 0,94 0,88 1,34 0,84 0,97 0,40 0,34 Sumber FAO (2008) Δ = Perubahan dengan tahun sebelumnya (dalam persen) 1.2 Perumusan Masalah Terlihat pada Tabel 1.3 bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir (20062010) jumlah ekspor rumput laut terus meningkat, yaitu pada tahun 2006 sebesar 95.588 ton dengan nilai ekspor 49.586.000 US$ dari volume produksi sebesar 1.379.960 ton, sedangkan di tahun 2007 volume produksi sebesar 1.770.840 ton dan di ekspor sebesar 94.073 ton dengan nilai ekspor 57.522.000 US$ . Tahun 2008 jumlah yang diekspor sebesar 99.949 ton dengan nilai ekspor yang diterima 6 110.153.000 US$ dari volume produksi sebesar 2.147.977 ton. Di tahun 2009 volume rumput laut yang di produksi sebesar 2.966.590 ton dengan volume ekspor sebesar 94.003 ton dengan nilai ekspor sebesar 87.773.000 US$. Dan pada tahun 2010 ekspornya meningkat sebesar 123.075 ton atau dengan pencapaian nilai ekspor 135.939.000 US$ dari volume produksi sebesar 3.917.716 ton. Tabel 1.3. Pertumbuhan Volume Produksi dan Ekspor Rumput Laut di Indonesia Tahun 2006-2010 Produksi Ekspor Tahun Volume(Ton) Nilai 1.000 Rp) Volume(Ton) Nilai(1.000 US$) 2006 1.379.960 1.707.748.899 95.588 49.586 2007 1.770.840 3.620.586.007 94.073 57.522 2008 2.147.977 8.757.970.697 99.949 110.153 2009 2.966.590 812.583.0762 94.003 87.773 2010 3.917.716 11.762.784.523 123.075 135.939 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (2012) Berdasarkan Tabel 1.4, China merupakan negara pertama yang paling banyak mengimpor rumput laut dari Indonesia. Volume ekspor rumput laut ke China mencapai 43.620 ton dengan nilai US$ 35.233.000 pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2009 ekspor ke China meningkat menjadi 51.086 ton atau setara dengan nilai US$ 39.008.000. Lalu di tahun 2010 Indonesia mengekspor sebesar 72.213 ton rumput laut atau US$ 70.277.000. Dan lima besar negara importir rumput laut dari Indonesia adalah Amerika Serikat, yaitu tahun 2008 ekspor rumput laut ke Amerika Serikat mencapai 414 ton atau setara dengan nilai US$ 2.946.000. Kemudian pada tahun 2009 ekspor ke Amerika Serikat meningkat menjadi 225 ton atau setara dengan nilai US$ 413.000. Pada tahun 2010 ekspor ke negara Amerika Serikat meningkat menjadi 1.584 ton atau sekitar 7 US$ 4.478.000. Kelima negara tersebut adalah lima negara yang paling banyak mengimpor rumput laut dari Indonesia sebagai bahan baku industri olahan rumput laut. Tabel 1.4. Realisasi Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Lima Besar Negara Tujuan 2008 Negara Tujuan China Philipina Hongkong Jepang Amerika Serikat 2009 2010 Volume (Ton) 43.620 Nilai1.0 00 US$) 35.233 Volume(T on) 51.086 Nilai(1.000 US$) 39.008 Volume( Ton) 72.213 Nilai(1.0 00 US$) 70.277 12.414 27.869 6.701 7.746 12.512 16.689 2.835 2.018 2.323 841 5.252 1.984 94 2.946 225 413 261 437 414 2.563 1.764 3.035 1.584 4.478 Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (2012) Melihat nilai dan volume ekspor rumput laut Indonesia yang cenderung terus meningkat, faktor- faktor yang memengaruhi ekspor rumput laut pun perlu mendapat perhatian pemerintah. Analisis tentang posisi Indonesia dalam pangsa rumput laut dunia dapat ditunjukkan dengan menilai menurut volume ekspor, perkembangan hasil dan jumlah yang diekspor, serta share atau sumbangan ekspor rumput laut Indonesia terhadap total ekspor rumput laut dunia. Berdasarkan data dari DKP tahun 2007, China masih menjadi pemasok (eksportir) terbesar rumput laut dunia. Dari tahun 1999 hingga tahun 2006 China mampu menyumbang 20,42 persen terhadap ekspor rumput laut dunia dan diikuti oleh Indonesia dengan menyumbang sebesar 16,28 persen (DKP, 2007b). Data pada Tabel 1.5 menunjukkan apabila diukur dari volume ekspor (tahun 2006), Indonesia berada pada posisi pertama sebagai eksportir rumput laut dengan menyumbang 95,588 ton rumput laut. Hal ini terjadi karena 8 Indonesia pada tahun 2006 telah menjadi pemasok terbesar, tetapi apabila diukur berdasarkan nilai ekspor rumput laut Indonesia hanya menempati urutan ke-tiga pada tahun 2006. Sedangkan, jika dilihat dari sisi harga Indonesia hanya berada pada posisi ke-tujuh, dimana pada tahun 2006 harga rumput laut ekspor Indonesia hanya 520 US $ per ton. Tabel 1.5. Eksportir Rumput Laut Dunia tahun 2006 Eksportir China Indonesia Chile Philippines Korea, Republic of Mexico Tanzania, United Morocco Ireland Australia Nilai Ekspor 2006 (Ribu US$) 119.545 49.586 33.604 25.327 88.486 647 1.577 18.607 5.909 3.471 Volume Ekspor 2006 (Ton) 46.998 95.588 41.498 19.331 19.909 364 7.496 6.973 12.566 8.600 Harga per Ton (Ribu US $) Δ Nilai Ekspor ( persen) Δ Jumlah Ekspor ( persen) 2,54 0,52 0,81 1,31 4,44 1,78 0,21 2,67 0,47 0,40 4,60 18,73 3,43 -7,05 -2,01 42,51 -0,49 24,21 24,57 39,32 -2,01 22,28 1,98 -3,79 -1,58 5,55 16,02 9,91 57,28 38,35 Rata-rata Sumbangan terhadap Total Ekspor ( persen) 20,42 16,28 15,13 11,91 9,02 6,64 3,12 2,07 1,78 1,79 Sumber : FAO (2008,diolah) Δ = Perubahan dengan tahun sebelumnya dalam persen) Kesimpulannya adalah bahwa ternyata penerimaan atas ekspor rumput laut I ndonesia lebih kecil dari penerimaan negara pesaing, walaupun volume ekspor Indonesia lebih besar. Hal ini menjadi indikator yang perlu dikaji terkait dengan permasalahan keunggulan rumput laut Indonesia di pasar internasional. Berkaitan dengan informasi tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia cukup memiliki kemampuan dalam memperebutkan pangsa pasar rumput laut dunia. Pada tahun 2007 Indonesia mampu memproduksi rumput laut jenis Euchema Sp sebanyak 60.000 ton dibawah produksi luar negeri 105.000 ton dimana kebutuhan dunia saat itu sebanyak 208.100 ton yang berarti potensi pasar untuk Indonesia 53.100 ton. Di tahun 2007 untuk rumput laut jenis Gracillaria 9 Sp, Indonesia memiliki potensi pasar 10.340 ton dari kebutuhan dunia sebanyak 8.040 ton dengan produksi Indonesia sebanyak 36.000 ton dan produksi luar negeri sebanyak 40.700 ton (DKP, 2008). Tabel 1.6. Potensi Pasar Dunia untuk Indonesia (ton) Tahun 2007-2010 Produksi Kebutuhan Dunia Produksi Indonesia Produksi Luar Negeri Potensi Pasar Kebutuhan Dunia Produksi Indonesia Produksi Luar Negeri Potensi Pasar 2007 2008 Euchema Sp 2008.100 235.300 60.000 66.000 105.000 110.250 53.100 59.050 Gracillaria Sp 87.040 95.840 36.000 41.500 40.700 44.770 10.340 9.570 2009 2010 253.900 73.000 115.800 274.100 80.000 121.590 65.100 72.510 105.440 48.000 49.250 116.000 57.500 54.200 8.190 4.300 Sumber : BPPT Seawed Team & ISS (2006) Ada beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan dan juga keunggulan budidaya rumput laut diantaranya adalah peluang pasar ekspor yang terbuka luas, harga rumput laut yang relatif stabil, dan belum ada batasan atau kuota perdagangan bagi rumput laut. Selain itu, di Indonesia sendiri budidaya rumput laut merupakan sebuah jawaban bagi kesulitan hidup para nelayan yang ada. Siklus pembudidayaan yang relatif singkat sehingga cepat memberikan keuntungan, kebutuhan modal relatif kecil, merupakan komoditas yang tidak tergantikan karena tidak ada produk sintetisnya, serta usaha pembudidayaan rumput laut tergolong usaha yang padat karya sehingga mampu menyerap tenaga kerja menjadikan produsen rumput laut Indonesia kian betambah setiap tahunnya. Hal tersebut didukung dengan kondisi geografis yang sesuai dan tersedianya sarana pelabuhan untuk mengekspor rumput laut. Perairan Indonesia yang terkenal sebagai pusat penyebaran rumput laut, diantaranya perairan Bali, 10 Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, NTT, NTB, dan perairan Kepulauan Maluku. Berdasarkan data dari Departemen Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2010 Provinsi Bali memiliki luas indikatif pengembangan budidaya rumput laut sekitar 24.282 Ha dengan 12.141 Ha telah efektif digunakan di beberapa Kabupaten seperti Buleleng, Karangasem, Klungkung, Badung, dan Jembrana. Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki 27.385 Ha yang telah efektif digunakan di Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Buton, Mina dari sekitar 54.770 Ha yang terindikasi dapat digunakan untuk budidaya rumput laut. Hal ini mengindikasikan bahwa budidaya rumput laut dapat menjadi pilihan logis dari para nelayan di Indonesia untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya (DKP, 2011c). Apabila pemerintah secara berkala mampu memberikan pengetahuan kepada para nelayan maka bukan tidak mungkin nantinya perekonomian Indonesia akan lebih banyak disokong oleh ekspor perikanan, terutama rumput laut. Dengan melihat kenyataan tersebut terdapat urgensi yang harus diperbaiki terkait pengelolaan industri rumput laut Indonesia setelah terlebih dahulu harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke negara-negara tujuan, baik faktor internal maupun faktor eksternal, dan bagaimana pengaruhnya perlu diketahui dengan baik. Hambatan perdagangan dalam bentuk tarif maupun non-tarif juga perlu terus dieliminir untuk dapat meningkatkan volume ekspor. Adapun faktor- faktor yang memengaruhi ekspor rumput laut yaitu harga ekspor rumput laut, GDP perkapita negara tujuan ekspor, dan nilai tukar (kurs). Perubahan harga dapat berdampak 11 pada jumlah permintaan baik itu besar maupun kecil. Bila harga naik dengan pendapatan konsumen tetap maka jumlah permintaan akan menurun (sesuai dengan hukum permintaan) karena daya beli konsumen akan menurun. GDP perkapita negara tujuan ekspor juga memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia. Pada posisi negara mengimpor maka permintaan terhadap rumput laut tergantung dari tingkat GDP perkapitanya. Hal ini karena realisasi impor ditentukan oleh kemampuan masyarakat suatu negara untuk membeli barang-barang buatan luar negeri, yang berarti besarnya impor tergantung dari tingkat pendapatan negara tesebut. Faktor lain yang memengaruhi ekspor adalah nilai tukar (kurs). Dalam pembayaran transaksi kita dihadapkan pada dua macam mata uang yaitu domestik dan luar negeri. Adanya perbedaan mata uang yang digunakan di negara pengekspor dengan negara pengimpor mengakibatkan adanya masalah nilai tukar. Nilai tukar merupakan harga mata uang persatuan uang dasar yang dinyatakan dalam mata uang negara yang bersangkutan Berdasarkan pernyataan diatas, permasalahan yang muncul adalah: 1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi permintaan komoditi rumput laut serta faktor apa yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap jumlah permintaan ekspor komoditi rumput laut Indonesia? 2. Bagaimana peran pemerintah dalam memperbaiki pengelolaan industri rumput laut Indonesia yang tepat, guna menyelesaikan urgensi pemenuhan kebutuhan hidup produsen rumput laut Indonesia? 12 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui faktor – faktor apa saja yang memengaruhi permintaan ekspor komoditi rumput laut dan menganalisis faktor apa saja yang berpengaruh nyata terhadap perkembangan jumlah ekspor komoditi rumput laut. 2. Merumuskan suatu kebijakan berdasarkan faktor yang memengaruhi ekspor komoditi rumput laut untuk dapat digunakan dalam usaha meningkatkan ekspor komoditi rumput laut Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan produsen rumput laut Indonesia pada akhirnya. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan gambaran perkembangan kegiatan ekspor komoditi rumput laut di Indonesia 2. Memberikan gambaran solusi kepada pemerintah sebagai masukan dan pertimbangan dalam merespon pasar yang dihadapi komoditi rumput laut untuk kemudian dapat merumuskan suatu kebijakan 3. Memberikan wawasan keilmuan bagi masyarakat luas serta dapat dijadikan bahan acuan bagi penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Sehubungan dengan keterbatasan waktu, ketersediaan data serta kemampuan dalam melakukan penelitian, maka perlu dijelaskan bahwa ruang lingkup penelitian ini meliputi : 1. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis ekspor rumput laut Indonesia di negara China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat dilihat dari volume eskpor terbesar dan dengan asumsi bukan negara perantara dalam kegiatan 13 ekspor rumput laut dunia atau dengan kata lain negara tersebut adalah konsumen akhir. 2. Penelitian menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor dengan menggunakan variabel volume ekspor rumput laut Indonesia di tahun sebelumnya, harga ekspor, nilai tukar, dan GDP negara tujuan. 3. Tahun analisis yang diambil adalah sepuluh tahun, yakni dari tahun 2001 hingga 2010, didasarkan pada kelengkapan data untuk kebutuhan analisis. 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau seaweeds sangat populer dalam dunia perdagangan, dalam ilmu pengetahuan dikenal sebagai algae. Algae atau ganggang terdiri dari empat kelas, yaitu Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang coklat), Cholorophyceae (ganggang hijau), dan Cyanophyceae (ganggang hijau- biru). Bila dilihat dari ukurannya, ganggang terdiri dari mikroskopik dan makroskopik. Ganggang makroskopik inilah yang kita kenal sebagai rumput laut (DKP, 2011b). Rumput laut dikenal pertama kali di China kira-kira 2700 SM. Pada masa tersebut, rumput laut digunakan untuk obat-obatan dan sayuran. Tahun 65 SM bangsa Romawi menggunakan rumput laut sebagai bahan baku kosmetik, namun dari waktu ke waktu pengetahuan tentang rumput laut semakin berkembang. Spanyol, Perancis, dan Inggris menjadikan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan gelas (DKP, 2011c). Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat tergantung dari faktorfaktor oseanografi (fisika, kimia, dan dinamika air laut) serta jenis substratnya. Rumput laut banyak dijumpai pada daerah perairan yang dangkal (intertidal dan sublitorral) dengan kondisi perairan berpasir, sedikit lumpur, atau campuran keduanya. Kandungan rumput laut umumnya adalah mineral esensial (besi, iodin, alluminium, mangan, calsium, nitrogen terlarut, fosfor, sulfur, chlor silicon, rubidium, strontium, barium, titanium, cobalt, boron, copper, kalium, 15 dan unsur- unsur lainnya yang dapat dilacak), protein, tepung, gula, vitamin A, D, dan C. Presentase keberadaan bahan-bahan ini bervariasi, tergantung dari jenisnya. Umumnya rumput laut banyak digunakan sebagai bahan makanan bagi manusia, sebagai bahan obat-obatan (anticoagulant, antibiotics, antimehmetes, antihypertensive agent, pengurang kolesterol, dilatory agent, dan insektisida). Rumput laut juga banyak digunakan sebagai bahan pakan organisme di laut, sebagai pupuk tanaman dan penyubur tanah, sebagai pengemas transportasi yang sangat baik untuk lobster dan clam hidup (khususnya dari jenis Ascophyllum dan focus), sebagai stabilizer larutan, dan juga kegunaan lainnya. Perkembangan produk turunan dewasa ini juga sudah banyak diolah menjadi kertas, cat, bahan kosmetik, bahan laboratorium, pasta gigi, es krim, dan lain-lain. Tumbuhan ini bernilai ekonomis tinggi karena penggunaannya yang sangat luas dalam industri kembang gula, kosmetik, es krim, media cita rasa, roti, susu, sutera, pengalengan ikan/daging, obat-obatan dan batang besi untuk solder atau las. Jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi dapat dilihat pada tabel dibawah ini (DKP, 2011c). Tabel 2.1 Jenis Rumput Laut yang Memiliki Nilai Ekonomis Tinggi Produk Jenis Rumput Agar-agar Acantthopeltia Karaginan Chondrus Alginat Ascophyllum Gracilaria Euchema Durvillea Gelidella Gigartina Ecklonia Gelidium Hypnea Turbinaria Iriclaea Pterrocclaidia Sumber : Eka (2006) Phyllophora Furcelaran Furcellaria 16 Agar-agar digunakan sebagai bahan pemantap, bahan penolong atau pembuat emulsi, bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pembuat gel. Karaginan merupakan senyawa polisakarida yang memiliki kegunaan hampir sama dengan agar-agar, antara lain sebagai keseimbangan, bahan pengental, pembentuk gel dan pembuat pengatur emulsi. Sedangkan algin, merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier panjang. Kegunaannya adalah sebagai bahan pengental, pengatur keseimbangan, peng- emulsi dan pembentuk lapisan tahan terhadap minyak. Perdagangan sebagai internasional menggunakan kode dagang tanda pengenal (id) untuk mewakili komoditas dagang tertentu, dinamakan kode HS (Harmonized system). Berdasarkan kode HS, komoditas rumput laut termasuk dalam kategori HS.12.12.20, seaweeds and other alga, fresh and dried whether or not ground (ganggang laut dan ganggang lainnya) (DKP, 2011a). 2.2 Tinjauan Teoritis 2.2.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasioanl yang didalamnya terdapat kegiata ekspor dan impor suatu negara merupakan salah satu komponen pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) 17 dari sisi pengeluaran suatu negara. Konsep perdagangan internasional telah berumur ribuan tahun lebih, meskipun dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru terasa belakangan. Ilmu perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang menganalisis arus barang, jasa, pembayaran – pembayaran suatu negara, kebijakan yang mengatur arus tersebut serta pengaruhnya pada kesejahteraan negara. Dalam perdagangan internasional setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut, namun perdagangan internasional juga terjadi karena: 1. Negara- negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain 2. Negara – negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi( economics of scale) Dewasa ini, pembahasan mengenai perdagangan internasional dirasa semakin penting karena dunia memasuki era globalisasi dunia yang memiliki pengaruh sebagai berikut: 1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional 2. Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri antar negara atau perusahaan yang ditunjukkan oleh adanya oembentukkan perusahaan multinasional dan kecenderungan integrasi ekonomi regional 3. Persaingan yang semakin ketat antar negara ataupun perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal Dalam kegiatan ekspor suatu komoditi volume ekspor suatu komoditi tertentu dari suatu negara ke negara lain merupakan selisih antara penawaran 18 domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Di lain pihak kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi negara lain atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand). Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri dan komoditas substitusinya dipasar internasional serta halhal yang dapat memengaruhi harga baik langsung maupun tidak langsung. Perdagangan internasional timbul utamanya karena perbedaan-perbedaan yang berasal dari perbedaan dalam biaya produksi yang diakibatkan oleh antara lain, perbedaan dalam karunia Tuhan atas faktor produksi, perbedaan dalam efisiensi pemanfaatan faktor-faktor tersebut dan kurs valuta asing. Mekanisme perdagangan internasional antara dua negara atau lebih dapat terjadi dengan gambaran sebagai berikut : suatu negara (misalnya negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misalnya kain) ke negara lain (negara B) apabila harga domestik di negara B adalah PB dan harga domestik di negara A adalah PA. Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar dari pada konsumsi domestiknya sehingga dinegara A terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi) dengan demikian negara A mempunyai kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar dari pada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi dinegara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli produk kain dari negara lain yang harganya relatif lebih murah. Jika kemudian 19 terjadi komunikasi antara negara A dan negara B, maka akan terjadi perdagangan antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama 2.2.2 Ekspor Menurut Undang-undang Perdagangan Tahun 1996 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan dari Daerah Pabean (wilayah yuridiksi Indonesia). Definisi lain menyebutkan bahwa ekspor merupakan upaya mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif, tetapi juga oleh faktor-faktor keunggulan kompetitif. Inti dari paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahanperubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia. Dalam perkembangannya terdapat beberapa tokoh yang membahas tentang ekspor (perdagangan internasional) ( Oktaviani dan Tanti, 2009), yaitu: 1. Adam Smith (1729 – 1790) 20 Buah pemikiran dari Adam Smith adalah teori “keunggulan absolut (absolute advantage)”. Teori ini sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis barang tertentu, dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis barang lain yang tidak memiliki keunggulan absolut. Dengan kata lain, suatu negara akan mengekspor suatu jenis barang jika negara tersebut dapat membuatnya lebih efisien atau lebih murah daripada negara lain. Jadi, teori ini menekankan pada efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, didalam proses produksi yang sangat menetukan keunggulan atau tingkat daya saing. 2. David Ricardo David Ricardo dikenal melalui teorinya “keunggulan komparatif (comparative adavantage)”. Menurut Ricardo, perdagangan internasional dapat saja terjadi, meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut terhadap kedua barang yang diciptakan. Misalnya, Indonesia unggul secara absolut atas Vietnam dalam memproduksi beras dan buahbuahan. Walaupun begitu, Vietnam bisa saja memiliki keunggulan komparatif paling besar dibandingkan Indonesia dalam memproduksi salah satu dari kedua komoditi tersebut. Dengan kata lain, Vietnam akan berspesialisasi pada dan mengekspor suatu komoditi tertentu, dimana Vietnam memiliki keunggulan komparatif. Menurut Ricardo, perdagangan antara dua negara tersebut akan timbul bila masing-masing 21 negara memilki biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda. Oleh karena itu, teori Ricardo sering disebut teori biaya relatif. Titik pangkal dari teori ini adalah nilai atau harga suatu suatu barang ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan tiap pekerja dan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, dalam model Richardo, penilaian terhadap keunggulan suatu negara atas negara lain dalam membuat suatu jenis barang didasarkan pada tingkat efisiensi atau produktivitas tenaga kerja. Teori ini merupakan yang sering digunakan didalam banyak penelitian empiris mengenai kinerja ekspor. 3. Eli Heckscher dan Bertil Ohlin Teori Heckscher dan Ohlin (H-O) termasuk dalam kelompok teori modern. Teori H-O disebut juga sebagai factor proportion theory atau teori ketersediaan faktor. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa perdagangan internasional, misalnya antara Indonesia dan Jepang, terjadi karena biaya alternatif (opportunity cost) berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan tanah) yang dimiliki oleh kedua negara tersebut. Indonesia memliki tanah yang lebih luas dan tenaga kerja yang jauh lebih banyak, namun memiliki modal yang lebih kecil daripada Jepang. Maka sesuai hukum pasar (permintaan dan penawaran), harga faktor-faktor produksi tersebut juga berbeda antara Indonesia dan Jepang. Upah tenaga kerja dan harga tanah di Indonesia lebih murah, sebaliknya harga modal di Indonesia lebih mahal 22 dibandingkan di Jepang. Namun, bukan berarti Indonesia lebih unggul daripada Jepang. Hal ini tergantung pada tingkat intensitas pemakaian tenaga kerja, tanah, dan modal dalam memproduksi barang tersebut. Intensitas pemakaian faktor produksi dapat diukur dengan rasio antara nilai faktor produksi dengan nilai output. Jelas bahwa pertanian adalah jenis sektor yang proses produksinya lebih padat tenaga kerja dan tanah daripada sektor industri manufaktur. Oleh sebab itu, paling tidak secara teori, Indonesia memiliki keunggulan atas Jepang dalam menghasilkan komoditi pertanian. Jadi menurut teori H-O, struktur perdagangan luar negeri dari suatu negara tergantung pada ketersediaan dan intensitas pemakaian faktor-faktor produksi dan yang terakhir ini ditentukan oleh teknologi. Suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor barang-barang yang input (faktor produksi) utamanya lebih banyak di negara tersebut dan sebaliknya. Potensi ekspor nasional pada dasarnya searah dengan kemampuan eksportir untuk menyusun export marketing mix yang kompetitif dan mampu menyesuaikan diri dengan waktu, situasi dan kondisi yang dihadapi, termasuk dalam menghadapi tindakan dari pesaing. Potensi ekspor nasional tergantung pada faktor intern dan ekstern. Hal ini dapat dijelaskan sebagai perikut: 1. Faktor intern, meliputi kemampuan untuk memproduksi barang dalam hal jumlah dan variasi atau standar kualitas yang berbeda-beda yang melebihi kebutuhan nasional. 23 2. Faktor ekstern, meliputi permintaan dan daya beli di pasar atau negara tujuan. Hal ini tergantung pada kebijaksanaan politik maupun ekonomi (izin impor, peraturan lalu lintas devisa dan lain-lain) dari pemerintah di negara tujuan serta perundangan di negara eksportir. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor yang memengaruhi permintaan. Permintaan ekspor suatu negara adalah selisih antara produksi/penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi/permintaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok tahun sebelumnya. Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut : Xt = Qt – Ct + St – 1 ………………………………………………… …….(2.1) Dimana, Xt: jumlah ekspor komoditi pada tahun t, Qt: jumlah produksi domestik pada tahun t, Ct: jumlah konsumsi domestik pada tahun t, dan St – 1: Stok tahun sebelumnya (t-1). Jika jumlah stok tahun sebelumnya diasumsikan nol, karena produksi pada tiap tahun semuanya diekspor maka dengan demikian fungsi ekspor dapat dirumuskan sebagai berikut: Xt = Qt – Ct …………………………………………………………………..(2.2) Untuk komoditi ekspor, permintaan komoditi yang bersangkutan akan dialokasikan untuk memenuhi permintaan masyarakat dalam negeri (konsumsi domestik) atau luar negeri (ekspor). Sedangkan yang tersisa akan menjadi persediaan yang akan dijual pada tahun berikutnya. Ekspor suatu negara akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang memengaruhi permintaan negara tujuan ekspor terhadap komoditi yang dihasilkan, yaitu harga domestik negara tujuan 24 ekspor, harga impor negara tujuan ekspor, pendapatan negara perkapita penduduk negara tujuan ekspor, dan selera penduduk negara tujuan ekspor. Secara umum, ada beberapa manfaat atau peranan yang dapat diperoleh dari kegiatan ekspor, antara lain: Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan serta untuk memperoleh nilai jual yang lebih baik (optimalisasi laba), membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka pasar ekspor), memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity), membiasakan diri bersaing di pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat dan terhindar dari sebutan “jago kandang”. 2.2.3 Teori Permintaan Permintaan pasar suatu produk adalah volume total yang akan dibeli oleh kelompok pelanggan tertentu di wilayah geografis tertentu pada periode waktu tertentu di lingkungan pemasaran tertentu dengan program pemasaran tertentu (Yustika, 2005). Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam konsep permintaan yaitu : (1) jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan (desire), ini menunjukkan berapa banyak yang ingin dibeli atas dasar harga komoditi tersebut, harga produk lain, penghasilan, selera dan sebagainya, (2) apa yang diinginkan tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif, dan (3) kuatitas yang diminta merupakan arus pembelian yang kontinyu, Faktor - faktor lain yang memengaruhi permintaan yaitu : 1. Pendapatan. Kenaikan pendapatan akan menyebabkan kenaikan permintaan sehingga akan menyebabkan kurva permintaan naik ke kanan atas. 25 2. Selera dan preferensi. Selera adalah detereminan non harga, oleh karena itu biasanya diasumsikan bahwa selera konstan dan mencari sifat-sifat lain yang memengaruhi perilaku. 3. Harga barang-barang yang berkaitan: substitusi dan komplemen. Jika harga barang substitusi naik maka permintaan komoditi akan meningkat, jika harga komoditi komplementer naik maka permintaan komoditi akan turun. 4. Perubahan dugaan tentang harga relatif dimasa depan. Jika semua harga naik 10 persen per tahun, dan bahwa situasi ini diduga akan terus berlangsung, laju inflasi yang telah diantisipasi sepenuhnya tidak mempunyai pengaruh terhadap posisi posisi kurva permintaan akan suatu komoditas. 5. Penduduk. Kenaikan jumlah penduduk dalam suatu perekonomian (dengan pendapatan konstan) akan meningkatkan permintaan. 2.2.4. Harga Ekspor Komoditi Harga ekspor relatif komoditi yang rendah atau lebih murah merupakan harga yang diinginkan oleh setiap negara. Dengan harga yang murah, mampu meningkatkan permintaan komoditi/produk yang diekspor ke negara tujuan. Pada hakikatnya makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Dari Hipotesa di atas dapat disimpulkan, bahwa: 1. Apabila harga suatu barang naik, maka pembeli akan mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti barang tersebut, dan sebaliknya 26 apabila harga barang tersebut turun, konsumen akan menambah pembelian terhadap barang tersebut. 2. Kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil konsumsn berkurang, sehingga memaksa konsumen mengurangi pembelian, terutama barang yang akan naik harganya. 2.2.5. Teori Nilai Tukar Dalam perdagangan internasional pertukaran antara satu mata uang dengan mata uang lain menjadi hal yang terpenting untuk mempermudah proses transaksi jual-beli barang dan jasa. Dari pertukaran ini, terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut, dan inilah yang dinamakan kurs. Abimanyu (2004) mendefenisikan kurs sebagai harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Kurs adalah harga mata uang domestik terhadap mata uang asing dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang nilai tukar riil dari negara mitra dagang Indonesia. Nilai tukar rupiah digunakan sebagai proyeksi dari nilai tukar negara mitra dagang Indonesia. Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruhnya yang sedemikian besar bagi transaksi berjalan maupun terhadap variabel-variabel ekonomi lainnya. Kurs juga memerankan peranan sentral dalam perdagangan internasional. Dalam mekanisme pasar, kurs dari suatu mata uang akan mengalami fluktuasi yang berdampak langsung pada harga barang-barang ekspor dan impor. Perubahan yang dimaksud adalah: 1. Apresiasi, yaitu peristiwa menguatnya nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai 27 akibat dari perubahan kurs ini adalah harga produk negara itu bagi pihak luar negeri makin mahal, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah. 2. Depresiasi, yaitu peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs ini adalah produk negara itu bagi pihak luar negeri menjadi murah, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi mahal. 2.2.6. GDP Per Kapita GDP per kapita merupakan ukuran berapa banyak perolehan pendapatan setiap individu dalam perekonomian. Untuk mengetahui kemampuan daya beli negara tujuan ekspor terhadap produk yang diekspor digunakan variabel GDP per kapita riil sebab pada GDP per kapita riil memperhatikan adanya pengaruh dari harga, sedangkan GDP per kapita nominal merupakan nilai GDP yang tidak memperhatikan adanya pengaruh dari harga. Dengan demikian, tingkat konsumsi atau kemampuan daya beli suatu negara atas suatu komoditi dapat diukur dari pendapatan per kapita riil suatu negara. Jika pendapatan per kapita suatu negara dinilai cukup tinggi, maka dapat dikatakan suatu negara tersebut merupakan pasar potensial bagi pemasaran suatu komoditi ataupun produk tertentu. Ada dua macam pendekatan yang digunakan dalam perhitungan GDP yaitu pendekatan pengeluaran yaitu dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran aggregat pada seluruh barang dan jasa akhir yang diproduksi selama satu tahun dan yang berikutnya adalah dengan pendekatan pendapatan yaitu dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan aggregat yang diterima selama 28 satu tahun oleh mereka yang memproduksi output tersebut. Pendekatan penghitungan GDP yang umum digunakan dalam beberapa negara didunia adalah dengan pendekatan pengeluaran agregat. Pengeluaran agregat terdiri dari empat komponen yaitu konsumsi (C), investasi (I), pembelian/pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor bersih (X-M). 2.2.7. Populasi Pertambahan populasi atau penduduk dapat memengaruhi ekspor melalui dua sisi, yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan penduduk dapat menyebabkan terjadinya penambahan tenaga kerja untuk melakukan proses produksi suatu komoditi/produk yang akan diekspor. Sedangkan pada sisi permintaan, pertambahan penduduk akan menyebabkan bertambah besarnya permintaan akan komoditi/produk yang diekspor. 2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai rumput laut dan daya saingnya hingga saat ini masih belum banyak dilakukan. Setelah melakukan studi literatur, terdapat beberapa hasil penelitian yang cukup relevan dengan penelitian daya saing ekspor rumpur laut yang dilakukan peneliti, baik dengan komoditas yang berbeda. Wirawan (2007) meneliti tentang aspek-aspek permintaan rumput laut Indonesia di pasar Jepang. Penelitian ini bersifat kuantitatif yang dilakukan dengan data empirik, dengan metode analisis regresi. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder kuantitatif, yang terdiri dari harga ratarata produk rumput laut Indonesia di Jepang, nilai tukar Yen terhadap Rupiah, Ekspor rumput laut dari negara pesaing, dan pendapatan nasional Jepang. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah bahwa perubahan 29 permintaan rumput laut Indonesia oleh Jepang tidak dipengaruhi oleh nilai tukar. Hal ini terjadi karena pemenuhan kebutuhan rumput laut di Jepang sudah terpenuhi untuk spesialialisasi tertentu, jadi penggunaan rumput laut di Jepang yang diimpor dari negara-negara lain memiliki penggunaan kekhasan tersendiri. Oleh karena itu, impor rumput laut di Jepang tidak saling substitusi. Faktor lain juga yang memengaruhi adalah GDP Jepang, dimana terdapat hubungan positif antara GDP dengan jumlah permintaan rumput laut Indonesia. Risman (2007) mengangkat judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia”. Penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor apa yang mempegaruhi ekspor rumput laut Indonesia dan juga mencari strategi untuk meningkatkan ekspornya. Data yang digunakan dalam penelitian berupa data sekunder tahun 1986-2005 yang diperoleh dari instansi seperti BPS, DKP, dan instansi terkait lainnya. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan tabulasi dan analisis regresi berganda dengan persamaan tunggal yaitu dari sisi ekspor saja. Hasil dari penelitian Risman menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap ekspor ke Hongkong adalah variabel harga ekspor rumput laut. Sedang untuk Jepang, tidak ada satupun faktor yang dianalisis berpengaruh nyata terhadap ekspor rumput laut Indonesia. Untuk Denmark, ekspor dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah. Alternatif strategi yang dihasilkan dalam penelitian adalah pemerintah melakukan observasi lokasi perairan yang memperluas cocok area untuk dijadikan budidaya rumput budidaya, meningkatkan kualitas, laut kuantitas, untuk dan kontinuitas produksi melalui budidaya rumput laut, melakukan kerjasama 30 antara pembudidaya dengan pemerintah, membuat situs jaringan sumberdaya setiap daerah, kelompok pembudidaya rumput laut kerjasama dengan pengusaha lokal mendirikan koperasi, pemerintah memberikan penyuluhan, pendidikan dan ketrampilan bagi pembudidaya rumput laut, dan pemerintah sering melakukan pengawasan/pemeriksaan produk untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan termasuk penolakan produk oleh negara importir. Rajagukguk (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Daya Saing Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional”. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional, dimana dianalisis menurut negara tujuan ekspor yang diurutkan berdasarkan nilai ekspor terbesar. Dalam penelitian ini juga diketahui faktorfaktor yang diduga memengaruhi perubahan penguasaan pangsa pasar ekspor di negara tujuan serta pengaruhnya terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut di negara tujuan ekspor. Apabila pangsa pasar lebih besar atau sama dengan 20 persen, maka dapat dikatakan bahwa rumput laut Indonesia memiliki daya saing di negara bersangkutan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dari badan-badan yang kompeten seperti DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) Republik Indonesia, FAO (Food and Agricultural Organization), UN Comtrade (United Nations Commodity of Trade), FED (Federal Reserved), Departemen Perdagangan RI, Badan Pusat Statistik, serta lembaga-lembaga lain yang diperlukan untuk penelitian. Analisis faktor-faktor yang memengaruhi pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor dilakukan dengan regresi data panel, yakni dengan 31 melakukan metode Pooled OLS, metode Fixed effect, dan metode Random effect. Metode terbaik yang digunakan berdasarkan uji yang telah dilakukan adalah metode Fixed effect. Hasil dari penelitian Rajagukguk ternyata tidak semua variabel yang dinyatakan berpengaruh nyata secara statistik terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia. Variabel yang dinyatakan berpengaruh nyata secara statistik terhadap pangsa pasar adalah volume ekspor ke negara tujuan (Q), nilai tukar (NT), dan GDP per kapita negara tujuan (GDP). Sedangkan variabel harga ekspor (PX), dan produksi rumput laut nasional (PR) adalah variabel yang tidak berpengaruh nyata secara statistik. Model pangsa pasar yang telah dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui posisi daya saing ekspor rumput laut di negara tujuan ekspor pada tahun-tahun tertentu. Berdasarkan penelitian, Indonesia memiliki daya saing di negara Hongkong, Filipina, Spanyol, pada dan Denmark. Hal berbeda ditemukan negara China dimana pada negara tersebut Indonesia baru berdaya saing setelah tahun 2004. Sedangkan untuk negara USA, Indonesia baru mempunyai daya saing pada tahun 2006, demikian juga dengan di Korea Selatan baru pada tahun 2005. Sedangkan di negara Jepang, United Kingdom, dan Perancis, Indonesia sama sekali tidak memiliki daya saing. Hal ini terjadi karena beberapa permasalahan seperti mutu dan kualitas produk Indonesia yang masih rendah. Yuliastuti (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Aliran Perdagangan Ekspor Rumput Laut Indonesia periode 1999-2008”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk menganalisis faktor yang memengaruhi permintaan ekspor rumput laut Indonesia ke 10 negara tujuan ekspor. Penelitian 32 ini menggunakan analisis gravity model dan panel data, dengan menganilisis negara Jepang, Hongkong, dan Denmark. Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa faktor yang memengaruhi aliran ekspor rumput laut Indonesia, diantaranya faktor yang paling berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Indonesia adalah populasi negara tujuan ekspor. Artinya jika populasi penduduk di negara tujuan ekspor meningkat maka akan meningkatkan volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara tersebut. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh negatif adalah jarak ekonomi, yang berarti semakin jauh jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor maka akan menurunkan permintaan ekspor rumput laut Indonesia ke negara tersebut. Sulastry (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis FaktorFaktor yang Memengaruhi Penawaran Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China(periode 1993-2010)”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis perkembangan ekspor rumput laut Indonesia serta untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penawaran ekspor rumput laut Indonesia ke China. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah produksi rumput laut dalam negeri, harga ekspor rumput laut, kurs riil, lag ekspor, dummy revitalisasi, dan dummy krisis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penawaran ekspor rumput laut Indonesia ke China dan Metode Regresi Komponen Utama untuk mengatasi masalah multikolinearitas. Dari hasil analisis kuantitatif OLS diperoleh hasil estimasi bahwa ekspor rumput laut Indonesia ke China memiliki pengaruh signifikan terhadap produksi, harga ekspor, kurs riil, lag ekspor, dummy krisis, dan dummy revitalisasi. 33 Produksi dalam negeri, harga ekspor, lag ekspor, dummy krisis, dan dummy revitalisasi berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Indonesia ke China, sedangkan kurs riil berpengaruh negatif. Dari penelitian terdahulu di atas penulis membandingkan modelmodel yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dalam persamaan permintaan ekspor komoditi rumut laut. Berdasarkan informasi tersebut kemudian penulis menganalisis permintaan merumuskan model yang sesuai untuk ekspor komoditi rumput laut Indonesia yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. 2.4. Kerangka Pemikiran Mengacu pada teori yang diungkapkan Lipsey (1995) bahwa harga merupakan variabel penting yang memiliki hubungan negatif dengan permintaan, untuk itu variabel harga dalam penelitian ini dijadikan sebagai salah satu variabel independen yang diduga memengaruhi permintaan ekspor komoditi rumput laut. Seperti yang diungkapkan oleh Mankiw (2003) mengenai nilai tukar riil dan nilai tukar nominal, variabel nilai tukar juga dimasukkan kedalam variabel independen dalam model karena pada dasarnya suatu perdagangan antar negara akan melibatkan mata uang yang berbeda. Kemudian mengacu pada teori yang diungkapkan oleh Salvatore (1997) bahwa volume ekspor suatu negara merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik, penulis memasukkan variabel volume ekpor rumput laut Indonesia pada tahun sebelumnya sebagai variabel independen yang diduga memengaruhi permintaan ekspor.Selain itu penulis memasukkan variabel GDP per kapita negara importir dan jumlah populasi penduduk negara importir 34 sebagai variabel yang berpengaruh pada permintaan ekspor komoditi rumput laut Indonesia. Perkembangan Ekspor Indonesia Ekspor Subsektor Perikanan Ekspor Subsektor Lain Komoditi Perikanan Komoditi Rumput Unggul Lain Laut Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor rumput laut Analisis Regresi Data • • • • • Harga ekspor Nilai tukar Populasi Penduduk Negara Importir GDP per kapita negara importir Volume Ekspor tahun sebelumnya Analisis Deskriptif Strategi dan kebijakan untuk meningkatkan ekspor komoditi rumput laut Indonesia Peningkatan GDP Indonesia dan Kesejahteraan masyarakat Indonesia Ruang Lingkup Penelitian Gambar 1. Kerangka Pemikiran 2.5 Hipotesis Penelitian Perdagangan internasional suatu komoditi ekspor banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor yang terdapat dalam negara produsen, negara tujuan ekspor, ataupun harga internasional. Berdasarkan studi literatur, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap daya saing ekspor rumput 35 laut Indonesia (dalam penelitian ini dengan pendekatan pangsa pasar) adalah: (1) volume ekspor rumput laut Indonesia tahun sebelumnya, (2) harga ekspor rumput laut, (3) nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara pengimpor rumput laut Indonesia, (4) GDP per kapita negara pengimpor rumput laut Indonesia, dan (5) Populasi penduduk negara importir Faktor-faktor yang diduga berpengaruh tersebut kemudian akan dimasukkan sebagai variabel-variabel penjelas dalam model daya saing ekspor rumput laut Indonesia. Hipotesis terhadap variabel-variabel di atas akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Volume ekspor rumput laut Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh positif, artinya peningkatan volume ekspor komoditi rumput laut di tahun sebelumnya akan meningkatkan permintaan ekspor rumput laut Indonesia. 2. Harga ekspor komoditi rumput laut Indonesia berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor rumput laut, artinya kenaikan harga ekspor rumput laut akan menyebabkan penurunan volume ekspor komoditi rumput laut. 3. Nilai tukar mata uang negara pengimpor terhadap dollar Amerika Serikat diduga mempunyai hubungan positif, artinya kenaikan nilai tukar mata uang negara pengimpor terhadap dollar Amerika (terapresiasi) akan menyebabkan harga produk rumput laut Indonesia relatif lebih murah di pasar internasional dan hal ini membuat daya saing produk rumput laut Indonesia menjadi akhirnya meningkatkan permintaan ekspornya. tinggi dan pada 36 4. GDP per kapita negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor rumput laut Indonesia, artinya jika GDP per kapita negara tujuan ekspor mengalami peningkatan, maka permintaan ekspor rumput laut Indonesia juga meningkat, begitu sebaliknya. 5. Populasi penduduk negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor rumput laut Indonesia. Apabila jumlah penduduk negara tujuan ekspor meningkat maka permintaan ekspor komoditi rumput laut Indonesia akan meningkat. 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data deret waktu mulai dari tahun 2001- 2010. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data pada instansi pemerintah yang memiliki dokumentasi data mengenai kegiatan ekspor rumput laut Indonesia seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Perikanan dan Kelautan (DKP) RI, FAO (Food and Agriculture Organization), UN Comtrade (United Nations Commodity of Trade), FED (Federal Reserved), Bank Dunia (World Bank), dan sumber lain yang terkait dengan objek penelitian. 3.2. Metode Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan secara bertahap melalui pengumpulan data, pengarakteristikan data, dan kemudian penabelan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer yang bernama Eviews. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengintepretasikan hasil pengolahan data menggunakan program computer guna menjelaskan faktor – faktor yang berpengaruh terhadap permintaan ekspor rumput laut. Analisis deskriptif dilakukan untuk merumuskan suatu kebijakan yang tepat setelah melihat faktorfaktor yang berpengaruh terhadap permintaan ekspor rumput laut. Berdasarkan studi literatur sebelumnya, faktor-faktor yang diduga secara signifikan berpengaruh nyata terhadap daya saing ekspor rumput laut 38 Indonesia kemudian dirumuskan kedalam model persamaan regresi untuk data panel sebagai berikut LnXRLit = β0 + β1LnXRLit-1 + β2LnPXit + β3LnNTit + β4LnGDPit + β5LnPOPit + μit ………………..……….…………….. (3.1) dimana : XRLit = permintaan ekspor rumput laut ke negara i pada tahun ke-t β1 = intersep Βi = parameter yang menunjukkan respon volume terhadap perubahan variabel independen (i = 1, 2, 3, ..., n), atau slope XRLit-1 = volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara I pada tahun ket-1 (kg) Pxit = harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara i pada tahun ke-t (kg/US$) NTit = nilai tukar mata uang domestik terhadap US$ negara i pada tahun ke-t (mata uang negara pengimpor/US$) GDPit = pendapatan per kapita negara tujuan ekspor i dan tahun ke (US$) POPit μit 3.3 = populasi penduduk negara i pada tahun ke-t (orang) = koefisien galat (error term) Panel Data Panel data adalah bentuk data yang merupakan gabungan dari data time series dan cross section. Dalam sebuah penelitian terkadang ditemukan suatu persoalna mengenai ketersediaan data (data availability) untuk mewakili variabel yang kita gunakan dalam penelitian. Misalnya terkadang ditemukan adanya 39 bentuk data dalam series yang tidak dapat dilakukan berkaitan dengan persyaratan jumlah data yang terbatas. Namun jika ditemukan bentuk data yang dengan jumlah unit cross section yang terbatas pula, sehingga akan sulit untuk melakukan proses pengolahan data cross section untuk mendapatkan informasi perilaku dari model yang akan diteliti. Dalam teori ekonometrika, kedua kondisi tersebut salah satunya dapat diatasi dengan menggunakan data panel (pooled data) agar dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih baik (efisien) dengan terjadinya peningkatan jumlah observasi yang berimplikasi terhadap peningkatan derajat kebebasan (degree of freedom). Berdasarkan Juanda (2009) terdapat beberapa keuntungan menggunakan data panel dalam model regresi dibandingkan dengan hanya data time series atau hanya cross section, yaitu: 1. Data panel akan memberikan informasi yang lebih lengkap, lebih beragan, kurang berkorelasi antar variabel, derajat bebas lebih besar dan lebih efisien. 2. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibandingkan dengan studi berulang dari cross section. 3. Membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks, misalnya fenomena skala ekonomi dan perubahan teknologi. 4. Dapat meminimumkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atau perusaaan karena unit data lebih banyak. Dalam analisa model data panel dikenal dengan tiga macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect). 40 3.3.1. Pooled Least Square Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa ditetapkan dalam data yang berbentuk pool. Misalkan terdapat persamaan berikut ini: Yit = α + Xjit βj + εi ………………………………..……………………………..………(3.2) untuk i = 1, 2, ..., N dan t = 1, 2, .., T Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan asumsi komponen error dalam pengolahan metode kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut: Yit = α + Xjit βj + εi ………………………………………………………… (3.3) untuk i = 1, 2, ..., N Pada akhirnya akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya, kita juga akan memperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter α dan β yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. 3.3.2. Fixed Effect Model Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa tersebut adalah asumsi intersep dan slop dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering dilakukan dengan memasukkan variabel dummy 41 untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu. Pendekatan dengan memasukkan variabel dummy dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variabel (LSDV) atau disebut juga Covariance Model. Pendekatan tersebut dapat ditulis dalam persamaan berikut: Yit = αi – xjit βj – εit – Σ – aiDi – eit ……………………………………….... (3.4) Dimana: Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i αi = intercept yang berubah-ubah antar cross section unit xjit βj = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj = parameter untk variabel ke j εit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i Kita telah menambahkan sebanyak (N-1) variabel dummy (Di) ke dalam model dan menghilangkan satu sisanya untuk menghindari kolinieritas sempurna antar variabel penjelas. Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom sebesar NT – N –K. Keputusan memasukkan variabel boneka ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Tidak dapat dipungkiri dengan melakukan penambahan variabel dummy ini akan sangat mengurangi banyaknya degree of freedom yang pada akhirnya akan memengaruhi koefisien dari parameter yang diestimasi. Pertimbangan pemilihan pendekatan yang digunakan dapat dilakukan dengan menggunakan F statistic yang berusaha membandingkan antara nilai jumlah kuadrat terkecil dari error dari proses pendugaan dengan menggunakan 42 metode kuadrat terkecil dan efek tetap yang telah memasukkan variabel dummy. Perhitungannya adalah sebagai berikut: F statistik = / / …………………………………………….. (3.5) dimana: RSSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Pooled OLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed Effect) N = Jumlah data cross section T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel penjelas 3.3.3. Random Effect Model Keputusan untuk memasukkan variabel dummy dalam model efek tetap tidak dapat dipungkiri akan menimbukan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel dummy akan mengurangi banyaknya derajat kebebasan, yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal dengan pendekatan efek acak (random effect). Dalam model efek acak, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error karena hal ini model efek acak sering juga disebut model komponen error (error component model). Bentuk model efek acak ini dijelaskan pada persamaan berikut ini: Yit = α + Xjit βj – εit ……………………………………………………...… (3.6) εit = Ui + Vt + Wit ………………………………………………………….. (3.7) dimana: Ui ~ N(0,δu2) = komponen cross section error 43 Vt ~ N(0,δu2) = komponen time series error Wit ~ N(0,δu2) = komponen error kombinasi Kita juga mengasumsikan bahwa error secara individu juga tidak saling berkorelasi, begitu juga dengan error kombinasinya. Dengan menggunakan model efek acak ini, maka kita dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya. Seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan penggunaan model efek tetap ataupun efek acak ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan oleh Haussman Test. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan menggunakan nilai Chi Square Statistik sehingga keputusan pemilihan model akan dapat ditentukan secara statistik. Namun, disamping dengan menggunakan test statistika terdapat beberapa pertimbangan untuk memilih apakah akan menggunakan fixed effect atau random effect. Apabila diasumsikan bahwa εit dan variabel bebas x berkorelasi maka fixed effect lebih cocok untuk dipilih, sebaliknya apabila εit dan variabel bebas x tidak berkorelasi maka random effect yang lebih baik untuk dipilih. Beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan panduan untuk memilih antara fixed effect atau random effect adalah: 1. Bila T (banyaknya unit time series ) besar sedangkan N (jumlah unit cross section) kecil maka hasil fixed effect dan random effect tidak jauh berbeda sehingga dapat dipilih pendekatan yang lebih mudah untuk dihitung yaitu fixed effect model. 2. Bila N besar dan T kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan akan berbada jauh. Jadi, apabila kita meyakini bahwa unit cross section yang 44 kita pilih dalam penelitian diambil secara acak (random) maka random effect harus digunakan sebaliknya, apabila kita meyakini bahwa unit cross section yang kita pilih dalam penelitian tidak diambil secara acak (random), maka kita harus menggunakan fixed effect. 3. Apabila komponen eror individual (εit) berkorelasi dengan variabel bebas x maka parameter yang diperoleh dengan random effect akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan fixed effect tidak bias. 4. Apabila N besar dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari random effect dapat terpenuhi, maka random effect lebih efisien dibandingkan fixed effect. 2.4 Pengujian terhadap Model Penduga Pengolahan data panel dalam persamaan permintaan ekspor rumput laut yang dibangun menggunakan tiga pendekatan, yakni common effect atau pooled least square (PLS), fixed effect, dan random effect. Pemilihan model yang digunakan dalam penelitian pertimbangan statistik, hal ini perlu menggunakan beberapa ini ditujukan untuk memperoleh dugaan yang terbaik dan efisien. Secara umum, model terbaik dapat dilihat dari nilai Rsquare yang lebih tinggi dari ketiga model yang dihasilkan. Akan tetapi, disamping penilaian tersebut, juga dilakukan uji Chow untuk dapat menentukan model mana yang terbaik antara model Fixed Effect atau model Pooled OLS. Kemudian, dilakukan uji Hausman untuk menentukan model terbaik antara model Fixed Effect atau model Random Effect. 3.4.1 Chow Test Chow Test, pada beberapa buku dikenal dengan pengujian F, 45 dimana pengujian p ini dilakkukan unttuk memillih apakahh model yang y digunakan Pooled Least Squuare atau Fixed Ef Effect. Sebaagaimana telah t diketahuii, bahwa terkadang t asumsi bah hwa setiapp cross seection mem miliki perilaku yang samaa cenderungg tidak reallistis mengiingat dimunngkinkan seetiap unit cross sectionn seharusnnya memiliiki perilakuu yang berbeda. Daalam pengujiann ini dilakuukan dengann hipotesa sebagai s beriikut : H0 : modell Pooled Leeast Square H1 : modell Fixed Effeect Dassar penollakan terhhadap Hip potesa Nool (H0) aadalah deengan menggunnakan F stattistik sepertti yang dirum muskan oleh Chow, dim mana : ………………… …………… …….…… (3 3.8) Dimana : ESS1 = Resiidual Sum Square haasil penduggaan modeel Pooled Least Squuare ESS2 = Residdual Sum Sqquare hasil pendugaan p model Fixeed Effect N = Jumlah data crosss-section T = Jumlah data timee-series K = Jumlah variabel penjelas dengan deerajat Sttatistik Choow Test mengikuti m distribusi F-statistik F bebas (N N-1, NT-N--K). Jika nilai n CHOW W statisticss (F-stat) hhasil pengu ujian lebih bessar dari F--tabel, makka disimpullkan bahwaa tolak H0 yang arttinya bahwa model m yang terbaik adaalah model Fixed effeect, dan beggitu sebalik knya. Pengujiann ini disebbut sebagai Chow Testt karena keemiripannyaa dengan Chow C test yang digunakan untuk mengguji stabilitas parameteer (stability test). 46 3.4.2 Hausman Test Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan untuk memilih model terbaik antara model Fixed Effect dengan model Random Effect. Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa penggunaan model Fixed Effect mengandung suatu unsur trade-off, yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan metode Random Effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Oleh karena itu, kemudian dilakukan uji Hausman untuk dapat menentukan model terbaik dari kedua model tersebut. Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut H0 : model Random Effect H1 : model Fixed Effect Sebagai dasar penolakan H0, maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-square. Statistik Hausman dirumuskan sebagai berikut : m = (β-b)(M0-M1)-1(β-b) ~x2(K)…………………………………….…. (3.9) Dimana: β : vektor untuk statistik variabel fixed effect b : vektor untuk statistik variabel random effect M0 : matriks kovarian untuk dugaan model fixed effect M1 : matriks kovarian untuk dugaan model random effect 47 Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari x2-tabel, maka dapat disimpulkan tolah H0, yang artinya model tarbaik yang digunakan adalah model Fixed Effect, dan begitu pula sebaliknya. Eviews sebagai salah satu software untuk aplikasi ekonomi cukup memiliki fungsi-fungsi yang dapat secara langsung melakukan uji Hausman, baik berupa panel tools ataupun diinput dari program akan memberikan hasil yang sama 3.5 Pengujian Model Pengujian model bertujuan untuk melihat nyata atau tidak pengaruh variabel yang dipilih terhadap variabel yang diteliti. Pengujian model dalam persamaan regresi data panel dapat menggunakan berbagai criteria, diantaranya: 1. Kriteria Ekonomi Dalam kriteria ekonomi akan diuji tanda dan besaran dari tiap koefisien dugaan yang telah diperoleh. Kriteria ekonomi mensyaratkan tanda dan besaran yang terdapat pada tiap koefisien dugaan sesuai dengan kriteria ekonomi. 2. Kriteria Ekonometrika a.Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Autokorelasi terdeteksi ketika terjadi hubungan serius antara galat estimasi satu observasi dengan galat estimasi observasi lainnya. Masalah autokorelasi umumnya tejadi pada data time series. Dampak dari adanya autokorelasi adalah tidak efisiennya pendugaan atau peramalan meskipun estimatornya tidak bias dan masih konsisten. Dampak lainnya adalah standar error menjadi bias dan tidak konsisten sehingga uji pada 48 hipotesis menjadi tidak valid. Panduan mengenai angka DW (Durbin-Watson) untuk mendeteksi bisa dilihat pada Tabel DW. Tabel 3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai DW Hasil 4-dl < DW < 4 Tolak H0, autokorelasi negative 4-dl < DW < 4-dl Hasil tidak dapat ditentukan 2 < DW < 4-du Terima H0, tidak ada autokorelasi du < DW < 2 Terima H0, tidak ada autokorelasi dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan 0 < DW < dl Autokorelasi positif Sumber: Gujarati, 2004 b. Heteroskedastisitas Terjadi karena ragam dari error tidak konsisten sehingga tidak memenuhi teorema Gauss Markov, umumnya terjadi pada data cross-section. Dampak yang timbul dari permasalahan ini antara lain (Juanda, 2009): 1. Ragam yang tidak konstan menyebabkan nilai varians menjadi lebih besar dari taksiran. 2. Ragam yang besar menyebabkan uji hipotesis (uji F dan uji t) menjadi kurang tepat. 3. Interval kepercayaan menjadi lebih besar akibat standar error yang besar 4. Kesimpulan yang dihasilkan dari regresi yang dilakukan tidak tepat (dapat menyesatkan) Untuk menghilangkan permasalahan ini dapat dilakukan dengan cross-section weighted regression, metode yang digunakan Generalized Least Square (GLS). 49 a. Multikolinieritas Multikolinieritas adalah hubungan linier yang kuat antar variabel independen dalam persamaan regresi berganda. Menurut Juanda (2009), tandatanda adanya multikolinieritas adalah sebagai berikut : 1. Tanda koefisien tidak sesuai dengan yang diharapkan 2. Nilai R2 tinggi, tetapi dalam uji individu banyak yang tidak nyata atau bahkan tidak nyata semua. 3. Matrix korelasi antar variabel tinggi (rij > 0,8) 4. R2 < rij menunjukkan bahwa terjadi multikoliniearitas Dampak dari adanya multikolinieritas pada suatu persamaan adalah koefisien kuadrat terkecil tidak dapat ditentukan serta varians dan kovarians dari koefisien menjadi tidak terhingga. Hubungan multikolinieritas yang hampir sempurna juga menyebabkan persamaan yang dibentuk secara statistik mempunyai standar error yang besar dan menyebabkan interval kepercayaan menjadi lebih besar. Hal ini berakibat pada nilai estimasi koefisiennya menjadi tidak tepat. d. Normalitas Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas error term dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera dengan hipotesisnya sebagai berikut: H0 : α = 0, error term terdistribusi normal H1 : α ≠ 0, error term tidak terdistribusi normal Wilayah penerimaan (Jarque Bera < X2df-2 atau probabilitas (p-value) > α sedangkan wilayah penolakannya yaitu (Jarque Bera > X2df-2 atau probabiity (p- 50 value) < α. Kenormalan data diperlukan dalam analisis regresi berganda, hal ini disebabkan metode ini merupakan salah satu metode analisis parametrik. Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi yang merata disetiap nilai Penerimaan H0 mengindikasikan bahwa data yang dianalisis tersebar normal. 2. Kriteria Statistika Terdapat beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian model regresi yang didapat secara statistik a. Uji T Nilai t-hitung digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi dari masing-masing peubah bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas (Y). Langkah-langkah pengujian signifikansi dengan statistik uji-t adalah sebagai berikut : Hipotesis : H0 : βi = 0 H1 : βi ≠ 0 Statistik Uji t hitung ; (n-k-1, tα/2) …………………………………………………..……. (3.10) dimana : βi = nilai koefisien regresi dugaan S = standar deviasi untuk bi α = taraf nyata n = jumlah pengamatan k = jumlah variabel dependent dalam model konstanta i = 1, 2, 3, …, k 51 Kriteria Uji : Jikaa t-hit ≤ tα α/2, maka terima H0, artinya variabel v inddependent yang diuji padda persamaan tersebut tidak beerpengaruh nyata terrhadap variabel dependennt. Tetapi, jika j t-hit ≥ tα/2, makaa tolak H0, artinya variiabel yang diuji pada perssaman tersebbut berpenggaruh nyata terhadap vaariabel depeendent. b. Uji F Pengujiann variabel – variabel dalam d persam maan regresi sederhanna menggun nakan uji F berrtujuan untuuk menguji signifikanssi model seecara menyyeluruh. Den ngan demikiann, apakah peubah p bebaas yang digunakan daalam persam maan data panel p secara keeseluruhan berpengaruuh nyata attau tidak terhadap t peeubah tak bebas b (Y). Langkah--langkah pengujian p uji F adaalah sebaggai berikut: Hipotesis H : H0 : β1 = β2 = βk = 0 mal ada satu u nilai βi yanng tidak sam ma dengan nol H1 : minim Staatistik Uji F : … …………………… …………………………………… …………………… …………….. (3.. 11) dim mana : R2 = koefisienn determinasi α = taraf nyaata n = jumlah pengamatan p k = jumlah variabel v deependent daalam modell tanpa konstannta i = 1, 2, 3,…, k Kriiteria Uji : F hitung h > Fα(kk,n-k-1) makaa tolak H0 52 F hiitung < Fα(kk,n-k-1) maka terima H0 Jikaa keputusann yang diperroleh adalah h tolak H0, berarti seccara keseluru uhan peubah bebas yang berada b dalaam persamaaan yang diibangun berrpengaruh nyata n l Indoneesia. Sebaliiknya, jika keputusan yang terhadap pangsa pasar rumput laut g ada diperolehh adalah terrima H0, beerarti secaraa keseluruhaan peubah bebas yang dalam moodel tidak berpengaruh b h nyata terh hadap perm mintaan eksppor rumputt laut Indonesiaa. c. Koefisien Determ minasi gunakan unntuk menguukur keragaaman Koeefisien deteerminasi atau R2 dig variabel dependentt yang daapat diteraangkan oleeh variabeel independent. Semakin besar nilaii koefisien determinassi menunjukkkan modell yang sem makin baik. Rum mus R2 adallah sebagai berikut : R2 = = .. (3.12) Dallam praktekk ekonomeetrika, peng ggunaan nillai adj-R2 llebih disaraankan daripada penggunaann R2 karenaa R2 cenderu ung untuk memberikan m n gambaran yang terlalu baaik terhadapp hasil regrresi. Hal inii terutama terjadi t saat jumlah varriabel bebas moodel cukup besar b atau mendekati m ju umlah penggamatan (Guujarati,2004 4). 3.6 Elastisitas Unttuk dapat melihat kepekaan suatu funngsi terhaddap perubahan yang terjjadi pada peubah yaang memen ngaruhinya, dapat dillihat dari nilai elastisitassnya (Gujarrati, 2003)). Elastisittas meruppakan ukurran persen ntase perubahan suatu vaariabel yang disebab bkan oleh satu perrsen perubahan variabel lainnya. Nilai N elastisittas dari perssamaan panngsa pasar seeperti : ……...………………… ……….. (3.1 13) Yt = a0 + b1X1t + b2X2t + ... + biXit + μt.…… 53 Maka, nilai elastisitas jangka pendek diperoleh dari perhitungan sebagai berikut : Esr (YtXi) = bi*(Xi/Ŷt) ……………………………………………….……… (3.14) dimana : Esr (YtXi) = elastisitas jangka pendek peubah terikat Yt terhadap peubah penjelas X1, X2, ..., Xi bi = koefisien dugaan peubah penjelas Xi Xi = rata-rata peubah penjelas Xi Ŷt = rata-rata peubah terikat Yt Kriteria Uji: 1. Apabila nilai elastisitas lebih besar dari satu (η > 1) dikatakan elastis (responsif), karena perubahan satu persen variabel independen mengakibatkan perubahan variabel dependen lebih dari satu persen. 2. Apabila nilai elastisitas antara nol dan satu (0< η <1 ) dikatakan inelastis (tidak responsif), karena perubahan satu persen variabel independen akan mengakibatkan perubahan variabel dependen kurang dari satu persen. 3. Apabila nilai elastisitasnya sama dengan nol (η = 0) dikatakan inelastis sempurna, karena perubahan satu persen variabel independen tidak membawa perubahan terhadap variabel dependen. 4. Apabila nilai elastisitas tak terhingga (η = ~) dikaatakan elastisitas sempurna, karena perubahan satu persen variabel independen menyebabkan perubahan yang tidak terbatas. 5. Apabila nilai elastisitas sama dengan satu (η=1) dikatakan unitary elastis. 54 3.7 Definisi Operasional Variabel dalam Model 1. Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia Pada Tahun Sebelumnya Volume ekspor rumput laut pada tahun ke t-1 adalah volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan pada tahun sebelumnya, baik yang berasal dari perikanan tangkap maupun budidaya perikanan dari kurun waktu 2001-2010 yang dinyatakan dalam ton. 2. Harga Ekspor Rumput Laut Indonesia di Negara Tujuan Harga ekspor rumput laut adalah harga yang diperoleh dari hasil pembagian antara nilai ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan secara keseluruhan pada periode ke-t dengan volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan pada periode yang sama. Dinyatakan dalam satuan US$/Kg. 3. Nilai Tukar Riil Nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap US$ Amerika, dinyatakan dalam /US$. Hal ini karena dalam perdagangan internasional menggunakan mata uang US$. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai tukar riil mata uang domestik negara tujuan ekspor terhadap US$ Amerika adalah : Mata uang domestik/US$ Riil)t = $ X (Indeks Umum USA)t ………………………………………………………..… (3.15) 4. GDP Perkapita GDP Perkapita dalam penelitian ini adalah GDP perkapita negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia pada tahun ke-t yang dinyatakan dalam US$. 55 5. Populasi Populasi pada tahun ke-t adalah jumlah penduduk negara tujuan ekspor pada tahun tertentu. Satuan yang digunakan adalah orang. 56 BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Profil Rumput Laut Rumput laut merupakan salah satu komoditas hasil perikanan yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan dapat diandalkan untuk membantu mempercepat tercapainya tujuan pembangunan perikanan. Indonesia yang terbentang di katulistiwa, kaya akan sinar matahari dan mineral, merupakan perairan yang subur untuk tumbuh di perairan Indonesia adalah Gracellaria, Gelidium, Eucheuma, Hypnea, Sargassum dan Turbinaria, sedangkan jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah Gracellaria Sp dan Eucheuma Sp. Jenis Eucheuma Sp dibudidayakan di perairan pantai/laut sedangkan Gracellaria Sp dibudidayakan di tambak (DKP,2008). Berdasarkan DKP (2007b) rumput laut termasuk kelompok macro algae, species rumput laut diketahui lebih dari 7000 species yang tersebar di perairan tropis maupun sub tropis salah satunya di perairan Indonesia. Sejarah perkembangan rumput laut dari pertama kali ditemukan di Indonesia adalah sebagai berikut : 1899–1900 : Sibolga Expedition dipimpin oleh Max Weber untuk mengidentifikasi jenis rumput laut yang terdapat di Indonesia 1928 : Max Weber dan Van Bose melakukan klasifikasi jenis rumput laut Indonesia 1940 : Pemasaran dan ekspor rumput laut jenis Cotonii dan Spinosum dari Makassar dan Surabaya 57 1967 : Zaneveld dari FAO melakukan identifikasi jenis rumput laut komersial yaitu Gracellaria, Gelidium, Eucheuma, Hypnea, dan Sargassum 1968 : Pertama kali rumput laut jenis Spinosum dibudidayakan di Indonesia yaitu di Kepulauan Seribu 1974 : Pertama kali rumput laut komersial yaitu rumput laut jenis Cotonii yang berasal dari Filipina dapat dibudidayakan di Indonesia 1975 : Dimulainya proyek budidaya rumput laut jenis Spinossum di Pesisir Danajon, Philipina 1976 : Dimulainya proyek budidaya Spinossum di Pulau Rio, termasuk dengan Indo Fisheries, namun hasilnya tidak berkembang sehingga proyek tidak dilanjutkan 1985 : Budidaya rumput laut Cotonii komersial dimulai di lokasi yang sama dan hasilnya sangat baik 1986-2007 : Dimulainya babak baru dalam industri rumput laut Indonesia dengan diselenggarakannya beragam acara pertemuan, seminar, maupun Symposium tentang rumput laut Menurut dua pakar rumput laut dunia – Porse dan Bixler, posisi Indonesia sebagai produsen cotonii kering tidak akan terkalahkan oleh negara lain (DKP, 2011c). Produksi cotonii kering dunia tahun 2009 sebesar 160.000 ton dengan kebutuhan pasar cotonii kering menurut Cybercolloids sekitar 200.000 ton. Artinya masih ada kekurangan produksi 4000 ton yang bisa dipenuhi oleh Indonesia. Data dari Cybecolloids menunjukkan produksi cotonii kering 58 Indonesia sebesar 87.000 ton atau 54 persen produksi cotonii kering dunia. Produksi cotonii kering masih bisa ditingkatkan karena negeri bahari ini mempunyai lokasi tanam cotonii yang masih luas untuk ekpansi, terutama di Indonesia Timur (DKP, 2011c). 4.1.1. Rumput Laut Potensial Rumput laut potensial yang dimaksud disini adalah jenis – jenis rumput laut yang sudah diketahui dapat digunakan untuk berbagai industri. Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagin. Agarofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida agaragar. Keduanya merupakan anggota kelompok rumput laut merah. Alginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida alginate. Rumput laut alginofit berasal dari kelompok rumput laut coklat (DKP, 2011c). A. Karaginofit Menurut DKP (2011b) rumput laut yang mengandung karaginan adalah dari marga Eucheuma yang terdiri dari tiga macam, yaitu iota karaginan, kappa karaginan dan lambda karaginan. Iota karaginan dihasilkan dari Eucheuma spinosum, kappa karaginan dari Euchema cotonii dan lambda karaginan dari Condrus crispus ketiga macam karaginan ini dibedakan karena sifat jeli yang terbentuk. Iota karaginan berupa jeli lembut dan fleksbel atau lunak. Kappa karaginan jeli bersifat kaku dan keras. Sedangkan lambda karaginan tidak dapat membentuk jeli, tetapi erbentuk cair yang viscous. Jenis yang potensial diantaranya E. cottonii dan E. Spinosum merupakan rumput laut yang secara luas diperdagangkan, baik untuk keperluan bahan baku industri di dalam dan luar negeri. Dari kedua jenis tersebut E.cotonii yang paling banyak dibudidayakan 59 karena permintaan pasarnya sangat besar. Jenis lainya Chondrus spp, Gigatina sp, dan Iridaea sp tidak ada di Indonesia, rumput laut subtropics. Wilayah potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma terletak perairan Nanggro Aceh Darusallam, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dll. Rumput laut Eucheuma di Indonesia umumnya tumbuh diperairan yang mempunyai terumbu karang. Ia melekat pada substrat karang mati ataupun batu gamping di daerah intertidal dan subtidal. B. Agarofit Berdasarkan data dari DKP (2011b), agarofit adalah jenis rumput laut penghasil agar. Jenis jenis rumput laut tersebut adalah Gracilaria Sp, Gelidium Spp, dan Gelidiella Spp. Agar-agar merupakan senyawa kompleks polisakarida yang dapat membentuk jeli. Kualitas agar-agar dapat ditingkatkan dengan suatu proses pemurnian yaitu membuang kandungan sulfatnya. Produk ini dikenal dengan nama agarose. Jenis dari agarofit yang potensial dan telah dikembangkan secara luas hanya GracilariaSpp. Di Indonesia, Gracilaria verrucosa umumnya dibudidayakan di tambak. Jenis ini mempunyai Thallus berwarna merah keunguan. Gracilaria verucosa dan G. gigas banyak dibudidayakan di perairan Sulawesi Selatan, Lombok Barat, Pantai Utara Pulau Jawa, dll. Sedangkan Gelidium Spp belum banyak dibudidayakan karena seluruh produksinya dihasilkan dari alam dan ditemukan hampir di seluruh perairan Indonesia. C. Alginofit Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) RI menjelaskan bahwa alginofit adalah jenis rumput laut penghasil alginate. Jenis rumput laut coklat 60 penghasil alginat adalah Sargassum Spp, Turbinaria Spp, Laminaria Spp, Ascophylum Spp, dan Macrocysis spp. Sargassum Spp dan Turbinaria Spp banyak dijumpai di perairan laut Indonesia sedangkan Laminaria, Ascophyllum dan Macrocystis banyak dijumpai di perairan sub tropis. Alginat banyak digunakan untuk industri seperti industri makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, kertas, detergen, cat, tekstil, vernis, fotografi, dll. Untuk keuthan industri di Indonesia yang saat ini terus berkembang, kebutuhan Alginat masih disuplai melalui impor dari beberapa negara seperti Perancis, Inggris, RRC, dan Jepang (DKP, 2011b). 4.2. Standar Nasional Rumput Laut Indonesia Untuk memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan pada komoditas rumput laut yang dipasarkan di dalam dan luar negeri, Departemen Kelautan dan Perikanan bersama Badan Standarisasi Nasional menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dapat memenuhi jaminan tersebut. Tabel 4.1. Standar Nasional Rumput Laut Indonesia Persyaratan Jenis Uji Satuan Eucheuma Spp a. Sensori Gracillaria Spp 7 Gelidium Spp Angka(1-9) 7 7 persen Fraksi 30-35 15-18 15-20 Minimal 30 Minimal 30 Minimal 30 Maksimal 5 Maksimal 5 Maksimal 5 Kimia Kadar air Clean Anhydrous wee persen Fraksi Fisik Benda Asing persen Fraksi Sumber: Badan Standarisasi dan Akreditasi DKP (2008) Dalam SNI rumput laut yang ditetapkan mencakup teknik sanitasi dan hygiene, syarat mutu dan keamanan pangan komoditas rumput laut kering. 61 4.3. Klaster Industri Rumput Laut Indonesia Salah satu upaya Departemen Kelautan dan Perikanan dalam mengembangkan Daerah Industri Budidaya Rumput Laut Terpadu adalah dengan Program Klaster. Klaster industri rumput laut merupakan suatu sistem usaha rumput laut dimana komponen pembentuk kawasan minapolitan berhubungan scara fungsional satu sama lain didalam satu kawasan tertentu dan dalam sistem manajemen terpadu. Konsep klaster melalui pendekatan rekayasa sosial dan tataniaga sebagai hasil dari kajian usaha pembudidaya rumput laut. Dalam satu kawasan klaster pengolahan rumput laut, terdiri dari kelompok usaha pembudidaya, penyedia sarana dan prasarana produksi, lembaga pembiayaan, unit usaha pengolahan, unit usaha ekspor dan jasa pendukung lainnya. Implementasi dari konsep ini adalah kontrol kualitas rumput laut mulai dari tingkat pembudidaya sampai dengan tingkat pemasaran dalam suatu manajemen terpadu utuk memperoleh hasil rumput laut yang berkualitas baik sesuai dengan persyaratan pengolah untuk mendapatkan kualitas karaginan yang dibutuhkan pasar. Sejak tahun 2006 DKP berinisiatif untuk mengembangkan program pengelolaan rumput laut secara terpadu dari hulu hingga hilir melalui pengembangan sistem klaster industri (Minapolitan) rumput laut. Diharapkan dari program ini dapat diperoleh peningkatan nilai tambah produk rumput laut dengan berkembangnya industri pengolahan. Pada tahun 2007 Sistem Klaster Industri (Minapolitan) Rumput Laut telah diimplementasikan di Kabupaten Sumenep (Jawa Timur), Gorontalo, dan beberapa daerah lain hingga tahun 2009 (DKP,2011c). 62 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perkembangan Ekspor Rumput Laut Indonesia di Pasar Rumput Laut Dunia Berdasarkan Tabel 4.2, pada tahun 2008, volume ekspor rumput laut Indonesia telah mencapai 99.948 ton. Apabila dibandingkan dengan volume ekspor tahun 2004 sebesar 51.011 ton, maka ekspor rumput laut selama dekade 2004 – 2008 mengalami peningkatan sebesar 19,61 persen pertahunnya. Pada tahun 2009 kebutuhan rumput laut dunia adalah sebanyak 200.000 ton/tahun Cotonii, 30.000 ton Spinossum serta 28.000 ton Chondrus, Gigartina dan lainnya. Berdasarkan analisis perdagangan dunia untuk komoditas rumput laut, secara global Jepang, Amerika Serikat, dan China membeli lebih dari 50 persen dari perdagangan dunia rumput laut dan algae lain. Indonesia merupakan pemasok utama rumput laut kering jenis Eucheuma cotonii karena sekitar 80 persen produksi rumput laut kering jenis Eucheuma cotonii Indonesia merupakan komoditi ekspor. Tabel 4.2. Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan, Tahun2004-2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Negara 2004 TOTAL(Kg 51.010.828 China 13.784.961 5.301.542 Philipina Vietnam 81.861 Hongkong 9.214.038 Korsel 1.152.000 France 1.554.550 Chili 2.360.842 Denmark 6.294.242 USA 1.749.844 U.Kingdom 395.469 Spanyol 4.716.190 Brazilia 917.000 320.628 Malaysia 2005 69.264.256 24.926.415 8.060.284 364.949 8.384.605 5.142.814 2.918.973 1.696.737 3.754.053 1.064.750 831.636 4.735.984 1.542.899 142.710 2006 95.588.055 35.834.441 11.145.030 4.135.009 15.673.859 3.842.918 603.800 2.841.939 2.125.044 5.750.878 848.179 4.430.991 1.258.884 1.235.295 2007 2008 Pertumbuhan 94.073.398 99.948.576 19,61 23.318.145 43.620.103 44,18 10.878.315 17.908.449 38,13 10.140.303 8.252.129 376,37 20.890.153 7.070.165 11,26 5.421.272 5.613.115 91,44 2.191.839 3.182.022 78,56 3.498.999 2.323.091 7,22 2.098.109 1.868.980 23,98 2.453.907 1.512.607 76,32 670.500 1.305.900 46,52 4.492.961 1.269.254 19,09 1.600.000 1.200.000 12,99 1.091.045 1.167.990 176,37 Sumber : Statistik Ekspor Hasil Perikanan, Ditjenkan Budidaya (2008) 63 Pada Tabel 4.2, diantara 13 negara yang menjadi negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia, terlihat bahwa volume ekspor ke negara Vietnam, Malaysia, Korea Selatan, dan France mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi. Volume ekspor rumput laut ke Vietnam mengalami pertumbuhan sebesar 376,37 persen pertahunnya, yaitu dari 81 ton tahun 2004 meningkat menjadi 8.252 ton pada tahun 2008. Hal serupa juga terjadi pada negara Malaysia, dimana terjadi peningkatan volume ekspor dari 320 ton di tahun 2004 menjadi 1.16 ton di tahun 2008 atau mengalami peningkatan sebesar 176,37 persen pertahun. Sebaliknya terjadi penurunan volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara Denmark dan Spanyol masing – masing sebesar 23,98 persen dan 19,9 persen pertahunnya. Hal yang menarik adalah dilakukannya terobosan ekspor ke negara Vietnam sebesar 82 ton pada tahun 2004 dengan harga rata-rata yang relatif tinggi sebesar USD 5,94 per kg sehingga diperoleh devisa sebesar USD 0,486 juta. Besarnya perolehan devisa dari hasil ekspor rumput laut kering selama tahun 2008 telah mencapai USD 110,15 juta. Jika dibandingkan dengan perolehan devisa negara tahun 2004 sebesar USD 25,29 juta maka terjadi peningkatan sebesar 46,88 persen pertahunnya. 5.1.1. Perkembangan Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China Pada Gambar 4.1 dan 4.2, perkembangan ekspor rumput laut Indonesia ke China dalam sepuluh tahun terakhir memang cukup fluktuatif, namun dengan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2001, China mengimpor sekitar 1.603 ton rumput laut Indonesia dengan nilai ekspornya mencapai 452.000 US$. Jumlah tersebut meningkat di tahun 2002 hingga mencapai 4.187 ton dengan nilai 2.553.000 US$. Di tahun 2003 ekspor ke China sebesar 9.337 ton dengan nilai 64 ekspor seebesar 3.1339.000 US$$. Ekspor rumput r lautt Indonesia ke China tidak selalu meeningkat settiap tahunnyya. Di tahun n 2007 eksppor rumput llaut Indonessia ke China meengalami penurunan p m menjadi 23..318 ton daari tahun seebelumnya yang mencapaii 35.834 tonn. Kenaikann rata-rata ekspor e rumpput laut Inddonesia ke China C dari tahunn 2006-20100 sebesar 277,65 persen n. 80000 60000 40000 20000 0 2001 200 02 2003 20 004 2005 2006 2007 7 2008 200 09 2010 Volume Ekspor(ton) Gambar 4.1. Perkem mbangan Volume V Ek kspor Rump put Laut In ndonesia kee China, 2001-20100 80000 60000 40000 20000 0 2001 200 02 2003 20 004 2005 2006 2007 7 2008 200 09 2010 US$ 1.000) Nilai Ekspor(U mbangan Nilai N Ekspo or Rumput Laut Indoonesia ke China, Gambar 4.2. Perkem 2001-22010 R Laut Indoneesia ke Hon ngkong 5.1.2. Perrkembangaan Ekspor Rumput Dari Gambarr 4.3 dan 4..4, perkemb bangan eksppor rumput laut yang teerjadi dari Indoonesia ke negara n Honngkong adallah salah satu s yang ssangat flukttuatif, dimana kenaikan k ratta-rata dari tahun t 2006--2010 sekitar 13,71 peersen. Pada tahun t 2001 eksppor rumput laut Indoneesia ke Hon ngkong cukuup besar yakkni sekitar 7.809 7 65 ton dengan nilai ekkspor mencapai 3.451..000 US$. Di tahun 22002, ekspo ornya m darri tahun seebelumnya, yakni sekiitar 7.164 tton dengan nilai sedikit menurun ekspor 2..103.000 US$. U Perubaahan yang paling p mennarik adalahh di tahun 2008, 2 yakni terjjadi penurunnan yang cuukup signiffikan dari taahun 2007 yyang sebelum mnya sebesar 20.890 2 ton atau a mencappai 8.037.00 00 US$ meenjadi 2.8355 ton atau seekitar 2.018.0000 US$. 25000 20000 15000 10000 5000 0 2001 200 02 2003 2 2004 2005 2006 200 07 2008 2 2009 2010 Volume Ekkspor(ton) Gambar 4.3. Perkembangan Volume Ekspor E Ru umput Lau ut Indonesiia ke Honggkong, 20001-2010 10000 5000 0 2001 200 02 2003 2 2004 2005 2006 200 07 2008 2 2009 2010 Nilai Ekspor((US$ 1.000) Gambar 4.4. Perk kembangan n Nilai Ek kspor Rum mput Lautt Indonesiia ke Honggkong, 2001-2010 2 R Laut Indoneesia ke Jepaang 5.1.3. Perrkembangaan Ekspor Rumput Ekkspor rumpput laut Indoonesia ke Jeepang jumlaahnya mem mang tidak begitu b besar, namun n mam mpu mengghasilkan nilai n ekspoor yang ttinggi sehingga menjadikkan Jepang sebagai s salaah satu tuju uan ekspor rumput r lautt Indonesia yang 66 potensial. Berdasarkkan Gambbar 4.5 dan n 4.6, padda tahun 22001, Indo onesia r lautt atau menncapai nilaii ekspor seebesar mengeksppor sekitar 188 ton rumput 2.697.0000 US. Di taahun 2002 jumlahnya sedikit s mennurun menjaadi hanya seekitar 179 ton dengan d nilaai ekspor 2.005.000 US S$. Di tahuun 2003 terjjadi pening gkatan ekspor ruumput laut Indonesia ke Jepang dengan voolume ekspor 392 ton n atau 2.258.0000 US$. Pennurunan voolume ekspo or yang cuukup besar terjadi di tahun t 2008, dim mana hanya sekitar volume eksporrnya 94 ton namun denngan nilai ek kspor yang tetaap tinggi yaitu 2.946.0000 US$. Vo olume ekspor tersebut menurun drastis d dari tahunn 2007 sebesar 604 toon atau dihaargai sekitarr 4.090.0000 US$. Ken naikan rata-rata ekspor e rumpput laut Inddonesia ke Jepang padaa tahun 20066-2010 men ncapai 21,01 perrsen dan padda tahun 2009-2010 seb besar 15,988 persen. 800 600 400 200 0 2001 2002 2003 20 004 2005 2006 200 07 2008 2009 2010 0 Volume Ekkspor(ton) Gambar 4.5. Perkembangan Volume Ekspor E Ru umput Lau ut Indonesiia ke Jepan ng, 2001-20010 5000 4000 3000 2000 1000 0 2001 2002 2 2003 2 2004 2005 2006 200 07 2008 2009 2010 0 Nilai Eksporr(US$ 1.000) Gambar 4.6. Perk kembangan n Nilai Ek kspor Rum mput Lautt Indonesiia ke Jepan ng, 2001-20010 67 5.1.4. Perrkembangaan Ekspor Rumput Laut Indoneesia ke Ameerika Serik kat Seecara globaal Amerika Serikat ad dalah salah satu negaraa yang mem mbeli kurang leebih 50 peersen dari perdagangaan rumput laut duniaa dan Indo onesia menjadi negara yanng menjadi pemasok utama u kareena 80 perssen produk ksinya merupakaan produk ekspor. e 8000 6000 4000 2000 0 2001 2002 2 2003 2 2004 2005 2006 200 07 2008 2009 2010 0 Volume Ekkspor(ton) Gambar 4.7. Perkembangan Volume Ekspor E Ru umput Lau ut Indonesiia ke 10 Amerrika Serikaat, 2001-201 5000 4000 3000 2000 1000 0 2001 2002 2 2003 2 2004 2005 2006 200 07 2008 2009 2010 0 Nilai Eksporr(US$ 1.000) Gambar 4.8. Perk kembangan n Nilai Ek kspor Rum mput Lautt Indonesiia ke Amerrika Serikaat, 2001-201 10 Dari Gam mbar 4.7 daan 4.8, padaa tahun 200 01 Amerika serikat mengekspor seekitar 1.662 tonn rumput lauut Indonesiaa dengan nillai ekspor 821.000 8 US$$. Di tahun 2002 Amerika Serikat meeningkatkann volume ek kspornya menjadi m 1.8004 ton dan n nilai S$. Kenaikaan volume ekspor e terbesar terjadi pada ekspornya sekitar 1.077.000 US 68 tahun 2006 yaitu meningkat 4.686 ton dari 1.065 ton (1.296.000 US$) di tahun 2005 menjadi 5.751 ton dengan nilai ekspor 3.843.000 US$. Sama seperti negara tujuan ekspor lainnya, ekspor ke negara Amerika Serikat menurun di tahun 2008 yaitu dari 2.454 ton (3.017.000 US$) menjadi hanya 414 ton dengan nilai ekspornya 2.563.000 US$ 5.2. Hasil Estimasi Faktor-faktor Yang Memengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia 5.2.1. Pengujian Kesesuaian Model Pengujian kesesuaian model ini dilakukan dengan menggunakan Uji Chow, dimana hipotesa yang digunakan adalah: H0 : model Pooled Least Square H1 : model Fixed Effect Jika hasil dari Uji Chow signifikan, yaitu probabilitas < taraf nyata 5 persen maka tolak H0, artinya model yang digunakan adalah Fixed Effect Model. Tabel 5.1. Tabel Uji Chow Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-Section F 9,891900 (3,31) 0.0001 Hasil dari Uji Chow pada tabel 5.1 di atas menunjukkan nilai probabilitas (0.0000) < taraf nyata (5 persen) yang berarti tolah H0, artinya model yang digunakan adalah Fixed Effect Model. 5.2.2. Pengujian Kriteria Ekonometrika Menurut Gujarati (2004), untuk memperoleh model yang baik harus memenuhi asumsi regresi klasik yakni model harus terbebas dari masalahmasalah dalam regresi yaitu heteroskedastisitas, multikolinearitas,autokorelasi, 69 dan normalitas. Untuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas, diberikan perlakuan Generalized Least Square (GLS) dan membandingkan Sum Squared Resid pada Weighted Statistic dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistic. Oleh karena model fixed effect yang digunakan telah diberi perlakuan GLS dengan cross-section weights maka asumsi adanya heteroskedastisitas dapat dihilangkan Kemudian untuk melihat ada atau tidaknya autokorelasi dalam model yang diuji dapat dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson (DW) statistik, yaitu dengan membandingkan nilai DW sebelum diberi bobot dan nilai DW setelah diberi bobot. Apabila nilai DW sebelum diberi bobot lebih kecil daripada nilai DW setelah diberi bobot maka asumsi adanya masalah autokorelasi dapat diabaikan. Dari hasil regresi diperoleh nilai DW sebelum diberi bobot adalah 1,98 dan nilai DW setelah diberi bobot sebesar 2,33 yang berarti nilai DW sebelum diberi bobot lebih kecil daripada nilai DW setelah diberi bobot. Oleh karena itu maka asumsi adanya masalah autokorelasi pada model yang diuji dapat diabaikan atau yang berarti model terbebas dari masalah autokorelasi. Selanjutnya untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai probabilitas t-statistik dan nilai probabilitas F-statistik. Dari hasil regresi yang dilakukan semua variabel bebas yang diuji signifikan pada taraf nyata lima persen, sedangkan nilai probabilitas F-statistik signifikan pada taraf nyata sepuluh persen. Dari hasil regresi yang didapat maka model terbebas dari asumsi adanya masalah multikolinearitas. Uji normalitas dilakukan untuk mendeteksi apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak yang dapat dilihat dari nilai probabilitas Jarque Bera 70 yang lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen. Dari hasil estimasi diketahui nilai probabilitas Jarque Bera sebesar 0,30 sehingga dapat disimpulkan bahwa error dalam model telah terdistribusi secara normal. Tabel 5.2. Hasil Analisis Regresi Model Ekspor Rumput Laut Indonesia dengan menggunakan Fixed Effect Model Variabel XRL PX POP NT GDP C R-squared Adjusted R-squared S,E, of regression F-statistic Prob(F-statistic) R-squared Sum squared resid Coefficient Std, Error t-Statistic 0,320683 0,065837 4,870847 -0,568417 0,072417 -7,849210 0,311295 5,055678 0,061573 3,805591 0,934849 4,070807 2,166772 0,469939 4,610753 -31,41768 88,05835 -0,356783 Weighted Statistics 0,981576 Mean dependent var 0,976821 S,D, dependent var 1,125402 Sum squared resid 206,4447 Durbin-Watson stat 0,000000 Unweighted Statistics 0,939671 Mean dependent var 7,606949 Durbin-Watson stat Prob, 0,0000 0,0000 0,9513 0,0003 0,0001 0,7237 24,24103 10,59408 39,26241 2,335524 8,234193 1,980812 5.2.3. Pengujian Kriteria Statistik a. Uji F Uji F statistik digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independennya secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap variabel dependennya pada tingkat kepercayaan 95 persen atau pada taraf nyata ( ) lima persen. Nilai probabilitas F statistic harus lebih kecil dari taraf nyatanya sehingga dapat diindikasikan bahwa setidaknya ada satu variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variable dependennya. Berdasarkan Tabel 5.1 nilai probabilitas F statistic memiliki nilai 0,0000 yang lebih kecil dari taraf nyatanya (5 persen) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya. 71 b. Uji-t Uji-t statistik digunakan untuk mengetahui apakah koefisien masing – masing variabel independen secara individu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya. Pada persamaan model yang digunakan ditunjukkan bahwa variabel independen yakni harga ekspor rumput laut Indonesia, nilai tukar di negara importir, GDP per kapita negara importir, dan ekspor rumput laut Indonesia pada tahun sebelumnya memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari taraf nyata lima persen, Hal ini berarti bahwa variabel independen tersebut secara individu berpengaruh signifikan terhadap ekspor rumput laut Indonesia. Sedangkan variabel populasi penduduk negara importir memiliki probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata lima persen sehingga variabel tersebut tidak memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia secara signifikan. c. Koefisien Determinasi (R2) Pada persamaan regresi untuk ekspor rumput laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat didapatkan nilai R-squared sebesar 0,9815. Nilai ini menunjukkan bahwa 98,15 persen perubahan ekspor rumput laut Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel bebas (volume ekpor rumput laut Indonesia pada tahun sebelumnya, harga ekspor rumput laut Indonesia, nilai tukar di negara importir, GDP per kapita negara importir, dan populasi penduduk negara importir), sedangkan sisanya 1,85 persen dijelaskan oleh faktor-faktor diluar model. 72 5.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat Berdasarkan estimasi dan pengujian asumsi regresi klasik terhadap model fixed effect, maka dapat disimpulkan bahwa model tersebut layak untuk digunakan. Berdasarkan hasil estimasi model data panel dengan menggunakan fixed effect dan setelah melalui serangkaian uji, model terbaik yang diperoleh dengan hasil estimasi adah sebagai berikut : LnXRLit = 0,32LNXRLit-1 - 0,56LNPXit + 3,8LNNTit + 2,16LNGDPit + 0,31LNPOPit – 31,41+ μit Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel yang signifikan memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke negara China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat pada periode 2001 – 2010 adalah harga ekspor rumput laut Indonesia (LNPX), nilai tukar (LNNT), GDP per kapita negara importir (LNGDP), dan volume ekspor rumput laut Indonesia pada tahun sebelumnya (XRL), sedangkan variabel populasi penduduk negara importir (LNPOP) tidak memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia. 5.3.1. Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia Pada Tahun Sebelumnya Dalam hipotesis penelitian yang telah dikemukakan, volume ekspor rumput laut Indonesia pada tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap ekspor artinya peningkatan volume ekspor rumput laut Indonesia pada tahun sebelumnya akan meningkatkan permintaan ekspor rumput laut Indonesia. Hal tersebut sesuai dari hasil regresi, yaitu sebesar 0,32 yang artinya setiap kenaikan satu persen dari volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat pada tahun sebelumnya 73 akan meningkatkan ekspor di tahun bersangkutan sebesar 0,32 persen. Nilai probabilitasnya pun menunjukkan hasil yang signifikan pada taraf nyata lima persen sehingga volume ekspor rumput laut Indonesia pada tahun sebelumnya memengaruhi ekspor secara signifikan. Hal ini terjadi karena kemungkinan ketika negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia memutuskan untuk melakukan impor akan melihat data jumlah impor rumput laut Indonesia di tahun sebelumnya. 5.3.2. Harga Ekspor Rumput Laut Indonesia Dalam teori permintaan ekspor dinyatakan bahwa jika harga suatu barang meningkat maka hal tersebut akan menyebabkan jumlah barang yang diminta akan turun. Dari hasil regresi diketahui bahwa variabel harga ekspor bersifat inelastis dikarenakan koefisiennya bernilai negatif sebesar 0,56. Hasil tersebut berarti jika harga ekspor rumput laut Indonesia meningkat sebesar satu persen maka akan menurunkan volume ekspor rumput laut Indonesia sebesar 0,56 persen dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang dikemukakan bahwa harga ekspor rumput laut Indonesia memiliki hubungan negatif terhadap volume ekspor. Dari hasil regresi juga diketahui bahwa variabel harga ekspor memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia secara signifikan pada taraf nyata lima persen karena nilai probabilitasnya (0,0000) lebih kecil dari pvalue (0,005). Nilai koefisien yang negatif ini menunjukkan bahwa harga ekspor rumput laut Indonesia merupakan salah satu hambatan atau faktor yang memengaruhi besar atau kecilnya ekspor rumput laut Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor, terutama China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat. 74 5.3.3. Nilai Tukar Riil Negara Importir Dalam hipotesis telah dikemukakan bahwa nilai tukar riil negara tujuan ekspor memiliki hubungan positf, artinya jika nilai tukar riil tinggi maka akan menyebabkan volume ekspor rumput laut Indonesia meningkat Nilai tukar riil yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar domestik negara tujuan ekspor terhadap mata uang dollar Amerika Serikat, karena sebagian besar negara di dunia menggunakan dan menerima dollar Amerika Serikat sebagai alat pembayaran pada transaksi perdagangan internasional. Dari hasil regresi diperoleh hasil variabel nilai tukar riil bernilai positif sebesar 3,8 yang artinya jika nilai tukar riil domestik negara importir terhadap US$ meningkat sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume ekspor rumput laut Indonesia sebesar 3,8 persen dengan asumsi cateris paribus. Probabilitas variabel nilai tukar riil sebesar 0,000 membuktikan bahwa nilai tukar riil memengaruhi volume ekspor rumput laut Indonesia secara signifikan pada taraf nyata lima persen. Jika nilai tukar riil di negara tujuan ekspor seperti China, Hongkong, dan Jepang) tinggi maka harga barang – barang luar negeri akan lebih murah daripada harga barang-barang di negara tersebut, sehingga penduduk negara tersebut akan lebih memilih menggunakan produk dari luar negeri. Hal inilah yang menyebabkan volume ekspor rumput laut Indonesia meningkat di negara-negara tujuan ekspor tersebut meningkat. 5.3.4. GDP perkapita Negara Importir GDP per kapita menjelaskan tentang ukuran daya beli masyarakat terhadap suatu barang dan jasa. Dari hasil estimasi diperoleh elastisitas GDP per kapita negara importir sebesar 2,16 yang menunjukkan bahwa jika GDP negara 75 importir meningkat sebesar satu persen maka ekspor rumput laut Indonesia ke negara tersebut akan meningkat sebesar 2,16 persen, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang dikemukakan bahwa GDP per kapita negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Indonesia. Dari hasil estimasi juga diketahui bahwa GDP per kapita berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen, yang berarti GDP per kapita negara-negara tujuan ekspor yaitu China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat memiliki pengaruh yang signifikan dalam memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia. 5.3.5. Populasi Penduduk Negara Importir Populasi penduduk negara importir akan memberikan pengaruh positif terhadap ekspor suatu barang. Hal ini disebabkan karena dari setiap penambahan penduduk negara tujuan ekspor maka akan diikuti oleh penambahan barang yang dikonsumsi, sehingga apabila negara tersebut tidak dapat memenuhi konsumsi seluruh penduduknya maka negara tersebut akan melakukan impor dari negara lain. Dalam hipotesis dikemukakan bahwa populasi penduduk di negara China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia memiliki keterkaitan positif, artinya semakin besar jumlah penduduk di negara tersebut maka akan meningkatkan ekspor rumput laut Indonesia ke negara-negara tersebut. Berdasarkan hasil regresi data panel menggunakan model yang telah diuji diperoleh nilai koefisien variabel populasi sebesar 0,31. Hal ini berarti apabila penduduk negara importir bertambah satu persen maka akan meningkatkan ekspor rumput laut Indonesia ke negara tersebut sebesar 0,31 persen, cateris paribus. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan, namun 76 variabel populasi tidak berpengaruh nyata terhadap ekspor rumput laut Indonesia karena nilai p-value (0,0005) lebih besar dari taraf nyata lima persen (0,95). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa populasi bukanlah faktor yang memengaruhi naik atau turunnya jumlah ekspor rumput laut Indonesia secara signifikan ke negara China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat. 5.4. Rekomendasi Kebijakan Bagi Pemerintah Untuk Meningkatkan Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia dan Tingkat Kesejahteraan Petani Rumput Laut Indonesia Berdasarkan hasil analisis terkait faktor – faktor yang memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke negara China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat maka dapat dirumuskan sebuah kebijakan yang nantinya diharapkan mampu menyelesaikan berbagai persoalan terkait ekspor rumput laut Indonesia termasuk peningkatan kesejahteraan petani rumput laut Indonesia. Dari faktorfaktor yang ada, terdapat variabel dimana pemerintah tidak mampu melakukan intervensi atau membuat kebijakan yang dapat merubah volume atau nilai ekspor rumput laut Indonesia, antara lain variabel GDP per kapita negara importir dan populasi penduduk negara importir. Pemerintah dapat merumuskan suatu kebijakan melalui variabel harga ekspor, volume ekspor sebelumnya, dan nilai tukar. Agar dapat terus meningkatkan volume ekspor rumput lautnya, Indonesia perlu menjaga dan meningkatkan kualitas rumput laut yang diproduksi dalam negeri. Peningkatan kualitas tersebut merupakan suatu kewajiban untuk dapat bersaing dengan negara pengekspor lainnya, seperti China dan Filipina. Peningkatan kualitas yang ada dapat dilaksanakan jika Pemerintah secara berkala mampu memberikan pelatihan dan pendidikan terkait proses budidaya rumput laut yang baik agar petani rumput laut yang selama ini ala kadarnya dalam 77 membudidaya dapat mengoptimalkan produksinya. Selain itu pemerintah juga perlu memberikan kemudahan akses bagi para petani rumput laut, baik pada saat proses pembibitan, panen, pemasaran, dll agar proses budidaya yang ada lebih efektif dan efisien sehingga meminimalkan biaya produksi. Apabila rumput laut Indonesia memenuhi standar kualitas yang ada dan dihasilkan dengan biaya produksi rendah maka rumput laut Indonesia dapat bersaing dari sisi harga dengan negara pengekspor lainnya dengan kualitas yang tetap terjaga. Selain itu untuk menjaga volume ekspor rumput laut Indonesia tetap pada kisaran yang menguntungkan, pemerintah perlu mengadakan komunikasi politik secara aktif dengan negara-negara tujuan ekspor yang memberlakukan hambatan non tarif terhadap rumput laut Indonesia, contohnya negara Chili. Sejak awal 2012 Chili memberlakukan peraturan yakni hanya akan mengimpor rumput laut Indonesia yang dihasilkan dari proses budidaya saja dan bukan yang berasal dari perikanan tangkap. Hal tersebut dilakukan Chili dengan alasan untuk menjaga ekosistem laut dan mendukung kelestarian lingkungkan. Peraturan tersebut membuat Indonesia perlu mencari strategi yang tepat karena produksi rumput laut Indonesia tidak semua berasal dari budidaya. Hal lain dilakukan oleh negara China yang mengharuskan petani rumput laut Indonesia memiliki surat kelayakan untuk melakukan ekspor rumput laut ke negara nya. Kedua hal tersebut perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah selaku penyelenggara negara agar dampaknya tidak sampai merusak peta ekspor rumput laut Indonesia. Pemerintah melalui instansi terkait juga perlu melakukan intervensi dalam pengelolaan valuta asing untuk tetap menjaga nilai tukar rupiah stabil karena nilai tukar riil negara importir berpengaruh nyata terhadap volume ekspor rumput 78 laut Indonesia. Ketika nilai tukar negara importir apresiasi maka untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia perlu menjual cadangan mata uang asing yang bersangkutan di pasar valuta asing. 79 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi ekspor komoditi rumput laut Indonesia ke negara China, Hongkong, Jepang dan Amerika Serikat pada tahun 2001 hingga 2010 diperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya: 1. Volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China, Jepang, dan Amerika Serikat memiliki tren yang terus meningkat dari tahun 2001 hingga 2010 walaupun nilainya masih berfluktuasi. 2. Hasil analisis model menunjukkan bahwa dari variabel yang diuji terdapat empat variabel yang menunjukkan hasil yang signifikan pada taraf nyata lima persen dan satu variabel tidak signifikan pada taraf nyata lima persen. Variabel yang berpengaruh secara nyata adalah volume ekspor rumput laut Indonesia pada tahun sebelumnya, harga rumput laut Indonesia, nilai tukar riil, dan GDP per kapita negara importir. Sedangkan variabel yang tidak memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke negara China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat adalah variabel populasi penduduk negara tujuan ekspor. Seluruh variabel yang diujikan sesuai dengan hipotesis yang dikemukakan yakni volume ekspor rumput laut Indonsia pada tahun sebelumnya, nilai tukar riil, populasi penduduk negara importir, dan GDP perkapita negara importir berpengaruh positif terhadap ekspor 80 rumput laut Indonesia sedangkan variabel harga ekspor rumput laut Indonesia berpengaruh negatif terhadap ekspor rumput laut Indonesia ke negara China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat 6.2 Saran Dari penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat digunakan untuk rekomendasi kebijakan, diantaranya : 1. Dibutuhkan intervensi dalam pengelolaan valuta asing oleh Bank Indonesia untuk tetap menjaga nilai tukar rupiah stabil karena nilai tukar riil negara importir berpengaruh nyata terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia. 2. Pemerintah perlu menstimulus industri rumput laut Indonesia dengan cara secara berkala melakukan audiensi aktif dengan para produsen rumput laut Indonesia untuk tetap menjaga produktivitas dan kualitas dari rumput laut yang dihasilkan. Pemerintah melalui institusi terkait juga harus mampu melakukan negosiasi dengan negara-negara pengimpor agar tidak terjadi politik-politik yang dapat melemahkan posisi Indonesia dalam pasar rumput laut dunia. 3. Dalam penelitian ini masih terdapat faktor-faktor yang belum dianalisis terkait dengan ekspor rumput laut Indonesia seperti variabel harga ekspor rumput laut negara pesaing, variabel konsumsi rumput laut domestik, dan variabel luas lahan produksi rumput laut Indonesia. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menambahkan variabel-variabel tersebut agar dapat mengendalikan variabel-variabel tersebut dan merumuskan kebijakan yang tepat. 81 DAFTAR PUSTAKA Andayani, S. 2011. Analisis Faktor yang Memengaruhi Penawaran Ekspor Rumput Laut Indonesia. [Skripsi]. Program Studi Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Ekspor Indonesia. BPS. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Ekspor Indonesia. BPS. Jakarta BI. 2011. Pola Pembiayaan UsahaKecil : Budidaya Rumput Laut (Metode Tal Letak Dasar). Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM. Bank Indonesia. Jakarta. DKP. 2007a. Budidaya Rumput Laut (Euchema Cottonii). Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. DKP. 2007b. Rumput Laut. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. DKP. 2007c. Investasi Usaha Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Hasil Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. DKP. 2008. Statistik Perikanan Indonesia. 2008. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. DKP. 2011a. Peluang Usaha dan Investasi Industi Rumput Laut di Indonesia. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. DKP. 2011b. Profil Peluang Usaha dan Investasi Rumput Laut edisi I. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. DKP. 2011c. Profil Peluang Usaha dan Investasi Rumput Laut edisi II. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Pemodelan dan Peramalan . IPB Press, Bogor. Oktaviani, R dan Tanti. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. IPB Press, Bogor. 82 Rajagukguk, M. 2009. Analisis Daya Saing Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional. [Skripsi]. Program Studi Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.Bogor. Risman, A. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia. [Skripsi]. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sulaeman, S. 2006. Pengembangan Agribisnis Komoditi Rumput Laut Melalui Model Klaster Bisnis. Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Jakarta. Yusuf, Risna. 2006. Analisis Potensi Pasar Rumput Laut di Indonesia. Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Vol.1 No. 1, p 101-110 Wirawan, A. 2007. Model Permintaan Rumput Laut Indonesia di Pasar Jepang. [Skripsi]. Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan- Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 83 LAMPIRAN 84 Lampiran 1. Daerah Penyebaran Rumput Laut di Indonesia Jenis CHOLORPHYCEAE 1 Caulerpa racemosa Caulerpa 2 sertularioides 3 Caulerpa serrulata 4 Caulerpa peltata 5 Ulva reticulata 6 Ulca lactula 7 Codium tomentosum 8 Chaetomorpha crasa Lokasi Kep. Seribu, Jawa Tengah, Lombok, NTT, Maluku Kep. Seribu, Jawa Tengah, Maluku, Sumba, Sumatera Utara, P. Komodo Kep. Seribu, Kep. Tukang Besi, Jawa Tengah, Timor, Maluku, Irian Bangka, Sulawesi, Kep. Seribu, Bone P. Komodo, Kep. Seribu, Jawa Tengah, Kep. Take Bone Rate P. Sulu, P. Kei, Sulawesi, Jawa Tengah, Lombok, Sumba, Banda Sulawesi, Lombok, Maluku Maluku PHAEOPHYCEAE 1 Dictyota dichotoma 2 Hormophysa sp. Hydroclathus 3 clathatus 4 Padina australis 5 Sargassum siliquosum 6 Turbinaria conoides Kep. Seribu, Sulawesi, Kep. Kangean, Bali, P. Komodo Sumatera Utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Timor, Sumbawa, Kep. Seribu Jawa, Sumatera, Ambon, Sumba, Sulawesi, Kep. Seribu Jawa, Sulawesi, P. Kei, Sumatera Utara, Lombok, Aru, Irian Jawa, Sumatera, Sulawesi, Irian, Maluku, Flores 85 Lampiran 2. Daerah Penyebaran Rumput Laut di Indonesia (Lanjutan) Jenis Lokasi RHODOPHYCEAE 1 Acanthophora sp. Kep. Kangean, Lombok, Sumatera Utara, Kep. Seribu, Dobo, Bawean 2 Corallposis minor Bali 3 Euchema cottonii Bali, Maluku, Sulawesi Tengah, Selat Alas, Sumba 4 Euchema edule Kep. Seribu, Jawa Tengah, Bali, Madura, Sumatera Utara, Riau, Sulawesi, Maluku, Lombok, P. Komodo 5 Euchema muricatum Seram, P. Komodo, Bali, Sulawesi, Kep. Seribu 6 Euchema spinosu Sumatera Utara, Riau, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Kep. Seribu, Maluku, Jawa Tengah, Bali, NTT, NTB 7 Euchema striatum Kep. Seribu 8 Gelidiopsis rigida Lingga 9 Gelidium sp. Jawa, Ambon, Riau, Sumatera Utara, Bali, NTB, NTT 10 Gracillaria coronopifolia Sumatera Utara, Jawa Tengah 11 Gracillaria lichenoides Bangka, Maluku, NTB 12 Gracillaria sp. Pantai Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Kep. Seribu, Kep. Tukang Besi, Bali, NTT 13 Gracillaria taenoides Bangka 14 Gymnogongrus javanicus Bangka 15 Hypnea cerviorni Riau, Jawa Tengah, NTT, Maluku, Bali 16 Hypnea sp. Kalimantan, Jawa, Bali, Maluku, NTT, NTB 17 Sarcodia montegneana Lombok 86 Lampiran 3. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Fixed Effect Dependent Variable: XRL Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 09/27/12 Time: 23:37 Sample: 2001 2010 Periods included: 10 Cross-sections included: 4 Total panel (balanced) observations: 40 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient XRLT PX POP NT GDP C 0.320683 -0.568417 0.311295 3.805591 2.166772 -31.41768 Std. Error t-Statistic 0.065837 4.870847 0.072417 -7.849210 5.055678 0.061573 0.934849 4.070807 0.469939 4.610753 88.05835 -0.356783 Prob. 0.0000 0.0000 0.9513 0.0003 0.0001 0.7237 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) 0.981576 0.976821 1.125402 206.4447 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat 24.24103 10.59408 39.26241 2.335524 Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid 0.939671 7.606949 Mean dependent var Durbin-Watson stat 8.234193 1.980812 87 Lampiran 4. Chow Test Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 9,981900 (3,31) 0.0001 88 Lampiran 5. Uji Normalitas 7 Series: Standardized Residuals Sample 2001 2010 Observations 40 6 5 4 3 2 1 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 3.55e-16 0.172468 1.964003 -2.204325 1.003359 -0.561631 2.600214 Jarque-Bera Probability 2.369244 0.305862 30 40 0 -2 -1 0 1 2 2 1 0 -1 -2 -3 5 10 15 20 25 StandardizedResiduals 35