ABSTRAK PENERAPAN PENGGABUNGAN GANTI KERUGIAN DALAM PERKARA PIDANA YANG DIAJUKAN OLEH KORBAN TINDAK PIDANA DIKAITKAN DENGAN UNDANG - UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Agy Afryzal Y.F. 110111100192 Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung tidak ada yang mengajukan penggabungan ganti kerugian. Baik itu diajukan oleh korban tindak pidana lalu lintas maupun korban tindak pidana lainnya, padahal sarana penggabungan ganti kerugian telah diatur di dalam Pasal 98 KUHAP. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor - faktor mengenai tidak adanya korban tindak pidana lalu lintas yang mengajukan penggabungan ganti kerugian dan penerapan penggabungan ganti kerugian yang diajukan korban tindak pidana lalu lintas sesuai dengan yang diamanatkan KUHAP. Penelitian ini, menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analistis. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan berupa kepustakaan dengan menganalisa Pasal 98 - 101 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, serta data yang diperoleh melalui wawancara dengan para pihak yang terkait. Berdasarkan dari hasil penelitian, Faktor - faktor penyebab tidak adanya pengajuan penggabungan ganti kerugian yang diajukan oleh korban tindak pidana lalu lintas di wilayah hukum PN Kelas IA Bandung ialah faktor masyarakat dan faktor aparat penegak hukum. Penerapan penggabungan ganti kerugian bagi korban tindak pidana lalu lintas telah sesuai dengan UU No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Dari kasus yang terjadi, bahwa korban tindak pidana lalu lintas mengajukan penggabungan ganti kerugian, selambat - lambatnya pada saat jaksa penuntut umum mengajukan tuntutan pidananya, dan hakim di wilayah PN Klaten telah keliru di dalam memeriksa pengajuan penggabungan ganti kerugian karena telah mengabaikan alat bukti yang diajukan oleh pihak korban. iv