anaalisis pe de fakul in engaru nila eparte ltas ek

advertisement
ANA
ALISIS PE
ENGARU
UH CAPIT
TAL INFL
LOW TER
RHADAP
P
NILA
AI TUKAR
R RUPIA
AH
OLEH
H
AG
GUNG PRA
ADITYA
H14080044
DE
EPARTE
EMEN ILM
MU EKO
ONOMI
FAKUL
LTAS EK
KONOMI DAN MA
ANAJEM
MEN
IN
NSTITUT
T PERTA
ANIAN BO
OGOR
2012
2
RINGKASAN
AGUNG PRADITYA. Analisis Pengaruh Capital Inflow Terhadap Nilai Tukar
Rupiah (dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM).
Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang
sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri
maupun di tingkat dunia internasional. Semakin terintegrasinya berbagai aspek
perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia mengakibatkan
terjadinya peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar
negara. Adanya aliran modal masuk asing ini secara tidak langsung dapat
menggerakkan perkembangan sektor keuangan untuk tumbuh lebih maju dan pada
akhirnya akan memacu pertumbuhan ekonomi. Berkaitan dengan aliran modal
asing yang masuk cukup deras, maka akan mempengaruhi stabilitas perekonomian
Indonesia dari aspek eksternal berupa gejolak nilai tukar rupiah setiap saat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar pengaruh
capital inflow terhadap nilai tukar rupiah, menganalisis bagaimana pengaruh
guncangan capital inflow terhadap nilai tukar rupiah. Serta mengetahui pengaruh
variabel makroekonomi lain terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Metode
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Auto
Regression (VAR) yang dilanjutkan dengan Vector Error Correction Model
(VECM).
Hasil estimasi VECM model penelitian menunjukkan bahwa pergerakan
nilai tukar rupiah pada jangka pendek secara signifikan dipengaruhi oleh variabel
nilai tukar itu sendiri pada lag pertama dan inflasi, sedangkan pada jangka panjang
menunjukkan bahwa variabel capital inflow, inflasi, GDP, suku bunga, dan trade
openness signifikan mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah. Variabel capital
inflow, inflasi, suku bunga, dan trade openness berpengaruh positif sehingga
menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi. Sedangkan variabel GDP
berpengaruh negatif, maka akan menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami
apresiasi.
Respon nilai tukar riil akibat guncangan capital inflow serta variabel
makroekonomi lain seperti inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness
menyebabkan fluktuasi nilai tukar riil. Pengaruh guncangan capital inflow
mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah pada kisaran periode awal hingga
periode ke-17. Hasil FEVD menunjukkan bahwa varian nilai tukar riil dominan
dijelaskan oleh shock pada variabel nilai tukar rupiah itu sendiri dan inflasi hingga
akhir periode. Sedangkan guncangan pada variabel capital inflow, serta variabel
makroekonomi seperti GDP, suku bunga dan trade openness kurang dapat
menjelaskan nilai tukar riil karena pengaruhnya yang sangat kecil.
Adapun saran yang diberikan penulis dengan melihat hasil dari penelitian
ini yaitu: (1) Pemerintah sebaiknya perlu membatasi jumlah capital inflow di
Indonesia karena peningkatan pada capital inflow dalam tujuan memperbaiki
pergerakan nilai tukar rupiah tidak efektif dan hanya memberikan kontribusi yang
kecil dalam mengontrol pergerakan nilai tukar rupiah. (2) Pemerintah sebaiknya
melakukan kebijakan yang tepat agar peningkatan yang terjadi pada capital inflow
dapat mencirikan adanya peningkatan terhadap penawaran valuta asing yang
masuk ke domestik. Selain itu diperlukannya penanganan terhadap nilai tukar itu
sendiri dan pengelolaan inflasi di Indonesia karena nilai tukar rupiah tahun
sebelumnya dan inflasi memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kestabilan
nilai tukar rupiah. Informasi mengenai faktor utama yang menyebabkan kenaikan
laju inflasi sangat diperlukan sebelum pemerintah mengambil kebijakan yang
tepat untuk menekan laju inflasi yang berlebihan agar tercipta kestabilan
perekonomian.
ANALISIS PENGARUH CAPITAL INFLOW TERHADAP
NILAI TUKAR RUPIAH
OLEH
AGUNG PRADITYA
H14080044
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama
: Agung Praditya
Nomor Registrasi Pokok
: H14080044
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Pengaruh Capital Inflow Terhadap
Nilai Tukar Rupiah
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dedi Budiman Hakim, Ph.D
NIP. 19641022 198903 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dedi Budiman Hakim, Ph.D
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, April 2012
Agung Praditya
H14080044
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Agung Praditya, dilahirkan di Bekasi pada tanggal 08
Februari 1990. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari
pasangan Bapak Drs. Harsono dan Ibu Titin Suryani, S.Pd. Penulis menjalani
pendidikan dan berhasil menamatkannya di SD Negeri Harja Mekar 04 pada tahun
2002, SMP Negeri 1 Cikarang Barat pada tahun 2005 dan SMA Negeri 1
Cikarang Utara pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2008, penulis berhasil
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui program Ujian Saringan Masuk IPB
(USMI) pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) AIKIDO IPB dan Himpunan Profesi dan Peminat
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA). Penulis juga aktif dalam
berbagai kepanitiaan baik itu tingkat Departemen Ilmu Ekonomi maupun tingkat
Fakultas Ekonomi dan Manajemen seperti Extravaganza 2009, Hipotex-R 2009,
Sportakuler 2011, dan kegiatan kepanitiaan lainnya.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan ramhat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Analisis Pengaruh Capital
Inflow Terhadap Nilai Tukar Rupiah”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam skripsi ini, namun penulis berharap
semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan, perhatian dan dorongan semangat kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan
penghargaan penulis sampaikan kepada:
1.
Bapak Dedi Budiman Hakim, Ph.D., selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu, memberikan petunjuk, pengarahan dan bimbingan
serta kesabaran yang diberikan kepada penulis.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS., selaku dosen penguji utama dan
Bapak Deni Lubis, MA., selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah
memberikan arahan dan saran untuk perbaikan kualitas skripsi ini.
3.
Kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Drs. Harsono dan Ibu Titin Suryani,
S.Pd yang telah memberikan motivasi, doa, dan materi bagi penulis selama
pembuatan skripsi ini.
4.
Kepada: Andini Novrianti, Aprilina, Nisaul Haq, dan Nenti Simbolon yang
telah banyak membantu selama proses pembuatan skripsi.
5.
Destiara Lismaniar Putri atas semangat, motivasi, serta dukungan moril
selama proses pembuatan skripsi ini.
6.
Kepada: teman-teman Ilmu Ekonomi 45 atas bantuan dan dukungannya serta
semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7.
Semua pihak yang telah membantu penulis baik moril maupun materiil
sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.
Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bogor, April 2012
Agung Praditya
H14080044
i DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………...……………....
iv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………....……......
v
DAFTAR LAMPIRAN …………....……………………………....…….......
vi
I.
PENDAHULUAN ...……………………………………….........…….
1
1.1. Latar Belakang ………………………...………….............………
1
1.2. Perumusan Masalah ……………………………....……………….
6
1.3. Tujuan Penelitian …………………………................………..…...
10
1.4. Manfaat Penelitian ………………………………..............……….
11
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ………………………..............……….
11
1.6. Keterbatasan Penelitian ……....…………………..............……….
11
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................………..
13
2.1. Aliran Modal Masuk Asing (Capital Inflow) …………………......
13
II.
2.1.1. Penanaman Modal Asing Langsung ( Foreign Direct
Investment) ...........................................................................
13
2.1.2. Penanaman Modal Asing Tidak Langsung ( Portofolio
Foreign Investment) ………………………................…….
15
2.2. Nilai Tukar …………………………………………………….......
16
2.2.1. Pengertian Nilai Tukar ……………………………..............
16
2.2.2. Sistem Nilai Tukar ………………………………………….
18
2.3. Hubungan Investasi Asing Bersih dan Nilai Tukar ……….............
20
2.4. Teori Permintaan dan Penawaran Uang .................……….............
22
2.5. Identifikasi Variabel-Variabel Lain Penelitian ……………........…
23
2.5.1. Inflasi …………………………………………………….…
23
2.5.2. Pertumbuhan Ekonomi …………………...………...………
24
2.5.3. Suku Bunga ……….................................................………..
27
2.5.4. Trade Openness ……..........................................…………...
28
2.6. Vector Auto Regression (VAR) ……………………………….......
30
2.7. Penelitian Terdahulu ………………………………………………
33
ii 2.8. Kerangka Pemikiran ………………………………………………. 37
2.9. Hipotesis …………………………………………………………...
III.
39
METODE PENELITIAN .........……………………………………….. 40
3.1. Jenis dan Sumber Data ……………………………………………. 40
3.2. Definisi Operasional Variabel …………………………….............. 40
3.3. Metode Analisis Data ………………………………………….......
41
3.3.1. Model Penelitian ………………………......................……..
42
3.3.2. Langkah-langkah Menguji VAR …………………………...
43
3.3.2.1. Uji Stasioneritas Data ( Uji Augmented DickeyFuller) ……………………………………………...
43
3.3.2.2. Uji Lag Optimal …………………………………….
44
3.3.2.3. Uji Stabilitas VAR ………………………………….
45
3.3.2.4. Uji Kointegrasi ……………………………………...
45
3.3.2.5. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality) .……… 46
3.3.3. Model Umum Vector Error Correction Model (VECM) …... 48
3.3.4. Estimasi VAR …………………………………………........
49
3.3.4.1. Impulse Response ……………………………….......
49
3.3.4.2. Variance Decomposition ……………………………
49
3.4. Mekanisme Analisis Olah Data ……………………......………….. 50
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….. 52
4.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test) …….......………………………...… 52
4.2. Uji Lag Optimal …...........................................................................
54
4.3. Uji Stabilitas VAR …………………………......................……….
55
4.4. Uji Kointegrasi ……………….......................................…………..
56
4.5. Uji Kausalitas Granger ……………..................…………………... 57
4.6. Hasil Penelitian …………………………...................................…..
58
4.6.1. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model …………….. 58
4.6.2. Impuls Respon Function (IRF) …............................………… 62
4.6.2.1. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Capital
Inflow …....................................................................... 63
4.6.2.2. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Variabel
Makroekonomi di Indonesia ........................................ 64
iii 4.6.3. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) .................. 68
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………... 70
5.1. Kesimpulan ……………………………………………………….... 70
5.2. Saran ……………………………………………………………….. 71
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………............ 73
LAMPIRAN ………………………………………………………………….. 76
iv DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Tabel 1.1. Jumlah Capital Inflow Indonesia Tahun 1995-2010 (US$) …….... 4
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu ………………..………………..................... 36
Tabel 3.1. Data, Simbol, dan Sumber Data …………………………………. 40
Tabel 4.1. Uji Unit Root pada Tingkat Level ……………...………………… 53
Tabel 4.2. Uji Unit Root pada Tingkat First Difference …………...………... 54
Tabel 4.3. Uji Optimum Lag ………………...……………………………..... 55
Tabel 4.5. Uji Stabilitas Model VAR ………………………………...…….... 55
Tabel 4.6. Hasil Uji Kointegrasi ………………………………………...…… 56
Tabel 4.7. Uji Kausalitas Granger ……………………………………...……. 57
Tabel 4.8. Hasil Estimasi VECM ………………………………………...….. 58
v DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Gambar 1.1. Perkembangan Capital Inflow Indonesia 1986 – 2010 ..............
7
Gambar 1.2. Indeks Nilai Tukar Rupiah / US$ dan Indeks Capital Inflow
di Indonesia Periode 1986 – 2010 (2005=100) ..................……
8
Gambar 2.1. Pergeseran Kurva ( S-I ) dan ( NX ) …………….......………... 21
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian ……………......……………...
38
Gambar 3.1. Proses Analisis VAR dan VECM …………………………….. 50
Gambar 4.1. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Capital Inflow
di Indonesia ………………….......………………………….... 63
Gambar 4.2. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Variabel
Makroekonomi .............……………………..........………….... 65
Gambar 4.3. Dekomposisi Varians Nilai Tukar Riil di Indonesia …...…....... 68
vi DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
Lampiran 1. Uji Stasioneritas Data .................................................................
77
Lampiran 2. Hasil Uji Lag Optimum ...............………..............................….
83
Lampiran 3. Hasil Uji Stabilitas VAR ……………...............………............... 84
Lampiran 4. Hasil Uji Kointegrasi ……………………...……………............. 85
Lampiran 5. Hasil Uji Kausalitas Granger ……………………………............ 86
Lampiran 6. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model …………............. 87
Lampiran 7. Hasil Impulse Response Function ……..........…………................ 90
Lampiran 8. Variance Decomposition of RER ……………............................. 91
1 I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang
sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri
maupun di tingkat dunia internasional. Semakin terintegrasinya berbagai aspek
perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia mengakibatkan
terjadinya peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar
negara. Meningkatnya mobilitas arus modal, terutama yang mengalir ke negara–
negara berkembang, merupakan dampak langsung dari integrasi keuangan yang
semakin tinggi di negara berkembang. Hal tersebut tentu banyak dimanfaatkan
dan dijadikan kesempatan terutama untuk melakukan kegiatan pembangunan.
Setiap negara yang akan melakukan pembangunan memerlukan modal untuk
pembiayaan. Sumber-sumber pembiayaan atau modal dapat berasal dari dalam
negeri dan luar negeri. Secara umum, sumber dana pembangunan (modal) berasal
dari dalam negeri bersumber dari tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, dan
pajak. Sedangkan dana pembangunan yang berasal dari luar negeri dapat
dibedakan dari dua jenis, yaitu bantuan luar negeri dan penanaman modal asing.
Indonesia merupakan sebuah negara yang besar dan sebagai salah satu
negara berkembang membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan
pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar untuk pembangunan tersebut
terjadi karena upaya untuk menyetarakan kedudukan dengan negara-negara lain
terutama negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. Dana
dari dalam negeri (investasi dalam negeri) dirasakan tidak mencukupi untuk
2 melakukan pembangunan sehingga pemerintah berupaya untuk menarik dana
yang berasal dari dalam maupun luar negeri (Lumbanraja, 2006). Adanya aliran
modal masuk asing ini secara tidak langsung dapat menggerakkan perkembangan
sektor keuangan untuk tumbuh lebih maju dan pada akhirnya akan memacu
pertumbuhan ekonomi.
Menurut Edwards (2000), terdapat tiga bentuk modal asing yang bergerak
dalam lalu lintas modal internasional, yaitu investasi langsung (foreign direct
investment), investasi portofolio (portofolio investment), dan aliran bentuk modal
lain (other types of flows). Investasi langsung merupakan bentuk investasi asing
(foreign direct investment) jangka panjang yang pada umumnya bergerak di sektor
riil. Investasi portofolio (portofolio investment) merupakan investasi yang bersifat
jangka pendek dan mempengaruhi pasar keuangan domestik dengan bentuk
transaksi berupa saham dan obligasi, sedangkan aliran modal bentuk lain meliputi
kredit perdagangan dan pinjaman pemerintah.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan modal asing dimulai dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970.
Perubahan tersebut karena startegi dari UU PMA Nomor 1/1967 dalam menarik
modal asing masih dirasakan memberatkan investor asing karena memerlukan
modal awal yang besar dan birokrasi yang panjang. Dalam periode selanjutnya,
revisi terhadap UU PMA terus dilakukan hingga diperoleh UU PMA Nomor
25/2007 yang diharapkan dapat menciptakan iklim penanaman modal yang
kondusif di Indonesia. Strategi UU PMA ini dalam menarik investor asing yaitu
dengan memberikan perlakuan yang sama kepada semua investor baik investor
3 domestik maupun asing dan juga memungkinkan pemulangan modal tanpa adanya
suatu hambatan (Hilman, 2011).
Hady (2003) menguraikan bahwa arus modal yang masuk, terutama modal
swasta selama paruh pertama dasawarsa 1990-an, terjadi peningkatan luar biasa.
Pada akhir dasawarsa 1980-an, arus modal swasta bersih baru berkisar US$ 400
juta per tahun. Akan tetapi, arus masuk modal swasta melonjak hingga melampaui
US$ 5 miliar pada tahun 1993 dan melebihi US$ 10 miliar pada tahun 1995-1996.
Sementara itu, arus masuk modal pemerintah bersih mengalami penurunan akibat
pembayaran pokok pinjaman yang terus meningkat.
Selama periode 1986 – 2010, Indonesia mengalami keluar-masuknya aliran
modal asing khususnya aliran modal masuk swasta. Jumlah aliran modal masuk
asing ke Indonesia mengalami defisit yang meningkat akibat krisis moneter tahun
1997 dari defisit US$ 2,12 miliar pada tahun 1998 menjadi defisit US$ 6,46 miliar
pada tahun 2000. Berbeda dengan kasus krisis moneter tahun 1997, jumlah aliran
modal masuk asing tahun 2009 meningkat tinggi sebesar 150,13 persen pasca
krisis keuangan global 2008 dan terus menunjukkan peningkatan pada tahun 2010
(Tabel 1.1). Peningkatan jumlah aliran modal masuk asing yang cukup besar
tersebut diduga dikarenakan stabilitas perekonomian Indonesia yang terus
membaik di mata dunia internasional dan lambannya pertumbuhan ekonomi
negara maju pasca krisis keuangan global sehingga Indonesia masih menjadi salah
satu negara yang menarik bagi pemilik modal asing untuk menanamkan
modalnya. Di tambah tingginya arus modal asing yang masuk disebabkan
4 kenaikan peringkat surat hutang Indonesia menjadi Investment Grade oleh
lembaga pemeringkat investasi Fitch dan Moody’s.1
Tabel 1.1. Jumlah Capital Inflow Indonesia Tahun 1995-2010 (US$)
Sumber
Tahun
Capital Inflow di Indonesia
1995
7,843,000,000
1996
10,599,000,000
1997
1,867,000,000
1998
-2,118,800,000
1999
-3,657,970,963
2000
-6,461,085,479
2001 -3,221,194,295
2002 1,366,935,489
2003 1,654,367,283
2004 2,897,238,926
2005 9,460,842,729
2006 6,465,074,993
2007 7,819,410,000
2008 5,182,974,868
2009 12,964,477,810
2010
23,908,316,805
: World Development Indicator (2011)
Semakin pesatnya jumlah aliran modal asing ke negara berkembang
khususnya Indonesia merupakan dampak adanya penghapusan terhadap
pembatasan aliran modal serta berkembangnya teknologi informasi. Selain itu
besarnya aliran modal asing yang masuk ke suatu negara juga disebabkan oleh
faktor penarik (pull factors) dan faktor pendorong (push factors). Faktor penarik
merupakan faktor-faktor yang diciptakan suatu negara (host country) agar dapat
1
Nikky Sirait, “Berita Positif The Economist Akan Dorong Capital Inflow Makin Deras”. http://jaringnews.com/ekonomi/umum/9185/berita‐positif‐the‐economist‐akan‐dorong‐capital‐
inflow‐makin‐deras, pada tanggal 19 April 2012 5 membangkitkan serta mondorong minat modal asing masuk ke negaranya. Faktorfaktor tersebut antara lain stabilitas dibidang sosial, politik dan ekonomi, iklim
usaha investasi yang menarik, dan ketersediaan prasarana dan sarana investasi.
Sedangkan faktor pendorong berasal dari negara asal modal (home country)
seperti kebijaksanaan perekonomian, perkembangan ekonomi dan moneter, serta
perubahan/pergeseran orientasi pembangunan di negara asal modal itu.
Rezim nilai tukar pada bulan Agustus 1997 oleh Bank Indonesia diubah dari
sistem mengambang terkendali (managed-floating exchange rates system)
menjadi sistem mengambang bebas (free-floating exchange rates system)
(Perwitasari, 2008). Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (khususnya US$)
ditentukan melalui mekanisme pasar. Hal ini terkait dengan penarikan modal
asing secara besar-besaran keluar dari Indonesia akibat kondisi internal Indonesia
yang buruk saat itu sehingga terjadinya aliran modal keluar (capital outflow).
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang sangat tajam, dari Rp 2909 / US$
tahun 1997 menjadi Rp. 10260 / US$ pada tahun 1998, dan sedikit menurun pada
tahun 1999.
Implikasi dari diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas
tersebut cukup mendasar bagi perekonomian Indonesia. Hal itu ditempuh sebagai
reaksi pemerintah dalam menghadapi besarnya gejolak dan cepatnya pelemahan
nilai tukar rupiah pada sekitar Juli-Agustus 1997 yang mendorong investor asing
menarik dananya secara besar-besaran dari Indonesia. Menurut Edwards (2000)
pada sistem nilai tukar mengambang bebas, capital inflow secara besar-besaran
akan mendorong apresiasi nilai tukar nominal dan juga nilai tukar riil. Begitu pun
6 menurut Calvo, Liedermant dan Reinhart (1993) yang menyatakan bahwa aliran
modal berkontribusi atas akumulasi cadangan devisa dan apresiasi nilai tukar.
Analisis pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah diperlukan
karena nilai tukar mencerminkan perekonomian suatu negara. Fluktuasi nilai tukar
yang terlalu tinggi akan mengganggu kegiatan ekonomi baik dari sektor riil
maupun sektor moneter. Suatu manajemen nilai tukar yang baik diperlukan agar
pergerakan nilai tukar menjadi stabil sehingga fluktuasinya dapat diprediksi dan
perekonomian dapat tetap berjalan dengan baik. Berdasarkan pemikiran tersebut,
maka perlu dilakukan penelitian mengenai pergerakan nilai tukar rupiah yang
dilihat dari adanya perubahan pada capital inflow di Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah
Keterbukaan sistem ekonomi dunia dan semakin terintegrasi telah
mendorong terjadinya pergerakan aliran modal antar negara. Adanya aliran modal
tersebut menyebabkan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dan
domestik turut mengalami perubahan. Perubahan permintaan dan penawaran
terhadap mata uang asing dan domestik tersebut berpengaruh terhadap nilai tukar
mata uang yang diperdagangkan. Jika permintaan terhadap mata uang domestik
mengalami peningkatan karena adanya aliran modal asing yang masuk berupa
pembelian aset-aset perusahaan dan pembelian aset finansial, maka hal tersebut
dapat menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing
mengalami apresiasi.
Semakin banyaknya capital inflow yang masuk khususnya modal masuk
swasta diindikasikan sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
7 pergerakan nilai tukar rupiah. Arus modal asing yang masuk mengalami banyak
perubahan nilai dan arahnya sebelum dan setelah krisis ekonomi terjadi.
Perubahan tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1.1.
Perkembangan Capital Inflow
25
20
Juta US $
15
10
5
‐5
‐10
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
0
Tahun
capital inflow
Sumber
: World Development Indicators (diolah), 2011
Gambar 1.1. Perkembangan Capital Inflow Indonesia 1986 – 2010
Selama periode 1986 hingga 2010, Indonesia mengalami keluar masuknya aliran modal asing. Perkembangan capital inflow cenderung bergerak
dalam keadaan stabil dari tahun 1986 dan mulai meningkat pada tahun 1990,
dapat dilihat pada Gambar 1.1. di mana trend-nya naik pada periode 1990 hingga
1996 akibat kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral dengan menaikkan suku
bunga. Akan tetapi trend-nya terhenti dan mulai turun drastis pada pertengahan
1997 dimana capital inflow sempat mencapai nilai yang cukup tinggi yaitu US$
10,59 miliar kemudian turun menjadi US$ 1,86 miliar atau mengalami penurunan
sebesar 82,43%. Hal tersebut dikarenakan menurunnya minat investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia karena terkait resiko yang tinggi untuk
berinvestasi akibat krisis ekonomi yang terjadi saat itu. Tahun-tahun setelah krisis
8 ekonomi, pergerakan capital inflow berada pada tingkat yang defisit dengan
pergerakan dari waktu ke waktu menunjukkan pola yang tidak stabil.
Pasca krisis global 2008-2009, aliran modal masuk (capital inflows)
negara berkembang (emerging markets/EM) seperti Indonesia meningkat sangat
besar. Peningkatan aliran modal masuk didorong baik oleh ekses likuiditas global
dan lambatnya pemulihan ekonomi negara maju maupun laju pertumbuhan
ekonomi di negara berkembang, perbedaan suku bunga yang besar, dan ekspektasi
apresiasi nilai tukar. Derasnya aliran modal masuk asing didorong juga oleh
langkah lanjutan pelonggaran Bank Sentral AS (the Fed) dan Bank Sentral Jepang
(BOJ) yang menambah likuiditas global.2
Perubahan pada capital inflow ikut memiliki andil dalam mempengaruhi
pergerakan nilai tukar rupiah. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.2. dimana
terjadinya pergerakan indeks nilai tukar dan capital inflow masa sebelum dan
setelah krisis.
300
250
200
150
100
50
‐50
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
0
‐100
exchange rate indeks
Sumber
capital inflow indeks
: World Development Indicators (diolah), 2011
Gambar 1.2. Indeks Nilai Tukar Rupiah / US$ dan Indeks Capital Inflow di
Indonesia Periode 1986 – 2010 (2005=100)
2
Anggito Abimanyu, “Fenomena Modal Masuk Asing”. Kompas online , diakses 15 Februari 2012 9 Gambar 1.2. menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah dan capital
inflow sebelum krisis cenderung stabil. Pada masa sebelum krisis moneter,
Indonesia belum menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas dimana
pergerakan nilai tukar rupiah masih di intervensi oleh pemerintah. Kemudian saat
krisis moneter 1997, terlihat bahwa nilai tukar rupiah terdepresiasi akibat adanya
arus modal yang keluar, dimana keluarnya arus modal menyebabkan permintaan
terhadap valas semakin tinggi sehingga menyebabkan rupiah mengalami
depresiasi.
Seiring dengan penurunan nilai modal asing akibat krisis di Indonesia, nilai
tukar rupiah mengalami depresiasi yang sangat tajam, dari Rp 4650 / US$ tahun
1997 menjadi Rp. 8025 / US$ pada tahun 1998, dan sedikit menurun pada tahun
1999. Pada tahun-tahun selanjutnya, nilai tukar masih terus berfluktuasi.
Penyebab fluktuasi nilai tukar rupiah ini berdasarkan penyebabnya digolongkan
menjadi faktor fundamental ekonomi dan faktor non fundamental ekonomi. Dari
fundamental ekonomi dapat berupa capital flows, inflasi, GDP, suku bunga, trade
opennes dan lainnya, sedangkan dari non fundamental ekonomi disebabkan oleh
situasi politik keamanan yang tidak kondusif yang berdampak pada resiko dalam
menanamkan modal.
Berkaitan dengan aliran modal asing yang masuk cukup deras, maka akan
mempengaruhi stabilitas perekonomian Indonesia dari aspek eksternal berupa
gejolak nilai tukar rupiah setiap saat. Hal ini tercermin ketika terjadi capital
reserve secara mendadak dalam jumlah besar pada periode krisis akibat
menurunnya kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia (Wijaya,
10 2007). Claessens, Dooley, dan Warner (1995) menyatakan bahwa volalitas aliran
modal dapat menimbulkan volalitas nilai tukar.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Apakah capital inflow mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai
tukar rupiah?
2. Bagaimana pengaruh shock variabel capital inflow terhadap perubahan nilai
tukar rupiah?
3. Bagaimana pengaruh variabel makroekonomi yang lain (inflasi, GDP, suku
bunga, dan trade opennes) terhadap nilai tukar rupiah?
4. Bagaimanakah saran kebijakan yang berkenaan dengan pengelolaan capital
inflow terhadap nilai tukar rupiah?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah.
2. Menganalisis pengaruh shock/guncangan capital inflow terhadap perubahan
nilai tukar rupiah.
3. Menganalisis pengaruh variabel lain dalam model (inflasi, GDP, suku bunga,
dan trade opennes) terhadap nilai tukar rupiah.
4. Menganalisis implikasi kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan capital
inflow terhadap nilai tukar rupiah.
11 1.4.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka manfaat yang dapat
diberikan dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas mengenai pengaruh
capital inflow terhadap nilai tukar rupiah.
2. Diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan ekonomi
terutama ekonomi pembangunan sehingga dapat memperkaya penelitian
sejenis yang telah ada dan juga bahan perbangdingan untuk penelitian
selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memiliki ruang lingkup penelitian dalam batasan pergerakan
nilai tukar rupiah terhadap dollar yang dipengaruhi oleh capital inflow serta
beberapa variabel makroekonomi dalam model seperti GDP, inflasi, suku bunga,
dan trade openness. Data capital inflow yang digunakan merupakan data aliran
modal masuk asing yang diproksi dari penanaman modal langsung (FDI) dan
investasi portofolio di Indonesia. Periode penelitian yang digunakan adalah dari
tahun 1986 hingga tahun 2010.
1.6. Keterbatasan Penelitian
Meskipun hipotesis yang diajukan penelitian ini telah teruji secara
signifikan, namun sebagai dasar pengambilan keputusan bagi para akademisi
maupun para praktisi, peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih mengandung
beberapa keterbatasan. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah bahwa
12 penelitian ini membahas pengaruh capital inflow serta variabel makroekonomi
seperti inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness. Padahal faktor yang
mempengaruhi nilai tukar rupiah masih cukup banyak, seperti: perubahan
teknologi, jumlah uang yang beredar, net ekspor, dll. Keterbatasan lain dari
penelitian ini adalah variabel inflasi seharusnya tidak perlu digunakan lagi dalam
model ini karena variabel suku bunga yang digunakan sudah dalam bentuk data
riil sehingga akan menyebabkan terjadi dua kali perhitungan. Akan tetapi karena
setelah variabel inflasi tidak dimasukkan hasil olahan data menjadi kurang baik.
Untuk itu, tetap digunakan variabel inflasi dalam model ini agar hasil estimasi
yang diperoleh lebih baik. Selain itu periode pengamatan yang digunakan oleh
penulis hanya 25 tahun. Sehingga estimasi parameter akan lebih baik apabila
tahun observasinya lebih banyak.
13 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aliran Modal Masuk Asing (Capital Inflow)
Aliran modal menurut Hossain dan Chowdhury (1998), merupakan keluarmasuknya modal pada suatu negara. Keluar-masuknya modal ini dicatat dalam
neraca modal (capital account), yang nantinya akan mempengaruhi neraca
pembayaran (balance of payment). Neraca modal mencatat aliran modal jangka
pendek dan jangka panjang, serta pinjaman asing dan hibah. Yang termasuk dalam
aliran modal jangka pendek ialah simpanan dan pinjaman bank, disebut investasi
portofolio, sedangkan aliran modal jangka panjang meliputi penanaman modal
asing langsung dan saham. Pergerakan Aliran modal dibagi menjadi dua yaitu
aliran modal masuk dan aliran modal keluar.
Aliran modal masuk asing (capital inflow) adalah dana asing yang
mengendap ke suatu negara melalui pembelian aset di negara tersebut dalam
waktu tertentu. Aliran modal masuk juga dapat berasal dari pemilik modal
domestik yang membawa kembali uangnya yang ditanamkan di luar negeri. Ada
beberapa cara dana asing masuk ke suatu negara, yaitu: (1) penanaman modal
asing langsung, dan (2) penanaman modal asing tidak langsung.
2.1.1. Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment)
Foreign Direct Investment (FDI) menurut Hady (2004) adalah investasi riil
dalam bentuk pendirian perusahaan, pembangunan pabrik, pembelian barang
modal, tanah, bahan baku, dan persediaan oleh investor asing dimana investor
tersebut terlibat langsung dalam manajemen perusahaan dan mengontrol
14 penanaman modal tersebut. FDI ini biasanya dimulai dengan pendirian subsidiary
atau pembelian saham mayoritas dari suatu perusahaan dimana dalam konteks
internasional, bentuk investasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan
multinasional dengan operasi di bidang manufaktur, industri pengolahan, ekstrasi
pengolahan, ekstrasi sumber alam, industri jasa, dan sebagainya.
FDI juga dapat berarti bahwa perusahaan dari negara penanam modal secara
de facto dan de jure melakukan pengawasan terhadap aset yang ditanam di negara
pengimpor modal. Dengan cara demikian, FDI dapat mengambil beberapa bentuk,
diantaranya pembentukan suatu cabang perusahaan di negara pengimpor modal,
pembentukan suatu perusahaan dimana perusahaan dari negara penanam modal
memiliki mayoritas saham, pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor
yang semata - mata dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara penanam
modal, mendirikan suatu korporasi di negara penanam modal untuk secara khusus
beroperasi di negara lain, atau menaruh aset (aktiva tetap) di negara lain oleh
perusahaan nasional dari negara penanam modal (Jhingan, 2003).
FDI sebagai salah satu aliran modal internasional memiliki berbagai motif
baik bagi negara asal investasi diantaranya: (1) mendapatkan return yang lebih
tinggi melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, perpajakan yang
lebih menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik; (2) untuk melakukan
diversifikasi resiko (risk diversification); (3) untuk tetap memiliki “competitive
advantage” melalui “direct control”, dan (4) untuk menghindari tarif dan non
tarif barrier yang dibebankan kepada impor dan sekaligus memanfaatkan
berbagai insentif dalam bentuk subsidi yang diberikan oleh pemerintah lokal
untuk mendorong FDI (Hady, 2004).
15 FDI sebagai arus modal internasional dapat memberikan dampak positif
maupun dampak negatif bagi perekonomian negara penerima FDI tersebut.
Dampak positif yang diterima negara penerima (host country) seperti yang
diungkapkan oleh Razin dan Sodka (1999), yaitu FDI memungkinkan transfer
teknologi, khususnya dalam bentuk varietas baru modal input yang tidak dapat
dicapai melalui investasi keuangan atau perdagangan barang dan jasa. FDI juga
dapat mempromosikan kompetisi dalam output domestik pasar. Negara penerima
FDI sering mendapatkan trainning karyawan dalam rangka operasi baru bisnis,
yang memberikan kontribusi untuk pengembangan modal manusia di negara tuan
rumah. Laba yang dihasilkan oleh FDI berkontribusi terhadap pendapatan pajak
perusahaan di negara tuan rumah.
Selain dampak positif yang telah dikatakan diatas, tentu saja dalam
pelaksanaan kegiatan ekonominya, FDI juga mempunyai dampak negatif yang
terjadi pada negara penerima. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh FDI yakni :
(1) munculnya dominasi industrial; (2) ketergantungan teknologi; (3) dapat
mengakibatkan perubahan budaya; (4) dapat mengakibatkan gangguan pada
perencanaan ekonomi; dan (5) dapat terjadi intervensi oleh home government dari
perusahaan multinasional (Hady, 2004).
2.1.2. Penanaman Modal Asing Tidak Langsung (Portofolio Foreign
Investment)
Portofolio foreign investment disebut juga penanaman modal jangka pendek
merupakan arus modal internasional dalam bentuk investasi aset-aset finansial,
seperti saham, obligasi, dan commercial papers lainnya. Arus investasi portofolio
saat ini paling banyak dan cepat mengalir ke seluruh penjuru dunia melalui pasar
16 uang dan pasar modal di pusat-pusat keuangan internasional, seperti London, New
York, Paris, Frankfurt, Tokyo, Singapura, dan Hongkong. Menurut Mishkin
(2001) menyebutkan tentang teori pilihan portofolio yang menjelaskan faktorfaktor yang mempengaruhi seseorang untuk membeli aset, yaitu :
1.
Kekayaan (wealth). Semakin meningkat kekayaan seseorang, maka dia
memiliki sumber yang lebih banyak untuk membeli aset.
2.
Hasil yang diharapkan (expected return), merupakan hasil yang mungkin
didapatkan dengan memegang aset tersebut.
3. Resiko (risk), merupakan derajat ketidakpastian yang dihubungkan dengan
suatu aset relatif terhadap aset-aset lainnya.
4.
Likuiditas (liquidity), yaitu seberapa cepat dan mudah suatu aset diubah
dalam bentuk uang tunai.
2.2.
Nilai Tukar
2.2.1. Pengertian Nilai Tukar
Nilai tukar adalah harga dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya
atau nilai dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya (Salvatore, 1997).
Nilai tukar disamping dipengaruhi oleh perubahan dalam permintaan dan
penawaran atas barang-barang yang diperdagangkan di antara berbagai negara,
nilai tukar valuta asing dipengaruhi pula oleh aliran modal jangka panjang dan
jangka pendek.
Nilai tukar didefinisikan harga mata uang suatu negara yang dihitung dalam
mata uang negara lain (Mishkin, 2001). Para ekonom membedakan antara tiga
konsep nilai tukar yaitu nilai tukar nominal, nilai tukar riil, dan nilai tukar efektif.
Nilai tukar nominal (e) adalah harga relatif dari mata uang. Nilai tukar nominal
17 merupakan sebuah nilai par (par value) dalam masing- masing mata uang yang
dipakai negara-negara, biasanya disebut official rate. Moosa (2004) merumuskan
nilai tukar nominal sebagai berikut:
/
....................
(2.1)
dimana Pd adalah tingkat harga domestik dan Pf adalah tingkat harga luar negeri.
Nilai tukar riil (q) didefinisikan sebagai harga relatif dari barang-barang kedua
negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan
barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain atau dapat
disebut Terms of Trade. Menurut Batiz (1994), nilai tukar riil dapat dirumuskan
sebagai berikut:
/
......................
(2.2)
dimana e adalah nilai tukar nominal (domestic currency/foreign currency), P*
adalah tingkat harga luar negeri yang dalam hal ini adalah tingkat harga di
Amerika (diukur dalam dollar), dan P adalah tingkat harga domestik yang dalam
hal ini adalah tingkat harga di Indonesia (diukur dalam rupiah). Kurs riil di antara
kedua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika
kurs riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah, dan barang-barang
domestik relatif lebih mahal. Jika kurs riil rendah, barang-barang luar negeri
relatif lebih mahal, dan barang-barang domestik relatif lebih murah.
Sementara itu nilai tukar efektif adalah bobot kurs rata-rata antara mata
uang domestik dengan valuta asing dari negara yang menjadi mitra dagang
utamanya, sedangkan bobot penimbangnya adalah arti penting relatif hubungan
dagang negara itu dengan setiap mitra dagangnya (Salvatore, 1997). Menurut
18 Moosa (2004) kurs efektif pada waktu t dihitung sebagai rata-rata tertimbang dari
kurs relatif, dan dapat dirumuskan sebagai berikut :
∑
∑
,
,
......................
(2.3)
....................
(2.4)
.......................
(2.5)
dimana Et adalah kurs efektif nominal pada waktu ke t, m adalah jumlah mata
uang negara mitra dagang utama, wi adalah rata-rata perdagangan yang
didenominasikan dalam mata uang negara i pada waktu t, Vit adalah kurs relatif
dari mata uang negara i pada waktu t, Si adalah kurs pada spot market saat ini, S0
adalah kurs pada periode dasar, Xi adalah nilai ekspor domestik ke negara i dan Mi
adalah nilai impor dari negara i.
2.2.2. Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar mempunyai pengaruh dan peranan yang penting dalam
meminimalisasi resiko dari fluktuasi nilai tukar yang akan mempunyai pengaruh
terhadap perekonomian negara tersebut. Berikut ini beberapa sistem nilai tukar
yang telah diterapkan di Indonesia, yaitu :
1)
Sistem Nilai Tukar Tetap
Pada sistem nilai tukar tetap, setiap individu bebas melakukan jual beli
valuta asing yang diinginkan dan untuk mempertahankan nilai tukarnya maka
bank sentral melakukan jual beli valuta asing. Oleh karena itu, bank sentral harus
memegang sejumlah cadangan devisa untuk membiayai ketidakseimbangan
neraca pembayaran sehingga nilai tukar dapat dipertahankan. Meskipun demikian,
kebaikan dari sistem nilai tukar tetap ini adalah adanya kepastian akan nilai tukar
19 mata uang domestik dengan negara lain, sehingga para eksportir dan importir
dapat memperhitungkan transaksi perdagangan dengan pihak luar negeri.
2)
Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali
Sistem
nilai
tukar
mengambang
terkendali,
dimana
pemerintah
mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing.
Biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca
pembayaran. Bank sentral melakukan intervensi di pasar valuta asing tetapi tidak
ada komitmen untuk mempertahankan nilai tukar pada tingkat tertentu atau pada
suatu batasan target (target zone) tertentu. Intervensi di pasar valuta asing
merupakan sejenis batasan target yang tidak resmi (unannounced target zone).
Perbedaan mendasar sistem ini dengan standart announced target zone adalah
tidak ada komitmen pada tingkat nilai tukar tertentu. Dengan demikian, dalam
sistem ini tidak ada usaha untuk mempengaruhi ekspektasi masyarakat terhadap
pergerakan nilai tukar atau permasalahan kredibilitas.
3)
Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas
Sistem nilai tukar mengambang bebas adalah sistem yang membiarkan nilai
tukar mata uang suatu negara ditentukan oleh kekuatan pasar, artinya permintaan
dan penawaran terhadap mata uang tersebut dalam kaitannya dengan mata uang
negara lain. Dengan kata lain, pemerintah tidak ikut campur dalam penentuan nilai
tukar. Pada sistem ini nilai mata uang akan dapat berubah setiap saat tergantung
dari permintaan dan penawaran mata uang domestik relatif terhadap mata uang
asing dan perilaku spekulan. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas, bank
sentral tidak menargetkan besarnya nilai tukar dan melakukan intervensi langsung
ke pasar valuta asing.
20 Penerapan sistem nilai tukar ini dimaksudkan untuk mencapai penyesuaian
yang lebih berkesinambungan pada posisi keseimbangan eksternal (external
equilibrium position), tetapi kemudian timbul indikasi bahwa beberapa persoalan
akibat dari kurs yang fluktuatif akan timbul, terutama karena karakteristik
ekonomi dan struktur kelembagaan pada negara berkembang masih sederhana.
Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas ini diperlukan sistem perekonomian
yang sudah mapan.
Pada dasarnya, ada tiga teori yang dapat menjelaskan terjadinya depresiasi
ataukah apresiasi mata uang suatu negara, yaitu: pertama, pelarian modal
internasional, dimana para investor mengalihkan dana mereka ke luar negeri,
sehingga nilai tukar mata uang domestik lemah (depresiasi), kedua, tingginya
defisit anggaran pemerintah, sehingga pemerintah mencari pinjaman dalam mata
uang asing yang berakibat suku bunga meningkat. Hal ini dapat menarik
masuknya modal asing yang menyebabkan mata uang domestik menguat atau
terapresiasi, dan ketiga, meningkatnya investasi nyata yang bebas dalam bentuk
bangunan dan peralatan baru, yang membantu menaikkan suku bunga dan
menarik dana-dana asing menjadi mata uang domestik, sehingga mata uang
domestik menguat (Nurul, Krisma dan Dwiva, 2010).
2.3.
Hubungan Investasi Asing Bersih dan Nilai Tukar
Mankiw (2000) mengatakan bahwa ada hubungan antara investasi asing
bersih dan nilai tukar. Dalam perekonomian terbuka, dikemukakan bahwa
kenaikan dalam permintaan investasi asing bersih menyebabkan nilai tukar mata
uang domestik terhadap mata uang asing mengalami apresiasi. Hal tersebut terjadi
21 karena adanya peningkatan dalam investasi yang masuk berarti terjadi
peningkatan permintaan terhadap mata uang domestik.
q
(S-I)2
(S-I)1
q2
q1
(NX)
(NX)2
(NX)1
(NX)
Gambar 2.1. Pergeseran Kurva ( S-I ) dan ( NX )
S – I adalah arus modal keluar neto (net capital outflow), terkadang disebut
juga investasi asing neto (net foreign investment). Arus modal keluar neto adalah
jumlah dana yang dipinjamkan penduduk domestik ke luar negeri dikurangi
jumlah dana yang dipinjamkan orang asing kepada kita. Jika arus modal keluar
neto adalah positif, maka tabungan nasional kita melebihi investasi dan kita
meminjamkannya kepada pihak asing. Sebaliknya jika arus modal keluar neto
adalah negatif, perekonomian kita mengalami arus modal masuk: investasi
melebihi tabungan, dan perekonomian membiayai investasi ekstra ini dengan
meminjam dari luar negeri.
Gambar 2.1. menunjukkan bahwa peningkatan investasi akan menyebabkan
kurva (S-I) bergeser ke kiri karena investasi lebih besar dari tabungan yang berarti
mengurangi penawaran mata uang domestik. Persediaan mata uang domestik yang
lebih sedikit ini menyebabkan kurs riil ekuilibrium meningkat dari q1 ke q2 dan
mata uang domestik menjadi lebih berharga atau apresiasi. Karena kenaikan
dalam nilai mata uang domestik itu, barang domestik menjadi relatif lebih mahal
22 dibanding barang-barang impor, yang menyebabkan ekspor turun dan impor naik.
Perubahan ekspor dan impor ini akan mengurangi ekspor neto.
2.4. Teori Permintaan dan Penawaran Uang
Dalam pendekatan moneter (Monetary Approach), untuk melihat faktorfaktor yang mempengaruhi nilai tukar dilandasi oleh teori permintaan dan
penawaran uang. Sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar
ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi permintaan uang dan
fungsi penawaran uang.
Permintaan terhadap uang adalah jumlah uang yang diminta masyarakat
untuk keperluan transaksi, berjaga-jaga dan untuk spekulasi dalam sebuah
perekonomian. Menurut John Maynard Keynes, jumlah permintaan terhadap uang
dipengaruhi oleh ketiga hal tersebut, yaitu motif transaksi, motif berjaga-jaga, dan
motif spekulasi.
a)
Motif Transaksi
Terkait dengan fungsi uang sebagai alat tukar. Motif transaksi menyatakan
bahwa masyarakat membutuhkan uang untuk dapat melakukan transaksi seharihari.
b)
Motif Berjaga-jaga
Motif berjaga-jaga timbul karena masyarakat membutuhkan uang untuk
dipegang supaya dapat mengatasi hal-hal yang tidak dapat diperkirakan
sebelumnya. Dalam hal ini fungsi uang adalah sebagai penyimpan nilai
kekayaan/aset.
23 c)
Motif Spekulasi
Spekulasi berarti melakukan tindakan atas dasar ramalan perubahan nilai
harta di masa depan. Uang diperlukan tidak hanya untuk bertranskasi dan berjagajaga namun juga untuk motif spekulasi. Artinya, uang digunakan untuk meraih
kesempatan mendapatkan bunga obligasi, atau bermain di bursa valuta asing.
Sedangakan penawaran uang adalah jumlah uang yang tersedia dalam suatu
perekonomian. Sebagaimana yang telah diketahui tentang kebijakan moneter,
yaitu kebijakan yang bertujuan untuk mengatur penawaran uang / mengatur
jumlah uang yang beredar. Jadi penawaran uang merupakan tugas pemerintah
melalui bank sentral (Bank Indonesia). Kurva penawaran uang pada umumnya
memiliki slope positif. Seperti halnya kurva permintaan uang, jumlah uang yang
beredar juga dipengaruhi oleh tingkat bunga.
2.5. Identifikasi Variabel-Variabel Lain Penelitian
2.5.1. Inflasi
Inflasi didefinisikan sebagai suatu kenaikan tingkat harga secara
keseluruhan di dalam suatu perekonomian (Mankiw, 2003). Hal ini dapat
mencerminkan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin
merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara. Terjadinya inflasi
merupakan akibat dari kenaikan tingkat harga di atas rata-rata yang berlaku umum
yang dapat diukur dengan indeks harga barang-barang konsumsi dari tahun ke
tahun.
Untuk mempelajari inflasi, para pakar ekonomi menggunakan dua konsep.
Yang pertama adalah tingkat harga, yaitu tingkat rata-rata semua harga-harga
24 dalam sistem ekonomi. Yang kedua adalah laju inflasi, yaitu laju kenaikan tingkat
harga secara umum. Untuk mengukur tingkat harga rata-rata, para ekonom
menyusun sebuah indeks harga dengan cara merata-rata harga komoditi yang
berbeda menurut seberapa penting komoditi yang bersangkutan. Indeks harga
yang paling terkenal adalah Consumer Price Index (CPI) atau Indeks Harga
Konsumen (IHK) yang mengukur harga rata-rata barang dan jasa yang dibeli oleh
konsumen. IHK menyatakan tingkat harga pada waktu kapan pun dalam hubungan
dengan berapa harga kelompok tertentu yang dikonsumsi oleh rata-rata penduduk
dalam periode dasar (Lipsey, dkk, 1995). Hubungan antara inflasi dan nilai tukar
dapat dijelaskan dalam teori paritas daya beli (purchasing power parity) bahwa
nilai tukar akan menyesuaikan diri dari waktu ke waktu untuk mencerminkan
selisih inflasi antara dua negara.
Inflasi dapat disebabkan dari dua sisi yaitu sisi pemintaan (Demand Pull
Inflation), dan sisi penawaran (Cost-Push Inflation). Demand Pull Inflation yaitu
inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan aggregate demand
masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang.
Akibatnya, akan menarik (pull) kurva permintaan agregat ke arah kanan atas,
sehingga terjadi excess demand, yang merupakan inflationary gap. Dan dalam
kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan selalu diikuti
dengan peningkatan output (GNP riil) dengan asumsi bila perekonomian masih
belum mencapai kondisi full-employment.
Cost push inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya aggregate
supply curve ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan aggregate supply
curve bergeser tersebut adalah meningkatnya harga faktor-faktor produksi (baik
25 yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri) di pasar faktor produksi,
sehingga menyebabkan kenaikkan harga komoditi di pasar komoditi. Dalam kasus
cost push inflation, kenaikan harga sering kali diikuti oleh kelesuan usaha.
2.5.2. Pertumbuhan Ekonomi
Salah satu indikator penting dalam menganalilis pembangunan ekonomi
yang terjadi di suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi. Perekonomian
dikatakan mengalami pertumbuhan apabila balas jasa riil terhadap penggunaan
faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya.
Definisi Gross Domestic Product (GDP) sendiri adalah sejumlah nilai tambah
yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah pada periode tertentu
(Sukirno, 2000: 56).
Menurut Putong (2003) menjelaskan perbedaan antara pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah pertambahan output
(pendapatan nasional) yang disebabkan oleh pertambahan alami dari tingkat
pertambahan penduduk dan tingkat tabungan. Sedangkan perkembangan ekonomi
adalah perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang
senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya.
Indikator yang digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi
adalah pendapatan nasional seperti Gross National Product (GNP) dan Gross
Domestic Product (GDP). Dalam prakteknya GDP lebih lazim digunakan
daripada GNP, mengingat batas wilayah perhitungan GDP terbatas pada negara
yang bersangkutan. Dalam mengukur pertumbuhan ekonomi, nilai GDP yang
digunakan adalah nilai GDP riil. Hal ini dikarenakan bahwa dengan menggunakan
harga konstan, pengaruh perubahan harga telah dihilangkan sehingga sekalipun
26 angka yang muncul adalah nilai uang dari total output barang dan jasa, perubahan
nilai GDP sekaligus menunjukkan perubahan jumlah kuantitas barang dan jasa
yang dihasilkan selama periode pengamatan (Rahardja dan Manurung, 2001).
Cara melakukan perhitungan tingkat pertumbuhan ekonomi adalah sebagai
berikut :
100% … … … … …. 2.6
Pertumbuhan ekonomi yang dalam pembahasan ini diproksi dari besaran
GDP riilnya adalah salah satu faktor yang mempengaruhi nilai tukar. Besarnya
GDP riil secara sistematik menggambarkan kondisi finansial dan pangsa pasar
suatu negara. Tingkat GDP riil yang besar menunjukkan ukuran pasar, sehingga
akan meningkatkan minat investor untuk menanamkan modalnya. Hubungan GDP
riil dengan nilai tukar dapat terlihat dari hipotesis Balassa-Samuelson, dimana
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka akan menyebabkan apresiasi nilai tukar.
Ito, Isard dan Symansky (1999), menjelaskan asumsi dari hipotesis BalassaSamuelson dapat diuraikan dalam empat langkah: (1) Perbedaan tingkat
pertumbuhan produktivitas antara sektor tradable dan nontradable menyebabkan
perubahan harga relative, (2) Rasio harga barang nontradable dengan harga
barang tradable lebih tinggi dalam ekonomi yang lebih cepat tumbuh, (3) Rasio
harga barang tradable antar negara tetap konstan (atau dalam kasus khusus ketika
harga tradable yang menyamakan kedudukan di seluruh negara), dan (4)
Kombinasi dari asumsi 2 dan asumsi 3 menyebabkan apresiasi nilai tukar riil.
27 2.5.3. Suku Bunga
Suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang
dipinjam pada periode waktu tertentu (Lipsey, dkk, 1995). Pada waktu perusahaan
merencanakan pemenuhan kebutuhan modal sangat dipengaruhi oleh tingkat
bunga yang berlaku saat itu. Apakah akan menerbitkan sekuritas ekuitas atau
hutang. Karena penerbitan obligasi atau penambahan hutang hanya dibenarkan
jika tingkat bunganya lebih rendah dari earning power dari penambahan modal
tersebut (Riyanto,1990).
Teori International Fisher Effect (IFE) juga dapat digunakan untuk
menerangkan pengaruh suku bunga terhadap fluktuasi nilai tukar Rupiah yaitu
tinggi rendahnya permintaan terhadap uang akan tercermin pada tinggi rendahnya
suku bunga. Teori IFE yang dikemukakan oleh Irving Fisher menyatakan tingkat
bunga nominal (i) di setiap negara akan sama dengan real of return (r) ditambah
dengan tingkat inflasi (I) yang dirumuskan, i = r + I (Hady, 2004). Apabila suku
bunga turun akan mengurangi minat investor untuk memegang Rupiah dan akan
menurunkan minat investor untuk menanamkan modalnya karena insentif yang
diterima menurun. Nilai tukar rupiah akan melemah (depresiasi) seiring dengan
aksi pembelian valas oleh investor.
Menurut Granger, fluktuasi pada nilai tukar akan dapat mengarah pada
pergerakan harga saham, hal ini disebut juga pendekatan tradisional (traditional
approach). Sebaliknya pergerakan bursa saham dapat menyebabkan aliran modal
yang berakhir pada fluktuasi nilai tukar. Ini dikenal dengan pendekatan portofolio
(portofolio
approach).
Disamping itu
variabel
suku
bunga
juga
ikut
mempengaruhi fluktuasi harga saham dan nilai tukar. Suku bunga deposito
28 menjadi salah satu tolak ukur masyarakat dalam menanamkan modalnya. Pemilik
modal akan mengalokasikan kekayaannya pada aset berdasarkan tingkat return
dan resiko yang ada pada suatu aset. Suku bunga deposito menjadi hal yang
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan perekonomian khususnya sektor
riil serta aliran modal di suatu negara.
2.5.4. Trade Openness
Adam Smith (Appleyard, Field Jr dan Cobb, 2006) menjelaskan bahwa
perdagangan terbuka antar negara akan membawa keuntungan bagi kedua negara
tersebut jika salah satu negara tidak memaksakan untuk memperoleh surplus
perdagangan yang dapat menciptakan defisit neraca perdagangan bagi mitra
dagangnya. Adam Smith pada dasarnya menjelaskan bahwa perdagangan
internasional dapat menguntungkan kedua belah pihak karena masing-masing
negara akan lebih mengkonsentrasikan diri untuk memproduksi barang-barang
yang mempunyai keunggulan mutlak (absolute advantage) kemudian mengekspor
kelebihan barang yang diproduksinya kepada mitra dagangnya. Harga relatif
barang dari suatu negara yang melakukan transaksi perdagangan dinamakan
Terms of Trade (TOT), di mana perhitungannya diperoleh dari harga barang
ekspor dibagi dengan harga barang impor. Sehingga apabila negara A mengekspor
barang X dan mengimpor barang Y maka TOT nya adalah:
................................................... (2.7)
Di mana, Px
= harga barang X; Py = harga barang Y
Motivasi utama untuk melakukan perdagangan internasional adalah
mendapatkan gains from trade. Perdagangan internasional memberikan akses
terhadap barang yang lebih murah bagi konsumen dan pemilik sumberdaya untuk
29 memperoleh peningkatan pendapatan karena menurunnya biaya produksi.
Selanjutnya David Ricardo (Krugman dan Obstfeld, 2000) mengemukakan teori
keunggulan komparatif (comparative advantage) yang menyatakan bahwa yang
menentukan tingkat keuntungan dalam perdagangan internasional bukan berasal
dari keuntungan mutlak melainkan dari keunggulan komparatif. Apabila salah
satu negara kurang efisien dibandingkan dengan negara lainnya dalam
memproduksi dua barang, kedua negara tersebut masih dimungkinkan untuk
melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama
harus melakukan spesialisasi dalam produksi komoditas yang absolute
disadvantagenya lebih
kecil dan mengimpor
komoditas
yang absolute
disadvantagenya lebih besar.
Selain faktor-faktor tersebut, keunggulan kompetitif nasional juga masih
dipengaruhi oleh faktor kebetulan (penemuan baru, melonjaknya harga, perubahan
kurs dan konflik keamanan antar negara). Dan ternyata negara berkembang yang
menerapkan kebijakan promosi ekspor mengalami pertumbuhan ekonomi yang
lebih baik seperti dibuktikan oleh negara-negara yang disebut sebagai East Asian
Miracle. Menurut Mankiw (2002), trade openness memberikan kesempatan bagi
semua perekonomian untuk mengkhususkan diri dalam hal yang paling
dikuasainya, menjadikan warga negara di seluruh dunia lebih sejahtera.
Pembatasan perdagangan merusak manfaat-manfaat yang diperoleh dari
perdagangan ini, sehingga mengurangi kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan.
Meskipun sebagian dari alasan-alasan ini dapat dipertanggungjawabkan, kaum
ekonom yakin bahwa perdagangan bebas adalah kebijakan yang biasanya lebih
baik.
30 2.6.
Vector Auto Regression (VAR)
Vector Auto Regression (VAR) pertama kali dikembangkan oleh Christoper
Sims pada tahun 1980 yang berpendapat bahwa jika terdapat hubungan simultan
antar variabel yang diamati, variabel-variabel tersebut perlu diperlakukan sama
sehingga tidak ada lagi variabel eksogen dan endogen. VAR merupakan salah satu
model yang mampu menganalisis hubungan saling ketergantungan variabel time
series. VAR dapat juga digunakan untuk peramalan dan juga untuk analisis
kebijakan.
VAR dengan ordo p dan n buah variabel tak bebas pada waktu ke-t dapat
dimodelkan sebagai berikut :
………
……………………
(2.8)
Dimana
Yt
= vektor peubah tak bebas
A0
= vektor intercept berukuran nx1
A1
= matirks parameter berukuran nxn
εt
= vektor sisaan
Vector Auto Regression (VAR) menyediakan cara yang sistematis untuk
menangkap perubahan yang dinamis dalam multiple time series, serta memiliki
pendekatan yang kredibel dan mudah untuk dipahami bagi pendeskripsian data,
forecasting (peramalan), inferensi struktural, serta analisis kebijakan. Alat analisa
yang disediakan oleh VAR bagi deskripsi data, peramalan, inferensi struktural,
dan analisis kebijakan melalui empat macam penggunaannya, yakni Forecasting,
Impulse Response Function (IRF), Forecast Error Variance Decomposition
(FEVD), dan Granger Causality Test. Forecasting merupakan ekstrapolasi nilai
31 saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi
masa lalu variabel. Impulse Response Function (IRF) sementara adalah melacak
respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu
variabel tertentu. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) merupakan
prediksi kontribusi presentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu
variabel tertentu. Granger Causality Test bertujuan untuk mengetahui hubungan
sebab-akibat antar variabel (Firdaus, 2011).
Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua variabel
tak bebas bersifat stasioner, semua sisaan bersifat white noise, yaitu memiliki
rataan nol, ragam konstan, dan diantara variabel tak bebas tidak ada korelasi.
Apabila data tidak stasioner pada level maka dapat dilakukan pendiferensialan
agar didapatkan data yang stasioner. Akan tetapi kestasioneran data melalui
pendiferensialan tidaklah cukup, yang berarti bahwa model VAR biasa tidak dapat
digunakan secara langsung karena mempertimbangkan terdapat tidaknya
informasi jangka pendek dan jangka panjang dalam model. Oleh karena itu ada
dua pilihan yang dapat dilakukan untuk mengestimasi yaitu model VAR dengan
pendiferensialan untuk data yang tidak terkointegrasi atau VECM untuk data yang
terkointegrasi.
Ada beberapa keunggulan metode VAR dibandingkan metode ekonometrika
konvensional (Firdaus, 2011), yaitu:
1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang
kompleks (multivariat) sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan
variabel di dalam persamaan itu.
32 2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindarkan parameter yang bias akibat
tidak dimasukkannya variabel yang relevan.
3. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antarvariabel di dalam sistem
persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogen.
4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan
teori ekonomi yang sering muncul, termasuk gejala perbedaan palsu (spurious
variabel) di dalam model ekonometrika konvensional terutama pada
persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah.
Di lain pihak, kritik terhadap model VAR menyangkut permasalahan
berikut :
1. Tidak seperti persamaan simultan, model VAR merupakan model yang
atheoritic atau tidak berdasarkan teori. Sedangkan pada persamaan simultan,
pemilihan variabel yang akan dimasukkan dalam persamaan memegang peran
penting dalam mengidentifikasi model. Sehingga model VAR sering disebut
model yang tidak struktural.
2. Penekanan model VAR adalah pada forecasting atau peramalan, model VAR
ini kurang cocok digunakan dalam menganalisis kebijakan.
3. Tantangan atau permasalahan besar dalam model VAR adalah pemilihan lag
length atau panjang lag yang tepat. Karena semakin panjang lag maka akan
semakin menambah jumlah parameter yang akan bermasalah pada degrees of
freedom.
4. Sejumlah variabel yang tergabung pada model VAR harus stasioner. Bila
tidak satsioner perlu dilakukan transformasi bentuk data, misalkan melalui
derajat integrasi (first differencing).
33 5. Sering ditemui kesulitan dalam menginterpretasi tiap koefisien pada estimasi
model VAR, sehingga sebagian besar peneliti melakukan interpretasi pada
estimasi fungsi impulse response.
2.7. Penelitian Terdahulu
Morrissey, O, T. Lloyd, and M. Opoku-Afari, (2005), menganalisis
pengaruh capital inflow dalam menentukan keseimbangan kurs riil di Ghana.
Metode analisis yang digunakan adalah Vector Autoregression (VAR). Data yang
digunakan adalah data tahunan selama periode 1966 – 2000. Hasil estimasi
menunjukkan bahwa ada hubungan jangka panjang antara REER dengan semua
variabel yang signifikan mempengaruhi seperti capital inflow, perubahan
teknologi, trade (ekspor) dan terms of trade. Hanya capital inflow yang cenderung
mengapresiasi nilai tukar riil dalam jangka panjang, sedangkan lainnya
mendepresiasi nilai tukar riil. Variabel satu-satunya yang memiliki efek
(depresiasi) yang signifikan terhadap nilai tukar riil dalam jangka pendek adalah
perdagangan, yang menyiratkan bahwa perubahan dalam ekspor adalah penggerak
utama dari misalignment nilai tukar.
Saidah
(2006)
melakukan
penelitian
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi capital inflow dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pendugaan parameter model digunakan metode regresi berganda Two Stage Least
Square (2SLS). Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
sekunder dalam bentuk deret waktu (time-series) kuartalan berupa data aliran
modal yang masuk di Indonesia, Netto Domestic Asset (NDA), Current Account
(neraca berjalan) dan Gross Domestic Produk (GDP) pada tahun 1992:4 sampai
dengan 2005:3. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap
34 Dollar, GDP dan lag variabel dependent berpengaruh positif dan signifikan
terhadap jumlah capital inflow, sedangkan dummy kebijakan tidak signifikan.
Variabel lain seperti suku bunga riil, T-bill, jumlah defisit neraca berjalan (CA),
jumlah Netto Asset Domestik (NDA) dan dummy krisis ekonomi berpengaruh
negatif. Capital inflow di Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Lumbanraja (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh Foreign
Direct Investment (FDI) terhadap nilai tukar rupiah. Penelitian yang dilakukan
menggunakan metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa aliran FDI di Indonesia dipengaruhi oleh variabel
makroekonomi dan situasi politik dan keamanan. Nilai tukar rupiah berpengaruh
positif yang signifikan, inflasi berpengaruh negatif yang signifikan dan dummy
politik atau kerusuhan berpengaruh negatif yang signifikan. Gross Domestic
Product (GDP) berpengaruh positif tetapi secara statistik tidak signifikan. FDI
sebagai fokus penelitian memberikan pengaruh negatif (mengapresiasikan)
terhadap nilai tukar rupiah dengan koefisien sebesar -0,039303, yang artinya
adalah peningkatan sebesar satu persen FDI akan menyebabkan nilai tukar rupiah
terapresiasi sebesar 0,039303.
Andriani (2008) melakukan penilitian untuk mengetahui pengaruh neraca
perdagangan dan capital inflow terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Data yang digunakan adalah data time series bulanan dari Januari 1998 hingga
September 2007 dan metode analisis yang dipakai adalah Vector Auto
Regressioon (VAR) dilanjutkan dengan Vector Error Correction Model (VECM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa neraca perdagangan riil pada jangka pendek
35 tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap GDP riil. Namun, Pada
jangka panjang mempunyai pengaruh negatif yang signifikan secara statistik.
Sedangkan capital inflow riil pada jangka pendek dan jangka panjang tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap GDP riil. Berdasarkan hasil tes
Impulse Response Function (IRF) diketahui bahwa pada periode awal hingga
periode 4, perubahan neraca perdagangan riil akan berpengaruh positif terhadap
GDP riil. Namun pada periode selanjutya berpengaruh negatif terhadap GDP riil.
Sedangkan hasil estimasi respon GDP riil terhadap perubahan variabel capital
inflow riil menunjukkan bahwa pada periode awal hingga periode 30, perubahan
capital inflow riil berpengaruh negatif terhadap GDP riil.
Perwitasari (2008) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari
aliran modal portofolio yang bersifat jangka pendek terhadap pergerakan nilai
tukar rupiah. Data yang digunakan adalah data triwulanan kuartal 3 tahun 1997
hingga 3 tahun 2007. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode
Vector Auto Regressive (VAR). Dari hasil penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa, 1) baik nilai tukar riil maupun nominal dipengaruhi oleh aliran modal
portofolio secara dominan, 2) pergerakan aliran modal portofolio mempengaruhi
fluktuasi nilai tukar rupiah, baik riil maupun nominal rupiah, 3) aliran modal
portofolio masuk mendorong apresiasi nilai tukar rupiah, 4) dampak peningkatan
aliran modal portofolio terhadap perubahan nilai tukar nominal berlangsung
sementara karena kembali keseimbangan, namun respon nilai tukar riil tidak
kembali kepada keseimbangan.
Selain penelitian di atas, penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengengaruhi nilai tukar rupiah telah banyak dilakukan peneliti lain, tetapi
36 variabel-variabel yang digunakan oleh peneliti yang satu dengan yang lainnya
tidak selalu sama. Tergantung kepada masalah yang difokuskan oleh peneliti yang
dianggap relevan untuk menjelaskan penelitian yang dilakukan.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No
1.
2.
3.
Nama
Pengarang/
Tahun
Atmadja
(2002)
Abdilah, et al
(2004)
Ardiansyah
(2006)
Tujuan Penelitian
Menganalisis
tentang hubungan
berbagai variabel
ekonomi dalam
mempengaruhi
pergerakan nilai
tukar rupiah
terhadap dolar
Amerika (19982001)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
fluktuasi nilai tukar
rupiah (Januari
2000 - Desember
2004)
Mengetahui berapa
besar pengaruh
jangka pendek dan
jangka panjang
neraca pembayaran
terhadap nilai tukar
rupiah (1990:1 2005:4) Metode
Analisis
Regresi
(OLS)
Hasil Penelitian
Hanya variabel jumlah
uang beredar yang
memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap
pergerakan nilai tukar
rupiah terhadap dolar
Amerika
Regresi
(OLS)
Jumlah uang beredar,
inflasi dan suku bunga
mempunyai pengaruh
yang signifikan secara
statistik terhadap fluktuasi
nilai tukar rupiah.
VECM
Dalam jangka pendek dan
panjang variabel current
account dan capital
account satu triwulan yang
lalu serta dummy krisis
mempengaruhi secara
signifikan nilai tukar
rupiah. Sedangkan tingkat
suku bunga dua triwulan
yang lalu signifikan
mempengaruhi nilai
tukarhanya dalam jangka
panjang.
37 Lanjutan Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
4.
5.
Lartey (2006)
Depari (2009)
Menguji apakah
arus masuk modal,
khususnya
Penanaman Modal
Asing (FDI),
menyebabkan
apresiasi nilai tukar
(1980‐2000)
Menganalisis
keterbukaan
ekonomi terhadap
nilai tukar
rupiah/US$ di
Indonesia (1999:12008:3)
Fixed
effects
(within)
estimator
FDI sebagai kategori arus
masuk modal swasta
menyebabkan apresiasi
kurs riil ; peningkatan
bantuan resmi
menyebabkan apresiasi
yang nyata, besarnya
menjadi lebih besar
dibandingkan dengan yang
terkait dengan FDI
Regresi
(OLS)
Indeks derajat keterbukaan
ekonomi, suku bunga
Bank Indonesia tenor 3
bulan serta inflasi pada 3
bulan sebelumnya sangat
signifikan secara statistik
mempengaruhi nilai tukar
rupiah/US$
2.8. Kerangka Pemikiran
Suatu negara yang menganut sistem perekonomian terbuka akan mengalami
terjadinya integrasi ekonomi dengan negara lain. Semakin terintegrasi
perekonomian telah mendorong terjadinya pergerakan aliran modal antar negara.
Adanya aliran modal menyebabkan terjadinya perubahan permintaan dan
penawaran terhadap mata uang asing dan domestik tersebut dalam mempengaruhi
nilai tukar mata uang yang diperdagangkan.
Skema alur berpikir pada Gambar 2.2 digunakan untuk menganalisis
permasalahan dalam penelitian ini. Dengan memperhatikan dampak dari capital
inflow atau arus modal masuk asing ditambah pengaruh beberapa variabel
makroekonomi lain seperti inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness ingin
diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap pergerakan nilai tukar rupiah per USD
38 pada periode penelitian. Capital inflow secara langsung dapat mempengaruhi nilai
tukar rupiah, dimana dengan terjadinya globalisasi ekonomi, membuat aliran
modal bebas keluar masuk antar negara. Terjadinya arus keluar modal diduga
menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami deprsiasi pada saat krisis 1997. Serta
peningkatan peringkat hutang Indonesia menyebabkan peningkatan arus modal
yang masuk ke Indonesia dimana diduga akan mempengaruhi variabilitas nilai
tukar rupiah. Apabila capital inflow di Indonesia signifikan berpengaruh terhadap
nilai tukar rupiah maka disarankan beberapa rekomendasi kebijakan pengelolaan
capital inflow agar kestabilan nilai tukar rupiah terjaga. Secara konseptual
penelitian mengenai pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah disajikan
dalam bagan sebagai berikut :
‐
‐
‐
Globalisasi ekonomi, aliran modal
semakin bebas melintas antar negara
Terjadi defisit arus modal keluar
akibat krisis moneter
Peningkatan peringkat Investasi
Aliran Modal Masuk
(Capital inflow)
Inflasi
Suku Bunga
Nilai Tukar
GDP Trade Openness
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Rekomendasi
Kebijakan
39 2.9.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat disimpulkan beberapa
hipotesis, antara lain :
1. Globalisasi ekonomi menyebabkan perekonomian antar negara semakin
terintegrasi. Dimana dengan terintegrasinya perekonomian, akan terjadi
pergerakan aliran modal asing yang masuk ke sebuah negara.
2. Capital inflow berpengaruh negatif terhadap nilai tukar rupiah, dalam
artian meningkatnya capital inflow akan mengkibatkan bertambahnya
penawaran terhadap mata uang asing dan meningkatkan permintaan
terhadap rupiah di pasar uang sehingga nilai tukar rupiah mengalami
apresiasi atau menguat.
3. Inflasi berpengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan laju
inflasi akan mengakibatkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD
(depresiasi).
4. GDP berpengaruh negatif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan GDP
mengakibatkan menguatnya nilai tukar rupiah (apresiasi).
5. Suku bunga berpengaruh negatif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan
tingkat suku bunga (IR) menyebabkan nilai tukar rupiah semakin menguat
atau mengalami apresiasi.
6. Trade openness memiliki pengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah.
Kenaikan trade openness pada jangka panjang akan menyebabkan nilai
tukar terdepresiasi.
40 III.
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Dan Sumber Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang relevan dengan penelitian. Semua data yang digunakan merupakan data deret
waktu (time series) dari tahun 1986 sampai 2010. Data tersebut diperoleh dari
Bank Indonesia, World Development Indicators, United Nations Conference on
Trade and Development (UNCTAD), studi kepustakaan melalui jurnal, artikel,
dan makalah, serta instansi-instansi terkait lainnya. Data-data yang digunakan
untuk variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1. Data, Simbol, dan Sumber Data
Variabel
Satuan
Simbol
Sumber
Nilai Tukar Riil
Rp/$
RER
UNCTAD
Capital Inflow
Inflasi
US Dollar
Persen (%)
CIF
INF
WDI
WDI Perumbuhan Ekonomi
US Dollar
GDP
WDI Suku Bunga
Persen (%)
IR
WDI Trade Openess
Persen (%)
TRADE
WDI
3.2. Definisi Operasional Variabel
Peubah yang digunakan bersama definisi operasionalnya adalah sebagai
berikut:
a.
Capital Inflow (CIF) merupakan aliran modal masuk asing di Indonesia. Data
capital inflow yang digunakan merupakan data aliran modal masuk asing
swasta yang diproksi dari penanaman modal asing langsung (FDI) dan
investasi portofolio yang masuk ke Indonesia. Data variabel CIF dalam dollar
Amerika.
41 b.
Laju inflasi (INF) merupakan kecenderungan kenaikan harga-harga yang
berlaku secara terus–menerus dalam suatu perekonomian nasional dalam
persentase. Data variabel INF merupakan data dalam persen.
c.
Gross Domestic Product (GDP) merupakan produk domestik bruto (PDB) riil
yang menjadi indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Data variabel GDP diperoleh dari perhitungan pertambahan Real Gross
Domestic Product sebagai indikator berdasarkan harga konstan 2000 dan
merupakan data dalam dollar Amerika.
d.
Interest Rate (IR) merupakan suku bunga pinjaman investasi dari bank umum
di Indonesia. Variabel IR adalah data suku bunga riil dalam bentuk persen.
e.
Trade Openness (TRADE) adalah data perdagangan yang dihitung dari
jumlah ekspor dan impor barang dan jasa yang diukur sebagai bagian dari
produk domestik bruto dalam bentuk persen.
f.
Nilai tukar riil (RER) adalah data nilai tukar riil rupiah terhadap IHK
Amerika Serikat dimana cara perhitungannya adalah nilai tukar nominal
dikali dengan IHK Amerika Serikat dan dibagi IHK Indonesia. Data variabel
RER dalam Rp/US$.
3.3. Metode Analisis Data
Alat analsis untuk mengolah data-data yang digunakan dalam penelitian
adalah metode Vector Auto Regression (VAR) jika data-data yang digunakan
stasioner dan tidak terkointegrasi, atau dilanjutkan dengan metode Vector Error
Correction Model (VECM) jika data-data yang digunakan tidak stasioner dan
42 terkointegrasi. Data-data tersebut diolah dengan bantuan perangkat lunak
(software) Eviews 6.0 dan Microsoft excel.
3.3.1. Model Penelitian
Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:
Model umum: RERt = f ( CIFt,, INFt, GDPt, IRt ,TRADEt )
Model dalam bentuk matriks:
_
_
_
_
_
_
dimana,
Ln_RER
= Nilai tukar riil rupiah terhadap USD
Ln_CIF
= Arus modal asing yang masuk
INF
= Inflasi
Ln_GDP
= Produk Domestik Bruto Riil
IR
= Suku Bunga Riil
TRADE
= Trade Openness
a0-f0
= Konstanta
aij
= Koefisien lag peubah ke-j untuk persamaan ke-i
eit
= Residual
Semua data estimasi yang dipergunakan dalam VAR adalah dalam bentuk
logaritma natural sesuai dengan pendapat Sims dalam Enders (2004), kecuali data
yang sudah dalam bentuk persen atau data tersebut memiliki koefisien yang
43 negatif (sangat kecil) yang tidak mungkin untuk diubah dalam bentuk logaritma
natural. Salah satu alasannya adalah untuk memudahkan analisis, karena baik
dalam impulse respons maupun variance decomposition, pengaruh shock dilihat
dalam standar deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk presentase. Semua
variabel adalah variabel endogen dalam metode VAR, sehingga dalam model
penelitian ini dapat dilihat hubungan saling ketergantungan antara semua variabel.
3.3.2. Langkah-langkah Menguji VAR
3.3.2.1. Uji Stasioneritas Data (Uji Augmented Dickey-Fuller)
Data deret waktu (time series) biasanya terdapat permasalahan dalam
stasioneritas, sehingga dapat menjatuhkan validitas dari parameter yang
diestimasi. Uji akar unit atau uji stasioneritas data digunakan untuk melihat
apakah data yang diamati stationer atau tidak. Time series dikatakan stasioner jika
secara stokastik data menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau
dengan kata lain tidak terdapat peningkatan atau penurunan data. Data yang tidak
stasioner akan menghasilkan regresi palsu atau lancung (spurious regression).
Spurious regression adalah regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel
atau lebih yang nampak signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak.
Uji akar unit secara umum dapat dilakukan dengan melihat secara grafis
(visual) apakah terdapat trend dalam data atau tidak, dan melihat variance data
pada periode penelitian. Jika data pada level tidak stasioner, maka data dapat
dimodifikasi menjadi selisih antar data sebelumnya (first difference) sehingga data
menjadi stasioner, data ini kemudian disebut terintegrasi pada derajat pertama atau
I(1). Variabel-variabel yang tidak stasioner pada level tidak dapat digunakan
untuk melihat hubungan jangka panjang dalam VAR. Meskipun penggunaan first
44 difference dalam VAR dapat digunakan, namun identifikasi restriksi jangka
panjang tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, kestasioneran data harus diketahui
sebelum menggunakan VAR.
Uji akar-akar unit merupakan uji yang paling populer untuk mengetahui
stasioner sebuah data. Untuk menguji akar-akar unit pada penelitian ini digunakan
uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller,
yaitu dengan membandingkan nilai ADF dengan nilai kritis Mac Kinnon 1%, 5% ,
dan 10%. Dalam tes ADF, jika nilai ADF lebih kecil dari nilai kritis Mac Kinnon
maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. Jika data berdasarkan uji
ADF tidak stasioner maka solusinya adalah dengan melakukan difference non
stationary processes. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR
dengan metode standar. Sementara series yang tidak stasioner akan berimplikasi
kepada penggunaan VAR dalam bentuk difference atau VECM. Keberadaan
variabel yang tidak stasioner meningkatkan kemungkinan keberadaan hubungan
kointegrasi antar variabel.
3.3.2.2. Uji Lag Optimal
Penentuan lag ini sangat penting mengingat tujuan dikembangkannya model
VAR adalah untuk melihat perilaku dan hubungan variabel dalam jangka pendek.
Dengan lag yang terlalu sedikit maka residual dari regresi tidak akan
menampilkan proses white noise sehingga model tidak dapat mengestimasi actual
error secara tepat. Namun, jika memasukkan terlalu banyak lag maka dapat
mengurangi kemampuan untuk menolak H0 karena tambahan parameter yang
terlalu banyak akan mengurangi degrees of freedom (Gujarati, 2003).
45 Selain itu, isu tentang penentuan panjang lag yang tepat akan menghasilkan
residual yang bersifat Gaussian dalam arti terbebas dari permasalahan autokorelasi
dan heteroskedasitas (Gujarati, 2003). Untuk kepentingan tersebut dapat
digunakan beberapa kriteria untuk mengetahui optimal atau tidaknya lag yang
digunakan. Beberapa kriteria tersebut adalah dengan metode Akaike Information
Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), Final Prediction Error
(FPE), dan Hannan Quinn (HQ). Tanda bintang menunjukkan lag optimal yang
direkomendasikan oleh kriteria AIC, SIC, FPE dan HQ.
3.3.2.3. Uji Stabilitas VAR
Uji stabilitas VAR harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan
analisis impuls respon (IRF) dan analisis peramalan dekomposisi ragam galat
(FEVD) melalui VAR stability condition check. Uji ini nantinya dimaksudkan
untuk mengetahui valid atau tidaknya kedua analisis tersebut. Uji stabilitas VAR
dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal
dengan roots of characteristic polinomial. Model VAR tersebut dianggap stabil
jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada didalam unit circle atau
jika nilai absolutnya lebih kecil dari satu sehingga IRF dan FEVD yang dihasilkan
dianggap valid (Firdaus, 2011).
3.3.2.4. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang
tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi dikemukakan oleh
Engle dan Granger (1987) sebagai kombinasi linear dari dua atau lebih variabel
46 yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi linear
ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan
sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang diantara variabel. (Firdaus,
2011)
Persamaan tersebut dikatakan terkointegrasi jika trace statistic > critical
value. Dengan demikian H0 = nonkointegrasi dengan hipotesis alternatifnya H1 =
kointegrasi. Kita tolak H0 atau terima H1 jika trace statistic > critical value, yang
artinya terjadi kointegrasi dalam persamaan. Tahapan analisis Vector Error
Correction Model (VECM) dapat dilanjutkan setelah jumlah persamaan yang
terkointegrasi telah diketahui.
3.3.2.5. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality)
Uji kausalitas granger digunakan untuk melihat arah hubungan suatu
variabel dengan variabel yang lain. Pendekatan Granger mencoba menjawab
apakah {x} menyebabkan {y} atau apakah nilai {y} sekarang dapat dijelaskan
oleh nilai {y} masa lalu dan kemudian apakah penambahan nilai lag {x} juga
turut memengaruhi. Variabel {y} dikatakan Granger Caused oleh variabel {x}
jika {x} membantu dalam memprediksi {y} atau nilai koefisien lag {x} signifikan
secara stastistik. Uji kausalitas dengan menggunakan pendekatan Granger dapat
dituliskan seperti persamaan berikut :
α
α
... α
α
α
... α
β
β
... β
... β
1
ε .......... (3.2)
1
...... (3.3)
Dari hasil regresi persamaan (3.2) dan (3.3) di atas, maka akan dihasilkan
empat kemungkinan nilai koefisien regresi, masing-masing nilai koefisien adalah :
47 1. Jika secara statistik,
0 dan
1
0 maka terdapat kausalitas
2
satu arah dari x ke y
2. Jika secara statistik,
0 dan
1
0 maka terdapat kausalitas
2
satu arah dari y ke x
0 dan
3. Jika secara statistik,
1
0 maka antara
y ke x
2
tidak saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya.
4. Jika secara statistik,
0 dan
1
0 maka antara
y ke x
2
terdapat hubungan kausalitas antara satu dengan lainnya.
Dalam penelitian, ada beberapa kasus yang dapat diintepretasikan dari
persamaan Granger Causality (Gujarati, 2003: 696-697) :
1. Unidirectional causality dari Y ke X, artinya kausalitas satu arah dari Y ke X
terjadi jika koefisien lag Y pada persamaan Yt adalah secara statistik signifikan
berbeda dengan nol, koefisien lag X pada persamaan Xt sama dengan nol.
2. Unindirectional causality dari X ke Y, artinya kausalitas satu arah dari X ke Y
terjadi jika koefisien lag X pada persamaan Xt adalah secara statistik signifikan
berbeda dengan nol dan koefisien lag Y pada persamaan Yt secara statistik
signifikan sama dengan nol.
3. Feedback/bilateralcausality, artinya kausalitas timbal balik yang terjadi jika
koefisien lag Y dan lag X adalah secara statistik signifikan berbeda dengan
nol pada kedua persamaan Yt dan Xt.
48 4. Independence, artinya tidak saling ketergantungan yang terjadi jika koefisien
lag Y dan lag X adalah secara statistik sama dengan nol pada masing-masing
persamaan Yt dan Xt.
Sedangkan hipotesis statistik untuk pengujian kausalitas dengan menggunakan
pendekatan Granger adalah :
0, Suatu variabel tidak mempengaruhi variabel lainnya
0, Suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya
3.3.3. Model Umum Vector Error Correction Model (VECM)
Model VECM digunakan apabila terdapat persamaan yang terkointegrasi,
dimana nilai trace statistic lebih besar dari pada critical value. Pada persamaan
VECM telah terkandung parameter jangka pendek dan jangka panjang yang
memungkinkan kita untuk mengetahui respon pada jangka pendek dan jangka
panjang. Menurut Siregar dan Ward dalam Andriani (2008), secara umum VECM
dapat ditulis dalam persamaan berikut:
∑
ΓΔ
′
ε ............................................. (3.4)
Dimana :
ΔYt
= Yt – Yt-1 ,
(p-1)
= ordo VECM dari VAR,
Γi
= matriks koefisien regresi,
Yt-i
= vektor lag variabel yang terdiri dari berbagai macam variabel yang
diguanakan,
µ0
= vektor intercept,
49 µ1
= vektor koefisien regresi,
α
= matriks loading,
β
= vektor koitegrasi,
Yt-1
= vektor lag pertama dalam variabel,
εt
= vektor sisaan
3.3.4. Estimasi VAR
Estimasi VAR digunakan untuk melihat apakah variabel X mempengaruhi
variabel Y dan sebaliknya dengan cara membandingkan nilai tstatistik hasil estimasi
dengan nilai ttabel.
3.3.4.1. Impulse Response Function
Untuk mengetahui pengaruh shock dalam perekonomian maka digunakan
metode impulse response. Selama koefisien pada persamaan struktural VAR di
atas
sulit
untuk
diinterpretasikan
maka
banyak
praktisi
menyarankan
menggunakan impulse response function (IRF). Fungsi impulse response
menggambarkan tingkat laju dari shock variabel yang satu terhadap variabel yang
lainnya pada suatu rentang periode tertentu. Sehingga dapat dilihat lamanya
pengaruh dari shock suatu variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya
hilang atau kembali ke titik keseimbangan.
3.3.4.2. Variance Decomposition
Variance Decomposition atau biasa disebut Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD) merupakan perangkat model VAR yang memisahkan
50 variasi dari sejumlah variabel menjadi variabel innovation, dengan asumsi
variabel-variabel innovation tidak saling berkorelasi. Variance decomposition
akan memberikan informasi mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock
pada sebuah variabel terhadap shock variabel yang lain pada periode saat ini dan
periode yang akan datang.
3.4. Mekanisme Analisis Olah Data
Proses analisis VAR dan VECM dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Data
Transformation
Stationary at
Level [I(0)]
No Unit Root Test
Data Exploration
Yes
Var Level
Stationary at First
Difference [I(1)]
Yes
Cointegration
Test
VAR
VECM
S-term
L-term
No
t
L-term
S-term
Optimal Order
(K-1)
Cointegration Rank
Innovation Accounting
IRF
Sumber
FEVD
: Ascarya, 2009
Gambar 3.1. Proses Analisis VAR dan VECM
51 Gambar 3.1 menjelaskan secara ringkas proses analisis VAR dan VECM
melalui beberapa tahap. Pertama, ketika data dasar telah tersedia, kemudian data
ditransformasi ke bentuk logaritma natural (ln) kecuali data yang sudah dalam
bentuk persen. Unit roots test atau uji unit akar adalah uji awal yang dilakukan
untuk mengetahui apakah data stasioner atau tidak stasioner. Jika data stasioner di
level, maka VAR dapat dilakukan pada level dan dapat mengestimasi hubungan
jangka panjang antar variabel. Jika data tidak stasioner pada level, maka data
harus diturunkan pada tingkat pertama (first difference). Keberadaan kointegrasi
antar variabel pada data dapat diuji jika data stasioner pada turunan pertama. Jika
tidak ada kointegrasi antar variabel, maka VAR hanya dapat dilakukan pada
turunan pertamanya dan hanya dapat mengestimasi hubungan jangka pendek antar
variabel, sehingga innovation accounting tidak akan bermakna untuk hubungan
antar variabel dalam jangka panjang. Sedangkan, jika ada kointegrasi antar
variabel, maka VECM dapat dilakukan menggunakan data turunan pertama untuk
mengestimasi hubungan jangka pendek maupun jangka panjang antar variabel.
Innovation accounting untuk VAR dan VECM akan bermakna untuk hubungan
jangka panjang (Ascarya, 2009).
52 IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode analisis yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector
Error Correction Model (VECM). Namun sebelumnya diperlukan langkahlangkah uji atau tahapan untuk melakukan estimasi yaitu: uji akar unit, uji lag
optimal, uji stabilitas VAR, dan uji kointegrasi. Selain itu tahap terakhir adalah
melakukan estimasi-estimasi yang menyertai metode VAR dan VECM , yaitu uji
kausalitas, fungsi respon terhadap shock (Impuls Respon Function/IRF), dan
dekomposisi varian (Forecast Error Variance Decomposition/FEVD).
4.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Data time series sering menimbulkan masalah dalam analisisnya, terutama
masalah ketidakstasioneran data. Uji kestasioneran data merupakan tahap yang
paling penting dalam menganalisis data time series untuk melihat ada tidaknya
akar unit (unit root) yang terkandung diantara variabel sehingga hubungan antar
variabel menjadi valid. Uji ini dilakukan agar hasil regresi yang dilakukan tidak
menghasilkan regresi palsu (spurious regression). Spurious regression adalah
regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampak
signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak. Regresi bersifat spurious
biasanya memiliki R2 yang tinggi dan t-statistik yang terlihat signifikan, akan
tetapi hasilnya tidak dapat diinterpretasikan secara ekonomi.
Penelitian ini menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) untuk
menguji stasioneritas data. Dalam tes ADF, jika nilai ADF lebih kecil dari Mc
53 Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. Jika
data berdasarkan uji ADF tidak stasioner maka solusinya adalah dengan proses
diferensiasi. Uji akar unit setiap variabel dalam model penelitian didasarkan pada
ADF test pada tingkat level. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Uji Akar Unit Pada Tingkat Level
Nilai Kritis Mc Kinnon
1%
5%
10%
Variabel
Nilai ADF
Nilai Tukar Riil
-2.125804
-3.737853
-2.991878
-2.635542
Tidak Stasioner
Capital Inflow
-1.894379
-3.737853
-2.991878
-2.635542
Tidak Stasioner
Inflasi
-4.187765
-3.737853
-2.991878
-2.635542
Stasioner
GDP
-1.261362
-3.737853
-2.991878
-2.635542
Tidak Stasioner
Suku Bunga
-4.707837
-3.737853
-2.991878
-2.635542
Stasioner
Trade Opennes
-3.111637
-3.737853
-2.991878
-2.635542
Stasioner
Sumber
Keterangan
: Lampiran 1, data diolah
Berdasarkan hasil pengujian akar unit pada tingkat level dapat diketahui
bahwa dengan menggunakan taraf nyata lima persen terdapat tiga variabel yang
stasioner yaitu inflasi, suku bunga, dan trade openness. Untuk variabel yang tidak
stasioner perlu dilakukan uji kestasioneran data pada tingkat first difference. Data
yang tidak stasioner akan menghasilkan regresi palsu atau lancung (spurious
regression). Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa seluruh variabel
stasioner pada tingkat first difference karena nilai ADF test statistic variabelvariabel itu secara aktual lebih kecil dari nilai kritis Mac Kinnon. Hasil uji akar
unit selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.
54 Tabel 4.2. Uji Akar Unit pada Tingkat First Difference
Variabel
Nilai ADF
Nilai Tukar Riil
Nilai Kritis Mc Kinnon
Keterangan
1%
5%
10%
-5.557067
-3.752946
-2.998064
-2.638752
Stasioner
Capital Inflow
-4.416969
-3.752946
-2.998064
-2.638752
Stasioner
Inflasi
-5.739348
-3.769597
-3.004861
-2.642242
Stasioner
GDP
-3.249702
-3.752946
-2.998064
-2.638752
Stasioner
Suku Bunga
-8.949110
-3.752946
-2.998064
-2.638752
Stasioner
Trade Opennes
-7.594514
-3.752946
-2.998064
-2.638752
Stasioner
Sumber
: Lampiran 1, data diolah
Hasil pengujian akar unit pada tingkat first difference menunjukkan bahwa
semua variabel sudah stasioner. Seluruh variabel yang akan diestimasi dalam
penelitian ini terintegrasi pada derajat pertama I(1). Hal itu dapat diketahui karena
nilai ADF lebih kecil dari nilai kritis Mc Kinnon.
4.2. Uji Lag Optimal
Dalam estimasi model VAR, penentuan lag optimum merupakan tahap yang
penting karena variabel independen yang digunakan adalah lag dari variabel
dependen dan juga variabel independennya. Hal ini penting karena berkaitan
dengan keakuratan informasi yang akan dihasilkan oleh estimasi model VAR.
Pengujian panjang lag yang optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi
yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criteria (AIC), Schwarz
Information Criterion (SIC) dan Hannan-Quin criterion (HQ) yang terkecil atau
minimum. Tabel 4.3. memperlihatkan hasil tingkat lag optimal berdasarkan
berbagai kriteria. Hasilnya menunjukkan bahwa lag optimal untuk variabelvariabel yang ingin diestimasi adalah satu.
55 Tabel 4.3. Uji Optimum Lag
LR
FPE
AIC
SC
HQ
NA
15745.83
26.69130
26.98582
26.76944
2.507303*
17.84183*
19.90342*
18.38877*
201.4411*
Sumber
: Lampiran 2, data diolah
4.3. Uji Stabilitas VAR
Pengujian stabilitas VAR perlu dilakukan sebelum melakukan analisis lebih
jauh. Hal ini dikarenakan apabila didapatkan model VAR yang tidak stabil maka
analisis Impulse Response Function dan Variance Decomposition menjadi tidak
valid. Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah dibentuk maka
dilakukan pengecekan kondisi VAR stability berupa roots of characteristic
polynomial. Persamaan VAR dapat dikatakan stabil jika modulus dari seluruh
roots of characteristic polynomial lebih kecil dari satu. Berikut hasil pengujian
stabilitas model VAR dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Hasil Uji Stabilitas Model VAR
Root
0.963825
0.745749 - 0.212103i
0.745749 + 0.212103i
0.566130
-0.115961 - 0.366969i
-0.115961 + 0.366969i
Sumber
Modulus
0.963825
0.775326
0.775326
0.566130
0.384855
0.384855
: Lampiran 3, data diolah
Dari Tabel 4.4. terlihat bahwa nilai akar karakteristik atau modulus
semuanya menunjukkan angka kurang dari satu. Sehingga berdasarkan hasil
pengujian pada Tabel 4.4. dapat disimpulkan bahwa model VAR telah stabil.
56 4.4. Uji Kointegrasi
Tahap uji kointegrasi yang dilakukan berguna untuk mengetahui apakah
variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Pengujian kointegrasi
dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang antar variabel yang telah
memenuhi persyaratan selama proses integrasi yaitu dimana semua variabel telah
stationer pada derajat yang sama yaitu derajat satu I(1). Salah satu cara untuk
menguji kointegrasi yaitu dengan menggunakan tes kointegrasi Johansen.
Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen
dengan membandingkan antara trace statistic dengan critical value yang
digunakan, yaitu lima persen. Jika trace statistic lebih besar dari critical value
5%, maka terdapat kointegrasi dalam sistem persamaan tersebut. Hasil uji
kointegrasi berdasarkan trace test dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Hasil Uji Kointegrasi
H0
H1
Trace
Statistic
Nilai
Kritis 5%
Sumber
R=0
R>=1
211.1259
R<=1
R>=2
121.0530
R<=2
R>=3
71.73053
R<=3
R>=4
38.97567
R<=4
R>=5
15.49129
R<=5
R>=6
3.107629
107.3466
79.34145
55.24578
35.01090
18.39771
3.841466
: Lampiran 4, data diolah
Hasil tes kointegrasi Johansen dengan menggunakan taraf nyata sebesar
lima persen, menunjukkan terdapat empat persamaan yang terkointegrasi. Hal itu
dapat diketahui karena nilai trace statistic lebih besar dari pada nilai kritis lima
persen. Model yang akan digunakan adalah Vector Error Correction Model
(VECM) karena terdapat persamaan yang terkointegrasi.
57 4.5.
Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan sebab akibat
(kausalitas) di antara variabel-variabel yang ada dalam model (Firdaus, 2011). Uji
kausalitas pada penelitian ini menggunakan VAR Pairwise Granger Causality
Test dan menggunakan taraf nyata 5 persen.
Hipotesis awal atau Ho yang diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas,
sedangkan hipotesis alternatifnya atau H1 adalah adanya hubungan kausalitas.
Untuk menerima atau menolak hipotesis awal atau Ho digunakan nilai probability.
Jika nilai probability lebih kecil daripada nilai taraf nyata 5 persen, maka kita
mempunyai cukup bukti untuk menolak Ho dan menyimpulkan bahwa variabel
tersebut mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel lain tertentu. Hasil dari
pengujian kausalitas di dalam model dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Hasil Uji Kausalitas Granger
Variabel
RER
CIF
INF
IR
GDP
TRADE
Sumber
RER
0.7688
0.0284
0.7075
0.8660
0.7512
Probabilitas does not Granger Cause
CIF
INF
IR
GDP
0.9710
0.8578
0.5214
0.0702
0.7346
0.6789
0.9937
0.1887
0.1532
0.2848
0.9866
0.8856
0.5283
0.6153
0.2879
0.1764
0.8172
0.4067
0.7087
0.8969
TRADE
0.7738
0.9493
0.1597
0.5391
0.8986
: Lampiran 5, data diolah
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 4.6. didapatkan hasil bahwa
terdapat hubungan dua arah antara variabel RER dengan variabel INF. Hipotesis
nol yang menyatakan bahwa RER tidak mempengaruhi INF ditolak pada tingkat
signifikan 10 persen dan hipotesis nol yang menyatakan bahwa INF tidak
mempengaruhi RER ditolak pada tingkat signifikan 10 persen. Nilai tukar
mempengaruhi inflasi, sebaliknya inflasi juga mempengaruhi nilai tukar.
58 Sedangkan sisanya terdapat hubungan yang saling tidak mempengaruhi ataupun
satu arah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.6.
4.6.
Hasil Penelitian
4.6.1. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model
Hasil estimasi VECM akan didapat hubungan jangka pendek dan jangka
panjang antara nilai tukar riil, capital inflow, inflasi, GDP, suku bunga, dan trade
openness. Pada estimasi ini, nilai tukar riil (Ln_RER) merupakan variabel
dependen, sedangkan variabel independennya adalah capital inflow (Ln_CIF),
inflasi (INF), GDP (Ln_GDP), suku bunga (IR), dan trade openness (TRADE).
Hasil estimasi VECM untuk menganalisis pengaruh jangka pendek dan
jangka panjang pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat
dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Hasil Estimasi VECM Persamaan Nilai Tukar Riil
Variabel
Koefisien
Jangka Pendek
CointEq1
-0,585478
D(RER(-1))
2,024980
D(CIF(-1))
0,004932
D(INFLASI(-1))
-0,025519
D(GDP(-1))
1,616283
D(IR(-1))
0,002507
D(TRADE(-1))
-0,002130
Jangka Panjang
Ln_CIF(-1)
0,012037
INFLASI(-1)
0,012509
Ln_GDP(-1)
-0,975797
IR(-1)
0,021180
TRADE(-1)
0,031747
Sumber
: Lampiran 6, data diolah
Keterangan : Signifikan pada taraf nyata 1%, 5%, dan 10%
T-Statistik
-1,86664*
2,44044*
1,00976
-3.21816*
1,08962
0,27021
-0,16076
-9,62636*
-4,00811*
10,7265*
-10,3056*
-10,9124*
59 Terdapat dugaan parameter error correction sebesar -0.585478 persen yang
secara statistik signifikan maka dinyatakan bahwa terbukti adanya mekanisme
penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang. Hasil estimasi VECM jangka
pendek menunjukkan bahwa variabel nilai tukar riil pada lag pertama berpengaruh
positif terhadap nilai tukar riil yang signifikan pada taraf nyata 5 persen sebesar
2,024980. Artinya apabila terjadi kenaikan pada nilai tukar riil (terdepresiasi)
sebesar satu persen pada periode sebelumnya, maka akan menyebabkan
peningkatan nilai tukar riil (terdepresiasi) sebesar 2,025 persen. Ini berarti bahwa
pergerakan nilai tukar riil lebih besar dalam periode - periode sebelumnya. Hal ini
menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar riil sangat dipengaruhi oleh
pergerakan nilai tukar riil periode sebelumnya.
Variabel inflasi pada lag pertama signifikan berpengaruh negatif terhadap
nilai tukar riil dalam jangka pendek sebesar -0,0255. Artinya apabila terjadi
kenaikan inflasi sebesar satu persen pada periode sebelumnya, maka akan
menyebabkan nilai tukar riil terapresiasi sebesar 0,0025 persen. Hasil penelitian
ini sesuai dengan teori International Fisher Effect (IFE) yang menyatakan bahwa
kenaikan laju inflasi akan direspon oleh bank sentral dengan meningkatkan suku
bunga dimana dengan tingginya suku bunga akan meningkatkan minat investor
asing untuk menanamkan modalnya. Sehingga dengan banyaknya modal yang
masuk maka akan menyebabkan nilai tukar terapresiasi.
Tabel 4.7. juga menunjukkan bahwa dalam jangka panjang terdapat lima
variabel yang berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar riil. Variabel capital
inflow yang merupakan fokus utama peneltian ini mempunyai pengaruh positif
terhadap nilai tukar riil yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen
60 sebesar 0,012037. Artinya pada jangka panjang, apabila terjadi peningkatan
capital inflow sebesar satu persen, maka akan menyebabkan peningkatan nilai
tukar riil (depresiasi) sebesar 0,012037 persen. Hal ini berbeda dengan teori
hubungan investasi dan nilai tukar dimana kenaikan dalam capital inflow atau
investasi asing akan menyebabkan apresiasi nilai tukar riil. Kenaikan pada capital
inflow menyebabkan kurva (S-I) bergeser ke kiri karena investasi lebih besar dari
tabungan yang berarti mengurangi penawaran mata uang domestik. Persediaan
mata uang domestik yang lebih sedikit ini menyebabkan keseimbangan nilai tukar
riil meningkat dan mata uang domestik menjadi lebih berharga atau apresiasi.
Namun, dari hasil estimasi VECM yang didapat peningkatan capital inflow
justru mendepresiasi nilai tukar riil. Hal ini kemungkinan terjadi karena
keterbatasan pada data time series, serta pengaruh variabel lain dalam penelitian.
Selain itu, ada kemungkinan disebabkan oleh komponen capital inflow di
Indonesia terdiri dari FDI yang berorientasi pada impor. Sebagaimana diketahui
FDI meliputi investasi ke dalam aset-aset nyata dalam bentuk pendirian
perusahaan, pembangunan pabrik, pembelian barang modal, tanah, bahan baku,
dan persediaan oleh investor asing dimana investor tersebut terlibat langsung
dalam manajemen perusahaan dan mengontrol penanaman modal tersebut.
Apabila pengadaan barang modal tersebut sebagian besar dari impor, maka hal ini
justru akan mengakibatkan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi.
Variabel lain dalam penelitian seperti inflasi mempunyai pengaruh positif
terhadap nilai tukar riil pada jangka panjang yang signifikan secara statistik pada
taraf nyata 5 persen sebesar 0,012509. Artinya apabila terjadi kenaikan laju inflasi
sebesar satu persen, maka akan menyebabkan nilai tukar riil terdepresiasi sebesar
61 0,012509 persen. Hasil ini sesuai dengan teori purchasing power parity yang
menyatakan bahwa jika inflasi dalam negeri relatif meningkat dari inflasi luar
negeri maka akan mengakibatkan harga barang domestik akan semakin mahal
dibandingkan harga barang di luar negeri. Hal ini mendorong peningkatan
permintaan terhadap barang luar negeri dan akan meningkatkan permintaan valas
untuk pembiayaan barang tersebut sehingga dollar menjadi terapresiasi sedangkan
nilai tukar rupiah terdepresiasi.
GDP mempunyai pengaruh negatif terhadap nilai tukar riil pada jangka
panjang yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen sebesar 0,975797. Artinya apabila terjadi kenaikan GDP sebesar satu persen, maka akan
menyebabkan terjadinya penurunan nilai tukar atau apresiasi nilai tukar sebesar
0,975797 persen. Hasil ini sesuai sesuai dengan hipotesis Balassa-Samuelson
dimana peningkatan pada GDP menyebabkan apresiasi nilai tukar rupiah. Dapat
dijelaskan bahwa kenaikan pada GDP dapat mencirikan keadaan ekonomi
Indonesia semakin baik dan menurunnya resiko terhadap kegagalan investasi.
Keadaan tersebut menyebabkan adanya respon positif dari investor asing untuk
menanamkan modalnya secara langsung di Indonesia. Adanya aliran modal yang
masuk tersebut dapat menyebabkan permintaan terhadap rupiah meningkat atau
dapat dikatakan nilai tukar rupiah terapresiasi.
Suku bunga mempunyai pengaruh positif terhadap nilai tukar riil pada
jangka panjang yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen sebesar
0,021180. Artinya apabila terjadi kenaikan suku bunga pada lag pertama sebesar
satu persen, maka akan menyebabkan peningkatan nilai tukar riil atau nilai tukar
rupiah terdepresiasi sebesar 0,021180 persen. Hasil ini tidak sesuai dengan
62 hipotesis awal dimana terjadinya kenaikan suku bunga, maka akan menyebabkan
nilai tukar rupiah terapresiasi. Namun hal ini dapat dijelaskan bahwa ada
kemungkinan kenaikan suku bunga luar negeri lebih besar daripada suku bunga di
Indonesia. Kenaikan suku bunga juga selain dapat meningkatkan return investasi
portofolio, hal tersebut juga dapat menurunkan investasi pada sektor riil. Apabila
investasi pada sektor riil mengalami penurunan maka akan menyebabkan tingkat
produksi untuk menghasilkan barang ekspor juga menurun. Sehingga keadaan
tersebut menyebabkan penawaran terhadap mata uang asing menurun dan dengan
kata lain nilai tukar rupiah terdepresiasi.
Trade openness mempunyai pengaruh positif terhadap nilai tukar riil pada
jangka panjang yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen sebesar
0,031747. Artinya apabila terjadi kenaikan trade openness sebesar satu persen,
maka akan meningkatkan nilai tukar rill atau nilai tukar rupiah terdepresiasi
sebesar 0,031747 persen. Hasil penelitian menunjukkan keterbukaan perdagangan
mempunyai hubungan yang signifikan terhadap nilai tukar riil di Indonesia,
karena berkaitan dengan kegiatan ekspor dan impor. Peningkatan keterbukaan
perdagangan dapat melalui penurunan tarif atau peningkatan kuota. Tentunya hal
ini dalam jangka panjang akan mempengaruhi peningkatan harga dari barangbarang yang bisa di ekspor atau barang tradable sehingga akan menyebabkan nilai
tukar rupiah terdepresiasi melalui menurunnya neraca perdagangan.
4.6.2. Impuls Respon Function (IRF)
IRF bermanfaat untuk menunjukkan bagaimana respon suatu variabel dari
sebuah shock dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya, dimana
63 analisis ini tidak hanya dalam waktu pendek tetapi dapat menganalisis untuk
beberapa horizon kedepan sebagai infomasi jangka panjang. Sumbu horizontal
menunjukkan waktu dalam periode tahun ke depan setelah terjadinya shock,
sumbu vertikal menunjukkan besarnya respon atau tingkat laju perubahan shock
variabel gangguan dalam variabel endogen. Dalam penelitian ini menganalisis
respon nilai tukar riil terhadap guncangan (shock) atau inovasi pada capital inflow
dan variabel lainnya (variabel inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness).
4.6.2.1. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Capital Inflow
Analisis impuls respon (IRF) pada model penelitian bertujuan untuk
menganalisis pengaruh guncangan capital inflow terhadap nilai tukar riil. Analisis
ini penting untuk melihat pengaruh guncangan capital inflow terhadap nilai tukar
riil Indonesia. Untuk memudahkan interepretasi, shock pada capital inflow sebesar
satu standar deviasi terhadap nilai tukar riil ditunjukkan dalam Gambar 4.1 dalam
50 periode, berikut ini:
Response of RER to Cholesky
One S.D. CIF Innovation
.06
.05
.04
.03
.02
.01
.00
-.01
-.02
-.03
5
Sumber
10
15
20
25
30
35
40
45
50
: Lampiran 7, data diolah
Gambar 4.1. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Capital Inflow di
Indonesia
64 Respon nilai tukar riil akibat guncangan sebesar satu standar deviasi capital
inflow menyebabkan fluktuasi nilai tukar riil. Pada Gambar 4.1 tersebut terlihat
guncangan capital inflow sebesar satu standar deviasi pada priode pertama belum
direspon oleh nilai tukar riil, baru pada periode ke-2 dan ke-4 direspon positif dan
menyebabkan depresiasi nilai tukar berturut-turut sebesar 0,05 dan 0,02 standar
deviasi. Akan tetapi pengaruh guncangan capital inflow juga direspon negatif atau
dapat dikatakan terjadi penurunan nilai tukar riil (apresiasi) berturut-turut pada
periode ke-3, ke-6, ke-7 sebesar -0,02; -0,009; dan -0,007 standar deviasi. Guncangan capital inflow terhadap nilai tukar riil secara keseluruhan
menunjukkan respon yang negatif dengan pergerakan yang stabil pada periode
setelah kuartal ke-17 sebesar -0,003 standar deviasi.
Hasil IRF menunjukkan bahwa respon nilai tukar riil terhadap shock capital
inflow sesuai dengan hipotesis awal, bahwa peningkatan pada capital inflow akan
menyebabkan apresiasi nilai tukar rupiah. Berdasarkan teori hubungan investasi
dan nilai tukar dimana kenaikan dalam capital inflow menyebabkan kurva (S-I)
bergeser ke kiri karena investasi lebih besar dari tabungan yang berarti
mengurangi penawaran mata uang domestik. Dengan kata lain, terjadi
peningkatan terhadap penawaran mata uang asing di pasar valuta asing sehingga
permintaan terhadap rupiah juga mengalami peningkatan dan menyebabkan
rupiah mengalami apresiasi.
4.6.2.2.
Respon Nilai Tukar Riil
Makroekonomi di Indonesia
Terhadap
Guncangan
Variabel
Hasil IRF yang menggambarkan respon nilai tukar riil dalam lima puluh
(50) periode mendatang terhadap pengaruh guncangan variabel makroekonomi
65 seperti inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness sebesar satu standar deviasi
ditunjukkan dalam Gambar 4.2, berikut ini :
Respon RER terhadap Inflasi
Respon RER terhadap GDP
.04
.04
.00
.00
-.04
-.04
-.08
-.08
-.12
-.12
-.16
-.16
5
10
15
20
25
(a)
30
35
40
45
5
50
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
(b)
Respon RER terhadap IR
.04
10
Respon RER terhadap Trade
.04
.00
.00
-.04
-.04
-.08
-.08
-.12
-.12
-.16
-.16
5
10
15
20
25
30
35
40
45
(c)
Sumber
50
5
10
15
20
25
30
35
40
(d)
: Lampiran 7, data diolah
Gambar 4.2.
Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Variabel
Makroekonomi
Berdasarkan Gambar 4.2 (a) diatas, shock satu standar deviasi dari inflasi
belum direspon oleh nilai tukar riil pada awal periode, hal ini berarti shock inflasi
tidak serta merta menyebabkan apresiasi nilai tukar rupiah. Respon negatif terjadi
pada periode kedua sebesar -0,122 standar deviasi yang sekaligus menjadi respon
negatif tertinggi selama periode pengamatan. Respon positif baru terjadi pada
periode ke-3 lalu kemudian mengalami penurunan pada periode ke-4 hingga ke-5.
Respon positif tertinggi terjadi pada periode ke-7 sebesar -0,033 standar deviasi
66 dan mencapai konvergen pada periode ke-19. Secara umum respon nilai tukar riil
terhadap perubahan inflasi adalah negatif.
Hasil IRF nilai tukar riil terhadap perubahan laju inflasi yang menunjukkan
respon yang negatif, yaitu kenaikan pada inflasi akan menyebabkan nilai tukar
rupiah terapresiasi. Kenaikan laju inflasi dengan kondisi seperti ini dapat
dikaitkan dengan nilai tukar riil melalui teori International Fisher Effect. Apabila
terjadi kenaikkan laju inflasi akan direspon oleh bank sentral dengan
meningkatkan suku bunga dimana dengan tingginya suku bunga akan
meningkatkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya. Sehingga
dengan banyaknya modal yang masuk maka akan menyebabkan nilai tukar
terapresiasi.
Selanjutnya akan diuraikan respon variabel nilai tukar terhadap perubahan
GDP. Sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.2 (b) nilai tukar riil belum
menunjukkan respon diawal periode, baru direspon positif pada periode ke-2
sebesar 0,02 standar deviasi dan mengalami respon yang negatif pada periode ke3 hingga ke-4. Respon positif tertinggi pada periode ke-6 sebesar 0,0367 standar
deviasi dan terus mengalami fluktuasi hingga kemudian menjadi stabil pada
periode ke-17.
Hasil IRF nilai tukar riil terhadap perubahan GDP berlawanan dengan
hipotesis awal yaitu positif. Menurut hipotesis Balassa-Samuelson, kenaikan pada
GDP seharusnya menyebabkan niali tukar terapresiasi. Akan tetapi hasil ini ada
kemungkinan apabila terjadi kenaikan GDP atau pertumbuhan pendapatan di
suatu negara meningkat maka akan menyebabkan meningkatnya konsumsi atas
berbagai macam barang dan jasa. Jika diimbangi peningkatan penawaran
67 barang/jasa maka akan memicu impor barang/jasa dari negara lain. Dengan
meningkatnya impor barang/jasa maka terjadi kenaikan permintaan mata uang
negara eksportir untuk pembiayaan. Sehingga hal tersebut menyebabkan mata
uang domestik atau rupiah menjadi terdepresiasi.
Variabel suku bunga sebagaimana terlihat pada gambar 4.2 (c) pada periode
pertama nilai tukar riil tidak merespon shock yang terjadi. Respon baru
ditunjukkan pada periode ke-2 dengan respon negatif sebesar -0,022 standar
deviasi dan terus menurun pada periode ke-3 sebesar -0,032 standar deviasi. Pada
periode ke-4 mengalami respon yang positif sebesar -0,025 standar deviasi.
Respon negatif tertinggi dari perubahan suku bunga terjadi pada periode ke-5
yaitu sebesar -0,034 standar deviasi. Respon nilai tukar riil mengalami fluktuasi
hingga mencapai kondisi stabil yang terjadi pada periode ke-15.
Hasil IRF nilai tukar riil terhadap shock suku bunga sesuai dengan hipotesis
awal yaitu negatif. Peningkatan suku bunga oleh bank sentral akan meningkatkan
ketertarikan investor asing untuk menanamkan modalnya. Hal ini berarti semakin
banyaknya modal asing yang masuk, maka terjadi peningkatan permintaan
terhadap rupiah sehingga menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami apresiasi.
Bahasan selanjutnya adalah respon nilai tukar riil terhadap guncangan satu
standar deviasi pada variabel trade openness. Pada Gambar 4.2 (d) terlihat bahwa
pada periode pertama belum ada respon nilai tukar riil, respon baru terjadi pada
periode ke-2 dan periode ke-3 yaitu respon positif sebesar 0,024 dan 0,029 standar
deviasi. Pada periode ke-4 respon berbalik menjadi negatif dan kembali di respon
positif pada periode ke-5. Kondisi stabil terjadi pada periode ke-19 dan secara
keseluruhan menunjukkan respon yang positif.
68 Hasil IRF nilai tukar riil terhadap perubahan trade openness telah sesuai
dengan hipotesis awal, bahwa peningkatan trade openness menyebabkan nilai
tukar riil mengalami depresiasi. Keterbukaan perdagangan akan meningkatkan
kegiatan ekspor dan impor dimana suatu negara dapat dengan bebas masuk.
Peningkatan keterbukaan perdagangan dapat melalui penurunan terhadap tarif
atau peningkatan kuota. Dengan semakin murahnya harga barang maka pada
awalnya akan meningkatkan ekspor dan berakibat nilai tukar mengalami apresiasi.
Namun, tentunya hal ini dalam jangka panjang akan mempengaruhi peningkatan
harga dari barang-barang yang bisa di ekspor atau barang tradable sehingga
berakibat neraca perdagangan mengalami penurunan. Berdasarkan kondisi
tersebut, maka akan menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi.
4.6.3. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah juga dapat dilihat
melalui analisis Variance Decomposition (VD). Analisis FEVD dipergunakan
untuk mengetahui variabel mana yang paling berperan penting dalam menjelaskan
perubahan suatu variabel.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1
5
10
15
RER
TRADE
20
CIF
25
30
INFLASI
35
IR
40
45
GDP
Gambar 4.3. Dekomposisi Varians Nilai Tukar Riil di Indonesia
50
69 Hasil FEVD menunjukkan bahwa varian nilai tukar riil dominan dijelaskan
oleh shock pada variabel itu sendiri hingga akhir periode. Kontribusi nilai tukar
riil yang besar terhadap dirinya sendiri dapat diartikan bahwa adanya perilaku
spekulasi dari para pelaku pasar uang terhadap terdepresiasi dan terapresiasinya
nilai tukar rupiah yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Pada periode
pertama nilai tukar mempengaruhi dirinya sendiri sebesar 100 persen dan
menurun hingga 80,3 persen pada akhir tahun ke-5. Kemudian variabel inflasi
menempati posisi kedua setelah nilai tukar itu sendiri dalam menjelaskan nilai
tukar riil dengan kontribusi sebesar 12,7 persen pada periode ke-6 dan terus
mengalami penurunan hingga periode akhir mencapai angka 9,52 persen.
Sementara itu, shock pada capital inflow kurang dapat menjelaskan nilai tukar riil
karena pengaruhnya yang sangat kecil.
Rendahnya kontribusi guncangan capital inflow terhadap nilai tukar rupiah
terjadi karena variabel tersebut hanya mempengaruhi sebagian kecil bagi
tersedianya nilai mata uang asing yang diperdagangkan. Hasil temuan ini sejalan
dengan yang dilakukan oleh Ardiansyah (2006), yang menemukan bahwa current
account
yang
didalamnya
termasuk
capital
inflow
kurang
signifikan
mempengaruhi nilai tukar rupiah. Hal ini membuktikan bahwa apabila terjadi
peningkatan dan penurunan capital inflow sebenarnya kurang menggambarkan
pengaruh pada pergerakan nilai tukar rupiah.
70 V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh capital
inflow terhadap nilai tukar rupiah periode 1986 hingga 2010, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan yaitu:
1.
Capital inflow pada jangka pendek tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Sedangkan pada jangka panjang
capital inflow mempunyai pengaruh positif terhadap nilai tukar riil yang
signifikan secara statistik, namun hal ini berlawanan dengan hipotesis awal
yaitu negatif dimana dengan terjadinya kenaikan pada capital inflow akan
menyebabkan apresiasi nilai tukar.
2.
Variabel makroekonomi dalam model yang signifikan berpengaruh terhadap
nilai tukar riil dalam jangka pendek adalah variabel nilai tukar itu sendiri
dan inflasi. Sedangkan variabel yang signifikan dalam jangka panjang
adalah inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness.
3.
Hasil IRF, respon nilai tukar riil terhadap guncangan capital inflow
menunjukkan bahwa peningkatan pada capital inflow memberikan pengaruh
terhadap menguatnya nilai tukar rupiah. Pada periode awal belum ada
respon nilai tukar, hingga periode ke-2 perubahan capital inflow
berpengaruh positif terhadap nilai tukar riil yaitu terjadi depresiasi nilai
tukar rupiah. Namun pada jangka panjang, hasil dari IRF menunjukkan
respon negatif yaitu, terjadinya apresiasi nilai tukar rupiah. Pengaruh
71 guncangan capital inflow mulai mengecil dan menghilang ketika memasuki
periode ke-17.
4.
Hasil FEVD menunjukkan bahwa ternyata variabel yang memberikan
kontribusi besar terhadap nilai tukar rupiah adalah varibel nilai tukar itu
sendiri dan inflasi. Sedangkan variabel capital inflow serta variabel lain
seperti GDP, suku bunga dan trade openness hanya memberikan kontribusi
yang kecil terhadap nilai tukar rupiah.
5.2. Saran
Dari kesimpulan di atas, maka ada beberapa saran yang diajukan dalam
penelitian ini, diantaranya :
1.
Pemerintah sebaiknya perlu membatasi jumlah capital inflow di Indonesia
karena peningkatan pada capital inflow dalam tujuan memperbaiki
pergerakan nilai tukar rupiah tidak efektif dan hanya memberikan kontribusi
yang kecil dalam mengontrol pergerakan nilai tukar rupiah.
2.
Pemerintah sebaiknya melakukan kebijakan yang tepat agar peningkatan
yang terjadi pada capital inflow dapat mencirikan adanya peningkatan
terhadap penawaran valuta asing yang masuk ke domestik. Selain itu
diperlukannya penanganan terhadap nilai tukar itu sendiri dan pengelolaan
inflasi di Indonesia karena nilai tukar rupiah tahun sebelumnya dan inflasi
memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kestabilan nilai tukar rupiah.
Informasi mengenai faktor utama yang menyebabkan kenaikan laju inflasi
sangat diperlukan sebelum pemerintah mengambil kebijakan yang tepat
72 untuk menekan laju inflasi yang berlebihan agar tercipta kestabilan
perekonomian.
3.
Bagi penelitian selanjutnya penulis menyarankan untuk menambahkan lebih
banyak lagi tahun observasi dan variabel lain yang lebih relevan terkait
dengan capital inflow dan nilai tukar rupiah agar dihasilkan estimasi yang
lebih baik.
73 DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, A. 2010. “Fenomena Modal Masuk Asing”. [Kompas Online].
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/12/21/03351353/Fenomena.M
odal.Masuk.Asing [17 Maret 2012]
Andriani, P. 2008. Analisis Pengaruh Neraca Perdagangan dan Capital Inflow
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Appleyard, Dennis; Field Jr., Alfred, & Cobb, Steven. 2006. International
Economics (5th ed.). New York: Mcgraw-Hill Companies.
Ardiansyah, R. 2006. Analisis Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Nilai
Tukar Rupiah [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Ascarya. 2009. Aplikasi
Kebanksentralan.
Modul
VAR
VECM.
Jakarta:
Pusat
Studi
Assaf, Razin and Efraim Sodka. 1999. Labor, Capital and Finance : International
Flow. Cambridge University Press.
Claessens S. Dooley, Michael P., & Warner A. 1995. "Portfolio Capital Flows:
Hot or Cold?". World Bank Economic Review, Oxford University Press, 9 :
153-174
Edwards, Sebastian. 2000.”Capital Flows, Real Exchange Rates, and Capital
Controls. Capital Flows and The Emerging Economies: Theory, Evidence,
and Controversies. Ed. Sebastian Edwards. Chigago: The University of
Chigago Press.
Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series.
Bogor : IPB Press.
Guilarmo A. C., L. Leidarman dan C. M. Reihart. 1994. “The Capital Inflow
Problem : Concepts and Issue, Contemporary Economic Policy”. Jurnal
Ekonomi. Edisi Juli 1994.
Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics. Mc Graw-Hill, Singapura. Jakarta:
Erlangga.
Hady, H. 2004. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Keuangan
Internasional. Ghalia Indonesia, Jakarta.
74 Hilman, R. M. 2011. Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment Terhadap
Industri Besi Baja di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen: IPB, Bogor.
Hossain, A. dan Chowdhury, A. 1998. Open Economy Macroeconomics for
Developing Countries. Edward Elgar, Massachusetts.
Ito T., Isard P., & Symansky S. 1999. Economic Growth and Real Exchange Rate:
An Overview of the Balassa - Samuelson Hypothesis in Asia. University of
Chicago Press, Pages 109 -132
Jhingan, M. L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Guritno
[penerjemah]. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Krugman, O. 1991. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijaksanaan. Rajawali
Press, Jakarta.
Lipsey, R. G., P. N. Courant, D. D. Purvis, dan P. O. Steiner. 1995. Pengantar
Makroekonomi. Edisi Kesepuluh. Binarupa Aksara, Jakarta.
Lumbanraja, T. G. 2006. Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment (FDI)
Terhadap Nilai Tukar Rupiah. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen:
IPB, Bogor.
Mankiw, G. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi ke-5. Imam Nurmawan
[penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
Mishkin, F. S. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial market,
Sixth Edition. Columbia University, Columbia.
Moosa, I. A. 2003. International Finance: An Analytical Approach. 2nd Edition.
New York: McGraw Hill.
Nurul, Dede H., Ruth, K.A.S., & Mei, D.S. 2010. Pengaruh Net Transaksi Asing
Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Terhadap Nilai Tukar Rupiah Di Indonesia
Periode 2006-2009. From http://www.scribd.com/doc/69568711/UTH-MEI,
[16 Februari 2012]
Putong, I. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro & Makro. Edisi ke-2. Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Rahardja, Prathama & Mandala Manurung, 2001. Teori Ekonomi Makro Suatu
Pengantar. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Sadono, Sukirno. 2000. Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran Dari
Klasik Hingga Modern Keynessian Baru. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
75 Sirait, Nikky. 2012. “Berita Positif The Economist Akan Dorong Capital Inflow
Makin Deras”. From http://jaringnews.com/ekonomi/umum/9185/beritapositif-the-economist-akan-dorong-capital-inflow-makin-deras. [19 April
2012]
World Bank. 2012. World Development Indicators 2011.
http://data.worldbank.org/country/indonesia. [ 7 Februari 2012]
From
LAMPIRAN
77 Lampiran 1. Uji Stasioneritas Data
Null Hypothesis: RER has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.125804
-3.737853
-2.991878
-2.635542
0.2369
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(RER)
Method: Least Squares
Date: 03/28/12 Time: 08:50
Sample (adjusted): 1987 2010
Included observations: 24 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RER(-1)
C
-0.311224
2.703811
0.146403
1.269602
-2.125804
2.129652
0.0450
0.0446
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.170407
0.132699
0.196335
0.848047
6.059948
4.519044
0.044986
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.006230
0.210821
-0.338329
-0.240158
-0.312284
2.026365
Null Hypothesis: D(RER) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(RER,2)
Method: Least Squares
Date: 03/28/12 Time: 08:52
Sample (adjusted): 1988 2010
Included observations: 23 after adjustments
t-Statistic
Prob.*
-5.557067
-3.752946
-2.998064
-2.638752
0.0002
78 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(RER(-1))
C
-1.194545
0.001247
0.214960
0.044483
-5.557067
0.028031
0.0000
0.9779
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.595228
0.575953
0.212770
0.950695
4.004065
30.88100
0.000016
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
-0.016678
0.326741
-0.174267
-0.075528
-0.149434
2.028260
Null Hypothesis: CIF has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.894379
-3.737853
-2.991878
-2.635542
0.3291
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(CIF)
Method: Least Squares
Date: 03/28/12 Time: 08:55
Sample (adjusted): 1987 2010
Included observations: 24 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
CIF(-1)
C
-0.284952
4.247517
0.150420
3.264839
-1.894379
1.300988
0.0714
0.2067
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.140245
0.101165
12.00125
3168.662
-92.65065
3.588671
0.071396
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.159028
12.65863
7.887554
7.985726
7.913599
1.696398
79 Null Hypothesis: D(CIF) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.416969
-3.752946
-2.998064
-2.638752
0.0022
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(CIF,2)
Method: Least Squares
Date: 03/28/12 Time: 08:58
Sample (adjusted): 1988 2010
Included observations: 23 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(CIF(-1))
C
-0.963163
0.185661
0.218060
2.760422
-4.416969
0.067258
0.0002
0.9470
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.481605
0.456919
13.23772
3679.980
-91.00002
19.50962
0.000240
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.051460
17.96308
8.086959
8.185697
8.111791
1.999947
Null Hypothesis: INFLASI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(INFLASI)
Method: Least Squares
Date: 03/28/12 Time: 09:00
Sample (adjusted): 1987 2010
Included observations: 24 after adjustments
t-Statistic
Prob.*
-4.187765
-3.737853
-2.991878
-2.635542
0.0036
80 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
INFLASI(-1)
C
-0.888535
9.579090
0.212174
3.191220
-4.187765
3.001702
0.0004
0.0066
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.443564
0.418272
10.86650
2597.777
-90.26682
17.53738
0.000381
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
-0.028935
14.24720
7.688901
7.787073
7.714946
1.953960
Null Hypothesis: GDP has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.261362
-3.737853
-2.991878
-2.635542
0.6301
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(GDP)
Method: Least Squares
Date: 03/28/12 Time: 09:04
Sample (adjusted): 1987 2010
Included observations: 24 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
GDP(-1)
C
-0.035257
0.958629
0.027952
0.720142
-1.261362
1.331167
0.2204
0.1968
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.067442
0.025053
0.043989
0.042571
41.96105
1.591035
0.220390
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.050340
0.044551
-3.330087
-3.231916
-3.304042
1.389569
81 Null Hypothesis: D(GDP) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.249702
-3.752946
-2.998064
-2.638752
0.0298
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(GDP,2)
Method: Least Squares
Date: 03/28/12 Time: 09:06
Sample (adjusted): 1988 2010
Included observations: 23 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(GDP(-1))
C
-0.670115
0.033805
0.206208
0.013797
-3.249702
2.450241
0.0038
0.0231
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.334613
0.302928
0.044018
0.040689
40.24316
10.56057
0.003834
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.000331
0.052722
-3.325492
-3.226753
-3.300659
1.938353
Null Hypothesis: IR has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(IR)
Method: Least Squares
Date: 03/28/12 Time: 09:08
Sample (adjusted): 1987 2010
Included observations: 24 after adjustments
t-Statistic
Prob.*
-4.707837
-3.737853
-2.991878
-2.635542
0.0010
82 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
IR(-1)
C
-0.936630
5.565121
0.198951
2.193861
-4.707837
2.536679
0.0001
0.0188
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.501854
0.479211
8.545599
1606.600
-84.50038
22.16373
0.000107
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
-0.698643
11.84163
7.208365
7.306536
7.234410
1.997717
Null Hypothesis: TRADE has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.111637
-3.737853
-2.991878
-2.635542
0.0391
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(TRADE)
Method: Least Squares
Date: 03/28/12 Time: 09:09
Sample (adjusted): 1987 2010
Included observations: 24 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
TRADE(-1)
C
-0.578293
32.74215
0.185848
10.62859
-3.111637
3.080572
0.0051
0.0055
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.305606
0.274042
10.25295
2312.704
-88.87195
9.682285
0.005085
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.317329
12.03353
7.572663
7.670834
7.598708
2.238809
83 Lampiran 2. Hasil Uji Lag Optimum
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: RER GDP INFLASI IR CIF
TRADE
Exogenous variables: C
Date: 03/28/12 Time: 22:41
Sample: 1986 2010
Included observations: 24
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
-314.2956
NA
15745.83
26.69130
26.98582
26.76944
1
-172.1019
2.507303*
17.84183*
19.90342*
18.38877*
201.4411*
* indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
84 Lampiran 3. Hasil Uji Stabilitas VAR
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: RER GDP INFLASI IR CIF
TRADE
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 1
Date: 03/28/12 Time: 22:41
Root
0.963825
0.745749 - 0.212103i
0.745749 + 0.212103i
0.566130
-0.115961 - 0.366969i
-0.115961 + 0.366969i
No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
Modulus
0.963825
0.775326
0.775326
0.566130
0.384855
0.384855
85 Lampiran 4. Hasil Uji Kointegrasi
Date: 03/28/12 Time: 22:40
Sample (adjusted): 1988 2010
Included observations: 23 after adjustments
Trend assumption: Quadratic deterministic trend
Series: RER GDP INFLASI IR CIF TRADE
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized
No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace
Statistic
0.05
Critical Value
Prob.**
None *
At most 1 *
At most 2 *
At most 3 *
At most 4
At most 5
0.980084
0.882868
0.759281
0.639787
0.416330
0.126384
211.1259
121.0530
71.73053
38.97567
15.49129
3.107629
107.3466
79.34145
55.24578
35.01090
18.39771
3.841466
0.0000
0.0000
0.0009
0.0179
0.1218
0.0779
Trace test indicates 4 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
86 Lampiran 5. Hasil Uji Kausalitas Granger
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 03/28/12 Time: 22:39
Sample: 1986 2010
Lags: 2
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
GDP does not Granger Cause RER
RER does not Granger Cause GDP
23
0.14504
0.67530
0.8660
0.5214
INFLASI does not Granger Cause RER
RER does not Granger Cause INFLASI
23
4.37008
3.08909
0.0284
0.0702
IR does not Granger Cause RER
RER does not Granger Cause IR
23
0.35278
0.15466
0.7075
0.8578
CIF does not Granger Cause RER
RER does not Granger Cause CIF
23
0.26677
0.02952
0.7688
0.9710
TRADE does not Granger Cause RER
RER does not Granger Cause TRADE
23
0.29064
0.26008
0.7512
0.7738
INFLASI does not Granger Cause GDP
GDP does not Granger Cause INFLASI
23
1.34767
1.33535
0.2848
0.2879
IR does not Granger Cause GDP
GDP does not Granger Cause IR
23
0.66117
1.91375
0.5283
0.1764
CIF does not Granger Cause GDP
GDP does not Granger Cause CIF
23
0.00628
0.49898
0.9937
0.6153
TRADE does not Granger Cause GDP
GDP does not Granger Cause TRADE
23
0.10947
0.10753
0.8969
0.8986
IR does not Granger Cause INFLASI
INFLASI does not Granger Cause IR
23
0.12226
2.08594
0.8856
0.1532
CIF does not Granger Cause INFLASI
INFLASI does not Granger Cause CIF
23
0.31384
1.83229
0.7346
0.1887
TRADE does not Granger Cause INFLASI
INFLASI does not Granger Cause TRADE
23
0.94623
2.03461
0.4067
0.1597
CIF does not Granger Cause IR
IR does not Granger Cause CIF
23
0.39578
0.01354
0.6789
0.9866
TRADE does not Granger Cause IR
IR does not Granger Cause TRADE
23
0.35100
0.63949
0.7087
0.5391
TRADE does not Granger Cause CIF
CIF does not Granger Cause TRADE
23
0.20409
0.05217
0.8172
0.9493
87 Lampiran 6. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model
Vector Error Correction Estimates
Date: 03/28/12 Time: 22:43
Sample (adjusted): 1988 2010
Included observations: 23 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
Cointegrating Eq:
CointEq1
RER(-1)
1.000000
TRADE(-1)
-0.031747
(0.00291)
[-10.9124]
CIF(-1)
-0.012037
(0.00125)
[-9.62636]
INFLASI(-1)
-0.012509
(0.00312)
[-4.00811]
IR(-1)
-0.021180
(0.00206)
[-10.3056]
GDP(-1)
0.975797
(0.09097)
[ 10.7265]
@TREND(86)
-0.055865
C
-30.88598
Error Correction:
D(RER)
D(TRADE)
CointEq1
-0.585478
(0.31365)
D(RER(-1))
D(CIF)
D(INFLASI)
D(IR)
D(GDP)
-34.32664
78.20896
-24.53139
36.96836
0.118489
(15.6510)
(16.0950)
(18.4648)
(13.4066)
(0.06776)
[-1.86664]
[-2.19325]
[ 4.85922]
[-1.32855]
[ 2.75748]
[ 1.74863]
2.024980
123.1388
-145.3610
157.0838
-95.53385
-0.556333
88 (0.82976)
(41.4043)
(42.5787)
(48.8482)
(35.4666)
(0.17926)
[ 2.44044]
[ 2.97406]
[-3.41394]
[ 3.21575]
[-2.69363]
[-3.10349]
-0.002130
-0.781063
0.705475
-0.194405
0.554223
0.001381
(0.01325)
(0.66110)
(0.67986)
(0.77996)
(0.56630)
(0.00286)
[-0.16076]
[-1.18145]
[ 1.03768]
[-0.24925]
[ 0.97868]
[ 0.48241]
0.004932
0.193215
-0.346707
0.504469
-0.267917
-0.001798
(0.00488)
(0.24370)
(0.25062)
(0.28752)
(0.20875)
(0.00106)
[ 1.00976]
[ 0.79283]
[-1.38342]
[ 1.75457]
[-1.28341]
[-1.70399]
-0.025519
-1.269309
1.879923
-1.359087
1.178071
0.004698
(0.00793)
(0.39568)
(0.40691)
(0.46682)
(0.33894)
(0.00171)
[-3.21816]
[-3.20789]
[ 4.62003]
[-2.91136]
[ 3.47575]
[ 2.74255]
0.002507
0.058258
0.382267
0.283644
-0.110356
-0.000972
(0.00928)
(0.46302)
(0.47615)
(0.54626)
(0.39662)
(0.00200)
[ 0.27021]
[ 0.12582]
[ 0.80283]
[ 0.51925]
[-0.27824]
[-0.48500]
1.616283
127.8822
40.53012
268.6895
-72.78513
0.058218
(1.48335)
(74.0176)
(76.1171)
(87.3249)
(63.4029)
(0.32046)
[ 1.08962]
[ 1.72773]
[ 0.53247]
[ 3.07690]
[-1.14798]
[ 0.18167]
-0.140391
-9.998163
1.632632
-25.53557
7.976924
0.089047
(0.14750)
(7.35987)
(7.56863)
(8.68306)
(6.30441)
(0.03186)
[-0.95184]
[-1.35847]
[ 0.21571]
[-2.94085]
[ 1.26529]
[ 2.79455]
0.002156
0.151010
-0.081591
0.745319
-0.234806
-0.002605
(0.00688)
(0.34352)
(0.35326)
(0.40528)
(0.29425)
(0.00149)
[ 0.31319]
[ 0.43960]
[-0.23097]
[ 1.83904]
[-0.79797]
[-1.75185]
R-squared
0.525161
0.645293
0.664842
0.650872
0.711861
0.520440
Adj. R-squared
0.253824
0.442603
0.473324
0.451371
0.547211
0.246405
Sum sq. resids
0.469035
1167.859
1235.049
1625.533
856.9174
0.021891
S.E. equation
0.183037
9.133374
9.392434
10.77541
7.823579
0.039543
F-statistic
1.935457
3.183647
3.471424
3.262495
4.323463
1.899177
Log likelihood
12.12900
-77.80107
-78.44436
-81.60370
-74.24083
47.37189
Akaike AIC
-0.272087
7.547919
7.603858
7.878583
7.238333
-3.336686
Schwarz SC
0.172237
7.992243
8.048182
8.322907
7.682657
-2.892362
Mean dependent
-0.001672
0.054698
0.190793
-0.180119
-0.024076
0.050283
S.D. dependent
0.211894
12.23345
12.94215
14.54771
11.62672
0.045551
D(TRADE(-1))
D(CIF(-1))
D(INFLASI(-1))
D(IR(-1))
D(GDP(-1))
C
@TREND(86)
Determinant resid covariance (dof
adj.)
0.015129
89 Determinant resid covariance
Log likelihood
0.000769
-113.3610
Akaike information criterion
15.07487
Schwarz criterion
18.03702
90 Lampiran 7. Hasil Impulse Response Function
Period
CIF
INFLASI
GDP
IR
TRADE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
0.000000
0.050372
-0.020116
0.020439
0.009761
-0.009439
-0.007101
-0.003226
-0.005030
-0.004524
-0.004929
-0.002486
-0.002569
-0.003073
-0.003073
-0.002759
-0.002997
-0.003153
-0.003201
-0.003103
-0.003132
-0.003154
-0.003140
-0.003105
-0.003112
-0.003118
-0.003117
-0.003111
-0.003115
-0.003118
-0.003118
-0.003117
-0.003117
-0.003118
-0.003117
-0.003117
-0.003117
-0.003117
-0.003117
-0.003117
-0.003117
-0.003117
-0.003117
-0.003117
-0.003117
-0.003117
-0.003117
-0.003117
-0.003117
-0.003117
0.000000
-0.122864
-0.042929
-0.050208
-0.062705
-0.048338
-0.033419
-0.034419
-0.034847
-0.037302
-0.034775
-0.036647
-0.038333
-0.038649
-0.037975
-0.038203
-0.038257
-0.038156
-0.037864
-0.037889
-0.037933
-0.037932
-0.037894
-0.037929
-0.037953
-0.037956
-0.037945
-0.037950
-0.037952
-0.037950
-0.037945
-0.037946
-0.037947
-0.037946
-0.037946
-0.037946
-0.037947
-0.037947
-0.037947
-0.037947
-0.037947
-0.037947
-0.037947
-0.037947
-0.037947
-0.037947
-0.037947
-0.037947
-0.037947
-0.037947
0.000000
0.020607
0.017229
0.015794
0.033336
0.036705
0.034438
0.033183
0.034105
0.033514
0.031946
0.031167
0.031663
0.031731
0.031594
0.031651
0.031887
0.031946
0.031901
0.031884
0.031914
0.031901
0.031873
0.031865
0.031873
0.031873
0.031870
0.031871
0.031875
0.031875
0.031875
0.031875
0.031875
0.031875
0.031874
0.031874
0.031874
0.031874
0.031874
0.031874
0.031874
0.031874
0.031874
0.031874
0.031874
0.031874
0.031874
0.031874
0.031874
0.031874
0.000000
-0.022224
-0.032377
-0.025659
-0.034933
-0.030147
-0.030364
-0.027817
-0.027481
-0.026852
-0.027045
-0.026660
-0.027164
-0.027205
-0.027383
-0.027354
-0.027429
-0.027400
-0.027397
-0.027353
-0.027357
-0.027345
-0.027346
-0.027341
-0.027348
-0.027349
-0.027351
-0.027350
-0.027352
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
-0.027351
0.000000
0.024144
0.029588
0.027941
0.036354
0.030521
0.028604
0.027297
0.026679
0.025896
0.025817
0.025879
0.026414
0.026444
0.026556
0.026626
0.026684
0.026631
0.026601
0.026578
0.026578
0.026560
0.026558
0.026561
0.026567
0.026567
0.026569
0.026570
0.026571
0.026570
0.026570
0.026570
0.026570
0.026570
0.026569
0.026570
0.026570
0.026570
0.026570
0.026570
0.026570
0.026570
0.026570
0.026570
0.026570
0.026570
0.026570
0.026570
0.026570
0.026570
Cholesky Ordering: RER CIF INFLASI GDP IR TRADE
91 Lampiran 8. Variance Decomposition of RER
Period
S.E.
RER
CIF
INFLASI
GDP
IR
TRADE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
0.183037
0.297283
0.333140
0.387905
0.427506
0.448721
0.465544
0.481800
0.497447
0.512229
0.526694
0.541922
0.557187
0.571947
0.586350
0.600514
0.614301
0.627674
0.640717
0.653514
0.666061
0.678364
0.690451
0.702345
0.714045
0.725554
0.736885
0.748045
0.759041
0.769878
0.780564
0.791107
0.801510
0.811780
0.821922
0.831940
0.841839
0.851623
0.861296
0.870861
0.880323
0.889684
0.898947
0.908116
0.917194
0.926182
0.935084
0.943902
0.952638
0.961295
100.0000
78.34923
78.73316
81.23921
80.35159
79.37771
78.95255
78.70539
78.46008
78.18874
78.05383
78.00965
77.93730
77.85400
77.79288
77.73940
77.67969
77.61895
77.56608
77.51907
77.47402
77.43188
77.39395
77.35911
77.32619
77.29519
77.26627
77.23909
77.21334
77.18896
77.16596
77.14419
77.12352
77.10388
77.08523
77.06747
77.05054
77.03438
77.01895
77.00419
76.99006
76.97652
76.96353
76.95107
76.93910
76.92759
76.91652
76.90586
76.89558
76.88568
0.000000
2.871071
2.650911
2.232861
1.890479
1.760193
1.658535
1.552989
1.467059
1.391406
1.324785
1.253482
1.187867
1.130235
1.078137
1.029989
0.986653
0.947584
0.911891
0.878781
0.848195
0.819872
0.793485
0.768793
0.745705
0.724081
0.703774
0.684660
0.666652
0.649656
0.633585
0.618363
0.603928
0.590219
0.577182
0.564768
0.552935
0.541643
0.530855
0.520539
0.510663
0.501201
0.492127
0.483418
0.475052
0.467009
0.459271
0.451820
0.444642
0.437721
0.000000
17.08074
15.26220
12.93218
12.79864
12.77752
12.38601
12.07464
11.81773
11.67582
11.47921
11.30045
11.16306
11.05097
10.93418
10.82917
10.73637
10.65331
10.57321
10.49931
10.43181
10.36953
10.31085
10.25623
10.20540
10.15786
10.11304
10.07090
10.03124
9.993794
9.958343
9.924773
9.892946
9.862722
9.833971
9.806599
9.780510
9.755613
9.731827
9.709080
9.687307
9.666445
9.646438
9.627235
9.608789
9.591055
9.573993
9.557566
9.541739
9.526479
0.000000
0.480494
0.650095
0.645264
1.139294
1.703218
2.129552
2.462613
2.780173
3.050110
3.252764
3.403285
3.542287
3.669610
3.781871
3.883374
3.980463
4.071696
4.155503
4.232385
4.304004
4.370458
4.431874
4.488883
4.542239
4.592251
4.639166
4.683293
4.724934
4.764272
4.801467
4.836688
4.870101
4.901833
4.932003
4.960726
4.988107
5.014237
5.039199
5.063070
5.085921
5.107816
5.128813
5.148966
5.168325
5.186936
5.204842
5.222082
5.238693
5.254708
0.000000
0.558849
1.389567
1.462445
1.871753
2.150334
2.423125
2.595710
2.740177
2.859120
2.967906
3.045462
3.118549
3.185913
3.249418
3.305429
3.358084
3.407087
3.452616
3.493911
3.532218
3.567756
3.600791
3.631417
3.660076
3.686957
3.712215
3.735954
3.758347
3.779499
3.799505
3.818443
3.836407
3.853468
3.869691
3.885135
3.899857
3.913907
3.927330
3.940166
3.952453
3.964226
3.975516
3.986352
3.996762
4.006769
4.016397
4.025667
4.034599
4.043210
0.000000
0.659614
1.314062
1.488037
1.948253
2.231032
2.450220
2.608661
2.734774
2.834802
2.921501
2.987662
3.050935
3.109268
3.163518
3.212636
3.258731
3.301368
3.340699
3.376546
3.409754
3.440503
3.469045
3.495565
3.520387
3.543664
3.565530
3.586096
3.605494
3.623814
3.641139
3.657542
3.673100
3.687875
3.701924
3.715300
3.728050
3.740218
3.751843
3.762959
3.773600
3.783796
3.793574
3.802959
3.811974
3.820641
3.828980
3.837008
3.844743
3.852201
Cholesky Ordering: RER CIF INFLASI GDP IR TRADE
Download