ANA ALISIS PE ENGARU UH CAPIT TAL INFL LOW TER RHADAP P NILA AI TUKAR R RUPIA AH OLEH H AG GUNG PRA ADITYA H14080044 DE EPARTE EMEN ILM MU EKO ONOMI FAKUL LTAS EK KONOMI DAN MA ANAJEM MEN IN NSTITUT T PERTA ANIAN BO OGOR 2012 2 RINGKASAN AGUNG PRADITYA. Analisis Pengaruh Capital Inflow Terhadap Nilai Tukar Rupiah (dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM). Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia internasional. Semakin terintegrasinya berbagai aspek perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia mengakibatkan terjadinya peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara. Adanya aliran modal masuk asing ini secara tidak langsung dapat menggerakkan perkembangan sektor keuangan untuk tumbuh lebih maju dan pada akhirnya akan memacu pertumbuhan ekonomi. Berkaitan dengan aliran modal asing yang masuk cukup deras, maka akan mempengaruhi stabilitas perekonomian Indonesia dari aspek eksternal berupa gejolak nilai tukar rupiah setiap saat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah, menganalisis bagaimana pengaruh guncangan capital inflow terhadap nilai tukar rupiah. Serta mengetahui pengaruh variabel makroekonomi lain terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Auto Regression (VAR) yang dilanjutkan dengan Vector Error Correction Model (VECM). Hasil estimasi VECM model penelitian menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah pada jangka pendek secara signifikan dipengaruhi oleh variabel nilai tukar itu sendiri pada lag pertama dan inflasi, sedangkan pada jangka panjang menunjukkan bahwa variabel capital inflow, inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness signifikan mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah. Variabel capital inflow, inflasi, suku bunga, dan trade openness berpengaruh positif sehingga menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi. Sedangkan variabel GDP berpengaruh negatif, maka akan menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami apresiasi. Respon nilai tukar riil akibat guncangan capital inflow serta variabel makroekonomi lain seperti inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness menyebabkan fluktuasi nilai tukar riil. Pengaruh guncangan capital inflow mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah pada kisaran periode awal hingga periode ke-17. Hasil FEVD menunjukkan bahwa varian nilai tukar riil dominan dijelaskan oleh shock pada variabel nilai tukar rupiah itu sendiri dan inflasi hingga akhir periode. Sedangkan guncangan pada variabel capital inflow, serta variabel makroekonomi seperti GDP, suku bunga dan trade openness kurang dapat menjelaskan nilai tukar riil karena pengaruhnya yang sangat kecil. Adapun saran yang diberikan penulis dengan melihat hasil dari penelitian ini yaitu: (1) Pemerintah sebaiknya perlu membatasi jumlah capital inflow di Indonesia karena peningkatan pada capital inflow dalam tujuan memperbaiki pergerakan nilai tukar rupiah tidak efektif dan hanya memberikan kontribusi yang kecil dalam mengontrol pergerakan nilai tukar rupiah. (2) Pemerintah sebaiknya melakukan kebijakan yang tepat agar peningkatan yang terjadi pada capital inflow dapat mencirikan adanya peningkatan terhadap penawaran valuta asing yang masuk ke domestik. Selain itu diperlukannya penanganan terhadap nilai tukar itu sendiri dan pengelolaan inflasi di Indonesia karena nilai tukar rupiah tahun sebelumnya dan inflasi memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kestabilan nilai tukar rupiah. Informasi mengenai faktor utama yang menyebabkan kenaikan laju inflasi sangat diperlukan sebelum pemerintah mengambil kebijakan yang tepat untuk menekan laju inflasi yang berlebihan agar tercipta kestabilan perekonomian. ANALISIS PENGARUH CAPITAL INFLOW TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH OLEH AGUNG PRADITYA H14080044 Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama : Agung Praditya Nomor Registrasi Pokok : H14080044 Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Capital Inflow Terhadap Nilai Tukar Rupiah dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1 003 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1 003 Tanggal Kelulusan: PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, April 2012 Agung Praditya H14080044 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Agung Praditya, dilahirkan di Bekasi pada tanggal 08 Februari 1990. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Drs. Harsono dan Ibu Titin Suryani, S.Pd. Penulis menjalani pendidikan dan berhasil menamatkannya di SD Negeri Harja Mekar 04 pada tahun 2002, SMP Negeri 1 Cikarang Barat pada tahun 2005 dan SMA Negeri 1 Cikarang Utara pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2008, penulis berhasil diterima di Institut Pertanian Bogor melalui program Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) AIKIDO IPB dan Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA). Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan baik itu tingkat Departemen Ilmu Ekonomi maupun tingkat Fakultas Ekonomi dan Manajemen seperti Extravaganza 2009, Hipotex-R 2009, Sportakuler 2011, dan kegiatan kepanitiaan lainnya. KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan ramhat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Analisis Pengaruh Capital Inflow Terhadap Nilai Tukar Rupiah”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam skripsi ini, namun penulis berharap semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian dan dorongan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Dedi Budiman Hakim, Ph.D., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, memberikan petunjuk, pengarahan dan bimbingan serta kesabaran yang diberikan kepada penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS., selaku dosen penguji utama dan Bapak Deni Lubis, MA., selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan arahan dan saran untuk perbaikan kualitas skripsi ini. 3. Kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Drs. Harsono dan Ibu Titin Suryani, S.Pd yang telah memberikan motivasi, doa, dan materi bagi penulis selama pembuatan skripsi ini. 4. Kepada: Andini Novrianti, Aprilina, Nisaul Haq, dan Nenti Simbolon yang telah banyak membantu selama proses pembuatan skripsi. 5. Destiara Lismaniar Putri atas semangat, motivasi, serta dukungan moril selama proses pembuatan skripsi ini. 6. Kepada: teman-teman Ilmu Ekonomi 45 atas bantuan dan dukungannya serta semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Semua pihak yang telah membantu penulis baik moril maupun materiil sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Bogor, April 2012 Agung Praditya H14080044 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………...…………….... iv DAFTAR GAMBAR ……………………………………………....……...... v DAFTAR LAMPIRAN …………....……………………………....……....... vi I. PENDAHULUAN ...……………………………………….........……. 1 1.1. Latar Belakang ………………………...………….............……… 1 1.2. Perumusan Masalah ……………………………....………………. 6 1.3. Tujuan Penelitian …………………………................………..…... 10 1.4. Manfaat Penelitian ………………………………..............………. 11 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ………………………..............………. 11 1.6. Keterbatasan Penelitian ……....…………………..............………. 11 TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................……….. 13 2.1. Aliran Modal Masuk Asing (Capital Inflow) …………………...... 13 II. 2.1.1. Penanaman Modal Asing Langsung ( Foreign Direct Investment) ........................................................................... 13 2.1.2. Penanaman Modal Asing Tidak Langsung ( Portofolio Foreign Investment) ………………………................……. 15 2.2. Nilai Tukar ……………………………………………………....... 16 2.2.1. Pengertian Nilai Tukar …………………………….............. 16 2.2.2. Sistem Nilai Tukar …………………………………………. 18 2.3. Hubungan Investasi Asing Bersih dan Nilai Tukar ………............. 20 2.4. Teori Permintaan dan Penawaran Uang .................………............. 22 2.5. Identifikasi Variabel-Variabel Lain Penelitian ……………........… 23 2.5.1. Inflasi …………………………………………………….… 23 2.5.2. Pertumbuhan Ekonomi …………………...………...……… 24 2.5.3. Suku Bunga ……….................................................……….. 27 2.5.4. Trade Openness ……..........................................…………... 28 2.6. Vector Auto Regression (VAR) ………………………………....... 30 2.7. Penelitian Terdahulu ……………………………………………… 33 ii 2.8. Kerangka Pemikiran ………………………………………………. 37 2.9. Hipotesis …………………………………………………………... III. 39 METODE PENELITIAN .........……………………………………….. 40 3.1. Jenis dan Sumber Data ……………………………………………. 40 3.2. Definisi Operasional Variabel …………………………….............. 40 3.3. Metode Analisis Data …………………………………………....... 41 3.3.1. Model Penelitian ………………………......................…….. 42 3.3.2. Langkah-langkah Menguji VAR …………………………... 43 3.3.2.1. Uji Stasioneritas Data ( Uji Augmented DickeyFuller) ……………………………………………... 43 3.3.2.2. Uji Lag Optimal ……………………………………. 44 3.3.2.3. Uji Stabilitas VAR …………………………………. 45 3.3.2.4. Uji Kointegrasi ……………………………………... 45 3.3.2.5. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality) .……… 46 3.3.3. Model Umum Vector Error Correction Model (VECM) …... 48 3.3.4. Estimasi VAR …………………………………………........ 49 3.3.4.1. Impulse Response ………………………………....... 49 3.3.4.2. Variance Decomposition …………………………… 49 3.4. Mekanisme Analisis Olah Data ……………………......………….. 50 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….. 52 4.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test) …….......………………………...… 52 4.2. Uji Lag Optimal …........................................................................... 54 4.3. Uji Stabilitas VAR …………………………......................………. 55 4.4. Uji Kointegrasi ……………….......................................………….. 56 4.5. Uji Kausalitas Granger ……………..................…………………... 57 4.6. Hasil Penelitian …………………………...................................….. 58 4.6.1. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model …………….. 58 4.6.2. Impuls Respon Function (IRF) …............................………… 62 4.6.2.1. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Capital Inflow …....................................................................... 63 4.6.2.2. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Variabel Makroekonomi di Indonesia ........................................ 64 iii 4.6.3. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) .................. 68 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………... 70 5.1. Kesimpulan ……………………………………………………….... 70 5.2. Saran ……………………………………………………………….. 71 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………............ 73 LAMPIRAN ………………………………………………………………….. 76 iv DAFTAR TABEL Nomor Halaman Tabel 1.1. Jumlah Capital Inflow Indonesia Tahun 1995-2010 (US$) …….... 4 Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu ………………..………………..................... 36 Tabel 3.1. Data, Simbol, dan Sumber Data …………………………………. 40 Tabel 4.1. Uji Unit Root pada Tingkat Level ……………...………………… 53 Tabel 4.2. Uji Unit Root pada Tingkat First Difference …………...………... 54 Tabel 4.3. Uji Optimum Lag ………………...……………………………..... 55 Tabel 4.5. Uji Stabilitas Model VAR ………………………………...…….... 55 Tabel 4.6. Hasil Uji Kointegrasi ………………………………………...…… 56 Tabel 4.7. Uji Kausalitas Granger ……………………………………...……. 57 Tabel 4.8. Hasil Estimasi VECM ………………………………………...….. 58 v DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Gambar 1.1. Perkembangan Capital Inflow Indonesia 1986 – 2010 .............. 7 Gambar 1.2. Indeks Nilai Tukar Rupiah / US$ dan Indeks Capital Inflow di Indonesia Periode 1986 – 2010 (2005=100) ..................…… 8 Gambar 2.1. Pergeseran Kurva ( S-I ) dan ( NX ) …………….......………... 21 Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian ……………......……………... 38 Gambar 3.1. Proses Analisis VAR dan VECM …………………………….. 50 Gambar 4.1. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Capital Inflow di Indonesia ………………….......………………………….... 63 Gambar 4.2. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Variabel Makroekonomi .............……………………..........………….... 65 Gambar 4.3. Dekomposisi Varians Nilai Tukar Riil di Indonesia …...…....... 68 vi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman Lampiran 1. Uji Stasioneritas Data ................................................................. 77 Lampiran 2. Hasil Uji Lag Optimum ...............………..............................…. 83 Lampiran 3. Hasil Uji Stabilitas VAR ……………...............………............... 84 Lampiran 4. Hasil Uji Kointegrasi ……………………...……………............. 85 Lampiran 5. Hasil Uji Kausalitas Granger ……………………………............ 86 Lampiran 6. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model …………............. 87 Lampiran 7. Hasil Impulse Response Function ……..........…………................ 90 Lampiran 8. Variance Decomposition of RER ……………............................. 91 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia internasional. Semakin terintegrasinya berbagai aspek perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia mengakibatkan terjadinya peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara. Meningkatnya mobilitas arus modal, terutama yang mengalir ke negara– negara berkembang, merupakan dampak langsung dari integrasi keuangan yang semakin tinggi di negara berkembang. Hal tersebut tentu banyak dimanfaatkan dan dijadikan kesempatan terutama untuk melakukan kegiatan pembangunan. Setiap negara yang akan melakukan pembangunan memerlukan modal untuk pembiayaan. Sumber-sumber pembiayaan atau modal dapat berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Secara umum, sumber dana pembangunan (modal) berasal dari dalam negeri bersumber dari tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, dan pajak. Sedangkan dana pembangunan yang berasal dari luar negeri dapat dibedakan dari dua jenis, yaitu bantuan luar negeri dan penanaman modal asing. Indonesia merupakan sebuah negara yang besar dan sebagai salah satu negara berkembang membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar untuk pembangunan tersebut terjadi karena upaya untuk menyetarakan kedudukan dengan negara-negara lain terutama negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. Dana dari dalam negeri (investasi dalam negeri) dirasakan tidak mencukupi untuk 2 melakukan pembangunan sehingga pemerintah berupaya untuk menarik dana yang berasal dari dalam maupun luar negeri (Lumbanraja, 2006). Adanya aliran modal masuk asing ini secara tidak langsung dapat menggerakkan perkembangan sektor keuangan untuk tumbuh lebih maju dan pada akhirnya akan memacu pertumbuhan ekonomi. Menurut Edwards (2000), terdapat tiga bentuk modal asing yang bergerak dalam lalu lintas modal internasional, yaitu investasi langsung (foreign direct investment), investasi portofolio (portofolio investment), dan aliran bentuk modal lain (other types of flows). Investasi langsung merupakan bentuk investasi asing (foreign direct investment) jangka panjang yang pada umumnya bergerak di sektor riil. Investasi portofolio (portofolio investment) merupakan investasi yang bersifat jangka pendek dan mempengaruhi pasar keuangan domestik dengan bentuk transaksi berupa saham dan obligasi, sedangkan aliran modal bentuk lain meliputi kredit perdagangan dan pinjaman pemerintah. Upaya pemerintah dalam meningkatkan modal asing dimulai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970. Perubahan tersebut karena startegi dari UU PMA Nomor 1/1967 dalam menarik modal asing masih dirasakan memberatkan investor asing karena memerlukan modal awal yang besar dan birokrasi yang panjang. Dalam periode selanjutnya, revisi terhadap UU PMA terus dilakukan hingga diperoleh UU PMA Nomor 25/2007 yang diharapkan dapat menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif di Indonesia. Strategi UU PMA ini dalam menarik investor asing yaitu dengan memberikan perlakuan yang sama kepada semua investor baik investor 3 domestik maupun asing dan juga memungkinkan pemulangan modal tanpa adanya suatu hambatan (Hilman, 2011). Hady (2003) menguraikan bahwa arus modal yang masuk, terutama modal swasta selama paruh pertama dasawarsa 1990-an, terjadi peningkatan luar biasa. Pada akhir dasawarsa 1980-an, arus modal swasta bersih baru berkisar US$ 400 juta per tahun. Akan tetapi, arus masuk modal swasta melonjak hingga melampaui US$ 5 miliar pada tahun 1993 dan melebihi US$ 10 miliar pada tahun 1995-1996. Sementara itu, arus masuk modal pemerintah bersih mengalami penurunan akibat pembayaran pokok pinjaman yang terus meningkat. Selama periode 1986 – 2010, Indonesia mengalami keluar-masuknya aliran modal asing khususnya aliran modal masuk swasta. Jumlah aliran modal masuk asing ke Indonesia mengalami defisit yang meningkat akibat krisis moneter tahun 1997 dari defisit US$ 2,12 miliar pada tahun 1998 menjadi defisit US$ 6,46 miliar pada tahun 2000. Berbeda dengan kasus krisis moneter tahun 1997, jumlah aliran modal masuk asing tahun 2009 meningkat tinggi sebesar 150,13 persen pasca krisis keuangan global 2008 dan terus menunjukkan peningkatan pada tahun 2010 (Tabel 1.1). Peningkatan jumlah aliran modal masuk asing yang cukup besar tersebut diduga dikarenakan stabilitas perekonomian Indonesia yang terus membaik di mata dunia internasional dan lambannya pertumbuhan ekonomi negara maju pasca krisis keuangan global sehingga Indonesia masih menjadi salah satu negara yang menarik bagi pemilik modal asing untuk menanamkan modalnya. Di tambah tingginya arus modal asing yang masuk disebabkan 4 kenaikan peringkat surat hutang Indonesia menjadi Investment Grade oleh lembaga pemeringkat investasi Fitch dan Moody’s.1 Tabel 1.1. Jumlah Capital Inflow Indonesia Tahun 1995-2010 (US$) Sumber Tahun Capital Inflow di Indonesia 1995 7,843,000,000 1996 10,599,000,000 1997 1,867,000,000 1998 -2,118,800,000 1999 -3,657,970,963 2000 -6,461,085,479 2001 -3,221,194,295 2002 1,366,935,489 2003 1,654,367,283 2004 2,897,238,926 2005 9,460,842,729 2006 6,465,074,993 2007 7,819,410,000 2008 5,182,974,868 2009 12,964,477,810 2010 23,908,316,805 : World Development Indicator (2011) Semakin pesatnya jumlah aliran modal asing ke negara berkembang khususnya Indonesia merupakan dampak adanya penghapusan terhadap pembatasan aliran modal serta berkembangnya teknologi informasi. Selain itu besarnya aliran modal asing yang masuk ke suatu negara juga disebabkan oleh faktor penarik (pull factors) dan faktor pendorong (push factors). Faktor penarik merupakan faktor-faktor yang diciptakan suatu negara (host country) agar dapat 1 Nikky Sirait, “Berita Positif The Economist Akan Dorong Capital Inflow Makin Deras”. http://jaringnews.com/ekonomi/umum/9185/berita‐positif‐the‐economist‐akan‐dorong‐capital‐ inflow‐makin‐deras, pada tanggal 19 April 2012 5 membangkitkan serta mondorong minat modal asing masuk ke negaranya. Faktorfaktor tersebut antara lain stabilitas dibidang sosial, politik dan ekonomi, iklim usaha investasi yang menarik, dan ketersediaan prasarana dan sarana investasi. Sedangkan faktor pendorong berasal dari negara asal modal (home country) seperti kebijaksanaan perekonomian, perkembangan ekonomi dan moneter, serta perubahan/pergeseran orientasi pembangunan di negara asal modal itu. Rezim nilai tukar pada bulan Agustus 1997 oleh Bank Indonesia diubah dari sistem mengambang terkendali (managed-floating exchange rates system) menjadi sistem mengambang bebas (free-floating exchange rates system) (Perwitasari, 2008). Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (khususnya US$) ditentukan melalui mekanisme pasar. Hal ini terkait dengan penarikan modal asing secara besar-besaran keluar dari Indonesia akibat kondisi internal Indonesia yang buruk saat itu sehingga terjadinya aliran modal keluar (capital outflow). Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang sangat tajam, dari Rp 2909 / US$ tahun 1997 menjadi Rp. 10260 / US$ pada tahun 1998, dan sedikit menurun pada tahun 1999. Implikasi dari diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas tersebut cukup mendasar bagi perekonomian Indonesia. Hal itu ditempuh sebagai reaksi pemerintah dalam menghadapi besarnya gejolak dan cepatnya pelemahan nilai tukar rupiah pada sekitar Juli-Agustus 1997 yang mendorong investor asing menarik dananya secara besar-besaran dari Indonesia. Menurut Edwards (2000) pada sistem nilai tukar mengambang bebas, capital inflow secara besar-besaran akan mendorong apresiasi nilai tukar nominal dan juga nilai tukar riil. Begitu pun 6 menurut Calvo, Liedermant dan Reinhart (1993) yang menyatakan bahwa aliran modal berkontribusi atas akumulasi cadangan devisa dan apresiasi nilai tukar. Analisis pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah diperlukan karena nilai tukar mencerminkan perekonomian suatu negara. Fluktuasi nilai tukar yang terlalu tinggi akan mengganggu kegiatan ekonomi baik dari sektor riil maupun sektor moneter. Suatu manajemen nilai tukar yang baik diperlukan agar pergerakan nilai tukar menjadi stabil sehingga fluktuasinya dapat diprediksi dan perekonomian dapat tetap berjalan dengan baik. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pergerakan nilai tukar rupiah yang dilihat dari adanya perubahan pada capital inflow di Indonesia. 1.2. Perumusan Masalah Keterbukaan sistem ekonomi dunia dan semakin terintegrasi telah mendorong terjadinya pergerakan aliran modal antar negara. Adanya aliran modal tersebut menyebabkan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dan domestik turut mengalami perubahan. Perubahan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dan domestik tersebut berpengaruh terhadap nilai tukar mata uang yang diperdagangkan. Jika permintaan terhadap mata uang domestik mengalami peningkatan karena adanya aliran modal asing yang masuk berupa pembelian aset-aset perusahaan dan pembelian aset finansial, maka hal tersebut dapat menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing mengalami apresiasi. Semakin banyaknya capital inflow yang masuk khususnya modal masuk swasta diindikasikan sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi 7 pergerakan nilai tukar rupiah. Arus modal asing yang masuk mengalami banyak perubahan nilai dan arahnya sebelum dan setelah krisis ekonomi terjadi. Perubahan tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1.1. Perkembangan Capital Inflow 25 20 Juta US $ 15 10 5 ‐5 ‐10 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 0 Tahun capital inflow Sumber : World Development Indicators (diolah), 2011 Gambar 1.1. Perkembangan Capital Inflow Indonesia 1986 – 2010 Selama periode 1986 hingga 2010, Indonesia mengalami keluar masuknya aliran modal asing. Perkembangan capital inflow cenderung bergerak dalam keadaan stabil dari tahun 1986 dan mulai meningkat pada tahun 1990, dapat dilihat pada Gambar 1.1. di mana trend-nya naik pada periode 1990 hingga 1996 akibat kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral dengan menaikkan suku bunga. Akan tetapi trend-nya terhenti dan mulai turun drastis pada pertengahan 1997 dimana capital inflow sempat mencapai nilai yang cukup tinggi yaitu US$ 10,59 miliar kemudian turun menjadi US$ 1,86 miliar atau mengalami penurunan sebesar 82,43%. Hal tersebut dikarenakan menurunnya minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia karena terkait resiko yang tinggi untuk berinvestasi akibat krisis ekonomi yang terjadi saat itu. Tahun-tahun setelah krisis 8 ekonomi, pergerakan capital inflow berada pada tingkat yang defisit dengan pergerakan dari waktu ke waktu menunjukkan pola yang tidak stabil. Pasca krisis global 2008-2009, aliran modal masuk (capital inflows) negara berkembang (emerging markets/EM) seperti Indonesia meningkat sangat besar. Peningkatan aliran modal masuk didorong baik oleh ekses likuiditas global dan lambatnya pemulihan ekonomi negara maju maupun laju pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, perbedaan suku bunga yang besar, dan ekspektasi apresiasi nilai tukar. Derasnya aliran modal masuk asing didorong juga oleh langkah lanjutan pelonggaran Bank Sentral AS (the Fed) dan Bank Sentral Jepang (BOJ) yang menambah likuiditas global.2 Perubahan pada capital inflow ikut memiliki andil dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.2. dimana terjadinya pergerakan indeks nilai tukar dan capital inflow masa sebelum dan setelah krisis. 300 250 200 150 100 50 ‐50 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 0 ‐100 exchange rate indeks Sumber capital inflow indeks : World Development Indicators (diolah), 2011 Gambar 1.2. Indeks Nilai Tukar Rupiah / US$ dan Indeks Capital Inflow di Indonesia Periode 1986 – 2010 (2005=100) 2 Anggito Abimanyu, “Fenomena Modal Masuk Asing”. Kompas online , diakses 15 Februari 2012 9 Gambar 1.2. menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah dan capital inflow sebelum krisis cenderung stabil. Pada masa sebelum krisis moneter, Indonesia belum menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas dimana pergerakan nilai tukar rupiah masih di intervensi oleh pemerintah. Kemudian saat krisis moneter 1997, terlihat bahwa nilai tukar rupiah terdepresiasi akibat adanya arus modal yang keluar, dimana keluarnya arus modal menyebabkan permintaan terhadap valas semakin tinggi sehingga menyebabkan rupiah mengalami depresiasi. Seiring dengan penurunan nilai modal asing akibat krisis di Indonesia, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang sangat tajam, dari Rp 4650 / US$ tahun 1997 menjadi Rp. 8025 / US$ pada tahun 1998, dan sedikit menurun pada tahun 1999. Pada tahun-tahun selanjutnya, nilai tukar masih terus berfluktuasi. Penyebab fluktuasi nilai tukar rupiah ini berdasarkan penyebabnya digolongkan menjadi faktor fundamental ekonomi dan faktor non fundamental ekonomi. Dari fundamental ekonomi dapat berupa capital flows, inflasi, GDP, suku bunga, trade opennes dan lainnya, sedangkan dari non fundamental ekonomi disebabkan oleh situasi politik keamanan yang tidak kondusif yang berdampak pada resiko dalam menanamkan modal. Berkaitan dengan aliran modal asing yang masuk cukup deras, maka akan mempengaruhi stabilitas perekonomian Indonesia dari aspek eksternal berupa gejolak nilai tukar rupiah setiap saat. Hal ini tercermin ketika terjadi capital reserve secara mendadak dalam jumlah besar pada periode krisis akibat menurunnya kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia (Wijaya, 10 2007). Claessens, Dooley, dan Warner (1995) menyatakan bahwa volalitas aliran modal dapat menimbulkan volalitas nilai tukar. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah capital inflow mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah? 2. Bagaimana pengaruh shock variabel capital inflow terhadap perubahan nilai tukar rupiah? 3. Bagaimana pengaruh variabel makroekonomi yang lain (inflasi, GDP, suku bunga, dan trade opennes) terhadap nilai tukar rupiah? 4. Bagaimanakah saran kebijakan yang berkenaan dengan pengelolaan capital inflow terhadap nilai tukar rupiah? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah. 2. Menganalisis pengaruh shock/guncangan capital inflow terhadap perubahan nilai tukar rupiah. 3. Menganalisis pengaruh variabel lain dalam model (inflasi, GDP, suku bunga, dan trade opennes) terhadap nilai tukar rupiah. 4. Menganalisis implikasi kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan capital inflow terhadap nilai tukar rupiah. 11 1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas mengenai pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah. 2. Diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan ekonomi terutama ekonomi pembangunan sehingga dapat memperkaya penelitian sejenis yang telah ada dan juga bahan perbangdingan untuk penelitian selanjutnya. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memiliki ruang lingkup penelitian dalam batasan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang dipengaruhi oleh capital inflow serta beberapa variabel makroekonomi dalam model seperti GDP, inflasi, suku bunga, dan trade openness. Data capital inflow yang digunakan merupakan data aliran modal masuk asing yang diproksi dari penanaman modal langsung (FDI) dan investasi portofolio di Indonesia. Periode penelitian yang digunakan adalah dari tahun 1986 hingga tahun 2010. 1.6. Keterbatasan Penelitian Meskipun hipotesis yang diajukan penelitian ini telah teruji secara signifikan, namun sebagai dasar pengambilan keputusan bagi para akademisi maupun para praktisi, peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih mengandung beberapa keterbatasan. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah bahwa 12 penelitian ini membahas pengaruh capital inflow serta variabel makroekonomi seperti inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness. Padahal faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah masih cukup banyak, seperti: perubahan teknologi, jumlah uang yang beredar, net ekspor, dll. Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah variabel inflasi seharusnya tidak perlu digunakan lagi dalam model ini karena variabel suku bunga yang digunakan sudah dalam bentuk data riil sehingga akan menyebabkan terjadi dua kali perhitungan. Akan tetapi karena setelah variabel inflasi tidak dimasukkan hasil olahan data menjadi kurang baik. Untuk itu, tetap digunakan variabel inflasi dalam model ini agar hasil estimasi yang diperoleh lebih baik. Selain itu periode pengamatan yang digunakan oleh penulis hanya 25 tahun. Sehingga estimasi parameter akan lebih baik apabila tahun observasinya lebih banyak. 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Modal Masuk Asing (Capital Inflow) Aliran modal menurut Hossain dan Chowdhury (1998), merupakan keluarmasuknya modal pada suatu negara. Keluar-masuknya modal ini dicatat dalam neraca modal (capital account), yang nantinya akan mempengaruhi neraca pembayaran (balance of payment). Neraca modal mencatat aliran modal jangka pendek dan jangka panjang, serta pinjaman asing dan hibah. Yang termasuk dalam aliran modal jangka pendek ialah simpanan dan pinjaman bank, disebut investasi portofolio, sedangkan aliran modal jangka panjang meliputi penanaman modal asing langsung dan saham. Pergerakan Aliran modal dibagi menjadi dua yaitu aliran modal masuk dan aliran modal keluar. Aliran modal masuk asing (capital inflow) adalah dana asing yang mengendap ke suatu negara melalui pembelian aset di negara tersebut dalam waktu tertentu. Aliran modal masuk juga dapat berasal dari pemilik modal domestik yang membawa kembali uangnya yang ditanamkan di luar negeri. Ada beberapa cara dana asing masuk ke suatu negara, yaitu: (1) penanaman modal asing langsung, dan (2) penanaman modal asing tidak langsung. 2.1.1. Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment) Foreign Direct Investment (FDI) menurut Hady (2004) adalah investasi riil dalam bentuk pendirian perusahaan, pembangunan pabrik, pembelian barang modal, tanah, bahan baku, dan persediaan oleh investor asing dimana investor tersebut terlibat langsung dalam manajemen perusahaan dan mengontrol 14 penanaman modal tersebut. FDI ini biasanya dimulai dengan pendirian subsidiary atau pembelian saham mayoritas dari suatu perusahaan dimana dalam konteks internasional, bentuk investasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan multinasional dengan operasi di bidang manufaktur, industri pengolahan, ekstrasi pengolahan, ekstrasi sumber alam, industri jasa, dan sebagainya. FDI juga dapat berarti bahwa perusahaan dari negara penanam modal secara de facto dan de jure melakukan pengawasan terhadap aset yang ditanam di negara pengimpor modal. Dengan cara demikian, FDI dapat mengambil beberapa bentuk, diantaranya pembentukan suatu cabang perusahaan di negara pengimpor modal, pembentukan suatu perusahaan dimana perusahaan dari negara penanam modal memiliki mayoritas saham, pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor yang semata - mata dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara penanam modal, mendirikan suatu korporasi di negara penanam modal untuk secara khusus beroperasi di negara lain, atau menaruh aset (aktiva tetap) di negara lain oleh perusahaan nasional dari negara penanam modal (Jhingan, 2003). FDI sebagai salah satu aliran modal internasional memiliki berbagai motif baik bagi negara asal investasi diantaranya: (1) mendapatkan return yang lebih tinggi melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, perpajakan yang lebih menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik; (2) untuk melakukan diversifikasi resiko (risk diversification); (3) untuk tetap memiliki “competitive advantage” melalui “direct control”, dan (4) untuk menghindari tarif dan non tarif barrier yang dibebankan kepada impor dan sekaligus memanfaatkan berbagai insentif dalam bentuk subsidi yang diberikan oleh pemerintah lokal untuk mendorong FDI (Hady, 2004). 15 FDI sebagai arus modal internasional dapat memberikan dampak positif maupun dampak negatif bagi perekonomian negara penerima FDI tersebut. Dampak positif yang diterima negara penerima (host country) seperti yang diungkapkan oleh Razin dan Sodka (1999), yaitu FDI memungkinkan transfer teknologi, khususnya dalam bentuk varietas baru modal input yang tidak dapat dicapai melalui investasi keuangan atau perdagangan barang dan jasa. FDI juga dapat mempromosikan kompetisi dalam output domestik pasar. Negara penerima FDI sering mendapatkan trainning karyawan dalam rangka operasi baru bisnis, yang memberikan kontribusi untuk pengembangan modal manusia di negara tuan rumah. Laba yang dihasilkan oleh FDI berkontribusi terhadap pendapatan pajak perusahaan di negara tuan rumah. Selain dampak positif yang telah dikatakan diatas, tentu saja dalam pelaksanaan kegiatan ekonominya, FDI juga mempunyai dampak negatif yang terjadi pada negara penerima. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh FDI yakni : (1) munculnya dominasi industrial; (2) ketergantungan teknologi; (3) dapat mengakibatkan perubahan budaya; (4) dapat mengakibatkan gangguan pada perencanaan ekonomi; dan (5) dapat terjadi intervensi oleh home government dari perusahaan multinasional (Hady, 2004). 2.1.2. Penanaman Modal Asing Tidak Langsung (Portofolio Foreign Investment) Portofolio foreign investment disebut juga penanaman modal jangka pendek merupakan arus modal internasional dalam bentuk investasi aset-aset finansial, seperti saham, obligasi, dan commercial papers lainnya. Arus investasi portofolio saat ini paling banyak dan cepat mengalir ke seluruh penjuru dunia melalui pasar 16 uang dan pasar modal di pusat-pusat keuangan internasional, seperti London, New York, Paris, Frankfurt, Tokyo, Singapura, dan Hongkong. Menurut Mishkin (2001) menyebutkan tentang teori pilihan portofolio yang menjelaskan faktorfaktor yang mempengaruhi seseorang untuk membeli aset, yaitu : 1. Kekayaan (wealth). Semakin meningkat kekayaan seseorang, maka dia memiliki sumber yang lebih banyak untuk membeli aset. 2. Hasil yang diharapkan (expected return), merupakan hasil yang mungkin didapatkan dengan memegang aset tersebut. 3. Resiko (risk), merupakan derajat ketidakpastian yang dihubungkan dengan suatu aset relatif terhadap aset-aset lainnya. 4. Likuiditas (liquidity), yaitu seberapa cepat dan mudah suatu aset diubah dalam bentuk uang tunai. 2.2. Nilai Tukar 2.2.1. Pengertian Nilai Tukar Nilai tukar adalah harga dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya (Salvatore, 1997). Nilai tukar disamping dipengaruhi oleh perubahan dalam permintaan dan penawaran atas barang-barang yang diperdagangkan di antara berbagai negara, nilai tukar valuta asing dipengaruhi pula oleh aliran modal jangka panjang dan jangka pendek. Nilai tukar didefinisikan harga mata uang suatu negara yang dihitung dalam mata uang negara lain (Mishkin, 2001). Para ekonom membedakan antara tiga konsep nilai tukar yaitu nilai tukar nominal, nilai tukar riil, dan nilai tukar efektif. Nilai tukar nominal (e) adalah harga relatif dari mata uang. Nilai tukar nominal 17 merupakan sebuah nilai par (par value) dalam masing- masing mata uang yang dipakai negara-negara, biasanya disebut official rate. Moosa (2004) merumuskan nilai tukar nominal sebagai berikut: / .................... (2.1) dimana Pd adalah tingkat harga domestik dan Pf adalah tingkat harga luar negeri. Nilai tukar riil (q) didefinisikan sebagai harga relatif dari barang-barang kedua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain atau dapat disebut Terms of Trade. Menurut Batiz (1994), nilai tukar riil dapat dirumuskan sebagai berikut: / ...................... (2.2) dimana e adalah nilai tukar nominal (domestic currency/foreign currency), P* adalah tingkat harga luar negeri yang dalam hal ini adalah tingkat harga di Amerika (diukur dalam dollar), dan P adalah tingkat harga domestik yang dalam hal ini adalah tingkat harga di Indonesia (diukur dalam rupiah). Kurs riil di antara kedua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika kurs riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah, dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Jika kurs riil rendah, barang-barang luar negeri relatif lebih mahal, dan barang-barang domestik relatif lebih murah. Sementara itu nilai tukar efektif adalah bobot kurs rata-rata antara mata uang domestik dengan valuta asing dari negara yang menjadi mitra dagang utamanya, sedangkan bobot penimbangnya adalah arti penting relatif hubungan dagang negara itu dengan setiap mitra dagangnya (Salvatore, 1997). Menurut 18 Moosa (2004) kurs efektif pada waktu t dihitung sebagai rata-rata tertimbang dari kurs relatif, dan dapat dirumuskan sebagai berikut : ∑ ∑ , , ...................... (2.3) .................... (2.4) ....................... (2.5) dimana Et adalah kurs efektif nominal pada waktu ke t, m adalah jumlah mata uang negara mitra dagang utama, wi adalah rata-rata perdagangan yang didenominasikan dalam mata uang negara i pada waktu t, Vit adalah kurs relatif dari mata uang negara i pada waktu t, Si adalah kurs pada spot market saat ini, S0 adalah kurs pada periode dasar, Xi adalah nilai ekspor domestik ke negara i dan Mi adalah nilai impor dari negara i. 2.2.2. Sistem Nilai Tukar Sistem nilai tukar mempunyai pengaruh dan peranan yang penting dalam meminimalisasi resiko dari fluktuasi nilai tukar yang akan mempunyai pengaruh terhadap perekonomian negara tersebut. Berikut ini beberapa sistem nilai tukar yang telah diterapkan di Indonesia, yaitu : 1) Sistem Nilai Tukar Tetap Pada sistem nilai tukar tetap, setiap individu bebas melakukan jual beli valuta asing yang diinginkan dan untuk mempertahankan nilai tukarnya maka bank sentral melakukan jual beli valuta asing. Oleh karena itu, bank sentral harus memegang sejumlah cadangan devisa untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran sehingga nilai tukar dapat dipertahankan. Meskipun demikian, kebaikan dari sistem nilai tukar tetap ini adalah adanya kepastian akan nilai tukar 19 mata uang domestik dengan negara lain, sehingga para eksportir dan importir dapat memperhitungkan transaksi perdagangan dengan pihak luar negeri. 2) Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali Sistem nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing. Biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran. Bank sentral melakukan intervensi di pasar valuta asing tetapi tidak ada komitmen untuk mempertahankan nilai tukar pada tingkat tertentu atau pada suatu batasan target (target zone) tertentu. Intervensi di pasar valuta asing merupakan sejenis batasan target yang tidak resmi (unannounced target zone). Perbedaan mendasar sistem ini dengan standart announced target zone adalah tidak ada komitmen pada tingkat nilai tukar tertentu. Dengan demikian, dalam sistem ini tidak ada usaha untuk mempengaruhi ekspektasi masyarakat terhadap pergerakan nilai tukar atau permasalahan kredibilitas. 3) Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas Sistem nilai tukar mengambang bebas adalah sistem yang membiarkan nilai tukar mata uang suatu negara ditentukan oleh kekuatan pasar, artinya permintaan dan penawaran terhadap mata uang tersebut dalam kaitannya dengan mata uang negara lain. Dengan kata lain, pemerintah tidak ikut campur dalam penentuan nilai tukar. Pada sistem ini nilai mata uang akan dapat berubah setiap saat tergantung dari permintaan dan penawaran mata uang domestik relatif terhadap mata uang asing dan perilaku spekulan. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas, bank sentral tidak menargetkan besarnya nilai tukar dan melakukan intervensi langsung ke pasar valuta asing. 20 Penerapan sistem nilai tukar ini dimaksudkan untuk mencapai penyesuaian yang lebih berkesinambungan pada posisi keseimbangan eksternal (external equilibrium position), tetapi kemudian timbul indikasi bahwa beberapa persoalan akibat dari kurs yang fluktuatif akan timbul, terutama karena karakteristik ekonomi dan struktur kelembagaan pada negara berkembang masih sederhana. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas ini diperlukan sistem perekonomian yang sudah mapan. Pada dasarnya, ada tiga teori yang dapat menjelaskan terjadinya depresiasi ataukah apresiasi mata uang suatu negara, yaitu: pertama, pelarian modal internasional, dimana para investor mengalihkan dana mereka ke luar negeri, sehingga nilai tukar mata uang domestik lemah (depresiasi), kedua, tingginya defisit anggaran pemerintah, sehingga pemerintah mencari pinjaman dalam mata uang asing yang berakibat suku bunga meningkat. Hal ini dapat menarik masuknya modal asing yang menyebabkan mata uang domestik menguat atau terapresiasi, dan ketiga, meningkatnya investasi nyata yang bebas dalam bentuk bangunan dan peralatan baru, yang membantu menaikkan suku bunga dan menarik dana-dana asing menjadi mata uang domestik, sehingga mata uang domestik menguat (Nurul, Krisma dan Dwiva, 2010). 2.3. Hubungan Investasi Asing Bersih dan Nilai Tukar Mankiw (2000) mengatakan bahwa ada hubungan antara investasi asing bersih dan nilai tukar. Dalam perekonomian terbuka, dikemukakan bahwa kenaikan dalam permintaan investasi asing bersih menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing mengalami apresiasi. Hal tersebut terjadi 21 karena adanya peningkatan dalam investasi yang masuk berarti terjadi peningkatan permintaan terhadap mata uang domestik. q (S-I)2 (S-I)1 q2 q1 (NX) (NX)2 (NX)1 (NX) Gambar 2.1. Pergeseran Kurva ( S-I ) dan ( NX ) S – I adalah arus modal keluar neto (net capital outflow), terkadang disebut juga investasi asing neto (net foreign investment). Arus modal keluar neto adalah jumlah dana yang dipinjamkan penduduk domestik ke luar negeri dikurangi jumlah dana yang dipinjamkan orang asing kepada kita. Jika arus modal keluar neto adalah positif, maka tabungan nasional kita melebihi investasi dan kita meminjamkannya kepada pihak asing. Sebaliknya jika arus modal keluar neto adalah negatif, perekonomian kita mengalami arus modal masuk: investasi melebihi tabungan, dan perekonomian membiayai investasi ekstra ini dengan meminjam dari luar negeri. Gambar 2.1. menunjukkan bahwa peningkatan investasi akan menyebabkan kurva (S-I) bergeser ke kiri karena investasi lebih besar dari tabungan yang berarti mengurangi penawaran mata uang domestik. Persediaan mata uang domestik yang lebih sedikit ini menyebabkan kurs riil ekuilibrium meningkat dari q1 ke q2 dan mata uang domestik menjadi lebih berharga atau apresiasi. Karena kenaikan dalam nilai mata uang domestik itu, barang domestik menjadi relatif lebih mahal 22 dibanding barang-barang impor, yang menyebabkan ekspor turun dan impor naik. Perubahan ekspor dan impor ini akan mengurangi ekspor neto. 2.4. Teori Permintaan dan Penawaran Uang Dalam pendekatan moneter (Monetary Approach), untuk melihat faktorfaktor yang mempengaruhi nilai tukar dilandasi oleh teori permintaan dan penawaran uang. Sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi permintaan uang dan fungsi penawaran uang. Permintaan terhadap uang adalah jumlah uang yang diminta masyarakat untuk keperluan transaksi, berjaga-jaga dan untuk spekulasi dalam sebuah perekonomian. Menurut John Maynard Keynes, jumlah permintaan terhadap uang dipengaruhi oleh ketiga hal tersebut, yaitu motif transaksi, motif berjaga-jaga, dan motif spekulasi. a) Motif Transaksi Terkait dengan fungsi uang sebagai alat tukar. Motif transaksi menyatakan bahwa masyarakat membutuhkan uang untuk dapat melakukan transaksi seharihari. b) Motif Berjaga-jaga Motif berjaga-jaga timbul karena masyarakat membutuhkan uang untuk dipegang supaya dapat mengatasi hal-hal yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Dalam hal ini fungsi uang adalah sebagai penyimpan nilai kekayaan/aset. 23 c) Motif Spekulasi Spekulasi berarti melakukan tindakan atas dasar ramalan perubahan nilai harta di masa depan. Uang diperlukan tidak hanya untuk bertranskasi dan berjagajaga namun juga untuk motif spekulasi. Artinya, uang digunakan untuk meraih kesempatan mendapatkan bunga obligasi, atau bermain di bursa valuta asing. Sedangakan penawaran uang adalah jumlah uang yang tersedia dalam suatu perekonomian. Sebagaimana yang telah diketahui tentang kebijakan moneter, yaitu kebijakan yang bertujuan untuk mengatur penawaran uang / mengatur jumlah uang yang beredar. Jadi penawaran uang merupakan tugas pemerintah melalui bank sentral (Bank Indonesia). Kurva penawaran uang pada umumnya memiliki slope positif. Seperti halnya kurva permintaan uang, jumlah uang yang beredar juga dipengaruhi oleh tingkat bunga. 2.5. Identifikasi Variabel-Variabel Lain Penelitian 2.5.1. Inflasi Inflasi didefinisikan sebagai suatu kenaikan tingkat harga secara keseluruhan di dalam suatu perekonomian (Mankiw, 2003). Hal ini dapat mencerminkan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara. Terjadinya inflasi merupakan akibat dari kenaikan tingkat harga di atas rata-rata yang berlaku umum yang dapat diukur dengan indeks harga barang-barang konsumsi dari tahun ke tahun. Untuk mempelajari inflasi, para pakar ekonomi menggunakan dua konsep. Yang pertama adalah tingkat harga, yaitu tingkat rata-rata semua harga-harga 24 dalam sistem ekonomi. Yang kedua adalah laju inflasi, yaitu laju kenaikan tingkat harga secara umum. Untuk mengukur tingkat harga rata-rata, para ekonom menyusun sebuah indeks harga dengan cara merata-rata harga komoditi yang berbeda menurut seberapa penting komoditi yang bersangkutan. Indeks harga yang paling terkenal adalah Consumer Price Index (CPI) atau Indeks Harga Konsumen (IHK) yang mengukur harga rata-rata barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen. IHK menyatakan tingkat harga pada waktu kapan pun dalam hubungan dengan berapa harga kelompok tertentu yang dikonsumsi oleh rata-rata penduduk dalam periode dasar (Lipsey, dkk, 1995). Hubungan antara inflasi dan nilai tukar dapat dijelaskan dalam teori paritas daya beli (purchasing power parity) bahwa nilai tukar akan menyesuaikan diri dari waktu ke waktu untuk mencerminkan selisih inflasi antara dua negara. Inflasi dapat disebabkan dari dua sisi yaitu sisi pemintaan (Demand Pull Inflation), dan sisi penawaran (Cost-Push Inflation). Demand Pull Inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. Akibatnya, akan menarik (pull) kurva permintaan agregat ke arah kanan atas, sehingga terjadi excess demand, yang merupakan inflationary gap. Dan dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan selalu diikuti dengan peningkatan output (GNP riil) dengan asumsi bila perekonomian masih belum mencapai kondisi full-employment. Cost push inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya aggregate supply curve ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan aggregate supply curve bergeser tersebut adalah meningkatnya harga faktor-faktor produksi (baik 25 yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri) di pasar faktor produksi, sehingga menyebabkan kenaikkan harga komoditi di pasar komoditi. Dalam kasus cost push inflation, kenaikan harga sering kali diikuti oleh kelesuan usaha. 2.5.2. Pertumbuhan Ekonomi Salah satu indikator penting dalam menganalilis pembangunan ekonomi yang terjadi di suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi. Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. Definisi Gross Domestic Product (GDP) sendiri adalah sejumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah pada periode tertentu (Sukirno, 2000: 56). Menurut Putong (2003) menjelaskan perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah pertambahan output (pendapatan nasional) yang disebabkan oleh pertambahan alami dari tingkat pertambahan penduduk dan tingkat tabungan. Sedangkan perkembangan ekonomi adalah perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Indikator yang digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi adalah pendapatan nasional seperti Gross National Product (GNP) dan Gross Domestic Product (GDP). Dalam prakteknya GDP lebih lazim digunakan daripada GNP, mengingat batas wilayah perhitungan GDP terbatas pada negara yang bersangkutan. Dalam mengukur pertumbuhan ekonomi, nilai GDP yang digunakan adalah nilai GDP riil. Hal ini dikarenakan bahwa dengan menggunakan harga konstan, pengaruh perubahan harga telah dihilangkan sehingga sekalipun 26 angka yang muncul adalah nilai uang dari total output barang dan jasa, perubahan nilai GDP sekaligus menunjukkan perubahan jumlah kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan selama periode pengamatan (Rahardja dan Manurung, 2001). Cara melakukan perhitungan tingkat pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut : 100% … … … … …. 2.6 Pertumbuhan ekonomi yang dalam pembahasan ini diproksi dari besaran GDP riilnya adalah salah satu faktor yang mempengaruhi nilai tukar. Besarnya GDP riil secara sistematik menggambarkan kondisi finansial dan pangsa pasar suatu negara. Tingkat GDP riil yang besar menunjukkan ukuran pasar, sehingga akan meningkatkan minat investor untuk menanamkan modalnya. Hubungan GDP riil dengan nilai tukar dapat terlihat dari hipotesis Balassa-Samuelson, dimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka akan menyebabkan apresiasi nilai tukar. Ito, Isard dan Symansky (1999), menjelaskan asumsi dari hipotesis BalassaSamuelson dapat diuraikan dalam empat langkah: (1) Perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas antara sektor tradable dan nontradable menyebabkan perubahan harga relative, (2) Rasio harga barang nontradable dengan harga barang tradable lebih tinggi dalam ekonomi yang lebih cepat tumbuh, (3) Rasio harga barang tradable antar negara tetap konstan (atau dalam kasus khusus ketika harga tradable yang menyamakan kedudukan di seluruh negara), dan (4) Kombinasi dari asumsi 2 dan asumsi 3 menyebabkan apresiasi nilai tukar riil. 27 2.5.3. Suku Bunga Suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu (Lipsey, dkk, 1995). Pada waktu perusahaan merencanakan pemenuhan kebutuhan modal sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga yang berlaku saat itu. Apakah akan menerbitkan sekuritas ekuitas atau hutang. Karena penerbitan obligasi atau penambahan hutang hanya dibenarkan jika tingkat bunganya lebih rendah dari earning power dari penambahan modal tersebut (Riyanto,1990). Teori International Fisher Effect (IFE) juga dapat digunakan untuk menerangkan pengaruh suku bunga terhadap fluktuasi nilai tukar Rupiah yaitu tinggi rendahnya permintaan terhadap uang akan tercermin pada tinggi rendahnya suku bunga. Teori IFE yang dikemukakan oleh Irving Fisher menyatakan tingkat bunga nominal (i) di setiap negara akan sama dengan real of return (r) ditambah dengan tingkat inflasi (I) yang dirumuskan, i = r + I (Hady, 2004). Apabila suku bunga turun akan mengurangi minat investor untuk memegang Rupiah dan akan menurunkan minat investor untuk menanamkan modalnya karena insentif yang diterima menurun. Nilai tukar rupiah akan melemah (depresiasi) seiring dengan aksi pembelian valas oleh investor. Menurut Granger, fluktuasi pada nilai tukar akan dapat mengarah pada pergerakan harga saham, hal ini disebut juga pendekatan tradisional (traditional approach). Sebaliknya pergerakan bursa saham dapat menyebabkan aliran modal yang berakhir pada fluktuasi nilai tukar. Ini dikenal dengan pendekatan portofolio (portofolio approach). Disamping itu variabel suku bunga juga ikut mempengaruhi fluktuasi harga saham dan nilai tukar. Suku bunga deposito 28 menjadi salah satu tolak ukur masyarakat dalam menanamkan modalnya. Pemilik modal akan mengalokasikan kekayaannya pada aset berdasarkan tingkat return dan resiko yang ada pada suatu aset. Suku bunga deposito menjadi hal yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan perekonomian khususnya sektor riil serta aliran modal di suatu negara. 2.5.4. Trade Openness Adam Smith (Appleyard, Field Jr dan Cobb, 2006) menjelaskan bahwa perdagangan terbuka antar negara akan membawa keuntungan bagi kedua negara tersebut jika salah satu negara tidak memaksakan untuk memperoleh surplus perdagangan yang dapat menciptakan defisit neraca perdagangan bagi mitra dagangnya. Adam Smith pada dasarnya menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat menguntungkan kedua belah pihak karena masing-masing negara akan lebih mengkonsentrasikan diri untuk memproduksi barang-barang yang mempunyai keunggulan mutlak (absolute advantage) kemudian mengekspor kelebihan barang yang diproduksinya kepada mitra dagangnya. Harga relatif barang dari suatu negara yang melakukan transaksi perdagangan dinamakan Terms of Trade (TOT), di mana perhitungannya diperoleh dari harga barang ekspor dibagi dengan harga barang impor. Sehingga apabila negara A mengekspor barang X dan mengimpor barang Y maka TOT nya adalah: ................................................... (2.7) Di mana, Px = harga barang X; Py = harga barang Y Motivasi utama untuk melakukan perdagangan internasional adalah mendapatkan gains from trade. Perdagangan internasional memberikan akses terhadap barang yang lebih murah bagi konsumen dan pemilik sumberdaya untuk 29 memperoleh peningkatan pendapatan karena menurunnya biaya produksi. Selanjutnya David Ricardo (Krugman dan Obstfeld, 2000) mengemukakan teori keunggulan komparatif (comparative advantage) yang menyatakan bahwa yang menentukan tingkat keuntungan dalam perdagangan internasional bukan berasal dari keuntungan mutlak melainkan dari keunggulan komparatif. Apabila salah satu negara kurang efisien dibandingkan dengan negara lainnya dalam memproduksi dua barang, kedua negara tersebut masih dimungkinkan untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam produksi komoditas yang absolute disadvantagenya lebih kecil dan mengimpor komoditas yang absolute disadvantagenya lebih besar. Selain faktor-faktor tersebut, keunggulan kompetitif nasional juga masih dipengaruhi oleh faktor kebetulan (penemuan baru, melonjaknya harga, perubahan kurs dan konflik keamanan antar negara). Dan ternyata negara berkembang yang menerapkan kebijakan promosi ekspor mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih baik seperti dibuktikan oleh negara-negara yang disebut sebagai East Asian Miracle. Menurut Mankiw (2002), trade openness memberikan kesempatan bagi semua perekonomian untuk mengkhususkan diri dalam hal yang paling dikuasainya, menjadikan warga negara di seluruh dunia lebih sejahtera. Pembatasan perdagangan merusak manfaat-manfaat yang diperoleh dari perdagangan ini, sehingga mengurangi kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan. Meskipun sebagian dari alasan-alasan ini dapat dipertanggungjawabkan, kaum ekonom yakin bahwa perdagangan bebas adalah kebijakan yang biasanya lebih baik. 30 2.6. Vector Auto Regression (VAR) Vector Auto Regression (VAR) pertama kali dikembangkan oleh Christoper Sims pada tahun 1980 yang berpendapat bahwa jika terdapat hubungan simultan antar variabel yang diamati, variabel-variabel tersebut perlu diperlakukan sama sehingga tidak ada lagi variabel eksogen dan endogen. VAR merupakan salah satu model yang mampu menganalisis hubungan saling ketergantungan variabel time series. VAR dapat juga digunakan untuk peramalan dan juga untuk analisis kebijakan. VAR dengan ordo p dan n buah variabel tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut : ……… …………………… (2.8) Dimana Yt = vektor peubah tak bebas A0 = vektor intercept berukuran nx1 A1 = matirks parameter berukuran nxn εt = vektor sisaan Vector Auto Regression (VAR) menyediakan cara yang sistematis untuk menangkap perubahan yang dinamis dalam multiple time series, serta memiliki pendekatan yang kredibel dan mudah untuk dipahami bagi pendeskripsian data, forecasting (peramalan), inferensi struktural, serta analisis kebijakan. Alat analisa yang disediakan oleh VAR bagi deskripsi data, peramalan, inferensi struktural, dan analisis kebijakan melalui empat macam penggunaannya, yakni Forecasting, Impulse Response Function (IRF), Forecast Error Variance Decomposition (FEVD), dan Granger Causality Test. Forecasting merupakan ekstrapolasi nilai 31 saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel. Impulse Response Function (IRF) sementara adalah melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) merupakan prediksi kontribusi presentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu. Granger Causality Test bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat antar variabel (Firdaus, 2011). Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua variabel tak bebas bersifat stasioner, semua sisaan bersifat white noise, yaitu memiliki rataan nol, ragam konstan, dan diantara variabel tak bebas tidak ada korelasi. Apabila data tidak stasioner pada level maka dapat dilakukan pendiferensialan agar didapatkan data yang stasioner. Akan tetapi kestasioneran data melalui pendiferensialan tidaklah cukup, yang berarti bahwa model VAR biasa tidak dapat digunakan secara langsung karena mempertimbangkan terdapat tidaknya informasi jangka pendek dan jangka panjang dalam model. Oleh karena itu ada dua pilihan yang dapat dilakukan untuk mengestimasi yaitu model VAR dengan pendiferensialan untuk data yang tidak terkointegrasi atau VECM untuk data yang terkointegrasi. Ada beberapa keunggulan metode VAR dibandingkan metode ekonometrika konvensional (Firdaus, 2011), yaitu: 1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariat) sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan itu. 32 2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindarkan parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan. 3. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antarvariabel di dalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogen. 4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul, termasuk gejala perbedaan palsu (spurious variabel) di dalam model ekonometrika konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah. Di lain pihak, kritik terhadap model VAR menyangkut permasalahan berikut : 1. Tidak seperti persamaan simultan, model VAR merupakan model yang atheoritic atau tidak berdasarkan teori. Sedangkan pada persamaan simultan, pemilihan variabel yang akan dimasukkan dalam persamaan memegang peran penting dalam mengidentifikasi model. Sehingga model VAR sering disebut model yang tidak struktural. 2. Penekanan model VAR adalah pada forecasting atau peramalan, model VAR ini kurang cocok digunakan dalam menganalisis kebijakan. 3. Tantangan atau permasalahan besar dalam model VAR adalah pemilihan lag length atau panjang lag yang tepat. Karena semakin panjang lag maka akan semakin menambah jumlah parameter yang akan bermasalah pada degrees of freedom. 4. Sejumlah variabel yang tergabung pada model VAR harus stasioner. Bila tidak satsioner perlu dilakukan transformasi bentuk data, misalkan melalui derajat integrasi (first differencing). 33 5. Sering ditemui kesulitan dalam menginterpretasi tiap koefisien pada estimasi model VAR, sehingga sebagian besar peneliti melakukan interpretasi pada estimasi fungsi impulse response. 2.7. Penelitian Terdahulu Morrissey, O, T. Lloyd, and M. Opoku-Afari, (2005), menganalisis pengaruh capital inflow dalam menentukan keseimbangan kurs riil di Ghana. Metode analisis yang digunakan adalah Vector Autoregression (VAR). Data yang digunakan adalah data tahunan selama periode 1966 – 2000. Hasil estimasi menunjukkan bahwa ada hubungan jangka panjang antara REER dengan semua variabel yang signifikan mempengaruhi seperti capital inflow, perubahan teknologi, trade (ekspor) dan terms of trade. Hanya capital inflow yang cenderung mengapresiasi nilai tukar riil dalam jangka panjang, sedangkan lainnya mendepresiasi nilai tukar riil. Variabel satu-satunya yang memiliki efek (depresiasi) yang signifikan terhadap nilai tukar riil dalam jangka pendek adalah perdagangan, yang menyiratkan bahwa perubahan dalam ekspor adalah penggerak utama dari misalignment nilai tukar. Saidah (2006) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi capital inflow dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Pendugaan parameter model digunakan metode regresi berganda Two Stage Least Square (2SLS). Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dalam bentuk deret waktu (time-series) kuartalan berupa data aliran modal yang masuk di Indonesia, Netto Domestic Asset (NDA), Current Account (neraca berjalan) dan Gross Domestic Produk (GDP) pada tahun 1992:4 sampai dengan 2005:3. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap 34 Dollar, GDP dan lag variabel dependent berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah capital inflow, sedangkan dummy kebijakan tidak signifikan. Variabel lain seperti suku bunga riil, T-bill, jumlah defisit neraca berjalan (CA), jumlah Netto Asset Domestik (NDA) dan dummy krisis ekonomi berpengaruh negatif. Capital inflow di Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Lumbanraja (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap nilai tukar rupiah. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aliran FDI di Indonesia dipengaruhi oleh variabel makroekonomi dan situasi politik dan keamanan. Nilai tukar rupiah berpengaruh positif yang signifikan, inflasi berpengaruh negatif yang signifikan dan dummy politik atau kerusuhan berpengaruh negatif yang signifikan. Gross Domestic Product (GDP) berpengaruh positif tetapi secara statistik tidak signifikan. FDI sebagai fokus penelitian memberikan pengaruh negatif (mengapresiasikan) terhadap nilai tukar rupiah dengan koefisien sebesar -0,039303, yang artinya adalah peningkatan sebesar satu persen FDI akan menyebabkan nilai tukar rupiah terapresiasi sebesar 0,039303. Andriani (2008) melakukan penilitian untuk mengetahui pengaruh neraca perdagangan dan capital inflow terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series bulanan dari Januari 1998 hingga September 2007 dan metode analisis yang dipakai adalah Vector Auto Regressioon (VAR) dilanjutkan dengan Vector Error Correction Model (VECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa neraca perdagangan riil pada jangka pendek 35 tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap GDP riil. Namun, Pada jangka panjang mempunyai pengaruh negatif yang signifikan secara statistik. Sedangkan capital inflow riil pada jangka pendek dan jangka panjang tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap GDP riil. Berdasarkan hasil tes Impulse Response Function (IRF) diketahui bahwa pada periode awal hingga periode 4, perubahan neraca perdagangan riil akan berpengaruh positif terhadap GDP riil. Namun pada periode selanjutya berpengaruh negatif terhadap GDP riil. Sedangkan hasil estimasi respon GDP riil terhadap perubahan variabel capital inflow riil menunjukkan bahwa pada periode awal hingga periode 30, perubahan capital inflow riil berpengaruh negatif terhadap GDP riil. Perwitasari (2008) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari aliran modal portofolio yang bersifat jangka pendek terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Data yang digunakan adalah data triwulanan kuartal 3 tahun 1997 hingga 3 tahun 2007. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode Vector Auto Regressive (VAR). Dari hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa, 1) baik nilai tukar riil maupun nominal dipengaruhi oleh aliran modal portofolio secara dominan, 2) pergerakan aliran modal portofolio mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah, baik riil maupun nominal rupiah, 3) aliran modal portofolio masuk mendorong apresiasi nilai tukar rupiah, 4) dampak peningkatan aliran modal portofolio terhadap perubahan nilai tukar nominal berlangsung sementara karena kembali keseimbangan, namun respon nilai tukar riil tidak kembali kepada keseimbangan. Selain penelitian di atas, penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengengaruhi nilai tukar rupiah telah banyak dilakukan peneliti lain, tetapi 36 variabel-variabel yang digunakan oleh peneliti yang satu dengan yang lainnya tidak selalu sama. Tergantung kepada masalah yang difokuskan oleh peneliti yang dianggap relevan untuk menjelaskan penelitian yang dilakukan. Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No 1. 2. 3. Nama Pengarang/ Tahun Atmadja (2002) Abdilah, et al (2004) Ardiansyah (2006) Tujuan Penelitian Menganalisis tentang hubungan berbagai variabel ekonomi dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (19982001) Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah (Januari 2000 - Desember 2004) Mengetahui berapa besar pengaruh jangka pendek dan jangka panjang neraca pembayaran terhadap nilai tukar rupiah (1990:1 2005:4) Metode Analisis Regresi (OLS) Hasil Penelitian Hanya variabel jumlah uang beredar yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Regresi (OLS) Jumlah uang beredar, inflasi dan suku bunga mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah. VECM Dalam jangka pendek dan panjang variabel current account dan capital account satu triwulan yang lalu serta dummy krisis mempengaruhi secara signifikan nilai tukar rupiah. Sedangkan tingkat suku bunga dua triwulan yang lalu signifikan mempengaruhi nilai tukarhanya dalam jangka panjang. 37 Lanjutan Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu 4. 5. Lartey (2006) Depari (2009) Menguji apakah arus masuk modal, khususnya Penanaman Modal Asing (FDI), menyebabkan apresiasi nilai tukar (1980‐2000) Menganalisis keterbukaan ekonomi terhadap nilai tukar rupiah/US$ di Indonesia (1999:12008:3) Fixed effects (within) estimator FDI sebagai kategori arus masuk modal swasta menyebabkan apresiasi kurs riil ; peningkatan bantuan resmi menyebabkan apresiasi yang nyata, besarnya menjadi lebih besar dibandingkan dengan yang terkait dengan FDI Regresi (OLS) Indeks derajat keterbukaan ekonomi, suku bunga Bank Indonesia tenor 3 bulan serta inflasi pada 3 bulan sebelumnya sangat signifikan secara statistik mempengaruhi nilai tukar rupiah/US$ 2.8. Kerangka Pemikiran Suatu negara yang menganut sistem perekonomian terbuka akan mengalami terjadinya integrasi ekonomi dengan negara lain. Semakin terintegrasi perekonomian telah mendorong terjadinya pergerakan aliran modal antar negara. Adanya aliran modal menyebabkan terjadinya perubahan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dan domestik tersebut dalam mempengaruhi nilai tukar mata uang yang diperdagangkan. Skema alur berpikir pada Gambar 2.2 digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini. Dengan memperhatikan dampak dari capital inflow atau arus modal masuk asing ditambah pengaruh beberapa variabel makroekonomi lain seperti inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness ingin diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap pergerakan nilai tukar rupiah per USD 38 pada periode penelitian. Capital inflow secara langsung dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah, dimana dengan terjadinya globalisasi ekonomi, membuat aliran modal bebas keluar masuk antar negara. Terjadinya arus keluar modal diduga menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami deprsiasi pada saat krisis 1997. Serta peningkatan peringkat hutang Indonesia menyebabkan peningkatan arus modal yang masuk ke Indonesia dimana diduga akan mempengaruhi variabilitas nilai tukar rupiah. Apabila capital inflow di Indonesia signifikan berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah maka disarankan beberapa rekomendasi kebijakan pengelolaan capital inflow agar kestabilan nilai tukar rupiah terjaga. Secara konseptual penelitian mengenai pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah disajikan dalam bagan sebagai berikut : ‐ ‐ ‐ Globalisasi ekonomi, aliran modal semakin bebas melintas antar negara Terjadi defisit arus modal keluar akibat krisis moneter Peningkatan peringkat Investasi Aliran Modal Masuk (Capital inflow) Inflasi Suku Bunga Nilai Tukar GDP Trade Openness Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian Rekomendasi Kebijakan 39 2.9. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat disimpulkan beberapa hipotesis, antara lain : 1. Globalisasi ekonomi menyebabkan perekonomian antar negara semakin terintegrasi. Dimana dengan terintegrasinya perekonomian, akan terjadi pergerakan aliran modal asing yang masuk ke sebuah negara. 2. Capital inflow berpengaruh negatif terhadap nilai tukar rupiah, dalam artian meningkatnya capital inflow akan mengkibatkan bertambahnya penawaran terhadap mata uang asing dan meningkatkan permintaan terhadap rupiah di pasar uang sehingga nilai tukar rupiah mengalami apresiasi atau menguat. 3. Inflasi berpengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan laju inflasi akan mengakibatkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD (depresiasi). 4. GDP berpengaruh negatif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan GDP mengakibatkan menguatnya nilai tukar rupiah (apresiasi). 5. Suku bunga berpengaruh negatif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan tingkat suku bunga (IR) menyebabkan nilai tukar rupiah semakin menguat atau mengalami apresiasi. 6. Trade openness memiliki pengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan trade openness pada jangka panjang akan menyebabkan nilai tukar terdepresiasi. 40 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang relevan dengan penelitian. Semua data yang digunakan merupakan data deret waktu (time series) dari tahun 1986 sampai 2010. Data tersebut diperoleh dari Bank Indonesia, World Development Indicators, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), studi kepustakaan melalui jurnal, artikel, dan makalah, serta instansi-instansi terkait lainnya. Data-data yang digunakan untuk variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 3.1. Data, Simbol, dan Sumber Data Variabel Satuan Simbol Sumber Nilai Tukar Riil Rp/$ RER UNCTAD Capital Inflow Inflasi US Dollar Persen (%) CIF INF WDI WDI Perumbuhan Ekonomi US Dollar GDP WDI Suku Bunga Persen (%) IR WDI Trade Openess Persen (%) TRADE WDI 3.2. Definisi Operasional Variabel Peubah yang digunakan bersama definisi operasionalnya adalah sebagai berikut: a. Capital Inflow (CIF) merupakan aliran modal masuk asing di Indonesia. Data capital inflow yang digunakan merupakan data aliran modal masuk asing swasta yang diproksi dari penanaman modal asing langsung (FDI) dan investasi portofolio yang masuk ke Indonesia. Data variabel CIF dalam dollar Amerika. 41 b. Laju inflasi (INF) merupakan kecenderungan kenaikan harga-harga yang berlaku secara terus–menerus dalam suatu perekonomian nasional dalam persentase. Data variabel INF merupakan data dalam persen. c. Gross Domestic Product (GDP) merupakan produk domestik bruto (PDB) riil yang menjadi indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data variabel GDP diperoleh dari perhitungan pertambahan Real Gross Domestic Product sebagai indikator berdasarkan harga konstan 2000 dan merupakan data dalam dollar Amerika. d. Interest Rate (IR) merupakan suku bunga pinjaman investasi dari bank umum di Indonesia. Variabel IR adalah data suku bunga riil dalam bentuk persen. e. Trade Openness (TRADE) adalah data perdagangan yang dihitung dari jumlah ekspor dan impor barang dan jasa yang diukur sebagai bagian dari produk domestik bruto dalam bentuk persen. f. Nilai tukar riil (RER) adalah data nilai tukar riil rupiah terhadap IHK Amerika Serikat dimana cara perhitungannya adalah nilai tukar nominal dikali dengan IHK Amerika Serikat dan dibagi IHK Indonesia. Data variabel RER dalam Rp/US$. 3.3. Metode Analisis Data Alat analsis untuk mengolah data-data yang digunakan dalam penelitian adalah metode Vector Auto Regression (VAR) jika data-data yang digunakan stasioner dan tidak terkointegrasi, atau dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM) jika data-data yang digunakan tidak stasioner dan 42 terkointegrasi. Data-data tersebut diolah dengan bantuan perangkat lunak (software) Eviews 6.0 dan Microsoft excel. 3.3.1. Model Penelitian Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut: Model umum: RERt = f ( CIFt,, INFt, GDPt, IRt ,TRADEt ) Model dalam bentuk matriks: _ _ _ _ _ _ dimana, Ln_RER = Nilai tukar riil rupiah terhadap USD Ln_CIF = Arus modal asing yang masuk INF = Inflasi Ln_GDP = Produk Domestik Bruto Riil IR = Suku Bunga Riil TRADE = Trade Openness a0-f0 = Konstanta aij = Koefisien lag peubah ke-j untuk persamaan ke-i eit = Residual Semua data estimasi yang dipergunakan dalam VAR adalah dalam bentuk logaritma natural sesuai dengan pendapat Sims dalam Enders (2004), kecuali data yang sudah dalam bentuk persen atau data tersebut memiliki koefisien yang 43 negatif (sangat kecil) yang tidak mungkin untuk diubah dalam bentuk logaritma natural. Salah satu alasannya adalah untuk memudahkan analisis, karena baik dalam impulse respons maupun variance decomposition, pengaruh shock dilihat dalam standar deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk presentase. Semua variabel adalah variabel endogen dalam metode VAR, sehingga dalam model penelitian ini dapat dilihat hubungan saling ketergantungan antara semua variabel. 3.3.2. Langkah-langkah Menguji VAR 3.3.2.1. Uji Stasioneritas Data (Uji Augmented Dickey-Fuller) Data deret waktu (time series) biasanya terdapat permasalahan dalam stasioneritas, sehingga dapat menjatuhkan validitas dari parameter yang diestimasi. Uji akar unit atau uji stasioneritas data digunakan untuk melihat apakah data yang diamati stationer atau tidak. Time series dikatakan stasioner jika secara stokastik data menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau dengan kata lain tidak terdapat peningkatan atau penurunan data. Data yang tidak stasioner akan menghasilkan regresi palsu atau lancung (spurious regression). Spurious regression adalah regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampak signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak. Uji akar unit secara umum dapat dilakukan dengan melihat secara grafis (visual) apakah terdapat trend dalam data atau tidak, dan melihat variance data pada periode penelitian. Jika data pada level tidak stasioner, maka data dapat dimodifikasi menjadi selisih antar data sebelumnya (first difference) sehingga data menjadi stasioner, data ini kemudian disebut terintegrasi pada derajat pertama atau I(1). Variabel-variabel yang tidak stasioner pada level tidak dapat digunakan untuk melihat hubungan jangka panjang dalam VAR. Meskipun penggunaan first 44 difference dalam VAR dapat digunakan, namun identifikasi restriksi jangka panjang tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, kestasioneran data harus diketahui sebelum menggunakan VAR. Uji akar-akar unit merupakan uji yang paling populer untuk mengetahui stasioner sebuah data. Untuk menguji akar-akar unit pada penelitian ini digunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller, yaitu dengan membandingkan nilai ADF dengan nilai kritis Mac Kinnon 1%, 5% , dan 10%. Dalam tes ADF, jika nilai ADF lebih kecil dari nilai kritis Mac Kinnon maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. Jika data berdasarkan uji ADF tidak stasioner maka solusinya adalah dengan melakukan difference non stationary processes. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar. Sementara series yang tidak stasioner akan berimplikasi kepada penggunaan VAR dalam bentuk difference atau VECM. Keberadaan variabel yang tidak stasioner meningkatkan kemungkinan keberadaan hubungan kointegrasi antar variabel. 3.3.2.2. Uji Lag Optimal Penentuan lag ini sangat penting mengingat tujuan dikembangkannya model VAR adalah untuk melihat perilaku dan hubungan variabel dalam jangka pendek. Dengan lag yang terlalu sedikit maka residual dari regresi tidak akan menampilkan proses white noise sehingga model tidak dapat mengestimasi actual error secara tepat. Namun, jika memasukkan terlalu banyak lag maka dapat mengurangi kemampuan untuk menolak H0 karena tambahan parameter yang terlalu banyak akan mengurangi degrees of freedom (Gujarati, 2003). 45 Selain itu, isu tentang penentuan panjang lag yang tepat akan menghasilkan residual yang bersifat Gaussian dalam arti terbebas dari permasalahan autokorelasi dan heteroskedasitas (Gujarati, 2003). Untuk kepentingan tersebut dapat digunakan beberapa kriteria untuk mengetahui optimal atau tidaknya lag yang digunakan. Beberapa kriteria tersebut adalah dengan metode Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), Final Prediction Error (FPE), dan Hannan Quinn (HQ). Tanda bintang menunjukkan lag optimal yang direkomendasikan oleh kriteria AIC, SIC, FPE dan HQ. 3.3.2.3. Uji Stabilitas VAR Uji stabilitas VAR harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan analisis impuls respon (IRF) dan analisis peramalan dekomposisi ragam galat (FEVD) melalui VAR stability condition check. Uji ini nantinya dimaksudkan untuk mengetahui valid atau tidaknya kedua analisis tersebut. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Model VAR tersebut dianggap stabil jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada didalam unit circle atau jika nilai absolutnya lebih kecil dari satu sehingga IRF dan FEVD yang dihasilkan dianggap valid (Firdaus, 2011). 3.3.2.4. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi dikemukakan oleh Engle dan Granger (1987) sebagai kombinasi linear dari dua atau lebih variabel 46 yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi linear ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang diantara variabel. (Firdaus, 2011) Persamaan tersebut dikatakan terkointegrasi jika trace statistic > critical value. Dengan demikian H0 = nonkointegrasi dengan hipotesis alternatifnya H1 = kointegrasi. Kita tolak H0 atau terima H1 jika trace statistic > critical value, yang artinya terjadi kointegrasi dalam persamaan. Tahapan analisis Vector Error Correction Model (VECM) dapat dilanjutkan setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi telah diketahui. 3.3.2.5. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality) Uji kausalitas granger digunakan untuk melihat arah hubungan suatu variabel dengan variabel yang lain. Pendekatan Granger mencoba menjawab apakah {x} menyebabkan {y} atau apakah nilai {y} sekarang dapat dijelaskan oleh nilai {y} masa lalu dan kemudian apakah penambahan nilai lag {x} juga turut memengaruhi. Variabel {y} dikatakan Granger Caused oleh variabel {x} jika {x} membantu dalam memprediksi {y} atau nilai koefisien lag {x} signifikan secara stastistik. Uji kausalitas dengan menggunakan pendekatan Granger dapat dituliskan seperti persamaan berikut : α α ... α α α ... α β β ... β ... β 1 ε .......... (3.2) 1 ...... (3.3) Dari hasil regresi persamaan (3.2) dan (3.3) di atas, maka akan dihasilkan empat kemungkinan nilai koefisien regresi, masing-masing nilai koefisien adalah : 47 1. Jika secara statistik, 0 dan 1 0 maka terdapat kausalitas 2 satu arah dari x ke y 2. Jika secara statistik, 0 dan 1 0 maka terdapat kausalitas 2 satu arah dari y ke x 0 dan 3. Jika secara statistik, 1 0 maka antara y ke x 2 tidak saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya. 4. Jika secara statistik, 0 dan 1 0 maka antara y ke x 2 terdapat hubungan kausalitas antara satu dengan lainnya. Dalam penelitian, ada beberapa kasus yang dapat diintepretasikan dari persamaan Granger Causality (Gujarati, 2003: 696-697) : 1. Unidirectional causality dari Y ke X, artinya kausalitas satu arah dari Y ke X terjadi jika koefisien lag Y pada persamaan Yt adalah secara statistik signifikan berbeda dengan nol, koefisien lag X pada persamaan Xt sama dengan nol. 2. Unindirectional causality dari X ke Y, artinya kausalitas satu arah dari X ke Y terjadi jika koefisien lag X pada persamaan Xt adalah secara statistik signifikan berbeda dengan nol dan koefisien lag Y pada persamaan Yt secara statistik signifikan sama dengan nol. 3. Feedback/bilateralcausality, artinya kausalitas timbal balik yang terjadi jika koefisien lag Y dan lag X adalah secara statistik signifikan berbeda dengan nol pada kedua persamaan Yt dan Xt. 48 4. Independence, artinya tidak saling ketergantungan yang terjadi jika koefisien lag Y dan lag X adalah secara statistik sama dengan nol pada masing-masing persamaan Yt dan Xt. Sedangkan hipotesis statistik untuk pengujian kausalitas dengan menggunakan pendekatan Granger adalah : 0, Suatu variabel tidak mempengaruhi variabel lainnya 0, Suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya 3.3.3. Model Umum Vector Error Correction Model (VECM) Model VECM digunakan apabila terdapat persamaan yang terkointegrasi, dimana nilai trace statistic lebih besar dari pada critical value. Pada persamaan VECM telah terkandung parameter jangka pendek dan jangka panjang yang memungkinkan kita untuk mengetahui respon pada jangka pendek dan jangka panjang. Menurut Siregar dan Ward dalam Andriani (2008), secara umum VECM dapat ditulis dalam persamaan berikut: ∑ ΓΔ ′ ε ............................................. (3.4) Dimana : ΔYt = Yt – Yt-1 , (p-1) = ordo VECM dari VAR, Γi = matriks koefisien regresi, Yt-i = vektor lag variabel yang terdiri dari berbagai macam variabel yang diguanakan, µ0 = vektor intercept, 49 µ1 = vektor koefisien regresi, α = matriks loading, β = vektor koitegrasi, Yt-1 = vektor lag pertama dalam variabel, εt = vektor sisaan 3.3.4. Estimasi VAR Estimasi VAR digunakan untuk melihat apakah variabel X mempengaruhi variabel Y dan sebaliknya dengan cara membandingkan nilai tstatistik hasil estimasi dengan nilai ttabel. 3.3.4.1. Impulse Response Function Untuk mengetahui pengaruh shock dalam perekonomian maka digunakan metode impulse response. Selama koefisien pada persamaan struktural VAR di atas sulit untuk diinterpretasikan maka banyak praktisi menyarankan menggunakan impulse response function (IRF). Fungsi impulse response menggambarkan tingkat laju dari shock variabel yang satu terhadap variabel yang lainnya pada suatu rentang periode tertentu. Sehingga dapat dilihat lamanya pengaruh dari shock suatu variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan. 3.3.4.2. Variance Decomposition Variance Decomposition atau biasa disebut Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) merupakan perangkat model VAR yang memisahkan 50 variasi dari sejumlah variabel menjadi variabel innovation, dengan asumsi variabel-variabel innovation tidak saling berkorelasi. Variance decomposition akan memberikan informasi mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap shock variabel yang lain pada periode saat ini dan periode yang akan datang. 3.4. Mekanisme Analisis Olah Data Proses analisis VAR dan VECM dapat dilihat pada Gambar 3.1. Data Transformation Stationary at Level [I(0)] No Unit Root Test Data Exploration Yes Var Level Stationary at First Difference [I(1)] Yes Cointegration Test VAR VECM S-term L-term No t L-term S-term Optimal Order (K-1) Cointegration Rank Innovation Accounting IRF Sumber FEVD : Ascarya, 2009 Gambar 3.1. Proses Analisis VAR dan VECM 51 Gambar 3.1 menjelaskan secara ringkas proses analisis VAR dan VECM melalui beberapa tahap. Pertama, ketika data dasar telah tersedia, kemudian data ditransformasi ke bentuk logaritma natural (ln) kecuali data yang sudah dalam bentuk persen. Unit roots test atau uji unit akar adalah uji awal yang dilakukan untuk mengetahui apakah data stasioner atau tidak stasioner. Jika data stasioner di level, maka VAR dapat dilakukan pada level dan dapat mengestimasi hubungan jangka panjang antar variabel. Jika data tidak stasioner pada level, maka data harus diturunkan pada tingkat pertama (first difference). Keberadaan kointegrasi antar variabel pada data dapat diuji jika data stasioner pada turunan pertama. Jika tidak ada kointegrasi antar variabel, maka VAR hanya dapat dilakukan pada turunan pertamanya dan hanya dapat mengestimasi hubungan jangka pendek antar variabel, sehingga innovation accounting tidak akan bermakna untuk hubungan antar variabel dalam jangka panjang. Sedangkan, jika ada kointegrasi antar variabel, maka VECM dapat dilakukan menggunakan data turunan pertama untuk mengestimasi hubungan jangka pendek maupun jangka panjang antar variabel. Innovation accounting untuk VAR dan VECM akan bermakna untuk hubungan jangka panjang (Ascarya, 2009). 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode analisis yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM). Namun sebelumnya diperlukan langkahlangkah uji atau tahapan untuk melakukan estimasi yaitu: uji akar unit, uji lag optimal, uji stabilitas VAR, dan uji kointegrasi. Selain itu tahap terakhir adalah melakukan estimasi-estimasi yang menyertai metode VAR dan VECM , yaitu uji kausalitas, fungsi respon terhadap shock (Impuls Respon Function/IRF), dan dekomposisi varian (Forecast Error Variance Decomposition/FEVD). 4.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test) Data time series sering menimbulkan masalah dalam analisisnya, terutama masalah ketidakstasioneran data. Uji kestasioneran data merupakan tahap yang paling penting dalam menganalisis data time series untuk melihat ada tidaknya akar unit (unit root) yang terkandung diantara variabel sehingga hubungan antar variabel menjadi valid. Uji ini dilakukan agar hasil regresi yang dilakukan tidak menghasilkan regresi palsu (spurious regression). Spurious regression adalah regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampak signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak. Regresi bersifat spurious biasanya memiliki R2 yang tinggi dan t-statistik yang terlihat signifikan, akan tetapi hasilnya tidak dapat diinterpretasikan secara ekonomi. Penelitian ini menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) untuk menguji stasioneritas data. Dalam tes ADF, jika nilai ADF lebih kecil dari Mc 53 Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. Jika data berdasarkan uji ADF tidak stasioner maka solusinya adalah dengan proses diferensiasi. Uji akar unit setiap variabel dalam model penelitian didasarkan pada ADF test pada tingkat level. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Uji Akar Unit Pada Tingkat Level Nilai Kritis Mc Kinnon 1% 5% 10% Variabel Nilai ADF Nilai Tukar Riil -2.125804 -3.737853 -2.991878 -2.635542 Tidak Stasioner Capital Inflow -1.894379 -3.737853 -2.991878 -2.635542 Tidak Stasioner Inflasi -4.187765 -3.737853 -2.991878 -2.635542 Stasioner GDP -1.261362 -3.737853 -2.991878 -2.635542 Tidak Stasioner Suku Bunga -4.707837 -3.737853 -2.991878 -2.635542 Stasioner Trade Opennes -3.111637 -3.737853 -2.991878 -2.635542 Stasioner Sumber Keterangan : Lampiran 1, data diolah Berdasarkan hasil pengujian akar unit pada tingkat level dapat diketahui bahwa dengan menggunakan taraf nyata lima persen terdapat tiga variabel yang stasioner yaitu inflasi, suku bunga, dan trade openness. Untuk variabel yang tidak stasioner perlu dilakukan uji kestasioneran data pada tingkat first difference. Data yang tidak stasioner akan menghasilkan regresi palsu atau lancung (spurious regression). Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa seluruh variabel stasioner pada tingkat first difference karena nilai ADF test statistic variabelvariabel itu secara aktual lebih kecil dari nilai kritis Mac Kinnon. Hasil uji akar unit selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2. 54 Tabel 4.2. Uji Akar Unit pada Tingkat First Difference Variabel Nilai ADF Nilai Tukar Riil Nilai Kritis Mc Kinnon Keterangan 1% 5% 10% -5.557067 -3.752946 -2.998064 -2.638752 Stasioner Capital Inflow -4.416969 -3.752946 -2.998064 -2.638752 Stasioner Inflasi -5.739348 -3.769597 -3.004861 -2.642242 Stasioner GDP -3.249702 -3.752946 -2.998064 -2.638752 Stasioner Suku Bunga -8.949110 -3.752946 -2.998064 -2.638752 Stasioner Trade Opennes -7.594514 -3.752946 -2.998064 -2.638752 Stasioner Sumber : Lampiran 1, data diolah Hasil pengujian akar unit pada tingkat first difference menunjukkan bahwa semua variabel sudah stasioner. Seluruh variabel yang akan diestimasi dalam penelitian ini terintegrasi pada derajat pertama I(1). Hal itu dapat diketahui karena nilai ADF lebih kecil dari nilai kritis Mc Kinnon. 4.2. Uji Lag Optimal Dalam estimasi model VAR, penentuan lag optimum merupakan tahap yang penting karena variabel independen yang digunakan adalah lag dari variabel dependen dan juga variabel independennya. Hal ini penting karena berkaitan dengan keakuratan informasi yang akan dihasilkan oleh estimasi model VAR. Pengujian panjang lag yang optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criteria (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC) dan Hannan-Quin criterion (HQ) yang terkecil atau minimum. Tabel 4.3. memperlihatkan hasil tingkat lag optimal berdasarkan berbagai kriteria. Hasilnya menunjukkan bahwa lag optimal untuk variabelvariabel yang ingin diestimasi adalah satu. 55 Tabel 4.3. Uji Optimum Lag LR FPE AIC SC HQ NA 15745.83 26.69130 26.98582 26.76944 2.507303* 17.84183* 19.90342* 18.38877* 201.4411* Sumber : Lampiran 2, data diolah 4.3. Uji Stabilitas VAR Pengujian stabilitas VAR perlu dilakukan sebelum melakukan analisis lebih jauh. Hal ini dikarenakan apabila didapatkan model VAR yang tidak stabil maka analisis Impulse Response Function dan Variance Decomposition menjadi tidak valid. Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah dibentuk maka dilakukan pengecekan kondisi VAR stability berupa roots of characteristic polynomial. Persamaan VAR dapat dikatakan stabil jika modulus dari seluruh roots of characteristic polynomial lebih kecil dari satu. Berikut hasil pengujian stabilitas model VAR dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Hasil Uji Stabilitas Model VAR Root 0.963825 0.745749 - 0.212103i 0.745749 + 0.212103i 0.566130 -0.115961 - 0.366969i -0.115961 + 0.366969i Sumber Modulus 0.963825 0.775326 0.775326 0.566130 0.384855 0.384855 : Lampiran 3, data diolah Dari Tabel 4.4. terlihat bahwa nilai akar karakteristik atau modulus semuanya menunjukkan angka kurang dari satu. Sehingga berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 4.4. dapat disimpulkan bahwa model VAR telah stabil. 56 4.4. Uji Kointegrasi Tahap uji kointegrasi yang dilakukan berguna untuk mengetahui apakah variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Pengujian kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang antar variabel yang telah memenuhi persyaratan selama proses integrasi yaitu dimana semua variabel telah stationer pada derajat yang sama yaitu derajat satu I(1). Salah satu cara untuk menguji kointegrasi yaitu dengan menggunakan tes kointegrasi Johansen. Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen dengan membandingkan antara trace statistic dengan critical value yang digunakan, yaitu lima persen. Jika trace statistic lebih besar dari critical value 5%, maka terdapat kointegrasi dalam sistem persamaan tersebut. Hasil uji kointegrasi berdasarkan trace test dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Hasil Uji Kointegrasi H0 H1 Trace Statistic Nilai Kritis 5% Sumber R=0 R>=1 211.1259 R<=1 R>=2 121.0530 R<=2 R>=3 71.73053 R<=3 R>=4 38.97567 R<=4 R>=5 15.49129 R<=5 R>=6 3.107629 107.3466 79.34145 55.24578 35.01090 18.39771 3.841466 : Lampiran 4, data diolah Hasil tes kointegrasi Johansen dengan menggunakan taraf nyata sebesar lima persen, menunjukkan terdapat empat persamaan yang terkointegrasi. Hal itu dapat diketahui karena nilai trace statistic lebih besar dari pada nilai kritis lima persen. Model yang akan digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM) karena terdapat persamaan yang terkointegrasi. 57 4.5. Uji Kausalitas Granger Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan sebab akibat (kausalitas) di antara variabel-variabel yang ada dalam model (Firdaus, 2011). Uji kausalitas pada penelitian ini menggunakan VAR Pairwise Granger Causality Test dan menggunakan taraf nyata 5 persen. Hipotesis awal atau Ho yang diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas, sedangkan hipotesis alternatifnya atau H1 adalah adanya hubungan kausalitas. Untuk menerima atau menolak hipotesis awal atau Ho digunakan nilai probability. Jika nilai probability lebih kecil daripada nilai taraf nyata 5 persen, maka kita mempunyai cukup bukti untuk menolak Ho dan menyimpulkan bahwa variabel tersebut mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel lain tertentu. Hasil dari pengujian kausalitas di dalam model dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Hasil Uji Kausalitas Granger Variabel RER CIF INF IR GDP TRADE Sumber RER 0.7688 0.0284 0.7075 0.8660 0.7512 Probabilitas does not Granger Cause CIF INF IR GDP 0.9710 0.8578 0.5214 0.0702 0.7346 0.6789 0.9937 0.1887 0.1532 0.2848 0.9866 0.8856 0.5283 0.6153 0.2879 0.1764 0.8172 0.4067 0.7087 0.8969 TRADE 0.7738 0.9493 0.1597 0.5391 0.8986 : Lampiran 5, data diolah Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 4.6. didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan dua arah antara variabel RER dengan variabel INF. Hipotesis nol yang menyatakan bahwa RER tidak mempengaruhi INF ditolak pada tingkat signifikan 10 persen dan hipotesis nol yang menyatakan bahwa INF tidak mempengaruhi RER ditolak pada tingkat signifikan 10 persen. Nilai tukar mempengaruhi inflasi, sebaliknya inflasi juga mempengaruhi nilai tukar. 58 Sedangkan sisanya terdapat hubungan yang saling tidak mempengaruhi ataupun satu arah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.6. 4.6. Hasil Penelitian 4.6.1. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model Hasil estimasi VECM akan didapat hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara nilai tukar riil, capital inflow, inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness. Pada estimasi ini, nilai tukar riil (Ln_RER) merupakan variabel dependen, sedangkan variabel independennya adalah capital inflow (Ln_CIF), inflasi (INF), GDP (Ln_GDP), suku bunga (IR), dan trade openness (TRADE). Hasil estimasi VECM untuk menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Hasil Estimasi VECM Persamaan Nilai Tukar Riil Variabel Koefisien Jangka Pendek CointEq1 -0,585478 D(RER(-1)) 2,024980 D(CIF(-1)) 0,004932 D(INFLASI(-1)) -0,025519 D(GDP(-1)) 1,616283 D(IR(-1)) 0,002507 D(TRADE(-1)) -0,002130 Jangka Panjang Ln_CIF(-1) 0,012037 INFLASI(-1) 0,012509 Ln_GDP(-1) -0,975797 IR(-1) 0,021180 TRADE(-1) 0,031747 Sumber : Lampiran 6, data diolah Keterangan : Signifikan pada taraf nyata 1%, 5%, dan 10% T-Statistik -1,86664* 2,44044* 1,00976 -3.21816* 1,08962 0,27021 -0,16076 -9,62636* -4,00811* 10,7265* -10,3056* -10,9124* 59 Terdapat dugaan parameter error correction sebesar -0.585478 persen yang secara statistik signifikan maka dinyatakan bahwa terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang. Hasil estimasi VECM jangka pendek menunjukkan bahwa variabel nilai tukar riil pada lag pertama berpengaruh positif terhadap nilai tukar riil yang signifikan pada taraf nyata 5 persen sebesar 2,024980. Artinya apabila terjadi kenaikan pada nilai tukar riil (terdepresiasi) sebesar satu persen pada periode sebelumnya, maka akan menyebabkan peningkatan nilai tukar riil (terdepresiasi) sebesar 2,025 persen. Ini berarti bahwa pergerakan nilai tukar riil lebih besar dalam periode - periode sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar riil sangat dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar riil periode sebelumnya. Variabel inflasi pada lag pertama signifikan berpengaruh negatif terhadap nilai tukar riil dalam jangka pendek sebesar -0,0255. Artinya apabila terjadi kenaikan inflasi sebesar satu persen pada periode sebelumnya, maka akan menyebabkan nilai tukar riil terapresiasi sebesar 0,0025 persen. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori International Fisher Effect (IFE) yang menyatakan bahwa kenaikan laju inflasi akan direspon oleh bank sentral dengan meningkatkan suku bunga dimana dengan tingginya suku bunga akan meningkatkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya. Sehingga dengan banyaknya modal yang masuk maka akan menyebabkan nilai tukar terapresiasi. Tabel 4.7. juga menunjukkan bahwa dalam jangka panjang terdapat lima variabel yang berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar riil. Variabel capital inflow yang merupakan fokus utama peneltian ini mempunyai pengaruh positif terhadap nilai tukar riil yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen 60 sebesar 0,012037. Artinya pada jangka panjang, apabila terjadi peningkatan capital inflow sebesar satu persen, maka akan menyebabkan peningkatan nilai tukar riil (depresiasi) sebesar 0,012037 persen. Hal ini berbeda dengan teori hubungan investasi dan nilai tukar dimana kenaikan dalam capital inflow atau investasi asing akan menyebabkan apresiasi nilai tukar riil. Kenaikan pada capital inflow menyebabkan kurva (S-I) bergeser ke kiri karena investasi lebih besar dari tabungan yang berarti mengurangi penawaran mata uang domestik. Persediaan mata uang domestik yang lebih sedikit ini menyebabkan keseimbangan nilai tukar riil meningkat dan mata uang domestik menjadi lebih berharga atau apresiasi. Namun, dari hasil estimasi VECM yang didapat peningkatan capital inflow justru mendepresiasi nilai tukar riil. Hal ini kemungkinan terjadi karena keterbatasan pada data time series, serta pengaruh variabel lain dalam penelitian. Selain itu, ada kemungkinan disebabkan oleh komponen capital inflow di Indonesia terdiri dari FDI yang berorientasi pada impor. Sebagaimana diketahui FDI meliputi investasi ke dalam aset-aset nyata dalam bentuk pendirian perusahaan, pembangunan pabrik, pembelian barang modal, tanah, bahan baku, dan persediaan oleh investor asing dimana investor tersebut terlibat langsung dalam manajemen perusahaan dan mengontrol penanaman modal tersebut. Apabila pengadaan barang modal tersebut sebagian besar dari impor, maka hal ini justru akan mengakibatkan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi. Variabel lain dalam penelitian seperti inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap nilai tukar riil pada jangka panjang yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen sebesar 0,012509. Artinya apabila terjadi kenaikan laju inflasi sebesar satu persen, maka akan menyebabkan nilai tukar riil terdepresiasi sebesar 61 0,012509 persen. Hasil ini sesuai dengan teori purchasing power parity yang menyatakan bahwa jika inflasi dalam negeri relatif meningkat dari inflasi luar negeri maka akan mengakibatkan harga barang domestik akan semakin mahal dibandingkan harga barang di luar negeri. Hal ini mendorong peningkatan permintaan terhadap barang luar negeri dan akan meningkatkan permintaan valas untuk pembiayaan barang tersebut sehingga dollar menjadi terapresiasi sedangkan nilai tukar rupiah terdepresiasi. GDP mempunyai pengaruh negatif terhadap nilai tukar riil pada jangka panjang yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen sebesar 0,975797. Artinya apabila terjadi kenaikan GDP sebesar satu persen, maka akan menyebabkan terjadinya penurunan nilai tukar atau apresiasi nilai tukar sebesar 0,975797 persen. Hasil ini sesuai sesuai dengan hipotesis Balassa-Samuelson dimana peningkatan pada GDP menyebabkan apresiasi nilai tukar rupiah. Dapat dijelaskan bahwa kenaikan pada GDP dapat mencirikan keadaan ekonomi Indonesia semakin baik dan menurunnya resiko terhadap kegagalan investasi. Keadaan tersebut menyebabkan adanya respon positif dari investor asing untuk menanamkan modalnya secara langsung di Indonesia. Adanya aliran modal yang masuk tersebut dapat menyebabkan permintaan terhadap rupiah meningkat atau dapat dikatakan nilai tukar rupiah terapresiasi. Suku bunga mempunyai pengaruh positif terhadap nilai tukar riil pada jangka panjang yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen sebesar 0,021180. Artinya apabila terjadi kenaikan suku bunga pada lag pertama sebesar satu persen, maka akan menyebabkan peningkatan nilai tukar riil atau nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 0,021180 persen. Hasil ini tidak sesuai dengan 62 hipotesis awal dimana terjadinya kenaikan suku bunga, maka akan menyebabkan nilai tukar rupiah terapresiasi. Namun hal ini dapat dijelaskan bahwa ada kemungkinan kenaikan suku bunga luar negeri lebih besar daripada suku bunga di Indonesia. Kenaikan suku bunga juga selain dapat meningkatkan return investasi portofolio, hal tersebut juga dapat menurunkan investasi pada sektor riil. Apabila investasi pada sektor riil mengalami penurunan maka akan menyebabkan tingkat produksi untuk menghasilkan barang ekspor juga menurun. Sehingga keadaan tersebut menyebabkan penawaran terhadap mata uang asing menurun dan dengan kata lain nilai tukar rupiah terdepresiasi. Trade openness mempunyai pengaruh positif terhadap nilai tukar riil pada jangka panjang yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen sebesar 0,031747. Artinya apabila terjadi kenaikan trade openness sebesar satu persen, maka akan meningkatkan nilai tukar rill atau nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 0,031747 persen. Hasil penelitian menunjukkan keterbukaan perdagangan mempunyai hubungan yang signifikan terhadap nilai tukar riil di Indonesia, karena berkaitan dengan kegiatan ekspor dan impor. Peningkatan keterbukaan perdagangan dapat melalui penurunan tarif atau peningkatan kuota. Tentunya hal ini dalam jangka panjang akan mempengaruhi peningkatan harga dari barangbarang yang bisa di ekspor atau barang tradable sehingga akan menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi melalui menurunnya neraca perdagangan. 4.6.2. Impuls Respon Function (IRF) IRF bermanfaat untuk menunjukkan bagaimana respon suatu variabel dari sebuah shock dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya, dimana 63 analisis ini tidak hanya dalam waktu pendek tetapi dapat menganalisis untuk beberapa horizon kedepan sebagai infomasi jangka panjang. Sumbu horizontal menunjukkan waktu dalam periode tahun ke depan setelah terjadinya shock, sumbu vertikal menunjukkan besarnya respon atau tingkat laju perubahan shock variabel gangguan dalam variabel endogen. Dalam penelitian ini menganalisis respon nilai tukar riil terhadap guncangan (shock) atau inovasi pada capital inflow dan variabel lainnya (variabel inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness). 4.6.2.1. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Capital Inflow Analisis impuls respon (IRF) pada model penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh guncangan capital inflow terhadap nilai tukar riil. Analisis ini penting untuk melihat pengaruh guncangan capital inflow terhadap nilai tukar riil Indonesia. Untuk memudahkan interepretasi, shock pada capital inflow sebesar satu standar deviasi terhadap nilai tukar riil ditunjukkan dalam Gambar 4.1 dalam 50 periode, berikut ini: Response of RER to Cholesky One S.D. CIF Innovation .06 .05 .04 .03 .02 .01 .00 -.01 -.02 -.03 5 Sumber 10 15 20 25 30 35 40 45 50 : Lampiran 7, data diolah Gambar 4.1. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Capital Inflow di Indonesia 64 Respon nilai tukar riil akibat guncangan sebesar satu standar deviasi capital inflow menyebabkan fluktuasi nilai tukar riil. Pada Gambar 4.1 tersebut terlihat guncangan capital inflow sebesar satu standar deviasi pada priode pertama belum direspon oleh nilai tukar riil, baru pada periode ke-2 dan ke-4 direspon positif dan menyebabkan depresiasi nilai tukar berturut-turut sebesar 0,05 dan 0,02 standar deviasi. Akan tetapi pengaruh guncangan capital inflow juga direspon negatif atau dapat dikatakan terjadi penurunan nilai tukar riil (apresiasi) berturut-turut pada periode ke-3, ke-6, ke-7 sebesar -0,02; -0,009; dan -0,007 standar deviasi. Guncangan capital inflow terhadap nilai tukar riil secara keseluruhan menunjukkan respon yang negatif dengan pergerakan yang stabil pada periode setelah kuartal ke-17 sebesar -0,003 standar deviasi. Hasil IRF menunjukkan bahwa respon nilai tukar riil terhadap shock capital inflow sesuai dengan hipotesis awal, bahwa peningkatan pada capital inflow akan menyebabkan apresiasi nilai tukar rupiah. Berdasarkan teori hubungan investasi dan nilai tukar dimana kenaikan dalam capital inflow menyebabkan kurva (S-I) bergeser ke kiri karena investasi lebih besar dari tabungan yang berarti mengurangi penawaran mata uang domestik. Dengan kata lain, terjadi peningkatan terhadap penawaran mata uang asing di pasar valuta asing sehingga permintaan terhadap rupiah juga mengalami peningkatan dan menyebabkan rupiah mengalami apresiasi. 4.6.2.2. Respon Nilai Tukar Riil Makroekonomi di Indonesia Terhadap Guncangan Variabel Hasil IRF yang menggambarkan respon nilai tukar riil dalam lima puluh (50) periode mendatang terhadap pengaruh guncangan variabel makroekonomi 65 seperti inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness sebesar satu standar deviasi ditunjukkan dalam Gambar 4.2, berikut ini : Respon RER terhadap Inflasi Respon RER terhadap GDP .04 .04 .00 .00 -.04 -.04 -.08 -.08 -.12 -.12 -.16 -.16 5 10 15 20 25 (a) 30 35 40 45 5 50 15 20 25 30 35 40 45 50 45 50 (b) Respon RER terhadap IR .04 10 Respon RER terhadap Trade .04 .00 .00 -.04 -.04 -.08 -.08 -.12 -.12 -.16 -.16 5 10 15 20 25 30 35 40 45 (c) Sumber 50 5 10 15 20 25 30 35 40 (d) : Lampiran 7, data diolah Gambar 4.2. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Variabel Makroekonomi Berdasarkan Gambar 4.2 (a) diatas, shock satu standar deviasi dari inflasi belum direspon oleh nilai tukar riil pada awal periode, hal ini berarti shock inflasi tidak serta merta menyebabkan apresiasi nilai tukar rupiah. Respon negatif terjadi pada periode kedua sebesar -0,122 standar deviasi yang sekaligus menjadi respon negatif tertinggi selama periode pengamatan. Respon positif baru terjadi pada periode ke-3 lalu kemudian mengalami penurunan pada periode ke-4 hingga ke-5. Respon positif tertinggi terjadi pada periode ke-7 sebesar -0,033 standar deviasi 66 dan mencapai konvergen pada periode ke-19. Secara umum respon nilai tukar riil terhadap perubahan inflasi adalah negatif. Hasil IRF nilai tukar riil terhadap perubahan laju inflasi yang menunjukkan respon yang negatif, yaitu kenaikan pada inflasi akan menyebabkan nilai tukar rupiah terapresiasi. Kenaikan laju inflasi dengan kondisi seperti ini dapat dikaitkan dengan nilai tukar riil melalui teori International Fisher Effect. Apabila terjadi kenaikkan laju inflasi akan direspon oleh bank sentral dengan meningkatkan suku bunga dimana dengan tingginya suku bunga akan meningkatkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya. Sehingga dengan banyaknya modal yang masuk maka akan menyebabkan nilai tukar terapresiasi. Selanjutnya akan diuraikan respon variabel nilai tukar terhadap perubahan GDP. Sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.2 (b) nilai tukar riil belum menunjukkan respon diawal periode, baru direspon positif pada periode ke-2 sebesar 0,02 standar deviasi dan mengalami respon yang negatif pada periode ke3 hingga ke-4. Respon positif tertinggi pada periode ke-6 sebesar 0,0367 standar deviasi dan terus mengalami fluktuasi hingga kemudian menjadi stabil pada periode ke-17. Hasil IRF nilai tukar riil terhadap perubahan GDP berlawanan dengan hipotesis awal yaitu positif. Menurut hipotesis Balassa-Samuelson, kenaikan pada GDP seharusnya menyebabkan niali tukar terapresiasi. Akan tetapi hasil ini ada kemungkinan apabila terjadi kenaikan GDP atau pertumbuhan pendapatan di suatu negara meningkat maka akan menyebabkan meningkatnya konsumsi atas berbagai macam barang dan jasa. Jika diimbangi peningkatan penawaran 67 barang/jasa maka akan memicu impor barang/jasa dari negara lain. Dengan meningkatnya impor barang/jasa maka terjadi kenaikan permintaan mata uang negara eksportir untuk pembiayaan. Sehingga hal tersebut menyebabkan mata uang domestik atau rupiah menjadi terdepresiasi. Variabel suku bunga sebagaimana terlihat pada gambar 4.2 (c) pada periode pertama nilai tukar riil tidak merespon shock yang terjadi. Respon baru ditunjukkan pada periode ke-2 dengan respon negatif sebesar -0,022 standar deviasi dan terus menurun pada periode ke-3 sebesar -0,032 standar deviasi. Pada periode ke-4 mengalami respon yang positif sebesar -0,025 standar deviasi. Respon negatif tertinggi dari perubahan suku bunga terjadi pada periode ke-5 yaitu sebesar -0,034 standar deviasi. Respon nilai tukar riil mengalami fluktuasi hingga mencapai kondisi stabil yang terjadi pada periode ke-15. Hasil IRF nilai tukar riil terhadap shock suku bunga sesuai dengan hipotesis awal yaitu negatif. Peningkatan suku bunga oleh bank sentral akan meningkatkan ketertarikan investor asing untuk menanamkan modalnya. Hal ini berarti semakin banyaknya modal asing yang masuk, maka terjadi peningkatan permintaan terhadap rupiah sehingga menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami apresiasi. Bahasan selanjutnya adalah respon nilai tukar riil terhadap guncangan satu standar deviasi pada variabel trade openness. Pada Gambar 4.2 (d) terlihat bahwa pada periode pertama belum ada respon nilai tukar riil, respon baru terjadi pada periode ke-2 dan periode ke-3 yaitu respon positif sebesar 0,024 dan 0,029 standar deviasi. Pada periode ke-4 respon berbalik menjadi negatif dan kembali di respon positif pada periode ke-5. Kondisi stabil terjadi pada periode ke-19 dan secara keseluruhan menunjukkan respon yang positif. 68 Hasil IRF nilai tukar riil terhadap perubahan trade openness telah sesuai dengan hipotesis awal, bahwa peningkatan trade openness menyebabkan nilai tukar riil mengalami depresiasi. Keterbukaan perdagangan akan meningkatkan kegiatan ekspor dan impor dimana suatu negara dapat dengan bebas masuk. Peningkatan keterbukaan perdagangan dapat melalui penurunan terhadap tarif atau peningkatan kuota. Dengan semakin murahnya harga barang maka pada awalnya akan meningkatkan ekspor dan berakibat nilai tukar mengalami apresiasi. Namun, tentunya hal ini dalam jangka panjang akan mempengaruhi peningkatan harga dari barang-barang yang bisa di ekspor atau barang tradable sehingga berakibat neraca perdagangan mengalami penurunan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka akan menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi. 4.6.3. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah juga dapat dilihat melalui analisis Variance Decomposition (VD). Analisis FEVD dipergunakan untuk mengetahui variabel mana yang paling berperan penting dalam menjelaskan perubahan suatu variabel. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 5 10 15 RER TRADE 20 CIF 25 30 INFLASI 35 IR 40 45 GDP Gambar 4.3. Dekomposisi Varians Nilai Tukar Riil di Indonesia 50 69 Hasil FEVD menunjukkan bahwa varian nilai tukar riil dominan dijelaskan oleh shock pada variabel itu sendiri hingga akhir periode. Kontribusi nilai tukar riil yang besar terhadap dirinya sendiri dapat diartikan bahwa adanya perilaku spekulasi dari para pelaku pasar uang terhadap terdepresiasi dan terapresiasinya nilai tukar rupiah yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Pada periode pertama nilai tukar mempengaruhi dirinya sendiri sebesar 100 persen dan menurun hingga 80,3 persen pada akhir tahun ke-5. Kemudian variabel inflasi menempati posisi kedua setelah nilai tukar itu sendiri dalam menjelaskan nilai tukar riil dengan kontribusi sebesar 12,7 persen pada periode ke-6 dan terus mengalami penurunan hingga periode akhir mencapai angka 9,52 persen. Sementara itu, shock pada capital inflow kurang dapat menjelaskan nilai tukar riil karena pengaruhnya yang sangat kecil. Rendahnya kontribusi guncangan capital inflow terhadap nilai tukar rupiah terjadi karena variabel tersebut hanya mempengaruhi sebagian kecil bagi tersedianya nilai mata uang asing yang diperdagangkan. Hasil temuan ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Ardiansyah (2006), yang menemukan bahwa current account yang didalamnya termasuk capital inflow kurang signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah. Hal ini membuktikan bahwa apabila terjadi peningkatan dan penurunan capital inflow sebenarnya kurang menggambarkan pengaruh pada pergerakan nilai tukar rupiah. 70 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah periode 1986 hingga 2010, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 1. Capital inflow pada jangka pendek tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Sedangkan pada jangka panjang capital inflow mempunyai pengaruh positif terhadap nilai tukar riil yang signifikan secara statistik, namun hal ini berlawanan dengan hipotesis awal yaitu negatif dimana dengan terjadinya kenaikan pada capital inflow akan menyebabkan apresiasi nilai tukar. 2. Variabel makroekonomi dalam model yang signifikan berpengaruh terhadap nilai tukar riil dalam jangka pendek adalah variabel nilai tukar itu sendiri dan inflasi. Sedangkan variabel yang signifikan dalam jangka panjang adalah inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness. 3. Hasil IRF, respon nilai tukar riil terhadap guncangan capital inflow menunjukkan bahwa peningkatan pada capital inflow memberikan pengaruh terhadap menguatnya nilai tukar rupiah. Pada periode awal belum ada respon nilai tukar, hingga periode ke-2 perubahan capital inflow berpengaruh positif terhadap nilai tukar riil yaitu terjadi depresiasi nilai tukar rupiah. Namun pada jangka panjang, hasil dari IRF menunjukkan respon negatif yaitu, terjadinya apresiasi nilai tukar rupiah. Pengaruh 71 guncangan capital inflow mulai mengecil dan menghilang ketika memasuki periode ke-17. 4. Hasil FEVD menunjukkan bahwa ternyata variabel yang memberikan kontribusi besar terhadap nilai tukar rupiah adalah varibel nilai tukar itu sendiri dan inflasi. Sedangkan variabel capital inflow serta variabel lain seperti GDP, suku bunga dan trade openness hanya memberikan kontribusi yang kecil terhadap nilai tukar rupiah. 5.2. Saran Dari kesimpulan di atas, maka ada beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini, diantaranya : 1. Pemerintah sebaiknya perlu membatasi jumlah capital inflow di Indonesia karena peningkatan pada capital inflow dalam tujuan memperbaiki pergerakan nilai tukar rupiah tidak efektif dan hanya memberikan kontribusi yang kecil dalam mengontrol pergerakan nilai tukar rupiah. 2. Pemerintah sebaiknya melakukan kebijakan yang tepat agar peningkatan yang terjadi pada capital inflow dapat mencirikan adanya peningkatan terhadap penawaran valuta asing yang masuk ke domestik. Selain itu diperlukannya penanganan terhadap nilai tukar itu sendiri dan pengelolaan inflasi di Indonesia karena nilai tukar rupiah tahun sebelumnya dan inflasi memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kestabilan nilai tukar rupiah. Informasi mengenai faktor utama yang menyebabkan kenaikan laju inflasi sangat diperlukan sebelum pemerintah mengambil kebijakan yang tepat 72 untuk menekan laju inflasi yang berlebihan agar tercipta kestabilan perekonomian. 3. Bagi penelitian selanjutnya penulis menyarankan untuk menambahkan lebih banyak lagi tahun observasi dan variabel lain yang lebih relevan terkait dengan capital inflow dan nilai tukar rupiah agar dihasilkan estimasi yang lebih baik. 73 DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, A. 2010. “Fenomena Modal Masuk Asing”. [Kompas Online]. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/12/21/03351353/Fenomena.M odal.Masuk.Asing [17 Maret 2012] Andriani, P. 2008. Analisis Pengaruh Neraca Perdagangan dan Capital Inflow terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Appleyard, Dennis; Field Jr., Alfred, & Cobb, Steven. 2006. International Economics (5th ed.). New York: Mcgraw-Hill Companies. Ardiansyah, R. 2006. Analisis Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Nilai Tukar Rupiah [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ascarya. 2009. Aplikasi Kebanksentralan. Modul VAR VECM. Jakarta: Pusat Studi Assaf, Razin and Efraim Sodka. 1999. Labor, Capital and Finance : International Flow. Cambridge University Press. Claessens S. Dooley, Michael P., & Warner A. 1995. "Portfolio Capital Flows: Hot or Cold?". World Bank Economic Review, Oxford University Press, 9 : 153-174 Edwards, Sebastian. 2000.”Capital Flows, Real Exchange Rates, and Capital Controls. Capital Flows and The Emerging Economies: Theory, Evidence, and Controversies. Ed. Sebastian Edwards. Chigago: The University of Chigago Press. Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor : IPB Press. Guilarmo A. C., L. Leidarman dan C. M. Reihart. 1994. “The Capital Inflow Problem : Concepts and Issue, Contemporary Economic Policy”. Jurnal Ekonomi. Edisi Juli 1994. Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics. Mc Graw-Hill, Singapura. Jakarta: Erlangga. Hady, H. 2004. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional. Ghalia Indonesia, Jakarta. 74 Hilman, R. M. 2011. Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment Terhadap Industri Besi Baja di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: IPB, Bogor. Hossain, A. dan Chowdhury, A. 1998. Open Economy Macroeconomics for Developing Countries. Edward Elgar, Massachusetts. Ito T., Isard P., & Symansky S. 1999. Economic Growth and Real Exchange Rate: An Overview of the Balassa - Samuelson Hypothesis in Asia. University of Chicago Press, Pages 109 -132 Jhingan, M. L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Guritno [penerjemah]. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Krugman, O. 1991. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijaksanaan. Rajawali Press, Jakarta. Lipsey, R. G., P. N. Courant, D. D. Purvis, dan P. O. Steiner. 1995. Pengantar Makroekonomi. Edisi Kesepuluh. Binarupa Aksara, Jakarta. Lumbanraja, T. G. 2006. Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) Terhadap Nilai Tukar Rupiah. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: IPB, Bogor. Mankiw, G. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi ke-5. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Mishkin, F. S. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial market, Sixth Edition. Columbia University, Columbia. Moosa, I. A. 2003. International Finance: An Analytical Approach. 2nd Edition. New York: McGraw Hill. Nurul, Dede H., Ruth, K.A.S., & Mei, D.S. 2010. Pengaruh Net Transaksi Asing Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Terhadap Nilai Tukar Rupiah Di Indonesia Periode 2006-2009. From http://www.scribd.com/doc/69568711/UTH-MEI, [16 Februari 2012] Putong, I. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro & Makro. Edisi ke-2. Ghalia Indonesia, Jakarta. Rahardja, Prathama & Mandala Manurung, 2001. Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sadono, Sukirno. 2000. Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran Dari Klasik Hingga Modern Keynessian Baru. Jakarta: PT. Raja Grafindo. 75 Sirait, Nikky. 2012. “Berita Positif The Economist Akan Dorong Capital Inflow Makin Deras”. From http://jaringnews.com/ekonomi/umum/9185/beritapositif-the-economist-akan-dorong-capital-inflow-makin-deras. [19 April 2012] World Bank. 2012. World Development Indicators 2011. http://data.worldbank.org/country/indonesia. [ 7 Februari 2012] From LAMPIRAN 77 Lampiran 1. Uji Stasioneritas Data Null Hypothesis: RER has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -2.125804 -3.737853 -2.991878 -2.635542 0.2369 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RER) Method: Least Squares Date: 03/28/12 Time: 08:50 Sample (adjusted): 1987 2010 Included observations: 24 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. RER(-1) C -0.311224 2.703811 0.146403 1.269602 -2.125804 2.129652 0.0450 0.0446 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.170407 0.132699 0.196335 0.848047 6.059948 4.519044 0.044986 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.006230 0.210821 -0.338329 -0.240158 -0.312284 2.026365 Null Hypothesis: D(RER) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RER,2) Method: Least Squares Date: 03/28/12 Time: 08:52 Sample (adjusted): 1988 2010 Included observations: 23 after adjustments t-Statistic Prob.* -5.557067 -3.752946 -2.998064 -2.638752 0.0002 78 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(RER(-1)) C -1.194545 0.001247 0.214960 0.044483 -5.557067 0.028031 0.0000 0.9779 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.595228 0.575953 0.212770 0.950695 4.004065 30.88100 0.000016 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat -0.016678 0.326741 -0.174267 -0.075528 -0.149434 2.028260 Null Hypothesis: CIF has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -1.894379 -3.737853 -2.991878 -2.635542 0.3291 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(CIF) Method: Least Squares Date: 03/28/12 Time: 08:55 Sample (adjusted): 1987 2010 Included observations: 24 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. CIF(-1) C -0.284952 4.247517 0.150420 3.264839 -1.894379 1.300988 0.0714 0.2067 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.140245 0.101165 12.00125 3168.662 -92.65065 3.588671 0.071396 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.159028 12.65863 7.887554 7.985726 7.913599 1.696398 79 Null Hypothesis: D(CIF) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -4.416969 -3.752946 -2.998064 -2.638752 0.0022 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(CIF,2) Method: Least Squares Date: 03/28/12 Time: 08:58 Sample (adjusted): 1988 2010 Included observations: 23 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(CIF(-1)) C -0.963163 0.185661 0.218060 2.760422 -4.416969 0.067258 0.0002 0.9470 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.481605 0.456919 13.23772 3679.980 -91.00002 19.50962 0.000240 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.051460 17.96308 8.086959 8.185697 8.111791 1.999947 Null Hypothesis: INFLASI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INFLASI) Method: Least Squares Date: 03/28/12 Time: 09:00 Sample (adjusted): 1987 2010 Included observations: 24 after adjustments t-Statistic Prob.* -4.187765 -3.737853 -2.991878 -2.635542 0.0036 80 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. INFLASI(-1) C -0.888535 9.579090 0.212174 3.191220 -4.187765 3.001702 0.0004 0.0066 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.443564 0.418272 10.86650 2597.777 -90.26682 17.53738 0.000381 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat -0.028935 14.24720 7.688901 7.787073 7.714946 1.953960 Null Hypothesis: GDP has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -1.261362 -3.737853 -2.991878 -2.635542 0.6301 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(GDP) Method: Least Squares Date: 03/28/12 Time: 09:04 Sample (adjusted): 1987 2010 Included observations: 24 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. GDP(-1) C -0.035257 0.958629 0.027952 0.720142 -1.261362 1.331167 0.2204 0.1968 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.067442 0.025053 0.043989 0.042571 41.96105 1.591035 0.220390 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.050340 0.044551 -3.330087 -3.231916 -3.304042 1.389569 81 Null Hypothesis: D(GDP) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.249702 -3.752946 -2.998064 -2.638752 0.0298 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(GDP,2) Method: Least Squares Date: 03/28/12 Time: 09:06 Sample (adjusted): 1988 2010 Included observations: 23 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(GDP(-1)) C -0.670115 0.033805 0.206208 0.013797 -3.249702 2.450241 0.0038 0.0231 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.334613 0.302928 0.044018 0.040689 40.24316 10.56057 0.003834 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.000331 0.052722 -3.325492 -3.226753 -3.300659 1.938353 Null Hypothesis: IR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(IR) Method: Least Squares Date: 03/28/12 Time: 09:08 Sample (adjusted): 1987 2010 Included observations: 24 after adjustments t-Statistic Prob.* -4.707837 -3.737853 -2.991878 -2.635542 0.0010 82 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. IR(-1) C -0.936630 5.565121 0.198951 2.193861 -4.707837 2.536679 0.0001 0.0188 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.501854 0.479211 8.545599 1606.600 -84.50038 22.16373 0.000107 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat -0.698643 11.84163 7.208365 7.306536 7.234410 1.997717 Null Hypothesis: TRADE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.111637 -3.737853 -2.991878 -2.635542 0.0391 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(TRADE) Method: Least Squares Date: 03/28/12 Time: 09:09 Sample (adjusted): 1987 2010 Included observations: 24 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. TRADE(-1) C -0.578293 32.74215 0.185848 10.62859 -3.111637 3.080572 0.0051 0.0055 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.305606 0.274042 10.25295 2312.704 -88.87195 9.682285 0.005085 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.317329 12.03353 7.572663 7.670834 7.598708 2.238809 83 Lampiran 2. Hasil Uji Lag Optimum VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: RER GDP INFLASI IR CIF TRADE Exogenous variables: C Date: 03/28/12 Time: 22:41 Sample: 1986 2010 Included observations: 24 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -314.2956 NA 15745.83 26.69130 26.98582 26.76944 1 -172.1019 2.507303* 17.84183* 19.90342* 18.38877* 201.4411* * indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion 84 Lampiran 3. Hasil Uji Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: RER GDP INFLASI IR CIF TRADE Exogenous variables: C Lag specification: 1 1 Date: 03/28/12 Time: 22:41 Root 0.963825 0.745749 - 0.212103i 0.745749 + 0.212103i 0.566130 -0.115961 - 0.366969i -0.115961 + 0.366969i No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition. Modulus 0.963825 0.775326 0.775326 0.566130 0.384855 0.384855 85 Lampiran 4. Hasil Uji Kointegrasi Date: 03/28/12 Time: 22:40 Sample (adjusted): 1988 2010 Included observations: 23 after adjustments Trend assumption: Quadratic deterministic trend Series: RER GDP INFLASI IR CIF TRADE Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue Trace Statistic 0.05 Critical Value Prob.** None * At most 1 * At most 2 * At most 3 * At most 4 At most 5 0.980084 0.882868 0.759281 0.639787 0.416330 0.126384 211.1259 121.0530 71.73053 38.97567 15.49129 3.107629 107.3466 79.34145 55.24578 35.01090 18.39771 3.841466 0.0000 0.0000 0.0009 0.0179 0.1218 0.0779 Trace test indicates 4 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values 86 Lampiran 5. Hasil Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests Date: 03/28/12 Time: 22:39 Sample: 1986 2010 Lags: 2 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. GDP does not Granger Cause RER RER does not Granger Cause GDP 23 0.14504 0.67530 0.8660 0.5214 INFLASI does not Granger Cause RER RER does not Granger Cause INFLASI 23 4.37008 3.08909 0.0284 0.0702 IR does not Granger Cause RER RER does not Granger Cause IR 23 0.35278 0.15466 0.7075 0.8578 CIF does not Granger Cause RER RER does not Granger Cause CIF 23 0.26677 0.02952 0.7688 0.9710 TRADE does not Granger Cause RER RER does not Granger Cause TRADE 23 0.29064 0.26008 0.7512 0.7738 INFLASI does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause INFLASI 23 1.34767 1.33535 0.2848 0.2879 IR does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause IR 23 0.66117 1.91375 0.5283 0.1764 CIF does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause CIF 23 0.00628 0.49898 0.9937 0.6153 TRADE does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause TRADE 23 0.10947 0.10753 0.8969 0.8986 IR does not Granger Cause INFLASI INFLASI does not Granger Cause IR 23 0.12226 2.08594 0.8856 0.1532 CIF does not Granger Cause INFLASI INFLASI does not Granger Cause CIF 23 0.31384 1.83229 0.7346 0.1887 TRADE does not Granger Cause INFLASI INFLASI does not Granger Cause TRADE 23 0.94623 2.03461 0.4067 0.1597 CIF does not Granger Cause IR IR does not Granger Cause CIF 23 0.39578 0.01354 0.6789 0.9866 TRADE does not Granger Cause IR IR does not Granger Cause TRADE 23 0.35100 0.63949 0.7087 0.5391 TRADE does not Granger Cause CIF CIF does not Granger Cause TRADE 23 0.20409 0.05217 0.8172 0.9493 87 Lampiran 6. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model Vector Error Correction Estimates Date: 03/28/12 Time: 22:43 Sample (adjusted): 1988 2010 Included observations: 23 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 RER(-1) 1.000000 TRADE(-1) -0.031747 (0.00291) [-10.9124] CIF(-1) -0.012037 (0.00125) [-9.62636] INFLASI(-1) -0.012509 (0.00312) [-4.00811] IR(-1) -0.021180 (0.00206) [-10.3056] GDP(-1) 0.975797 (0.09097) [ 10.7265] @TREND(86) -0.055865 C -30.88598 Error Correction: D(RER) D(TRADE) CointEq1 -0.585478 (0.31365) D(RER(-1)) D(CIF) D(INFLASI) D(IR) D(GDP) -34.32664 78.20896 -24.53139 36.96836 0.118489 (15.6510) (16.0950) (18.4648) (13.4066) (0.06776) [-1.86664] [-2.19325] [ 4.85922] [-1.32855] [ 2.75748] [ 1.74863] 2.024980 123.1388 -145.3610 157.0838 -95.53385 -0.556333 88 (0.82976) (41.4043) (42.5787) (48.8482) (35.4666) (0.17926) [ 2.44044] [ 2.97406] [-3.41394] [ 3.21575] [-2.69363] [-3.10349] -0.002130 -0.781063 0.705475 -0.194405 0.554223 0.001381 (0.01325) (0.66110) (0.67986) (0.77996) (0.56630) (0.00286) [-0.16076] [-1.18145] [ 1.03768] [-0.24925] [ 0.97868] [ 0.48241] 0.004932 0.193215 -0.346707 0.504469 -0.267917 -0.001798 (0.00488) (0.24370) (0.25062) (0.28752) (0.20875) (0.00106) [ 1.00976] [ 0.79283] [-1.38342] [ 1.75457] [-1.28341] [-1.70399] -0.025519 -1.269309 1.879923 -1.359087 1.178071 0.004698 (0.00793) (0.39568) (0.40691) (0.46682) (0.33894) (0.00171) [-3.21816] [-3.20789] [ 4.62003] [-2.91136] [ 3.47575] [ 2.74255] 0.002507 0.058258 0.382267 0.283644 -0.110356 -0.000972 (0.00928) (0.46302) (0.47615) (0.54626) (0.39662) (0.00200) [ 0.27021] [ 0.12582] [ 0.80283] [ 0.51925] [-0.27824] [-0.48500] 1.616283 127.8822 40.53012 268.6895 -72.78513 0.058218 (1.48335) (74.0176) (76.1171) (87.3249) (63.4029) (0.32046) [ 1.08962] [ 1.72773] [ 0.53247] [ 3.07690] [-1.14798] [ 0.18167] -0.140391 -9.998163 1.632632 -25.53557 7.976924 0.089047 (0.14750) (7.35987) (7.56863) (8.68306) (6.30441) (0.03186) [-0.95184] [-1.35847] [ 0.21571] [-2.94085] [ 1.26529] [ 2.79455] 0.002156 0.151010 -0.081591 0.745319 -0.234806 -0.002605 (0.00688) (0.34352) (0.35326) (0.40528) (0.29425) (0.00149) [ 0.31319] [ 0.43960] [-0.23097] [ 1.83904] [-0.79797] [-1.75185] R-squared 0.525161 0.645293 0.664842 0.650872 0.711861 0.520440 Adj. R-squared 0.253824 0.442603 0.473324 0.451371 0.547211 0.246405 Sum sq. resids 0.469035 1167.859 1235.049 1625.533 856.9174 0.021891 S.E. equation 0.183037 9.133374 9.392434 10.77541 7.823579 0.039543 F-statistic 1.935457 3.183647 3.471424 3.262495 4.323463 1.899177 Log likelihood 12.12900 -77.80107 -78.44436 -81.60370 -74.24083 47.37189 Akaike AIC -0.272087 7.547919 7.603858 7.878583 7.238333 -3.336686 Schwarz SC 0.172237 7.992243 8.048182 8.322907 7.682657 -2.892362 Mean dependent -0.001672 0.054698 0.190793 -0.180119 -0.024076 0.050283 S.D. dependent 0.211894 12.23345 12.94215 14.54771 11.62672 0.045551 D(TRADE(-1)) D(CIF(-1)) D(INFLASI(-1)) D(IR(-1)) D(GDP(-1)) C @TREND(86) Determinant resid covariance (dof adj.) 0.015129 89 Determinant resid covariance Log likelihood 0.000769 -113.3610 Akaike information criterion 15.07487 Schwarz criterion 18.03702 90 Lampiran 7. Hasil Impulse Response Function Period CIF INFLASI GDP IR TRADE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 0.000000 0.050372 -0.020116 0.020439 0.009761 -0.009439 -0.007101 -0.003226 -0.005030 -0.004524 -0.004929 -0.002486 -0.002569 -0.003073 -0.003073 -0.002759 -0.002997 -0.003153 -0.003201 -0.003103 -0.003132 -0.003154 -0.003140 -0.003105 -0.003112 -0.003118 -0.003117 -0.003111 -0.003115 -0.003118 -0.003118 -0.003117 -0.003117 -0.003118 -0.003117 -0.003117 -0.003117 -0.003117 -0.003117 -0.003117 -0.003117 -0.003117 -0.003117 -0.003117 -0.003117 -0.003117 -0.003117 -0.003117 -0.003117 -0.003117 0.000000 -0.122864 -0.042929 -0.050208 -0.062705 -0.048338 -0.033419 -0.034419 -0.034847 -0.037302 -0.034775 -0.036647 -0.038333 -0.038649 -0.037975 -0.038203 -0.038257 -0.038156 -0.037864 -0.037889 -0.037933 -0.037932 -0.037894 -0.037929 -0.037953 -0.037956 -0.037945 -0.037950 -0.037952 -0.037950 -0.037945 -0.037946 -0.037947 -0.037946 -0.037946 -0.037946 -0.037947 -0.037947 -0.037947 -0.037947 -0.037947 -0.037947 -0.037947 -0.037947 -0.037947 -0.037947 -0.037947 -0.037947 -0.037947 -0.037947 0.000000 0.020607 0.017229 0.015794 0.033336 0.036705 0.034438 0.033183 0.034105 0.033514 0.031946 0.031167 0.031663 0.031731 0.031594 0.031651 0.031887 0.031946 0.031901 0.031884 0.031914 0.031901 0.031873 0.031865 0.031873 0.031873 0.031870 0.031871 0.031875 0.031875 0.031875 0.031875 0.031875 0.031875 0.031874 0.031874 0.031874 0.031874 0.031874 0.031874 0.031874 0.031874 0.031874 0.031874 0.031874 0.031874 0.031874 0.031874 0.031874 0.031874 0.000000 -0.022224 -0.032377 -0.025659 -0.034933 -0.030147 -0.030364 -0.027817 -0.027481 -0.026852 -0.027045 -0.026660 -0.027164 -0.027205 -0.027383 -0.027354 -0.027429 -0.027400 -0.027397 -0.027353 -0.027357 -0.027345 -0.027346 -0.027341 -0.027348 -0.027349 -0.027351 -0.027350 -0.027352 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 -0.027351 0.000000 0.024144 0.029588 0.027941 0.036354 0.030521 0.028604 0.027297 0.026679 0.025896 0.025817 0.025879 0.026414 0.026444 0.026556 0.026626 0.026684 0.026631 0.026601 0.026578 0.026578 0.026560 0.026558 0.026561 0.026567 0.026567 0.026569 0.026570 0.026571 0.026570 0.026570 0.026570 0.026570 0.026570 0.026569 0.026570 0.026570 0.026570 0.026570 0.026570 0.026570 0.026570 0.026570 0.026570 0.026570 0.026570 0.026570 0.026570 0.026570 0.026570 Cholesky Ordering: RER CIF INFLASI GDP IR TRADE 91 Lampiran 8. Variance Decomposition of RER Period S.E. RER CIF INFLASI GDP IR TRADE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 0.183037 0.297283 0.333140 0.387905 0.427506 0.448721 0.465544 0.481800 0.497447 0.512229 0.526694 0.541922 0.557187 0.571947 0.586350 0.600514 0.614301 0.627674 0.640717 0.653514 0.666061 0.678364 0.690451 0.702345 0.714045 0.725554 0.736885 0.748045 0.759041 0.769878 0.780564 0.791107 0.801510 0.811780 0.821922 0.831940 0.841839 0.851623 0.861296 0.870861 0.880323 0.889684 0.898947 0.908116 0.917194 0.926182 0.935084 0.943902 0.952638 0.961295 100.0000 78.34923 78.73316 81.23921 80.35159 79.37771 78.95255 78.70539 78.46008 78.18874 78.05383 78.00965 77.93730 77.85400 77.79288 77.73940 77.67969 77.61895 77.56608 77.51907 77.47402 77.43188 77.39395 77.35911 77.32619 77.29519 77.26627 77.23909 77.21334 77.18896 77.16596 77.14419 77.12352 77.10388 77.08523 77.06747 77.05054 77.03438 77.01895 77.00419 76.99006 76.97652 76.96353 76.95107 76.93910 76.92759 76.91652 76.90586 76.89558 76.88568 0.000000 2.871071 2.650911 2.232861 1.890479 1.760193 1.658535 1.552989 1.467059 1.391406 1.324785 1.253482 1.187867 1.130235 1.078137 1.029989 0.986653 0.947584 0.911891 0.878781 0.848195 0.819872 0.793485 0.768793 0.745705 0.724081 0.703774 0.684660 0.666652 0.649656 0.633585 0.618363 0.603928 0.590219 0.577182 0.564768 0.552935 0.541643 0.530855 0.520539 0.510663 0.501201 0.492127 0.483418 0.475052 0.467009 0.459271 0.451820 0.444642 0.437721 0.000000 17.08074 15.26220 12.93218 12.79864 12.77752 12.38601 12.07464 11.81773 11.67582 11.47921 11.30045 11.16306 11.05097 10.93418 10.82917 10.73637 10.65331 10.57321 10.49931 10.43181 10.36953 10.31085 10.25623 10.20540 10.15786 10.11304 10.07090 10.03124 9.993794 9.958343 9.924773 9.892946 9.862722 9.833971 9.806599 9.780510 9.755613 9.731827 9.709080 9.687307 9.666445 9.646438 9.627235 9.608789 9.591055 9.573993 9.557566 9.541739 9.526479 0.000000 0.480494 0.650095 0.645264 1.139294 1.703218 2.129552 2.462613 2.780173 3.050110 3.252764 3.403285 3.542287 3.669610 3.781871 3.883374 3.980463 4.071696 4.155503 4.232385 4.304004 4.370458 4.431874 4.488883 4.542239 4.592251 4.639166 4.683293 4.724934 4.764272 4.801467 4.836688 4.870101 4.901833 4.932003 4.960726 4.988107 5.014237 5.039199 5.063070 5.085921 5.107816 5.128813 5.148966 5.168325 5.186936 5.204842 5.222082 5.238693 5.254708 0.000000 0.558849 1.389567 1.462445 1.871753 2.150334 2.423125 2.595710 2.740177 2.859120 2.967906 3.045462 3.118549 3.185913 3.249418 3.305429 3.358084 3.407087 3.452616 3.493911 3.532218 3.567756 3.600791 3.631417 3.660076 3.686957 3.712215 3.735954 3.758347 3.779499 3.799505 3.818443 3.836407 3.853468 3.869691 3.885135 3.899857 3.913907 3.927330 3.940166 3.952453 3.964226 3.975516 3.986352 3.996762 4.006769 4.016397 4.025667 4.034599 4.043210 0.000000 0.659614 1.314062 1.488037 1.948253 2.231032 2.450220 2.608661 2.734774 2.834802 2.921501 2.987662 3.050935 3.109268 3.163518 3.212636 3.258731 3.301368 3.340699 3.376546 3.409754 3.440503 3.469045 3.495565 3.520387 3.543664 3.565530 3.586096 3.605494 3.623814 3.641139 3.657542 3.673100 3.687875 3.701924 3.715300 3.728050 3.740218 3.751843 3.762959 3.773600 3.783796 3.793574 3.802959 3.811974 3.820641 3.828980 3.837008 3.844743 3.852201 Cholesky Ordering: RER CIF INFLASI GDP IR TRADE