Timex - Pluralisme 09

advertisement
Kristusku Beda – Ch. Daniel Saduk Manu
“KRISTUSKU BEDA”
Ch. Daniel Saduk Manu *
Bermula dari Sebuah Polemik
Judul ini mewakili sudut pandang saya ketika membaca kembali perdebatan
dogmatis yang pernah dilakukan oleh beberapa kolumnis di media ini. Diskusi itu
menyangkut hakikat Kristus. Memang dalam sejarah gereja, persoalan Kristus dan
Trinitas menjadi persoalan serius. Persoalan ini kemudian dibahas dalam beberapa
sidang yang akhirnya melahirkan Pengakuan Iman -Pengakuan Iman yang kita kenal
sekarang ini.
Tidak bermaksud melupakan sumbangan bapak gereja terhadap dogma kristen,
tetapi pertanyaan reflektif yakni masih relevankah konsep dan hakikat Kristus bagi kita
sekalian? Atau perlukah kita membangun suatu kristologi yang relevan dengan
konteks kita? Tulisan ini tidak tidak bermaksud membantah dogma yang kita anut,
tetapi bertujuan memberikan warna lain dalam mengembangkan teologi kontekstual
dengan memakai pendekatan pengalaman iman.
Berdasarkan pengalaman iman, maka secara metodis sulit dipertangungjawabkan.
Walau demikian inilah yang dapat saya sumbangkan dari perspektif awam teologi agar
dari kalangan pakar teologi dapat memahami bahwa di kalangan awam sedang berjalan
teologi operatif yang lahir dari kenyataan empiris dan bukan dari dogma yang kaku.
Entah benar atau salah, inilah pandangan teologi awam.
Bolehkah Kita Berteologi ?
Pada umumnya, orang beranggapan bahwa hanya kalangan terbatas saja yang
boleh berteologi atau mengembangkan teologi. Orang yang berteologi adalah orang
yang pernah atau sementara mendalami pendidikan teologi, orang yang memiliki
banyak buku-buku teologi (dan senatiasa membacanya), orang yang dipercaya
menjalankan pelayanan jemaat seperti pendeta, pastor dan sebagainya. Anggapan ini
benar apabila teologi dipahami secara eksklusif, di mana yang menjadi perhatian
1
Kristusku Beda – Ch. Daniel Saduk Manu
teologi adalah ilmunya (logi - Teologi : Ilmu tentang Allah).
Anggapan di atas menjadi salah, apabila teologi dipahami secara luas yakni
sebagai upaya manusia yang memberi arah atas dasar ketentuan Tuhan menurut
iman, sepanjang manusia dapat menganggap dan menalarnya (Tomasoa, Refleksi
tentang Kemandirian Teologi di Indonesia, 1985, 41) atau sebagai upaya manusia
beriman memahami dan memberlakukan kehendak Allah dalam konteks manusia itu
sendiri. Dalam pengertian ini, teologi menjadi milik semua orang, entah itu seorang
Pakar teologi, mahasiswa teologi, pendeta, dosen, ibu rumah tangga maupun seorang
papalele.
Ada dua cara berteologi yakni berteologi secara prima dan berteologi secara
secunda. Berteologi secara prima sering dilakukan oleh masyarakat umum. Teologi ini
didasarkan pada upaya seseorang dalam mengungkapkan pengakuan imannya secara
spontan. Pengakuan ini memiliki kemungkinan berbeda dengan bahasa Alkitab, karena
ia lahir dari pengalaman iman dalam konteksnya.
Berteologi secara secunda adalah
suatu cara berteologi yang berupaya
mensistematisasikan pengakuan imannya dalam bentuk pemikiran teoretis dan
memakai metode ilmiah atau juga melalui kritik dan koreksi yang menghubungkan dan
mengembangkan hal-hal yang telah disampaikan. Berteologi semacam inilah yang
kemudian menghasilkan berbagai konsep- konsep dogmatis dari suatu agama (kristen).
Kedua cara berteologi ini tidak bisa dipasang dalam bingkai benar-salah. Artinya,
ada cara berteologi yang benar atau sempurna dan ada cara berteologi yang salah atau
tidak sempurna. Dengan demikian, anggapan kebanyakan orang bahwa berteologi
secara secunda dengan memakai pendekatan ilmiah dan biasanya dilakukan oleh para
pakar teologi adalah cara berteologia yang benar serta berteologi primer ala papalele
adalah berteologi yang salah, menurut hemat saya tidak tepat. Dengan keyakinan saya
tentang cara berteologi ini, maka saya menjadi sedikit berani untuk memberikan
pandangan teologi saya tentang Kristus yang saya imani.
Kristus dan Pengakuan Iman
Pokok sentral kepercayaan umat Kristen mula-mula adalah keselamatan yang
telah dilakukan oleh Yesus Kristus. Untuk itu gambaran tentang kepribadian dan
hakekat Yesus Kristus tidak mendapat tempat sentral dalam pemberitaan. Hakekat
Kristus menjadi beragam dan berbeda sebagai akibat dari upaya orang Kristen
mencari kejelasan mengenai pokok kepercayaannya. Untuk itu mereka mengusahakan
rumusan-rumusan yang dapat mengungkapkan apa yang dipercayainya. Rumusan
2
Kristusku Beda – Ch. Daniel Saduk Manu
hakikat Kristus yang dibangun pada mulanya dilakukan dalam rangka pengakuan iman
dan bukan sebagai hasil pemikiran filosofis. Pengakuan iman dapat terjadi apabila ada
pengalaman iman. Jika pengalaman iman tidak ada maka dengan sendirinya tidak ada
pengakuan iman.
Kehadiran Yesus Kristus sebagai Juruselamat dialami dan dirasakan oleh para
murid. Pengalaman bersama dengan Yesus kemudian melahirkan suatu pengakuan
bersama. Atas dasar pengakuan inilah gereja Kristen hadir. Dengan demikian, suatu
rumusan dogmatis tentang inti kepercayaan Kristen (entah itu Trinitas maupun
Kristologi) tidak dapat dipisahkan dari cakrawala pengalaman iman. Untuk itu, suatu
perdebatan dogmatis dalam bentuk ungkapan filosofis hanyalah sia-sia belaka karena
tidak mengena dengan hakekat-Nya. Mengapa demikian? Karena hakekat hanya dapat
dipahami selama pengalaman iman itu menyertainya.
Sayangnya dalam perkembangan dogmatika, rumusan yang berdasarkan
pengakuan iman ini kurang diperhatikan. Para pakar teologi sering mengabaikan
rumusan ini untuk dapat mengembangkan rumusan dogmatika yang bersaing melawan
filsafat. Ajaran tentang Kristus dibuat secara sistematis untuk melawan Gnosis,
Doketisme, Adoptianisme dan Monarkianisme (sekitar abad III dan IV, terjadi
peperangan antara Iman Kristen dengan filsafat Yunani,seperti antara Origenes yang
menulis buku “Peri Arkhon/De Principiis” melawan Celcus seorang filsuf Yunani
yang menyerang Iman Kristen dengan bukunya yang berjudul “Alenthinos
Logos”/pikiran yang benar).Akibat yang nyata dari pendekatan ini adalah terjadinya
skisma (perpecahan) dalam gereja soal hakikat Kristus.
Apa akibat pendekatan kristologi ini bagi kita? Dampak dari rumusan “filosofi”
kristologi ini mengakibatkan orang Kristen pada masa sekarang mengalami kesulitan
dalam memahami kristologi secara positif dan relevan bagi kehidupannya. Mengapa
demikian? Karena kristologi yang memakai pendekatan filosofis telah menghasilkan
suatu pengakuan iman berdasarkan apa kata orang dan bukan pengakuan iman
berdasarkan pengalaman mengalami kehidupan Kristus yang hidup di tengah-tengah
kesehariannya. Rumusan kristologi berdasarkan apa kata orang akan membuat iman
Kristen menjadi kering dan tidak berakar. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa
rumusan kristologi yang dibangun oleh Bapa Gereja adalah rumusan yang keliru,
namun bagi saya hal yang terdalam adalah rumusan berdasarkan pengalaman bersama
dengan Yesus, sehingga dengan demikian dapat membawa orang tersebut pada suatu
keadaan di mana ia dapat merasakan perdamaian dan kesukaan yang meliputi
kehadiran Allah.
3
Kristusku Beda – Ch. Daniel Saduk Manu
Kristusku Beda
Sebenarnya saya takut dengan judul ini. Ketakutan saya ini beralasan karena saya
hidup dalam suatu budaya yang mengagungkan persamaan, sehingga segala perbedaan
harus dihindari agar tidak terjadi perpecahan. Ketakutan saya juga didasarkan pada
pengalaman sejarah gereja, di mana apabila ada suatu konsep teologi yang berbeda
dari yang diakui bersama, maka orang itu akan dikucilkan dan diangap sebagai bidat.
Dengan siap menanggung resiko ini, saya mencoba memahami Kristus berdasarkan
pengalaman iman saya yang mungkin berbeda dengan yang diakui bersama atau
mungkin pula sama dengan yang diakui oleh setiap orang percaya. Keyakinan saya ini
didasarkan pada kisah Yesus bersama muridnya yang dikisahkan oleh penulis injil
Matius, Markus dan Lukas. Keberanian saya berdasarkan kisah ini ingin saya
gambarkan di bawah ini.
Kisah Pengakuan Petrus dilukiskan oleh ketiga penulis inijl (Mat 16:13-20; Mrk
8:27-30; Luk 9:18-21). Tidak dipahami mengapa ketiga injil tertarik untuk
mengangkat kisah tersebut. Yang jelas ada pesan khusus yang ingin disampaikan oleh
penulis injil itu. Sayangnya dalam pengungkapan, ketiga injil tersebut berbeda ketika
menginformasikan tempat kejadian kisah itu. Matius mengambil seting di daerah
Kaisarea, Markus pada perjalanan Yesus ke kampung-kampung sekitar Kaisarea dan
Lukas menempatkan kisah ini pada waktu Yesus sedang berdoa seorang diri. Mana
yang benar dari ketiga injil ini? Tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah. Karena
mereka hanya ingin mengungkapkan pengalaman iman mereka bahwa Yesus pernah
menanyakan hakekat diri-Nya pada murid-murid-Nya.
Kisah ini memasuki intinya yakni Yesus sudah sangat populer di kalangan orang
banyak (Ochlos/Laos). Orang lalu menyamakan-Nya dengan Yohanes Pembaptis, Elia,
Yeremia maupun nabi-nabi yang lain. Apakah anggapan orang banyak ini salah?
Yesus sekali-kali tidak pernah mengatakan bahwa anggapan orang banyak itu salah.
Hal ini berarti bahwa anggapan orang yang menyatakan Yesus sebagai salah satu nabi
PL yang bangkit adalah suatu ungkapan iman mereka bersama dengan Yesus, ketika
mereka bersama dengan Yesus. Pengalaman bersama Yesus telah membawa mereka
untuk mengenal Yesus sama seperti nabi -nabi PL. Dan pengalaman ini tidak
salah.
Kelanjutan kisah ini adalah Yesus menanyakan kepada murid-murid-Nya: dengan
kata yang lebih khusus: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Pertanyaan
keduaYesus ini mengarahkan pada suatu pertanyaan pribadi murid-murid yang
mungkin berbeda dengan kebanyakan orang. Pertanyaan ini memiliki implikasi pada
suatu jawaban yang bukan berdasarkan apa yang dialami oleh orang lain, tetapi apa
yang dirasakan pribadi tersebut ketika berjumpa dengan Tuhan. Dan jawabannya
sudah pasti dapat berbeda. Berdasarkan pengalaman bersama dengan Yesus maka
4
Kristusku Beda – Ch. Daniel Saduk Manu
Petrus menjawab “Engkau adalah Mesias.”
Jawaban Petrus ini berbeda dengan orang banyak, karena Petrus mengalami masa
bersama dengan Yesus yang berbeda dengan orang banyak itu. Inilah alasan biblis
yang membuat saya berani mengatakan bahwa Kristus saya beda. Lantas di mana
bedanya?
Kristus yang saya kenal tidak lepas dari Kristus yang berhidung mancung ala
Eropa, Kristus yang sok jagoan dengan mengatakan segala budaya-budaya lokal
sebagai suatu yang kafir dan harus dikristenkan ala Kristen Eropa. Kristus yang saya
kenal melalui tradisi turun temurun hasil indoktrinasi zending Belanda adalah Kristus
yang akan memberkati orang yang meminta padanya, sehingga tercipta pemahaman
bahwa orang yang kaya atau sukses adalah orang yang diberkati. Sedangkan orang
yang senantiasa sial dan melarat adalah orang yang tidak diberkati. Hasilnya orang
Kristen berlomba-lomba membuat gedung gereja yang megah agar dikatakan diberkati
Allah. Orang Kristen mencari kekayaan yang berlimpah supaya dikatakan Allah
beserta dengannya.
Tak terasa Kristus yang saya kenal itu berbeda dengan pengalaman iman saya
ketika berjumpa dengan-Nya. Kristus tidak memberikan kesusksesan, Ia tidak
memberi kekayaan, bahkan Ia membuat hidup saya terombang-ambing. Ia hadir dalam
kemiskinan dan ketakberdayaan. Kristus yang diimani dalam pengalaman hidup saya
ternyata lebih menyentuh dari Kristus hasil bentukan konsili-konsili. Kristus yang
hadir secara pribadi yang peduli dengan penderitaan, yang menyertai panen,
memberikan hujan ketika ada doa hujan, ternyata lebih merasuk dalam diri saya dan
membawa kedamaian dibanding Kristus dogmatis yang disusun secara dogmatis
seperti “Ia adalah Manusia sekaligus Allah” yang dalam kaca mata saya terlampau
abstrak. Kristus dogmatis ini membuat kepala saya semakin pusing.
Pengalaman saya berbeda dengan bapa-bapa Gereja yang mengkonsepkan
Kristus. Pengalaman saya tentang Kristus dilandasi pada Kristus yang hadir dalam
budaya Sabu, Rote, Timor, Sumba, Alor, Flores yang selama ini oleh “Kristus Eropa”
adalah kafir. Pengalaman iman ini juga menguatkan saya untuk mengakui bahwa
Kristus yang maha Kuasa mampu menjadi hina, oleh karena itu Ia juga mampu hadir
dalam wajah yang berbeda yang mungkin kita sendiri tidak mengenalnya sebagai
Tuhan. Nabi Yesaya sendiri telah menubuatkan bahwa ia begitu buruk rupa, sehingga
bukan seperti manusia lagi? (bdk.Yes 52:14). Inilah Kristus yang dapat dirumuskan
berdasarkan pengalaman iman saya tanpa dipengaruhi oleh Kristus dogmatis. Mungkin
saya akan dikatakan bidat karena tidak mengikuti rumusan pengakuan iman yang telah
kita kenal. Yang jelas Kristus saya beda karena Kristus inilah yang saya kenal dan
alami dalam kehidupan. Saya juga tidak mengkleim bahwa konsep Kristus sayalah
yang benar dan yang lain salah karena masing-masing lahir dari pengalaman imannya
sejauh ia bukan pengakuan iman yang lahir atas apa kata orang padahal kita sendiri
5
Kristusku Beda – Ch. Daniel Saduk Manu
tidak mengimaninya.
Dengan demikian, apabila saya ditanyakan tentang pandangan awam saya, :
menurut kamu siapakah Yesus itu?” jawaban saya adalah : Yesusku beda.
* Penulis adalah Pemuda GMIT Silo
Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan:
Dikutip dari http://www.geocities.com/thisisreformedfaith/artikel/timex-pluralisme09.html
6
Download