II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sumber Daya Hayati Menurut

advertisement
II
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Sumber Daya Hayati
Menurut UU No. 5 Tahun 1999 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati, sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri
dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa)
yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan
membentuk ekosistem. Sumber daya hayati berasal dari sumber daya yang dapat
diperbaharui dan terdiri atas flora serta fauna seperti hasil pertanian, perkebunan,
dan pertambakan.
2.2.
Agrowisata
2.2.1. Definisi Agrowisata
Saat ini telah terjadi perubahan consumers-behavior pattern atau pola
konsumsi para wisatawan (Suwena, 2009). Wisatawan tidak lagi terfokus untuk
hanya sekedar bersantai, melainkan mulai berubah ke jenis wisata yang lebih
tinggi, yang meskipun santai tetapi dengan selera yang meningkat yakni
menikmati produk kreasi budaya (culture) dan peninggalan sejarah (heritage),
serta wisata nature atau ekowisata dan agrowisata dari suatu negara.
Ekowisata dan agrowisata memiliki persamaan, terutama karena keduanya
berbasis pada sumberdaya alam dan lingkungan. Namun perbedaan antara
ekowisata dan agrowisata dapat terlihat dari definisi keduanya. Ekowisata
merupakan pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada usaha-usaha
pelestarian alam atau konservasi, misalnya taman nasional, cagar alam, kawasan
hutan lindung, cagar terumbu karang, bumi perkemahan dan sebagainya.
Sedangkan agrowisata merupakan objek wisata dengan tujuan untuk memperluas
pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian.
Selanjutnya agrowisata dapat diartikan juga sebagai pengembangan industri
wisata alam yang bertumpu pada pembudidayaan kekayaan alam. Industri ini
mengandalkan pada kemampuan budidaya baik pertanian, peternakan, perikanan,
maupun kehutanan1.
1
Soemarno. 2008. Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata.
http://images.soemarno.multiply.multiplycontent.com/ [26 April 2011] 2.2.2. Komponen Pengembangan Agrowisata
Pada Entertainment Farming and Agri‐Tourism, Business Management
Guide (2004) yang diacu dalam Penyusunan Action Plan Pengembangan
Kepariwisataan Jawa Barat (2007)2, terdapat tiga komponen utama yang berperan
dalam pengembangan kegiatan agrowisata, yaitu (1) adanya sesuatu yang dapat
dilihat oleh wisatawan (what to see), misalnya kegiatan edukasional seperti wisata
pendidikan bagi pelajar, adanya museum yang megoleksi alat dan produk kegiatan
agro; festival dan event berkala lainnya seperti festival panen atau seren taun,
festival makanan, festival bunga; pameran hasil‐hasil pertanian; serta keberadaan
desa wisata, (2) adanya sesuatu untuk dikerjakan berupa aktivitas yang dilakukan
oleh wisatawan (what to do), meliputi kegiatan workshop seperti teknik menata
bunga atau floral arrangements, melukis, teknik membuat pupuk dan kompos,
teknik kegiatan bercocok tanam, teknik memancing; kegiatan alam atau nature
based activities seperti birdwatching, wildlife viewing; olahraga misalnya
canoeing, boating, memancing, berkuda, hiking, sepeda gunung; aktivitas
pertanian seperti memberi makan binatang, farm and ranch work experience;
rekreasi seperti berkemah, piknik, naik delman, (3) adanya sesuatu untuk dijual
(what to sell), meliputi penjualan cenderamata atau souvenir, katering seperti
makanan dan minuman, serta berbagai produk pertanian.
2.3.
Hasil Penelitian Relevan
Hasil penelitian yang relevan digunakan untuk mencari kebenaran induktif
dengan menarik kesimpulan umum dari pernyataan-pernyaatan yang bersifat
khusus (khusus ke umum). Pernyataan khusus tersebut berupa hasil penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan topik yang dikaji. Hasil
penelitian yang relevan digunakan oleh peneliti untuk menganalisis faktor kunci
eksternal dan internal yang diperkirakan mempengaruhi strategi pemasaran
agrowisata Ecotainment.
2
http://www.disparbud.jabarprov.go.id. Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan
Jawa Barat. [29 Desember 2010]
12
Berdasarkan penelitian Lestari (2009) dalam Analisis Strategi Pemasaran
Pada Wisata Mancing Fishing Valley Kabupaten Bogor, Jawa Barat faktor
eksternal yang menjadi kekuatan adalah kondisi perbankan nasional stabil dan
penurunan BI rate, trend konsumsi wisata back to nature dan trend wisata
keluarga dan rombongan, hobi memancing terkait dengan frekuensi memancing
yang sering, peningkatan jumlah penduduk Jabodetabek, dukungan pemerintah
terhadap pengembangan potensi wisata daerah, penetapan hari libur bersama,
upaya pemerintah dalam menjaga ketersediaan dan kestabilan harga BBM,
Perkembangan internet dan telepon seluler di masyarakat, serta produk pemasok
berkualitas dan telah terjalin kerjasama yang baik. Sedangkan faktor eksternal
yang menjadi ancaman adalah curah hujan yang tinggi di Bogor, penyebaran
wabah Koi Herpes Virus (KHV) pada ikan mas di Jawa Barat, tingkat persaingan
usaha pamancingan tinggi, hambatan masuk bagi pendatang baru rendah,
agrowisata dan wisata alam semakin berkembang, serta pembeli memiliki
kekuatan terhadap perusahaan. Kemudian faktor internal yang menjadi kekuatan
adalah pembagian kerja karyawan jelas dan pemberian motivasi pada karyawan
tinggi, konsep wisata mancing yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi keluarga,
lokasi usaha strategis dan suasana alam yang nyaman, penggunaan teknologi
dalam promosi dan pelayanan, rencana pengembangan fasilitas, memiliki
karyawan yang berpengalaman dalam pengelolaan ikan. Sedangkan faktor internal
yang menjadi kelemahan adalah pengelolaan usaha bertumpu pada manajer
operasional serta belum memiliki bagian pemasaran dan keuangan, harga dan
kualitas produk restoran kurang sesuai, pelayanan karyawan lambat dan kurang
tanggap saat padat pengunjung, promosi dan pengelolaan pengunjung belum
optimal, keakraban pengelola dengan para pemancing masih kurang, penggunaan
dana pinjaman bank, pengelolaan teknis kolam pemancingan kurang baik, serta
pengelolaan informasi manajemen dan pencatatan keuangan masih sederhana.
Alat analisis yang digunakan Lestari (2009) berupa matriks EFE, matriks IFE,
matriks IE, matriks SWOT, serta analisis QSPM untuk pengambilan keputusan.
Selanjutnya berdasarkan penelitian Simanjuntak (2010) dalam Analisis
Strategi Pemasaran Pada Agrowisata Kebun Tanaman Obat Karyasari, Kecamatan
13
Leuwiliang, Kabupaten Bogor faktor eksternal yang menjadi peluang adalah
belum banyaknya pesaing yang menawarkan objek wisata sejenis, kecenderungan
berwisata masyarakat beralih dari mass tourism ke niche tourism yang berbasis
lingkungan, pengunjung yang datang secara rombongan, serta adanya dukungan
pemerintah terhadap agrowisata. Sedangkan faktor eksternal yang menjadi
ancaman adalah, industri agrowisata mudah dimasuki pendatang baru,
ketidakstabilan perekonomian, situasi keamanan yang kurang kondusif, kondisi
iklim dan cuaca alam yang sulit diprediksi, serta konsumen memiliki keleluasaan
dalam memilih objek wisata pengganti.
Kemudian faktor internal yang menjadi kekuatan adalah rekreasi yang
ditawarkan adalah rekreasi edukatif, dijualnya produk-produk tanaman obat yang
berupa kapsul dan teh herbal, adanya paket agrowisata yang menarik dengan
pemberian diskon untuk pembelian berbagai jenis tanaman obat, serta pemandu
yang terlatih dan memahami jenis-jenis tanaman obat. Sedangkan faktor internal
yang menjadi kelemahan adalah belum banyak dikenal oleh masyarakat, masih
kurangnya event-event yang dilakukan karyasari, belum tersedianya gallery dan
stand yang menjual souvenir karyasari seperti topi, kaos, payung, ataupun fotofoto tanaman obat dan produk tanaman obat karyasari, serta permodalan yang
masih berasal dari dana pribadi. Alat analisis yang digunakan Simanjuntak (2010)
berupa matriks EFE, matriks IFE, matriks IE, matriks SWOT, serta analisis
QSPM untuk pengambilan keputusan.
Selanjutnya ditempat dan periode yang terpisah, berdasarkan penelitian
Maulida (2010) dalam Strategi Pemasaran Tanaman Hias Bromelia (Studi Kasus:
Ciapus Bromel, Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor)
mengidentifikasi faktor eksternal eksternal yang menjadi peluang adalah potensi
pasar yang cukup tinggi dan menyempitnya lahan hijau seiring dengan
peningkatan suhu bumi. Sedangkan faktor eksternal yang menjadi ancaman adalah
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang tanaman bromelia dan kepercayaan
terhadap feng shui¸ jangkauan pemasaran pesaing lebih luas, produk subsitusi
(tanaman hias pot berdaun indah lainnya) yang sudah terlebih dahulu dikenal dan
harganya lebih murah, serta hambatan masuk yang rendah bagi pendatang baru.
14
Kemudian faktor internal yang menjadi kekuatan adalah produk perusahan
memiliki daya saing yang tinggi, harga yang kompetitif, mempunyai dua
distributor yang sudah mapan dan terkenal, serta jalinan kerjsama yang baik
dengan berbagai pihak (networking). Sedangkan faktor internal yang menjadi
kelemahan adalah perencanaan perusahaan yang tidak tertulis, tidak adanya
karyawan yang kompeten dalam bidang pemasaran, kurangnya intensitas promosi
yang menginformasikan manfaat bromelia dan keberadaan perusahaan, serta
kurangnya jaringan pemasaran (jumlah distributor). Alat analisis yang digunakan
Maulida (2010) berupa matriks SWOT serta menggunakan arsitektur strategi.
Hasil penelitian relevan yang selanjutnya yaitu strategi pemasaran
belimbing manis. Berdasarkan hasil penelitian Pratama (2008) dalam Strategi
Pemasaran Belimbing Manis (Averhoa carambola L.) di Pusat Koperasi
Pemasaran Belimbing Dewa Depok, faktor eksternal yang menjadi peluang adalah
pertumbuhan ekonomi Jawa barat, pengetahuan masyarakat mengenai khasiat
belimbing untuk mengobati beberapa macam penyakit, dukungan pemerintah
dalam bentuk kebijakan maupun pendanaan, pengembangan berbagai produk
olahan belimbing melalui UKM, potensi pasar lokal yang besar baik tradisional
maupun modern, potensi pasar ekspor yang masih terbuka baik dalam bentuk
segar maupun olahan, peningkatan jumlah permintaan dari pelanggan tetap, letak
yang strategis terhadap pusat perkembangan ekonomi dan teknologi, serta konsep
pemasaran satu pintu memungkinkan PKPBDD untuk mengelola seluruh produksi
belimbing di Kota Depok.
Sedangkan faktor eksternal yang menjadi ancaman adalah kenaikan harga
BBM memicu efek multiplier pada harga-harga input dan daya beli, tingkat
konsumsi buah-buahan masyarakat Indonesia yang cenderung menurun, peralihan
fungsi lahan pertanian di Kota Depok, pesaing lokal (tengkulak, pedagang besar,
supplier) masih cukup berperan di kota Depok, tingkat persaingan yang tinggi
dengan buah-buahan lain yang lebih populer dikonsumsi (lokal maupun ekspor)
sebagai produk subsitusi, kesulitan dalam pengaturan waktu panen untuk
menjamin kuantitas dan kontinuitas pasokan, perilaku pembelian pelanggan akhir
yang lebih mementingkan harga daripada varietas belimbing, serta perkembangan
15
agribisnis belimbing madu dari Blitar yang cukup pesat dan telah memasuki pasar
DKI Jakarta. Kemudian faktor internal yang menjadi kekuatan adalah struktur
organisasi ringkas dengan pengurus berpengalaman,
memiliki target dan
segmentasi pasar yang jelas, produk belimbing berkualitas dan memenuhi
persyaratan umum, kemasan menggunakan brand image dan disesuaikan dengan
permintaan, kebijakan harga fleksibel sesuai mekanisme pasar, olahan belimbing
sebagai lini produk tambahan, letak yang strategis terhadap pemasok dan pasar,
konsep kelembagaan pemasaran yang efisien didukung oleh armada yang
memadai, memiliki fasilitas internet dan website sebagai media promosi, serta
pertumbuhan penerimaan selama empat bulan awal menggambarkan kinerja
keuangan yang terus membaik. Sedangkan faktor internal yang menjadi
kelemahan adalah pengkomunikasian dan implementasi strategi belum berjalan
dengan efektif hingga ke tingkat petani dan karyawan, kuantitas dan kontinuitas
pasokan yang masih berfluktuasi dan belum mencapai target kecuali pada saat
panen raya, selisih kuantitas penjualan dan pembelian masih bernilai negatif,
belum memiliki sumber modal sendiri (masih bergantung pada pemerintah),
belum memiliki fasilitas penyimpanan yang memadai, bangunan dan lahan kantor
masih berstatus sewa, serta kegiatan pengembangan karyawan belum berjalan.
Alat analisis yang digunakan Pratama (2008) berupa matriks EFE, matriks IFE,
matriks IE, matriks SWOT, serta analisis QSPM untuk pengambilan keputusan.
Berdasarkan pada hasil penelitian terdahulu maka dapat diperoleh
kesimpulan bahwa faktor eksternal yang mempengaruhi pemasaran dapat ditinjau
dari kekuatan ekonomi; kekuatan sosial, budaya, demografis, dan lingkungan;
kekuatan politik, pemerintahan dan hukum; kekuatan teknologi; serta kekuatan
persaingan, dan pelanggan. Variabel yang termasuk dalam kekuatan ekonomi
yaitu tingkat inflasi. Kemudian variabel yang termasuk kekuatan sosial, budaya,
demografis, dan lingkungan adalah tren back to nature, trend wisata pendidikan,
serta peningkatan jumlah penduduk. Variabel dari kekuatan politik, pemerintahan
dan hukum yaitu upaya pemerintah dalam mempromosikan wisata daerah.
Variabel yang mencakup kekuatan teknologi adalah perkembangan internet.
Selanjutnya variabel yang termasuk dalam kekuatan persaingan adalah kekuatan
16
tawar-menawar pemasok, kekuatan tawar-menawar pembeli, persaingan usaha
sejenis, hambatan masuk bagi pendatang baru, serta persaingan dengan produk
substitusi.
Adapun analisis faktor internal yang mempengaruhi pemasaran perusahaan
dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam tujuh fungsi pemasaran menurut
David yaitu analisis konsumen, penjualan produk atau jasa, perencanaan produk
dan jasa, penetapan harga, distribusi, riset pemasaran, serta analisis peluang.
Variabel yang mencakup dalam analisis konsumen adalah segmentasi pasar yang
jelas, target pasar yang efektif dan image produk. Variabel yang mencakup
penjualan produk atau jasa meliputi bauran promosi. Variabel yang mencakup
perencanaan produk atau jasa meliputi konsep agrowisata yang unik dan edukatif,
suasana alam yang nyaman, pelayanan karyawan, kesigapan karyawan saat padat
pengunjung, penciptaan suasana keakraban, adanya paket agrowisata yang
beragam, tersedianya penjualan souvenir, serta kualitas produk. Kemudian
variabel yang termasuk dalam penetapan harga adalah keefektifan penentuan
harga yang memberikan keuntungan. Variabel yang termasuk dalam distribusi
meliputi saluran distribuasi, wilayah pemasaran, serta lokasi yang strategis.
17
Download