BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Diah Dharmayanti pada tahun 2007 dengan judul “Analisa Sensitivitas Respon Konsumen Terhadap Ekstensifikasi Merek (Brand Extension) Pada Margarine Merek Filma di Surabaya”, maka dapat disimpulkan bahwa respon konsumen terhadap brand extension dari minyak goreng menjadi margarine adalah sebesar 5,86 yang termasuk dalam kategori sensitif karena sensitivitas ini lebih besar dari 1. Responden yang telah memakai minyak goreng Filma, dengan adanya produk margarine menjadi sensitif atau merespon dengan pengenalan, pengetahuan, kesukaan, pilihan, keyakinan, dan keputusan pembelian terhadap margarine Filma. Filma mendapat respon lebih tinggi dari para konsumen dibandingkan dengan minyak goreng Filma yang telah ada sebelumnya. Dengan perubahan respon yang positif tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menunjukkan sensitif positif Penelitian yang dilakukan Wulandari Putriningtyas (2008) yang berjudul: ”Analisis sensitivitas Respon konsumen Terhadap Perluasan Merek (Brand Extension) Citra Hand & Body Lotion ke Citra Body Scrub di Medan adalah sebesar 1,72. Hal ini menunjukan konsumen sensitif terhadap perluasan merek dari Citra Hand & Body Lotion ke Citra Body Scrub. Responden yang telah memakai Citra Hand & Body Lotion, dengan adanya Citra Body Scrub menjadi sensitif atau merespon dengan pengenalan, pengetahuan, kesukaan, pilihan, keyakinan, dan keputusan pembelian terhadap Citra Body Scrub. Dengan perubahan respon yang positif tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menunjukkan sensitif positif. Universitas Sumatera Utara B. Pengertian Tiap Konsep 1. Pengertian Perilaku Konsumen Menurut Nugroho (2003:3): “Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.” Menurut American Marketing Association “Perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka.” Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen dalam memilih maupun membeli suatu produk pasti melalui proses yang cukup rumit. Dikatakan rumit karena banyak variasi produk yang memungkinkan konsumen sulit dalam pembuatan keputusan. Maka dari itu, salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mempengaruhi keputusan konsumen adalah dengan melakukan bauran pemasaran (marketing mix), bisa berupa perubahan produk beserta elemen-elemennya atau melalui penyampaian kata-kata, gambar, atau simbol yang berkaitan dengan produk yang ditawarkan pada konsumen. Kegiatan bauran pemasaran tersebut pada akhirnya dapat mempengaruhi persepsi konsumen. 2. Pengertian Respon Respon memainkan peranan utama dalam membentuk sebuah perilaku. Respon terhadap merek sering mempengaruhi apakah konsumen akan membeli atau tidak. Respon positif terhadap merek tertentu akan memungkinkan konsumen melakukan pembelian terhadap merek itu, dan sebaliknya respon negatif akan menghalangi konsumen dalam melakukan pembelian. Menurut Simamora (2003:126): “Respon adalah reaksi konsumen terhadap stimuli tertentu.” “Stimuli atau stimulus adalah setiap bentuk fisik, visual atau Universitas Sumatera Utara komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi tanggapan individu (Nugroho, 2005:160).” Berdasarkan definisi di atas, dapat dilihat bahwa respon itu timbul bila ada stimuli yang kemudian ditanggapi sehingga timbul keinginan untuk bertindak. Respon hanya akan ada bila digambarkan dalam bentuk perilaku lisan dan perilaku perbuatan. Lalu timbul proses evaluasi yang menentukan apakah menerima atau menolak terhadap obyek atau produk yang dihadapi. 3. Hubungan Respon Konsumen dan Perilaku Konsumen Implikasi pemasaran dari hubungan respon dan perilaku berkaitan dengan pengukuran komponen-komponen kognitif (berpikir) dan afektif (perasaan) dari respon pembeli, hasil pengukuran dapat didayagunakan untuk meramalkan perilaku. Perilaku pembeli juga dapat dipengaruhi melalui komponen kognitif dan afektif. 4. Dimensi-dimensi Respon Menurut Simamora (2003:134) dimensi-dimensi respon meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Tahap Respon konsumen terhadap suatu produk melewati beberapa tahap, menurut model AIDA. Tahap respon meliputi perhatian (attention), ketertarikan (interest), keinginan (desire) dan tindakan (action). Perhatian dapat diartikan sebagai perhatian konsumen terhadap produk atau jasa dari beberapa pilihan yang tersedia di pasar. Setelah konsumen melewati tahap perhatian, maka akan timbul minat atau ketertarikan terhadap produk atau jasa yang mempunyai kelebihan dibandingkan produk atau jasa yang lain. Ketertarikan terhadap Universitas Sumatera Utara produk atau jasa itu, membuat mempunyai keinginan atau hasrat yang kuat untuk melakukan pembelian. Hasrat yang timbul dalam diri konsumen dipengaruhi oleh stimuli-stimuli baik internal maupun eksternal (Simamora, 2003;126). Tahap yang terakhir adalah tindakan, yaitu dimana konsumen akan melakukan tindakan pembelian dari produk atau jasa yang sudah dipilih. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan konsumen dapat membatalkan pembeliannya karena faktor tertentu. b. Panjang Sebuah stimulus dapat menciptakan respon yang panjang atau pendek. Panjang sebuah respon adalah jumlah tahap yang dipengaruhi stimulus. Misalnya kita menggunakan model AIDA, maka panjang maksimal respon adalah empat. Pada model hierarchy-of-effect, panjang respon adalah enam. Panjang maksimal stimulus tergantung model yang digunakan. Panjang maksimal dan minimal respon pada setiap model adalah sama. c. Arah Terdapat dua arah dalam respon yaitu positif dan negatif. Kedua respon ini bisa terjadi secara bersamaan. Respon positif terjadi apabila respon mengarah pada perilaku yang diinginkan. Jika menggunakan model AIDA, respon positifnya adalah perhatian, berminat ingin dan bertindak. Sedangkan respon negatifnya adalah menjadi bingung, tidak berminat, tidak ingin, dan tidak bertindak. d. Lebar Lebar menyatakan seberapa besar respon yang terjadi di tiap tahap. Lebar maksimal tergantung pada skala yang digunakan. Banyaknya kelas tergantung kemampuan untuk membentuk kategori lebar respon. Yang perlu diperhatikan Universitas Sumatera Utara adalah perbedaan nyata, perbedaan ini harus bersifat bertingkat dan perbedaan tingkatan terjadi secara merata. Tingkatan-tingkatan responnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.1 Tingkatan-tingkatan Respon Positif Tahap Respon Awareness Lebar = 1 Brand recognition Knowledge Tahu sedikit Liking Cukup suka Preference Second brand alternatives Conviction Purchase Cukup yakin Sekedar mencoba Lebar = 2 Lebar = 3 Familiar with brand Tahu banyak Suka Together with other brand (divided brand preference) Yakin Pembeli teratur Top-of mind Tahu semuanya Sangat suka The only once (tpo of hearth) alternative Sangat yakin Pembeli teratur sekaligus mempromosikan produk kepada orang lain Sumber: Simamora (2003;137) Tabel 2.2 Tingkatan-tingkatan Respon Negatif Tahap Respon Awareness Lebar = 1 Samar-samar (antara ingat dan lupa) Knowledge Cukup bingung Liking Cukup tidak suka Preference Merek yang tidak dipilih Conviction Cukup tidak yakin Purchase Mengurangi pembelian Lebar = 2 Lebar = 3 Lupa tetapi masih bisa diingat Lupa sama sekali Bingung Tidak suka Menghindari merek Sangat bingung Sangat tidak suka Memusuhi merek Tidak yakin Menghentikan pembelian kembali, tetapi tetap memakai produk yang dibeli Sangat tidak yakin Mengembalikan produk uang telah dibeli kepada penjual Sumber: Simamora (2003;137) Model Hierarchy of Effect terdiri dari tiga area yaitu : (Kotler,2003:568) 1. Area Kognitif (Cognitive Area) Area ini adalah area dimana konsumen menyadari akan kebenaran Universitas Sumatera Utara suatu produk atau jasa kemudian konsumen mulai mengerti dan mengetahui fungsi produk atau jasa tersebut. Area kognitif meliputi: a. Kesadaran (Brand Awareness) Jika pasar sasaran belum mengenal produk, maka perusahaan perlu membuat promosi agar mereka mulai mengenal produk. Dengan kata lain, pasar sasaran sadar bahwa produk itu ada. Kegiatan promosi seperti ini perlu untuk produk-produk baru. b. Pengetahuan (Knowledge) Bisa saja pasar sasaran kenal, sadar atau ingat nama produk, tetapi tidak tahu banyak mengenai produk. Pengetahuan merupakan respon kedua setelah kesadaran. Kalau mencapai tahap ini, tentu perusahaan harus membuat promosi yang informatif. 2. Area Afektif (Affective Area) Area ini mencakup tahap dimana konsumen mulai timbul perasaan suka dan yakin akan produk atau jasa yang disukainya, setelah produk atau jasa tersebut menjadi pilihannya untuk dikonsumsi. Area afektif meliputi: a. Kesukaan (Liking) Kalau mereka suka atau berminat terhadap produk tersebut, artinya target pasar sasaran sudah sampai pada tahap ketiga dalam model yang digunakan. Bisa saja pasar sasaran menyukai produk tetapi tidak menempatkannya lebih penting dibanding produk-produk lain yang sama. b. Kecendrungan (Preference) Kalau target pasar sasaran sudah menempatkan produk sebagai pilihan pertama, maka pasar sasaran sudah sampai pada tahap prefensi dalam Universitas Sumatera Utara model. Dimana konsumen menempatkan merek tersebut baik sebagai satu-satunya pilihan,memiliki alternatif pilihan lain, maupun bersamasama merek lain dalam menggunakannya. c. Keyakinan (Conviction) Bisa saja pasar sasaran sudah menjadikan produk sebagai pilihan, akan tetapi tidak memiliki keyakinan yang pasti mengenai produk, biasanya orang-orang akan lebih mempromosikan juga kepada orang lain. Sehinggan perusahaan dapat memperoleh promosi gratis melalui komunikasi dari mulut ke mulut (word-of mouth communication). 3. Area Tindakan (Behavior Area) Area ini merupakan tahap akhir konsumen yaitu konsumen akan mulai melakukan pembelian, area ini adalah Pembelian (Purchase). Inilah tahap terakhir dalam proses. Pada akhirnya, pasar sasaran yang sudah kenal, menjadikan produk sebagai pilihan dan yakin akan pilihannya akan membeli produk pada saat yang tepat. Model Hierarchy of Effect Awareness Area Cognitive knowledge Area Affective Liking Preference Conviction Area Behavior purchase Gambar 2.1 Model Hierarchy of Effect Sumber: Kotler (2003;568) Universitas Sumatera Utara Untuk mengukur kekuatan respon, harus memperhatikan dua dimensi, yaitu panjang dan lebar. Dengan mengalikan kedua dimensi ini, maka akan diperoleh kekuatan respon. e. Kecepatan Kecepatan dalam memberikan respon berbeda-beda pada tiap konsumen. Ada yang sampai pada tahap pembelian begitu mendapat stimuli, adapula yang setelah waktu yang sangat lama baru melakukan pembelian. Bahkan, ada yang tidak sampai pada tahap pembelian sama sekali. f. Lama bertahan Ada respon sesaat, adapula respon yang berlangsung dalam waktu jangka panjang. Dalam persepsi respon yang berlangsung sesaat dinamakan sensasi. 5. Persepsi Konsumen Menurut Nugroho (2003:160): “Persepsi konsumen dapat didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu, stimulus (rangsangan-rangsangan) yang kita terima melalui lima indera.” Sedangkan menurut Kotler (2003:197): “Persepsi merupakan suatu proses dimana individu memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan rangsangan menjadi suatu gambar ayng berarti dan saling terkait terhadap obyek yang dihadapi.” 6. Pengertian Sensitivitas Menurut Simamora (2003:201): “sensitivitas respon adalah tingkat perubahan respon sebagai dampak perubahan stimuli. Tingkat perubahan dihitung dengan persentase. Jadi, sensitivitas respon adalah persentase perubahan stimuli.” Universitas Sumatera Utara 7. Merek Menurut Kotler (2003:575): “merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.” Sedangkan menurut American Marketing Association, merek adalah nama, istilah, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Menurut Rangkuti (2002:2), merek dapat juga dibagi dalam pengertian lainnya, seperti: 1. Brand Name (nama merek) yang merupakan bagian dari yang dapat diucapkan. 2. Brand mark (tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan. Seperti lambang, desain huruf atau warna khusus. 3. Trade mark (tanda merek dagang) yang merupakan merek atau sebagian merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk mengunakan nama merek (tanda merek). 4. Copyright (hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni. Universitas Sumatera Utara 8. Strategi Merek Tabel 2.3 Brand Strategy Exiting Product Line Extension Exiting Brand Multi Brand New Brand Sumber: Kotler (2003:555) New Product Category Brand Extension New Brand Menurut Kotler (2003:556) perusahaan memiliki empat pilihan dalam hal strategi merek yang ditunjukkan pada Tabel 2.3, yaitu: 1. Perluasan Lini (Line Extension) Perluasan lini terjadi bila perusahaan memperkenalkan unit tambahan dalam kategori produk yang sama, biasanyna dengan tampilan baru seperti rasa, bentuk, warna baru, tambahan, ukuran kemasan dan lainnya. 2. Perluasan Merek (Brand Extension) Perluasan merek dapat terjadi bila perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada pada produknya dalam satu kategori baru. Hal ini memudahkan perusahaan memasuki pasar dengan kategori produk baru. Perluasan merek dapat menghemat banyak biaya iklan yang biasanya diperlukan untuk membiasakan konsumen dengan satu merek. 3. Multi Merek (Multi Brand) Multi merek dapat terjadi bila perusahaan memperkenalkan berbagai merek tambahan dalam kategori produk yang sama. Dengan tujuan untuk membuat kesan, fitur serta daya tarik yang lain kepada konsumen sehingga lebih banyak pilihan. 4. Merek Baru (New Brand) Merek baru dapat dilakukan apabila perusahaan tidak memiliki satupun Universitas Sumatera Utara merek yang sesuai dengan produk yang dihasilkan atau apabila citra dari merek tersebut tidak membantu untuk produk baru tersebut. 9. Perluasan Merek Dalam situasi persaingan bisnis yang kian lama makin ketat ini, perluasan merek merupakan salah satu strategi untuk memperkenalkan merek yang sudah ada pada produknya dalam satu kategori baru. Tujuan dari adanya penerapan perluasan merek ini adalah perusahaan mengharapkan merek yang sudah terkenal bisa mendorong dan meningkatkan penjualan serta supaya konsumen tidak merasa asing lagi terhadap produk baru yang ditawarkan tesebut sehingga kehadirannya dengan cepat diterima konsumen. Menurut Rangkuti (2002:11): “perluasan merek dapat terjadi apabila perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada pada produknya dalam satu kategori produk baru.” Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rangkuti (2002:127), penerapan perluasan merek memberikan pengaruh yang sangat positif terhadap merek yang sudah ada. Rangkuti (2002:128) menyatakan bahwa penelitian mengenai merek merupakan faktor yang sangat penting karena hal ini sangat mempengaruhi merek yang sudah ada, khususnya apabila konsumen sangat mengetahui tentang merek tersebut. Menurut Rangkuti (2002:114), perluasan merek secara umum dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: 1. Perluasan lini (Line Extension) Artinya perusahaan membuat produk baru dengan menggunakan merek lama yang terdapat pada merek induk. Meskipun target market produk yang baru Universitas Sumatera Utara tersebut berbeda, tetapi kategori produknya sudah dilayani oleh merek induk (atau merek yang lama). 2. Perluasan kategori (Category Extension) Artinya perluasan tetap menggunakan merek induk yang lama untuk memasuki kategori produk yang sama sekali berbeda dari yang dilayani oleh merek induk sekarang. a. Strategi Perluasan Merek Menurut Tauber dalam Rangkuti (2002:116), strategi yang digunakan untuk perluasan merek antara lain: 1. Memperkenalkan produk yang sama dengan bentuk yang berbeda. 2. Memperkenalkan produk yang mengandung rasa, campuran bahan kimia, atau komponen yang berbeda. 3. Memperkenalkan produk-produk ikutan sebagai pelengkap produk dan merek utama. 4. Memperkenalkan produk yang relevan dengan merek yang di-franchisekan. 5. Memperkenalkan produk baru yang sesuai dengan teknologi yang dukuasai perusahaan. 6. Memperkenalkan produk baru yang merefleksikan keunggulan, atribut, fitur, dari produk utama. 7. Memperkenalkan produk baru yang menggunakan merek terkenal yang sudah dimiliki perusahaan. b. Keunggulan dan Kelemahan Perluasan Merek Keunggulan dari perluasan merek menurut Rangkuti (2002:121) adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Memfasilitasi penerimaan produk a. Mengurangi resiko yang dirasakan konsumen b. Meningkatkan kemampuan memperoleh distribusi dan trial c. Meningkatkan efisiensi pengeluaran promosi d. Mengurangi biaya perkenalan dan program pemasaran lanjutan e. Menghindari biaya pengembangan merek baru untuk melakukan riset konsumen yang diperlukan dan mempekerjakan personal yang berketrampilan untuk mendesain nama merek yang berkualitas, logo, simbol, pengemasan, ciri, dan slogan yang bisa sangat mahal dan tidak ada jaminan sukses f. Efisiensi pengemasan dan pelabelan g. Mengijinkan konsumen untuk mencari variasi 2. Menyediakan manfaat timbal balik pada merek asal a. Memperjelas arti merek b. Meningkatkan citra merek c. Membawa pelanggan baru ke dalam brand franchise d. Mengaktifkan kembali merek e. Mengijinkan perluasan merek berikutnya Kelemahan perluasan merek menurut Rangkuti (2002:121) adalah sebagai berikut: 1. Dapat membingungkan pelanggan dalam memilih produk mana yang paling baik. 2. Retail cenderung beranggapan bahwa perluasan lini semata-mata merupakan me-too product, yaitu semata-mata merupakan fotokopi dari Universitas Sumatera Utara merek yang sudah ada, sehingga mereka tidak perlu menyimpan stok produk tersebut. 3. Dapat merusak merek induk yang sudah ada. 4. Seandainya produk baru dengan perluasan lini tersebut sukses di pasar, ada kemungkinan ia memakan merek induk yang sudah ada. Penyebabnya adalah konsumen induk yang sudah ada beralih ke produk baru. 5. Merek tersebut menurun kekuatannya. Merek yang sebelumnya hanya fokus ke salah satu kategori saja, akibat dari adanya perluasan merek, menjadi memiliki bermacam-macam kategori sehingga tidak memiliki identitas yang jelas. 6. Seandainya perluasan merek tersebut dilakukan tidak secara konsisten. Artinya, atribut atau manfaat yang melekat pada merek tersebut saling bertentangan dengan merek induk, sehingga konsumen merubah persepsinya. 7. Seandainya perluasan merek tersebut dilakukan secara besar-besaran, hal ini akan menyebabkan menurunnya persepsi terhadapa merek tersebut. 10. Hubungan Antara Konsep : Sensitivitas Respon Konsumen Respon bisa mencangkup area pengetahuan (cognitive response), area perasaan (affective response), dan area tindakan (behavioral response). Respon berperan penting dalam membentuk perilaku konsumen, sehinggga akan mempengaruhi seorang konsumen dalam melakukan pembelian terhadap suatu produk dengan waktu tertentu. Respon yang positif terhadap merek tertentu memungkinkan konsumen melakukan pembelian, sedangkan respon negatif akan mejadi salah satu penghambat bagi konsumen dalam melakukan pembelian. Universitas Sumatera Utara Konsumen yang loyal terhadap suatu merek produk tertentu akan besar kemungkinannya untuk cenderung mengamati sekecil apapun perubahan yang dilakukan oleh perusahaan atas merek tersebut. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk menstimulasi dengan harapan dapat meningkatkan penjualan, oleh karena itu perubahan yang akan dilakukan harus disesuaikan dengan respon dan sensasi konsumen yang bisa medorong timbulnya sensitivitas melalui perubahan stimuli. Stimuli yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan dari segi produk dan imagenya yang didalamnya meliputi perubahan produk dari Pembersih Wajah Pond’s White Beauty yang sejak awal mula terkenal sebagai pembersih wajah bagi konsumen, khususnya wanita, yang mana Pond’s White Beauty menawarkan ke-khasan ramuan Indonesia dalam sebuah pembersih wajah menjadi lebih bervariasi dari sebelumnya yaitu dengan hadirnya produk barunya berupa Pond’s Flawless White yang menunjang kebutuhan wanita dalam melakukan perawatan wajah. Perubahan produk dan image yang menjadi stimuli ini pada akhirnya akan membentuk tingkat sensitivitas konsumen dimana sensitivitas itu akan membentuk sensasi konsumen yang merupakan titik awal pembentukan persepsi. Sehingga akhirnya konsumen mampu mengiterpretasikan stimuli ke dalam suatu gambaran dunia yang mengglobal. Universitas Sumatera Utara