PGM 2007,30(1): 25-31 Penganlh pemberian povidon iodine dan iodium tincture Suryati K., dkk PENGARUH PEMBERIAN POVlDONE IODINE DAN IODIUM TINCTURE SECARA TOPICAL TERHADAP FUNGSI KELENJAR TlROlD Suryati Kurnorowulanf, Sukati Saidinl, M.Samsudin1, Djoko Kartonof ABSTRACT THE IMPACT OF TOPICAL USAGE OF POVlDONE IODINE AND IODINE TINCTURE ON THE FUNCTION OF THYROID GLAND Background: Iodine Deficiency Disorder (IDD) is one of the main nutritional problems in Indonesia. The classic manifestation of IDD is goiter endemic and cretinism. Efforts have been conducted to eliminate IDD such as oral iodine supplementation and salt iodization. An alternative method that had been tried was through topical medication using iodine containing solution such as iodine tincture or povidone iodine. Both solutions were relatively cheap and almost available in every drug shop. This study was to explore the medicine to eliminate IDD which is rubbing self treatment and the danger of excessive iodine uptake is minimized. Objectives: The study was to investigate the effect of povidone iodine and iodine tincture by topical usage to the thyroid gland function. Methods: The study design was quasi experiment trial with pre- post design. Location of study was Srumbung and Dukun Subdistricts of Magelang District. Central Java. The subject was women of child bearing age ( 1 H 5 years) with visible goiter and normal thyroid stimulating hormone (TSH) level or hypothyroid. The subject were divided into two groups, each group consisted of 30 women of child bearing age. Group i was rubbed with povidone iodine on the neck every hvo days for 2 months and, group II was rubbed with iodine tincture with the same scheme as the first group. The level of TSH, free thyroxine (free T4) and urinary iodine excretion (UIE) were compared before and after intervention. Results: TSH level on povidone group (Group I) decrease from 3,6 pUR (before) to 2,17 pUIL (after intervention). On tincture group also decrease from 2,7 pUIL to 1,42 pUIL. The median of free T4 on povidone group increase from 0,86 ngldl (before) to 1,03 vgldl (after intervention), whereas on tincture group the median of free T4 also increase with small value. The median of UIE on povidone group decrease from 383 pglL (before) to 130 pglL (after intervention), whereas on tincture group increase from 235 pglL to 311 pgll. The size of neck circle on povidone group showed that no significant difference between before and after intervention, whereas the tincture group had significant difference. Conclusions: The topical usage on thyroid gland of topical povidone iodine and iodine tincture improved TSH and free T4 levels. The heahnent with iodine tincture decreased the size of goiter. [Penel Glzi Makan 2007,30(1): 25-31] Key words: povidone iodine, iodine tincture, TSH, free T4, UIE. PENDAHULUAN enduduk yang tinggal di daerah kekurangan iodium endemik menyebabkan tingkat kecerdasannya berada jauh dibawah penduduk yang berkecukupan konsumsi iodiumnya. Defisiensi mental ini berdampak negatif pada kemampuan beiajar anak, kesehatan wanita, kualitas hidup masyarakat, dan produktivitas ekonomi (1). Di Indonesia, masih banyak daerah yang masyarakatnya kekurangan iodium. Dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan lodium P 1 PanaliG pada Puslitbang Gizi dan Makanan. Badan Litbang Kasahatan. Depkes RI (GAKI) 2005-2010 disebutkan bahwa keberhasilan program diukur berdasarkan indikator ekskresi iodium dalam urin (EIU) penduduk 100-299 vg1L dan konsumsi garam beriodium di tingkat rumah tangga mencapai universal salt iodization (USI) minimal 90% ~ m a h tangga. lndikator gondok endemik tidak digunakan karena sensitivitas dan spesifisitasnya rendah serla perubahan prevalensi gondok memerlukan waktu lama (2). PGM 2007,30(1): 25-31 Pengaruh pemberian povidon iodine dan iodium tincture Penelitian Edmundson (3) berhasil mengurangi pembesaran kelenjar gondok dengan mengoleskan iodium tingtur 5% pada gondoknya 2 hari sekali. Setelah 2 bulan pemberian sebanyak 70% penderila gondok tampak berkurang tingkat pembesarannya. Memang pemakaian obat yang terarah (topikal) dengan pengolesan pada daerah tubuh tertentu diperbolehkan jika kerja obat terbatas pada tempat pemberiannya dan tubuh secara keseluruhan sedapat mungkin tidak dipengaruhi. Kelebihan dari pemakaian obat secara topikal pada kulit karena umumnya dengan dosis rendah dan kerja sistemiknya juga rendah (4). Absorpi obat melalui kulit terutama tejadi secara transepidermal, disamping transfolikuler. Jumlah obat yang diserap tergantung dari luas permukaan kulit yang terpapar serta kelarutan obat dalam lemak. Absorpsi melalui kulit dipenga~hioleh usia. Pada anak kecil absorpsi melalui kulit cukup tinggi (5). Oleh karena lapisan kulit kaya akan pembuluh darah dan kelenjar limpe maka dapat diialui oleh zat yang larut dalam lemak maupun zat yang larut dalam air (6). Fungsi lodium sebagai antiseptic telah digunakan oleh masyarakat secara luas karena harga terjangkau dan relative aman. Larutan antiseptic yang mengandung iodium antara lain iodium tingtur dan povidon iodium, lodium tingtur, berwarna coklal, sering dipakai untuk desinfeksi kulit pada pembedahan disamping digunakan sebagai fungisid dan mengobati luka lecet. Penambahan kalium dalam iodium tingtur rnenambah daya kerjanya (4). Larutan ini tiap 100 ml mengandung iodium sebanyak 2 gram kemudian natrium iodiumnya 2,4 gram dan aethanollum 50 ml serla akuades sampai 100 mlnl. Povidon lodium merupakan sehuk amorf beruama coklal kekuningan dan berbau khas serla larutannya bereaksi asam terhadap kerlas lakmus. Sifat povidon iodium ini iarut dalam air dan dalam etanol tetapi tidak larul dalam kloroform (8). Secara umum, iodium tingtur dan povidon iodium masing-masing mengandung 40 mglml dan 10 mglml iodium (9). Karena cara topikal ini dapat dilakukan sendiri dan kemungkinan bahaya kelebihan asupan iodium dapat diminimalisasi maka sangat berguna jika dilakukan penelitian tentang penga~hnyaterhadap fungsi dan pembesaran kelenjar tiroid. Jadi penelitian ini dilakukan untuk membuktikan apakah pemakaian olesan povidone iodine dan iodium tincture secara topikal dapat memperbaiki fungsi tiroid. Peneiitian ini secara umum berlujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian povidon iodium dan iodium tingtur secara topikal terhadap fungsi dan ukuran kelenjar tiroid adapun tujuan secara khusus adalah untuk melihat apakah terjadi perubahan nilai atau kadar TSH, Free T4 dan UIE antara sebelum intewensi dan sesudah inte~ensi. Suryati K.. dkk CARA Lokasi penelitian adalah di Kecamatan Dukun dan Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan eksperimen kuasi, sebelum dan sesudah perlakuan tanpa kelompok kontrol. Subyek penelilian adalah Wanita Usia Subur (WUS) usia 15-45 tahun yang dideteksi mengalami pembesaran kelenjar tiroid tampak (visible goiter) dan mempunyai kadar thymid stimulafing hormon (TSH) normal dan atau hipoliroid. Sebanyak 120 WUS yang memenuhi persyaratan dipilih secara purposive dalam penelitian ini. Dari 120 WUS yang bersedia berpartisipasi diperoleh 60 WUS yang memenuhi persyaratan. Sampei penelitian dibagi 2: kelompok i WUS yang diberi olesan povidon iodium, kelompok II WUS yang diberi olesan iodium tingtur secara topikal. Frekuensi pengolesan povidon iodium 5% maupun iodium tingtur 5% adalah dioieskan pada leher tiap 2 (dua) hari sekali selama 2 (dua) bulan. Pengolesan dilakukan sendiri oleh subyek. Pengecekan kepatuhan subyek dalam pengolesan dilakukan oleh petugas lapangan setiap 1 (satu) minggu sekali. Data yang dikumpulkan meliputi identitas, kesehatan, konsumsi makanan, anlropomebi dan sampel darah untuk mengetahui kadar TSH dan free thyroxine (T4 bebas). Pengumpulan data identitas dikumpulkan dengan cara wawancara. Pemeriksaan kesehatan dan pembesaran keleniar timid (qondok) d~kump~~kan oleh dokrer yang s~oahcerpengalaman: Data (onsumsi makanan d lakukan denaan wawancara menggunakan semi quantitative meihod for food frequency. Data antropometri yaitu penimbangan berat badan dilakukan dengan menggunakan timbangan injak digital dengan ketelitian 0,l kg dan tinggi badan menggunakan alat pengukur linggi badan rnicmfoise dengan kelelitian 0.1 cm. Status gizi dihitung berdasarkan indeks rnassa tubuh (IMT) yaitu berat badan menurut linggi badan (kglm'). Perubahan pembesaran kelenjar gondok diukur dari lingkar leher menggunakan pita ukur dengan kelelitian 0,1 cm dan dilakukan oleh orang yang sama selama penelitian berlangsung. Hasil pengukuran dibandingkan anlara sebelum dan sesudah perlakuan. Analisis kadar TSH dan T4 bebas dilakukan dengan metoda "ELISA" produksi Human Analyser dan analisis ekskresi iodium dalam urin (EIU) dilakukan menggunakan spektrofotometer. Analisis TSH, T4 bebas dan EIU dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Gangguan Akibat Kekurangan lodium (BP2GAKI), Magelang. Kadar TSH, T4 bebas dan EIU kemudian dibandingkan antara sebelum dan sesudah inte~ensipada masing. masing kelompok maupun antar kedua kelompok. P e n g a ~ pemberian h povidon iodine dan iodiurn tincture PGM 2007,30(1): 25-31 HASlL DAN BAHASAN 1. Status 0121 Salah satu variable penting yang dapat berpenga~h pada status iodium seseorang adalah status gizi. Gambaran status gizi berdasarkan indeks massa tubuh Suryati K., dkk (iMT) WUS pada kelompok povldon iodium dan iodium tingtur ditunjukkan pada Tabei 1. Tampak bahwa sebagian besar responden mempunyai status gizi normal yaitu sebesar 90.1% untuk kelompok povidon dan 86,7% untuk kelompok iodium tingtur (Pz0.05). Tabel 1 Dlstrlbusi Status Glzi Wanita Uala Subur 2. Konsumsl sianlda dan zat gizi Hasil pengumpulan data konsumsi goitrogen sianlda dan konsumsi zat gizi dioajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Medlan dan Rstaan Konrumsl Goltrogen Sl~nldad ~ ZIIn Olrl PGM 2007, Wt): 25-31 Peng8nlhpemben'81r povMon icdine dan iodium tincturn Pada Tabel 2 tampak bahwa median konsumsi goitmgen sianida pada k d u a kelompok hampir sama yaitu 1,59 dan 1,84 dan nilai rataan untuk kelompok yang bermakna (P0,636). Apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang (lo), median konsumsi goibogen sianida dari makanan sehari-hari pada penelitian ini jauh lebih rendah. Nilai median energi unluk kedua kelompok juga tidak terdapat perbedaan yang bermakna, demikian juga untuk .?at gizi yang lain yaitu protein, karbohidrat, vit C, besi, phosphor maupun lemak (P>0,05). Konsumsi protein, besi, pada kedua kelompok masih dibawah angka kecukupan gizi rataan yang dianjurkan, sedangkan unluk konsumsi vitamin C dan phosphor sudah lebih dari angka kecukupan glri yang dianjurkan. 3. Statue lodium Status M u m dapat dilihat dari kadar hormone TSH dan T4 bebas dalam serum. Median dan rataan kadar TSH, T4 bebas serta EIU kedua kelompek baik sebelum maupun sesudah intewnsi tampak pada Tabel 3. Pada Tabel 3 tampak bahwa nilai median kadar TSH serum sebelum dan sesudah intervensi dengan olesan povidon iodium mengalami penurunan darl $8 U menjadi 2,17 pUiL, jadi pada kelompok in1 tejadi penurunan nilai median kadar TSH (A TSH ) sebesar 1,43 pUlL. demikian juga nilai rataannya juga mengalami penurunan dari 4,23 pUiL menjadi 237 pUR, jadi terjadi penurunan nilai rataan kadar TSH (A TSH ) sebesar 186 pUiL, dan hasil u]i statistik terdapat perbedaan yang bermakna (P<0,05). Hal yang sama juga tejadi pada kadar TSH kelompok yang diolesi dengan iodium tingtur dimana terjadi penurunan niiai mediannya dari 2,7 pU/L sebelum intervensi menjadi 1,42 pUIL setelah diintervensi dengan nilai A TSH sebesar 1,28 pUiL demikian juga terjadi penurunan nilai rataan dari 4,l pUIL menjadi 1,9 pUIL dengan nilai A TSH sebesar 2,2 pU/L dan hasil uji statistik berbeda secara bermakna ( P<0,05). Suryati K., dkk povidone sebesar 2,47, sedangkan nilai rataan untuk kelompok iodium tingtur adalah sebesar 4,67 dan dengan uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan Nilai median T4 bebas pada kelompok yang didesi dengan povidon iodium mengalami kenaikan sebelum intervensi dan setelah diintervensi dari 0,86 (ngldl) menjadi 1,03 (ngldl) dengan nilai A FreeT4 sebesar 0,17 ngldl demikian juga nilai rataannya mengalami kenaikan dari 0,93 (ngldl) menjadi 1,13 (ngldl) dengan nilai A FreeT4 sebesar 0,2 ngldl dan selelah dilakukan uji statistik terdapat perbedaan yang bermakna (P<0,05). Pada kelompok yang diolesi dengan iodium tinglur terjadi kenaikan pada kadar T4 bebas dalam darah dari sebelum intervensi dan sesudah intervensi dengan nliai A median sebesar 0,02 ngldl namun setelah hasil uji statistik tidak terdapal perbedaan yang bermakna (P>0,05). Median kadar iodium dalam urin mengalami penurunan pada kelompok povidone iodine dari 383 pglL menjadi 130 pglL sementara nilai rataannya juga mengalami penurunan dari 349 pg/L menjadi 180 vgiL dan setelah dilakukan uji statistik terdapat perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah lntervensi (Pc0,05). Sementara itu median kadar iodlum dalam urin untuk kelompek iodium tingtur mengalami kenaikan dari 235 pglL menjadi 311 pglL dan nilai mennya juga mengalami kenaikan dari 248 )rglL menjadl 323 pglL dan hasil ujl statistik terdapat perbedaan yang bermakna (P<0,05). Kadar TSH, T4 bebas dan EIU baik sebelum maupun sesudah intervensi kemudian dibandingkan antar due kelompok dengan uji Mann-Whitney didapatkan hasil bahwa TSH sebelum lntervensi tidak berbeda antar kedua kelompok (P>0,05), namun terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai TSH sesudah intervensi antar kedua kelompok tersebut (P<0,05). Status iodium berdeserkan nilai TSH dlkategorikan menladl 2 (dua) yaitu status iodium rendah bila kadar TSH 5 pglL den normal bila kadar TSH < 5 pgiL . Distribusi WUS berdasarkan nilai TSH untuk kedua kelompok dltampllkan pada Tabel 4. PGM 2M)7.30(1): 2531 Penpmh pembsrian povidon iodine dan iodium tindwe Suryas K, dkk Tabel 3 Median dan Rtataan Kadar TSH, 14 Bebas, dan EIU Tabel 4 Kwlar Thyroid Stimulating Hormon Serum Wanita Usia Subur PGM 2007,30(1): 2531 Pengaruhpembenan povidon iodine dan ;odium tincture Suryati K., dkk 4. Lingkar Leher Tampak pada Tabel 4 tejadi peningkatan jumlah W S yang mempunyai kadar TSH serum normal, pada kelompok povidon dari 22 orang (73,3%) Sebelum intemensi menjadi 29 orang (96,7%) sesudah diintemensi, demikian iuga untuk kelompok iodium tingtur dari 24 orang (80%) meniadi 30 orang (100%). Hal ini menunjukkan tejadinya perbaikan fungsi kelenjar tiroid dilihat dari perbaikan nilai TSH serum. Lingkar leher pada WUS pada kedua kelompok diukur sebelum maupun sesudah intervensi, pengukuran lingkar leher dilakukan dengan menggunakan pita ukur dan dilakukan oleh orang yang sama, Hasil pengukuran lingkar leher tampak pads Tabel 5. Tabel 5 Lingkar leher WanltaUsia Subur Sebelum dan Sesudah lntewensi Sebelum Perlakuan Povidon icdium lodium tingtur Sesudah Nilal P Median Rataan Median Rataan 32 32,7 32,2 32,7 0,981 33.5 34.3 32 33,4 0,OO Tam~ak~ a d aTabel 6 terjadi perubahan ukuran lingkar leher dada kelompok p6vidone namun setelah diuji statistik tidak berbeda secara bermakna (P>0,05). sedangkan pada kelompok iodium tingtur terjadi pengurangan ukuran lingkar leher sebelum dan sesudah intervensi dan dengan uji statistik terdapat perbedaan yang bermakna (P<0,05). Penelitian tentang pemberian iodium secara topikal (pengolesan) belum banyak dilakukan. Namun hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang pemah dilakukan oleh Edmundson tahun 198013) dimana pengolesan iodium tingtur 5% dapat mengurangi pembesaran kelenjar gondok. Ada keluhan ketidaknyamanan dari beberapa responden pada pemakaian olesan povidon iodium dan iodium tingtur dalam penelitian ini. Ketidaknyamanan ltu antara lain yaitu bau yang menyengat sehingga menimbulkan perasaan mual, kulit terasa kering kadang timbul gatal-gatal pada pemakaian yang lama. Secara kosmetik (keindahan) juga kurang nyaman karena menimbulkan warna kewklatan pada kulit leher saat pemakaian. Karena itu perlu dipikirkan bantuk pemakaian lopikal lain seperti "cream" atau salep tanpa warna yang lebih terasa nyaman bagi pemakainya. Pemakaian olesan povidon iodium dan iodium tingtur pada leher penderita gondok juga perlu pemantauan laboratoris pada pemakaian jangka panjang. Ini karena beberapa kasus mengalami penurunan kadar TSH secara cepat. Lingkar leher pada penderita gondok pada sebelum maupun setelah intemensi diukur menggunakan pita ukur oleh petugas pengukur yang sama yang telah berpengalaman sehingga hasilnya valid. Namun demikian. cek dengan menggunakan ultrasonografi (USG) akan mendapatkan hasil yang lebih valid. KESIMPULAN 1. Terjadi penurunan nilai median dan rataan kadar TSH sebelum dan sesudah intervensi dan bermakna secara statistik (P<0,05). 2. Median nilai T4 bebas meningkat sesudah intervensi dan perbedaan bermakna secara statistik pada kelompok povidon icdium (P<0.05) sedangkan pada kelompok iodium tingtur tidak bermakna secara statistik (P>0,05). 3. Median dan rataan kadar EIU pada kelompok povidon iodium turun sesudah intervensi dan bermakna secara statistik (P<0,05). 4. Median dan rataan kadar EIU pada kelompok iodium tingtur meningkat sesudah intervensi dan secara statistik perbedaan tersebut bermakna (P<0,05), 5. Perubahan ukuran lingkar leher pada kelompok iodium tingtur lebih baik disbanding kelompok povidon iodium walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna (P>0,05). SARAN Perlu dilakukan penelitian dengan kelompok kontrol. Perlunya pengukuran pembesaran kelanjar tiroid dengan menggunakan ultrasonografi (USG). Pemakaian povidon iodium dan iodium tingtur dalam waktu lebih 2 bulan perlu pengontrolan kadar TSH dan T4 bebas. UCAPAN TERIMA KASlH Kami mengucapkan terima kasih kepada Dinas Kesehalan Kabupaten Magelang yang telah khususnya Seksi Gizi atas dukungan yang diberikan PGM 2007,30(1): 25-31 P e n g a ~ pemberian h povidon M i n e dan iodium tincture terhadap penelitian ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Kepala Puskesmas Dukun dan Puskesmas S ~ m b u n gyang lelah memberikan bantuan informasi sehingga penelitian ini dapat bejalan dengan lancar. Kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini, namun tidak disebutkan namanya, kami mengucapkan terima kasih. RUJUKAN 1. 2. 3. World Health Organization. Assessment of iodine defisiensi disorders and monitoring their elimination: a guide for programme managers. Second edition. Geneva: WHO, 2001. Indonesia, Departemen Kesehatan RI. Rencana aksi nasionai kesinambungan program penanggulangan gangguan akibat kekurangan iodium. Jakarta: Tim Penanggulangan GAKY Pusat, Depkes RI, 2005. Edmundson,WC and S.A, Edmundson. Goiter in Asia. In: Diet, Disease and Development. Eds. Edmundson, WC., P.V., Sukhatme and S.A., Edmundson. First Published. New Delhi: Mamillan India Limited, 1992. Suryati K., dkk Mulschler, E.' Dinamika obat. Buku ajar farmakologi dan toksikologi. Bandung: Penerbit ITB, 1991 5. Gan. S. S. Rianto, S.Udin, S.B., Zunilda. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-3. Jakarta: Bagian Farmakologi, FK UI, 1987. 6. Craig, C.R., R. E., Stitzel. Modem pharmacology. Boston: Little Brown and Company, 1988. 7. Indonesia, Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depkes RI, 195. 8. Indonesia, Departemen Kesehatan RI. Formularium nasional. Edisi II. Jakarta: Depkes RI, 1978. 9. Goodman 8 Gilman's. The pharmacological basis of therapeutics. Ninth edition. international edition. New York: Mc. Graw-Hill, 1998. lO.Sukati, S. Suryati, K., Ichsan, M, Muchediyantiningsih dan Djoko Kartono. Hubungan kadar enzyme kholinesterase dengan kadar hormone tiroid pada WUS di daerah gondok endemik. Peneliiian Gizi dan Makanan 2006,29(1): 38-47. 4. FaMor risiko kegemukan pada anak sekolah PGM 2007,30(1): 32-40 Sri Prihatini, dkk FAKTOR RlSlKO KEGEMUKAN PADA ANAK SEKOLAH USlA 6-18 TAHUN Dl DKI JAKARTA Sn Prihatini' dan Abas Basuni Jaharif ABSTRACT RISK FACTORS OF OBESITY IN SCHOOL CHILDREN AGE 6 -18 YEARS IN DKI JAKARTA Bckground: The result of nutritional status surveys on school age children in 10 big cities in Indonesia in 2005 showed that the prevalence of obesity in schwl age children in DKI Jakarta was the highest with percentage of 6 % compared to other big cities that only under 3%. Further analysis was conducted to examine the risk factor related b obesity in schwl age children in DKl Jakarta. Objectives: Data analysis was done to study the risk factor related to obesily in school age children in Jakarta. Material and Methods: Experimental design was cross sectional. Samples were primary school, junior high school and senior high school students age 6 18 years old in five regions of DKI Jakarta. The number of total samples was 7195 students. Data collected were anthropometry, social-economy, food consumption pattem, physical activities, and life slyie. Nutrition Status was determined by calculating Body Mass Index (BMI) using CDC 2000 reference. Results: The prevalence of overweight student in DKI Jakarta was 6%. The prevalence of malnutrition and severe malnutrition students were 11.2% and 12% respectively. The group of student 59 years old had the highest prevalence of obesity and severe malnutrition. The prevalence was more in male students than female. The education level of parents, often consumes an oily snacks, like to buy a deep fry snacks, oily snacks, often consume supplement, and rarely do household work have strong relation with obesity (p<0,05). Conclusion: Male students age 59 year old have higher risk of obesity and malnutrition than female students. The education level of parents, often consumes an oily snacks, like to buy a deep fry snacks, oily snacks, oflen consume supplement, and rarely do physical work are risk factors of obesily in school age children. [Penel Glzi Maksn 2007, 30(1): 32-40] - Key words: Body Mass bdeks (BMI), nufrionalstetus, obesity risk PENDAHULUAN asil survei tahun 2005 tentang penllalan status gizi pada anak sekolah usia 6-18 tahun di 10 kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan di lima kota di DKi Jakarla mempunyai prevalensi tertinggi, yaitu antara 5,8% dan 6,3% dibandingkan dengan lima kota besar iainnya seperti Medan, Palembang, Pontlanak, Mataram dan Makassar, yaitu di bawah 3% (1). Hasil survei sebelumnya yang dilakukan Dinas Kesehatan DKI Jakarta tahun 2004 pada murid Sekolah Dasar(SD) menemukan 11,6% murid laki-laki dan 10,5% murid perempuan mengalami kegemukan (2). Beberapa hasil penelitian lainnya di beberapa kota juga menunjukkan, masalah gizi lebih juga sudah mulai tampak pada anak sekolah dan remaja. Penelitian Hermina dkk (2001) di beberapa SD favorit di Kota Bandung menemukan kejadian kegemukan sudah dialami oleh mund SD Negeri (12,8%) dan SD Swasta H 1 Pmeliti pada Puslitbang Gizi dan Makanan. Badan Litbang Kesehalan, Depkes Ri (19,4%) (3). Sementara penelitian Sakamoto dkk (1999) pada murld SD umur 6-10 tahun di Bogor menunjukkan, 7,6% anak laki laki dan 4,9% anak perempuan lermasuk daiam kategori gemuk (4). Kejadian gizi lebih dan gizi kurang lebih me~pakan akibat dari ketidak seimbangan anlara asupan energi dan energi yang diperlukan oleh tubuh. Faktor sosial ekonorni, pola konsumsi makanan, pola aktivitas fisik serta gaya hidup mempunyai pengaruh yang kual terhadap peningkatan prevalensi gizi lebih. Lebih lanjut, terdapal korelasi peningkatan prevalensi gizi lebih dengan peningkatan angka kesakitan penyakil non-infeksi seperti, hipertensi dan diabetes meliitus. Bahkan peningkatan prevalensi gizi lebih juga berkaitan dengan peningkatan prevalensi angka kematian oleh penyakit non infeksi seperti stroke, gagal ginjal dan penyakit non-infeksi lainnya.