BAB 2 Landasan Teori

advertisement
BAB 2
Landasan Teori
2.1
Konsep Prilaku Konsumen
Perilaku konsumen yang tidak dapat secara langsung dikendalikan oleh
perusahaan perlu dicari informasinya semaksimal mungkin. Banyak
pengertian mengenai perilaku konsumen yang dikemukakan oleh banyak ahli,
Berikut ini adalah beberapa pendapat mengenai perilaku konsumen.
Menurut Prasetijo dan Ihalauw (2005;p9), perilaku konsumen adalah
studi tentang bagaimana pembuat keputusan (decision units) baik individu,
kelompok, ataupun organisasi, membuat keputusan – keputusan beli atau
melakukan transaksi pembelian suatu produk dan mengkonsumssinya.
Menurut Mowen dan Minor (2002;p6), perilaku konsumen adalah studi
tentang unit pembelian dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan,
konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman serta ide – ide.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2004, p6), studi prilaku konsumen
terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan
sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang
– barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang
mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, dimana
mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering
mereka menggunakannya. Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh
seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevakuasi, dan
bertidak pasca konsumsi produk, jasa, maupun ide yang diharapkan dapat
memenuhi kebutuhannya.
Menurut Adiputra, Hendraarso, dan Atriza (2004, p12), perilaku
konsumen sebagai tindakan yang dilakukan individu dalam mendapakan dan
memakai barang dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan
menentukan tindakan tersebut.
Menurut Engel et al yang dikutip oleh simamora (2008, p1) perilaku
konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan,
mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses
keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Menurut Loudon dan Bitta yang dikutip oleh simamora (2008, p2)
perilaku konsumen lebih menekankan sebagai suatu proses pengambilan
keputusan, yaitu proses pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktivitas
individu untuk mengevaluasi, memperoleh, menggunakan, atau mengatur
barang dan jasa.
Menurut The American Marketing Association yang dikutip oleh
Setiadi (2003, p3), perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis afeksi dan
kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan
pertukaran dalam hidup mereka. Dari definisi tersebut terdapat tiga ide penting
yaitu: (1) perilaku konsumen adalah dinamis; (2) hal tersebut melibatkan
interaksi antara afeksi dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar; serta (3)
hal tersebut melibatkan pertukaran.
Perilaku konsumen adalah dinamis, itu berarti bahwa prilaku seseorang
konsumen, grup konsumen, ataupun masyarakat luas selalu berubah dan
bergerak sepanjang waktu. Hal ini memiliki implikasi terhadap studi perilaku
konsumen, demikian pula pada pengembangan strategi pemasaran. Dalam hal
studi perilaku konsumen, salah satu implikasinya adalah bahwa generalisasi
perilaku konsumen biasanya terbatas untuk jangka waktu tertentu.
Dalam hal pengembangan strategi pemasaran, sifat dinamis perilaku
konsumen menyiraatkan bahwa seseorang tidak boleh berharap bahwa suatu
strategi pemasaran yang sama dapat memberikan hasil yang sama disepanjang
waktu, pasar, dan industri.
Perilaku konsumen melibatkan pertukaran. Itu merupakan hal terakhir
yang ditekankan dalam definisi perilaku konsumen yaitu pertukaran diantara
individu. Hal ini membuat definisi perilaku konsumen tetep konsisten dengan
definisi
pemasaran
yang
sejauh
ini
juga
menekankan
pertukaran.
Kenyataanya, peran pemasaran adalah untuk menciptakan pertukaran dengan
konsumen melalui formulasi dan penerapan strategi pemasaran.
Perilaku konsumen dibagi menjadi dua bagian, yang pertama adalah
perilaku yang tampak, misalnya jumlah pembelian, waktu, karena siapa,
dengan siapa, dan bagaimana konsumen melakukan pembelian. Sedangkan
yang kedua adalah perilaku yang tak tampak, misalnya persepsi, ingatan
terhadap informasi, dan perasaan kepemilikan oleh konsumen.
2.2
Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut Kotler (2005, pp220 – pp203), titik tolak untuk memahami
perilaku pembelian adalah model rangsangan tanggapan (stimulus – respond
model) seperti yang ditunjukan oleh gambar berikut:
Rangsangan
Rangsangan
Ciri – ciri
Proses keputusan
Keputusan
pemasaran
lain
pembelian
pembelian
pembelian
Produk
Ekonomi
Budaya
Pemahaman masalah
Pemilihan produk
Harga
Teknologi
Sosial
Pencarian informasi
Pemilihan merek
Saluran
Politik
Pribadi
Pemilihan alternatif
Pemilihan
pemasaran
Budaya
psikologi
Keputusan pembelian
pembelian
promosi
Perilaku
pasca
–
Penentu
saluran
waktu
pembelian
pembelian
Jumlah pembelian
Gambar 2.1 Model Perilaku Pembelian
Sumber : Kotler (2005,p203)
Rangsangan pemasaran dan lingkungan masuk ke kesadaran pembeli.
Karakteristik
pembeli
menimbulkan
keputusan
dan
proses
pembelian
pengambilan
tertentu.
keputusannya
Tugas
pemasar
akan
adalah
memahami apa yang terjadi pada kesadaran pembeli sejak masuknya
rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan pembelian. Menurut Kotler
(2005, pp203-218), perilaku pembelian konsumen ini dipengaruhi oleh:
•
Faktor Budaya
Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian.
Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling dasar. Masing
– masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakan
identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub budaya
mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis.
•
Faktor Sosial
Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor – faktor sosial :
− Kelompok acuan
Kelompok acuan seorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki
pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap
atau perilaku seseorang tersebut. Kelompok yang memiliki pengaruh
langsung terhadap seseorang dinamakan kelompok keanggotaan.
Beberapa kelompok keanggotaan merupakan kelompok primer, seperti
keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja yang berinteraksi dengan
seseorang secara terus – menerus dan informal. Orang juga menjadi
anggota kelompok sekunder seperti kelompok keagamaan, profesi, dan
asosiasi perdagangan, yang cenderung lebih formal dan membutuhkan
interaksi yang tidak begitu rutin. Orang sangat dipengaruhi oleh
kelompok acuan mereka sekurang – kurangnya melalui tiga cara.
Kelompok acuan membuat seseorang menjalanni perilaku dan gaya
hidup baru dan mempengaruhi perilaku serta konsep pribadi seseorang,
kelompok acuan menuntut orang supaya mengikuti kebiasaan
kelompok sehingga dapat mempengaruhi pilihan seseorang terhadap
produk dan merek aktual. Orang juga dipengaruhi oleh berbagai
kelompok diluar kelompok mereka. Kelompok aspirasi adalah
kelompok yang ingin dimasuki seseorang; kelompok disiolisasi adalah
kelompok yang nilai atau perilakunya ditolak oleh seseorang.
Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok acuan para
pelanggan mereka. Namun, tingkat peangaruh kelompok acuan
terhadap produk dan merek adalah berbeda – beda. Pemimpin opini
(Opinion leader) adalah orang yang komuunikasi informalnya atas
produk dapat memberikan saran atau informasi tentang produk atau
jenis produk tertentu, seperti merek apa yang terbaik atau apa manfaat
produk tertentu. Para pemasar berusaha menjangkau para pemimpin
opini dengan mengidentifikasi ciri – ciri demografis dan psikografis
yang berkaitan dengan kepemimpinan opini, mengidentifikasi media
yang dibaca oleh pemimpin opini, dan mengarahkan pesan iklan
kepada pemimpin opini.
− Keluarga
Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang palin
penting dalam masyarakat, dan para anggota keluarga menjadi
kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Kita dapat
membedakan dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Keluarga
orientasi terdiri dari orang tuaa dan saudara kandung seseorang. Dari
orientasi seseorang mendapatkan orientasi atas agama, politik, dan
ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri, dan cinta. Walaupun
pembelian tersebut tidak lagi berinteraksi secara mendalam dengan
orang tuany, pengaruh orang tua terhadap perilaku pembili dapat tetap
signifikan. Pengaruh yang lebih langsung terhadap perilaku pembelian
sehari – hari adalah keluarga prokreasi, yaitu pasangan dan sejumlah
anak seseorang.
Para pemasar tertarik pada peran dan pengaruh relatif suami,
istri, dan anak – anak pada pembelian beragam produk dan jasa. Peran
itu sangat beragam untuk masyarakat dan kelas sosial yang berbeda.
− Peran dan status social
Seseorang berpatisipasi ke dalam banyak kelompok sepanjang hidup
nya keluarga, klub, organisasi. Kedudukan orang itu dimasing –
masing kelompok dapat ditentukan berdasarkan peran dan statusnya.
Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh
seseorang. Masing – masing peran menghasilkan status.
•
Faktor pribadi
Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi.
Karakteristik tersebut meliputi :
− Usia dan tahap siklus hidup
Orang membeli barang dan jasa berbeda – beda sepanjang hidupnya.
Kebutuhan dan selera orang terhadap barang atau jasa berhubungan
dengan usia. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga. Para
pemasar sering memilih sejumlah kelompok berdasarkan siklus hidup
sebagai pasar sasaran mereka. Para pemasar memberikan perhatian
yang besar pada perubahan situasi hidup.
− Pekerjaan dan lingkungan ekonomi
Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya. Para
pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok pekerjaan yang memiliki
minat diatas rata – rata atas produk dan jasa mereka. Perusahaan
bahkan dapat mengkhususkan produknya pada kelompok pekerjaan
tertentu.
Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang :
pengahasilan yang dapat dibelanjakan (level, kestabilan, pola
waktunya), tabungan dan aktiva (termasuk persentase aktiva yang
lancar dan liquid), utang, kemampuan untuk meminjam, dan sikap
terhadap harga terus – menerus memperhatikan kecenderungan
penghasilan pribadi, tabungan, dan tingkat suku bunga.
− Gaya hidup
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada
aktivitas,
minat,
dan
opininya.
Gaya
hidup
menggambarkan
keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya.
Para pemasar mencari hubungan antara produk mereka dengan
kelompok gaya hidup.
− Kepribadian dan konsep diri
Masing – masing orang memiliki karakteristik kepribadian yang
berbeda yang mempengaruhi perilaku pembeliannya. Yang dimaksud
kepribadian
adalah
ciri
bawaan
psikologi
manusia
(human
psychologicl traits) yang membedakan yang menghasilkan tanggapan
yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap rangsangan
lingkungannya. Kepribadian dapat menjadi variabel yang sangat
berguna dalam menganalisis pilihan merek konsumen.
Gagasannya adalah bahwa merek juga mempunyai kepribadian, dan
bahwa konsumen mungkin memilih merek yang kepribadiannya cocok
dengan kepribadian dirinya.
•
Faktor psikologis
Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologi
utama :
− Motivasi
Seorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Beberapa
kebutuhan bersifat biogenis; kebutuhan tersebut muncul dari tekanan
biologis seperti lapar, haus, dan tidak nyaman. Kebutuhan yang lain
bersifat psikogenis; kebutuhan itu muncul dari tekanan psikologis
seperti
kebutuhan
akan
pengakuan,
penghargaan,
atau
rasa
keanggotaan kelompok. Kebutuhan akan menjadi motif jika ia
didorong hingga mencapai level intensitas yang memadai. Motif
adalah kebutuhan yang memadai untuk mendorong seseorang
bertindak.
− Persepsi
Seseorang yang termotivasi siap bertindak. Bagaimana tindakan
sebenarnya seseorang yang termotivasi akan dipengaruhi oleh
persepsinya terdapat situasi tertentu. Persepsi adalah proses yang
digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan
menginterprestasi masukan informasi guna menciptakan gambaran
dunia yang memiliki arti. Persepsi dapat sangat beragam antara
individu satu dengan yang lain yang mengalami realitas yang sama
− Pembelajaran
Pembelajaran
meliputi
perilaku
seseorang
yang
timbul
dari
pengalaman. Sebagian perilaku manusia adalah hasil dari belajar. Ahli
teori pembelajaran yakin bahwa pembelajaran dihasilkan melalui
perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, isyarat bertindak,
tanggapan, dan penguatan.
− Keyakinan dan sikap
Melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan
sikap. Keduanya kemudian mempengaruhi perilaku pembelian mereka.
2.3
Keputusan pembelian konsumen
Keputusan pembelian merupakan kegiatan individu yang secara
langsung terlibat dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian
terhadap produk yang ditawarkan oleh penjual. Pengertian keputusan
pembelian, menurut Kotler & Armstrong (2001: 226) adalah tahap dalam
proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen benar-benar
membeli. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang
secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang
ditawarkan. Ada tiga aktivitas yang berlangsung dalam proses keputusan
pembelian oleh konsumen yaitu (Hahn, 2002:69) :
a. Rutinitas konsumen dalam melakukan pembelian.
b. Kualitas yang diperoleh dari suatu keputusan pembelian.
c. Komitemen atau loyalitas konsumen yang sudah biasa beli dengan produk
pesaing.
Menurut
Kotler
(2002:183),
perilaku
pembelian
konsumen
dipengaruhi oleh :
1. Faktor budaya, yang terdiri dari :
a. Budaya, merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling
mendasar.
b. Sub-budaya, masing-masing budaya memiliki sub-budaya yang
lebih kecil yang memberikan lebih banyak ciri-ciri sosialisasi khusus
bagi anggotanya.
c. Kelas sosial, adalah pembagian masyarakat yang relative homogen
dan permanent, yang tersusun secara hierarkis dan anggotanya
menganut nilai- nilai, minat dan perilaku yang sama.
2. Faktor Sosial
a. Kelompok acuan, yaitu kelompok yang memiliki pengaruh langsung
(tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku
seseorang.
b. Keluarga
c. Peran dan Status , dimana peran adalah kegiatan yang diharapkan
aka dilakukan oleh seseorang dan masing-masing peran tersebut
menghasilkan status.
3. Faktor Pribadi, yang terdiri dari usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan
danlingkungan ekonomi, gaya hidup dan kepribadian dan konsep diri
4. Faktor Psikologis, yang terdiri dari motivasi, persepsi, pembelajaran
keyakinan dan sikap
Menurut Philip Kotler yang kemudian di kutip oleh Usmara (2008,
p126) konsumen membentuk keputusan pembelian atas dasar faktor -faktor
seperti harga yang diharapkan, manfaat pelayanan yang diharapkan, dan
pendapatan keluarga.
Keputusan pembelian dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Sikap dan pendirian orang lain
Semakin kuat sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang lain
dengan konsumen, konsumen akan semakin menyesuaikan keputusan
pembeliannya
2. Situasi yang tidak diantisipasi
Konsumen membentuk suatu maksud pembelian atas faktor – faktor
seperti pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan,
dan manfaat produk yang diharapkan. Ketika konsumen akan
bertindak, faktor situasi yang tidak diatisipasi mungkin terjadi untuk
mengubah keputusan pembelian tersebut, setelah pembelian produk,
konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan atau ketidakpuasan.
Apabila daya guna produk tersebut berada dibawah harapan pelanggan,
pelanggan tersebut akan merasa dikecewakan, jika memenuhi harapan
pelanggan akan merasa puas, jika melebihi harapan pelanggan akan
merasa sangat puas. Perasan – perasaan ini mempunyai arti dalam hal
apakah pelanggan tersebut akan membeli produk itu lagi. Kepuasan
atau
ketidakpuasan
konsumen
dengan
suatu
produk
akan
mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen merasa puas, dia
akan menunjukan probabilitas yang tinggi untuk membeli produk itu
lagi.
Sikap orang
lain
Penilaian terhadap
berbagai alternatif
Maksud
untuk
membeli
Keputusan
pembelian
Faktor-faktor
yang tak
terduga
Gambar 2.2 Tahapan Evaluasi Berbagai Alternatif Keputusan pembelian
Sumber : Usi Usmara (2008, p126)
2.3.1 Jenis Perilaku Pembelian
Pengambilan keputusan konsumen berbeda – beda, tergantung
pada
jenis
keputusan
pembelian.
Kotler
(2005,
p221-p222)
mengungkapkan bahwa Henry Assael terlibatan pembelian dan tingkat
perbedaan antar merek.
o Perilaku pembelian yang rumit
Pembelian perilaku yang rumit terdiri dari proses tiga langkah.
Pertama, pembelian mengembangkan keyakinan tentang produk
tertentu. Kedua, ia membangun sikap tentang produk tersebut. Ketiga,
ia membuat pilihan pembelian yang cermat. Konsumen terlibat dalam
perilaku pembelian yang rumit bila mereka sangat terlibat dalam
pembelian dan sadar akan adanya perbedaan besar antar merek.
Pembelian yang rumit itu lazim terjadi bila produknya mahal, jarang
dibeli, beresiko, dan mengekspresikan diri. Pemasaran produk dengan
keterlibatan tinggi harus memahammi pengumpulan informasi dan
evaluasi perilaku konsumen. Pemasar perlu menyusun strategi yang
dapat membentuk pembeli mempelajari atribut – atribut produk dan
tingkat kepentingan relatif atribut tersebut, serta dapat menarik
perhatian konsumen terhadap reputasi merek perusahaan tersebut
dalam memberikan atribut – atribut yang lebih penting.
•
Perilaku pembelian pengurangan ketidaknyamanan
Kadang – kadang konsumen sangat terlibat dalam pembelian
namun melihat sedikit perbedaan antar merek. Keterlibatan
yang tinggi didasari oleh fakta bahwa pembelian tersebut
mahal, jarang dilakukan, dan beresiko. Dalam kasus itu,
pembeli akan berbelanja dengan berkeliling untuk mempelajari
merek yang tersedia. Jika konsumen menemukan perbedaan
kecil, dia mungkin akan membeli semata – mata berdasarkan
harga dan kenyamanan.
•
Perilaku pembelian karena kebiasaan
Banyak produk dibeli pada kondisi rendahnya keterlibatan
konsumen dan tidak adanya perbedaan antar merek yang
signitifkan. Para konsumen memiliki sedikit keterlibatan pada
jenis produk itu. Mereka pergi ketoko dan mengambil merek
tertentu. Jika mereka tetap mengambil merek yang sama, hal itu
karena kebiasaan bukan karena kesetiaan yang kuat terhadap
merek. Perilaku konsumen dalam kasus produk dengan
keterlibatan rendah tidak melalui urutan umum keyakinan,
sikap, dan perilaku. Konsumen tidak secara luas mencari
informasi tentang merek, mengevaluasi karakteristik merek,
dan memutuskan merek apa yang akan dibeli. Melainkan,
konsumen menjadi penerima informasi pasif melalui menonton
televisi atau melihat iklan di media cetak. Pengulangan iklan
menciptakan keakraban merek, bukan keyakinan merek.
•
Perilaku pembelian yang mencari variasi
Beberapa situasi pembelian ditandai keterlibatan konsumen
yang rendah tetapi perbedaan anta merek signifikan. Dalam
situasi itu, konsumen sering melakukan peralihan merek.
Peralihan merek terjadi karena mencari variasi dan bukannya
karena ketidakpuasan.
Tabel : 2.1 Empat Jenis Perilaku Pembelian
Katagori
Perbedaan
Antar Merek
Perbedaan
Atar Merek
Keterlibatan tinggi
Besar Perilaku
pembelian Perilaku
yang rumit
Rendah Perilaku
yang
pembelian
yang mencari variasi
pembelian Perilaku
pembelian
mengurangi yang rutin / biasa
ketidaknyamanan
Sumber : Kotler (2005, p221)
Keterlibatan rendah
2.3.2 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Lima tahap keputusan pembelian menurut Kotler dan keller
(2007, p235), yaitu :
1. Pengenalan masalah (problem opportunity recognition)
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau
kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan
internal dan eksternal. Dalam kasus pertama, salah satu kebutuhan
umum seseorang dapat dipicu oleh rangsangan internal ketika salah
satu kebutuhan normal seseorang mencapai ambang batas tertentu dan
mulai menjadi pendorong, misalnya rasa lapar dan haus. Dalam kasus
kedua, kebutuhan ditimbulkan oleh rangsangan eksternal. Misalnya
seseorang menonton iklan televisi tentang liburan di Hawai yang
memicu
pemikiran
tentang
kemungkinan
melakukan
sesuatu
pembelian. Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu
kebutuhan tertentu, dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah
konsumen. Mereka kemudian dapat menyusun strategi pemasaran yang
mampu
memicu
minat
konsumen.
Motivasi
konsumen
perlu
ditingkatkan sehingga pembeli potensial memberikan pertimbangan
yang serius.
2. Pencarian informasi (information research)
Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk
mencari informasi yang lebih banyak. Situasi pencarian informasi yang
lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level penguatan
perhatian, orang hanya sekedar lebih peka terhadap informasi produk.
Pada level selanjutnya, orang itu mungkin mulai aktif mencari
informasi, misalnya dengan mencari bahan bacaan, menelepon teman,
dan mengunjungi toko untuk mepelajari produk tertentu.
3. Evaluasi alternatif (evaluation alternative)
Orang pemasaran perlu untuk mengetahui tentang evaluasi berbagai
alternatif yaitu bagaimana memproses informasi untuk mencapai
pilihan merek. Konsumen tidak menggunakan satu proses evaluasi
yang sederhana dalam semuaa situasi pembeli. Sebaliknya, beberapa
proses evaluasi digunakan sekaligus. Konsep dasar tertentu membantu
menjelaskan proses evaluasi konsumen. Pertama, kita berasumsi
bahwa setiap konsumen melihat suatu produk sebagai satu paket
atribut
produk.
Kedua,
konsumen
akan
memberikan
tingkat
kepentingan yang berbeda pada atribut – atribut yang berbeda menurut
kebutuhan dan keinginannya yang unik. Ketiga, konsumen mungkin
akan mengembangkan satu susunan keyakinan merek mengenai posisi
setiap merek pada setiap atribut. Keempat, harapan kepuansan produk
total konsumen akan bervariasi terhadap tingkat – tingkat atribut yang
berbeda. Kelima, konsumen mencapai suati sikap terhadap merek
berbeda lewa prosedur evaluasi. Konsumen didapati menggunakan
satu atau lebih dari beberapa prosedur evaluasi, tergantung pada
konsumen dan keputusan pembeliannya. Bagaimana konsumen
mengevaluasi alternatif pembelian tergantung pada konsumen individu
dan situasi pembelian tertentu. Kadang – kadang konsumen sangat
cermat dalam mempertimbangkan pembelian suatu produk tetapi ada
kalanya mereka hanya mengevaluasi sedikit bahkan hanya berdasarkan
dorongan sesaat tergantung pada intuisi. Kadang konsumen mengambil
keputusan sendiri, kadangkala mereka bertanya kepada orang lain,
misalnya saudara, teman, dan penjual. Orang pemasaran harus
mempelajari
pembeli
untuk
mengetahui
bagaimana
mereka
mengevaluasi alternatif merek. Jika mereka tahu bahwa proses evaluasi
sedang berjalan, orang pemasaran dapat mengambil langkah – langkah
untuk mempengaruhi keputusan pembeli.
4. Keputusan pembeli (perchase decision)
Keputusan pembelian merupakan saat dimana konsumen memutuskan
untuk membeli atau tidak produk yang bersangkutan dan membuat
keputusan pemesanan yang berhubungan dengan pembeli. Selain itu
keputusan pembeli dapat diartikan juga sebagai tingkatan dari proses
keputusan
pembeli
dimana
konsumen
sebenarnya
melakukan
pembelian. Pemilihan ini dilalukan atas dasar hassil evaluasi ditahap
sebelumnya. Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk
preferensi atas merek – merek yang ada didalam kumpulan pilihan.
Konsumen juda dapat membentuk niat untuk membeli merek yang
paling disukai.
5. Perilaku pasca pembelian (post – purchase evaluation)
Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidaksesuaian
karena meperhatikan fitur – fitur tertentu yang mengganggu atau
mendengar hal – hal yang menyenangkan tentang merek lain, dan akan
selalu siaga
terhadap informasi yang mendukung keputusan.
Komunikasi pemasaran harus memasok keyakinan dan evaluasi yang
mengukuhkan pilihan konsumen dan membantu dia merasa nyaman
dengan merek.
2.4
Lokasi
Menentukan lokasi tempat untuk setiap bisnis merupakan suatu
tugas penting
bagi
pemasar,
karena
keputusan
yang
salah
dapat
mengakibatkan kegagalan sebelum bisnis dimulai. Memilih lokasi berdagang
merupakan keputusan penting untuk bisnis yang harus membujuk pelanggan
untuk datang ke tempat bisnis dalam pemenuhan kebutuhannya.
Pemilihan lokasi mempunyai fungsi yang strategis karena dapat ikut
menentukan tercapainya tujuan badan usaha. Lokasi lebih tegas berarti tempat
secara fisik (Sriyadi,2002:60). Lokasi adalah letak atau toko pengecer pada
daerah yang strategis sehingga dapat memaksimumkan laba (Basu Swasta dan
Irawan,2003:339).
Sedangkan menurut Lupiyoadi (2001:61-62) mendefinisikan lokasi
adalah tempat di mana perusahaan harus bermarkas melakukan operasi. Dalam
hal ini ada tiga jenis interaksi yang mempengaruhi lokasi, yaitu:
1. Konsumen mendatangi pemberi jasa (perusahaan), apabila
keadaannya seperti ini maka lokasi menjadi sangat penting. Perusahaan
sebaiknya memilih tempat dekat dengan konsumen sehingga mudah
dijangkau dengan kata lain harus strategis;
2. Pemberi jasa mendatangi konsumen, dalam hal ini lokasi tidak
terlalu penting tetapi yang harus diperhatikan adalah penyampaian jasa
harus tetap berkualitas;
3. Pemberi jasa dan konsumen tidak bertemu langsung, berarti service
provider dan konsumen berinteraksi melalui sarana tertentu seperti
telepon, komputer, dan surat.
Pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam menentukan lokasi
menurut Tjiptono (2000:41-42) meliputi faktor-faktor:
1. Akses, misalnya lokasi yang mudah dilalui atau mudah dijangkau sarana
transportasi umum
2. Visibilitas, misalnya lokasi dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan
3. Tempat parkir yang luas dan aman
4.Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha
dikemudian hari
5.Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan.
Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
daerah pembelanjaan adalah luas daerah perdagangan, dapat dicapainya
dengan mudah, potensi pertumbuhannya, lokasi toko-toko saingan. Sedangkan
keputusan tentang lokasi toko di dalam pusat pembelanjaan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang lebih spesifik seperti biaya dan lamanya sewa,
pelayanan yang diberikan oleh pengusaha pusat pembelanjaan, luas ruangan
beserta layoutnya, arus pengunjung, jarak dari tempat parkir (Swasta dan
Irawan,2003:339).
Menurut Mc Carthy, yang dimaksud dengan lokasi meliputi saluran
distribusi,
jangkauan,
lokasi
penjualan,
pengangkutan,
persediaan,
pergudangan (Swasta dan Handoko, 2000:125).
2.5
Kualitas
Banyak kriteria atau ukuran kualitas yang bervariasi dan cenderung
terus dapat berubah sepanjang waktu, maka tidaklah mudah untuk
mendefinisikan kualitas secara tepat. Namun demikian para ahli berpendapat,
seperti Gaspersz 1997 (dalam Leksono, 2009) yang mengatakan bahwa
kualitas secara konvensional menggambarkan kharakteristik langsung dari
suatu produk seperti performance, kehandalan, mudah dalam penggunaan, dan
estetika. Sedangkan definisi kualitas secara strategic adalah sesuatu yang
mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan.
Goets dan davist (1994) dalam Tjiptono (2004) merumuskan bahwa
kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Konsep kualitas itu sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan
suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas
desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi
produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh
suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang
telah ditetapkan (Tjiptono, 2004).
Kotler (2002) berpendapat bahwa kualitas pelayanan harus dimulai
dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Ini berarti
bahwa kualitas yang baik bukan dilihat dari penyedia jasa, melainkan berdasar
pada persepsi pelanggan. Dari pengertian tersebut, tampak bahwa kualitas
selalu berfokus pada pelanggan. Dengan demikian
produk atau jasa yang didesain, diproduksi dan ditawarkan serta pelayanan
yang diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Tjiptono (2004) mengatakan ada lima macam perspektif kualitas
yang berkembang. Kelima macam perspektif inilah yang bisa menjelaskan
mengapa kualitas bisa diartikan secara beranekaragam oleh orang yang berbeda
dalam situasi yang berlainan. Adapun kelima macam perspektif
kualitas tersebut meliputi:
1. Transcendental approach
Dalam pendekatan ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence, dimana
kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan
dioperasionalisasikan. Dengan demikian fungsi perencanaan, produksi, dan
pelayanan suatu perusahaan sulit sekali menggunakan definisi seperti ini
sebagai dasar manajemen kualitas.
2. Product-based approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau
atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas
mencerminkan perbedaan dalam jumlah dan beberapa unsur atau atribut yang
dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat
menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
3. User-based approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada
orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan
preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang
berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini
juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan
keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama
dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.
4. Manufacturing-based approach
Perspektif
ini
bersifat
praktikpraktikperekayasaan
supply-based
dan
dan
terutama
pemanufakturan,
serta
memperhatikan
mendefinisikan
kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan (conformance to
requirement). Dalam sector jasa dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat
operationsdriven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang
dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan
peningkatan produktifitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan
kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen
yang menggunakannya.
5. Value-based approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan
mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan
sebagai “affordable-excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif,
sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk
yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa
yang paling tepat dibeli (best-buy). Tjiptono (2004) menambahkan bahwa
kualitas yang superior dapat memberikan manfaat antara lain berupa:
1. loyalitas pelanggan yang lebih besar
2. pangsa pasar yang lebih besar
3. harga saham yang lebih tinggi
4. harga jual yang lebih tinggi
5. produktifitas yang lebih besar
Jadi perusahaan yang menawarkan barang atau jasa berkualitas superior
akan dapat mengalahkan pesaingnya yang menghasilkan kualitas inferior.
yang diperoleh oleh seseorang sebelum mengalami penurunan kualitas. Secara
ekonomis, ketahanan diartikan sebagai usia ekonomis suatu produk dilihat
melalui jumlah kegunaan yang diperoleh sebelum terjadi kerusakan dan
keputusan untuk mengganti produk.
6. Kemampuan pelayanan (Serviceability)
Kemampuan pelayanan bisa juga disebut dengan kecepatan, kompetensi,
kegunaan, dan kemudahan produk untuk diperbaiki. Dimensi ini menunjukkan
bahwa konsumen tidak hanya memperhatikan adanya penurunan kualitas
produk tetapi juga waktu sebelum produk disimpan, penjadwalan pelayanan,
proses komunikasi dengan staff, frekuensi pelayanan perbaikan akan
kerusakan produk dan pelayanan lainnya. Variabel-variabel tersebut dapat
merefleksikan adanya perbedaan standar perorangan mengenai pelayanan
yang diterima. Dimana kemampuan pelayanan suatu produk tersebut
menghasilkan kesimpulan akan kualitas produk yang dinilai secara subjektif
oleh konsumen.
7. Estetika (Aesthetics)
Merupakan dimensi pengukuran yang paling subjektif. Estetika suatu produk
dilihat melalui bagaimana suatu produk terdengar oleh konsumen, bagaimana
tampak luar suatu produk, rasa, maupun bau. Jadi estetika jelas merupakan
penilaian dan refleksi yang dirasakan oleh konsumen.
8. Kualitas yang dipersepsikan (Perceive quality)
Konsumen tidak selalu memiliki informasi yang lengkap mengenai atributatribut produk dan jasa. Namun demikian, biasanya konsumen memiliki
informasi tentang produk secara tidak langsung, misalnya melalui merek,
nama dan negara produsen. Ketahanan produk misalnya, dapat menjadi sangat
kritis dalam pengukuran kualitas produk.
2.6
Merek ( Brand )
Merek merupakan nama, istilah, simbol, desain, atau gabungan
keempatnya,
yang
mengidentifikasikan
produk
para
penjual
dan
membedakannya dari produk pesaing (Lamb dkk, 2001:421). Merek adalah
rancangan
atau
kombinasi
dari
semua
yang
dimaksudkan
untuk
mengidentifikasi produk atau jasa dari satu atau kelompok penjual dan
membedakannya dari poduk pesaing(Kotler & Amstrong, 2001:357). Kotler
dan Amstrong (2004) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek pembeda
positif dari respon konsumen atas suatu barang dan jasa sebagai akibat dari
pengetahuan konsumen atas nama merek dari barang dan jasa tersebut.
Merek (Brand) adalah segala sesuatu yang mengidentifikasikan barang
atau jasa penjual dan membedakannya dari barang dan jasa lainnya. Merek
dapat berupa sebuah kata, huruf, sekelompok kata, simbol, desain, atau
beberapa kombinasi diatas (Simamora, 2000 : 540).
Menurut UU Merek No.15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1 di dalam
(Tciptono, 2005:2), Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa. Menurut Leslie de Chernatony (Tciptono, 2005 :
8), mengatakan bahwa setidaknya ada 14 interprestasi terhadap merek, yang
dikelompokkan menjadi 3 kategori : interprestasi berbasis input (branding
dipandang sebagai cara para manajer mengalokasikan sumber dayanya dalam
rangka meyakinkan konsumen), interprestasi berbasis output (interprestasi dan
pertimbangan konsumen terhadap kemampuan merek member ikan nilai
tambah bagi mereka), dan interpestasi berbasis waktu (menekankan branding
sebagai yang berlangsung terus-menerus). Ketiga kategori ini kemudian
dijabarkan
menjadi
14
macam
logo,instrumen hukum, perusahaan
interprestasi,
yakni
merek
sebagai
shorthand, risk reducer, positioning,
kepribadian, serangkaian nilai, visi, penambah nilai, identitas, citra, relasi, dan
evoving entity.
Menurut Durianto (2001 : 69), asosiasi merek adalah segala kesan yang
muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu
merek. Kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin
banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau
dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi
komunikasinya, ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan
dari kaitan-kaitan lain. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan
menimbulkan suatu rangkaian yang disebut Brand Image. Semakin banyak
asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat Brand Image yang
dimilikinya. Menurut Aaker dalam Simamora (2002 :31).
Ada 6 Level Pengertian merek menurut Nasution dkk (2006 : 119) :
1. Atribut : seperti Mercedes memberikan kesan sebagai mobil mahal,
dirancang dan dibuat dengan baik, tahan lama, bergengsi tinggi.
2. Manfaat : “tahan lama” diartikan sebagai manfaat fungsional, sementara
“mahal” sebagai manfaat bergengsi.
3. Nilai, kinerja, keamanan, gengsi, dan lain-lain.
4. Budaya, mewakili suatu budaya tertentu yang terorganisir, efisien,
bermutu tinggi.
5. Kepribadian, mencerminkan kepribadian tertentu dari pengguna merek.
6. Pemakai, menunjukkan siapa pemakai merek tersebut.
Merek membedakan produk barang atau jasa sebuah perusahaan dari
produk saingannya. Merek dapat membuat pembeli yakin akan memperoleh
kualitas barang/jasa yang sama jika mereka membeli ulang. Bagi penjual,
merek merupakan suatu yang bisa diiklankan dan akan dikenali konsumen bila
sedang diletakkan di etalase toko. Selain itu, merek juga menolong penjual
mengendalikan pasar mereka karena pembeli tidak mau dibingungkan oleh
produk barang/jasa yang satu dengan produk barang/jasa yang lain.
Pada suatu perusahaan membangun merek yang kuat tidak berbeda
dengan membangun sebuah rumah, untuk memperoleh bangunan yang kokoh,
kita memerlukan fondasi yang kuat.Begitu juga dengan membangun dan
mengembangkan merek (Rangkuti, 2004 : 5).
Cara membangun merek diantaranya adalah :
a. Memiliki Positioning yang tepat
Menempatkan semua aspek secara konsisten sehingga selalu menjadi
nomor satu dibenak pelanggan.
b. Memiliki brand value yang tepat
Brand value merupakan nili-nilai yang terdapat dalam merek.
c. Memiliki konsep yang tepat
Konsep yang baik adalah dapat mengkomuniksikan semua elemenelemen brand value dan positioning yang tepat, sehingga Brand
Image dapat terus-menerus ditingkatkan.
2.7
Harga
Menurut Usi Umara dibukunya yang berjudul “Pemikiran Kreatif
Pemasaran” (2008, p96) harga merupakan keseimbangan antara penjual dan
pembeli sehingga memungkinkan transaksi dapat berjalan. Penjual bisa
memberikan harga yang lebih rendah jika dibebaskan dari persyaratan –
persyaratan yang berat. Pembeli sebaliknya mau membayar dengan harga
yang lebih tinggi jika diberikan sesuatu produk yang mempunyai karakteristik
yang unik dan berbeda dari produk lainnya.
Menurut Kotler dan Amstrong (2001, p439) harga adalah sejumlah
uang yang di bebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang
ditukar konsumen atas manfaat – manfaat karena memiliki atau menggunakan
produk atau jasa tersebut.
Harga adalah satu – satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan
pendapatan atau volume penjualan, semua elemen lainnya hannya mewakili
harga. Harga juga merupakan salah satu elemen yang paling fleksibel dari
bauran pemasaran. Tidak seperti sifat – sifat produk dan komitmen jalur
distribusi, harga dapat berubah dengan cepat. Pada saat yang sama, penetapan
harga dan persaingan harga adalah masalah utama yang dihadapi banyak
eksekutif pemasaran. Banyak perusahaan yang tidak menangani harga dengan
baik. Kesalahan – kesalahan yang biasa terjadi diantara penetapan harga
terlalu berorientasi pada biaya, harga tidak cukup di revisi untuk
merefleksikan perubahan pasar, penetapan harga yang tidak memperhitungkan
elemen bauran pemasaran lainnya, dan harga yang tidak bervariasi untuk
produk – produk, segmen pasar, dan tujuan pembelian yang berbeda.
Harga mempunyai peranan penting dalam keberhasilan pemasaran
suatu produk dan kelangsungan hidup suatu perusahaan. Peranan harga dalam
keberhasilan suatu produk dan kelangsungan hidup perusahaan berdasarkan
pendapat Sutojo (2001, p64-69) adalah sebagai berikut :
1. Harga adalah salah satu faktor penentu jumlah permintaan produk di pasar.
Dalam kehidupan sehari – hari permintaan produk dapat bersifat elastis
atau tidak elastis terhadap perubahan harga. Permintaan dapat dikatakan
elastis terhadap harga apabila permintaan berubah setiap kali harga turun
atau naik. Sedangkan harga dikatakan tidak elastis apabila permintaan
tidak atau tidak banyak berubah karena perubahan harga. Termasuk dalam
katagori produk yang elastis terhaap perubahan harga adalah barang atau
jasa yang di pergunakan untuk memenuhi kebutuhan skunder, misalnya
barang atau jasa rekreasi atau barang atau jasa kebuhuhan rumah tangga.
Oleh karena sifat kebutuhan akan barang atau jasa tersebut tidak mendesak
apabila terjadi kenaikan harga maka banyak konsumen akan menunda,
mengurangi jumlah atau menghentikan pemakaian.
2. Harga menentukan jumlah hasil penjualan dan keuntungan. Hasil penjalan
produk yang di terima perusahaan setiap masa tertentu sama dengan
jumlah satuan yang terjual kali harga persatuan produk. Sedangkan
keuntungan yang diperoleh setiap masa tertentu sama dengan hasil
penjualan dikurangi jumlah biaya yang ditanggung perusahaan dalam
masa yang sama.
3. Harga dalam strategi harga mempengaruhi keberhasilan distribusi produk.
Harga per satuan produk, struktur potongan harga dan syarat pembayaran
mempunyai
peranan
penting
terhadap
kesediaan
distributor
mendistribusikan produk. Dimana harga tersebut harus kompetif dalam arti
tidak terlalu besar bedanya dengan harga produk saingan yang setaraf.
Apabila perbandingan harga tersebut terlalu besar maka kelancaran
penjualan produk yang bersangkutan dapat terhambat. Akibatnya resiko
yang ditanggung distributor menjadi lebih besar dibandingkan dengan
apabila mereka mendistribusikan produk lain yang lebih laku. Hal itu
dapat menimbulakan keseganan distributor mendistribusikan produk yang
bersangkutan, apalagi jika syarat penjualan adalah kridit penjualan.
4. Harga dapat mempengaruhi segmen pasar yang dapat ditembus
perusahaan. Melebarkan sayap pemasaran produk dengan memasuki
segmen pasar yang lain yang belum digarap sebelumnya dapat menambah
jumlah keuntungan. Salah satu segmen pasar dibanyak Negara yang
dipergunakan sebagai sasaran melebarkan jangkauan pemasaran produk
adalah segmen pasar tingkat bawah.
2.7.1
Strategi Penyesuaian Harga
Perusahaan biasanyamenyesuaikan harga dasar mereka untuk
memperhitungkan perbedaan dan perubahan situasi. Menurut Kotler
dan Amstrong (2001, p486) strategi penyesuaian harga dikelompokan
menjadi 6 strategi yaitu penetapan harga psikologis, penetapan harga
promosi,
penetapan
harga
geografis,
dan
penetapan
internasional.
Table 2.2 Strategi Penyesuaian Harga
Strategi
Penjelasan
harga
Penetapan
harga
diskon
pengurangan harga
dan Mengurangi harga untuk memberikan
penghargaan kepada pelanggan yang
memberikan
membayar
tanggapan
lebih
seperti
awal
atau
mempromosikan produk.
Penetapan harga tersegmentasi
Menyesuaikan harga untuk membuat
pmbedaan diantara pelanggan, produk,
ataupun lokasi.
Penetapan harga psikologis
Menyesuaikan
harga
untuk
mempengaruhi secara psikologis.
Penetapan harga promosi
Sewaktu – waktu mengurangi harga
untuk meningkatkan penjualan dalam
jangka pendek.
Penetapan harga geografis
Menyesuaikan
harga
untuk
memperhitungkan
lokasi
geografis
pelanggan.
Penetapan harga internasional
Menyesuaikan
harga
untuk
pasar
internasional.
Sumber : Kotler dan Armstrong (2001, p486)
2.7.2 Hubungan Harga dengan Kualitas Produk
Menurut Lichtenstain, Ridgway dan netemeyer yang di kutip
oleh usmara (2008, p91) bagi sebagian konsumen, isyarat harga
barangkali dirasakan dalam peran positif karena kesimpulan bahwa
tingkat isyarat harga berjaitan secara positif dengan tingkat kualitas
produk. Pada tingkat dimana konsumen merasakan harga dalam cara
ini, mereka memandang harga yang lebih tinggi dengan lebih baik
karena persepsi peningkatan dalam kualitas produk untuk pengeluaran
uang tambahan, pada kenyataannya, karena konsumen yang merasakan
harga dalam cara inisebenarnya lebih senang membayar dengan harga
lebih tinggi, prilaku mereka telah dirujuk sebagai “mencari harga”
Telah diketahui bahwa ada kecenderungan pada pelanggan
prospektif untuk menggunakan harga produk sebagai indicator
kualitas. Perlu diperhatikan bahwa menetapkan harga secara tepat amat
penting, dalam kondisi dimana ada cukup alas an untuk mengharapkan
kualitas produk yang berbeda dan satu pemasok ke pemasok lainnya,
dan dimana ada resiko personal yang cukup tinggi jika membeli
produk dengan kualitas yang lebih rendah. Pendek kata, sebuah harga
dapat membangun kepercayaan, dan harga merupakan sebuah
petunjuk.
2.8
Service ( Jasa / Pelayanan )
Pengertian jasa (service) menurut Kotler (2000:428) adalah “ A service
is anyact of performance that are party can offer to another that essentially
intangible anddoes not result in the ownership of anything. It’s production
may or may not tied to physical product”. Bahwa jasa adalah suatu
penampilan atau kinerja yang ditawarkan oleh suatu pihak terhadap berwujud
atau tidak berwujud yang menyebabkan perpindahan kepemilikan. Produk
pada suatu produk jasa terikat atau tidak terikat pada suatu produk fisik.
Pengertian jasa menurut Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner dalam
Buchari Alma (2004:243) menyebutkan bahwa, ”Jasa adalah suatu kegiatan
ekonomis yang outputnya bukan produk, dikonsumsi bersamaan dengan waktu
produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai,
dan sebagainya) bersifat tidak berwujud”. Menurut Kotler (2000:429), jasa
memiliki empat ciri utama jasa sangat mempengaruhi rancangan program
pemasaran jasa, yaitu :
1. Tidak berwujud ( Intangible )
Jasa tidak berwujud, tidak seperti produk fisik, jasa tidak dlihat, dirasa,
diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli.
2. Tidak terpisahkan ( Inseparability)
Umumnya jasa dihasikan dan dikonsumsi secara bersamaan. Tidak seperti
barang yang diproduksi, disimpan, dalam persediaan, didistribusikan lewat
berbagai penjualan, dan kemudian baru dikonsumsi.
3. Bervariasi ( VariabIlity)
Jasa tergantung pada siapa yang menyediakan serta kapan dan dimana jasa
itu dilakukan.
4. Mudah lenyap ( Perishability)
Jasa tidak dapat disimpan, Berdasarkan pengertian jasa sebagaimana
dijelaskan di atas, maka secara harfiah jasa dapat diartikan suatu kegiatan
yang bukan suatu produk atau tidak berwujud dan jasa yang dihasilkan dan
dikonsumsi bersamaan dan dapat memberikan nilai tambah seperti hiburan
atau sesuatu yang dapat dirasakan secara langsung. Dalam bidang pariwisata
supaya dapat bertahan dalam menghadapi pesaing maka perusahaan
memerlukan pemasaran jasa yang luas. Istilah pemasaran (marketing)
didefinisikan dengan beragam oleh para ahli.
Terdapat tiga unsur penting dalam pemasaran jasa menurut Margasa dalam
Fandy Tjiptono (2000:44) sebagai berikut:
1. Pemasaran Internal (Internal Marketing)
Hubungan kerjasama terjalin antara karyawan (employee) dengan pihak
perusahaan (corporate) atau pemegang saham (stakeholder). Dalam hal ini
kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan adalah melatih dan memotivasi
karyawannya agar dapat melayani konsumen dengan baik. Manajemen juga
memberikan penghargaan dan pengakuan yang sepadan dan manusiawi.
Aspek ini memberikan motivasi, moral kerja,rasa bangga, loyalitas dan
kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
2. Pemasaran eksternal (External Marketing)
Hubungan kerjasama terjalin antara perusahaan (corporate) dengan pelanggan
(customer). Kegiatan ini meliputi penetapan harga,mendistribusikan dan
menyampaikan jasa kepada konsumen. Bila ini dapat dilakukan dengan baik,
maka pelanggan akan terikat dengan perusahaan, sehingga laba jangka
panjang dapat terjamin. Agar dapat menetapkan bauran pemasaran jasa, maka
diperlukan konsep pemasaran jasa (Service Marketing Concept) untuk
mengetahui keinginan konsumen dan keuntungan dari jasa yang ditawarkan.
3. Pemasaran interaktif (Interactive Marketing)
Hubungan kerjasama terjalin antara karyawan (employee), perusahaan
(corporate), dan pelanggan (customer). Pemasaran interaktif merupakan
kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh karyawan untuk memenuhi janji
kepada pelanggan dalam bentuk interaktif.
2.9
Pemasaran
Menurut Kotler dan Amstrong ( 2001, p7 ) pemasaran adalah suatu
proses social dan manajerial yang membuat induvidu dan kelompok
memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan
pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain.
2.9.1 Bauran Pemasaran
Menurut Nicolino ( 2007, p52) bauran pemasaran adalah
sebuah istilah berkenaan dengan komponen dasar tentang bagaimana
sebuah entitas akan di pasarkan. Ini untuk mengingatkan bahwa hal
tersebut membutuhkan aktivitas gabungan untuk membuat entitas ini
“hidup” dipasar. Ada 5P didalam bauran pemasaran yaitu product,
price, plece, promotion, dan person.
Menurut Kotler dan Amstrong ( 2001, p71 ) bauran pemasaran
adalah seperangkat alat pemasaran teknis (produk, harga, promosi,
distribusi) yang
dipadukan
untuk menghasilkan
respon
yang
diinginkan pasar sasaran.
Bauran pemasaran terdiri atas segala sesuatu produknya.
Bauran pemasaran dikelompokan menjadi 4P, yaitu product, price,
place, promotion (produk, harga, distribusi, promosi).
a. Produk
Kombinasi barang dan jasa yang di tawarkan olehperusahaan kepada
pasar sasaran.
b. Harga
Sejumlah uang yang harus di bayarkan oleh pelanggan untuk
memperoleh produk.
c. Distribusi
Aktivitas
perusahaan
agar
produk
mudah
didapat
konsumen
sasarannya.
d. Promosi
Aktivitas mengomunikasikan keunggulan produk serta membujuk
pelanggan sasaran untuk membeli produk kita.
Dengan melihat penjelasan mengenai bauran pemasaran diatas,
dapat disimpulkan bahwa program pemasaranyang efektif harus
memadukan seluruh elemen pemasaran ke dalam suatu program
koordinasi yang dirancang untuk meraih tujuan pemasaran perusahaan
dengan mempersembahkan nilai kepada konsumen.
2.10
Kerangka Pikiran
Market
Demand
Coffee Shop
Faktor yang
mempengaruhi:
- Price ( Harga )
- Brand ( Merek )
- Service ( Pelayanan )
- Facility ( Fasilitas )
- Locatoin ( lokasi )
Keputusan Pembelian
Gambar 2.3 Kerangka Pemikir
Industri
Download