BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Payudara Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit yang terletak pada iga dua sampai iga enam, dari pinggir lateral sternum sampai linea aksilaris media. Kelenjar ini dimiliki oleh pria dan wanita. Namun, pada masa pubertas, payudara wanita lambat laun akan membesar hingga membentuk setengah lingkaran, sedangkan pada pria tidak. Pembesaran ini terutama terjadi akibat penimbunan lemak dan dipengaruhi oleh hormon-hormon ovarium (Snell, 2006). Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus dari jaringan kelenjar. Jumlah lobus tidak berhubungan dengan ukuran payudara. Setiap lobus terbuat dari ribuan kelenjar kecil yang disebut alveoli atau acini. Kelenjar ini bersamasama membentuk sejumlah gumpalan, mirip buah anggur yang merambat. Alveoli (alveolus dan acinus singular) menghasilkan susu dan substansi lainnya selama masa menyusui (Snell, 2006). Sumber:http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/breast/Patient/page1 Gambar 2.1 Anatomi Payudara Normal 4 Universitas Sumatera Utara 5 2.2. Sistem Limfatik Payudara Sistem limfatik payudara penting untuk dipahami karena ini merupakan jalan suatu proses kanker payudara dapat menyebar (metastasis). Sistem ini memiliki beberapa bagian (American Cancer Society, 2013). Kelenjar getah bening (KGB) berukuran kecil, merupakan kumpulan selsel sistem imun yang berbentuk kacang (bean-shaped) yang dihubungkan oleh pembuluh-pembuluh limfatik. Pembuluh-pembuluh limfatik mirip vena-vena berukuran kecil, kecuali yang membawa cairan jernih menjauh dari payudara yang dinamakan limfa (lymph). Limfa mengandung cairan jaringan dan produk-produk sisa, juga sel-sel sistem imun. Sel-sel kanker payudara dapat memasuki pembuluh-pembuluh limfatik dan mulai bertumbuh di dalam KGB (American Cancer Society, 2013). Kebanyakan pembuluh-pembuluh limfatik pada payudara berhubungan ke KGB di bawah lengan (KGB daerah ketiak). Beberapa pembuluh-pembuluh limfatik berhubungan ke KGB di dalam dada dan ke salah satu KGB supraclavicula atau infraclavicula (American Cancer Society, 2013). Jika sel-sel kanker telah menyebar ke KGB, ada kemungkinan besar bahwa sel-sel itu mungkin telah terbawa ke aliran darah dan menyebar (metastasis) ke tempat-tempat lain di tubuh. Semakin banyak KGB yang mengandung sel kanker, akan semakin mungkin sel kanker itu ditemukan di organ-organ lain. Maka, penemuan proses kanker pada satu atau lebih KGB sering mempengaruhi rencana terapi yang akan diberikan. Akan tetapi, tidak semua perempuan dengan sel-sel kanker pada KGB akan mengalami metastasis, dan beberapa perempuan mungkin tidak memiliki sel-sel kanker pada KGB, tetapi ditemukan metastasis (American Cancer Society, 2013). Universitas Sumatera Utara 6 Gambar 2.2 Sistem Limfatik Payudara 2.3. Kanker Payudara 2.3.1. Defenisi Kanker Payudara Kanker payudara adalah sekelompok sel yang tidak normal pada payudara yang terus tumbuh berlipat ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk benjolan di payudara. Kanker payudara merupakan salah satu bentuk pertumbuhan sel pada payudara. Dalam tubuh terdapat berjuta-juta sel. Salah satunya, sel abnormal atau sel metaplasia, yaitu sel yang dapat berubah-ubah tetapi masih dalam batas normal. Akan tetapi, jika sel metaplasia ini dipengaruhi faktor lain maka akan menjadi sel displasia. Yaitu sel yang berubah menjadi tidak normal dan terbatas dalam lapisan epitel (lapisan yang menutupi permukaan yang terbuka dan membentuk kelenjar-kelenjar). Dimana pada suatu saat sel-sel ini akan berkembang menjadi kanker karena berbagai faktor yang mempengaruhi dalam kurun waktu 10-15 tahun (Kasdu.D, 2005). 2.3.2. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Payudara Etiologi dan penyakit kanker payudara belum dapat dijelaskan. Namun, banyak penelitian yang menunjukkan adanya beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko atau kemungkinan untuk terjadinya kanker payudara. Faktor-faktor resiko tersebut adalah : Universitas Sumatera Utara 7 a. Jenis kelamin Berdasarkan penelitian, wanita lebih berisiko menderita kanker payudara dari pada pria. Prevalensi kanker payudara pada pria hanya 1% dari seluruh kanker payudara. b. Faktor usia Risiko kanker payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia. Setiap sepuluh tahun, risiko kanker meningkat dua kali lipat. Kejadian puncak kanker payudara terjadi pada usia 40-50 tahun . c. Riwayat keluarga Adanya riwayat kanker payudara dalam keluarga merupakan faktor risiko terjadinya kanker payudara. Pada kanker payudara, telah diketahui beberapa gen yang dikenali mempunyai kecenderungan untuk kejadian kanker payudara yaitu gen BRCA1, BRCA2 dan juga pemeriksaan histopatologi faktor proliferasi “p53 germline mutation”. BRCA1 dan BRCA2 pada sel yang normal, gen ini membantu untuk mencegah terjadinya kanker dengan jalan menghasilkan protein yang dapat mencegah pertumbuhan abnormal. Wanita dengan mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2, mempunyai peluang 80% untuk berkembang menjadi sel kanker payudara dan mempunyai peluang yang sama untuk terjadinya kanker ovarium. d. Riwayat adanya tumor jinak payudara sebelumnya Beberapa tumor jinak pada payudara dapat bermutasi menjadi ganas, seperti atipikal duktal hyperplasia. e. Faktor hormonal dan reproduksi Menarche atau menstruasi pertama pada usia relatif muda (<12 tahun). Dikarenakan terlalu cepat mendapat paparan dari estrogen. Di negara-negara berkembang, terjadi pergeseran usia menarche dari sekitar 16-17 tahun menjadi 12-13 tahun. Universitas Sumatera Utara 8 Menopause atau mati haid pada usia relatif lebih tua (>50 tahun). Untuk setiap tahun usia menopause yang terlambat, akan meningkatkan risiko kanker payudara 3%. Nulipara/belum pernah melahirkan, mempunyai risiko kanker payudara sebesar 30 % dibandingkan dengan wanita yang multipara. Melahirkan anak pertama pada usia relatif lebih tua (>35 tahun). Ini diperkirakan karena adanya rangsangan pematangan dari selsel pada payudara yang diinduksi oleh kehamilan, yang membuat sel-sel ini lebih peka terhadap transformasi yang bersifat karsiogenik. Pemakaian kontrasepsi oral (pil KB) dalam waktu lama (≥7th). Tidak menyusui, waktu menyusui yang lebih lama mempunyai efek yang lebih kuat dalam menurunkan risiko kanker payudara. Ini dikarenakan adanya penurunan level estrogen dan sekresi bahan-bahan karsinogenik selama menyusui. (Rasjidi et al, 2009). Tabel 2.1 : Faktor Risiko Kanker Payudara Faktor risiko Faktor genetik Risiko Relatif Bervariasi ditempat yang berbeda Usia Meningkat setelah usia 30 tahun Riwayat Keluarga - Keluarga dekat mengidap kanker payudara 1,2-3,0 - Pramenopause 3,1 - Pramenopause dan bilateral 8,5-9,0 - Pascamenopause 1,5 - Pascamenopause dan bilateral 4,0-5,4 Universitas Sumatera Utara 9 Riwayat haid - Usia menarche <12 tahun 1,3 - Usia menopause >55 tahun 1,5-2,0 Kehamilan - Kelahiran hidup pertama dari usia 25-29 1,5 tahun - Kelahiran hidup pertama setelah usia 30 2,0-3,0 tahun - - 1,9 3,0 Kelahiran hidup pertama setelah usia 35 tahun 1,9 Nulipara 4,4 Penyakit payudara jinak - Penyakit proliferatif - Penyakit proliferatif dengan hiperplasia 6,9-12,0 atipikal - Karsinoma lobularis in situ Pengaruh yang belum pasti - Estrogen eksogen - Kontrasepsi oral - Kegemukan - Diet tinggi lemak - Konsumsi alkohol - Merokok Sumber: Robbins, 2007 2.3.3. Tanda dan Gejala Kanker Payudara a. Benjolan Adanya benjolan pada payudara yang dapat diraba dengan tangan. Semakin lama benjolan tersebut semakin mengeras dan bentuknya tidak beraturan. Universitas Sumatera Utara 10 b. Perubahan kulit pada payudara - Kulit tertarik (skin dimpling) - Benjolan yang dapat dilihat (visible lump) - Gambaran kulit jeruk (peu d’orange) - Eritema - Ulkus c. Kelainan pada puting - Puting tertarik (nipple retraction) - Eksema - Cairan pada puting (nipple discharge) (Suryaningsih, 2009). 2.3.4. Klasifikasi Kanker Payudara 1. Klasifikasi patologik meliputi kanker puting payudara, kanker ductus lactiferous dan kanker dari lobules. 2. Klasifikasi Histologi Kanker Payudara. Tabel 2.2: Histologi Kanker Payudara 1. Non-invasif a. Karsinoma duktus in situ b. Karsinoma lobulus in situ 2. Invasif a. Karsinoma invasif duktal b. Karsinoma invasif duktal dengan kompenen intraduktal yang predominant c. Karsinoma invasif lobular d. Karsinoma mucinous e. Karsinoma medullary f. Karsinoma papillary g. Karsinoma tubular h. Karsinoma adenoid cystic i. Karsinoma sekretori (juvenille) j. Karsinoma apocrine Universitas Sumatera Utara 11 k. Karsinoma dengan metaplasia : Tipe squamous Tipe spindle-cell Tipe cartilaginous dan osseous Mixed type Lain-lain 3. Paget’s desease of the nipple Sumber : Robbins, 2007 3. Sistem penentuan stadium yang tersering digunakan yang telah dirancang oleh American Joint Comittee on Cancer Staging dan Internasional Union Against Cancer sebagai berikut : Stadium 0 : Karsinoma duktus in situ (DCIS) termasuk penyakit Paget pada puting payudara dan karsinoma lobulus in situ (LCIS). Stadium I : Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang serta kelenjar getah bening negatif. Stadium IIA : Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang disertai metastasis ke kelenjar – kelenjar getah bening atau karsinoma invasif lebih dari 2 cm, tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening negatif. Stadium IIB : Karsinoma invasif berukuran garis tengah lebih dari 2 cm, tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar – kelenjar getah bening positif atau karsinoma invasif beukuran lebih dari 5 cm tanpa keterlibatan kelenjar – kelenjar getah bening. Stadium IIIA : Karsinoma invasif ukuran berapapun dengan kelenjar getah bening terfiksasi (yaitu invasi ekstranodus yang meluas diantara kelenjar getah bening atau menginvasi ke dalam struktur lain) atau karsinoma berukuran garis tengah lebih dari 5 cm dengan metastasis kelenjar getah bening nonfiksasi. Stadium IIIB : karsinoma inflamasi, karsinoma yang menginvasi dinding dada, karsinoma yang menginvasi kulit, karsinoma dengan Universitas Sumatera Utara 12 nodus kulit satelit atau setiap karsinoma dengan metastasis ke kelenjar – kelenjar getah bening mamaria interna ipsilateral. Stadium IV : Metastasis ke tempat jauh (Robbins, 2007). 4. Klasifikasi TNM Kanker Payudara Berdasarkan American Joint Comittee on Cancer Staging Manual, 6th Edition. Tabel 2.3 Stadium Kanker Payudara TUMOR PRIMER (T) TX Ukuran tumor primer tidak dapat di perkirakan T0 Tidak di temukan adanya tumor primer Tis Karsinoma insitu Tis (DCIS) Ductal Carsinoma Insitu Tis (LCIS) Labular Carsinoma Insitu Tis (paget) Penyakit paget di nipple tanpa di temukan tumor T1 Ukuran tumor < 2 cm T1mic Mikroinvasif < 0,1 cm T1a Tumor > 0,1 - < 0,5 cm T1b Tumor > 0,5 cm - < 1 cm T1c Tumor > 1 cm - < 2 cm T2 Tumor > 2 cm - < 5 cm T3 Tumor > 5 cm T4 Tumor dengan segala ukuran disertai dengan adanya perlengketan pada dinding thoraks atau kulit T4a Melekat pada dinding dada, tidak termasuk musculus pectoralis major T4b Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi pada kulit, atau adanya nodul satelit pada payudara. T4c Gabungan antara T4a dan T4b T4d Inflamatory carcinoma Universitas Sumatera Utara 13 KELENJAR LIMFE REGIONAL (N) NX Kelenjar limfe regional tidak di dapatkan N0 Tidak ada metastase ke kelenjar limfe N1 Metastasis pada kelenjar limfe aksila N2 Ada metastasis nodul ke kelenjar limfe aksila dan sudah terjadi perlengketan satu sama lain atau ke jaringan sekitarnya N2a Ada metastase nodul ke kelenjar limfe aksila dan sudah terjadi perlekatan antara satu nodul dengan nodul lainnya N2b Ada metastase nodul ke kelenjar limfe aksila dan sudah terjadi perlekatan nodul ke jaringan disekitarnya N3 Ada metastase ke kelenjar limfe infra dan supraklavikular dengan atau tanpa disertai metastase ke kelenjar limfe aksila ataupun mammary internal N3a Metastase ke kelenjar limfe infraklavikular N3b Metastase ke kelejar limfe aksila dan mammary internal N3c Metastase ke kelenjar limfe supraklavikular METASTASE JAUH (M) Mx Metastasis jauh tidak didapatkan M0 Tidak ada bukti adanya metastasis M1 Didapatkan metastasis yang telah mencapai organ Sumber: (Rasjidi et al, 2009) 2.3.5. Diagnosis Diagnosis dari kanker payudara dapat ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. a. Anamnesis Pada anamnesis ditanyakan keluhan di payudara atau daerah aksila dan riwayat penyakitnya. Keluhan dapat berupa adanya benjolan, rasa nyeri, nipple discharge, nipple retraction, krusta pada areola, kelainan kulit berupa penebalan Universitas Sumatera Utara 14 seperti kulit jeruk, ulserasi, dan perubahan warna kulit. Selain itu juga ditanyakan apakah terdapat penyebaran pada regio kelenjar limfe, seperti timbulnya benjolan di aksila, dan adanya benjolan di leher ataupun tempat lain. Adanya gejala metastase juga ditanyakan, seperti sesak napas atau batuk yang tidak sembuh meskipun sudah diobati, dan nyeri pada tulang belakang, serta rasa penuh di ulu hati. Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien, serta obat-obat yang digunakan dan jenis pengobatan yang didapat, serta faktor resiko kanker payudara pada pasien juga ditanyakan dalam anamnesis (Gleadle, 2007). b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi dilakukan pengamatan ukuran dan bentuk kedua payudara pasien, serta kelainan pada kulit, antara lain : benjolan, perubahan warna kulit (eritema), tarikan pada kulit (skin dimpling), luka/ulkus, gambaran kulit jeruk (peau de orange), nodul satelit, kelainan pada areola dan puting, seperti puting susu tertarik (nipple retraction), eksema dan keluar cairan dari puting. Ada atau tidaknya benjolan pada aksila atau tanda-tanda radang serta benjolan infra dan supraklavikula juga diperhatikan (Gleadle, 2007). Pada palpasi dilakukan perabaan dengan menggunakan kedua tangan bagian polar distal jari 2, 3, dan 4, dimana penderita dalam posisi berbaring dengan pundak diganjal bantal kecil dan lengan di atas kepala. Palpasi harus mencakup 5 regio, terutama daerah lateral atas dan subareola, karena merupakan tempat lesi tersering. Cara melakukan palpasi ada 3 cara, yaitu sirkular, radier dan dilakukan dari pinggir payudara menuju ke areola dan meraba seluruh bagian payudara bertahap. Hal yang harus diamati bila didapati benjolan adalah konsistensi (keras, kenyal, lunak/fluktuasi), permukaan (licin rata, berbenjolbenjol), mobilitas (dapat digerakkan, terfiksir jaringan sekitarnya), batas (tegas atau tidak tegas), nyeri (ada atau tidak ada), dan ukuran (Gleadle, 2007). Pada saat palpasi daerah subareola amati apakah ada keluar sekret dari puting payudara dan perhatikan warna, bau, serta kekentalan sekret tersebut. Sekret yang keluar dari puting payudara dapat berupa air susu, cairan jernih, bercampur darah, dan pus. Palpasi kelenjar aksila dilakukan untuk mengetahui Universitas Sumatera Utara 15 apakah pada saat yang bersamaan dengan benjolan pada payudara didapati juga benjolan pada kelenjar getah bening aksila yang merupakan tempat penyebaran limfogen kanker payudara. Begitu juga dengan palpasi pada infra dan supraklavikula (Gleadle, 2007). Payudara dibagi menjadi lima regio, yaitu: Gambar 2.3 Kwadran Letak Kanker Payudara Keterangan : I. Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant) merupakan daerah paling banyak tersering kanker II. Kuadran bawah bagian lateral (outer lower quadrant) III. Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant) IV. Kuadran bawah bagian medial (inner lower quadrant) V. Regio puting susu ( nipple) Sumber: Berman et al, 2009 c. Pemeriksaan Tambahan : - Ultrasonografi (USG) - Mammografi - Biopsi aspirasi jarum halus (bajah) - Magnetic Resonance Imaging (MRI) d. Pemeriksaan Laboratorium dan Histopatologik Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa pemeriksaan darah rutin dan kimia darah yang sesuai dengan perkiraan metastase. Pemeriksaan reseptor ER dan PR juga perlu dilakukan. Pemeriksaan tumor marker juga harus dilakukan untuk follow up (Davey, 2006). Universitas Sumatera Utara 16 Jika pada pemeriksaan-pemeriksaan tersebut di atas di jumpai adanya kelainan, baik berupa benjolan atau gambaran radiologi yang abnormal, maka perlu dilakukan biopsi untuk mendapatkan contoh jaringan yang akan diperiksa di bawah mikroskop dan dipastikan ada atau tidaknya sel kanker. 2.3.6. Skrining dan Deteksi Dini Upaya diagnosis dini dengan melakukan berbagai jenis pemeriksaan payudara: 1. Periksa Payudara Sendiri (SADARI) Bentuk payudara biasanya berubah-ubah. Sebelum memasuki masa menstruasi, biasanya payudara terasa membesar, lunak, atau ada benjolan dan kembali normal ketika masa menstruasi selesai. Yang terpenting adalah mengenali perubahan mana yang biasa terjadi dan mana yang tidak. Perlu diingat bahwa tujuan dari pemeriksaaan payudara sendiri (SADARI) secara rutin adalah untuk merasakan dan mengenal lekuk-lekuk payudara sehingga jika terjadi perubahan dapat segera diketahui. Waktu terbaik untuk memeriksa payudara adalah 7 sampai 10 hari setelah menstruasi selesai. Pada saat itu, payudara terasa lunak. Pemeriksaaan tidak tepat dilakukan pada menjelang dan sewaktu menstruasi. SADARI hendaknya dilakukan sendiri dengan penuh disiplin tiap bulan. Cara melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI): a. Posisi berdiri Berdiri di depan cermin, relaks, tangan di pinggang, lihat keadaan umum payudara, dalam hal besar, kedudukan, bentuk, warna kulit, dan perubahan lain dari keadaan normal atau tidak ada sebelumnya. b. Posisi berdiri Posisi berdiri di depan cermin, angkat kedua lengan keatas, perhatikan perubahan yang terjadi pada payudara, dibandingkan dengan keadaan tegak biasa atau adanya perubahan dari keadaan Universitas Sumatera Utara 17 biasanya. Secara khusus perhatikan adanya kemungkinan tandatanda penarikan atau ketegangan kulit. c. Posisi berdiri Lakukan pemeriksaan fisik payudara dengan tangan. Bandingkan dengan waktu berbaring sebelumnya, dengan segala kemungkinan benjolan yang ditemukan. Sediakan waktu hanya lima menit, sekali sebulan untuk SADARI. d. Posisi berbaring Lakukan pemeriksaan fisik payudara dengan memakai tangan, yaitu dengan perabaan dengan memakai ujung-ujung jari tangan, dari batas luar payudara hingga kearah puting. Periksa secara seksama terhadap segala kemungkinan adanya benjolan kecil. (Bustan, 2007). Sumber: http://visualsonline.cancer.gov Gambar 2.4 Pemeriksaan Payudara Sendiri Pada Posisi Berdiri Sumber: http://visualsonline.cancer.gov Gambar 2.5 Pemeriksaan Payudara Sendiri Pada Posisi Berbaring Universitas Sumatera Utara 18 Untuk mendapatkan secara dini adanya kelainan payudara perlu pemeriksaan yang tepat baik waktu maupun teknik pemeriksaannya. Sebagai pedoman dapat dipakai berikut ini: a. Mulai umur 20 tahun: Pemeriksaan SADARI tiap bulan b. Umur 20-40 tahun: CBE setiap 3 tahun dan mamografi awal (usia 35-40 tahun) c. Usia 40-50 tahun: Mamografi tiap 1-2 tahun, CBE setiap tahun (tentang riwayat kesehatan dan anjuran dokter) d. Usia lebih 50 tahun: Mamografi tahunan dan CBE tahunan (Bustan, 2007). 2. Clinical Breast Examination (CBE) Adalah pemeriksaan klinis oleh tenaga medis terlatih, dipakai untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang ada pada payudara dan untuk mengevaluasi kanker payudara pada tahap dini. Untuk wanita dengan usia rata-rata di bawah 40 tahun atau yang lebih muda, deteksi dini lebih efektif menggunakan CBE (Rasjidi et al, 2009). 3. Pemeriksaan Ultrasonography (USG) Apabila pada pmeriksaan CBE terdapat benjolan dibutuhkan pemeriksaan lanjutan dengan USG ataupun mammografi. USG dilakukan terutama untuk membutikan adanya massa kistik dan solid/padat yang mengarah pada keganasan, dan pada perempuan dibawah usia 40 tahun (Rasjidi et al, 2009). 4. Mammografi Mammografi adalah pemeriksaan sinar-X pada payudara. Skrining mammografi digunakan untuk mencari penyakit atau kelainan pada payudara perempuan yang tidak memiliki gejala-gejala (asimtomatik). Mammografi dapat mendeteksi tumor radius 0,5 cm yang masih belum dapat teraba dengan tangan dan mamografi sangat bermanfaat dalam menemukan lesi berukuran sangat kecil, sampai 2 mm, yang tidak teraba dalam pemeriksaan klinis (biasanya berukuran dibawah 1cm). Dengan program skrining diharapkan dilakukan pemerikasaan dasar Universitas Sumatera Utara 19 mamografi setiap 2-3 tahun sekali pada perempuan berusia di atas 3550 tahun, dan setiap satu tahun atau dua tahun pada wanita berusia diatas 50 tahun. Pemerikasaan dasar ini akan memberikan data awal jaringan payudara wanita (Bustan, 2007). Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan secara berkala setiap tahun pada perempuan diatas 40 tahun dan dilakukan pada perempuan yang bergejala dan pada perempuan yang tidak bergejala (opportunistic screening dan organized screening)(Rasjidi et al, 2009). 5. Biopsi aspirasi jarum halus (bajah) Dilakukan ketika lesi dideteksi melalui mammografi atau palpasi. Setelah suntikan anestetik lokal (jika digunakan), jarum yang halus pada ujung spuit diarahkan ketempat pengambilan sampel. Kemudian spuit digunakan untuk mengambil jaringan atau cairan. Bahan sitologik ini diusapkan di atas preparat kaca dan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan analisis (Smeltzer, 2001). Pemeriksaan Bajah dilakukan atas indikasi: - Untuk diagnosis preoperatif, dugaan maligna yang operable - Untuk diagnosis konfirmatif - Untuk kultur mikrobiologik - Untuk morfologi sel tumor dan hormonal dependen (estrogen receptor dan progesteron receptor) (Bustan, 2007). 6. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI merupakan instrument yang sensitif untuk deteksi kanker payudara, karena itu MRI sangat baik untuk deteksi local reccurence pasca Breast Conserving Treatment (BCT) atau augmentasi payudara dengan implant, deteksi multifocal cancer dan sebagai tambahan terhadap mamografi pada kasus tertentu. MRI sangat berguna dalam skrining pasien usia muda dengan densitas payudara yang padat yang memiliki resiko kanker payudara yang sangat tinggi. Sensitivitas MRI mencapai 98% tapi spesifitasnya rendah, biaya pemeriksaan mahal Universitas Sumatera Utara 20 dan waktu pemeriksaan yang lama oleh karena itu MRI belum jadi prosedur rutin (Bustan, 2007). 2.3.7. Penatalaksaan Medis Pengobatan kanker payudara dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar berdasarkan cara bekerja dan waktu digunakan. Pengobatan kanker ada dua jenis, yaitu pengobatan lokal dan pengobatan sistemik. Pengobatan lokal digunakan untuk mengobati tumor tanpa mempengaruhi bagian tubuh lainnya. Contohnya, operasi (pembedahan) dan radioterapi. Pengobatan sistemik merupakan pengobatan yang diberikan dalam aliran darah atau melalui mulut dan bergerak ke seluruh tubuh untuk mencapai sel-sel kanker yang mungkin telah menyebar ke luar payudara. Contoh pengobatan sistemik diantaranya kemoterapi, terapi hormon, dan target terapi (Cancers Reaserch UK, 2010). 2.3.7.1. Operasi Operasi atau pembedahan merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan kanker payudara. Berbagai jenis operasi pada kanker payudara adalah Classic Radical Mastectomy (CRM), Modified Radical Mastectomy (MRM), Skin Sparing Mastectomy (SSM), Nipple Sparing Mastectomy (NSP), dan Breast Conserving Treatment (BCT). Jenis-jenis ini memiliki indikasi dan keuntungan serta kerugian yang berbeda-beda. a. Classic Radical Mastectomy (CRM) CRM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit diatas tumor, otot pektoralis mayor dan minor serta diseksi aksila level I-III. Operasi ini dilakukan bila ada infiltrasi tumor ke fasia atau otot pektoral tanpa ada metastasis jauh. Jenis operasi ini mulai ditinggalkan karena morbiditas tinggi sementara nilai kuratifitas sebanding dengan MRM. b. Modified Radical Mastectomy (MRM) MRM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple areola kompleks, kulit di atas tumor dan Universitas Sumatera Utara 21 faksia pektoral serta diseksi I-II. Operasi ini dilakukan pada kanker payudara stadium dini dan lokal lanjut. Merupakan jenis operasi yang banyak dilakukan. Kuratifitas sebanding dengan CRM. c. Skin Sparing Mastectomy (SSM) SSM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dan nipple aerola kompleks dengan mempertahankan kulit sebanyak mungkin serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang umumnya adalah TRAM flap (transverse rektus abdominis musculotaneus flap), LD flap (latissimus dorsi flap) atau implant (silikon). Dilakukan pada tumor stadium dini dengan jarak tumor ke kulit jauh (>2 cm) atau stadium dini yang tidak memenuhi syarat untuk BCT. d. Nipple Sparing Mastectomy (NSP) NSP adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dengan mempertahankan nipple areola kompleks dan kulit serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini, juga harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang umumnya adalah TRAM flap (transverse rektus abdominis musculotaneus flap), LD flap (latissimus dorsi flap) atau implant (silikon). Dilakukan pada tumor stadium dini dengan ukuran 2 cm atau kurang, lokasi perifer, secara klinis NAC tidak terlibat, kelenjar getah bening N0, hispatologi baik, dan potongan beku sub areola: bebas tumor. e. Breast Conserving Treatment (BCT) BCT adalah terapi yang komponennya terdiri dari lumpektomi atau segmentektomi atau kuadrantektomi dan diseksi aksila serta radioterapi. Jika terdapat fasilitas, lymphatic mapping dengan Sentinel Lymph Node Biopsi (SLNB) dapat dilakukan untuk menggantikan diseksi aksila. Terapi ini memberikan survival yang sama dengan MRM namun rekurensinya lebih besar. Ada Universitas Sumatera Utara 22 tiga syarat yang harus terpenuhi dalam pemilihan jenis terapi ini yakni tepi sayatan bebas tumor (dibuktikan dengan potong beku), radioterapi dapat dilakukan dan kosmetik bisa diterima (Suryanto et al, 2010). 2.3.7.2. Kemoterapi Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatika) untuk mengahancurkan sel kanker. Obat ini umumnya bekerja dengan menghambat atau mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel. Obat sitostatika dibawa melalui aliran darah atau diberikan langsung ke dalam tumor, jarang menembus blood-brain barrier sehingga obat ini sulit mencapai sistem syaraf pusat (Suryanto et al, 2010). Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang digunakan bila ada penyebaran sistemik, dan sebagai terapi ajuvan (tambahan). Kemoterapi ajuvan diberikan diberikan kepada pasien yang pada pemeriksaan histopatologik pasca bedah mastektomi ditemukan metastasis disebuah atau beberapa kelenjar (Sjamsuhidajat et al, 2005). Kemoterapi ajuvan bertujuan untuk membantu mencegah kekambuhan kanker. Biasanya akan diberikan lebih dari satu jenis obat selama dilakukan kemoterapi ajuvan. Contoh kombinasi obat kemoterapi yang diberikan adalah CMF (cyclophosphmide, methotrexate, dan 5-Fluorourasil), FAC (5-Fluorourasil, doxorubicin, dan cyclophosphmide), TAC (docetaxel. Doxorubicin, dan cyclophosphmide), GT (gemcitabine dan paclitaxel) (Cancer helps reaserch UK, 2012). 2.3.7.3. Radioterapi Radioterapi untuk kanker payudara biasanya digunakan sebagai terapi kuratif dengan mempertahankan mamma, dan sebagai terapi tambahan atau terapi paliatif. Radioterapi kuratif sebagai terapi tunggal lokoregional tidak begitu efektif, tetapi sebagai terapi tambahan untuk tujuan kuratif pada tumor yang relatif besar berguna. Radioterapi biasanya diberikan setelah operasi pembedahan lokal dan dapat diberikan setelah mastectomy untuk membunuh sel-sel kanker yang mungkin tersisa di jaringan sebelah payudara, seperti dinding dada atau kelenjar Universitas Sumatera Utara 23 getah bening di dekatnya. Radioterapi paliatif dapat dilakukan dengan hasil baik untuk waktu terbatas bila kanker sudah tak mampu angkat secara lokal (Sjamsuhidajat et al, 2005). 2.3.7.4. Terapi Hormon Terapi hormon adalah terapi kanker yang umum digunakan bagi pasien yang memiliki reseptor hormon positif. Tidak efektif digunakan sebagai pengobatan sel-sel kanker yang memiliki reseptor hormon negatif. Penggunaan obat pada terapi hormon ditujukan untuk menggangu aktivitas hormon atau menghentikan produksi hormon. Terapi hormon juga dapat melibatkan pengangkatan kelenjar yang menghasilkan hormon. Terapi hormon dapat diberikan sebelum atau setelah pengobatan primer. Terapi hormon yang diberikan sebelum pengobatan primer bertujuan untuk membunuh sel-sel kaker dan membantu efektivitas terapi primer. Sementara terapi hormon yang diberikan setelah pengobatan primer bertujuan untuk meningkatkan kemungkinan sembuh. Pada dasarnya ada tiga jenis golongan obatobatan terapi hormon yang umum digunakan untuk mengobati kanker payudara, antaralain: Aromatase Inhibitor yaitu obat-obatan yang berfungsi mencegah tubuh menghasilkan hormon estrogen; SERMs (Selective Estrogen Receptor Modulators) yaitu obat-obatan yang menghambat aktivitas hormon estrogen di dalam tubuh; dan ERDs (Estrogen Receptor Downregulators) (Cancer reaserch UK,2012). Universitas Sumatera Utara