II. TINJAUAN PUSTAKA A. PENGOLAHAN CITRA Menurut Gao dan Tan (1996), pengolahan citra adalah teknologi visual yang berusaha menganalisis dan mengamati suatu obyek tanpa merusaknya. Sebuah sistem visual memiliki kemampuan untuk memperbaiki informasi yang berguna dari sebuah pemandangan proyeksi dua dimensi. Kata memperbaiki disini dipakai karena citra merupakan proyeksi dua dimensi dari benda tiga dimensi, sehingga informasi yang dipakai harus diperbaiki (ada bagian informasi yang hilang setelah citra diperbaiki). Pengolahan citra (image processing) adalah ilmu untuk memanipulasi gambar, yang melingkupi teknik-teknik untuk memperbaiki atau mengurangi kualitas gambar, menampilkan bagian tertentu dari gambar, membuat sebuah gambar yang baru dari beberapa bagian gambar yang sudah ada, dan beberapa teknik manipulasi gambar lainnya (Budhi et al. 2005). Pengolahan citra (image processing) merupakan suatu sistem dimana proses dilakukan dengan masukan berupa citra (image) dan hasilnya juga berupa citra (image). Pada awalnya pengolahan citra ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra, namun dengan berkembangnya dunia komputasi yang ditandai dengan semakin meningkatnya kapasitas dan kecepatan proses komputer, serta munculnya ilmu-ilmu komputasi yang memungkinkan manusia dapat mengambil informasi dari suatu citra, maka image processing yang tercakup dalam bidang computer vision juga berkembang dengan pesat. Sesuai dengan perkembangan computer vision itu sendiri, pengolahan citra mempunyai dua tujuan utama, yaitu memperbaiki kualitas citra dan mengekstraksi informasi ciri yang menonjol pada suatu citra, dimana hasilnya adalah informasi citra dimana manusia mendapatkan informasi ciri dari citra secara numerik. Dalam perkembangan lebih lanjut image processing dan computer vision digunakan sebagai pengganti mata manusia, dengan perangkat input image capture seperti kamera dan scanner sebagai mata dan mesin komputer sebagai otak yang mengolah informasi. 3 Teknologi pengolahan citra telah dicoba untuk mendeteksi buah tomat mini dalam kerimbunan daun pada tanaman tomat mini dengan memanfaatkan perbedaan warna untuk digunakan pada robot pemanen tomat mini (Kondo et al., 1996). Pengolahan citra juga telah digunakan untuk mengamati pertumbuhan mahluk hidup, mulai dari koloni mikroba hingga tanaman yang cukup besar untuk diamati perkembangannya. Dengan bantuan citra yang ditangkap oleh kamera, dan selanjutnya diolah, dapat diketahui bahwa fase pertumbuhan awal tanaman air sangat penting bagi kemampuan tanaman tersebut dalam memperoleh udara untuk bertahan hidup (Marjoline et al., 2003). Pengolahan citra dapat digunakan untuk mempelajari karakteristik pertumbuhan tanaman holtikultura yang dihubungkan dengan kebutuhan nutrisi dan air irigasi. Tanaman holtikultura akan mempunyai penampilan yang berbeda pada kondisi yang berbeda. Warna daun dan batang memang didominasi warna hijau, akan tetapi kadar kehijauannya akan berbeda bila tanaman kekurangan salah satu nutrisi. Demikian pula dengan ukuran daun, ukuran tanaman secara keseluruhan pada umur tertentu, akan dapat digunakan untuk mengetahui apakah tanaman mengalami kekurangan nutrisi atau tidak. Kekurangan air irigasi akan direspon oleh tanaman dengan mengecilkan ukuran stomata pada daun, mengurangi ketegakkan posisi daun dan penampilan daun yang kurang tegak. Semua penampilam tersebut dapat dipelajari melalui citra foto digital dari tanaman yang selanjutnya diolah menggunakan program pengolah citra. Setiap parameter yang dianalisis akan dihubungkan dengan kebutuhan nutrisi dan air irigasi, sehingga respon yang ditangkap dan dianalisis dapat digunakan unuk memperkirakan kondisi tanaman dan kebutuhan nutrisi dan air untuk membuatnya kembali dalam kondisi optimum. Pada pengolahan citra terdapat dua unsur utama yaitu: perangkat keras dan perangkat lunak. Komponen utama dari perangkat keras pengolahan citra secara digital adalah kamera penangkap citra, komputer, alat peraga, dan lampu-lampu khusus. Kamera yang sering digunakan untuk menangkap citra adalah kamera CCD (charge-coupled device). Kamera CCD menghasilkan 4 keluaran berupa citra analog sehingga dibutuhkan perangkat digitasi yang terpisah dari kamera. Sistem perangkat keras terdiri dari beberapa subsistem komputer, masukan video, keluaran video, kontrol proses interaktif, penyimpanan berkas citra, dan perangkat khusus pengolahan citra. B. HIDROPONIK TANAMAN TOMAT Hidroponik berasal dari bahasa latin, yakni hidros yang berarti air dan ponos yang berarti kerja. Dengan demikian secara tekstual hidroponik bisa diartikan bekerja dengan air. Kebutuhan unsur hara tanaman pada sistem hidroponik disuplai lewat air yang disiramkan setiap hari secara otomatis ke dalam media tanam ataupun tanaman memang sengaja ditanam di dalam air seperti pada hidroponik sistem NFT (Nutrition Film Technique). Media tanam yang digunakan dalam hidroponik sistem NFT bukan lagi tanah, pasir, atau sekam melainkan sebuah rangkaian sistem aliran larutan yang mengalir secara terus menerus. Di dalam aliran tersebut mengandung berbagai jenis unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Hidroponik dapat dilakukan di dalam greenhouse atau dikebun seperti tanaman-tanaman lainnya. Keuntungan hidroponik di dalam greenhouse adalah suhu, kelembapan, curah hujan, dan sinar matahari dapat diatur sesuai dengan keinginan serta dapat mengurangi resiko seranngan hama dan penyakit. Gambar 1. Budidaya tanaman tomat dengan hidroponik dalam greenhouse 5 Keuntungan lainnya dari bercocok tanam secara hidroponik jika dibandingkan dengan bercocok tanam secara biasa antara lain penggantian tanaman yang mati dapat dilakukan secara cepat, dosis pemakain pupuk lebih tepat, dan tempat menaruh tanaman dapat dilakukan pada lahan yang sulit ditanami secara biasa, misalnya lahan berbatu, berkapur atau lahan yang kondisi tanahnya amat kurus ( Pinus Lingga, 1985). Umumnya hidroponik tanaman tomat dilakukan di dalam plastik polibag yang diisi media tanam berupa sekam bakar, gambut, rockwool dan sabut kelapa. Sementara itu, sistem pengairan yang digunakan adalah drip irigation atau irigasi tetes. Gambar 2. Tanaman tomat Tanaman tomat sendiri merupakan tanaman tahunan yang di usahakan sebagai tanaman semusim (Janick, 1972). Bunga tomat tersusun dalam tandan yang terletak diantara ruas batang, terdiri dari lima helai kelopak bunga, lima helai mahkota yang berwarna kuning, lima benag sari yang muncul dari dasar mahkota serta kepala putik. Tomat pada umumnya menyerbuk sendiri (Thompson dan Kelly, 1979). Batang tomat walaupun tidak sekeras tanaman tahunan, tetapi cukup kuat. Warna batang hijau dan berbentuk persegi empat sampai bulat. Pada permukaan batangnya ditumbuhi banyak rambut halus terutama di bagian 6 yang berwarna hijau. Di antara rambut-rambut halus tersebut biasanya terdapat rambut kelenjar. Pada bagian buku-bukunya terjadi penebalan dan kadang-kadang pada buku bagian bawah terdapat akar-akar pendek. Jika dibiarkan (tidak dipangkas), tanaman tomat akan memiliki banyak cabang yang menyebar merata (Anonim, 1993). Daun tomat mudah dikenali karena memilki bentuk daun yang khas, yaitu berbentuk oval, bergerigi, dan memiliki celah yang menyirip. Daunnya merupakan daun majemuk ganjil dengan jumlah daun antara 5-7. Daunnya berukuran sekitar 15-30 cm x 10-25 cm. Tangkai daun majemuk memiliki panjang sekitar 3-6 cm. Umumnya di antara pasangan daun yang besar terdapat 1-2 daun kecil. Daun majemuk tersusun spiral mengelilingi batangnya (Anonim,1993). Bunga tomat berukuran kecil dan berwarna kuning cerah. Di bagian bawah terdapat kelopak bunga yang berwarna hijau. Bagian mahkota bunga nya berwarna kuning cerah dan jumlahnya sekitar 6 buah dengan ukuran sekitar 1 cm. Bunganya memiliki 6 buah benang sari dengan kepala sari yang juga berwarna kunig cerah (Anonim, 1993). Tomat merupakan tanaman yang sensitif terhadap air. Terlalu banyak air atau kurang, sama-sama berakibat buruk bagi tanaman. Sedangkan kebutuhan air juga berubah seiring dengan pertumbuhan tanaman, sehingga kontrol terhadap pemberian air irigasi sangat penting untuk dilakukan. Kebutuhan nutrisi tanaman tomat adalah 175 kg/ha untuk urea, 350 kg/ha untuk TSP dan 200 kg/ha untuk KCL (Ferziana, 2001). Sementara hasil penelitian lain mengatakan, kebutuhan nutrisi tanaman tomat adalah 8-10 g/tanaman untuk urea dan 10-15 g/tanaman untuk TSP (Marr, 1996). 7 Tabel 1. Dosis pemberian pupuk Jenis Dosis Interval Pemberian Kebutuhan Larutan Tanaman (cc/ltr air) (hari) (ml/tanaman) Cabai merah 2–4 10 – 14 100 - 200 Tomat 2–4 10 – 14 100 - 200 Terung 2–4 10 – 14 100 – 200 Mentimun 2–4 7 – 10 100 – 200 Melon 2–4 7 – 10 100 – 200 Semangka 3–5 10 – 14 100 - 300 Sumber : (www.indonetwork.co.id) Kebutuhan nutrisi untuk beberapa jenis tanaman holtikultura termasuk tomat yang dirilis oleh suatu perusahaan distributor pupuk cair diperlihatkan pada tabel 1. Teknik aplikasinya dilakukan dengan menyiramkan larutan yang dibuat pada sistem perakaran atau menyemprotkannya pada daun tanaman selama belum terjadi pembungaan. Suhu bulanan rata-rata yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman berkisar anatara 21oC – 24oC, sedangkan suhu malam yang sesuai bagi pembentukan bunga dan buah berkisar anatara 15oC – 20oC. Untuk pertumbuhan dan hasil yang baik, tomat memerlukan penyinaran matahari sepanjang hari (Thompson dan Kelly, 1979). Subhan et all.(1989) mengatakan bahwa tanaman tomat dapat beradaptasi secara luas, baik di dataran tinggi (lebih tinggi dari 750 m dpl), medium (antara 450 - 750 m dpl) dan dataran rendah (antara 0 – 450 m dpl). Syarat penting untuk tumbuh adalah tanahnya gembur, sedikit mengandung pasir dan subur (banyak menganduing humus) tetapi yang paling baik adalah tanah liat yang sedikit mengandung pasir dengan pH 5 – 6 (Halim et all.,1981; Sunaryo dan Rismunandar, 1981). 8 Secara sistematika para ahli botani mengklasifikasikan tanaman tomat sebagai berikut : Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Tubiflarae Famili : Solanaceae Genus : Lycopersicon atau Lycopersicum Spesies : Lycopersicon lycopersicum (L) karst atau Lycopersicon esculentum Mill. C. IRIGASI TETES Secara umum irigasi didefinisikan sebagai usaha pemberian air kepada tanah agar dicapai kelembaban tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Air irigasi merupakan air pelengkap untuk mencapai kelembaban tanah yang diinginkan selain air hujan dan air tanah. Manfaat air irigasi secara terperinci adalah sebagai berikut : 1. Menambah kelembaban tanah 2. Menghindarkan tanaman dari kekeringan 3. Menjaga suhu tanah dan udara sehingga membuat lingkungan yang mendukung pertumbuhan tanaman 4. Mencuci dan melarutkan garam 5. Mencegah keretakan tanah 6. Mempermudah pengolahan tanah 7. Memperlambat terbentuknya buah 8. Mencegah pembekuan Pemberian air irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi yang dapat memberikan air dengan debit yang rendah dan frekuensi yang tinggi di sekitar perakaran tanaman. Pada irigasi tetes, tingkat kelembaban tanah pada tingkat yang optimum dapat dipertahankan. Sistem irigasi tetes sering didesain untuk dioperasikan secara harian. 9 Irigasi tetes dapat diterapkan pada daerah-daerah dimana: 1. Air tersedia sangat terbatas atau sangat mahal 2. Tanah berpasir, berbatu atau sukar didatarkan 3. Tanaman dengan nilai ekonomis tinggi Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan menggunakan pipa tanah liat. Di Amerika, metoda irigasi ini berkembang mulai tahun 1913 dengan menggunakan pipa berperforasi. Pada tahun 1940an irigasi tetes banyak digunakan di rumah-rumah kaca di Inggris. Penerapan irigasi tetes di lapangan kemudian berkembang di Israel pada tahun 1960-an. Irigasi tetes memiliki kelebihan dibandingkan dengan metoda irigasi lainnya, yaitu: 1. Meningkatkan nilai guna air Penghematan air dapat terjadi karena pemberian air yang bersifat lokal dan jumlah yang sedikit sehingga akan menekan evaporasi, aliran permukaan dan perkolasi. Transpirasi dari gulma juga diperkecil karena daerah yang dibasahi hanya disekitar tanaman. 2. Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil Fluktuasi kelembaban tanah yang tinggi dapat dihindari dengan irigasi tetes ini dan kelembaban tanah dipertahankan pada tingkat yang optimal bagi pertumbuhan tanaman. 3. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian Pemberian pupuk atau bahan kimia pada metode ini dicampur dengan air irigasi, sehingga pupuk atau bahan kimia yang digunakan menjadi lebih sedikit, frekuensi pemberian lebih tinggi dan distribusinya hanya disekitar daerah perakaran. 4. Menekan resiko penumpukan garam Pemberian air yang terus menerus akan melarutkan dan menjauhkan garam dari daerah perakaran. 5. Menekan pertumbuhan gulma Pemberian air pada irigasi tetes hanya terbatas di daerah sekitar tanaman, sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan. 6. Menghemat tenaga kerja 10 Sistem irigasi tetes dapat dengan mudah dioperasikan secara otomatis, sehinga tenaga kerja yang diperlukan menjadi lebih sedikit. Penghematan tenaga kerja pada pekerjaan pemupukan , pemberantasan hama dan penyiangan juga dapat dikurangi. Sedangkan kelemahan dari metode irigasi tetes adalah sebagai berikut: 1. Memerlukan perawatan yang intensif Penyumbatan pada penetes merupakan masalah yang sering terjadi pada irigasi tetes, karena akan mempengaruhi debit dan keseragaman pemberian air. Untuk itu diperlukan perawatan yang lebih intensif dari jaringan irigasi tetes agar resiko penyumbatan dapat diperkecil. 2. Penumpukan garam Bila air yang digunakan mengandung garam yang tinggi dan pada daerah yang kering, resiko penumpukan garam menjadi tinggi. 3. Membatasi pertumbuhan tanaman Pemberian air yang terbatas pada irigasi tetes menimbulkan resiko kekurangan air bila perhitungan kebutuhan air kurang cermat. 4. Keterbatasan biaya dan teknik Sistem irigasi tetes memerlukan investasi yang tinggi dalam pembangunannya. Selain itu, diperlukan teknik yang tinggi untuk merancang, mengoperasikan dan memeliharanya. Pemberian air irigasi pada irigasi tetes meliputi beberapa metode pemberian, yaitu sebagai berikut: 1. Irigasi tetes (drip irrigation). Pada metoda ini, air irigasi diberikan dalam bentuk tetesan yang hampir terus menerus di permukaan tanah sekitar daerah perakaran dengan menggunakan emitter. Debit pemberian sangat rendah, biasanya kurang dari 12 l/jam untuk point source emiitter atau kurang dari 12 l/jam per m untuk line source emitter. 2. Irigasi bawah permukaan (sub-surface irrigation ). Pada metoda ini air irigasi diberikan menggunakan emitter di bawah permukaan tanah. Debit pemberian pada metoda irigasi ini sama dengan yang dilakukan pada irigasi tetes. 11 3. Bubbler irrigation. Pada metoda ini air irigasi diberikan ke permukaan tanah seperti aliran kecil menggunakan pipa kecil (small tube ) dengan debit sampai dengan 225 l/jam. Untuk mengontrol alran permukaan (run off) dan erosi, seringkali dikombinasikan dengan cara penggenangan ( basin ) dan alur ( furrow ). 4. Irigasi percik ( spray irrigation ). Pada metoda ini, air irigasi diberikan dengan menggunakan penyemprot kecil (micro sprinkler) ke permukaan tanah. Debit pemberian air irigasi percik samapai dengan 115 l/jam. Pada metoda ini, kehilangan air karena evaporasi lebih besar dibandingkan dengan metoda irigasi tetes lainnya. D. PENGUKURAN DAN PEMBUATAN LARUTAN NUTRISI Dalam sebuah sistem hdroponik, bahan-bahan yang mengandung unsurunsur yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dilarutkan dalam air. Perkiraan konsentrasi unsur-unsur nutrisi dalam larutan tersebut dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran kemampuan air / larutan menghantarkan arus listrik, karena semakin pekat larutan semakin besar arus listrik yang dapat dihantarkan oleh larutan tersebut. Untuk mengukuran tingkat kepekatan larutan nutrisi digunakan EC (electrical conductivity / konduktivitas listrik)meter. Konduktivitas listrik biasanya dinyatakan dalam satuan milimhos. Dalam kimia pertanian, konduktivitas listrik sering dinyatakan dalam faktor konduktivitas/ conductivity factor atau cF. Tujuannya untuk menghindari pengunaan angka nol yang terlalu banyak apabila dinyatakan dalam mikrohos cF 10 = 1 milimhos = 1 mS cm-1 = 1000 µS cm-1 Keterangan : mS cm-1 : milisiemens per centimeter µS cm-1 : mikrosiemens per centimeter Larutan nutrisi dapat dibuat dengan cara melarutkan langsung bahanbahan penyusun larutan nutrisi yang ditakar ke dalam air yang akan 12 disirkulasikan ke dalam sistem irigasi tetes. Namun demikian akan lebih praktis apabila kita menggunakan larutan stok/pekat untuk pengendalian secara manual maupun jika kontrol otomatis digunakan. Larutan pekat yang dibuat dapat diencerkan menjadi larutan siap pakai untuk hidroponik sesuai dengan kepekatan yang dibutuhkan. Larutan stok merupakan larutan nutrisi yang memiliki konsentrasi yang tinggi atau pekat. Larutan stok dalam jumlah yang relatif sedikit ditambahkan kedalam larutan nutrisi yang tersirkulasi dalam volume yang besar untuk menambah unsur nutrisi. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan larutan stok adalah pengendapan. Pengendapan adalah pemindahan salah satu zat dari larutan sebagai hasil dari reaksi kimia antara dua zat terlarut yang menghasilkan zat dalam bentuk/wujud baru, zat yang memiliki daya larut rendah sehingga berbentuk padatan yang mengendap. Dalam sebuah larutan jenuh, konsentrasi dari anion dan kation dari suatu bahan yang dilarutkan ,memiliki nilai-nilai tertentu tergantung dari sifat bahan tersebut. Nilai-nilai tersebut dikenal sebagai angka kelarutan/daya larut bahan. Jika jumlah ion-ion dari produk/bahan yang dilarutkan melebihi dari angka kelarutan bahan tersebut, akan terjadi endapan. Sehingga apabila 2 jenis bahan dilarutkan kedalam air yang akan saling bereaksi membentuk zat ketiga ,tidak akan terbentuk endapan berupa bahan ketiga tersebut jika volume airnya relatif lebih tinggi dari daya larut zat keiga tersebut. 13