PENDAHULUAN Latar Belakang Fasciolosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing famili Trematoda dengan spesies utama Fasciola gigantica dan Fasciola hepatica (Winarsih et al. 1996). Fasciola hepatica merupakan cacing hati yang tersebar di wilayah empat musim (subtropis), sedangkan Fasciola gigantica merupakan cacing hati yang banyak hidup pada daerah yang beriklim tropis basah (Satrija et al. 2009). Kedua jenis cacing ini merupakan parasit yang sangat merugikan bagi ternak maupun peternak. Kerugian yang ditimbulkan oleh fasciolosis berupa penurunan bobot badan, berkurangnya hasil produksi, pengafkiran organ tubuh terutama hati, kematian, dan penurunan pendapatan peternak (Estuningsih et al. 2004). Kerugian ekonomis akibat fasciolosis pada ditafsirkan mencapai 439-525 juta Dollar Australia (Copeman dan Copland 2008). Pengendalian fasciolosis di Indonesia menghadapi beberapa masalah salah satunya adalah sulitnya mendiagnosa infeksi F. gigantica pada ruminansia di awal infeksi karena masa prepaten infeksi cacing ini lama. Salah satu diagnosa yang dapat dilakukan dalam mendiagnosa penyakit kecacingan adalah pemeriksaan adanya antigen ekskretori/sekretori (E/S) cacing ini baik dalam sirkulasi darah maupun feses. Menurut Satrija et al. (2009), keberadaan E/S F. gigantica dapat dideteksi keberadaannya melalui pemeriksaan serologis menggunakan enzymelinked immunosorbant assay (ELISA). Prinsip metode pemeriksaan tersebut adalah adanya ikatan spesifik antara antigen dan antibodi yang akan dideteksi (Burgess 1995). Oleh karena itu, untuk melakukan pemeriksaan E/S F. gigantica menggunakan ELISA diperlukan antibodi anti- F. gigantica. Antibodi anti-F.gigantica dapat diproduksi menggunakan hewan coba, salah satunya adalah ayam. Antibodi anti-E/S F. gigantica yang dihasilkan oleh ayam berupa imunoglobulin yolk (Ig Y) anti-E/S F. gigantica. Ig Y yang dihasilkan dalam kuning telur merupakan respon sistem kebal terhadap masuknya antigen ke dalam tubuh. Imunoglobulin yang terbentuk dalam darah induk ayam akibat respon tersebut dapat ditransfer ke dalam kuning telur (Li-Chan 2000). 1 Perpindahan Ig Y tersebut dalam tubuh unggas ke anaknya dapat terjadi melalui dua tahap yaitu: (a) Ig Y dipindahkan dari serum ke dalam kuning telur sebagaimana transfer antibodi cross-placental mamalia. Keberadaan reseptor Ig Y pada oosit akan mengikat dan memindahkan seluruh Ig Y serum ke telur (b) pemindahan Ig Y dari kuning telur ke embrio. Produksi Ig Y memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan produksi imunoglobulin lainnya. Adapun keunggulan tersebut adalah: (a) proses pengebalan hewan mudah dilakukan, (b) menghasilkan antibodi dalam jumlah besar, dan (c) purifikasi antibodi dari kuning telur dapat dilakukan dengan mudah. Perkembangan penyakit pada hewan membuat para peneliti mencari cara memberantas, mengobati maupun mendeteksi secara dini penyakit tersebut yang akurat. Pendeteksian penyakit secara dini memungkinkan peneliti menggunakan antibodi (Immunoglobulin) asal hewan salah satunya penggunaan immunoglobulin Y pada kuning telur. Tulisan ini menitiberatkan pada cara memproduksi immunoglobulin Y anti- F. gigantica asal kuning telur sebagai bahan untuk diagnosa fasciolosis pada hewan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari metode produksi ImunoglobulinY anti E/S Fasciola gigantica pada kuning telur ayam petelur sebagai bahan diagnosa fasciolosis dengan uji serologis. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan kemudahan dalam penyediaan bahan penelitian yang berkaitan dengan diagnosis fasciolosis dan memberikan pengetahuan tentang cara produksi Imunoglobulin Y anti E/S Fasciola gigantica pada kuning telur . 2