BAB III KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka konsep Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen keperawatan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di RSU Dr. Pirngadi Medan. Perencanaan adalah koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan keperawatan. Pengorganisasian adalah memobilisasi sumber daya manusia dan material untuk mencapai tujuan. Ketenagaan adalah kegiatan manajer untuk memimpin, memberikan orientasi, dan meningkatkan perkembangan indvidu untuk mencapai tujuan organisasi. Pengarahan adalah fungsi manajemen yang memantau dan menyesuaikan perencanaan, proses, dan sumber daya yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Pengendalian adalah pemantauan atau penyesuaian rencana, proses, dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telaah ditetapkan. Peran kepala ruangan dalam melaksanakan fungsi manajemen keperawatan: 1. Perencanaan 2. Pengorganisasian 3. Ketenagaan 4. Pengarahan 5. Pengendalian Dilakukan Tidak dilakukan Skema 1: Gambaran peran kepala ruangan dalam melaksanakan fungsi manajemen keperawatan Universitas Sumatera Utara 3.2. Defenisi operasioanal Tabel 3.1. Defenisi operasional No. Defenisi operasional 1. Peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen adalah tanggung jawab kepala ruangan dalam pengelolaan pelayanana di ruang rawat inap yaitu perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, pengendalian yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan. a. Peran fungsi perencanaan adalah tanggung jawab kepala ruangan dalam merencanakan standar keperawatan, pertemuan, pengendalian mutu, sumber daya yang ada yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan. b. Peran fungsi pengorganisasian adalah tanggung jawab kepala ruangan dalam menetapkan struktur organisasi, pengelompokan kegiatan, mengkoordinasi kegiatan, penjadwalan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan. c. Peran fungsi ketenagaan adalah tanggung jawab kepala ruangan dalam mengatur sistem kepegawaian, kebutuhan Alat Ukur Kuesioner Skala Ordinal Hasil ukur >80% (0-39) = tidak dilakukan <80% (40-50) = dilakukan Kuesioner Ordinal >80% (0-7) = tidak dilakukan <80% (8-10) = dilakukan Kuesioner Ordinal >80% (0-7) = tidak dilakukan <80% (8-10) = dilakukan Kuesioner Ordinal >80% (0-7) = tidak dilakukan <80% (8-10) = dilakukan Universitas Sumatera Utara staf, perekrutan, , orientasi, pemgembangan staf yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan. d. Peran fungsi pengarahan Kuesioner adalah tanggung jawab kepala ruangan dalam mempengaruhi staf, motivasi, pemecahan konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan. Ordinal >80% (0-7) = tidak dilakukan <80% (8-10) = dilakukan e. Peran fungsi pengendalian Kuesioner adalah tanggung jawab kepala ruangan dalam melakukan penilaian kerja, survey kepuasan, disiplin,dokumentasi, pengendalian mutu yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan. Ordinal >80% (0-7) = tidak dilakukan <80% (8-10) = dilakukan Universitas Sumatera Utara BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menganalisis peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. 4.2. Populasi Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan. Berdasarkan data yang didapat dari bidang keperawatan RSU Dr. Pirngadi Medan, total populasi perawat pelaksana di ruang rawat inap adalah sebanyak 253 orang (Bidang keperawatan, 2012). 4.3. Sampel penelitian Metode pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan srata yang ada dalam anggota populasi. Cara pengambilan sampel dengan menggunakan accidental sampling. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: perawat pelaksana di ruang rawat inap, bersedia menjadi responden, tidak sedang cuti, dan lama kerja satu tahun lebih. Nursalam (2009) mengatakan semakin besar sampel semakin mengurangi angka kesalahan. Prinsip umum yang digunakan dalam penelitian menggunakan jumlah sampel sebanyak mungkin. Universitas Sumatera Utara Adapun besarnya sampel menurut rumus yang dikutip dari Nursalam (2009) adalah sebagai berikut: n= 𝑁 1 + 𝑁 (𝑑)2 Keterangan: n = jumlah sampel N = jumlah populasi d = tingkat ketepatan absolut yang diinginkan dengan d= 0.05 Dari populasi terdapat 253 perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap, maka besar sampel sesuai dengan rumus diatas adalah: n= n= 𝑁 1 + 𝑁 (𝑑)2 253 1 + 253 (0,05)2 n= 155 responden Dari 155 responden tersebut akan diambil secara proporsional tiap ruang dari 20 ruangan dengan memakai rumus sebagai berikut: 𝑛𝑖 = 𝑁𝑖 .𝑛 𝑁 Universitas Sumatera Utara Keterangan : ni = Jumlah sampel tiap ruang n = Jumlah sampel seluruhnya Ni = Jumlah populasi tiap ruang N = Jumlah populasi seluruhnya Maka besar sampel tiap ruangan dapat dilihat dalam tabel 3.2 sebagai berikut: Tabel 3.2. Besar sampel tiap ruang rawat inap RSU Dr. Pirngadi Medan dengan N=253, n=155 Ruangan Populasi tiap Besar sampel tiap ruangan (Ni) ruangan (ni) Kelas 1. VIP I (Anggrek 1) 15 8 2. VIP II (Anggrek 2) 11 7 3. PLUS A (Mawar 1) 10 6 4. PLUS B (Mawar 2) 10 6 5. E. Terpadu 10 6 6. R. XV (Dahlia 1) 14 9 7. R. XVII (Dahlia 2) 10 6 8. Lantai V (Tulip 1) 11 7 9. Lantai VI (Tulip 2) 15 9 10. Lantai VII (Tulip 3) 21 13 Ruangan 11. R. Neurologi (Melati 2) 8 6 12. R. VII/VIII (Melati 3) 12 7 13. R. IX (Kenanga 1) 11 6 14. R. XIV (Asoka 1) 13 8 15. R. XVIII (Flamboyan) 12 7 16. R. Matahari dan THT 14 9 Khusus 22 14 17. ICU 18. ICCU 13 8 19. HDU 11 7 20. Unit stroke 10 7 Total 253 155 Universitas Sumatera Utara 4.4. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSU Dr. Pirngadi Medan. Rumah sakit Umum Dr. Pirngadi Medan merupakan rumah sakit berstatus milik pemerintah yang setiap tahunnya mengalami peningkatan dalam manajemen pelayanan keperawatan. Penelitian ini dilakukan mulai Juli sampai November 2012. 4.5. Pertimbangan etik Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin penelitian dari RSU Dr. Pirngadi Medan. Dalam melaksanakan penelitian ini, ada beberapa pertimbangan etik yang harus diperhatikan, yaitu hak kebebasan dan kerahasiaan menjadi responden, serta bebas rasa sakit baik secara fisik maupun tekanan psikologis. Peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian (self detemination). Lembar persetujuan diberikan kepada responden. Peneliti menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian yang dilakukan. Selanjutnya peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden. Jika perawat pelaksana bersedia menjadi responden, maka perawat pelaksana di minta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data untuk menjaga kerahasiaan responden tetapi dengan memberi kode pada masing-masing lembar tersebut (anonymity). Kerahasiaan informasi perawat dijamin oleh peneliti, dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian (confidentially) (Nursalam, 2009). Universitas Sumatera Utara 4.6. Instrumen Alat ukur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner ini disusun oleh peneliti berdasarkan teori dari tinjauan pustaka. Kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner fungsi-fungsi manajemen keperawatan. 4.6.1. Kuesioner data demografi Kuesioner data demografi terdiri dari: usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, usia, lama kerja, status pekerjaan, dan unit bekerja . 4.6.2. Kuesioner fungsi manajemen keperawatan Kuesioner fungsi manajemen bertujuan untuk menganalisis peran kepala ruangan dalam melaksanakan fungsi manajemen keperawatan yang dipersepsikan perawat pelaksana di ruang rawat inap. Kuesioner fungsi manajemen keperawatan terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, dan pengendalian. Kuesioner ini disusun dengan menggunakan bentuk pernyataan, kemudian responden diminta untuk memilih salah satu dari dua alternatif sesuai dengan apa yang dirasakan oleh perawat pelaksana. Skala untuk fungsi manajemen keperawatan memakai skala guttman. Kuesioner ini terdiri dari 50 pernyataan yang mewakili setiap peran kepala ruangan dalam melaksanakan fungsi manajemen keperawatan. Masing- masing fungsi manajemen terdiri dari 10 pernyataan. Kuesioner fungsi perencanaatan terdiri dari partisipasi (1), perencanaan pelatihan (2), perencanaan pertemuan (6), perencanaan pengendalian mutu (4, 7), perencanaan sumber daya (3, 5, 8, 9), perencanaan kegiatan (10). Kuesioner Universitas Sumatera Utara fungsi pengorganisasian terdiri dari struktur organisasi (11), pengelompokan kegiatan (12, 14, 19), koordinasi kegiatan (13, 15, 16, 17, 18, 19, 20). Kuesioner fungsi ketenagaan terdiri dari perekrutan (21), orientasi (22, 23), kebutuhan staf (24, 25, 27, 28), pengembangan staf (26), penjadwalan (29,30). Kuesioner fungsi pengarahan terdiri dari motivasi (31, 32, 33, 34, 35, 36, 39, 40), membantu pemecahan masalah (36, 37, 38). Kuesioner fungsi pengendalian terdiri dari penilaian kerja (41, 42), survei kepuasan (43, 44, 50), evaluasi dokumentasi (45, 48), pengendalian mutu (46, 47, 49). Kuesioner menggunakan pernyataan negatif dan pernyataan positif. Kuesioner pernyataan negatif adalah 36, 39, 46, 50. Kuesioner pernyataan positif adalah 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 47, 48, 49. Skor yang diberikan untuk setiap pernyataan negatif yaitu nilai 0 untuk jawaban ya (dilakukan oleh kepala ruangan) dan nilai 1 untuk jawaban tidak (tidak dilakukan oleh kepala ruangan). Skor yang diberikan untuk pernyataan positif yaitu 1 untuk jawaban ya (dilakukan oleh kepala ruangan) dan nilai 0 untuk jawaban tidak (tidak dilakukan oleh kepala ruangan). Banyak kelas akan dikategorikan menjadi 2 kelas. Nilai tertinggi adalah 50 dan nilai terendah adalah 0. Nilai skor diatas atau sama dengan 80% dikatakan dilakukan kepala ruangan, sedangkan nilai skor di bawah 80% dikatakan tidak dilakukan kepala ruangan. Maka didapatkan rentang skor: 0 - 39 = tidak dilakukan 40-55 = dilakukan Universitas Sumatera Utara 4.7. Uji Validitas dan Reliabilitas 4.7.1. Uji Validitas Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benarbenar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu kuesioner ini perlu diuji. Dalam penelitian ini dilakukan uji validitas isi yaitu dengan instrument dibuat mengacu pada isi yang sesuai dengan variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dengan meminta bantuan pada ahli dalam bidangnya yaitu dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 4.7.2. Uji Reliabilitas Cara perhitungan reliabilitas pada penelitian ini menggunakan tes dimana kuesioner yang sama diujikan kepada sekelompok responden dengan kriteria yang sama. Kuesioner ini akan diuji di Rumah Sakit Haji Medan terhadap 30 orang responden. Uji yang dilakukan untuk instrumen penelitian ini adalah rumus Kuder dan Richadson 21 (KR-21). Hasil uji reliabel pada kuesioner didapatkan nilai p=0,765. Hasil uji dikatakan reliabel apabila nilai p >0,7. Maka kuesioner ini dikatakan reliabel. 4.8. Teknik pengumpulan data Persiapan awal dilakukan dengan mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian dari fakultas keperawatan. Rekomendasi dari Fakultas keperawatan USU kemudian dikirimkan ke RSU Dr. Pirngadi Medan sebagai tempat Universitas Sumatera Utara penelitian. Setelah mendapatkan izin dari RSU Dr. Pirngadi Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data. Peneliti langsung memperoleh data dengan membagikan kuesioner kepada responden yang sesuai dengan kriteria sampel. Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat, dan prosedur pengisian kuesioner. Calon responden yang bersedia diminta menandatangani surat persetujuan, kemudian mengisi kuesioner yang telah diberikan oleh peneliti. Setelah kuesioner diisi, data dikumpulkan untuk diolah. Data yang sudah terkumpul selanjutnya diolah secara komputerisasi melalui program SPSS. Proses editing dilakukan untuk memeriksa, mengecek kelengkapan data dan menjumlahkan jawaban dari responden dengan tujuan agar data dapat diolah. Proses koding yaitu dengan membuat kode dalam langkah mempermudah perhitungan. Proses tabulating untuk pengelompokan data. Kemudian peneliti mengidentifikasi gambaran peran kepala ruangan dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen keperawatan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana. 4.9. Analisis data Setelah semua data terkumpul peneliti melakukan analisa data. Analisa data yang diterapkan adalah analisis deskriptif yaitu suatu prosedur pengolahan yang menggambarkan data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel. Hasil analisa data demografi untuk usia dan lama kerja akan diolah dalam data numerik, untuk jenis kelamin, pendidikan terakhir, status pekerjaan akan diolah dalam data distribusi frekuensi dan persentase. Hasil analisa data untuk fungsi manajemen keperawatan diolah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Universitas Sumatera Utara BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil penelitian Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana ruang rawat inap RSU Dr. Pirngadi Medan. Penyajian data hasil penelitian meliputi deskripsi karakteristik responden, peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan. 5.1.1. Deskripsi Karakteristik Responden Tabel 5.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan data demografi di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, Oktober 2012 dengan n=155 No. Karakteristik Responden Usia 1 a. 21 - 40 tahun b. >40 tahun Jenis Kelamin 2 a. Laki-laki b. Perempuan Pendidikan 3 a. SPK b. D III Keperawatan c. D IV Keperawatan d. Sarjana Keperawatan Status Pekerjaan 4 a. PNS b. Non PNS Lama Bekerja 5 a. <5 tahun b. 5-10 tahun c. >10 tahun Frekuensi (F) Persentase (%) 114 41 73,6 25,4 27 128 17,4 82,6 10 77 16 52 6,5 49,7 10,3 33,5 108 47 69,7 30,3 37 70 48 23,9 45,1 31,0 Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian berdasarkan tabel 5.1 didapatkan bahwa mayoritas perawat pelaksana berada pada rentang usia 21-40 tahun sebesar 73,6%, yang berarti perawat berada pada rentang usia produktif dengan mayoritas berjenis kelamin perempuan sebesar 82,6% dengan tingkat pendidikan perawat mayoritas D III Keperawatan sebesar 49,7%, status pekerjaan PNS sebesar 69,7%, dan lama hari kerja mayoritas 5-10 tahun sebesar 45,1%. 5.1.2. Deskripsi Responden menurut Variabel Penelitian 1. Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Kepala Ruangan Penilaian peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner dalam bentuk skala ordinal dengan pilihan jawaban ya dan tidak. Hasilnya akan dibagi menjadi dua kategori yaitu dilakukan dan tidak dilakukan. Hasil penelitian tentang peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan dapat dilihat dari tabel di bawah ini: Tabel 5.2. Distribusi frekuensi peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan, Oktober 2012 Peran kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan Dilakukan Tidak dilakukan Jumlah Frekuensi (F) Persentase (%) 103 52 155 66,5 33,5 100 Universitas Sumatera Utara Pada tabel 5.2 dapat dilihat bahwa peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan dilakukan oleh kepala ruangan sebesar 66,5%. Manajemen keperawatan terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan dan pengendalian dimana kelima fungsi ini saling berkaitan. Pada tabel di bawah akan diuraikan persentase peran kepala ruangan berdasarkan masing-masing fungsi manajemen. Tabel 5.3. Distribusi frekuensi peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsifungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan, Oktober 2012 dengan n=155 Fungsi Manajemen Keperawatan Fungsi Perencanaan Fungsi Pengorganisasian Fungsi Ketenagaan Fungsi Pengarahan Fungsi Pengendalian Dilakukan Frekuensi Persentase (F) (%) 118 76,1 134 86,5 80 51,6 119 76,8 92 59,4 Tidak Dilakukan Frekuensi Persentase (F) (%) 37 23,9 21 13,5 75 48,4 36 23,2 63 40,6 Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa mayoritas kepala ruangan melakukan fungsi manajemen keperawatan, dimana persentase fungsi manajemen tertinggi dilakukan kepala ruangan adalah fungsi pengorganisasian sebesar 86,5% sedangkan persentase fungsi manajemen yang terkecil adalah fungsi ketenagaan sebesar 51,6%. 5.2. Pembahasan Universitas Sumatera Utara Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh manajer dalam melaksanakan fungsi manajemen keperawatan. Manajemen keperawatan merupakan bentuk koordinasi dan integrasi sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan (Huber, 2000). Manajemen keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yang menggunakan fungsi-fungsi keperawatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, dan pengendalian (Marquis dan Huston, 2010). Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa peran kepala ruangan dalam pelaksanan fungsi manajemen keperawatan menurut perawat pelaksana dilakukan sebesar 66,5%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Panjaitan (2011) bahwa 65,7 % kepala ruangan melakukan fungsi manajemen. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Parmin (2009) bahwa 50,3% kepala ruangan melakukan fungsi manajemen keperawatan. Penelitian Hidayat (2009) didapatkan bahwa 69,1% kepala ruangan melakukan fungsi manajemen keperawatan. Hasil ini didukung oleh peran kepala ruangan pada masing-masing fungsi manajemen keperawatan didapatkan bahwa dilakukan kepala ruangan. Kepala ruangan melaksanakan fungsi manajemen dikarenakan pendidikan kepala ruangan berstrata S1+Ners. Notoadmojo (2007) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Hasibuan (2005) juga menyatakan bahwa pendidikan merupakan indikator yang Universitas Sumatera Utara mencerminkan kemampuan seseorang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan latar belakang dapat menentukan kedudukan suatu jabatan tertentu. Hal lain yang mendukung fungsi manajemen dilakukan oleh kepala ruangan, rata-rata lama bekerja perawat pelaksana adalah sebesar 45,1% dengan rentang 5-10 tahun. Hal tersebut mencerminkan kemampuan perawat dalam mepersepsikan kepala ruangan untuk melaksanakan fungsi manajemen keperawatan. Robbins (2003) menyatakan bahwa semakin lama staf bekerja pada suatu organisasi semakin memberi peluang untuk menerima tugas-tugas yang lebih menantang, otonomi yang lebih besar, dan keleluasaan bekerja. Status pekerjaan responden mayoritas pegawai tetap (PNS) sebesar 69,7% dimana perawat akan dibebankan tugas dan tanggung jawab, karena pegawai honor lebih sering meninggalkan pekerjaan sehingga kurang diberi tanggung jawab. Jika dihubungkan dengan umur responden berada pada rentang 21-40 tahun sebesar 73,6%. Usia ini menurut Hurlock (1980) disebut sebagai usia produktif sebagai masa berkarir. Hal ini sejalan dengan teori Levinson (1978 dalam Potter dan Perry, 2005) dimana usia ini berada pada tahap menyiapkan karir, mencoba karir dan usia stabilitas. 1. Perencanaan Perencanaan adalah koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan keperawatan (Huber, 2000). Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa tanpa perencanaan yang adekuat, proses manajemen pelayanan kesehatan akan gagal. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian menunjukkan peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi perencanaan menurut perawat pelaksana dilakukan 76,1%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Warsito (2006) bahwa 59,6% kepala ruangan melaksanakan fungsi perencanaan. Hasil penelitin ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Parlin (2010) bahwa 53,7% kepala ruangan tidak melakukan fungsi perencanaan. Rumah sakit yang diteliti oleh Parlin sama tipe dengan rumah sakit dalam penelitian ini yang berstatus milik pemerintah dan karakteristik responden yang sama. Bisa dikatakan bahwa pada penelitian Parlin (2009) kepala ruangan yang tidak melakukan perannya. Peran kepala ruangan pada fungsi perencaanaan dilakukan oleh kepala ruangan. Hasil ini didukung item pernyataan bahwa hampir keseluruhan perawat pelaksana mempersepsikan bahwa kepala ruangan melibatkan perawat untuk berpartisipasi dalam perencanaan asuhan keperawatan sebesar 99,4%, kepala ruangan menginformasikan perencanaan pelatihan bagi perawat sebesar 91,0%, kepala ruangan mensosialisasikan kegiatan pengendalian mutu seperti pencegahan infeksi nosocomial sebesar 94,8%. Perencanaan yang baik akan memudahkan pelaksanaan dalam mencapai tujuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Swanburg (2000) bahwa perencanaan akan meningkatkan pekerjaan keperawatan dan harapan dalam pelayan keperawatan. Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa perencanaan merupakan fungsi yang harus dilakukan kepala ruangan sehingga tercapai tujuan dan kebutuhan individu dan organisasi serta perncanaan yang baik mendorong mengelola sumber yang ada. Universitas Sumatera Utara Penelitian ini membahas tentang kegiatan kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi perencanaan yaitu partisipasi, dan perencanaan pengendalian mutu. Berdasarkan hasil penelitian pada fungsi perencanaan dilihat dari item pernyataan tentang kepala ruangan melibatkan perawat untuk berpartisipasi dalam perencanaan asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hidayat (2009) bahwa 88,3% kepala ruangan melibatkan perawat dalam pengambilan keputusan tentang pasien. Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa kepala ruangan harus melibatkan seluruh individu dan unit organisasi terkait perencanaan. Jika dihubungkan dengan lama bekerja perawat mayoritas berada pada rentang 5-10 tahun dimana sudah dapat diberi kepercayaan untuk melibatkan perawat dalam perencanaan asuhan keperawatan dan mengerjakan asuhan keperawatan. Selain melibatkan perawat dalam perencanaan, kepala ruangan merencanakan pengendalian mutu. Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan mensosialisasikan pengendalian mutu seperti pencegahan infeksi nosokomial kepada perawat sebesar 94,8%. Hasil penelitian ini sesuai dengan Swanburg (2000) bahwa dalam perencanaan kepala ruangan melakukan program kendali mutu. Pengendalian mutu yang dikerjakan terkait pengendalian infeksi nisokomial 2. Pengorganisasian Universitas Sumatera Utara Setelah perencanaan, diperlukan pengorganisasian dalam manajemen keperawatan. Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas pokok dan wewenang serta pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan (Muninjaya, 2004). Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa dalam pengorganisasian hubungan ditetapkan, prosedur diuraikan, perlengkapan disiapkan, dan tugas diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kepala ruangan melakukan fungsi pengorganisasian sebesar 86,5%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hidayat (2009) bahwa 63,2% kepala ruangan melakukan fungsi pengorganisasian. Hasil penelitian Parmin (2010) didaptkan bahwa 52,3% kepala ruangan melakukan fungsi pengorganisasian. Kesamaan hasil ini bisa dilihat dari status kepemilikan rumah sakit yang sama-sama milik pemerintah. Fungsi pengorganisasian pada penelitian ini akan membahas tentang pendelegasian dan rincian tugas perawat. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari item pernyataan tentang kepala ruangan mendelegasikan tugas kepada perawat apabila berhalangan hadir sebesar 93,5%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Warsito (2006) bahwa 63,5% kepala ruangan melakukan pendelegasian tugas keperawatan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Hidayat (2009) bahwa 86,8% ada pendelegasian tugas kepala ruangan jika tidak berada di tempat. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan Nursalam (2007) bahwa sering ditemukan dalam pendelegasian tugas tidak dapat diselesaikan disebabkan adanya Universitas Sumatera Utara rasa kurang percaya kepada sesorang yang diberi delegasi. Berdasarkan karakteristik responden didapatkan kepala ruangan kurang percaya kepada perawat dengan lama bekerja dibawah 5 tahun. Delegasi yang baik tergantung pada keseimbangan antara tanggung jawab, kemampuan dan wewenang (Nursalam, 2007). Analisa peneliti jika dihubungkan dengan tangggung jawab, 69,7% responden adalah pegawai tetap dimana sudah diberi beban dan tanggung jawab penuh atas pekerjaannya. Jika dihubungkan dengan kemampuan, 10,3% pendidikan responden S-1 keperawatan sebagai perawat profesional, dan 73,6% responden pada usia produktif. Organisasi yang baik menguraikan rincian tugas masing-masing individu. Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan tidak membuat rincian tugas masing-masing perawat dengan jelas sebesar 21,3% . Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Warsito (2006) bahwa 48,1% kepala ruangan tidak membuat rincian tugas anggota (perawat pelaksana). Namun hasil penelitian Hidayat (2009) bahwa 92,6% ada rincian tugas yang jelas dan tertulis yang berguna untuk pelayanan keperawatan di ruangan. Swanburg (2000) menyatakan bahwa setiap organsisasi memiliki serangkaian tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai tugas sehingga dilakukan pengelompokan tugas untuk memudahkan pembagian tugas sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh perawat. Pengelompokan tugas ini disebut juga dengan metode penugasan. Metode penugasan yang dilakukan oleh kepala ruangan yaitu metode tim keperawatan. Analisa peneliti jika dilihat dari jawaban Universitas Sumatera Utara responden, ada 1 ruangan sebesar 100% kepala ruangan tidak membuat rincian tugas masing-masing perawat dengan jelas. 3. Ketenagaan Kepala ruangan harus mengatur dan menentukan jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan keperawatan. Kegiatan ini dikerjakan dalam fungsi manajemen ketenagaan. Ketenagaan adalah kegiatan manajer keperawatan untuk merekrut, memimpin, memberikan orientasi, dan meningkatkan perkembangan individu untuk mencapai tujuan organisasi (Marquis dan Huston, 2010). Hasil penelitian menunjukkan peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi ketenagaan menurut perawat pelaksana dilakukan sebesar 51,6%. Hasil penelitian Panjaitan (2011) bahwa 40,3% fungsi ketenagaan dilakukan kepala ruangan terkait pelaksanaan pengendalian mutu. Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa fungsi ketenagaan merupakan proses penting dalam ketenagaan karena membutuhkan banyak pekerja untuk mencapai tujuan. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa sebesar 48,4% kepala ruangan tidak melakukan perannya dalam pelaksanaan fungsi ketenagaan. Hal ini bisa dilihat dari item pernyataan tentang keterlibatan kepala ruangan dalam perekrutan pegawai baru sebesar 43,2% dilakukan kepala ruangan, dan kepala ruangan mengadakan pelatihan bagi perawat sebesar 51,6% dilakukan oleh kepala ruangan. Universitas Sumatera Utara Fungsi ketenagaan dalam penelitian ini akan membahas tentang orientasi perawat baru, penjadwalan, perekrutan dan pengembangan staf. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari item pernyataan tentang kepala ruangan mengadakan orientasi perawat baru sebesar 76,8% dilakukan kepala ruangan. Marquis dan Huston (2010) bahwa program orientasi yang dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik mengajarkan perawat baru mengenai perilaku yang sesuai dengan organisasi. Hasil penelitian ini didukung item pernyataan tentang kepala ruangan memastikan setiap pegawai baru memahami kebijakan organisasi sebesar 76,8%. Swanburg (2000) menyatakan bahwa kepala ruangan harus menjelaskan peraturan yang ada, dan perawat harus memahami peraturan tersebut sesuai dengan keperluan perawat. Setelah melakukan orientasi perawat baru, kepala ruangan harus melakukan penjadwalan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan penjadwalan sebesar 85,8%. Hasil penelitian ini didukung item pernyataan tentang kepala ruangan membuat jadwal libur, jam kerja, waktu putaran dan waktu istirahat secara merata sebesar 83,2%. Hal ini sejalan dengan teori Marquis dan Huston (2010) bahwa kepala ruangan yang bertanggung jawab dalam penjadwalan. Gillies (2000) juga menyatakan bahwa kepala ruangan harus mengatur tentang pola-pola perputaran jawdal, jadwal liburan, dan lembur. Penelitian Taufik (2009) bahwa 98,6% ada aturan tenaga keperawatan di ruang rawat inap seperti membuat jadwal dinas untuk memperjelas tugas pokok dalam memberikan pelayanan keperawatan. Universitas Sumatera Utara Setelah penjadwalan, kepala ruangan melakukan perekrutan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari item pernyataan tentang kepala ruangan tidak terlibat dalam perekrutan sebesar 56,8%. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori Marquis dan Huston (2010) bahwa dalam perekrutan kepala ruangan terlibat dalam perekrutan, wawancara dan pemilihan pegawai. Hal ini bisa dilihat dari status kepemilikan rumah sakit milik pemerintah, dimana penerimaan pegawai baru lewat penerimaan calon pegawai negeri sipil yang dilakukan oleh pemerintah. Keterlibatan kepala ruangan dalam hal perekrutan ini adalah memberi laporan kepada manajer atas untuk jumlah staf yang dibutuhkan dan laporan tentang kriteria staf yang dibutuhkan di ruangan dalam hal keahlian khusus dari staf yang akan direkrut. Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa keterlibatan kepala ruangan perekrutan tergantung pada besar institusi, adanya departemen personalia yang terpisah, dan adanya perekrut perawat dalam organisasi. Jika dilihat pada RSU Dr. Pirngadi penerimaan pegawai oleh pemerintah dan karakteristik responden yang didapatkan mayoritas pegawai negeri sipil. Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa jika sumber daya manusia tidak terpenuhi, kepala ruangan harus melakukan perencanaan strategis yaitu dengan menempatkan orang-orang baru dengan keterampilan khusus atau melatih keterampilan orang-orang yang senior. Namun, jika dihubungkan dengan pendapat Marquis dan Huston (2010) tidak sejalan dengan hasil penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian dari item Universitas Sumatera Utara pernyataan tentang kepala ruangan tidak melakukan pelatihan bagi perawat sebesar 48,4%. Informasi yang didapatkan dari perawat bahwa pelatihan tidak dilakukan oleh kepala ruangan tetapi oleh kepala bidang keperawatan. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian pada item pernyataan tentang perencanaan pengembangan staff yang dikerjakan kepala ruangan pada fungsi perencanaan bahwa 91,0% kepala ruangan menginformasikan pelatihan bagi perawat. Kepala ruangan hanya menginformasikan adanya pelatihan tetapi tidak terlibat dalam pengerjaan atau memanajemen pelatihan tersebut. 4. Pengarahan Pengarahan adalah fase kerja manajemen, dimana manajer berusaha memotivasi, membina komunikasi, menangani konflik, kerja sama, dan negosiasi (Marquis dan Huston, 2010). Kepala ruangan dalam melakukan kegiatan pengarahan melalui: saling memberi motivasi, membantu pemecahan masalah, melakukan pendelegasian, menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan kolaborasi dan koordinasi (Swanburg, 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengarahan dilakukan sebesar 76,8%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Parmin (2010) bahwa 50,3% kepala ruangan melakukan fungsi pengarahan. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil fungsi perencanaan dilakukan sebesar 76,1% dan hasil fungsi pengorganisasian dilakukan sebesar 86,5%. Swanburg (2000) menyatakan bahwa untuk memahami pengarahan, kepala ruangan harus memahami tentang perencanaan dan Universitas Sumatera Utara pengorganisasian. Fungsi pengarahan dalam penelitian ini membahas tentang motivasi yang dilakukan kepala ruangan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan item pernyataan tentang kepala ruangan membimbing perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebesar 94,2%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Warsito (2006) bahwa sebesar 67,3% kepala ruangan membimbing perawat dalam asuhan keperawatan dengan benar. Hasil penelitian Hidayat (2009) juga sejalan dengan hasil penelitian ini bahwa sebesar 52,9% perawat mendapat bimbingan dari kepala ruangan. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Mayasari (2009) bahwa sebesar 54,1% kepala ruangan tidak melakukan bimbingan kepada perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini didukung item penyataan tentang kepala ruangan memotivasi perawat dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebesar 89,7%, kepala ruangan mengarahkan perawat untuk memberi umpan balik dalam pelayanan keperawatan sebesar 85,8%. Soeroso (2003) menyatakan bahwa memotivasi akan menunjukkan arah kepada perawat untuk mengambil langkah dalam memastikan sampai pada tujuan. Penelitian Mayasari (2009) bahwa 54,0% motivasi yang diberikan kepala ruangan mendorong perawat meningkatkan kinerja. Hasil penelitian lain dari Hidayat (2009) bahwa 80,9% sentuhan motivasi dari kepala ruangan membuat suasana kerja lebih menyenangkan. Kepala ruangan harus memahami bahwa perawat secara individu memiliki kebutuhan dasar dan tujuan yang berbeda (Swanburg, 2000). Kepala ruangan sudah memahami perawat sebagai individu yang memiliki kebutuhan dasar, dan dalam pelaksanaan Universitas Sumatera Utara perannya sebagai kepala ruangan dapat menciptakan suasana kerja yang menyenangkan yang dapat memberi motivasi bagi perawat. Selain melakukan motivasi, kepala ruangan harus mampu dalam melakukan pemecahan konflik yang terjadi di ruangan. Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan bersikap objektif dalam menghadapi persoalan dalam pelayanan keperawatan sebesara 91,6%. Penelitian ini didukung item pernyataan bahwa kepala ruangan tidak acuh dengan konflik yang terjadi di ruangan sebesar 74,8%. Swanburg (2000) menyatakan bahwa masalah dapat diatasi dengan komunikasi, mendengarkan secara aktif. Nursalam (2007) juga menyatakan bahwa kepala ruangan harus secara aktif melakukan intervensi terhadap masalah supaya tidak menghambat produktifitas dan motivasi. Kepala ruangan dapat melakukan pemecahan konflik dengan memberi perhatian terhadap masalah yang ada dan memberikan peranan yang aktif. Keterlibatan kepala ruangan dalam pemecahan konflik meningkatkan motivasi bagi perawat. 5. Pengendalian Pengarahan yang sudah dikerjakan oleh kepala ruangan harus di evaluasi. Pengendalian adalah fungsi yang terus menerus dari manajemen keperawatan yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan (Swanburg, 2000). Pengendalian adalah pemantauan dan penyesuaian rencana, proses, dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Huber, 2006). Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian menunjukkan peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengendalian menurut perawat pelaksana dilakukan sebesar 59,4%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Parmin (2010) bahwa 55,7% kepala ruangan melakukan fungsi pengendalian. Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa pengendalian yang efektif akan meningkatkan motivasi kerja dan hasil yang berkualitas. Penelitian ini membahas tentang kegiatan kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengendalian yaitu survei kepuasan perawat, survei kepuasan klien, dan pengendalian mutu. Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan survei kepuasan perawat sebesar 90,0%. Huber (2000) menyatakan bahwa salah satu indikator ukuran kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan adalah tingkat kepuasan perawat. Tetapi hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Warsito (2006) bahwa 78,8% kepala ruangan tidak melakukan survei kepuasan perawat. Hasil penelitian ini juga didukung item pernyataan tentang kepala ruangan tidak mengabaikan kebutuhan psikis perawat sebesar 65,2%. Pendapat Marquis dan Huston (2010) bahwa kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan psikis yang dilihat dari bagaimana peran manajer dalam melakukan stafnya. Hasil penelitian ini juga didukung oleh peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengarahan sebesar 76,8% dilakukan. Hasil penelitian Sigit Universitas Sumatera Utara (2012) bahwa fungsi pengarahan bila dilaksanakan secara konsisten oleh kepala ruangan akan berpeluang meningkatkan kepuasan kerja sebesar 67,40%. Hasil penelitian ini juga didukung item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan penilaian kerja perawat di ruang rawat inap sebesar 81,3%. Demikian pernyataan Nursalam (2007) bahwa penilaian pelaksanaan kerja perawat dapat memperbaiki pelaksanaan kerja perawat yang memberitahukan bahwa pelayanan yang dilakukan memuaskan atau tidak. Selain kepala ruangan melakukan survei kepuasan perawat, kepala ruangan juga melakukan survei kepuasan klien. Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan survei kepuasan klien sebesar 34,8% tidak dilakukan kepala ruangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Warsito (2006) bahwa 32,7% kepala ruangan melakukan survei kepuasan klien. Namun, pernyataan Swanburg (2000) bahwa jaminan kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan dilihat dari audit perawatan salah satunya adalah audit hasil yaitu mengevaluasi akhir kerja yaitu pasien. Setelah melakukan survei kepuasan klien, dalam fungsi pengendalian, kepala ruangan juga melakukan pengendalian mutu yaitu supervisi angka kejadian infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil penelitian tentang kepala ruangan mengadakan survei kejadian infeksi nosokomial sebesar 82,6% dilakukan dengan baik. Hasil ini didukung kegiatan kepala ruangan pada fungsi perencanaan dengan item pernyataan tentang kepala ruangan mensosialisasikan kegiatan pengendalian Universitas Sumatera Utara mutu seperti infeksi nosokomial kepada perawat sebesar 94,8%. Perencanaan yang baik akan menentukan kualitas yang akan dicapai. Hasil penelitian ini juga didukung dengan item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan pengendalian dengan melibatkan perawat pelaksana sebesar 60,6%. Swanburg (2000) menyatakan kepala ruangan harus melibatkan perawat dalam melaksanakan pengendalian mutu. Pernyataan Marquis dan Huston (2010) bahwa kepala ruangan harus melibatkan perawat dalm menentukan kriteria, menilai kriteria, mengumpulkan data atau melaporkannya yang dilakukan sepanjang proses pengendalian mutu. Universitas Sumatera Utara BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2012 sampai tanggal 20 November 2012 di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, dengan judul Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Tehnik pengambilan sampel dengan accidental sampling. Pada RSU Dr. Pirngadi Medan yang berjumlah 155 responden didapati bahwa peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen dilakukan oleh kepala ruangan. Peran kepala ruangan yang paling tinggi adalah pada fungsi pengorganisasian sedangkan peran kepala ruangan yang yang paling rendah adalah fungsi ketenagaan. Peran kepala ruangan untuk masing-masing fungsi manajemen sudah dilakukan kepala ruangan, namun ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan dalam mengerjakan manajemen keperawatan yaitu pada fungsi pengorganisasian tentang membuat rincian tugas perawat dengan jelas supaya dilaksanakan secara merata pada semua ruangan, fungsi ketenagaan tentang keterlibatan kepala ruangan dalam perekrutan, dan pelatihan perawat, dan pada fungsi pengendalian tentang survei kepuasan klien. Universitas Sumatera Utara 6.2. Saran 6.2.1. Pendidikan keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi yang baik bagi mahasiswa keperawatan agar dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan yang profesional di rumah sakit dan meningkatkan kognitif tentang peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan. 6.2.2. Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Rekomendasi untuk pihak manajer keperawatan agar tetap meningkatkan fungsi manajemen keperawatan melalui kebijakan dan fasilitas yang mendukung. Peran kepala ruangan dalam perekrutan, pengembangan tenaga membuat rincian tugas perawat, dan survei kepuasan klien perlu ditingkatkan. 6.2.3. Penelitian selanjutnya Pada penelitian ini semua variabel didapatkan dengan hasil yang baik. Penelitian dengan menggunakan kuesioner kemungkinan tidak menunjukkan keadaan yang sebenarnya karena bisa saja responden mengisi dengan tidak jujur. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan wawancara mendalam dengan kepala ruangan dan responden. Universitas Sumatera Utara