BAB III KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka konsep Kerangka

advertisement
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka konsep
Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kepala
ruangan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen keperawatan yang
dipersepsikan oleh perawat pelaksana di RSU Dr. Pirngadi Medan. Perencanaan
adalah koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan
proses manajemen untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan
keperawatan. Pengorganisasian adalah memobilisasi sumber daya manusia dan
material untuk mencapai tujuan. Ketenagaan adalah kegiatan manajer untuk
memimpin, memberikan orientasi, dan meningkatkan perkembangan indvidu
untuk mencapai tujuan organisasi. Pengarahan adalah fungsi manajemen yang
memantau dan menyesuaikan perencanaan, proses, dan sumber daya yang efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan. Pengendalian adalah pemantauan atau
penyesuaian rencana, proses, dan sumber daya yang secara efektif mencapai
tujuan yang telaah ditetapkan.
Peran kepala ruangan dalam
melaksanakan fungsi manajemen
keperawatan:
1. Perencanaan
2. Pengorganisasian
3. Ketenagaan
4. Pengarahan
5. Pengendalian
Dilakukan
Tidak dilakukan
Skema 1: Gambaran peran kepala ruangan dalam melaksanakan fungsi
manajemen keperawatan
Universitas Sumatera Utara
3.2. Defenisi operasioanal
Tabel 3.1. Defenisi operasional
No. Defenisi operasional
1.
Peran kepala ruangan dalam
pelaksanaan
fungsi
manajemen adalah tanggung
jawab kepala ruangan dalam
pengelolaan pelayanana di
ruang rawat inap yaitu
perencanaan,
pengorganisasian, ketenagaan,
pengarahan,
pengendalian
yang
dipersepsikan
oleh
perawat pelaksana di ruang
rawat inap di RSU Dr.
Pirngadi Medan.
a. Peran fungsi perencanaan
adalah tanggung jawab
kepala ruangan dalam
merencanakan
standar
keperawatan, pertemuan,
pengendalian
mutu,
sumber daya yang ada
yang dipersepsikan oleh
perawat pelaksana di ruang
rawat inap di RSU Dr.
Pirngadi Medan.
b. Peran
fungsi
pengorganisasian adalah
tanggung jawab kepala
ruangan
dalam
menetapkan
struktur
organisasi, pengelompokan
kegiatan, mengkoordinasi
kegiatan,
penjadwalan
yang dipersepsikan oleh
perawat pelaksana di ruang
rawat inap di RSU Dr.
Pirngadi Medan.
c. Peran fungsi ketenagaan
adalah tanggung jawab
kepala ruangan dalam
mengatur
sistem
kepegawaian, kebutuhan
Alat Ukur
Kuesioner
Skala
Ordinal
Hasil ukur
>80% (0-39) =
tidak dilakukan
<80% (40-50) =
dilakukan
Kuesioner
Ordinal
>80% (0-7) =
tidak dilakukan
<80% (8-10) =
dilakukan
Kuesioner
Ordinal
>80% (0-7) =
tidak dilakukan
<80% (8-10) =
dilakukan
Kuesioner
Ordinal
>80% (0-7) =
tidak dilakukan
<80% (8-10) =
dilakukan
Universitas Sumatera Utara
staf, perekrutan, , orientasi,
pemgembangan staf yang
dipersepsikan oleh perawat
pelaksana di ruang rawat
inap di RSU Dr. Pirngadi
Medan.
d. Peran fungsi pengarahan Kuesioner
adalah tanggung jawab
kepala ruangan dalam
mempengaruhi
staf,
motivasi,
pemecahan
konflik yang dipersepsikan
oleh perawat pelaksana di
ruang rawat inap di RSU
Dr. Pirngadi Medan.
Ordinal
>80% (0-7) =
tidak dilakukan
<80% (8-10) =
dilakukan
e. Peran fungsi pengendalian Kuesioner
adalah tanggung jawab
kepala ruangan dalam
melakukan penilaian kerja,
survey
kepuasan,
disiplin,dokumentasi,
pengendalian mutu yang
dipersepsikan oleh perawat
pelaksana di ruang rawat
inap di RSU Dr. Pirngadi
Medan.
Ordinal
>80% (0-7) =
tidak dilakukan
<80% (8-10) =
dilakukan
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yang bertujuan
untuk menganalisis peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen
keperawatan; persepsi perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan.
4.2. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah perawat pelaksana di ruang rawat inap di
RSU Dr. Pirngadi Medan. Berdasarkan data yang didapat dari bidang keperawatan
RSU Dr. Pirngadi Medan, total populasi perawat pelaksana di ruang rawat inap
adalah sebanyak 253 orang (Bidang keperawatan, 2012).
4.3. Sampel penelitian
Metode pengambilan sampel menggunakan metode simple random
sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan srata
yang ada dalam anggota populasi. Cara pengambilan sampel dengan
menggunakan accidental sampling. Kriteria sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah: perawat pelaksana di ruang rawat inap, bersedia menjadi
responden, tidak sedang cuti, dan lama kerja satu tahun lebih.
Nursalam (2009) mengatakan semakin besar sampel semakin mengurangi
angka kesalahan. Prinsip umum yang digunakan dalam penelitian menggunakan
jumlah sampel sebanyak mungkin.
Universitas Sumatera Utara
Adapun besarnya sampel menurut rumus yang dikutip dari Nursalam (2009)
adalah sebagai berikut:
n=
𝑁
1 + 𝑁 (𝑑)2
Keterangan:
n
= jumlah sampel
N
= jumlah populasi
d
= tingkat ketepatan absolut yang diinginkan dengan d= 0.05
Dari populasi terdapat 253 perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat
inap, maka besar sampel sesuai dengan rumus diatas adalah:
n=
n=
𝑁
1 + 𝑁 (𝑑)2
253
1 + 253 (0,05)2
n= 155 responden
Dari 155 responden tersebut akan diambil secara proporsional tiap ruang
dari 20 ruangan dengan memakai rumus sebagai berikut:
𝑛𝑖 =
𝑁𝑖
.𝑛
𝑁
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
ni = Jumlah sampel tiap ruang
n = Jumlah sampel seluruhnya
Ni = Jumlah populasi tiap ruang
N = Jumlah populasi seluruhnya
Maka besar sampel tiap ruangan dapat dilihat dalam tabel 3.2 sebagai
berikut:
Tabel 3.2. Besar sampel tiap ruang rawat inap RSU Dr. Pirngadi Medan dengan
N=253, n=155
Ruangan
Populasi tiap
Besar sampel tiap
ruangan (Ni)
ruangan (ni)
Kelas
1. VIP I (Anggrek 1)
15
8
2. VIP II (Anggrek 2)
11
7
3. PLUS A (Mawar 1)
10
6
4. PLUS B (Mawar 2)
10
6
5. E. Terpadu
10
6
6. R. XV (Dahlia 1)
14
9
7. R. XVII (Dahlia 2)
10
6
8. Lantai V (Tulip 1)
11
7
9. Lantai VI (Tulip 2)
15
9
10. Lantai VII (Tulip 3)
21
13
Ruangan
11. R. Neurologi (Melati 2)
8
6
12. R. VII/VIII (Melati 3)
12
7
13. R. IX (Kenanga 1)
11
6
14. R. XIV (Asoka 1)
13
8
15. R. XVIII (Flamboyan)
12
7
16. R. Matahari dan THT
14
9
Khusus
22
14
17. ICU
18. ICCU
13
8
19. HDU
11
7
20. Unit stroke
10
7
Total
253
155
Universitas Sumatera Utara
4.4. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSU Dr. Pirngadi Medan. Rumah sakit Umum
Dr. Pirngadi Medan merupakan rumah sakit berstatus milik pemerintah yang
setiap
tahunnya
mengalami
peningkatan
dalam
manajemen
pelayanan
keperawatan. Penelitian ini dilakukan mulai Juli sampai November 2012.
4.5. Pertimbangan etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin penelitian dari Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin penelitian dari RSU Dr.
Pirngadi Medan. Dalam melaksanakan penelitian ini, ada beberapa pertimbangan
etik yang harus diperhatikan, yaitu hak kebebasan dan kerahasiaan menjadi
responden, serta bebas rasa sakit baik secara fisik maupun tekanan psikologis.
Peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk menentukan apakah
bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian (self detemination).
Lembar persetujuan diberikan kepada responden. Peneliti menjelaskan maksud,
tujuan dan prosedur penelitian yang dilakukan. Selanjutnya peneliti menanyakan
kesediaan menjadi responden. Jika perawat pelaksana bersedia menjadi
responden, maka perawat pelaksana di minta untuk menandatangani lembar
persetujuan (informed consent). Peneliti tidak mencantumkan nama responden
pada lembar pengumpulan data untuk menjaga kerahasiaan responden tetapi
dengan memberi kode pada masing-masing lembar tersebut (anonymity).
Kerahasiaan informasi perawat dijamin oleh peneliti, dan hanya kelompok data
tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian (confidentially)
(Nursalam, 2009).
Universitas Sumatera Utara
4.6. Instrumen
Alat ukur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Kuesioner ini disusun oleh peneliti berdasarkan teori dari tinjauan
pustaka. Kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu kuesioner data demografi dan
kuesioner fungsi-fungsi manajemen keperawatan.
4.6.1. Kuesioner data demografi
Kuesioner data demografi terdiri dari: usia, jenis kelamin, pendidikan
terakhir, usia, lama kerja, status pekerjaan, dan unit bekerja .
4.6.2. Kuesioner fungsi manajemen keperawatan
Kuesioner fungsi manajemen bertujuan untuk menganalisis peran kepala
ruangan dalam melaksanakan fungsi manajemen keperawatan yang dipersepsikan
perawat pelaksana di ruang rawat inap. Kuesioner fungsi manajemen keperawatan
terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, dan
pengendalian. Kuesioner ini disusun dengan menggunakan bentuk pernyataan,
kemudian responden diminta untuk memilih salah satu dari dua alternatif sesuai
dengan apa yang dirasakan oleh perawat pelaksana. Skala untuk fungsi
manajemen keperawatan memakai skala guttman. Kuesioner ini terdiri dari 50
pernyataan yang mewakili setiap peran kepala ruangan dalam melaksanakan
fungsi manajemen keperawatan. Masing- masing fungsi manajemen terdiri dari 10
pernyataan.
Kuesioner fungsi perencanaatan terdiri dari partisipasi (1), perencanaan
pelatihan (2), perencanaan pertemuan (6), perencanaan pengendalian mutu (4, 7),
perencanaan sumber daya (3, 5, 8, 9), perencanaan kegiatan (10). Kuesioner
Universitas Sumatera Utara
fungsi pengorganisasian terdiri dari struktur organisasi (11), pengelompokan
kegiatan (12, 14, 19), koordinasi kegiatan (13, 15, 16, 17, 18, 19, 20). Kuesioner
fungsi ketenagaan terdiri dari perekrutan (21), orientasi (22, 23), kebutuhan staf
(24, 25, 27, 28), pengembangan staf (26), penjadwalan (29,30). Kuesioner fungsi
pengarahan terdiri dari motivasi (31, 32, 33, 34, 35, 36, 39, 40), membantu
pemecahan masalah (36, 37, 38). Kuesioner fungsi pengendalian terdiri dari
penilaian kerja (41, 42), survei kepuasan (43, 44, 50), evaluasi dokumentasi (45,
48), pengendalian mutu (46, 47, 49). Kuesioner menggunakan pernyataan negatif
dan pernyataan positif. Kuesioner pernyataan negatif adalah 36, 39, 46, 50.
Kuesioner pernyataan positif adalah 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16,
17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39,
40, 41, 42, 43, 44, 45, 47, 48, 49.
Skor yang diberikan untuk setiap pernyataan negatif yaitu nilai 0 untuk
jawaban ya (dilakukan oleh kepala ruangan) dan nilai 1 untuk jawaban tidak
(tidak dilakukan oleh kepala ruangan). Skor yang diberikan untuk pernyataan
positif yaitu 1 untuk jawaban ya (dilakukan oleh kepala ruangan) dan nilai 0 untuk
jawaban tidak (tidak dilakukan oleh kepala ruangan).
Banyak kelas akan dikategorikan menjadi 2 kelas. Nilai tertinggi adalah 50
dan nilai terendah adalah 0. Nilai skor diatas atau sama dengan 80% dikatakan
dilakukan kepala ruangan, sedangkan nilai skor di bawah 80% dikatakan tidak
dilakukan kepala ruangan. Maka didapatkan rentang skor:
0 - 39
= tidak dilakukan
40-55
= dilakukan
Universitas Sumatera Utara
4.7. Uji Validitas dan Reliabilitas
4.7.1. Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benarbenar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita
susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu
kuesioner ini perlu diuji. Dalam penelitian ini dilakukan uji validitas isi yaitu
dengan instrument dibuat mengacu pada isi yang sesuai dengan variabel yang
diteliti. Dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dengan meminta bantuan pada
ahli dalam bidangnya yaitu dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara.
4.7.2. Uji Reliabilitas
Cara perhitungan reliabilitas pada penelitian ini menggunakan tes dimana
kuesioner yang sama diujikan kepada sekelompok responden dengan kriteria yang
sama. Kuesioner ini akan diuji di Rumah Sakit Haji Medan terhadap 30 orang
responden. Uji yang dilakukan untuk instrumen penelitian ini adalah rumus Kuder
dan Richadson 21 (KR-21). Hasil uji reliabel pada kuesioner didapatkan nilai
p=0,765. Hasil uji dikatakan reliabel apabila nilai p >0,7. Maka kuesioner ini
dikatakan reliabel.
4.8. Teknik pengumpulan data
Persiapan awal dilakukan dengan mengajukan permohonan izin pelaksanaan
penelitian dari fakultas keperawatan. Rekomendasi dari Fakultas keperawatan
USU kemudian dikirimkan ke RSU Dr. Pirngadi Medan sebagai tempat
Universitas Sumatera Utara
penelitian. Setelah mendapatkan izin dari RSU Dr. Pirngadi Medan, peneliti
melaksanakan pengumpulan data.
Peneliti langsung memperoleh data dengan membagikan kuesioner kepada
responden yang sesuai dengan kriteria sampel. Peneliti menjelaskan kepada calon
responden tentang tujuan, manfaat, dan prosedur pengisian kuesioner. Calon
responden yang bersedia diminta menandatangani surat persetujuan, kemudian
mengisi kuesioner yang telah diberikan oleh peneliti. Setelah kuesioner diisi, data
dikumpulkan untuk diolah. Data yang sudah terkumpul selanjutnya diolah secara
komputerisasi melalui program SPSS. Proses editing dilakukan untuk memeriksa,
mengecek kelengkapan data dan menjumlahkan jawaban dari responden dengan
tujuan agar data dapat diolah. Proses koding yaitu dengan membuat kode dalam
langkah mempermudah perhitungan. Proses tabulating untuk pengelompokan
data. Kemudian peneliti mengidentifikasi gambaran peran kepala ruangan dalam
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen keperawatan yang dipersepsikan oleh
perawat pelaksana.
4.9. Analisis data
Setelah semua data terkumpul peneliti melakukan analisa data. Analisa data
yang diterapkan adalah analisis deskriptif yaitu suatu prosedur pengolahan yang
menggambarkan data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel. Hasil analisa data
demografi untuk usia dan lama kerja akan diolah dalam data numerik, untuk jenis
kelamin, pendidikan terakhir, status pekerjaan akan diolah dalam data distribusi
frekuensi dan persentase. Hasil analisa data untuk fungsi manajemen keperawatan
diolah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil penelitian
Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai
peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan;
persepsi perawat pelaksana ruang rawat inap RSU Dr. Pirngadi Medan. Penyajian
data hasil penelitian meliputi deskripsi karakteristik responden, peran kepala
ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan.
5.1.1.
Deskripsi Karakteristik Responden
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan data demografi di Rumah
Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, Oktober 2012 dengan n=155
No. Karakteristik Responden
Usia
1
a. 21 - 40 tahun
b. >40 tahun
Jenis Kelamin
2
a. Laki-laki
b. Perempuan
Pendidikan
3
a. SPK
b. D III Keperawatan
c. D IV Keperawatan
d. Sarjana Keperawatan
Status Pekerjaan
4
a. PNS
b. Non PNS
Lama Bekerja
5
a. <5 tahun
b. 5-10 tahun
c. >10 tahun
Frekuensi (F)
Persentase (%)
114
41
73,6
25,4
27
128
17,4
82,6
10
77
16
52
6,5
49,7
10,3
33,5
108
47
69,7
30,3
37
70
48
23,9
45,1
31,0
Universitas Sumatera Utara
Hasil
penelitian berdasarkan tabel 5.1 didapatkan bahwa mayoritas
perawat pelaksana berada pada rentang usia 21-40 tahun sebesar 73,6%, yang
berarti perawat berada pada rentang usia produktif dengan mayoritas berjenis
kelamin perempuan sebesar 82,6% dengan tingkat pendidikan perawat mayoritas
D III Keperawatan sebesar 49,7%, status pekerjaan PNS sebesar 69,7%, dan lama
hari kerja mayoritas 5-10 tahun sebesar 45,1%.
5.1.2.
Deskripsi Responden menurut Variabel Penelitian
1. Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Kepala
Ruangan
Penilaian peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen
keperawatan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner
dalam bentuk skala ordinal dengan pilihan jawaban ya dan tidak. Hasilnya akan
dibagi menjadi dua kategori yaitu dilakukan dan tidak dilakukan. Hasil penelitian
tentang peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan
dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi
manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di Ruang Rawat
Inap RSU Dr. Pirngadi Medan, Oktober 2012
Peran kepala Ruangan dalam
Pelaksanaan Fungsi Manajemen
Keperawatan
Dilakukan
Tidak dilakukan
Jumlah
Frekuensi
(F)
Persentase
(%)
103
52
155
66,5
33,5
100
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 5.2 dapat dilihat bahwa peran kepala ruangan dalam pelaksanaan
fungsi manajemen keperawatan dilakukan oleh kepala ruangan sebesar 66,5%.
Manajemen
keperawatan
terdiri
dari
perencanaan,
pengorganisasian,
ketenagaan, pengarahan dan pengendalian dimana kelima fungsi ini saling
berkaitan. Pada tabel di bawah akan diuraikan persentase peran kepala ruangan
berdasarkan masing-masing fungsi manajemen.
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsifungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di Ruang
Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan, Oktober 2012 dengan n=155
Fungsi Manajemen
Keperawatan
Fungsi Perencanaan
Fungsi Pengorganisasian
Fungsi Ketenagaan
Fungsi Pengarahan
Fungsi Pengendalian
Dilakukan
Frekuensi
Persentase
(F)
(%)
118
76,1
134
86,5
80
51,6
119
76,8
92
59,4
Tidak Dilakukan
Frekuensi Persentase
(F)
(%)
37
23,9
21
13,5
75
48,4
36
23,2
63
40,6
Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa mayoritas kepala ruangan melakukan
fungsi manajemen keperawatan, dimana persentase fungsi manajemen tertinggi
dilakukan kepala ruangan adalah fungsi pengorganisasian sebesar 86,5%
sedangkan persentase fungsi manajemen yang terkecil adalah fungsi ketenagaan
sebesar 51,6%.
5.2. Pembahasan
Universitas Sumatera Utara
Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh manajer
dalam melaksanakan fungsi manajemen keperawatan. Manajemen keperawatan
merupakan bentuk koordinasi dan integrasi sumber-sumber keperawatan dengan
menerapkan proses manajemen keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan dan pelayanan keperawatan (Huber, 2000). Manajemen keperawatan
merupakan
suatu
proses
keperawatan
yang
menggunakan
fungsi-fungsi
keperawatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan,
pengarahan, dan pengendalian (Marquis dan Huston, 2010).
Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa peran kepala
ruangan dalam pelaksanan fungsi manajemen keperawatan menurut perawat
pelaksana dilakukan sebesar 66,5%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Panjaitan (2011) bahwa 65,7 % kepala ruangan melakukan fungsi
manajemen. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Parmin (2009)
bahwa 50,3% kepala ruangan melakukan fungsi manajemen keperawatan.
Penelitian Hidayat (2009) didapatkan bahwa 69,1% kepala ruangan melakukan
fungsi manajemen keperawatan. Hasil ini didukung oleh peran kepala ruangan
pada masing-masing fungsi manajemen keperawatan didapatkan bahwa dilakukan
kepala ruangan.
Kepala ruangan melaksanakan fungsi manajemen dikarenakan pendidikan
kepala ruangan berstrata S1+Ners. Notoadmojo (2007) menyatakan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Hasibuan
(2005) juga menyatakan bahwa pendidikan merupakan indikator yang
Universitas Sumatera Utara
mencerminkan kemampuan seseorang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan
latar belakang dapat menentukan kedudukan suatu jabatan tertentu.
Hal lain yang mendukung fungsi manajemen dilakukan oleh kepala
ruangan, rata-rata lama bekerja perawat pelaksana adalah sebesar 45,1% dengan
rentang 5-10 tahun. Hal tersebut mencerminkan kemampuan perawat dalam
mepersepsikan
kepala
ruangan
untuk
melaksanakan
fungsi
manajemen
keperawatan. Robbins (2003) menyatakan bahwa semakin lama staf bekerja pada
suatu organisasi semakin memberi peluang untuk menerima tugas-tugas yang
lebih menantang, otonomi yang lebih besar, dan keleluasaan bekerja. Status
pekerjaan responden mayoritas pegawai tetap (PNS) sebesar 69,7% dimana
perawat akan dibebankan tugas dan tanggung jawab, karena pegawai honor lebih
sering meninggalkan pekerjaan sehingga kurang diberi tanggung jawab.
Jika dihubungkan dengan umur responden berada pada rentang 21-40 tahun
sebesar 73,6%. Usia ini menurut Hurlock (1980) disebut sebagai usia produktif
sebagai masa berkarir. Hal ini sejalan dengan teori Levinson (1978 dalam Potter
dan Perry, 2005) dimana usia ini berada pada tahap menyiapkan karir, mencoba
karir dan usia stabilitas.
1.
Perencanaan
Perencanaan adalah koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan
untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan keperawatan (Huber,
2000). Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa tanpa perencanaan yang
adekuat, proses manajemen pelayanan kesehatan akan gagal.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian menunjukkan peran kepala ruangan dalam pelaksanaan
fungsi perencanaan menurut perawat pelaksana dilakukan 76,1%. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Warsito (2006) bahwa 59,6% kepala ruangan
melaksanakan fungsi perencanaan. Hasil penelitin ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian Parlin (2010) bahwa 53,7% kepala ruangan tidak melakukan fungsi
perencanaan. Rumah sakit yang diteliti oleh Parlin sama tipe dengan rumah sakit
dalam penelitian ini yang berstatus milik pemerintah dan karakteristik responden
yang sama. Bisa dikatakan bahwa pada penelitian Parlin (2009) kepala ruangan
yang tidak melakukan perannya.
Peran kepala ruangan pada fungsi perencaanaan dilakukan oleh kepala
ruangan. Hasil ini didukung item pernyataan bahwa hampir keseluruhan perawat
pelaksana mempersepsikan bahwa kepala ruangan melibatkan perawat untuk
berpartisipasi dalam perencanaan asuhan keperawatan sebesar 99,4%, kepala
ruangan menginformasikan perencanaan pelatihan bagi perawat sebesar 91,0%,
kepala ruangan mensosialisasikan kegiatan pengendalian mutu seperti pencegahan
infeksi nosocomial sebesar 94,8%.
Perencanaan yang baik akan memudahkan pelaksanaan dalam mencapai
tujuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Swanburg (2000) bahwa
perencanaan akan meningkatkan pekerjaan keperawatan dan harapan dalam
pelayan keperawatan. Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa
perencanaan merupakan fungsi yang harus dilakukan kepala ruangan sehingga
tercapai tujuan dan kebutuhan individu dan organisasi serta perncanaan yang baik
mendorong mengelola sumber yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini membahas tentang kegiatan kepala ruangan dalam
pelaksanaan fungsi perencanaan yaitu partisipasi, dan perencanaan pengendalian
mutu.
Berdasarkan hasil penelitian pada fungsi perencanaan dilihat dari item
pernyataan tentang kepala ruangan melibatkan perawat untuk berpartisipasi dalam
perencanaan asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Hidayat (2009) bahwa 88,3% kepala ruangan melibatkan perawat
dalam pengambilan keputusan tentang pasien. Marquis dan Huston (2010)
menyatakan bahwa kepala ruangan harus melibatkan seluruh individu dan unit
organisasi terkait perencanaan. Jika dihubungkan dengan lama bekerja perawat
mayoritas berada pada rentang 5-10 tahun dimana sudah dapat diberi kepercayaan
untuk melibatkan perawat dalam perencanaan asuhan keperawatan dan
mengerjakan asuhan keperawatan.
Selain
melibatkan
perawat
dalam
perencanaan,
kepala
ruangan
merencanakan pengendalian mutu. Berdasarkan hasil penelitian dari item
pernyataan tentang kepala ruangan mensosialisasikan pengendalian mutu seperti
pencegahan infeksi nosokomial kepada perawat sebesar 94,8%. Hasil penelitian
ini sesuai dengan Swanburg (2000) bahwa dalam perencanaan kepala ruangan
melakukan program kendali mutu. Pengendalian mutu yang dikerjakan terkait
pengendalian infeksi nisokomial
2.
Pengorganisasian
Universitas Sumatera Utara
Setelah perencanaan, diperlukan pengorganisasian dalam manajemen
keperawatan.
Pengorganisasian
adalah
langkah
untuk
menetapkan,
menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas pokok
dan wewenang serta pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam
rangka mencapai tujuan (Muninjaya, 2004). Marquis dan Huston (2010)
menyatakan bahwa dalam pengorganisasian hubungan ditetapkan, prosedur
diuraikan, perlengkapan disiapkan, dan tugas diberikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kepala ruangan melakukan
fungsi pengorganisasian sebesar 86,5%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Hidayat (2009) bahwa 63,2% kepala ruangan melakukan fungsi
pengorganisasian. Hasil penelitian Parmin (2010) didaptkan bahwa 52,3% kepala
ruangan melakukan fungsi pengorganisasian. Kesamaan hasil ini bisa dilihat dari
status kepemilikan rumah sakit yang sama-sama milik pemerintah. Fungsi
pengorganisasian pada penelitian ini akan membahas tentang pendelegasian dan
rincian tugas perawat.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari item pernyataan tentang
kepala ruangan mendelegasikan tugas kepada perawat apabila berhalangan hadir
sebesar 93,5%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Warsito (2006)
bahwa 63,5% kepala ruangan melakukan pendelegasian tugas keperawatan. Hasil
penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Hidayat (2009) bahwa 86,8% ada
pendelegasian tugas kepala ruangan jika tidak berada di tempat. Namun, hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan Nursalam (2007) bahwa sering
ditemukan dalam pendelegasian tugas tidak dapat diselesaikan disebabkan adanya
Universitas Sumatera Utara
rasa kurang percaya kepada sesorang yang diberi delegasi. Berdasarkan
karakteristik responden didapatkan kepala ruangan kurang percaya kepada
perawat dengan lama bekerja dibawah 5 tahun.
Delegasi yang baik tergantung pada keseimbangan antara tanggung jawab,
kemampuan dan wewenang (Nursalam, 2007). Analisa peneliti jika dihubungkan
dengan tangggung jawab, 69,7% responden adalah pegawai tetap dimana sudah
diberi beban dan tanggung jawab penuh atas pekerjaannya. Jika dihubungkan
dengan kemampuan, 10,3% pendidikan responden S-1 keperawatan sebagai
perawat profesional, dan 73,6% responden pada usia produktif.
Organisasi yang baik menguraikan rincian tugas masing-masing individu.
Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan tidak
membuat rincian tugas masing-masing perawat dengan jelas sebesar 21,3% . Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Warsito (2006) bahwa 48,1% kepala
ruangan tidak membuat rincian tugas anggota (perawat pelaksana). Namun hasil
penelitian Hidayat (2009) bahwa 92,6% ada rincian tugas yang jelas dan tertulis
yang berguna untuk pelayanan keperawatan di ruangan. Swanburg (2000)
menyatakan bahwa setiap organsisasi memiliki serangkaian tugas yang harus
diselesaikan untuk mencapai tugas sehingga dilakukan pengelompokan tugas
untuk
memudahkan
pembagian
tugas
sesuai
dengan
pengetahuan
dan
keterampilan yang dimiliki oleh perawat. Pengelompokan tugas ini disebut juga
dengan metode penugasan. Metode penugasan yang dilakukan oleh kepala
ruangan yaitu metode tim keperawatan. Analisa peneliti jika dilihat dari jawaban
Universitas Sumatera Utara
responden, ada 1 ruangan sebesar 100% kepala ruangan tidak membuat rincian
tugas masing-masing perawat dengan jelas.
3.
Ketenagaan
Kepala ruangan harus mengatur dan menentukan jumlah tenaga yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan keperawatan. Kegiatan ini dikerjakan dalam
fungsi manajemen ketenagaan. Ketenagaan adalah kegiatan manajer keperawatan
untuk
merekrut,
memimpin,
memberikan
orientasi,
dan
meningkatkan
perkembangan individu untuk mencapai tujuan organisasi (Marquis dan Huston,
2010).
Hasil penelitian menunjukkan peran kepala ruangan dalam pelaksanaan
fungsi ketenagaan menurut perawat pelaksana dilakukan sebesar 51,6%. Hasil
penelitian Panjaitan (2011) bahwa 40,3% fungsi ketenagaan dilakukan kepala
ruangan terkait pelaksanaan pengendalian mutu. Marquis dan Huston (2010)
menyatakan bahwa fungsi ketenagaan merupakan proses penting dalam
ketenagaan karena membutuhkan banyak pekerja untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa sebesar 48,4% kepala ruangan
tidak melakukan perannya dalam pelaksanaan fungsi ketenagaan. Hal ini bisa
dilihat dari item pernyataan tentang keterlibatan kepala ruangan dalam perekrutan
pegawai baru sebesar 43,2% dilakukan kepala ruangan, dan kepala ruangan
mengadakan pelatihan bagi perawat sebesar 51,6% dilakukan oleh kepala
ruangan.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi ketenagaan dalam penelitian ini akan membahas tentang orientasi
perawat baru, penjadwalan, perekrutan dan pengembangan staf.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari item pernyataan tentang
kepala ruangan mengadakan orientasi perawat baru sebesar 76,8% dilakukan
kepala ruangan. Marquis dan Huston (2010) bahwa program orientasi yang
dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik mengajarkan perawat baru mengenai
perilaku yang sesuai dengan organisasi. Hasil penelitian ini didukung item
pernyataan tentang kepala ruangan memastikan setiap pegawai baru memahami
kebijakan organisasi sebesar 76,8%. Swanburg (2000) menyatakan bahwa kepala
ruangan harus menjelaskan peraturan yang ada, dan perawat harus memahami
peraturan tersebut sesuai dengan keperluan perawat.
Setelah melakukan orientasi perawat baru, kepala ruangan harus
melakukan penjadwalan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan item pernyataan
tentang kepala ruangan melakukan penjadwalan sebesar 85,8%. Hasil penelitian
ini didukung item pernyataan tentang kepala ruangan membuat jadwal libur, jam
kerja, waktu putaran dan waktu istirahat secara merata sebesar 83,2%. Hal ini
sejalan dengan teori Marquis dan Huston (2010) bahwa kepala ruangan yang
bertanggung jawab dalam penjadwalan. Gillies (2000) juga menyatakan bahwa
kepala ruangan harus mengatur tentang pola-pola perputaran jawdal, jadwal
liburan, dan lembur. Penelitian Taufik (2009) bahwa 98,6% ada aturan tenaga
keperawatan di ruang rawat inap seperti membuat jadwal dinas untuk
memperjelas tugas pokok dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Setelah penjadwalan, kepala ruangan melakukan perekrutan. Berdasarkan
hasil penelitian didapatkan dari item pernyataan tentang kepala ruangan tidak
terlibat dalam perekrutan sebesar 56,8%. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
teori Marquis dan Huston (2010) bahwa dalam perekrutan kepala ruangan terlibat
dalam perekrutan, wawancara dan pemilihan pegawai.
Hal ini bisa dilihat dari status kepemilikan rumah sakit milik pemerintah,
dimana penerimaan pegawai baru lewat penerimaan calon pegawai negeri sipil
yang dilakukan oleh pemerintah. Keterlibatan kepala ruangan dalam hal
perekrutan ini adalah memberi laporan kepada manajer atas untuk jumlah staf
yang dibutuhkan dan laporan tentang kriteria staf yang dibutuhkan di ruangan
dalam hal keahlian khusus dari staf yang akan direkrut. Marquis dan Huston
(2010) menyatakan bahwa keterlibatan kepala ruangan perekrutan tergantung
pada besar institusi, adanya departemen personalia yang terpisah, dan adanya
perekrut perawat dalam organisasi. Jika dilihat pada RSU Dr. Pirngadi
penerimaan pegawai oleh pemerintah dan karakteristik responden yang
didapatkan mayoritas pegawai negeri sipil.
Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa jika sumber daya manusia
tidak terpenuhi, kepala ruangan harus melakukan perencanaan strategis yaitu
dengan menempatkan orang-orang baru dengan keterampilan khusus atau melatih
keterampilan orang-orang yang senior.
Namun, jika dihubungkan dengan pendapat Marquis dan Huston (2010)
tidak sejalan dengan hasil penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian dari item
Universitas Sumatera Utara
pernyataan tentang kepala ruangan tidak melakukan pelatihan bagi perawat
sebesar 48,4%. Informasi yang didapatkan dari perawat bahwa pelatihan tidak
dilakukan oleh kepala ruangan tetapi oleh kepala bidang keperawatan. Hal ini
tidak sejalan dengan hasil penelitian pada item pernyataan tentang perencanaan
pengembangan staff yang dikerjakan kepala ruangan pada fungsi perencanaan
bahwa 91,0% kepala ruangan menginformasikan pelatihan bagi perawat. Kepala
ruangan hanya menginformasikan adanya pelatihan tetapi tidak terlibat dalam
pengerjaan atau memanajemen pelatihan tersebut.
4.
Pengarahan
Pengarahan adalah fase kerja manajemen, dimana manajer berusaha
memotivasi, membina komunikasi, menangani konflik, kerja sama, dan negosiasi
(Marquis dan Huston, 2010). Kepala ruangan dalam melakukan kegiatan
pengarahan melalui: saling memberi motivasi, membantu pemecahan masalah,
melakukan pendelegasian, menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan
kolaborasi dan koordinasi (Swanburg, 2000).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kepala ruangan dalam
pelaksanaan fungsi pengarahan dilakukan sebesar 76,8%. Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Parmin (2010) bahwa 50,3% kepala ruangan
melakukan fungsi pengarahan. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil fungsi
perencanaan dilakukan sebesar 76,1% dan hasil fungsi pengorganisasian
dilakukan sebesar 86,5%. Swanburg (2000) menyatakan bahwa untuk memahami
pengarahan, kepala ruangan harus memahami tentang perencanaan dan
Universitas Sumatera Utara
pengorganisasian. Fungsi pengarahan dalam penelitian ini membahas tentang
motivasi yang dilakukan kepala ruangan.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan item pernyataan tentang kepala
ruangan
membimbing
perawat
pelaksana
dalam
melaksanakan
asuhan
keperawatan sebesar 94,2%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Warsito (2006) bahwa sebesar 67,3% kepala ruangan membimbing perawat dalam
asuhan keperawatan dengan benar. Hasil penelitian Hidayat (2009) juga sejalan
dengan hasil penelitian ini bahwa sebesar 52,9% perawat mendapat bimbingan
dari kepala ruangan. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian Mayasari (2009) bahwa sebesar 54,1% kepala ruangan tidak melakukan
bimbingan kepada perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Hasil penelitian ini didukung
item penyataan tentang kepala ruangan
memotivasi perawat dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
sebesar 89,7%, kepala ruangan mengarahkan perawat untuk memberi umpan balik
dalam pelayanan keperawatan sebesar 85,8%. Soeroso (2003) menyatakan bahwa
memotivasi akan menunjukkan arah kepada perawat untuk mengambil langkah
dalam memastikan sampai pada tujuan. Penelitian Mayasari (2009) bahwa 54,0%
motivasi yang diberikan kepala ruangan mendorong perawat meningkatkan
kinerja. Hasil penelitian lain dari Hidayat (2009) bahwa 80,9% sentuhan motivasi
dari kepala ruangan membuat suasana kerja lebih menyenangkan. Kepala ruangan
harus memahami bahwa perawat secara individu memiliki kebutuhan dasar dan
tujuan yang berbeda (Swanburg, 2000). Kepala ruangan sudah memahami perawat
sebagai individu yang memiliki kebutuhan dasar, dan dalam pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
perannya sebagai kepala ruangan dapat menciptakan suasana kerja yang
menyenangkan yang dapat memberi motivasi bagi perawat.
Selain melakukan motivasi, kepala ruangan harus mampu dalam
melakukan pemecahan konflik yang terjadi di ruangan. Berdasarkan hasil
penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan bersikap objektif dalam
menghadapi persoalan dalam pelayanan keperawatan sebesara 91,6%. Penelitian
ini didukung item pernyataan bahwa kepala ruangan tidak acuh dengan konflik
yang terjadi di ruangan sebesar 74,8%. Swanburg (2000) menyatakan bahwa
masalah dapat diatasi dengan komunikasi, mendengarkan secara aktif. Nursalam
(2007) juga menyatakan bahwa kepala ruangan harus secara aktif melakukan
intervensi terhadap masalah supaya tidak menghambat produktifitas dan motivasi.
Kepala ruangan dapat melakukan pemecahan konflik dengan memberi perhatian
terhadap masalah yang ada dan memberikan peranan yang aktif. Keterlibatan
kepala ruangan dalam pemecahan konflik meningkatkan motivasi bagi perawat.
5.
Pengendalian
Pengarahan yang sudah dikerjakan oleh kepala ruangan harus di evaluasi.
Pengendalian adalah fungsi yang terus menerus dari manajemen keperawatan
yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan
(Swanburg, 2000). Pengendalian adalah pemantauan dan penyesuaian rencana,
proses, dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Huber, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian menunjukkan peran kepala ruangan dalam pelaksanaan
fungsi pengendalian menurut perawat pelaksana dilakukan sebesar 59,4%. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Parmin (2010) bahwa 55,7% kepala
ruangan melakukan fungsi pengendalian. Marquis dan Huston (2010) menyatakan
bahwa pengendalian yang efektif akan meningkatkan motivasi kerja dan hasil
yang berkualitas.
Penelitian ini membahas tentang kegiatan kepala ruangan dalam
pelaksanaan fungsi pengendalian yaitu survei kepuasan perawat, survei kepuasan
klien, dan pengendalian mutu.
Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan
melakukan survei kepuasan perawat sebesar 90,0%. Huber (2000) menyatakan
bahwa salah satu indikator ukuran kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan
adalah tingkat kepuasan perawat. Tetapi hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Warsito (2006) bahwa 78,8% kepala ruangan tidak melakukan survei
kepuasan perawat.
Hasil penelitian ini juga didukung item pernyataan tentang kepala ruangan
tidak mengabaikan kebutuhan psikis perawat sebesar 65,2%. Pendapat Marquis
dan Huston (2010) bahwa kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya
kebutuhan psikis yang dilihat dari bagaimana peran manajer dalam melakukan
stafnya.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh peran kepala ruangan dalam
pelaksanaan fungsi pengarahan sebesar 76,8% dilakukan. Hasil penelitian Sigit
Universitas Sumatera Utara
(2012) bahwa fungsi pengarahan bila dilaksanakan secara konsisten oleh kepala
ruangan akan berpeluang meningkatkan kepuasan kerja sebesar 67,40%.
Hasil penelitian ini juga didukung item pernyataan tentang kepala ruangan
melakukan penilaian kerja perawat di ruang rawat inap sebesar 81,3%. Demikian
pernyataan Nursalam (2007) bahwa penilaian pelaksanaan kerja perawat dapat
memperbaiki pelaksanaan kerja perawat yang memberitahukan bahwa pelayanan
yang dilakukan memuaskan atau tidak.
Selain kepala ruangan melakukan survei kepuasan perawat, kepala
ruangan juga melakukan survei kepuasan klien. Berdasarkan hasil penelitian dari
item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan survei kepuasan klien sebesar
34,8% tidak dilakukan kepala ruangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Warsito (2006) bahwa 32,7% kepala ruangan melakukan survei
kepuasan klien. Namun, pernyataan Swanburg (2000) bahwa jaminan kualitas
pelayanan dan asuhan keperawatan dilihat dari audit perawatan salah satunya
adalah audit hasil yaitu mengevaluasi akhir kerja yaitu pasien.
Setelah melakukan survei kepuasan klien, dalam fungsi pengendalian,
kepala ruangan juga melakukan pengendalian mutu yaitu supervisi angka kejadian
infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil penelitian tentang kepala ruangan
mengadakan survei kejadian infeksi nosokomial sebesar 82,6% dilakukan dengan
baik. Hasil ini didukung kegiatan kepala ruangan pada fungsi perencanaan dengan
item pernyataan tentang kepala ruangan mensosialisasikan kegiatan pengendalian
Universitas Sumatera Utara
mutu seperti infeksi nosokomial kepada perawat sebesar 94,8%. Perencanaan
yang baik akan menentukan kualitas yang akan dicapai.
Hasil penelitian ini juga didukung dengan item pernyataan tentang kepala
ruangan melakukan pengendalian dengan melibatkan perawat pelaksana sebesar
60,6%. Swanburg (2000) menyatakan kepala ruangan harus melibatkan perawat
dalam melaksanakan pengendalian mutu. Pernyataan Marquis dan Huston (2010)
bahwa kepala ruangan harus melibatkan perawat dalm menentukan kriteria,
menilai kriteria, mengumpulkan data atau melaporkannya yang dilakukan
sepanjang proses pengendalian mutu.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2012
sampai tanggal 20 November 2012 di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan,
dengan judul Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi
Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Di
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Tehnik pengambilan sampel dengan
accidental sampling.
Pada RSU Dr. Pirngadi Medan yang berjumlah 155 responden didapati
bahwa peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen dilakukan
oleh kepala ruangan. Peran kepala ruangan yang paling tinggi adalah pada fungsi
pengorganisasian sedangkan peran kepala ruangan yang yang paling rendah
adalah fungsi ketenagaan. Peran kepala ruangan untuk masing-masing fungsi
manajemen sudah dilakukan kepala ruangan, namun ada beberapa hal yang perlu
ditingkatkan dalam mengerjakan manajemen keperawatan yaitu pada fungsi
pengorganisasian tentang membuat rincian tugas perawat dengan jelas supaya
dilaksanakan secara merata pada semua ruangan, fungsi ketenagaan tentang
keterlibatan kepala ruangan dalam perekrutan, dan pelatihan perawat, dan pada
fungsi pengendalian tentang survei kepuasan klien.
Universitas Sumatera Utara
6.2. Saran
6.2.1. Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi yang
baik bagi mahasiswa keperawatan agar dapat saling berbagi pengetahuan dan
pengalaman dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan yang profesional di
rumah sakit dan meningkatkan kognitif tentang peran kepala ruangan dalam
pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan.
6.2.2. Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan
Rekomendasi untuk pihak manajer keperawatan agar tetap meningkatkan
fungsi manajemen keperawatan melalui kebijakan dan fasilitas yang mendukung.
Peran kepala ruangan dalam perekrutan, pengembangan tenaga membuat rincian
tugas perawat, dan survei kepuasan klien perlu ditingkatkan.
6.2.3. Penelitian selanjutnya
Pada penelitian ini semua variabel didapatkan dengan hasil yang baik.
Penelitian dengan menggunakan kuesioner kemungkinan tidak menunjukkan
keadaan yang sebenarnya karena bisa saja responden mengisi dengan tidak jujur.
Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan wawancara mendalam
dengan kepala ruangan dan responden.
Universitas Sumatera Utara
Download