The 4 University Research Colloquium 2016 ISSN 2407

advertisement
ISSN 2407-9189
The 4th University Research Colloquium 2016
PENGARUH TEMPE KEDELAI HITAM TERHADAP BERAT BADAN DAN
KADAR AIR FESES TIKUS YANG DIINFEKSI DENGAN Enteropathogenic
Escherichia coli (EPEC)
1
Nurrahman1 dan Mariyam2
Program Studi Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang
Email: [email protected]
Program Studi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang
Email: [email protected]
Abstract
Black soybean tempe detected contains 14 amino acids, unsaturated fatty acids, anthocyanins
and isoflavones, all of which are good for health. This study aims to determined the effect of
black soybean tempe consumption to the growth of body weight and water content of feces in
rat infected with Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC). A total of 30 rats were grouped
into 6 (six), each group a total of 5 rats. Rats were placed in individual cages at room
temperature (25 - 27oC) and maintained for 28 days. Five groups of rat infected with EPEC
with a population of 107 cfu / mL in 1 mL per day 10 for seven days (day 11 to 17), orally using
a sonde. The parameters analyzed include weight gain, The look of stool and water content of
the stool. The results showed that giving diet black soybean tempe significantly affect the
growth of body weight and water content of the feces of rat infected with EPEC. Appearence rat
feces the control group positive are a sign of diarrhea score of 1 with an oval, slightly brown
color and a bit mushy, while the other group of normal. Conclusion research are giving black
soybean tempe influenced the look and faecal moisture content as well as the growth rate of
body weight of rat infected with EPEC higher than rat infected with EPEC and not given the
black soybean tempe.
Keywords: black soybean tempe, diarrhea, EPEC
1. PENDAHULUAN
Tempe merupakan salah satu makanan
tradisional Indonesia yang sudah dikenal
secara global.Tempe terbuat dari kedelai
yang mengalami fermentasi oleh jamur
Rhizopusspp sepertiR. oligosporus, R.
stolonifer dan R. oryzae dengan cirri khas
produk warna putih, tekstur kompak dan
flavor khas campuran aroma jamur dan
kedelai. Makanan ini banyak diminati oleh
masyarakat sebagai lauk-pauk atau camilan
yang rasanya khas dan lezat, dan
menjadisumber protein dalam makanan
harian.
Proses fermentasi menyebabkan tempe
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
kedelai, yang dapat dilihat dari komposisi zat
gizi secara umum, daya cerna protein dan
kandungan asam amino esensial yang lebih
tinggi, zat antigizi yaitu antitripsin dan asam
fitat yang jauh lebih rendah dibandingkan
kedelai.Tempe
mengandung
komponen
antioksidan seperti isoflavon, vitamin Edanβkaroten. Senyawa antioksidan (isoflavon)
pada tempe mungkin juga berkontribusi pada
ekspresi gen (Rimbach et al., 2008).
Aktivitas
enzim
antioksidan
seperti
superoksida dismutase, katalase dan glutation
peroksidase secara signifikan meningkat oleh
genistein (Rimbach et al., 2008).
Diare merupakan buang air besar dengan
konsistensi feses cair (Depkes, 2008).Diare
dapat diklasifikasikan sebagai diare akut
(berlangsung selama beberapa jam atau hari),
diare persisten (berlangsung 14 hari atau
lebih) dan disentri (diare yang disertai
dengan lender dandarah) (Villar et al.,
2012). Penyebab tersering terjadinya diarea
dalah virus (70%) yang meliputi: rotavirus,
35
The 4th University Research Colloquium 2016
norovirus, enteric adenovirus, calicivirus,
astrivirus, dan enterovirus. Penyebab lain
adalah protozoa (10%) yang meliputi
Cryptosporidium,
Giardialamblia
dan
Entamoebahistolitica, selainitubakteri (1020%) yang meliputi: Campylobacterjejuni,
non typoid Salmonella, Enteropathogenic
Escherichia coli (EPEC) danShigelasp.
(Elliott, 2007). Beberapa mikroorganisme
pathogen tersebut menyebabkan infeksi pada
sel-sel,
memproduksi
enterotoksin
ataucytotoksin dimana merusak sel-sel, atau
melekat pada dinding usus.
Diare berdampak terhadap status gizi
memalui peningkatan jumlah feses, muntah,
anoreksia, dan kerusakan mukosausus.Syarat
pemberian makanan pada anak diare antara
lain makanan harus mudah dicerna dan
diserap, memiliki kandungan rendah laktosa
dan mengandung vitamin seperti vitamin A
dan mineral sepertizink
(Zn)danmangan
(Mn). Tempe merupakan salah satu makanan
yang dapat memenuhi syarat tersebut. Tempe
mudah dicerna karena tinggi asam lemak
bebas dan peptida,selain itu kandungan asam
amino juga bagus untuk perbaikan sel
(Soenartoet al., 2001).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Hermanaet al., (1996) danSudigbia
(1996) menyatakanbahwa balita penderita
gizi buruk dan diare kronik diberi makanan
formula tempe kedelai kuning mengalami
perbaikan gizi, kenaikkan berat badan dan
penyembuhan diare dalam waktu relatif
singkat. Di beberapa rumah sakit, bubur
tempe digunakan oleh para ahli gizi untuk
salah satu terapi anak yang mengalami
diare.Hal ini ada kemungkinan berkaitan
dengan pemulihan sistem imun tubuh baik
secara sistemik maupun di saluran
pencernaan.
Kelompok tikus yang mengkonsumsi
formula mengandung tepung tempe kedelai
hitam selama satu bulan
menunjukkan
adanya tingkat proliferasi sel T lebih tinggi
dibanding kelompok kontrol (Nurrahman et
al., 2011). Penelitian yang dilakukan oleh
Nurrahman et al. (2011) terhadap tikus yang
mengkonsumsi pakan yang mengandung
tempe kedelai hitam 50 persen, 100 persen
36
ISSN 2407-9189
dan ekstrak tempe kedelai hitam dengan
etanol, tikus yang pakannya mengandung
tempe dan ekstrak tempe kedelai hitam
mengalami pertumbuhan lebih tinggi
disbanding pakan standar. Dan ada
kecenderungan konsumsi tempe
kedelai
hitam mempunyai pertumbuhan yang paling
tinggi. Hal ini menunjukan protein yang
terdapat di dalam tempe kedelai hitam
berperan pada pertumbuhan tikus.
Nurrahman (2012) dan Nurrahman dan
Nurhidajah (2014) juga melaporkan bahwa
tikus
yang mengkonsumsi
pakan
mengandung tempe kedelai hitam memiliki
pertumbuhan berat badan lebih tinggi
dibanding pakan standar. Dengan demikian
dapat dimungkinkan bahwa penggunaan
tempe kedelai hitam yang diterapkan pada
anak yang menderita status gizi rendah
dan/atau diare akan memberikan perbaikan
yang lebih baik atau cepat dibanding tempe
kedelai kuning. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh konsumsi tempe
kedelai hitam terhadap pertumbuhan berat
badan dan kadar air feses pada tikus yang
diinfeksi
dengan
Enteropathogenic
Escherichia coli (EPEC).
2. KAJIAN LITERATUR DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS Proses
fermentasi tempe dapat mereduksi
tingkat 3-N-oxalyl-L-2,3-diaminopropionic
acid (ODAP), trypsin inhibitors dan asam
phitat masing-masing sebanyak 93, 99 dan
22%, dan meningkatkan ketersediaan protein
sekitar 25%. Ketersediaan protein dari
pengolahan konvensional seperti perebusan
lebih besar dibandingkan dari biji-bijian yang
difermentasi, tetapi pada analisa in vitro lebih
banyak protein larut (10%) yang dilepaskan
pada
saat
pengolahan
(Stodolak,
2008).Komposisi kimia tepung tempe kedelai
hitam varietas Mallika dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel1.Komposisikimiatepungtempekedelaih
itamvarietasMallika
KomposisiJumlah
Air (%, b/b)
Protein (%, b/b)
Lemak (%, b/b)
5,35
50,28
15,19
The 4th University Research Colloquium 2016
ISSN 2407-9189
Abu (%, b/b)
Serat (%, b/b)
Genistein (mg/g)
Daidzein (mg/g)
Ekstraketanol
b/b)
2,75
5,24
0,73
1,82
(%,
10,15
Keterangan: berdasarkanberatbasah
Sumber : Nurrahman (2012)
Isoflavon terutama daidzein
dan
genistein merupakan komponen kimia yang
diduga memiliki sifat fungsional dari kedelai
dan produknya menurut beberapa penelitian.
Mazur (1998) menyatakan bahwa daidzein
dan genistein merupakan phytoestrogen yang
mempunyai sifat estrogenik, antiestrogenik,
antikarsinogenik, antifungal dan antioksidan.
Kedua komponen tersebut dapat berikatan
dengan reseptor estrogen, sehingga mampu
berperan sebagai hormon estrogen. Beberapa
peneliti lain menyatakan bahwa daidzein dan
genistein dapat menurunkan resiko penyakit
osteoporosis (Fitzpatrick, 2003), kanker
payudara (Messina dan Wu, 2009), dan
arteriosklerosis (Alkhlaghi dan Bandy,
2008).
Pengujian sifat antioksidan tempe kedelai
hitam secara biologis dimana tikus yang
mendapatkan diit yang ditambah tepung
tempe kedelai hitam semakin meningkat
aktivitas SOD-nya (Nurrahman et al.,
2012b). Aktivitas tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan diit yang mengandung
kasein (kontrol). Dalam laporan yang sama
tikus yang diberi tepung tempe kedelai hitam
memiliki limfosit yang lebih tahan terhadap
paparan hidrogen peroksida.
Diaremerupakanbuang
air
besardengankonsistensi feces cair (Depkes,
2008).Diaredapatdiklasifikasikansebagaidiare
akut
(berlangsungselamabeberapa
jam
atauhari), diarepersisten (berlangsung 14
hariataulebih) dandisentri (diare yang
disertaidenganlendirdandarah) (Villaret al.,
2012).
Penyebabterseringterjadinyadiareadalah virus
(70%) yang meliputi: rotavirus, norovirus,
enteric adenovirus, calicivirus, astrivirus, dan
enterovirus. Penyebablainadalah protozoa
(10%)
yang
meliputiCryptosporidium,
GiardialambliadanEntamoebahistolitica,
selainitubakteri (10-20%) yang meliputi:
Campylobacterjejuni, non typoidSalmonella,
Enteropathogenic Escherichia coli(EPEC)
danShigelasp. (Elliott, 2007). Beberapa
mikroorganisme
pathogen
tersebut
menyebabkan
infeksi
pada
sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau cytotoksin
dimana merusak sel-sel, atau melekat pada
dinding usus.
Pada anak yang mengalami diare perlu
mendapatkan
penanganan
yang
tepat.Berdasarkan Manajemen terpadu balita
sakit Depkes (2008) menyebutkan bahwap
enanganan diare
antara
laindengan
pemberian cairan tambahan, pemberian tablet
zink dan melanjutkan pemberian makan.
WHO merekomendasikan pemberian makan
terus menerus selama dan setelah diare.Diare
berdampak terhadap status gizi memalui
peningkatan jumlah feses, muntah, anoreksia,
dan kerusakan mukosausus.Syarat pemberian
makanan pada anak diare antara
lain
makanan harus mudah dicerna dand iserap,
memiliki kandungan rendah laktosa dan
mengandung vitamin seperti vitamin A dan
mineral sepertizink (Zn)danmangan (Mn).
Tempe merupakans alahs atu makanan yang
dapat memenuhi syarat tersebut. Tempe
mudah dicerna karena tinggi asam lemak
bebas, peptide dan acid, selain itu kandungan
asam amino juga bagus untuk perbaikan
sel.(Soenartoet al., 2001).
3. METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kedelai hitam, inokulum tempe,
pakan tikus dengan komposisi berdasarkan
AIN 93, tikus (Wistar,sebanyak30ekor,
jantandan berumur 6-8 minggu) dankultur
EPEC. Peralatan yang dibutuhkan dalam
penelitian ini antara lain cawan, timbangan
dan oven.
Penelitian ini dilakukan pembuatan
tempe
(Nurrahman
et
al.,
2011),
pembuatanpakantikus (Nurrahman et al.,
2011), pemeliharaan tikus, pengamatan feses,
penimbangan berat badan dan analisa kadar
air.
Kedelai kering dibersihkan untuk
membuang
benda-benda
asing yang
37
The 4th University Research Colloquium 2016
bercampur dengan biji kedelai. Kedelai
dicuci denganairhingga bersih. Kemudian
kedelai direbus dengan air sampai mendidih
selama 30 menit. Kedelai kemudian dikuliti,
setelah itu direndam selama 36 jam. Lalu
ditiriskan hingga tuntas, kemudian dikukus
selama 1 jam. Kedelai yang telahmatang
diinokulasi dengan ragi tempe sebanyak 2
gram per kg kedelai. Pemeraman (inkubasi)
pada suhu sekitar 25-27°C selama 36 jam.
Tempe yang telah diperoleh dikeringkan
pada suhu 40°C selama 24 jam, kemudian
dihancurkan sehingga diperoleh tepung
tempe (60 mesh).
Pemeliharaan
tikus
menggunakan
metode Astawan et al. (2012) yang sudah
dimodifikasi. Sebanyak 30 ekor tikus
dikelompokan menjadi6 (enam), masingmasing kelompok sebanyak 5 ekor tikus.
Tikusditempatkan
didalamkandangindividudansuhukamar (25 –
27oC) dan dipelihara selama 28 hari. Lima
kelompok tikus ini diinfeksi EPEC dengan
populasi 107 cfu/mL sebanyak 1 mL per hari
ke-10 selama tujuh hari (hari ke-11 sampai
ke-17), secara oral menggunakan sonde.
Tabel 2 menunjukkan kelompok tikus
percobaan berdasarkan perlakuan. Adapun
komposisi diit terdapat pada Tabel 3.
Tabel 2. Kelompok tikus percobaan
berdasarkan perlakuan
Kelompok
tikus
Kontrol
negatif
Kontrol
positif
Diit
25%
tempe
Diit
50%
tempe
Diit
75%
tempe
Diit
tempe
100%
38
Perlakuan
standar
Pemberian
pakan
berdasarkan AIN 93
Pemberian
pakan
standar
berdasarkan AIN 93 dan infeksi
EPEC
Pemberian tepung tempe 25%
pengganti kasein dan infeksi
EPEC
Pemberian tepung tempe 50%
pengganti kasein dan infeksi
EPEC
Pemberian tepung tempe 75%
pengganti kasein dan infeksi
EPEC
Pemberian tepung tempe 100%
pengganti kasein dan infeksi
EPEC
ISSN 2407-9189
Setiap empat hari sekali tikus ditimbang
untuk melihat perubahan berat badan dan
pengamatan tampilan feses untuk melihat
kejadian diare setelah diinfeksi. Feses pada
hari ke-28 diambil untuk dianalisa kadar
airnya.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bahan
Kasein
Patijagung
Tepungtempe
Minyakjagung
Sukrosa
CMC
Vitamin mix
AIN 93
Mineral mix
AIN 93
L-cystin
Kholinbitatrat
Diitstandar
Diittempe (%)
50
75
70
35
591,18 576,42
139,25 208,88
21,145
10,57
100
100
42,7
39,05
10
10
140
620,7
42,29
100
50
10
25
105
605,94
69,63
31,71
100
46,35
10
35
35
35
35
35
1,8
2,5
1,8
2,5
1,8
2,5
1,8
2,5
1,8
2,5
Tabel 3. Komposisi diit tikus (g/kg)
Keterangan : Penghitungan didasarkan
pada analisa proksimat tepung tempe
kedelai hitam (Nurrahman, 2012)
Rancangan percobaan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah rancangan acak
lengkap (RAL) dengan variabel bebas
komposisi diit tikus yang terdiri dari diit
standar dan diit tempe kedelai hitam (25, 50,
75 dan 100% sebagai pengganti kasein),
sedangkan variabel terikatnya berat badan,
tampilan feses dan kadar air feses. Data
yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel
dan grafik, dan dianalisis secara statistik
dengan metode ANOVA faktor tunggal.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeliharaan tikus diawali dengan
memilih tikus jantan varietas wistar dengan
umur 8 minggu sebanyak 30 ekor. Tikus
tersebut ditimbang dengan berat dari 161 g
sampai 250 g. Tikus dibagi ke dalam 6
kelompok, yang masing-masing kelompok
terdapat 5 ekor.
Pemeliharaan tikus dilakukan di dalam
kandang individual dan dalam ruangan yang
dikondisikan pada suhu 25oC. Selama empat
hari tikus diberi pakan standar sebagai tahap
penyesuaian terhadap pakan dan lingkungan,
kemudian dilanjutkan pemberian pakan
berdasarkan perlakuan selama 24 hari.
Jumlah pakan yang diberikan menggunakan
100
561,66
278,5
100
35,4
10
ISSN 2407-9189
The 4th University Research Colloquium 2016
prinsip ad libitum, maksudnya pakan yang
diberikan berlebih sehingga tikus tidak
kekurangan pakan. Setiap empat hari sekali
tikus ditimbang berat badannya
untuk
melihat pertumbuhan selama pemeliharaan.
Gambar 1. Pengaruh lama konsumsi pakan
terhadap pertumbuhan badan tikus
Gambar 1 menunjukkan peningkatan
berat badan tikus selama 28 hari
pemeliharaan. Selama empat hari semua
tikus mengalami adaptasi ruangan dan pakan
dengan diberi pakan standar, setelah itu
selama 24 hari masa pemeliharaan dengan
pemberiaan pakan sesuai perlakuan. Semua
kelompok tikus yang mengkonsumsi pakan
standar (kontrol positif dan negatif) dan
perlakuan mengalami peningkatan berat
badan. Kelompok tikus yang merupakan
kontrol positif meningkat berat badannya
dari 213,8 menjadi 258,6 gram, kelompok
kontrol negatif meningkat berat badannya
dari 198,0 menjadi 246,2 gram, kelompok
tikus yang mengkonsumsi tempe kedelai
hitam 25 persen meningkat dari 188,6
menjadi 233,4 gram, kelompok tikus yang
mengkonsumsi tempe kedelai hitam 50
persen meningkat dari 176,4 menjadi 224
gram, kelompok tikus yang mengkonsumsi
tempe kedelai hitam 75 persen dari 187
menjadi 235,8 gram, dan kelompok tikus
yang mengkonsumsi tempe kedelai hitam
100 persen dari 201 menjadi 250 gram. Hal
ini menunjukkan bahwa semua tikus yang
dipelihara terjadi pertumbuhan berat badan.
Berdasarkan selisih berat badan tikus
sebelum dan setelah perlakuan pada
kelompok kontrol positif, kontro negatif, diit
tempe 25, 50, 75 dan 100 % pengganti kasein
masing-masing adalah 44,8, 48,2, 44,8, 49,4,
48,8 dan 49 gram. Berdasarkan data
pertumbuhan tersebut dapat dilihat bahwa
berat badan kelompok tikus kontrol dan diit
tempe kedelai hitam 25% menunjukkan
pertumbuhan paling rendah dibanding
kelompok yang lain. Dilihat dari persentase
pertumbuhan, kelompok kontrol positif
memiliki tingkat pertumbuhan paling rendah.
Tabel
3
menggambarkan
rata-rata
pertumbuhan
berat
dan
persentase
pertumbuhan berat badan tikus yang
dipelihara selama 28 hari.
Analisa varian menunjukkan bahwa
pemberiaan diit tempe kedelai hitam
berpengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan berat badan tikus
yang
diinfeksi dengan EPEC (p < 0,05).
Pertumbuhan kelompok kontrol positif
berbeda nyata dengan kelompok tempe 50,
75 dan 100 %, tetapi tidak berbeda nyata
dengan kelompok tempe 25%.
Berdasarkan hal tersebut di atas tikus
yang diinfeksi dengan EPEC pada kelompok
kontrol positif dan kelompok tempe 25%
mengalami infeksi dan sistem immun tubuh
digunakan untuk melawan infeksi tersebut,
sehingga pertumbuhan berat badan terhambat
dibanding kelompok yang lain. Sedangkan
tikus kelompok diit tempe 50, 75 dan 100%
tidak terpengaruh adanya infeksi EPEC, hal
ini dapat dilihat pertumbuhan berat badan
tikus kelompok tersebut tidak berbeda nyata
dibandingkan kelompok negatif (tidak
diinfeksi dengan EPEC). Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pemberian tempe
kedelai hitam dapat menghambat terjadinya
infeksi oleh EPEC.
Tabel 4. Rata-rata pertumbuhan dan
persentase pertumbuhan berat badan tikus
pemeliharaan selama 28 hari
No
Perlakuan
Rata –rata
pertumbuhan
(gram)
1
1
Kontrol
positif
Kontrol
negatif
Tempe 25
%
Tempe
44,8±0,5a
48,2±0,5b
Rata-rata
Persentase
pertumbuhan
(%)
20,95±2,36
24,34±1,28
44,8±0,8a
23,76±1,49
49,4±0,9b
28,29±1,52
2
3
39
The 4th University Research Colloquium 2016
4
5
50%
Tempe
75%
Tempe
100%
48,8±0,8b
26,10±2,90
49,0±1,0b
24,38±1,83
Keterangan: pengaruh signifikan (p < 0,05)
huruf berbeda menunjukkan beda nyata
Menurut Sudigbia (1996),tempe sebagai
makanan yang baik untuk pasca diare karena
memiliki tekstur yang unik, mudahnya tempe
dicerna dan diserap oleh usus halus serta
tingginya nilai gizi tempe dengan kandungan
protein dan asam amino. Wang et al., (1972)
di dalam Sudigbia (1996) melaporkan bahwa
di dalam tempe terdapat zat yang berkhasiat
antibiotik dan stimulasi
pertumbuhan.
Kedelai hitam yang merupakan bahan baku
dari pembuatan tempe pada penelitian ini
terdeteksi mengandung 14 asam amino, asam
lemak tidak jenuh, antosianin dan isoflavon,
yang semuanya ini baik bagi kesehatan
(Nurrahman, 2015). Adanya komponenkomponen baik yang terdapat di dalam tempe
ini yang memungkinkan tempe dapat
menghambat infeksi oleh EPEC dan
meningkatkan pertumbuhan berat badan.
EPEC
merupakan
salah
satu
mikroorganisme yang dapat menyebabkan
diare (Elliott, 2007). Diare merupakan suatu
peristiwabuang
air
besardengankonsistensifesescair
(Depkes,
2008). Menurut Hartanti (2010), kreteria
diare tikus percobaan dibagi menjadi lima
golongan, yaitu a) tanda feses normal (feses
berbentuk bulat atau lonjong, berwarna
hitam, dan keras), b) tanda diare skor 1 (feses
berbentuk bulat atau lonjong, berwarna
hitam, dan agak lembek, c) tanda diare skor 2
(feses berbentuk bulat atau lonjong, berwarna
hitam, dan lembek), d) tanda diare skor 3
(feses tidak berbentuk bulat atau lonjong,
berwarna agak kecoklatan, sangat lembek
hingga muncul lendir), e) tanda diare skor 4
(feses cair, tidak berbentuk, berwarna coklat
hingga muncul lendir). Menurut Astawan et
al., (2012) kondisi feses yang dinyatakan
diare adalah feses dengan tanda diare skor 3
dan 4, sedangkan feses dengan tanda diare
skor 1 dan 2 masih dinyatakan feses
normal.Tabel 4 merupakan hasil pengamatan
40
ISSN 2407-9189
kondisi fisik dari feses tikus pada hari ke 24
semua kelompok perlakuan.
Tabel 5. Tampilan feses tikus percobaan
Perlakuan
TampilanFeses
Kriteriadiare
Kategorifeses
Kontrolpositif
Berbentuklonjong
Berwarnaagakcoklat
Agaklembek
Tandadiareskor
1
Feses normal
Kontrol
negative
Berbentuklonjong
Berwarnahitam
Keras
Feses normal
Feses normal
Tempe 25 %
Berbentuklonjong
Berwarnaagakcoklat
Keras
Feses normal
Feses normal
Tempe 50 %
Berbentuklonjong
Berwarnahitam
Keras
Feses normal
Feses normal
Tempe 75 %
Berbentuklonjong
Berwarnahitam
Keras
Berbentuklonjong
Berwarnahitam
Keras
Feses normal
Feses normal
Feses normal
Feses normal
Tempe 100 %
Diare dapat teradi karena adanya infeksi
dari EPEC. Menurut Janda dan Abbott
(2006), EPEC dapat menempel dengan pola
localized adherence (LA). Bakteri EPEC
dalam bentuk mikrokoloni menempel pada
permukaan sel epitelial dan menyebabkan
kerusakan sel-sel mikrovili usus. Akibat
kerusakan tersebut menyebabkan penurunan
kapasitas absorbsi cairan dan elektrolit
(Muscari, 2001) sehingga terjadi diare.
Tabel 5 memberikan gambaran bahwa
tikus yang mengalami perubahan tampilan
feses pada kelompok kontrol positif yaitu
bentuk lonjong, warna agak coklat dan agak
lembek, akibat adanya infeksi EPEC.
Sedangkan pada kelompok lain tidak
menunjukkan
perbedaan
dibandingkan
dengan kontrol. Hanya saja warna feses dari
kelompok tempe 25% terlihat
aga
kecoklatan. Meskipun lima kelompok tikus
diinfeksi dengan EPEC sebanya 10 7 cfu/ml
selama tujuh hari, berdasarkan data tampilan
feses dapat dikatakan bahwa EPEC tidak
terlalu kuat untuk menyebabkan tikus
mengalami diare. Pada kelompok kontrol
positif memberikan gambaran bahwa tikus
ISSN 2407-9189
The 4th University Research Colloquium 2016
hanya mengalami tanda diare skor 1, yang
artinya feses normal.
diinfeksi EPEC dan tidak diberi tempe
kedelai hitam.
6. REFERENSI
Gambar 2.Grafikkadar air
fesestikuspadaharike
28pemeliharaanberdasarkanperlakuan
(hurufberbedamenunjukkanbedanyatapada p
= 0.05)
Gambar 2 menunjukkan grafik kadar air
feses enam kelompo perlakuan. Pengukuran
kadar air terhadap feses yang dikumpulkan
pada hari ke-28 dari enam kelompok tikus
menghasilkan kelompok kontrol positif
sebesar 49,12%, kontrol negatif sebesar
33,78%, tempe 25% sebesar 32,24%, tempe
50% sebesar 34,90%, tempe 75% sebesar
34,23% dan tempe 100% sebesar 34,04%.
Berdasarkan analisa varian menunjukkan
bahwa kadar air feses kelompok kontrol
positif berbeda nyata dengan kelompok
kontrol negatif dan kelompok tikus yang
diberi diit yang mengandung tempe kedelai
hitam. Sedangkan kadar air feses tikus
kelompok yang diberi tempe kedelai hitam
tidak berbeda nyata dengan
kelompok
kontrol negatif. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa infeksi dengan EPEC hanya
berpengaruh terhadap kelompok kontrol
positif, hal ini dapat dilihat dari kadar air
feses yang paling tinggi dibanding kelompok
yang lain.
5. SIMPULAN
Infeksi tikus dengan EPEC tidak terlalu
kuat untuk menyebabkan tikus mengalami
diare. Pemberian tempe kedelai hitam
memberi pengaruh terhadap tampilan dan
kadar air feses serta tingkat pertumbuhan
berat badan tikus yang diinfeksi dengan
EPEC lebih tinggi dibanding tikus yang
Astawan, M, T. Wresdiyati, Suliantari,
dan Y.MS. Nababan. 2012. Yoghurt
sinbiotik berbasis probiotik lokal
dapat mencegah diare
dan
mengubah status hematologi tikus.
Jurnal Veteriner, 13(2): 145-153.
Depkes.
2008.
Manajementerpadubalitasakit.
Depkes, Jakarta
Elliott, E.J. 2007. Acute Gastroenteritis
in Children.BMJ, vol 334; 35-40.
Hartanti AW. 2010. Evaluasi Aktivitas
Antidiare Isolat Lactobacillus dari
Air Susu Ibu [tesis]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Hermana, M. Karmini dan D. Karyadi.
1996. Komposisi dan nilai gizi
tempe serta manfaatnya dalam
peningkatan mutu gizi makanan.
Dalam. Sapuan dan N. Soetrisno,
eds. 1996. Bunga Rampai Tempe
Indonesia, Jakarta, hal. 61-67.
Yayasan Tempe Indonesia, Jakarta.
Janda JM, Abbott SL. 2006. The
Enterobacteria.
Second
Ed.
Washington: ASM Press.
Karmini, M. 1996. Tempe dan infeksi.
Dalam. Sapuan dan N. Soetrisno
(eds.). 1996. Bunga Rampai Tempe
Indonesia, Jakarta, hal. 91-100.
Yayasan Tempe Indonesia, Jakarta.
Muscari ME. 2001. Panduan Belajar
Keperawatan Pediatrik. Edisi 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Nurrahman. 2012. Potensi Tempe
Kedelai Hitam dalam meningkatkan
Kadar IgA Sekretori dan Proliferasi
Limfosit in vivo. Disertasi. Fakultas
Teknologi
Pertanian
UGM,
Yogyakarta.
41
The 4th University Research Colloquium 2016
Nurrahman. 2015. Evaluasi komposisi
zat gizi dan senyawa antioksidan
kedelai hitam dan kedelai kuning.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan,
4(3): 89-93.
Nurrahman, M. Astuti, Suparmo dan
M.H.N.E. Soesatyo. 2011.
The
effect of black soybeans tempe and
it’s ethanol extract on lymphocyte
proliferation and IgA secretion in
Salmonella typhimurium induced
rat. Afri. J. Food Scie., 5(14): 775 –
779.
Nurrahaman dan Nurhidajah. 2014.
Pengaruh Konsumsi Tempe Kedelai
Hitam terhadap Berat Badan Tikus.
Proseding
Seminar
Hasil-hasil
Penelitian UNIMUS, Semarang.
Rimbach, G., C.B. Saadatmandi, J.
Frank, D. Fuchs, U. Wenzel, H.
Daniel, W.L. Hall and P.D.
Weinberg. 2008. Dietary isoflavones
in the prevention of cardiovascular
disease-A molecular prespective.
Food and Chem. Toxicol., 46:13081319.
Soenarto, Y., Sudigbia, I., Herman.,
Karmini., dan Karyadi. 2001.
Antidiarrheal characteristic of tempe
produced
traditionally
and
industrially in children aged 6-24
months with acute diarrhea.
Pediatrica Indonesiana, Vol 41: 8895.
Sudigbia,
P.
1996.
Tempe
dalamPenatalaksanaanDiareAnak.
Dalam. Sapuan dan N. Soetrisno
(eds.). 1996. Bunga Rampai Tempe
Indonesia, Jakarta, hal. 71-82.
Yayasan Tempe Indonesia, Jakarta.
Villar, D.G., Sautu, B.C and Granados,
A. 2012. Acute Gastroenteritis.
Pediatrics in Review, vol 33 (11):
487-495.
Wang, H.L., Vespa, Janet B. And
Haseltin, C.W. 1972. Release of
42
ISSN 2407-9189
bound trypsin inhibitors in soybeans
by Rhizopus oligosporus. Jurnal of
Nutrition, 102(11).
Download