ISSN 2407-9189 The 4th University Research Colloquium 2016 PENGARUH TEMPE KEDELAI HITAM TERHADAP BERAT BADAN DAN KADAR AIR FESES TIKUS YANG DIINFEKSI DENGAN Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) 1 Nurrahman1 dan Mariyam2 Program Studi Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang Email: [email protected] Program Studi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang Email: [email protected] Abstract Black soybean tempe detected contains 14 amino acids, unsaturated fatty acids, anthocyanins and isoflavones, all of which are good for health. This study aims to determined the effect of black soybean tempe consumption to the growth of body weight and water content of feces in rat infected with Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC). A total of 30 rats were grouped into 6 (six), each group a total of 5 rats. Rats were placed in individual cages at room temperature (25 - 27oC) and maintained for 28 days. Five groups of rat infected with EPEC with a population of 107 cfu / mL in 1 mL per day 10 for seven days (day 11 to 17), orally using a sonde. The parameters analyzed include weight gain, The look of stool and water content of the stool. The results showed that giving diet black soybean tempe significantly affect the growth of body weight and water content of the feces of rat infected with EPEC. Appearence rat feces the control group positive are a sign of diarrhea score of 1 with an oval, slightly brown color and a bit mushy, while the other group of normal. Conclusion research are giving black soybean tempe influenced the look and faecal moisture content as well as the growth rate of body weight of rat infected with EPEC higher than rat infected with EPEC and not given the black soybean tempe. Keywords: black soybean tempe, diarrhea, EPEC 1. PENDAHULUAN Tempe merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang sudah dikenal secara global.Tempe terbuat dari kedelai yang mengalami fermentasi oleh jamur Rhizopusspp sepertiR. oligosporus, R. stolonifer dan R. oryzae dengan cirri khas produk warna putih, tekstur kompak dan flavor khas campuran aroma jamur dan kedelai. Makanan ini banyak diminati oleh masyarakat sebagai lauk-pauk atau camilan yang rasanya khas dan lezat, dan menjadisumber protein dalam makanan harian. Proses fermentasi menyebabkan tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kedelai, yang dapat dilihat dari komposisi zat gizi secara umum, daya cerna protein dan kandungan asam amino esensial yang lebih tinggi, zat antigizi yaitu antitripsin dan asam fitat yang jauh lebih rendah dibandingkan kedelai.Tempe mengandung komponen antioksidan seperti isoflavon, vitamin Edanβkaroten. Senyawa antioksidan (isoflavon) pada tempe mungkin juga berkontribusi pada ekspresi gen (Rimbach et al., 2008). Aktivitas enzim antioksidan seperti superoksida dismutase, katalase dan glutation peroksidase secara signifikan meningkat oleh genistein (Rimbach et al., 2008). Diare merupakan buang air besar dengan konsistensi feses cair (Depkes, 2008).Diare dapat diklasifikasikan sebagai diare akut (berlangsung selama beberapa jam atau hari), diare persisten (berlangsung 14 hari atau lebih) dan disentri (diare yang disertai dengan lender dandarah) (Villar et al., 2012). Penyebab tersering terjadinya diarea dalah virus (70%) yang meliputi: rotavirus, 35 The 4th University Research Colloquium 2016 norovirus, enteric adenovirus, calicivirus, astrivirus, dan enterovirus. Penyebab lain adalah protozoa (10%) yang meliputi Cryptosporidium, Giardialamblia dan Entamoebahistolitica, selainitubakteri (1020%) yang meliputi: Campylobacterjejuni, non typoid Salmonella, Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) danShigelasp. (Elliott, 2007). Beberapa mikroorganisme pathogen tersebut menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin ataucytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus. Diare berdampak terhadap status gizi memalui peningkatan jumlah feses, muntah, anoreksia, dan kerusakan mukosausus.Syarat pemberian makanan pada anak diare antara lain makanan harus mudah dicerna dan diserap, memiliki kandungan rendah laktosa dan mengandung vitamin seperti vitamin A dan mineral sepertizink (Zn)danmangan (Mn). Tempe merupakan salah satu makanan yang dapat memenuhi syarat tersebut. Tempe mudah dicerna karena tinggi asam lemak bebas dan peptida,selain itu kandungan asam amino juga bagus untuk perbaikan sel (Soenartoet al., 2001). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hermanaet al., (1996) danSudigbia (1996) menyatakanbahwa balita penderita gizi buruk dan diare kronik diberi makanan formula tempe kedelai kuning mengalami perbaikan gizi, kenaikkan berat badan dan penyembuhan diare dalam waktu relatif singkat. Di beberapa rumah sakit, bubur tempe digunakan oleh para ahli gizi untuk salah satu terapi anak yang mengalami diare.Hal ini ada kemungkinan berkaitan dengan pemulihan sistem imun tubuh baik secara sistemik maupun di saluran pencernaan. Kelompok tikus yang mengkonsumsi formula mengandung tepung tempe kedelai hitam selama satu bulan menunjukkan adanya tingkat proliferasi sel T lebih tinggi dibanding kelompok kontrol (Nurrahman et al., 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Nurrahman et al. (2011) terhadap tikus yang mengkonsumsi pakan yang mengandung tempe kedelai hitam 50 persen, 100 persen 36 ISSN 2407-9189 dan ekstrak tempe kedelai hitam dengan etanol, tikus yang pakannya mengandung tempe dan ekstrak tempe kedelai hitam mengalami pertumbuhan lebih tinggi disbanding pakan standar. Dan ada kecenderungan konsumsi tempe kedelai hitam mempunyai pertumbuhan yang paling tinggi. Hal ini menunjukan protein yang terdapat di dalam tempe kedelai hitam berperan pada pertumbuhan tikus. Nurrahman (2012) dan Nurrahman dan Nurhidajah (2014) juga melaporkan bahwa tikus yang mengkonsumsi pakan mengandung tempe kedelai hitam memiliki pertumbuhan berat badan lebih tinggi dibanding pakan standar. Dengan demikian dapat dimungkinkan bahwa penggunaan tempe kedelai hitam yang diterapkan pada anak yang menderita status gizi rendah dan/atau diare akan memberikan perbaikan yang lebih baik atau cepat dibanding tempe kedelai kuning. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi tempe kedelai hitam terhadap pertumbuhan berat badan dan kadar air feses pada tikus yang diinfeksi dengan Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC). 2. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Proses fermentasi tempe dapat mereduksi tingkat 3-N-oxalyl-L-2,3-diaminopropionic acid (ODAP), trypsin inhibitors dan asam phitat masing-masing sebanyak 93, 99 dan 22%, dan meningkatkan ketersediaan protein sekitar 25%. Ketersediaan protein dari pengolahan konvensional seperti perebusan lebih besar dibandingkan dari biji-bijian yang difermentasi, tetapi pada analisa in vitro lebih banyak protein larut (10%) yang dilepaskan pada saat pengolahan (Stodolak, 2008).Komposisi kimia tepung tempe kedelai hitam varietas Mallika dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel1.Komposisikimiatepungtempekedelaih itamvarietasMallika KomposisiJumlah Air (%, b/b) Protein (%, b/b) Lemak (%, b/b) 5,35 50,28 15,19 The 4th University Research Colloquium 2016 ISSN 2407-9189 Abu (%, b/b) Serat (%, b/b) Genistein (mg/g) Daidzein (mg/g) Ekstraketanol b/b) 2,75 5,24 0,73 1,82 (%, 10,15 Keterangan: berdasarkanberatbasah Sumber : Nurrahman (2012) Isoflavon terutama daidzein dan genistein merupakan komponen kimia yang diduga memiliki sifat fungsional dari kedelai dan produknya menurut beberapa penelitian. Mazur (1998) menyatakan bahwa daidzein dan genistein merupakan phytoestrogen yang mempunyai sifat estrogenik, antiestrogenik, antikarsinogenik, antifungal dan antioksidan. Kedua komponen tersebut dapat berikatan dengan reseptor estrogen, sehingga mampu berperan sebagai hormon estrogen. Beberapa peneliti lain menyatakan bahwa daidzein dan genistein dapat menurunkan resiko penyakit osteoporosis (Fitzpatrick, 2003), kanker payudara (Messina dan Wu, 2009), dan arteriosklerosis (Alkhlaghi dan Bandy, 2008). Pengujian sifat antioksidan tempe kedelai hitam secara biologis dimana tikus yang mendapatkan diit yang ditambah tepung tempe kedelai hitam semakin meningkat aktivitas SOD-nya (Nurrahman et al., 2012b). Aktivitas tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan diit yang mengandung kasein (kontrol). Dalam laporan yang sama tikus yang diberi tepung tempe kedelai hitam memiliki limfosit yang lebih tahan terhadap paparan hidrogen peroksida. Diaremerupakanbuang air besardengankonsistensi feces cair (Depkes, 2008).Diaredapatdiklasifikasikansebagaidiare akut (berlangsungselamabeberapa jam atauhari), diarepersisten (berlangsung 14 hariataulebih) dandisentri (diare yang disertaidenganlendirdandarah) (Villaret al., 2012). Penyebabterseringterjadinyadiareadalah virus (70%) yang meliputi: rotavirus, norovirus, enteric adenovirus, calicivirus, astrivirus, dan enterovirus. Penyebablainadalah protozoa (10%) yang meliputiCryptosporidium, GiardialambliadanEntamoebahistolitica, selainitubakteri (10-20%) yang meliputi: Campylobacterjejuni, non typoidSalmonella, Enteropathogenic Escherichia coli(EPEC) danShigelasp. (Elliott, 2007). Beberapa mikroorganisme pathogen tersebut menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus. Pada anak yang mengalami diare perlu mendapatkan penanganan yang tepat.Berdasarkan Manajemen terpadu balita sakit Depkes (2008) menyebutkan bahwap enanganan diare antara laindengan pemberian cairan tambahan, pemberian tablet zink dan melanjutkan pemberian makan. WHO merekomendasikan pemberian makan terus menerus selama dan setelah diare.Diare berdampak terhadap status gizi memalui peningkatan jumlah feses, muntah, anoreksia, dan kerusakan mukosausus.Syarat pemberian makanan pada anak diare antara lain makanan harus mudah dicerna dand iserap, memiliki kandungan rendah laktosa dan mengandung vitamin seperti vitamin A dan mineral sepertizink (Zn)danmangan (Mn). Tempe merupakans alahs atu makanan yang dapat memenuhi syarat tersebut. Tempe mudah dicerna karena tinggi asam lemak bebas, peptide dan acid, selain itu kandungan asam amino juga bagus untuk perbaikan sel.(Soenartoet al., 2001). 3. METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai hitam, inokulum tempe, pakan tikus dengan komposisi berdasarkan AIN 93, tikus (Wistar,sebanyak30ekor, jantandan berumur 6-8 minggu) dankultur EPEC. Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain cawan, timbangan dan oven. Penelitian ini dilakukan pembuatan tempe (Nurrahman et al., 2011), pembuatanpakantikus (Nurrahman et al., 2011), pemeliharaan tikus, pengamatan feses, penimbangan berat badan dan analisa kadar air. Kedelai kering dibersihkan untuk membuang benda-benda asing yang 37 The 4th University Research Colloquium 2016 bercampur dengan biji kedelai. Kedelai dicuci denganairhingga bersih. Kemudian kedelai direbus dengan air sampai mendidih selama 30 menit. Kedelai kemudian dikuliti, setelah itu direndam selama 36 jam. Lalu ditiriskan hingga tuntas, kemudian dikukus selama 1 jam. Kedelai yang telahmatang diinokulasi dengan ragi tempe sebanyak 2 gram per kg kedelai. Pemeraman (inkubasi) pada suhu sekitar 25-27°C selama 36 jam. Tempe yang telah diperoleh dikeringkan pada suhu 40°C selama 24 jam, kemudian dihancurkan sehingga diperoleh tepung tempe (60 mesh). Pemeliharaan tikus menggunakan metode Astawan et al. (2012) yang sudah dimodifikasi. Sebanyak 30 ekor tikus dikelompokan menjadi6 (enam), masingmasing kelompok sebanyak 5 ekor tikus. Tikusditempatkan didalamkandangindividudansuhukamar (25 – 27oC) dan dipelihara selama 28 hari. Lima kelompok tikus ini diinfeksi EPEC dengan populasi 107 cfu/mL sebanyak 1 mL per hari ke-10 selama tujuh hari (hari ke-11 sampai ke-17), secara oral menggunakan sonde. Tabel 2 menunjukkan kelompok tikus percobaan berdasarkan perlakuan. Adapun komposisi diit terdapat pada Tabel 3. Tabel 2. Kelompok tikus percobaan berdasarkan perlakuan Kelompok tikus Kontrol negatif Kontrol positif Diit 25% tempe Diit 50% tempe Diit 75% tempe Diit tempe 100% 38 Perlakuan standar Pemberian pakan berdasarkan AIN 93 Pemberian pakan standar berdasarkan AIN 93 dan infeksi EPEC Pemberian tepung tempe 25% pengganti kasein dan infeksi EPEC Pemberian tepung tempe 50% pengganti kasein dan infeksi EPEC Pemberian tepung tempe 75% pengganti kasein dan infeksi EPEC Pemberian tepung tempe 100% pengganti kasein dan infeksi EPEC ISSN 2407-9189 Setiap empat hari sekali tikus ditimbang untuk melihat perubahan berat badan dan pengamatan tampilan feses untuk melihat kejadian diare setelah diinfeksi. Feses pada hari ke-28 diambil untuk dianalisa kadar airnya. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bahan Kasein Patijagung Tepungtempe Minyakjagung Sukrosa CMC Vitamin mix AIN 93 Mineral mix AIN 93 L-cystin Kholinbitatrat Diitstandar Diittempe (%) 50 75 70 35 591,18 576,42 139,25 208,88 21,145 10,57 100 100 42,7 39,05 10 10 140 620,7 42,29 100 50 10 25 105 605,94 69,63 31,71 100 46,35 10 35 35 35 35 35 1,8 2,5 1,8 2,5 1,8 2,5 1,8 2,5 1,8 2,5 Tabel 3. Komposisi diit tikus (g/kg) Keterangan : Penghitungan didasarkan pada analisa proksimat tepung tempe kedelai hitam (Nurrahman, 2012) Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan variabel bebas komposisi diit tikus yang terdiri dari diit standar dan diit tempe kedelai hitam (25, 50, 75 dan 100% sebagai pengganti kasein), sedangkan variabel terikatnya berat badan, tampilan feses dan kadar air feses. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, dan dianalisis secara statistik dengan metode ANOVA faktor tunggal. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeliharaan tikus diawali dengan memilih tikus jantan varietas wistar dengan umur 8 minggu sebanyak 30 ekor. Tikus tersebut ditimbang dengan berat dari 161 g sampai 250 g. Tikus dibagi ke dalam 6 kelompok, yang masing-masing kelompok terdapat 5 ekor. Pemeliharaan tikus dilakukan di dalam kandang individual dan dalam ruangan yang dikondisikan pada suhu 25oC. Selama empat hari tikus diberi pakan standar sebagai tahap penyesuaian terhadap pakan dan lingkungan, kemudian dilanjutkan pemberian pakan berdasarkan perlakuan selama 24 hari. Jumlah pakan yang diberikan menggunakan 100 561,66 278,5 100 35,4 10 ISSN 2407-9189 The 4th University Research Colloquium 2016 prinsip ad libitum, maksudnya pakan yang diberikan berlebih sehingga tikus tidak kekurangan pakan. Setiap empat hari sekali tikus ditimbang berat badannya untuk melihat pertumbuhan selama pemeliharaan. Gambar 1. Pengaruh lama konsumsi pakan terhadap pertumbuhan badan tikus Gambar 1 menunjukkan peningkatan berat badan tikus selama 28 hari pemeliharaan. Selama empat hari semua tikus mengalami adaptasi ruangan dan pakan dengan diberi pakan standar, setelah itu selama 24 hari masa pemeliharaan dengan pemberiaan pakan sesuai perlakuan. Semua kelompok tikus yang mengkonsumsi pakan standar (kontrol positif dan negatif) dan perlakuan mengalami peningkatan berat badan. Kelompok tikus yang merupakan kontrol positif meningkat berat badannya dari 213,8 menjadi 258,6 gram, kelompok kontrol negatif meningkat berat badannya dari 198,0 menjadi 246,2 gram, kelompok tikus yang mengkonsumsi tempe kedelai hitam 25 persen meningkat dari 188,6 menjadi 233,4 gram, kelompok tikus yang mengkonsumsi tempe kedelai hitam 50 persen meningkat dari 176,4 menjadi 224 gram, kelompok tikus yang mengkonsumsi tempe kedelai hitam 75 persen dari 187 menjadi 235,8 gram, dan kelompok tikus yang mengkonsumsi tempe kedelai hitam 100 persen dari 201 menjadi 250 gram. Hal ini menunjukkan bahwa semua tikus yang dipelihara terjadi pertumbuhan berat badan. Berdasarkan selisih berat badan tikus sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol positif, kontro negatif, diit tempe 25, 50, 75 dan 100 % pengganti kasein masing-masing adalah 44,8, 48,2, 44,8, 49,4, 48,8 dan 49 gram. Berdasarkan data pertumbuhan tersebut dapat dilihat bahwa berat badan kelompok tikus kontrol dan diit tempe kedelai hitam 25% menunjukkan pertumbuhan paling rendah dibanding kelompok yang lain. Dilihat dari persentase pertumbuhan, kelompok kontrol positif memiliki tingkat pertumbuhan paling rendah. Tabel 3 menggambarkan rata-rata pertumbuhan berat dan persentase pertumbuhan berat badan tikus yang dipelihara selama 28 hari. Analisa varian menunjukkan bahwa pemberiaan diit tempe kedelai hitam berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan berat badan tikus yang diinfeksi dengan EPEC (p < 0,05). Pertumbuhan kelompok kontrol positif berbeda nyata dengan kelompok tempe 50, 75 dan 100 %, tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok tempe 25%. Berdasarkan hal tersebut di atas tikus yang diinfeksi dengan EPEC pada kelompok kontrol positif dan kelompok tempe 25% mengalami infeksi dan sistem immun tubuh digunakan untuk melawan infeksi tersebut, sehingga pertumbuhan berat badan terhambat dibanding kelompok yang lain. Sedangkan tikus kelompok diit tempe 50, 75 dan 100% tidak terpengaruh adanya infeksi EPEC, hal ini dapat dilihat pertumbuhan berat badan tikus kelompok tersebut tidak berbeda nyata dibandingkan kelompok negatif (tidak diinfeksi dengan EPEC). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian tempe kedelai hitam dapat menghambat terjadinya infeksi oleh EPEC. Tabel 4. Rata-rata pertumbuhan dan persentase pertumbuhan berat badan tikus pemeliharaan selama 28 hari No Perlakuan Rata –rata pertumbuhan (gram) 1 1 Kontrol positif Kontrol negatif Tempe 25 % Tempe 44,8±0,5a 48,2±0,5b Rata-rata Persentase pertumbuhan (%) 20,95±2,36 24,34±1,28 44,8±0,8a 23,76±1,49 49,4±0,9b 28,29±1,52 2 3 39 The 4th University Research Colloquium 2016 4 5 50% Tempe 75% Tempe 100% 48,8±0,8b 26,10±2,90 49,0±1,0b 24,38±1,83 Keterangan: pengaruh signifikan (p < 0,05) huruf berbeda menunjukkan beda nyata Menurut Sudigbia (1996),tempe sebagai makanan yang baik untuk pasca diare karena memiliki tekstur yang unik, mudahnya tempe dicerna dan diserap oleh usus halus serta tingginya nilai gizi tempe dengan kandungan protein dan asam amino. Wang et al., (1972) di dalam Sudigbia (1996) melaporkan bahwa di dalam tempe terdapat zat yang berkhasiat antibiotik dan stimulasi pertumbuhan. Kedelai hitam yang merupakan bahan baku dari pembuatan tempe pada penelitian ini terdeteksi mengandung 14 asam amino, asam lemak tidak jenuh, antosianin dan isoflavon, yang semuanya ini baik bagi kesehatan (Nurrahman, 2015). Adanya komponenkomponen baik yang terdapat di dalam tempe ini yang memungkinkan tempe dapat menghambat infeksi oleh EPEC dan meningkatkan pertumbuhan berat badan. EPEC merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare (Elliott, 2007). Diare merupakan suatu peristiwabuang air besardengankonsistensifesescair (Depkes, 2008). Menurut Hartanti (2010), kreteria diare tikus percobaan dibagi menjadi lima golongan, yaitu a) tanda feses normal (feses berbentuk bulat atau lonjong, berwarna hitam, dan keras), b) tanda diare skor 1 (feses berbentuk bulat atau lonjong, berwarna hitam, dan agak lembek, c) tanda diare skor 2 (feses berbentuk bulat atau lonjong, berwarna hitam, dan lembek), d) tanda diare skor 3 (feses tidak berbentuk bulat atau lonjong, berwarna agak kecoklatan, sangat lembek hingga muncul lendir), e) tanda diare skor 4 (feses cair, tidak berbentuk, berwarna coklat hingga muncul lendir). Menurut Astawan et al., (2012) kondisi feses yang dinyatakan diare adalah feses dengan tanda diare skor 3 dan 4, sedangkan feses dengan tanda diare skor 1 dan 2 masih dinyatakan feses normal.Tabel 4 merupakan hasil pengamatan 40 ISSN 2407-9189 kondisi fisik dari feses tikus pada hari ke 24 semua kelompok perlakuan. Tabel 5. Tampilan feses tikus percobaan Perlakuan TampilanFeses Kriteriadiare Kategorifeses Kontrolpositif Berbentuklonjong Berwarnaagakcoklat Agaklembek Tandadiareskor 1 Feses normal Kontrol negative Berbentuklonjong Berwarnahitam Keras Feses normal Feses normal Tempe 25 % Berbentuklonjong Berwarnaagakcoklat Keras Feses normal Feses normal Tempe 50 % Berbentuklonjong Berwarnahitam Keras Feses normal Feses normal Tempe 75 % Berbentuklonjong Berwarnahitam Keras Berbentuklonjong Berwarnahitam Keras Feses normal Feses normal Feses normal Feses normal Tempe 100 % Diare dapat teradi karena adanya infeksi dari EPEC. Menurut Janda dan Abbott (2006), EPEC dapat menempel dengan pola localized adherence (LA). Bakteri EPEC dalam bentuk mikrokoloni menempel pada permukaan sel epitelial dan menyebabkan kerusakan sel-sel mikrovili usus. Akibat kerusakan tersebut menyebabkan penurunan kapasitas absorbsi cairan dan elektrolit (Muscari, 2001) sehingga terjadi diare. Tabel 5 memberikan gambaran bahwa tikus yang mengalami perubahan tampilan feses pada kelompok kontrol positif yaitu bentuk lonjong, warna agak coklat dan agak lembek, akibat adanya infeksi EPEC. Sedangkan pada kelompok lain tidak menunjukkan perbedaan dibandingkan dengan kontrol. Hanya saja warna feses dari kelompok tempe 25% terlihat aga kecoklatan. Meskipun lima kelompok tikus diinfeksi dengan EPEC sebanya 10 7 cfu/ml selama tujuh hari, berdasarkan data tampilan feses dapat dikatakan bahwa EPEC tidak terlalu kuat untuk menyebabkan tikus mengalami diare. Pada kelompok kontrol positif memberikan gambaran bahwa tikus ISSN 2407-9189 The 4th University Research Colloquium 2016 hanya mengalami tanda diare skor 1, yang artinya feses normal. diinfeksi EPEC dan tidak diberi tempe kedelai hitam. 6. REFERENSI Gambar 2.Grafikkadar air fesestikuspadaharike 28pemeliharaanberdasarkanperlakuan (hurufberbedamenunjukkanbedanyatapada p = 0.05) Gambar 2 menunjukkan grafik kadar air feses enam kelompo perlakuan. Pengukuran kadar air terhadap feses yang dikumpulkan pada hari ke-28 dari enam kelompok tikus menghasilkan kelompok kontrol positif sebesar 49,12%, kontrol negatif sebesar 33,78%, tempe 25% sebesar 32,24%, tempe 50% sebesar 34,90%, tempe 75% sebesar 34,23% dan tempe 100% sebesar 34,04%. Berdasarkan analisa varian menunjukkan bahwa kadar air feses kelompok kontrol positif berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok tikus yang diberi diit yang mengandung tempe kedelai hitam. Sedangkan kadar air feses tikus kelompok yang diberi tempe kedelai hitam tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa infeksi dengan EPEC hanya berpengaruh terhadap kelompok kontrol positif, hal ini dapat dilihat dari kadar air feses yang paling tinggi dibanding kelompok yang lain. 5. SIMPULAN Infeksi tikus dengan EPEC tidak terlalu kuat untuk menyebabkan tikus mengalami diare. Pemberian tempe kedelai hitam memberi pengaruh terhadap tampilan dan kadar air feses serta tingkat pertumbuhan berat badan tikus yang diinfeksi dengan EPEC lebih tinggi dibanding tikus yang Astawan, M, T. Wresdiyati, Suliantari, dan Y.MS. Nababan. 2012. Yoghurt sinbiotik berbasis probiotik lokal dapat mencegah diare dan mengubah status hematologi tikus. Jurnal Veteriner, 13(2): 145-153. Depkes. 2008. Manajementerpadubalitasakit. Depkes, Jakarta Elliott, E.J. 2007. Acute Gastroenteritis in Children.BMJ, vol 334; 35-40. Hartanti AW. 2010. Evaluasi Aktivitas Antidiare Isolat Lactobacillus dari Air Susu Ibu [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Hermana, M. Karmini dan D. Karyadi. 1996. Komposisi dan nilai gizi tempe serta manfaatnya dalam peningkatan mutu gizi makanan. Dalam. Sapuan dan N. Soetrisno, eds. 1996. Bunga Rampai Tempe Indonesia, Jakarta, hal. 61-67. Yayasan Tempe Indonesia, Jakarta. Janda JM, Abbott SL. 2006. The Enterobacteria. Second Ed. Washington: ASM Press. Karmini, M. 1996. Tempe dan infeksi. Dalam. Sapuan dan N. Soetrisno (eds.). 1996. Bunga Rampai Tempe Indonesia, Jakarta, hal. 91-100. Yayasan Tempe Indonesia, Jakarta. Muscari ME. 2001. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Nurrahman. 2012. Potensi Tempe Kedelai Hitam dalam meningkatkan Kadar IgA Sekretori dan Proliferasi Limfosit in vivo. Disertasi. Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta. 41 The 4th University Research Colloquium 2016 Nurrahman. 2015. Evaluasi komposisi zat gizi dan senyawa antioksidan kedelai hitam dan kedelai kuning. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 4(3): 89-93. Nurrahman, M. Astuti, Suparmo dan M.H.N.E. Soesatyo. 2011. The effect of black soybeans tempe and it’s ethanol extract on lymphocyte proliferation and IgA secretion in Salmonella typhimurium induced rat. Afri. J. Food Scie., 5(14): 775 – 779. Nurrahaman dan Nurhidajah. 2014. Pengaruh Konsumsi Tempe Kedelai Hitam terhadap Berat Badan Tikus. Proseding Seminar Hasil-hasil Penelitian UNIMUS, Semarang. Rimbach, G., C.B. Saadatmandi, J. Frank, D. Fuchs, U. Wenzel, H. Daniel, W.L. Hall and P.D. Weinberg. 2008. Dietary isoflavones in the prevention of cardiovascular disease-A molecular prespective. Food and Chem. Toxicol., 46:13081319. Soenarto, Y., Sudigbia, I., Herman., Karmini., dan Karyadi. 2001. Antidiarrheal characteristic of tempe produced traditionally and industrially in children aged 6-24 months with acute diarrhea. Pediatrica Indonesiana, Vol 41: 8895. Sudigbia, P. 1996. Tempe dalamPenatalaksanaanDiareAnak. Dalam. Sapuan dan N. Soetrisno (eds.). 1996. Bunga Rampai Tempe Indonesia, Jakarta, hal. 71-82. Yayasan Tempe Indonesia, Jakarta. Villar, D.G., Sautu, B.C and Granados, A. 2012. Acute Gastroenteritis. Pediatrics in Review, vol 33 (11): 487-495. Wang, H.L., Vespa, Janet B. And Haseltin, C.W. 1972. Release of 42 ISSN 2407-9189 bound trypsin inhibitors in soybeans by Rhizopus oligosporus. Jurnal of Nutrition, 102(11).