Seminar Tugas Akhir Juni 2017 1 MODIFIKASI ALAT RONTGEN

advertisement
Seminar Tugas Akhir
Juni 2017
MODIFIKASI ALAT RONTGEN KONVENSIONAL DENGAN SISTEM DIGITAL
Rio Nugroho Febrianto, Endro Yulianto, Tri Bowo Indrato
Jurusan Teknik Elektromedik Politeknik Kesehatan Surabaya
Jln. Pucang Jajar Timur No. 10 Surabaya
Pemanfaatan sinar-X di bidang kedokteran nuklir merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat. Aplikasi ini telah cukup beragam mulai dari radiasi untuk
diagnostik, pemeriksaan sinar-X gigi dan penggunaan radiasi sinar-X untuk terapi. Radioterapi
adalah suatu pengobatan yang menggunakan sinar pengion yang banyak dipakai untuk menangani
penyakit kanker. Alat diagnosis yang banyak digunakan di daerah adalah pesawat sinar-X (photo
rontgen) yang berfungsi untuk photo thorax, tulang tangan, kaki dan organ tubuh yang lainnya. Alat
terapi banyak terdapat di rumah sakit-rumah sakit perkotaan karena membutuhkan daya listrik yang
cukup besar.(Suyatno, 2008).
Dalam perancangannya, modul ini menggunakan pemilihan kV dan mA dengan sistem digital
sebagai kontrol utama. IC yang digunakan diantarannya 74LS08, 74LS47, 74LS138, dan 74LS02.
Selain itu driver menggunakan relay dengan spesifikasi arus dan tegangan yang besar, mengingat
tegangan untuk mensupply primer HTT (kV) dan arus yang dibutuhkan Trafo Filamen (mA) begitu
besar. Pengukuran menggunakan Voltmeter untuk tegangan (kV) dan tangAmpere untuk arus pada
primer Trafo Filamen (mA).
Proses pengambilan data dilakukan dengan melakukan pengukuran sebanyak 5 kali.
Setelah pengujian alat, maka dilakukan pengukuran tegangan pada primer HTT dan arus pada
primer trafo filamen, sehingga hasil pengukuran tegangan pada primer HTT didapatkan nilai
error tertinggi sebesar 6% dan terendah 2,25%, sedangkan hasil pengukuran arus pada primer
trafo filamen didapatkan nilai error tertinggi sebesar 0,58 % dan error terendah 0,06 %.
Kata kunci : Alat Rontgen Konvensional, kV, mA, Digital
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pesawat sinar-X konvensional adalah
pesawat medik yang bekerjanya menggunakan
radiasi sinar-X baik untuk keperluan fluoroskopi
dan radiografi. Pesawat sinar-X harus memiliki
sistem diafragma atau kolimator pengatur berkas
radiasi, sehingga apabila diafragma tertutup rapat
maka laju kebocoran radiasinya tidak melebihi
batas yang diizinkan. Nilai filter permanen
tersebut harus dinyatakan secara tertulis pada
wadah tabung sinar-X. Tabung yang digunakan
adalah tabung vakum yang didalamnya hanya
terdapat 2 elektroda yaitu anoda dan katoda.
Pemanfaatan sinar-X di bidang kedokteran
nuklir merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat. Aplikasi
ini telah cukup beragam mulai dari radiasi untuk
diagnostik, pemeriksaan sinar-X gigi dan
penggunaan radiasi sinar-X untuk terapi.
Radioterapi adalah suatu pengobatan yang
menggunakan sinar pengion yang banyak
dipakai untuk menangani penyakit kanker. Alat
diagnosis yang banyak digunakan di daerah
adalah pesawat sinar-X (photo rontgen) yang
berfungsi untuk photo thorax, tulang tangan, kaki
dan organ tubuh yang lainnya. Alat terapi banyak
terdapat di rumah sakit-rumah sakit perkotaan
karena membutuhkan daya listrik yang cukup
besar.(Suyatno, 2008)
Setelah melaksanakan kegiatan perkuliahan
di kampus Teknik Elektromedik Surabaya, penulis
menemukan Alat Rontgen Konvensional yang
merupakan tugas akhir saudara Ainur Rochim pada
1
Seminar Tugas Akhir
tahun 2007, dengan pengaturan mA tetap yaitu
10mA. Dari hasil identifikasi, penulis mengalami
kendala dalam pengoperasian alat. Pngaturan
kiloVolt (kV) dan miliAmpere (mA) masih pada
sistem analog. Alat Rontgen Konvensional ini sudah
lama tidak difungsikan sehingga pengaturan kV, dan
mAnya sudah tidak bekerja sesuai sistemnya.
Berdasarkan permasalahan diatas maka,
penulis ingin Memodifikasi Alat Rontgen
Konvensional dengan sistem digital, serta
penambahan ring pemilihan kV maksimal 80kV
juga penambahan ring pemilihan mA. Penulis
tidak menambahkan ring pemilihan kV melebihi
ring yang sudah ada, karena spesifikasi pada alat
rontgen sudah hilang dan pada Karya Tulis
Ilmiah sebelumnya tidak dituliskan spesifikasi
alat rontgen tersebut.
2.1 Batasan Masalah
2.1.1 Menggunakan selektor rotari untuk pemilihan
kV, mA, timer(s), dan LVC
2.1.2 Menggunakan sistem kontrol digital
2.1.3 Pengaturan mA maksimal 40mA
2.1.4 Pengaturan kV maksimal 80kV
2.1.5 Menggunakan 7segment sebagai display
hanya untuk kV dan mA
2.1.6 Posisi tabung sinar-X tetap (tidak dapat di
pindah posisinya).
3.1
Rumusan Masalah
“Dapatkah Memodifikasi Alat Rontgen
Konvensional dengan sistem digital?”
Juni 2017
4.2 Manfaat
4.2.1 Manfaat Teoritis
a. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan
wawasan mahasiswa mengenai prinsip
kerja peralatan radiologi, khususnya Alat
Rontgen Konvensional
b. Sebagai referensi peneliti selanjutnya.
4.2.2 Manfaat Praktis
a. Membantu proses kegiatan pembelajaran
di mata kuliah radiologi terutama Alat
Rontgen Konvensional
b. Mempermudah operator dalam pengaturan
kV. mA, serta setting waktu penyinaran
c. Mempermudah operator mengambil foto
jari- jari tangan manusia, dan juga radiasi
yang diterima tidak terlalu besar bagi
pasien.
5 METODOLOGI
5.1 Diagram Blok Sistem
INPUT
EXPOSE
Dibuatnya Modifikasi Alat Rontgen
Konvensional dengan sistem digital.
4.1.2 Tujuan khusus
a. Memodifikasi rangkaian Power Supply
b. Memodifikasi rangkain Filamen (Standby
Resistor, mA Control, dan mA Limiter)
c. Memodifikasi rangkaian Tegangan Tinggi
d. Memodifikasi rangkaian timer
e. Membuat rangkaian driver untuk pemilihan
kV
f. Membuat rangkaian driver untuk pemilihan
mA
g. Membuat rangkaian display 7segment
untuk pemilihan kV dan mA.
INTER
LOCK
DRIVER kV
SELEKTOR
KV
kV
Meter
AUTO
TRAVO
LVC
Meter
7SEGMENT
(KV)
RANGKAIAN
DIGITAL
7SEGMENT
(mA)
SELEKTOR
LVC
SELEKTOR
mA
4.1 Tujuan
4.1.1 Tujuan Umum
TIMER
SELEKTOR
TIMER
PLN
OUTPUT
PROSES
READY
DRIVER mA
mA
KONTROL
STANDBY
RESISTOR
mA LIMITER
HTT
X-RAY
TUBE
TRAFO
FILAMEN
Gambar 5.1 Blok Diagram Keseluruhan
Tegangan dari jala-jala PLN masuk ke
selektor LVC (Line Voltage Compensator).
Sebelumnya dilihat tegangan yang ditunjukkan pada
LV meter, apabila tegangan kurang dari 220 VAC
maka selektor LVC dinaikkan agar tegangan pada
input Auto trafo tercapai yaitu 220 VAC. Kemudian
tegangan masuk ke Auto trafo. Auto trafo akan
mensupply seluruh rangkaian. Untuk supply trafo
HTT dilakukan pemilihan tegangan (kV) pada
selektor kV yang terhubung pada Auto trafo yang
akan diolah pada digital prossesing dan akan
2
Seminar Tugas Akhir
Juni 2017
mengaktifkan diver kV. Selain itu Auto trafo juga
mensupply Trafo filamen. Pada rangkaian filamen
terdapat mA kontrol yang akan menentukan besar
arus pada primer Trafo filamen yang sebelumnya
diatur pada selektor mA dan kemudian diolah pada
digital prossesing dan akan mengakifkan driver mA.
Selanjutnya pada standby resistor sebagian arus
akan diloloskan menuju Trafo filamen sehingga
akan terjadi pemanasan awal filamen (filamen nyala
redup) sebelum ready. R. Limiter berfungsi sebagai
pengaman agar tidak terjadi arus tabung lebih yang
akan merusak filamen pada tabung sinar-X.
Sebelum melakukan ready, dilakukan pemilihan
waktu(s)
untuk
menentukan
lamanya
penyinaran/expose melalui selektor timer. Ketika
tombol ready ditekan, maka arus akan sepenuhnya
masuk ke filamen sehingga nyala filamen akan
terang. Namun apabila filamen tidak menyala, maka
rangkaian interlock akan bekerja sehingga proses
expose tidak dapat dilakukan. Ketika tombol
ekspose ditekan, maka HTT mendapatkan tegangan
dari Auto trafo dan akan terjadi bedaa potensial
antara katoda dan anoda sehingga terjadi expose
yang ditandai keluarkan sinar-X. Ketika setting
waktu habih, maka proses expose sudah selesai.
5.2
Diagram Alir
setting kV, setting mA, dan juga setting timer selesai
maka menekan ready. Jika proses ready tidak ada
masalah, maka pemanasan filamen akan berjalan,
dan proses expose siap dilakukan. Setelah itu tekan
expose. Jika expose tidak berfungsi atau mengalami
kegagalan, maka proses expose tidak akan berjalan
dan tidak menghasilkan sinar-X dan timer tidak
berjalan. Kembali ke ready dan proses itu akan
terjadi terus-menerus. Jika proses expose berjalan
dan tidak ada masalah, maka proses expose akan
menghasilkan sinar-X dan timer akan bekerja.
Ketika timer habis, maka proses terebut selesai dan
sinar-X akan berhenti keluar.
5.3
Diagram Mekanis
Indikator
Pemanassan
Filamen
7Segment
mA
7Segment
kV
Indikator
Pemanassan
Filamen
Indikator
Pemanassan
Filamen
220
Indikator
Ready
Indikator
Expose
On
Off
Selektor
mA
Selektor
LVC
Tombol
Ready
Tombol
Expose
Selektor
kV
Selektor
Timer
Gambar 5.3 Kontrol Table
Monoblok
(Single Tank)
ON/OFF
Control Table
SETTING LVC
NO
SETTING KV
Hand Switch
SETTING mA
SETTING TIMER
READY
NO
YES
PEMANASAN
FILAMEN
YES
EXPOSE
SINAR-X
TIMER HABIS
Gambar 5.4 Diagram Mekanik
SELESAI
Gambar 5.2 Diagram Alir
Jala-jala PLN masuk, menekan saklar ON
lalu melakukan setting kV dan setting mA,
kemudian setting timer. Setelah setting timer selesai
kemudian tekan ready. Jika proses ready gagal,
maka akan kembali ke proses setting timer. Apabila
proses ready kembali gagal, maka akan kembali
pada proses setting kV dan setting mA. Setelah
3
Seminar Tugas Akhir
5.4 Jenis Penelitihan
Rancangan penelitihan model alat ini
menggunakan metode pre-eksperimental dengan
jenis penelitihan One group post test design. Pada
rancangan ini, peneliti hanya melihat hasil
perlakuan pada satu kelompok obyek tanpa ada
kelompok pembanding dan kelompok kontrol.
Juni 2017
Tabel 5.1 Devinisi Operasional
Variabel
Definisi
Operasio
nal
Variabel
Alat
Ukur
Hasil
ukur
Skala
ukur
Pemilihan
mA
(V.Bebas)
Pemilihan
besar arus
yang akan
diguna
kan
dalam
proses
expose
yang
diukur
dengan
multi
meter dan
meng
hasilkan
270,285,
300, dan
310mA
Multi
Meter
0. < / >
270,80,
140, dan
160mA
= tidak
sesuai
setting,
Inter
val
Pemilihan
besar te
gangan
yang akan
diguna
kan
dalam
proses
expose
yang
diukur
dengan
multi
meter dan
meng
hasilkan7
0,80,
140,dan
160V
Multi
meter
Desain dapat digambarkan sebagi berikut:
X------------------------------------------ O
X
= Treatmen/perlakuan yang diberikan
(variabel independen).
O
= Observasi (variabel dependen).
Arus pada trafo filamen dan tegangan pada
primer HTT.
5.5 Variabel Penelitian
5.5.1 Variabel Bebas
Pemilihan mA dan pemilihan kV.
5.5.2 Variabel Terikat
5.5.3 Variabel Terkendali
Sebagai variabel terkendali yaitu IC
DIGITAL
5.6 Definisi Operasional
Dalam kegiatan operasionalnya, variabelvariabel yang digunakan dalam pembuatan modul,
baik variabel tekendali, tergantung, dan bebas
memiliki fungsi-fungsi antara lain :
Pemilihan
kV
(V.Bebas)
Tang
Ampe
re
1.
270,285,
300, dan
310mA
= sesuai
setting
0. < / >
70,80,
140,dan
160V
= tidak
sesuai
setting,
1.
70,80,
140,dan
160 V
= sesuai
setting
Inter
val
4
Seminar Tugas Akhir
Arus
trafo
filamen
dan
tegangan
primer
HTT
(V.
Tergantu
ng)
IC
74LS47
(V.Terke
ndali)
Juni 2017
Sebagai
penyuplai
tabung
sinar-X
yang
besar arus
dan
tegangan
nya
ditentukan
oleh
pemilihan
mA dan
kV, yang
diukur
dengan
multi
meter, dan
tang
Ampere
yang
menghasil
kan
270,285,
300, dan
310mA
untuk arus
trafo
filamen
dan
70,80,140,
dan 160V
untuk
tegangan
primer
HTT
Multi
meter
,
Untuk
pemilih
an mA
tang
Amp
ere
0. < / >
270,285,
300, dan
310mA
= tidak
sesuai
setting,
Sebagai
penentu
atau
pengen
dali driver
mA dan
kV
Multi
meter
Inter
val
5.7 Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan penulis susun menurut jadwal
kalender Akademik yang ada di Poleteknik
Kesehatan Jurusan Teknik Elektromedik Surabaya:
A. Mempelajari teori – teori yang berhubungan
dengan permasalahan yang dibahas melalui studi
kepustakaan.
B. Mempelajari dan merancang teknis pembuatan
modul tersebut.
C. Membuat diagram blok sistem
D. Membuat diagram alir sebagai urutan cara kerja
alat
E. Merencanakan anggaran biaya pembuatan modul
F. Menyusun proposal
G. Menyiapkan bahan berupa komponen, box dan
peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan
modul
H. Membuat layout rangkaian mikrokontroller,
sensor panjang, dan sensor lingkar kepala.
I. Memasang komponen pada PCB
J. Menyatukan semua rangkaian
K. Mengintegrasikan semua rangkaian
L. Menyusun program untuk menyalakan system
M. Melakukan uji coba modul
N. Melakukan kalibrasi modul
O. Menyusun laporan KTI
1. 270,285,
300, dan
310mA
= sesuai
setting
Untuk
pemilih
an kV
0. < / >
70,80,
140, dan
160V
= tidak
sesuai
setting,
1.
70,80,
140, dan
160V
= sesuai
setting
0=
ground
Nom
inal
1 = Vcc
5
Seminar Tugas Akhir
Juni 2017
Jul
Jun
6
HASIL DAN ANALISA
6.1
Hasil Data
Mei
Apr
Mar
Feb
Jan
Des
Nov
Okt
Sep
Kegiatan
Tabel 5.2 Jadwal Kegiatan
 Pengukuran kV
a. Pengukuran Tegangan pada Primer HTT
A
dengan
B
(LVC=220V) pada tanggal 22 Juli 2017
C
pukul 17:19WIB
PLN
228VAC
Tabel 6.1 Pengukuran pada tegangan
PLN 228VAC
STDV
UA
I
II
III
IV
V
Rata-rata
Error(%)
35kV/
70V
40kV/
70V
67V
66V
67V
67V
67V
66,8
0,45
0,20
4,57
76V
77V
76V
77V
76V
76,4
0,55
0,24
4
I
70kV/
140V
136
V
135
V
135
V
136
V
136
V
135,
6
0,55
0,24
3,14
J
80kV/
160V
155
V
154
V
155
V
156
V
155
V
155
0,71
0,32
3,12
Error(%)
Pengukuran
pada
pemilihan
D
E
tegangan
F
G
H
Pengukuran ke
K
L
b. Pengukuran Tegangan pada Primer HTT
dengan
M
N
tegangan
PLN
231VAC
(LVC=219V) pada tanggal 23 Juli 2017
pukul 08:38 WIB
O
Tabel 6.2 Pengukuran pada tegangan
PLN 231VAC
Pengukuran
pada
pemilihan
Rata-rata
STDV
UA
Pengukuran ke
I
II
III
IV
V
35kV/
70V
67
V
65
V
66
V
66
V
65
V
66,8
0,84
0,37
6
40kV/
70V
76
V
75
V
76
V
77
V
75
V
75,8
0,84
0,37
5,25
70kV/
140V
134
V
133
V
134
V
135
V
135
V
134,2
0,84
0,37
4,14
80kV/
160V
153
V
152
V
153
V
154
V
152
V
152,8
0,84
0,37
4,5
6
Seminar Tugas Akhir
Juni 2017
c. Pengukuran Tegangan pada Primer HTT
224VAC
a. Pengukuran Arus pada Primer Trafo
(LVC=221V) pada tanggal 23 Juli 2017
Filamen dengan Tegangan PLN 228VAC
pukul 12:15 WIB
(LVC=220V) pada Tanggal 22 Juli 2017
68
V
67
V
67,6
0,55
0,24
3,42
79
V
78
V
79
V
77
V
78
V
78,2
0,84
0,37
2,25
137
V
136
V
137
V
138
V
136
V
136,8
0,84
0,37
2,28
156
V
157
V
156
V
156
V
157
V
156,4
0,55
0,24
2,25
UA
d. Pengukuran Tegangan pada Primer HTT
dengan
tegangan
PLN
226VAC
(LVC=220V) pada tanggal 23 Juli 2017
pukul 16:15WIB
UA
II
III
IV
V
STDV
Error(%)
35kV/
70V
40kV/
80V
70kV/
140V
80kV/
160V
I
Rata-rata
Pengukuran
pada
pemilihan
Tabel 6.4 Pengukuran pada tegangan
PLN 226VAC
67
V
66
V
68
V
67
V
66
V
66,8
0,84
0,37
4,57
77
V
76
V
78
V
77
V
76
V
76,8
0,84
0,37
4
136
V
137
V
136
V
136
V
136
V
136,2
0,45
0,20
2,71
156
V
156
V
155
V
155
V
154
V
155,2
0,84
0,37
3
Pengukuran ke
10Ma
(2,7A/270mA)
20Ma
(2,85A/285mA)
30Ma
(3,0A/300mA)
40Ma
(3,1A/310mA)
I
II
III
IV
V
271
mA
285
mA
301
mA
311
mA
270
mA
286
mA
300
mA
310
mA
270
mA
286
mA
300
mA
311
mA
271
mA
285
mA
301
mA
312
mA
271
mA
285
mA
299
mA
310
mA
Error(%)
68
V
270,6
0,55
0,24
0,22
285,4
0,55
0,24
0,14
300,2
0,84
0,37
0,06
310,8
0,84
0,37
0,25
b. Pengukuran Arus pada Primer Trafo
Filamen dengan Tegangan PLN 231VAC
(LVC=219V) pada tanggal 23 Juli 2017
pukul 08:38 WIB
Tabel 6.6 Pengukuran pada tegangan
PLN 231VAC
Pengukuran ke
I
II
III
IV
V
Error(%)
67
V
UA
68
V
Pengukuran ke
UA
V
STDV
IV
Tabel 6.5 Pengukuran pada tegangan
PLN 288VAC
STDV
III
pukul 17:19 WIB
Rata-rata
II
Pengukuran ke
Error(%)
STDV
35kV/
70V
40kV/
80V
70kV/
140V
80kV/
160V
I
Rata-rata
Pengukuran
pada
pemilihan
Tabel 6.3 pengukuran pada tegangan
PLN 224VAC
Rata-rata
PLN
Pengukuran
pada
pemilihan
tegangan
Pengukuran
pada
pemilihan
dengan
 Pengukuran mA
10mA
(2,7A/270mA)
20mA
(2,85A/285mA)
270
mA
284
mA
269
mA
283
mA
269
mA
284
mA
270
mA
283
mA
268
mA
282
mA
269,2
0,84
0,37
0,29
283,2
0,84
0,37
0,63
30mA
(3,0A/300mA)
299
mA
299
mA
298
mA
299
mA
300
mA
299
0,71
0,32
0,33
40mA
(3,1A/310mA)
309
mA
309
mA
309
mA
310
mA
308
mA
309
0,71
0,32
0,32
7
Seminar Tugas Akhir
Juni 2017
c. Pengukuran Arus pada Primer Trafo Filamen
dengan Tegangan PLN 224VAC (LVC=221V)
pada Tanggal 23 Juli 2017 pukul 12:15 WIB
II
III
IV
V
STDV
UA
I
Rata-rata
Pengukuran
pada
pemilihan
Error(%)
Tabel 6.7 Pengukuran pada tegangan
PLN 224VAC
2,7A/270mA
273
mA
273
mA
272
mA
272
mA
272
mA
272,4
0,55
0,24
0,58
2,85A/285mA
286
mA
285
mA
286
mA
286
mA
284
mA
285,4
0,89
0,40
0,14
3,0A/300mA
301
mA
301
mA
302
mA
302
mA
300
mA
301,2
0,84
0,37
0,4
3,1A/310mA
311
mA
310
mA
311
mA
312
mA
312
mA
311,2
0,84
0,37
0,38
Pengukuran ke
d. Pengukuran Arus pada Primer Trafo Filamen
dengan Tegangan PLN 226VAC (LVC=220V)
pada Tanggal 23 Juli 2017 pukul 16:15 WIB
Tabel 6.8 Pengukuran pada tegangan
PLN 226VAC
Pengukuran
pada
pemilihan
II
III
IV
V
STDV
UA
I
Rata-rata
Error(%)
Pengukuran ke
10mA
(2,7A/270mA)
20mA
(2,85A/285mA)
270
mA
284
mA
271
mA
285
mA
270
mA
284
mA
269
mA
285
mA
269
mA
285
mA
269,8
0,84
0,37
0,07
284,6
0,55
0,24
0,14
30mA
(3,0A/300mA)
300
mA
301
mA
301
mA
301
mA
301
mA
300,8
0,45
0,20
0,26
40mA
(3,1A/310mA)
310
mA
309
mA
310
mA
309
mA
311
mA
309,8
0,84
0,37
0,06
6.2
Analisa Data
Dari hasil pengukuran tegangan pada tabel di
atas didapatkan nilai error tertinggi yaitu 6% pada
tegangan PLN 231VAC (LVC 219V) untuk
pemilihan 35kV/70V, serta nilai error terendah yaitu
2,25% pada tegangan PLN 224VAC (LVC=221V)
untuk pemilihan 40kV/80V dan 80kV/160V.
Dari hasil pengukuran arus pada tabel diatas
didapatkan nilai error tertinggi yaitu 0,63% pada
tegangan PLN 231VAC (LVC 219V) untuk
pemilihan 20mA, serta nilai error terendah yaitu
0,06% pada tegangan PLN 228VAC (LVC=220V)
untuk pemilihan 30mA dan pada tegangan PLN
226VAC (LVC=220V) untuk pemilihan 40mA.
Dari analisa diatas, dapat disimpulkan
bahwa besar kecilnya tegangan PLN dan
pengukuran pada LVC berpengaruh terhadap nilai
error pada pengukuran teganan dan arus. Semakin
tinggi tegangan PLN, maka didapatkan nilai error
yang tinggi, begitu juga sebaliknya.
6.3
Analisa Hasil Gambar
Setelah dilakukan pengujin alat, dilakukan
pengambilan gambar melalui penyinaran suatu
objek dengan sinar-X dengan menggunakan media
detektor sebagai pengubah sinar tak tampak menjadi
sinar tampak dan diterima oleh film. Selanjutnya
dilakukan beberapa tahapan pengolahan film secara
utuh, terdiri dari:
Developing
: Pembangkitan
Rinsing
: Pembilasan
Fixing
: Penetapan
Washing
: Pencucian
Drying
: Pengeringan
Setelah dilakukannya semua proses
tersebut, didapatkan gambar seperti dibawah ini:
Gambar 6.1 Hasil gambar dengan pemilihan 80kV dan
40mA
8
Seminar Tugas Akhir
Juni 2017
6.4
Gambar 6.2 Hasil gambar dengan pemilihan 40kV dan
20mA
Dari kedua gambar diatas (gambar 4.6 dan
gambar 4.7), dapat dilihat perbedaan keduanya,
bahwa pada pemilihan 80kV, 40mA diperoleh
gambar yang kurang jelas yang disebabkan daya
tembus yang terlalu besar (pengaruh kV) dan film
yang yang terlalu hitam yang dipengaruhi oleh
kontras yang besar pula (pengaruh mA). Sebaliknya,
pada pemilihan 40kV, 20mA didapatkan gambar
yang sangat jelas dan kehitaman film yang tidak
terlalu pekat,
Penulis menyimpulkan bahwa semakin
tinggi nilai kV, maka daya tembusnya semakin
besar, serta semakin tinggi nilai mA, maka
kehitaman/kontras film juga semakin besar.
Dalam pengujian ini, penulis menggunakan
media/objek yang tipis, seperti obeng dan gunting,
sehingga apabila terkena sinar-X pada pemilihan kV
yang tinggi, maka objek akan tertembus oleh sinarX karena hambatan yang kecil, dan menyebabkan
hasil gambar tidak maksimal (hilangnya suatu
bagian dari objek).
Alat sebelum dan sesudah dimodifikasi
Gambar 6.3 Alat Sebelum Modifikasi
Gambar 6.4 Alat Sesudah Modifikasi
7.
a.
PEMBAHASAN
Rangkaian Power Supply Tegangan Tinggi
AUTO TRAFO
F
MAIN SWITCH
V
0
70V
80V
140V
160V
SELECTOR kV
kV METER
M1
V
200V
210V
SELECTOR LVC
215V
F
220V
225V
FUSE
230V
R
240V
.
.
.
.
.
.
.
LVC METER
0
0
Gambar 7.1 Rangkaian Power Supply Tegangan
Tinggi
9
Seminar Tugas Akhir
Juni 2017
Dari jala-jala PLN melewati main switch
sebagai pemutus dan penyambung tegangan yang
masuk ke Auto trafo. Fuse sebagai pengaman
apabilarangkaian terjadi shot maka fuse yang akan
putus dan tidak merusak rangkaian yang lain.
Setelah itu masuk ke rangkaian LVC yang berfungsi
sebagai pengkompensasikan tegangan sehingga
tegangan yang masuk ke Auto Trafo sesuai dengan
tegangan yang diinginkan. Pemberian R pada
rangkaian ini bertujuan untuk menjaga agar selalu
ada tegangan yang masuk ke Auto Trafo. LVC
meter berfungsi meliat tegangan yang masuk ke
Autotravo (220V).
c.
b.
Untuk
mensupply
trafo
filamen,
menggunakan tegangan dari Autorafo sebesar 80V.
Kemudian melewati Stanby Resistor. Kaki 1 SBR
terhubung dengan kaki 1 R16 dan kaki 2 SBR
terhubung dengan kaki 3 R16, sehingga apabila R16
aktif (mendapat sulutan dari driver R.READY)
maka SBR akan shot dikarenakan kontak (kaki 1)
dan NO (kaki 3) terhubung. Lalu masuk ke
R.CONTROL yang besarnya resistansinya
bervariasi sesuai dengan besar arus (mA) yang
diperlukan trafo filament. Pemilihan R.CONTROL
1,2,3 dan 4 ditentukan oleh aktifnya relay R12-R15
yang mana relay tersebut akan aktif bila mendapat
tegangan dari relay R4-R7. Sebelumnya relay R4R7 akan aktif dan dikendalikan oleh rangkaian
DRIVER mA. Selanjutnya menuju R.LIMITER
yang mana fungsi dari R ini adalah untuk membatasi
arus yang masuk ke primer trafo filament. Untuk
pengukuran mA menggunakan tangAmpere pada
TP mA dan dilakukan pada saat tombol Ready
ditekan.
Rangkaian Driver kV Tegangan Tinggi
J2
1
2
3
4
70V
80V
140V
160V
8
8
11
6
5
RELAY 3PDT
220V
4
R8
0
220V
R9
DRIVER 35kV
0
220V
R101
9
5
13
14
DRIVER 40kV
4
2
10
R19A
RELAY 3PDT
1
9
5
5
1
4
2
10
R18A
RELAY 3PDT
1
9
13
14
6
5
1
4
0
7
3
6
5
1
R17A
9
7
3
6
2
10
11
9
7
3
1
8
11
9
7
3
2
10
8
11
9
AUTOTRAFO
0
R20A
RELAY 3PDT
220V
R111
9
5
13
14
RELAY SPDT
DRIVER 70kV
5
13
14
RELAY SPDT
DRIVER 80kV
R.EXPOSE
1
2
TP kV
GROUNDING
PRIMER HTT
0
0
0
GROUNDING
1
2
3
4
5
6
PRIMER T.FILAMEN
TO SINGLE TANK
Gambar 7.2 Rangkaian Driver Tegangan Tinggi
Dari Autotrafo tegangan 70V akan terhubung
ke kontak relay R17A (kaki 11,3, dan 1). Untuk
tegangan 80V terhubung dengan kontak relay
R18A, untuk tegangan 140V terhubung dengan
kontak relay R19A, untuk tegangan 160V terhubung
dengan kontak relay R20A. Kaki NO dari ke empat
relay tersebut di sambung dan akan masuk ke
konekor Primer HTT. Sebelumnya relay 3PDT
(R17A, R18A, R19A, dan R20A) akan diaktifkan
melalui relay relay SPDT (R8, R9, R10, dan R11).
Kaki 13 semua relay SPDT adan mendapatkan
tegangan +12V melalui relay EXPOSE. Untuk kaki
14, akan mendapat ground melalui rangkaian
DRIVER 35, 40, 70, dan 80kV. Untuk melakukan
pengukuran tegangan yang masuk ke primer HTT
yaitu pada TP1 yang terhubung dengan conektor
primer HTT dan 0 Autotrafo.
Rangkaian Driver mA Tegangan Tinggi
R12
4
1
80V
R.10mA
0
R.CONTROL 1
3
2
7
R13
4
1
R.20mA
0
R14
R.READY
PRIMER T.FILAMEN
4
1
R.30mA
0
R164
0
R15
3
4
0
220V
220V
R.10mA
13
14
VCC+12V
R6
1
9
5
R7
1
9
R.20mA
5
13
14
DRIVER 10mA
220V
VCC +12V
R5
1
5
CON2
3
VCC +12V
R4
9
1
2
2
7
220V
VCC +12V
J1
RCONTROL 4
1
R.40mA
7
R.LIMITER
R.CONTROL 3
3
2
7
1
R.READY2
TP mA
R.CONTROL 2
3
2
7
5
13
14
DRIVER 20mA
1
9
R.30mA
R.40mA
13
14
DRIVER 30mA
DRIVER 40mA
Gambar 7.3 Rangkaian Driver mA Tegangan
Tinggi
d.
Rangkaian Driver Indikator lampu AC
220V
RI
4
3
5
8
LAMPU PEMANAS FILAMEN
R.READY
6
7
VCC +12V
1
2
LAMPU READY
DRIVER PF
R2
5
1
4
VCC +12V
2
10
DRIVER READY
R3
LAMPU EXPOSE
4
3
5
8
VCC +12V
6
VCC +12V
1
2
7
R.EXPOSE
DRIVER EXPOSE
Gambar 7.4 Rangkaian Driver Indikator lampu
AC
10
Seminar Tugas Akhir
Untuk
menyalakan
lampu
indicator
membutuhkan tegangan 220VAC yang akan
disaklarkan melalui relay R1, R2, dan R3. Relay ini
akan aktif apabila kaki 1 mendapatkan tegangan
+12V dan kaki 2 mendapatkan ground. Ground
diperoleh dari DRIVER PF, DRIVER READY, dan
DRIVER EXPOSE. Saat tombol ready ditekan,
maka relay R1 aktif,lampu Pemanas Filamen
menyala dan bersamaan dengan aktifnya R16
sehingga terjadi shot pada SBR. Ketika delay/waktu
telah tercapai (dari rangkaian timer ready), maka
relay R2 aktif, lampu Ready menyala, menandai
proses Expose dapat dilakukan. Kemudian tombol
Expose ditekan, maka relay R3 aktif, lampu Expose
menyala, saat waktu telah tercapai maka semua
lampu akan mati semua.
7.1
Kelemahan/Kekurangan Sistem
Dalam pembuatan modul, penulis tentu tidak
lepas dari kekurangan, dan penulis sangat berharap
kelak kekurangan yang ada dapat diperbaiki dan
dikembangkan agar menjadi lebih baik. Kekurangan
dari modul ini antara lain:
1. Tidak menampilkan hasil ukur mA pada alat.
2. Tidak menggunakan rangkaian Space Charge
Compesator.
3. Tidak menggunakan relay arus pada primer
Trafo Filamen, sehingga apabila Filamen tidak
menyala, proses Expose tetap dapat dilakukan.
8
PENUTUP
8.1 Kesimpulan
Secara menyeluruh penelitian ini dapat
menyimpulkan bahwa:
Telah
dimodifikasi
Alat
Rontgen
Konvensional yang menggunakan monoblok
(single tank) tabung X-ray sebenarnya. Dari hasil
modifikasi ini, terdapat perubahan pasa rangkaian,
diantaranya:
Juni 2017
pengontrol relay AC yang mana relay DC
tersebut dapat di kontrol melalui rangkaian digital
 Untuk rangkaian driver mA tegangan tinggi sama
dengan rangkaian driver kV tegangan tinggi, serta
penambahan rangkaian filamen yaitu Standby
resistor sebagai pemanasan awal filamen,
R.kontrol sebagai pengatur arus yang masuk ke
filamen dan R. Limiter sebagai pembatas arus
maksimal untuk filamen.
 Penambahan driver lampu AC sebagai indikator
pemanasan
filamen(kuning),
indikator
ready(hijau), dan indikator expose(merah) yang
di kontrol oleh rangkaian timer
 Penambahan rangkaian digital kV untuk
pemilihan kV dan rangkaian digital mA untuk
pemilihan mA, serta menampilkan pemilihan
tersebut pada 7segment
 Memodifikasi rangkaian timer ready dan expose
sesuai dengan alat aslinya dilapangan
 Menambahkan rangkaian interlock untuk
mencegah terjadinya kegagalan system yang
berkaitan dengan pemilihan kV, pemilihan mA,
serta pemilihan timer.
Setelah pengujian alat, maka dilakukan
pengukuran tegangan pada primer HTT dan arus
pada primer trafo filamen, sehingga hasil
pengukuran tegangan pada primer HTT didapatkan
nilai error tertinggi sebesar 6% dan terendah 2,25%,
sedangkan hasil pengukuran arus pada primer trafo
filamen didapatkan nilai error tertinggi sebesar 0,58
% dan error terendah 0,06 %.
8.2 Saran
Pengembangan penelitian ini dapat dilakukan
pada:
1. Menambahkan kolimator untuk meminimalisir
bidang yang terkena radiasi dari proses Expose.
2. Menyederhanakan rangkaian dengan mengganti
Relay dengan komponen lainnya untuk
mengurangi
terjadinya
treling
yang
menyebabkan terganggunya kerja rangkaian lain.
 Untuk rangkaian power supply tegangan tinggi,
ditambahkan rangkaian LVC sehingga tegangan
dari sumber PLN yang masuk ke rangkaian
selanjutnya dapat diatur sesuai tegangan yang
dibutuhkan yaitu sekitar 220VAC.
 Pada rangkaian driver kV tegangan tinggi,
ditambahkan relay AC sebagai penyaklaran
tegangan dari Autotrafo dan relay DC sebagai
11
Seminar Tugas Akhir
DAFTAR PUSTAKA
Ainur Rochim, (2007). Laporan Tugas Akhir “Alat
Rontgen
Konvensional”.
Teknik
Elektromedik
Poltekes
Kemenkes
Surabaya.
Anonim, (2009). Fungsi-dan-Penjelasan-DecoderBCD-to-Seven-Segment-74LS47-TutorialElektronika.html. diakses pada Kamis, 3
Oktober 2016 pukul 21:41WIB
Beby, (2015). Perbedaan X-ray, CT Scan dan MRI
http://www.1health.id/id/article/category/se
hat-a-z/perbedaan-x-ray-ct-scan-danmri.html. diakses pada Kamis, 20 Juli 2017
pukul 15:20WIB
Boddy, (2013). Medik, Konsentrasi Fisika Fisika,
Jurusan Matematika, Fakultas Ilmu, D A N
Alam,
Pengetahuan
Hasanuddin,
Universitas, muhammad syarif boddy.
Control-X
Medical,
(2017).
http://www.cxmed.com/analogmonoblock-system.html. diakses pada
Kamis, 20 Juli 2017 pukul 21:41WIB
cnt-121, (2010). Transformator
https://cnt121.wordpress.com/2010/02/08/t
ransformator/ diakses pada Rabu, 19 Juli
2017 pukul 19:15WIB
Dewimeilanidew, (2013). tabel kebenaran dan
gerbang
logika dasar
https://dewimeilanidew.wordpress.com/20
13/09/09/tabel-kebenaran-dan-gerbanglogika-dasar/ diakses pada Kamis, 20 Juli
2017 pukul 14:09 WIB
Edi,
(2013).
Teknik
Pesawat
Rontgen
Konvensional.
http://blogbabeh.blogspot.com/2013/09/tek
nik-pesawat-rontgenkonvensional_781.html. diakses pada
Selasa, 4 Oktober 2016 pukul 15.14 WIB.
Elektomedical, (2008), Dasar-dasar Pesawat
Rontgen.
http://electromedicalengineering.blogspot.c
om/2008/12/dasar-dasar-pesawatrontgen.html. diakses pada Senin, 3 Oktober
2016 pukul 12:10 WIB.
Gitapradana,
(2010).
Pesawat
Rontgen
Konvensional.
http://gonnabefine23.blogspot.com/2010/0
3/rancangan-pesawat-rontgen-
Juni 2017
konvensional.html. diakses pada Rabu, 28
September 2016 pukul 01.16 WIB
Harisman,
(2013).
RADIOGRAFI
KONVENSIONAL
http://harismanradiologijkt2.blogspot.com/
2013/10/radiografi-konvensional-crdr.html
diakses pada Senin, 21 Juli 2017 pukul
13:58 WIB
Laksmita, (2012), Kampung Radiology.
http://laksmitanurawaliyah.blogspot.com/2
013/03/sumber-sumber-radiasi.html.
diakses pada Jum’at, 14 Oktober 2016
pukul 18.42 WIB.
P. Suyatno (2011). Analisis pembentukan gambar
dan batas toleransi uji kesesuaian pada
pesawat sinar-x diagnostik, 157–163
Purnama, (2013). Digital 7segment
http://elektronika-dasar.web.id/display-7segment/. diakses pada Rabu, 5 Oktober
2016 pukul 17.09 WIB.
Putri, (2013). IC(and-or-not).
http://adeadea.blogspot.co.id/2013/03/icand-or-not.html. diakses pada Sabtu, 8
Oktober 2016 pukul 16.22 WIB.
Robby, (2011). DESKRIPSI IC 74LS138
http://elektro301oke.blogspot.com/2011/01
/deskripsi-ic-74ls138.html. Diakses pada
Minggu, 16 Oktober 2016 pukul 17.15
WIB.
Suci Wardhani, (2013). Radiasi. Manfaat dan
Bahaya Sinar X
https://diaryradiografer.wordpress.com/201
3/10/08/radiasi-manfaat-dan-bahaya-sinarx.html. Diakses pada Kamis, 29 September
2016 pukul 22.15 WIB.
Suyatno, (2008). Aplikasi radiasi sinar-x di bidang
kedokteran untuk menunjang kesehatan
masyarakat, / (Teknologi Nuklir), 25-26
Retrieved
from
http:/kbs.jogjakarta.go.id/upload/53_Ferry
Suyatno503-509.pdf
T. Jaundrell, (Second Edition) Chief Superintendent
Radiagrapher Principal of the Radiographic
Training Centre The Royal Hospital of St
Bartholomew London ECI.
Page 420-422.
Teknik Elektronika, (2015)
http://teknikelektronika.com/wpcontent/upl
oads/2015/03/Pengertian-Relay-dan12
Seminar Tugas Akhir
Juni 2017
Fungsinya.html. Diakses pada Kamis, 20
Oktober 2016 pukul 21:43 WIB
Thomas S. Curry, (1984). Christense Introduction to
the Physic of Diagnostic Radiology (X-Ray
Generator) . Page 3-37.
13
Download