Seminar Tugas Akhir Juni 2017 MODIFIKASI ALAT RONTGEN KONVENSIONAL DENGAN SISTEM DIGITAL Rio Nugroho Febrianto, Endro Yulianto, Tri Bowo Indrato Jurusan Teknik Elektromedik Politeknik Kesehatan Surabaya Jln. Pucang Jajar Timur No. 10 Surabaya Pemanfaatan sinar-X di bidang kedokteran nuklir merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Aplikasi ini telah cukup beragam mulai dari radiasi untuk diagnostik, pemeriksaan sinar-X gigi dan penggunaan radiasi sinar-X untuk terapi. Radioterapi adalah suatu pengobatan yang menggunakan sinar pengion yang banyak dipakai untuk menangani penyakit kanker. Alat diagnosis yang banyak digunakan di daerah adalah pesawat sinar-X (photo rontgen) yang berfungsi untuk photo thorax, tulang tangan, kaki dan organ tubuh yang lainnya. Alat terapi banyak terdapat di rumah sakit-rumah sakit perkotaan karena membutuhkan daya listrik yang cukup besar.(Suyatno, 2008). Dalam perancangannya, modul ini menggunakan pemilihan kV dan mA dengan sistem digital sebagai kontrol utama. IC yang digunakan diantarannya 74LS08, 74LS47, 74LS138, dan 74LS02. Selain itu driver menggunakan relay dengan spesifikasi arus dan tegangan yang besar, mengingat tegangan untuk mensupply primer HTT (kV) dan arus yang dibutuhkan Trafo Filamen (mA) begitu besar. Pengukuran menggunakan Voltmeter untuk tegangan (kV) dan tangAmpere untuk arus pada primer Trafo Filamen (mA). Proses pengambilan data dilakukan dengan melakukan pengukuran sebanyak 5 kali. Setelah pengujian alat, maka dilakukan pengukuran tegangan pada primer HTT dan arus pada primer trafo filamen, sehingga hasil pengukuran tegangan pada primer HTT didapatkan nilai error tertinggi sebesar 6% dan terendah 2,25%, sedangkan hasil pengukuran arus pada primer trafo filamen didapatkan nilai error tertinggi sebesar 0,58 % dan error terendah 0,06 %. Kata kunci : Alat Rontgen Konvensional, kV, mA, Digital 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesawat sinar-X konvensional adalah pesawat medik yang bekerjanya menggunakan radiasi sinar-X baik untuk keperluan fluoroskopi dan radiografi. Pesawat sinar-X harus memiliki sistem diafragma atau kolimator pengatur berkas radiasi, sehingga apabila diafragma tertutup rapat maka laju kebocoran radiasinya tidak melebihi batas yang diizinkan. Nilai filter permanen tersebut harus dinyatakan secara tertulis pada wadah tabung sinar-X. Tabung yang digunakan adalah tabung vakum yang didalamnya hanya terdapat 2 elektroda yaitu anoda dan katoda. Pemanfaatan sinar-X di bidang kedokteran nuklir merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Aplikasi ini telah cukup beragam mulai dari radiasi untuk diagnostik, pemeriksaan sinar-X gigi dan penggunaan radiasi sinar-X untuk terapi. Radioterapi adalah suatu pengobatan yang menggunakan sinar pengion yang banyak dipakai untuk menangani penyakit kanker. Alat diagnosis yang banyak digunakan di daerah adalah pesawat sinar-X (photo rontgen) yang berfungsi untuk photo thorax, tulang tangan, kaki dan organ tubuh yang lainnya. Alat terapi banyak terdapat di rumah sakit-rumah sakit perkotaan karena membutuhkan daya listrik yang cukup besar.(Suyatno, 2008) Setelah melaksanakan kegiatan perkuliahan di kampus Teknik Elektromedik Surabaya, penulis menemukan Alat Rontgen Konvensional yang merupakan tugas akhir saudara Ainur Rochim pada 1 Seminar Tugas Akhir tahun 2007, dengan pengaturan mA tetap yaitu 10mA. Dari hasil identifikasi, penulis mengalami kendala dalam pengoperasian alat. Pngaturan kiloVolt (kV) dan miliAmpere (mA) masih pada sistem analog. Alat Rontgen Konvensional ini sudah lama tidak difungsikan sehingga pengaturan kV, dan mAnya sudah tidak bekerja sesuai sistemnya. Berdasarkan permasalahan diatas maka, penulis ingin Memodifikasi Alat Rontgen Konvensional dengan sistem digital, serta penambahan ring pemilihan kV maksimal 80kV juga penambahan ring pemilihan mA. Penulis tidak menambahkan ring pemilihan kV melebihi ring yang sudah ada, karena spesifikasi pada alat rontgen sudah hilang dan pada Karya Tulis Ilmiah sebelumnya tidak dituliskan spesifikasi alat rontgen tersebut. 2.1 Batasan Masalah 2.1.1 Menggunakan selektor rotari untuk pemilihan kV, mA, timer(s), dan LVC 2.1.2 Menggunakan sistem kontrol digital 2.1.3 Pengaturan mA maksimal 40mA 2.1.4 Pengaturan kV maksimal 80kV 2.1.5 Menggunakan 7segment sebagai display hanya untuk kV dan mA 2.1.6 Posisi tabung sinar-X tetap (tidak dapat di pindah posisinya). 3.1 Rumusan Masalah “Dapatkah Memodifikasi Alat Rontgen Konvensional dengan sistem digital?” Juni 2017 4.2 Manfaat 4.2.1 Manfaat Teoritis a. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan mahasiswa mengenai prinsip kerja peralatan radiologi, khususnya Alat Rontgen Konvensional b. Sebagai referensi peneliti selanjutnya. 4.2.2 Manfaat Praktis a. Membantu proses kegiatan pembelajaran di mata kuliah radiologi terutama Alat Rontgen Konvensional b. Mempermudah operator dalam pengaturan kV. mA, serta setting waktu penyinaran c. Mempermudah operator mengambil foto jari- jari tangan manusia, dan juga radiasi yang diterima tidak terlalu besar bagi pasien. 5 METODOLOGI 5.1 Diagram Blok Sistem INPUT EXPOSE Dibuatnya Modifikasi Alat Rontgen Konvensional dengan sistem digital. 4.1.2 Tujuan khusus a. Memodifikasi rangkaian Power Supply b. Memodifikasi rangkain Filamen (Standby Resistor, mA Control, dan mA Limiter) c. Memodifikasi rangkaian Tegangan Tinggi d. Memodifikasi rangkaian timer e. Membuat rangkaian driver untuk pemilihan kV f. Membuat rangkaian driver untuk pemilihan mA g. Membuat rangkaian display 7segment untuk pemilihan kV dan mA. INTER LOCK DRIVER kV SELEKTOR KV kV Meter AUTO TRAVO LVC Meter 7SEGMENT (KV) RANGKAIAN DIGITAL 7SEGMENT (mA) SELEKTOR LVC SELEKTOR mA 4.1 Tujuan 4.1.1 Tujuan Umum TIMER SELEKTOR TIMER PLN OUTPUT PROSES READY DRIVER mA mA KONTROL STANDBY RESISTOR mA LIMITER HTT X-RAY TUBE TRAFO FILAMEN Gambar 5.1 Blok Diagram Keseluruhan Tegangan dari jala-jala PLN masuk ke selektor LVC (Line Voltage Compensator). Sebelumnya dilihat tegangan yang ditunjukkan pada LV meter, apabila tegangan kurang dari 220 VAC maka selektor LVC dinaikkan agar tegangan pada input Auto trafo tercapai yaitu 220 VAC. Kemudian tegangan masuk ke Auto trafo. Auto trafo akan mensupply seluruh rangkaian. Untuk supply trafo HTT dilakukan pemilihan tegangan (kV) pada selektor kV yang terhubung pada Auto trafo yang akan diolah pada digital prossesing dan akan 2 Seminar Tugas Akhir Juni 2017 mengaktifkan diver kV. Selain itu Auto trafo juga mensupply Trafo filamen. Pada rangkaian filamen terdapat mA kontrol yang akan menentukan besar arus pada primer Trafo filamen yang sebelumnya diatur pada selektor mA dan kemudian diolah pada digital prossesing dan akan mengakifkan driver mA. Selanjutnya pada standby resistor sebagian arus akan diloloskan menuju Trafo filamen sehingga akan terjadi pemanasan awal filamen (filamen nyala redup) sebelum ready. R. Limiter berfungsi sebagai pengaman agar tidak terjadi arus tabung lebih yang akan merusak filamen pada tabung sinar-X. Sebelum melakukan ready, dilakukan pemilihan waktu(s) untuk menentukan lamanya penyinaran/expose melalui selektor timer. Ketika tombol ready ditekan, maka arus akan sepenuhnya masuk ke filamen sehingga nyala filamen akan terang. Namun apabila filamen tidak menyala, maka rangkaian interlock akan bekerja sehingga proses expose tidak dapat dilakukan. Ketika tombol ekspose ditekan, maka HTT mendapatkan tegangan dari Auto trafo dan akan terjadi bedaa potensial antara katoda dan anoda sehingga terjadi expose yang ditandai keluarkan sinar-X. Ketika setting waktu habih, maka proses expose sudah selesai. 5.2 Diagram Alir setting kV, setting mA, dan juga setting timer selesai maka menekan ready. Jika proses ready tidak ada masalah, maka pemanasan filamen akan berjalan, dan proses expose siap dilakukan. Setelah itu tekan expose. Jika expose tidak berfungsi atau mengalami kegagalan, maka proses expose tidak akan berjalan dan tidak menghasilkan sinar-X dan timer tidak berjalan. Kembali ke ready dan proses itu akan terjadi terus-menerus. Jika proses expose berjalan dan tidak ada masalah, maka proses expose akan menghasilkan sinar-X dan timer akan bekerja. Ketika timer habis, maka proses terebut selesai dan sinar-X akan berhenti keluar. 5.3 Diagram Mekanis Indikator Pemanassan Filamen 7Segment mA 7Segment kV Indikator Pemanassan Filamen Indikator Pemanassan Filamen 220 Indikator Ready Indikator Expose On Off Selektor mA Selektor LVC Tombol Ready Tombol Expose Selektor kV Selektor Timer Gambar 5.3 Kontrol Table Monoblok (Single Tank) ON/OFF Control Table SETTING LVC NO SETTING KV Hand Switch SETTING mA SETTING TIMER READY NO YES PEMANASAN FILAMEN YES EXPOSE SINAR-X TIMER HABIS Gambar 5.4 Diagram Mekanik SELESAI Gambar 5.2 Diagram Alir Jala-jala PLN masuk, menekan saklar ON lalu melakukan setting kV dan setting mA, kemudian setting timer. Setelah setting timer selesai kemudian tekan ready. Jika proses ready gagal, maka akan kembali ke proses setting timer. Apabila proses ready kembali gagal, maka akan kembali pada proses setting kV dan setting mA. Setelah 3 Seminar Tugas Akhir 5.4 Jenis Penelitihan Rancangan penelitihan model alat ini menggunakan metode pre-eksperimental dengan jenis penelitihan One group post test design. Pada rancangan ini, peneliti hanya melihat hasil perlakuan pada satu kelompok obyek tanpa ada kelompok pembanding dan kelompok kontrol. Juni 2017 Tabel 5.1 Devinisi Operasional Variabel Definisi Operasio nal Variabel Alat Ukur Hasil ukur Skala ukur Pemilihan mA (V.Bebas) Pemilihan besar arus yang akan diguna kan dalam proses expose yang diukur dengan multi meter dan meng hasilkan 270,285, 300, dan 310mA Multi Meter 0. < / > 270,80, 140, dan 160mA = tidak sesuai setting, Inter val Pemilihan besar te gangan yang akan diguna kan dalam proses expose yang diukur dengan multi meter dan meng hasilkan7 0,80, 140,dan 160V Multi meter Desain dapat digambarkan sebagi berikut: X------------------------------------------ O X = Treatmen/perlakuan yang diberikan (variabel independen). O = Observasi (variabel dependen). Arus pada trafo filamen dan tegangan pada primer HTT. 5.5 Variabel Penelitian 5.5.1 Variabel Bebas Pemilihan mA dan pemilihan kV. 5.5.2 Variabel Terikat 5.5.3 Variabel Terkendali Sebagai variabel terkendali yaitu IC DIGITAL 5.6 Definisi Operasional Dalam kegiatan operasionalnya, variabelvariabel yang digunakan dalam pembuatan modul, baik variabel tekendali, tergantung, dan bebas memiliki fungsi-fungsi antara lain : Pemilihan kV (V.Bebas) Tang Ampe re 1. 270,285, 300, dan 310mA = sesuai setting 0. < / > 70,80, 140,dan 160V = tidak sesuai setting, 1. 70,80, 140,dan 160 V = sesuai setting Inter val 4 Seminar Tugas Akhir Arus trafo filamen dan tegangan primer HTT (V. Tergantu ng) IC 74LS47 (V.Terke ndali) Juni 2017 Sebagai penyuplai tabung sinar-X yang besar arus dan tegangan nya ditentukan oleh pemilihan mA dan kV, yang diukur dengan multi meter, dan tang Ampere yang menghasil kan 270,285, 300, dan 310mA untuk arus trafo filamen dan 70,80,140, dan 160V untuk tegangan primer HTT Multi meter , Untuk pemilih an mA tang Amp ere 0. < / > 270,285, 300, dan 310mA = tidak sesuai setting, Sebagai penentu atau pengen dali driver mA dan kV Multi meter Inter val 5.7 Jadwal Kegiatan Jadwal kegiatan penulis susun menurut jadwal kalender Akademik yang ada di Poleteknik Kesehatan Jurusan Teknik Elektromedik Surabaya: A. Mempelajari teori – teori yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas melalui studi kepustakaan. B. Mempelajari dan merancang teknis pembuatan modul tersebut. C. Membuat diagram blok sistem D. Membuat diagram alir sebagai urutan cara kerja alat E. Merencanakan anggaran biaya pembuatan modul F. Menyusun proposal G. Menyiapkan bahan berupa komponen, box dan peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan modul H. Membuat layout rangkaian mikrokontroller, sensor panjang, dan sensor lingkar kepala. I. Memasang komponen pada PCB J. Menyatukan semua rangkaian K. Mengintegrasikan semua rangkaian L. Menyusun program untuk menyalakan system M. Melakukan uji coba modul N. Melakukan kalibrasi modul O. Menyusun laporan KTI 1. 270,285, 300, dan 310mA = sesuai setting Untuk pemilih an kV 0. < / > 70,80, 140, dan 160V = tidak sesuai setting, 1. 70,80, 140, dan 160V = sesuai setting 0= ground Nom inal 1 = Vcc 5 Seminar Tugas Akhir Juni 2017 Jul Jun 6 HASIL DAN ANALISA 6.1 Hasil Data Mei Apr Mar Feb Jan Des Nov Okt Sep Kegiatan Tabel 5.2 Jadwal Kegiatan Pengukuran kV a. Pengukuran Tegangan pada Primer HTT A dengan B (LVC=220V) pada tanggal 22 Juli 2017 C pukul 17:19WIB PLN 228VAC Tabel 6.1 Pengukuran pada tegangan PLN 228VAC STDV UA I II III IV V Rata-rata Error(%) 35kV/ 70V 40kV/ 70V 67V 66V 67V 67V 67V 66,8 0,45 0,20 4,57 76V 77V 76V 77V 76V 76,4 0,55 0,24 4 I 70kV/ 140V 136 V 135 V 135 V 136 V 136 V 135, 6 0,55 0,24 3,14 J 80kV/ 160V 155 V 154 V 155 V 156 V 155 V 155 0,71 0,32 3,12 Error(%) Pengukuran pada pemilihan D E tegangan F G H Pengukuran ke K L b. Pengukuran Tegangan pada Primer HTT dengan M N tegangan PLN 231VAC (LVC=219V) pada tanggal 23 Juli 2017 pukul 08:38 WIB O Tabel 6.2 Pengukuran pada tegangan PLN 231VAC Pengukuran pada pemilihan Rata-rata STDV UA Pengukuran ke I II III IV V 35kV/ 70V 67 V 65 V 66 V 66 V 65 V 66,8 0,84 0,37 6 40kV/ 70V 76 V 75 V 76 V 77 V 75 V 75,8 0,84 0,37 5,25 70kV/ 140V 134 V 133 V 134 V 135 V 135 V 134,2 0,84 0,37 4,14 80kV/ 160V 153 V 152 V 153 V 154 V 152 V 152,8 0,84 0,37 4,5 6 Seminar Tugas Akhir Juni 2017 c. Pengukuran Tegangan pada Primer HTT 224VAC a. Pengukuran Arus pada Primer Trafo (LVC=221V) pada tanggal 23 Juli 2017 Filamen dengan Tegangan PLN 228VAC pukul 12:15 WIB (LVC=220V) pada Tanggal 22 Juli 2017 68 V 67 V 67,6 0,55 0,24 3,42 79 V 78 V 79 V 77 V 78 V 78,2 0,84 0,37 2,25 137 V 136 V 137 V 138 V 136 V 136,8 0,84 0,37 2,28 156 V 157 V 156 V 156 V 157 V 156,4 0,55 0,24 2,25 UA d. Pengukuran Tegangan pada Primer HTT dengan tegangan PLN 226VAC (LVC=220V) pada tanggal 23 Juli 2017 pukul 16:15WIB UA II III IV V STDV Error(%) 35kV/ 70V 40kV/ 80V 70kV/ 140V 80kV/ 160V I Rata-rata Pengukuran pada pemilihan Tabel 6.4 Pengukuran pada tegangan PLN 226VAC 67 V 66 V 68 V 67 V 66 V 66,8 0,84 0,37 4,57 77 V 76 V 78 V 77 V 76 V 76,8 0,84 0,37 4 136 V 137 V 136 V 136 V 136 V 136,2 0,45 0,20 2,71 156 V 156 V 155 V 155 V 154 V 155,2 0,84 0,37 3 Pengukuran ke 10Ma (2,7A/270mA) 20Ma (2,85A/285mA) 30Ma (3,0A/300mA) 40Ma (3,1A/310mA) I II III IV V 271 mA 285 mA 301 mA 311 mA 270 mA 286 mA 300 mA 310 mA 270 mA 286 mA 300 mA 311 mA 271 mA 285 mA 301 mA 312 mA 271 mA 285 mA 299 mA 310 mA Error(%) 68 V 270,6 0,55 0,24 0,22 285,4 0,55 0,24 0,14 300,2 0,84 0,37 0,06 310,8 0,84 0,37 0,25 b. Pengukuran Arus pada Primer Trafo Filamen dengan Tegangan PLN 231VAC (LVC=219V) pada tanggal 23 Juli 2017 pukul 08:38 WIB Tabel 6.6 Pengukuran pada tegangan PLN 231VAC Pengukuran ke I II III IV V Error(%) 67 V UA 68 V Pengukuran ke UA V STDV IV Tabel 6.5 Pengukuran pada tegangan PLN 288VAC STDV III pukul 17:19 WIB Rata-rata II Pengukuran ke Error(%) STDV 35kV/ 70V 40kV/ 80V 70kV/ 140V 80kV/ 160V I Rata-rata Pengukuran pada pemilihan Tabel 6.3 pengukuran pada tegangan PLN 224VAC Rata-rata PLN Pengukuran pada pemilihan tegangan Pengukuran pada pemilihan dengan Pengukuran mA 10mA (2,7A/270mA) 20mA (2,85A/285mA) 270 mA 284 mA 269 mA 283 mA 269 mA 284 mA 270 mA 283 mA 268 mA 282 mA 269,2 0,84 0,37 0,29 283,2 0,84 0,37 0,63 30mA (3,0A/300mA) 299 mA 299 mA 298 mA 299 mA 300 mA 299 0,71 0,32 0,33 40mA (3,1A/310mA) 309 mA 309 mA 309 mA 310 mA 308 mA 309 0,71 0,32 0,32 7 Seminar Tugas Akhir Juni 2017 c. Pengukuran Arus pada Primer Trafo Filamen dengan Tegangan PLN 224VAC (LVC=221V) pada Tanggal 23 Juli 2017 pukul 12:15 WIB II III IV V STDV UA I Rata-rata Pengukuran pada pemilihan Error(%) Tabel 6.7 Pengukuran pada tegangan PLN 224VAC 2,7A/270mA 273 mA 273 mA 272 mA 272 mA 272 mA 272,4 0,55 0,24 0,58 2,85A/285mA 286 mA 285 mA 286 mA 286 mA 284 mA 285,4 0,89 0,40 0,14 3,0A/300mA 301 mA 301 mA 302 mA 302 mA 300 mA 301,2 0,84 0,37 0,4 3,1A/310mA 311 mA 310 mA 311 mA 312 mA 312 mA 311,2 0,84 0,37 0,38 Pengukuran ke d. Pengukuran Arus pada Primer Trafo Filamen dengan Tegangan PLN 226VAC (LVC=220V) pada Tanggal 23 Juli 2017 pukul 16:15 WIB Tabel 6.8 Pengukuran pada tegangan PLN 226VAC Pengukuran pada pemilihan II III IV V STDV UA I Rata-rata Error(%) Pengukuran ke 10mA (2,7A/270mA) 20mA (2,85A/285mA) 270 mA 284 mA 271 mA 285 mA 270 mA 284 mA 269 mA 285 mA 269 mA 285 mA 269,8 0,84 0,37 0,07 284,6 0,55 0,24 0,14 30mA (3,0A/300mA) 300 mA 301 mA 301 mA 301 mA 301 mA 300,8 0,45 0,20 0,26 40mA (3,1A/310mA) 310 mA 309 mA 310 mA 309 mA 311 mA 309,8 0,84 0,37 0,06 6.2 Analisa Data Dari hasil pengukuran tegangan pada tabel di atas didapatkan nilai error tertinggi yaitu 6% pada tegangan PLN 231VAC (LVC 219V) untuk pemilihan 35kV/70V, serta nilai error terendah yaitu 2,25% pada tegangan PLN 224VAC (LVC=221V) untuk pemilihan 40kV/80V dan 80kV/160V. Dari hasil pengukuran arus pada tabel diatas didapatkan nilai error tertinggi yaitu 0,63% pada tegangan PLN 231VAC (LVC 219V) untuk pemilihan 20mA, serta nilai error terendah yaitu 0,06% pada tegangan PLN 228VAC (LVC=220V) untuk pemilihan 30mA dan pada tegangan PLN 226VAC (LVC=220V) untuk pemilihan 40mA. Dari analisa diatas, dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya tegangan PLN dan pengukuran pada LVC berpengaruh terhadap nilai error pada pengukuran teganan dan arus. Semakin tinggi tegangan PLN, maka didapatkan nilai error yang tinggi, begitu juga sebaliknya. 6.3 Analisa Hasil Gambar Setelah dilakukan pengujin alat, dilakukan pengambilan gambar melalui penyinaran suatu objek dengan sinar-X dengan menggunakan media detektor sebagai pengubah sinar tak tampak menjadi sinar tampak dan diterima oleh film. Selanjutnya dilakukan beberapa tahapan pengolahan film secara utuh, terdiri dari: Developing : Pembangkitan Rinsing : Pembilasan Fixing : Penetapan Washing : Pencucian Drying : Pengeringan Setelah dilakukannya semua proses tersebut, didapatkan gambar seperti dibawah ini: Gambar 6.1 Hasil gambar dengan pemilihan 80kV dan 40mA 8 Seminar Tugas Akhir Juni 2017 6.4 Gambar 6.2 Hasil gambar dengan pemilihan 40kV dan 20mA Dari kedua gambar diatas (gambar 4.6 dan gambar 4.7), dapat dilihat perbedaan keduanya, bahwa pada pemilihan 80kV, 40mA diperoleh gambar yang kurang jelas yang disebabkan daya tembus yang terlalu besar (pengaruh kV) dan film yang yang terlalu hitam yang dipengaruhi oleh kontras yang besar pula (pengaruh mA). Sebaliknya, pada pemilihan 40kV, 20mA didapatkan gambar yang sangat jelas dan kehitaman film yang tidak terlalu pekat, Penulis menyimpulkan bahwa semakin tinggi nilai kV, maka daya tembusnya semakin besar, serta semakin tinggi nilai mA, maka kehitaman/kontras film juga semakin besar. Dalam pengujian ini, penulis menggunakan media/objek yang tipis, seperti obeng dan gunting, sehingga apabila terkena sinar-X pada pemilihan kV yang tinggi, maka objek akan tertembus oleh sinarX karena hambatan yang kecil, dan menyebabkan hasil gambar tidak maksimal (hilangnya suatu bagian dari objek). Alat sebelum dan sesudah dimodifikasi Gambar 6.3 Alat Sebelum Modifikasi Gambar 6.4 Alat Sesudah Modifikasi 7. a. PEMBAHASAN Rangkaian Power Supply Tegangan Tinggi AUTO TRAFO F MAIN SWITCH V 0 70V 80V 140V 160V SELECTOR kV kV METER M1 V 200V 210V SELECTOR LVC 215V F 220V 225V FUSE 230V R 240V . . . . . . . LVC METER 0 0 Gambar 7.1 Rangkaian Power Supply Tegangan Tinggi 9 Seminar Tugas Akhir Juni 2017 Dari jala-jala PLN melewati main switch sebagai pemutus dan penyambung tegangan yang masuk ke Auto trafo. Fuse sebagai pengaman apabilarangkaian terjadi shot maka fuse yang akan putus dan tidak merusak rangkaian yang lain. Setelah itu masuk ke rangkaian LVC yang berfungsi sebagai pengkompensasikan tegangan sehingga tegangan yang masuk ke Auto Trafo sesuai dengan tegangan yang diinginkan. Pemberian R pada rangkaian ini bertujuan untuk menjaga agar selalu ada tegangan yang masuk ke Auto Trafo. LVC meter berfungsi meliat tegangan yang masuk ke Autotravo (220V). c. b. Untuk mensupply trafo filamen, menggunakan tegangan dari Autorafo sebesar 80V. Kemudian melewati Stanby Resistor. Kaki 1 SBR terhubung dengan kaki 1 R16 dan kaki 2 SBR terhubung dengan kaki 3 R16, sehingga apabila R16 aktif (mendapat sulutan dari driver R.READY) maka SBR akan shot dikarenakan kontak (kaki 1) dan NO (kaki 3) terhubung. Lalu masuk ke R.CONTROL yang besarnya resistansinya bervariasi sesuai dengan besar arus (mA) yang diperlukan trafo filament. Pemilihan R.CONTROL 1,2,3 dan 4 ditentukan oleh aktifnya relay R12-R15 yang mana relay tersebut akan aktif bila mendapat tegangan dari relay R4-R7. Sebelumnya relay R4R7 akan aktif dan dikendalikan oleh rangkaian DRIVER mA. Selanjutnya menuju R.LIMITER yang mana fungsi dari R ini adalah untuk membatasi arus yang masuk ke primer trafo filament. Untuk pengukuran mA menggunakan tangAmpere pada TP mA dan dilakukan pada saat tombol Ready ditekan. Rangkaian Driver kV Tegangan Tinggi J2 1 2 3 4 70V 80V 140V 160V 8 8 11 6 5 RELAY 3PDT 220V 4 R8 0 220V R9 DRIVER 35kV 0 220V R101 9 5 13 14 DRIVER 40kV 4 2 10 R19A RELAY 3PDT 1 9 5 5 1 4 2 10 R18A RELAY 3PDT 1 9 13 14 6 5 1 4 0 7 3 6 5 1 R17A 9 7 3 6 2 10 11 9 7 3 1 8 11 9 7 3 2 10 8 11 9 AUTOTRAFO 0 R20A RELAY 3PDT 220V R111 9 5 13 14 RELAY SPDT DRIVER 70kV 5 13 14 RELAY SPDT DRIVER 80kV R.EXPOSE 1 2 TP kV GROUNDING PRIMER HTT 0 0 0 GROUNDING 1 2 3 4 5 6 PRIMER T.FILAMEN TO SINGLE TANK Gambar 7.2 Rangkaian Driver Tegangan Tinggi Dari Autotrafo tegangan 70V akan terhubung ke kontak relay R17A (kaki 11,3, dan 1). Untuk tegangan 80V terhubung dengan kontak relay R18A, untuk tegangan 140V terhubung dengan kontak relay R19A, untuk tegangan 160V terhubung dengan kontak relay R20A. Kaki NO dari ke empat relay tersebut di sambung dan akan masuk ke konekor Primer HTT. Sebelumnya relay 3PDT (R17A, R18A, R19A, dan R20A) akan diaktifkan melalui relay relay SPDT (R8, R9, R10, dan R11). Kaki 13 semua relay SPDT adan mendapatkan tegangan +12V melalui relay EXPOSE. Untuk kaki 14, akan mendapat ground melalui rangkaian DRIVER 35, 40, 70, dan 80kV. Untuk melakukan pengukuran tegangan yang masuk ke primer HTT yaitu pada TP1 yang terhubung dengan conektor primer HTT dan 0 Autotrafo. Rangkaian Driver mA Tegangan Tinggi R12 4 1 80V R.10mA 0 R.CONTROL 1 3 2 7 R13 4 1 R.20mA 0 R14 R.READY PRIMER T.FILAMEN 4 1 R.30mA 0 R164 0 R15 3 4 0 220V 220V R.10mA 13 14 VCC+12V R6 1 9 5 R7 1 9 R.20mA 5 13 14 DRIVER 10mA 220V VCC +12V R5 1 5 CON2 3 VCC +12V R4 9 1 2 2 7 220V VCC +12V J1 RCONTROL 4 1 R.40mA 7 R.LIMITER R.CONTROL 3 3 2 7 1 R.READY2 TP mA R.CONTROL 2 3 2 7 5 13 14 DRIVER 20mA 1 9 R.30mA R.40mA 13 14 DRIVER 30mA DRIVER 40mA Gambar 7.3 Rangkaian Driver mA Tegangan Tinggi d. Rangkaian Driver Indikator lampu AC 220V RI 4 3 5 8 LAMPU PEMANAS FILAMEN R.READY 6 7 VCC +12V 1 2 LAMPU READY DRIVER PF R2 5 1 4 VCC +12V 2 10 DRIVER READY R3 LAMPU EXPOSE 4 3 5 8 VCC +12V 6 VCC +12V 1 2 7 R.EXPOSE DRIVER EXPOSE Gambar 7.4 Rangkaian Driver Indikator lampu AC 10 Seminar Tugas Akhir Untuk menyalakan lampu indicator membutuhkan tegangan 220VAC yang akan disaklarkan melalui relay R1, R2, dan R3. Relay ini akan aktif apabila kaki 1 mendapatkan tegangan +12V dan kaki 2 mendapatkan ground. Ground diperoleh dari DRIVER PF, DRIVER READY, dan DRIVER EXPOSE. Saat tombol ready ditekan, maka relay R1 aktif,lampu Pemanas Filamen menyala dan bersamaan dengan aktifnya R16 sehingga terjadi shot pada SBR. Ketika delay/waktu telah tercapai (dari rangkaian timer ready), maka relay R2 aktif, lampu Ready menyala, menandai proses Expose dapat dilakukan. Kemudian tombol Expose ditekan, maka relay R3 aktif, lampu Expose menyala, saat waktu telah tercapai maka semua lampu akan mati semua. 7.1 Kelemahan/Kekurangan Sistem Dalam pembuatan modul, penulis tentu tidak lepas dari kekurangan, dan penulis sangat berharap kelak kekurangan yang ada dapat diperbaiki dan dikembangkan agar menjadi lebih baik. Kekurangan dari modul ini antara lain: 1. Tidak menampilkan hasil ukur mA pada alat. 2. Tidak menggunakan rangkaian Space Charge Compesator. 3. Tidak menggunakan relay arus pada primer Trafo Filamen, sehingga apabila Filamen tidak menyala, proses Expose tetap dapat dilakukan. 8 PENUTUP 8.1 Kesimpulan Secara menyeluruh penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa: Telah dimodifikasi Alat Rontgen Konvensional yang menggunakan monoblok (single tank) tabung X-ray sebenarnya. Dari hasil modifikasi ini, terdapat perubahan pasa rangkaian, diantaranya: Juni 2017 pengontrol relay AC yang mana relay DC tersebut dapat di kontrol melalui rangkaian digital Untuk rangkaian driver mA tegangan tinggi sama dengan rangkaian driver kV tegangan tinggi, serta penambahan rangkaian filamen yaitu Standby resistor sebagai pemanasan awal filamen, R.kontrol sebagai pengatur arus yang masuk ke filamen dan R. Limiter sebagai pembatas arus maksimal untuk filamen. Penambahan driver lampu AC sebagai indikator pemanasan filamen(kuning), indikator ready(hijau), dan indikator expose(merah) yang di kontrol oleh rangkaian timer Penambahan rangkaian digital kV untuk pemilihan kV dan rangkaian digital mA untuk pemilihan mA, serta menampilkan pemilihan tersebut pada 7segment Memodifikasi rangkaian timer ready dan expose sesuai dengan alat aslinya dilapangan Menambahkan rangkaian interlock untuk mencegah terjadinya kegagalan system yang berkaitan dengan pemilihan kV, pemilihan mA, serta pemilihan timer. Setelah pengujian alat, maka dilakukan pengukuran tegangan pada primer HTT dan arus pada primer trafo filamen, sehingga hasil pengukuran tegangan pada primer HTT didapatkan nilai error tertinggi sebesar 6% dan terendah 2,25%, sedangkan hasil pengukuran arus pada primer trafo filamen didapatkan nilai error tertinggi sebesar 0,58 % dan error terendah 0,06 %. 8.2 Saran Pengembangan penelitian ini dapat dilakukan pada: 1. Menambahkan kolimator untuk meminimalisir bidang yang terkena radiasi dari proses Expose. 2. Menyederhanakan rangkaian dengan mengganti Relay dengan komponen lainnya untuk mengurangi terjadinya treling yang menyebabkan terganggunya kerja rangkaian lain. Untuk rangkaian power supply tegangan tinggi, ditambahkan rangkaian LVC sehingga tegangan dari sumber PLN yang masuk ke rangkaian selanjutnya dapat diatur sesuai tegangan yang dibutuhkan yaitu sekitar 220VAC. Pada rangkaian driver kV tegangan tinggi, ditambahkan relay AC sebagai penyaklaran tegangan dari Autotrafo dan relay DC sebagai 11 Seminar Tugas Akhir DAFTAR PUSTAKA Ainur Rochim, (2007). Laporan Tugas Akhir “Alat Rontgen Konvensional”. Teknik Elektromedik Poltekes Kemenkes Surabaya. Anonim, (2009). Fungsi-dan-Penjelasan-DecoderBCD-to-Seven-Segment-74LS47-TutorialElektronika.html. diakses pada Kamis, 3 Oktober 2016 pukul 21:41WIB Beby, (2015). Perbedaan X-ray, CT Scan dan MRI http://www.1health.id/id/article/category/se hat-a-z/perbedaan-x-ray-ct-scan-danmri.html. diakses pada Kamis, 20 Juli 2017 pukul 15:20WIB Boddy, (2013). Medik, Konsentrasi Fisika Fisika, Jurusan Matematika, Fakultas Ilmu, D A N Alam, Pengetahuan Hasanuddin, Universitas, muhammad syarif boddy. Control-X Medical, (2017). http://www.cxmed.com/analogmonoblock-system.html. diakses pada Kamis, 20 Juli 2017 pukul 21:41WIB cnt-121, (2010). Transformator https://cnt121.wordpress.com/2010/02/08/t ransformator/ diakses pada Rabu, 19 Juli 2017 pukul 19:15WIB Dewimeilanidew, (2013). tabel kebenaran dan gerbang logika dasar https://dewimeilanidew.wordpress.com/20 13/09/09/tabel-kebenaran-dan-gerbanglogika-dasar/ diakses pada Kamis, 20 Juli 2017 pukul 14:09 WIB Edi, (2013). Teknik Pesawat Rontgen Konvensional. http://blogbabeh.blogspot.com/2013/09/tek nik-pesawat-rontgenkonvensional_781.html. diakses pada Selasa, 4 Oktober 2016 pukul 15.14 WIB. Elektomedical, (2008), Dasar-dasar Pesawat Rontgen. http://electromedicalengineering.blogspot.c om/2008/12/dasar-dasar-pesawatrontgen.html. diakses pada Senin, 3 Oktober 2016 pukul 12:10 WIB. Gitapradana, (2010). Pesawat Rontgen Konvensional. http://gonnabefine23.blogspot.com/2010/0 3/rancangan-pesawat-rontgen- Juni 2017 konvensional.html. diakses pada Rabu, 28 September 2016 pukul 01.16 WIB Harisman, (2013). RADIOGRAFI KONVENSIONAL http://harismanradiologijkt2.blogspot.com/ 2013/10/radiografi-konvensional-crdr.html diakses pada Senin, 21 Juli 2017 pukul 13:58 WIB Laksmita, (2012), Kampung Radiology. http://laksmitanurawaliyah.blogspot.com/2 013/03/sumber-sumber-radiasi.html. diakses pada Jum’at, 14 Oktober 2016 pukul 18.42 WIB. P. Suyatno (2011). Analisis pembentukan gambar dan batas toleransi uji kesesuaian pada pesawat sinar-x diagnostik, 157–163 Purnama, (2013). Digital 7segment http://elektronika-dasar.web.id/display-7segment/. diakses pada Rabu, 5 Oktober 2016 pukul 17.09 WIB. Putri, (2013). IC(and-or-not). http://adeadea.blogspot.co.id/2013/03/icand-or-not.html. diakses pada Sabtu, 8 Oktober 2016 pukul 16.22 WIB. Robby, (2011). DESKRIPSI IC 74LS138 http://elektro301oke.blogspot.com/2011/01 /deskripsi-ic-74ls138.html. Diakses pada Minggu, 16 Oktober 2016 pukul 17.15 WIB. Suci Wardhani, (2013). Radiasi. Manfaat dan Bahaya Sinar X https://diaryradiografer.wordpress.com/201 3/10/08/radiasi-manfaat-dan-bahaya-sinarx.html. Diakses pada Kamis, 29 September 2016 pukul 22.15 WIB. Suyatno, (2008). Aplikasi radiasi sinar-x di bidang kedokteran untuk menunjang kesehatan masyarakat, / (Teknologi Nuklir), 25-26 Retrieved from http:/kbs.jogjakarta.go.id/upload/53_Ferry Suyatno503-509.pdf T. Jaundrell, (Second Edition) Chief Superintendent Radiagrapher Principal of the Radiographic Training Centre The Royal Hospital of St Bartholomew London ECI. Page 420-422. Teknik Elektronika, (2015) http://teknikelektronika.com/wpcontent/upl oads/2015/03/Pengertian-Relay-dan12 Seminar Tugas Akhir Juni 2017 Fungsinya.html. Diakses pada Kamis, 20 Oktober 2016 pukul 21:43 WIB Thomas S. Curry, (1984). Christense Introduction to the Physic of Diagnostic Radiology (X-Ray Generator) . Page 3-37. 13