Doktrin presidensial‟ nampaknya merupakan istilah

advertisement
PENUTUP
„Doktrin presidensial‟ nampaknya merupakan istilah yang hanya bisa ditemukan dalam
kajian politik luar negeri Amerika Serikat. Ketika menyusun skripsi ini, penulis tidak
menemukan terdapatnya kajian mengenai doktrin presidensial selain doktrin dari presidenpresiden Amerika Serikat. Doktrin presiden sebagai enkapsulasi prinsip dan strategi kebijakan
luar negeri seorang presiden Amerika Serikat dipergunakan secara luas baik oleh media,
pengamat politik, maupun pejabat pemerintahan. Minimnya pembahasan menyeluruh mengenai
konsep doktrin dalam politik luar negeri itu sendiri membuat kajian mengenai Doktrin Obama
yang penulis lakukan pada awalnya mendapat banyak kesulitan. Keraguan banyak pengamat
politik terhadap ada tidaknya strategi utama yang mendasari politik luar negeri Amerika Serikat
di bawah pemerintahan Obama memunculkan diskursus mengenai ada tidaknya Doktrin Obama
itu sendiri. Akan tetapi, dengan mengidentifikasi strategi dalam kebijakan-kebijakan luar negeri
Obama selama enam tahun belakangan ini, penulis menemukan adanya strategi utama yang
secara konsisten diterapkan Obama dalam politik luar negeri Amerika Serikat, yakni smart
power.
Penggunaan smart power secara konsisten dalam politik luar negeri Amerika Serikat
menjustifikasi keberadaan konsep Doktrin Obama. Seperti yang dijelaskan oleh Colin Dueck
bahwa doktrin presidensial merupakan enkapsulasi strategi politik luar negeri seorang presiden,
pernyataan Obama “We will engage, but preserve all our capabilities” mengkapsulasi strategistrategi yang ia terapkan dalam kebijakan luar negerinya selama menjabat dan menjadi
pernyataan yang paling jelas dalam menggambarkan penggunaan smart power dalam politik luar
negeri yang ia jalankan.
Melalui doktrin yang ia jalankan dalam politik luar negerinya, Obama berkomitmen untuk
mengembalikan diplomasi sebagai pilihan instrumen dalam politik Amerika Serikat dan
mengakhiri pola pikir yang ia anggap membawa Amerika Serikat dalam perang dan intervensi
militer yang merugikan negara. Obama juga mengubah pendekatan dalam upaya proyeksi
kekuatan Amerika Serikat. „Keletihan‟ rakyat Amerika Serikat akibat perang yang
berkepanjangan di Irak setelah peristiwa 11 September, tantangan keamanan yang terus
berkembang di daerah-daerah konflik, serta krisis ekonomi membuat pemerintahan Obama perlu
mencari strategi baru yang lebih efisien dan dapat mengurangi dana yang dikeluarkan.
1
Penerapan Doktrin Obama pada faktanya membawa dampak yang positif bagi Amerika
Serikat. Hal ini ditunjukkan antara lain dengan tingginya tingkat penerimaan masyarakat
internasional
terhadap
kepemimpinan
Amerika
Serikat
dalam
pemerintahan
Obama
dibandingkan penerimaan di masa pemerintahan Bush. Mayoritas responden di lebih dari seratus
negara lebih memilih kepemimpinan Amerika Serikat dibandingkan Uni Eropa, Cina, Jerman,
ataupun Rusia. Sekalipun Obama dihadapkan pada menurunnya dukungan terhadap
kepemimpinan Amerika Serikat di Israel dan Rusia, kritikan keras orang-orang Republikan
terhadap kebijakan-kebijakannya, serta menurunnya penerimaan rakyat Amerika Serikat
terhadap cara Obama menangani politik luar negeri, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh
Obama dalam isu-isu besar yang dihadapi Amerika Serikat disetujui oleh mayoritas rakyat
Amerika Serikat. Mayoritas rakyat Amerika Serikat menolak keterlibatan lebih jauh Amerika
Serikat dalam krisis di Ukraina, Irak, Suriah, dan menginginkan pemerintah yang lebih berfokus
pada urusan domestik.
Obama menerapkan strategi yang jauh berbeda dengan Bush. Tidak lagi mengambil
langkah pre-emptive maupun tindakan unilateral, penggunaan smart power dilakukan oleh
pemerintahan Obama demi mendapatkan legitimasi politik maupun sosial atas tindakan Amerika
Serikat di dalam politik internasional. Legitimasi ini memberikan kepada Amerika Serikat citra
pemimpin yang lebih diterima dan dihargai. Penelitian yang dilakukan akademisi di Dartmouth
dan Sydney University menemukan bahwa opini publik di negara-negara lain mengenai
kebijakan luar negeri Amerika Serikat mempengaruhi kebijakan negara-negara tersebut terhadap
Amerika Serikat. 115 Penerimaan masyarakat internasional yang cenderung positif menunjukan
legitimasi yang diberikan kepada Obama dan pemerintahannya dalam kebijakan-kebijakan
politik luar negeri yang diambil. Penerimaan yang baik ini juga diharapkan akan memberikan
kemudahan bagi pemerintahan Obama untuk mencapai tujuan politik luar negerinya.
Politik luar negeri Amerika Serikat mendapatkan arah yang baru melalui pendekatan yang
digunakan Obama. Doktrin Obama menunjukan sebuah strategi kepemimpinan yang dapat
dicapai oleh Amerika Serikat tanpa harus bergantung pada operasi militer yang besar dan
merugikan. Melalui strategi ini pula Obama mendekatkan kembali hubungan Amerika Serikat
dengan aliansinya. Meskipun tidak semua kebijakan yang Obama ambil secara langsung
115
Rating World Leaders Report, p.1.
2
memberikan signifikansi bagi politik luar negeri Amerika Serikat yang lebih baik, citra Amerika
Serikat di mata internasional telah membaik dengan adanya Doktrin Obama.
Seperti doktrin-doktrin presidensial sebelumnya, Doktrin Obama juga menunjukan
dominasi peran presiden dalam politik luar negeri. Meskipun mendapat tantangan dari Kongres
(seperti pada kesepakatan nuklir Iran misalnya), pada faktanya, keputusan-keputusan penting
dalam politik luar negeri Amerika Serikat masih tetap didominasi oleh peran lembaga eksekutif.
Berbeda dengan politik partisan yang cenderung kaku dan idealis, presiden sebagai pembuat
keputusan dapat bertindak secara lebih efisien dan dinamis dalam mengambil keputusan yang
membutuhkan tanggapan cepat. Doktrin presidensial dapat berfungsi sebagai garis haluan,
membantu pembuat kebijakan untuk menentukan prioritas.
Dengan mengamati doktrin presidensial yang digunakan, pengamat politik dapat
menganalisis kemana investasi bantuan, asistensi, aset diplomatik dan kekuatan militer Amerika
Serikat akan diberikan. Pengamat juga dapat menginjau komitmen dan risiko yang mungkin
harus dihadapi, serta prioritas dan intensi politik luar negeri Amerika Serikat pada aktor, pihak,
atau kelompok lain di luar pemerintahan. Mempelajari doktrin presidensial secara tidak langsung
berarti mempelajari prinsip pembuat keputusan utama dalam politik luar negeri Amerika Serikat.
Mengingat signifikansi peran Amerika Serikat dalam politik internasional, mempelajari doktrin
presiden, dalam hal ini Doktrin Obama memudahkan pemahaman yang lebih menyeluruh atas
pendekatan yang digunakan Amerika Serikat dalam menjalankan politik luar negerinya. Apakah
itu tindakan yang diambil oleh Amerika Serikat terhadap tragedi kemanusiaan yang memburuk
di Suriah, Afghanistan, Yemen, Libya, dan Irak, ataukah dinamika hubungan Amerika Serikat
dengan Iran, dapat juga diprediksi dengan sebelumnya memahami doktrin presiden yang
digunakan.
Apa yang telah dilakukan Obama dalam politik luar negeri melalui doktrinnya merupakan
bagian penting dalam sejarah Amerika Serikat. Obama membawa perubahan, meskipun
perubahan itu tidak diterima sepenuhnya oleh Amerika Serikat. Perkembangan penerapan
Doktrin Obama menarik untuk diikuti dan dibahas lebih lanjut mengingat pemerintahan Obama
akan segera berakhir di awal tahun 2017. Kesepakatan nuklir Iran, hubungan diplomatik dengan
Kuba, penerapan strategi militer terhadap ISIS dan konflik Timur Tengah, serta berbagai
kebijakan lain yang telah Obama terapkan dan kembangkan dalam pemerintahannya berpeluang
yang besar untuk berubah ketika presiden terpilih dalam pemilu 2016 menjabat. Dengan kritik
3
yang memuncak dari dalam Amerika Serikat pada tahun-tahun terakhir jabatan Obama, rasanya
sulit untuk membayangkan presiden terpilih untuk terus mempertahankan strategi-strategi dalam
Doktrin Obama. Akankah Amerika Serikat menjadi negara yang kembali secara aktif melakukan
intervensi militer di negara-negara berkonflik atau akankah Amerika Serikat lebih melibatkan
dirinya dalam politik di Asia Pasifik? Nasib Doktrin Obama setelah pemilihan umum 2016 akan
menjadi pembahasan yang menarik bagi para pengkaji politik luar negeri Amerika Serikat.
4
Download