Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori COSO
Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission
(COSO) menerbitkan Internal Control – Integrated Framework tahun 1994 yang
mengemukakan bahwa pengendalian intern merupakan pengendalian kegiatan
(operasional) perusahaan yang dilakukan pimpinan perusahaan untuk mencapai
tujuan secara efisien, yang terdiri dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur
yang ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu dari operasi perusahaan.
Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO)
mengenalkan bahwa terdapat 5 (lima) komponen kebijakan dan prosedur yang
didesain dan diimplementasikan untuk memberikan jaminan bahwa tujuan
pengendalian intern dapat dicapai. Kelima komponen pengendalian intern tersebut
adalah:
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment).
Komponen ini meliputi tindakan, kebijakan dan prosedur yang menggambarkan:
a. Integritas dan nilai etika;
b. komitmen terhadap kompetensi;
c. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia;
d. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab;
e. Filosofi manajemen dan gaya operasi;
f. Dewan direksi dan partisipasi komite audit;
g. Struktur organisasi.
Contoh: code of conduct, pemberian dan pemisahan fungsi wewenang dan
tanggung jawab, job description, dan kebijakan sumber daya manusia seperti
pelatihan dan kompensasi.
2. Penilaian Risiko Manajemen (Management Risk Assessment)
Perusahaan harus mewaspadai dan mengelola risiko yang dihadapinya.
Perusahaan harus menetapkan tujuan, terintegrasi dengan penjualan, produksi,
pemasaran, keuangan dan aktivitas-aktivitas lainnya sehingga organisasi
beroperasi secara harmonis. Perusahaan juga harus menetapkan mekanisme untuk
mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko-risiko terkait.
Contoh: penggunaan Key Performance Indicator (KPI), survey kepuasan
customer, dan Balance Score Card (BSC).
3. Sistem Komunikasi dan Informasi Akuntansi (Accounting Information and
Communication System).
Komunikasi informasi tentang operasi pengendalian intern memberikan substansi
yang dapat digunakan oleh manajemen untuk mengevaluasi efektivitas kontrol
dan untuk mengelola operasinya. Keakuratan dan ketepatan informasi dibutuhkan
guna mengambil suatu keputusan. Selain itu, dengan sistem informasi dan
komunikasi memungkinkan karyawan perusahaan mendapatkan dan menukar
informasi yang diperlukan untuk melaksanakan, mengelola, dan mengendalikan
operasinya.
Contoh: staff meeting bulanan, news letter dari perusahaan, dan process for
escalation of issues.
4. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu
meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan diambil untuk menghadapi risikorisiko yang terkait dalam mencapai tujuan satuan usaha (entitas).
Contoh: rekonsiliasi, protek user-ID dan password dan verifikasi tandatangan atas
penarikan cek.
5. Pemantauan (Monitoring).
Keseluruhan proses harus dimonitor, dan dibuat perubahan bila diperlukan.
Dengan cara ini, sistem dapat bereaksi secara dinamis, berubah seiring dengan
perubahan kondisi.
Contoh: ongoing review of operations, penilaian kinerja karyawan dan exception
reporting.
2.1.2 Teori Kompetensi Spencer
Teori yang menjelaskan kompetensi sumber daya manusia dalam
penulisan ini adalah teori kompetensi Spencer. Menurut teori ini, kompetensi
mengacu pada pengetahuan, perilaku, dan kemampuan. Kompetensi adalah
karakteristik dasar yang dimiliki oleh seorang individu yang berhubungan secara
kausal dalam memenuhi kriteria yang diperlukan dalam menduduki suatu jabatan.
Kompetensi terdiri dari 5 tipe karakteristik, yaitu motif (kemauan konsisten dan
menjadi sebab dari tindakan), faktor bawaan (karakter dan respon yang konsisten),
konsep diri (gambaran diri), pengetahuan (informasi dalam bidang tertentu), dan
keterampilan
(kemampuan
untuk
melaksanakan
tugas)
(Spencer
dan
Spencer:1993).
Berdasarkan teori ini, kompetensi terletak pada bagian dalam setiap
manusia dan selamanya
ada pada kepribadian seseorang
yang dapat
memprediksikan tingkah laku secara luas pada semua situasi dan tugas pekerjaan.
Peningkatan kemampuan merupakan strategi yang diarahkan untuk meningkatkan
efisiensi, efektivitas, dan sikap tanggap dalam rangka peningkatan kinerja
organisasi. Dimensi-dimensinya dapat berupa upaya pengembangan sumber daya
manusia, pengetahuan organisasi, dan reformasi kelembagaan. Dalam menghadapi
pengaruh lingkungan organisasi, menuntut kesiapan sumber daya manusia
organisasi untuk memiliki kemampuan dalam menjawab tantangan tersebut
dengan menunjukkan kinerjanya melalui kegiatan-kegiatan dalam bidang tugas
dan pekerjaannya di dalam organisasi (Moeheriono:2009).
2.1.3 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
2.1.3.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Definisi pengendalian intern menurut Committee of Sponsoring
Organizations of the Treadway Commission (COSO) dalam Buku Modern
Auditing Boynton, Johnson, dan Kell adalah:
“The process effected by an entity’s board of directors, management,
and other personel designed to provide reasonable assurance regarding
the achievement of objectives in the following categories: (a) operations
Controls – relating to the effective and efficiency use of the entity’s
resources; (b) financial reporting controls – relating to the preparation
of reliable published financial statement; and (c) Compliance control –
relating to the entity’s compliance with applicable laws and
regulations.”
“Pengendalian intern adalah suatu proses, yang dilaksanakan oleh
dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas,
yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai
berkenaan dengan pencapaian tujuan dalam kategori berikut: (a)
keandalan pelaporan keuangan; (b) kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku; dan (c) efektivitas dan efisiensi operasi.”
Sistem pengendalian intern menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah sebagai
berikut:
“Sistem pengendalian Internal adalah proses yang integral pada
tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset
negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, yang kemudian disingkat
SPIP adalah Sistem Pengendalian Intenal yang diselenggarakan
secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.”
Sistem Pengendalian Internal merupakan kegiatan pengendalian terutama
atas pengelolaan sistem informasi yang bertujuan untuk memastikan akurasi dan
kelengkapan informasi. Kegiatan pengendalian atas pengelolaan informasi
meliputi Pengendalian Umum dan Pengendalian Aplikasi, yang masing- masing
akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengendalian umum
Pengendalian ini meliputi pengamanan sistem informasi, pengendalian atas
akses, pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi,
pengendalian atas perangkat lunak sistem, pemisahan tugas, dan kontinuitas
pelayanan.
b. Pengendalian aplikasi
Pengendalian ini meliputi pengendalian otorisasi, pengendalian kelengkapan,
pengendalian akurasi, dan pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file
data.
Dalam kaitannya dengan efektivitas penyusunan laporan keuangan maka
baik buruknya implementasi sistem pengendalian internal dapat mempengaruhi
kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.
2.1.3.2 Unsur Pengendalian Intern Pemerintah
Peraturan
Pemerintah
Nomor
60
Tahun
2008
tentang
Sistem
Pengendalian Internal Pemerintah terdiri dari unsur-unsur berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Lingkungan pengendalian
Penilaian risiko
Kegiatan pengendalian
Informasi dan komunikasi
Pemantauan pengendalian intern
Adapun penjabaran unsur-unsur pengendalian internal sebagai berikut:
1. Lingkungan Pengendalian:
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan
memelihara
lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk
penerapan Sistem Pengendalian Internal dalam lingkungan kerjanya. Lingkungan
pengendalian terdiri dari:
a. penegakan integritas dan nilai etika;
b. komitmen terhadap kompetensi;
c. kepemimpinan yang kondusif;
d. pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
e. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
f. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang
pembinaan sumber daya manusia;
g. perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang
efektif;
h. hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
2. Penilaian Risiko
Dalam rangka penilaian resiko, pimpinan Instansi Pemeritah
dapat
menetapkan tujuan instansi pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan,
dengan berpedoman pada peratutan perundang-undangan. Penilaian resiko
terdiri dari:
a. Penetapan tujuan instansi secara keseluruhan
b. Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan
c. Identifikasi risiko
d. Analisis risiko
e. Mengelola risiko selama perubahan
3. Kegiatan Pengendalian
Pimpinan
Instansi
pemerintah
wajib
menyelenggarakan
kegiatan
pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dari sifat dan tugas dan fungsi
yang bersangkutan. Penyelenggaraan kegiatan pengendalian terdiri dari:
a. reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;
b. pembinaan sumber daya manusia;
c. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
d. pengendalian fisik atas aset;
e. penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
f. pemisahan fungsi;
g. otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
h. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan
kejadian;
i. pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;
j. akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan
k. dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern
serta
transaksi dan kejadian penting.
4. Informasi dan Komunikasi
Pimpinan instansi pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan
mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Komunikasi
atas informasi wajib diselenggarakan secara efektif.
a. Informasi
b. Komunikasi
c. Bentuk dan sarana komunikasi
5. Pemantauan pengendalian intern
Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem
Pengendalian Internal melalui:
a. Pemantauan berkelanjutan
b. Evaluasi terpisah
c. Penyelesaian audit
2.1.3.3 Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Kehadiran pengendalian intern pemerintah hanya dapat memberikan
keyakinan memadai bagi manajemen atau pimpinan pemerintah berkaitan dengan
pencapaian tujuan pengendalian intern entitas. Kemungkinan pencapaian tersebut
dipengaruhi oleh keterbatasan bawaan yang melekat dalam pengendalian intern
sangatlah besar. Keterbatasan sistem pengendalian intern dikemukakan oleh
Indra Bastian (2007:10) sebagai berikut:
“Tidak ada sistem pengendalian intern yang dengan sendirinya dapat
menjamin administrasi yang efisien serta kelengkapan dan akurasi
pencatatan. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh:
1. Pengendalian intern yang bergantung pada pemisahan fungsi dapat
dimanipulasi dengan kolusi.
2. Otorisasi
dapat
diabaikan
oleh
seseorang
yang
mempunyai
kedudukan tertentu atau oleh manajemen.
3. Personel keliru dalam memahami perintah sebagai akibat dari
kelalaian, tidak diperhatikan, maupun kelelahan.”
Menurut Agus Riyanto dalam makalahnya yang berjudul “Empat Tahap
Due To: Sistem Pengendalian Intern Pemerintah”, mengatakan bahwa:
“Memiliki keterbatasan, efektivitas penerapan sistem pengendalian
intern pada instansi pemerintah tidak akan tercapai apabila terjadi:
1. Kesalahan manusia (human error)
2. Pengabaian oleh pihak manajemen (management overidde)
3. Kolusi(collusion)”
Berdasarkan buku Modern Auditing Boynton, Johnson, dan Kell yang
diterjemahkan oleh Budi (2003:375), keterbatasan yang melekat (inherent
limitations) adalah:
“Berikut yang menjelaskan mengapa pengendalian intern, sebaik
apapun ia dirancang dan dioperasikan, hanya dapat menyediakan
keyakinan yang memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan
pengendalian sesuatu entitas, yaitu: (a) kesalahan dalam
pertimbangan; (b) kemacetan; (c) kolusi; (d) penolakan manajemen;
(e) biaya versus manfaat.”
Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengendalian intern
tidak dapat menghilangkan semua masalah-masalah yang dihadapi oleh
perusahaan. Pengendalian intern memiliki keterbatasan yang mendasar, sehingga
pengendalian intern hanya berfungsi untuk mengetahui masalah-masalah dengan
cepat dan menekan serendah mungkin masalah dan kecurangan-kecurangan yang
terjadi.
2.1.4 Sumber Daya Manusia Pengelola Keuangan
Sumber daya manusia (human resources) merupakan orang-orang
di
dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (Simamora,2001). Menurut
Amirudin (2009), kapasitas sumber daya manusia adalah kemampuan dari
anggota eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan fungsi dan perannya
masing-masing dalam pengelolaan keuangan daerah.
Sumber Daya Manusia adalah satu kesatuan tenaga manusia yang dalam
organisasi dan bukan hanya sekedar penjumlahan karyawan- karyawan yang
ada. Sebagai kesatuan, sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu
sistem di mana tiap-tiap karyawan berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi.
Sumber daya manusia diukur berdasarkan latar belakang pendidikan yang
diperoleh pegawai (Matindas 2002:89).
Dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik, Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) harus memiliki sumber daya manusia yang kompeten, yang
didukung dengan latar belakang pendidikan akuntansi, sering mengikuti
pendidikan dan pelatihan, dan mempunyai pengalaman di bidang keuangan. Hal
tersebut diperlukan untuk menerapkan sistem akuntansi yang ada. Sumber Daya
Manusia (SDM) yang kompeten tersebut akan mampu memahami logika
akuntansi dengan baik. Kegagalan sumber daya manusia Pemerintah Daerah
dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada
kekeliruan laporan
keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan
standar yang ditetapkan pemerintah (Warisno, 2008:48). Adapun penjabarannya
sebagai berikut:
1. Pendidikan Formal
Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya
manusia terutama untuk pengembangan aspek intelektual dan kepribadian
manusia. Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal dalam organisasi
merupakan suatu proses mengembangkan kemampuan ke arah yang diinginkan.
Tingkat pendidikan seringkali menjadi indikator yang
menunjukkan
derajat intelektualitas seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan,
maka
semakin tinggi pengetahuan dan tingkat intelektualitas seseorang. Dengan tingkat
pendidikan yang memadai seseorang lebih mudah melaksanakan tugasnya. Dalam
pengelolaan keuangan daerah yang baik SKPD harus memiliki Sumber Daya
Manusia yang kompeten dengan dilatar belakangi pendidikan akuntansi atau
keuangan.
2. Pendidikan dan Pelatihan
Program pendidikan dan pelatihan dilakukan untuk mengembangkan dan
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pegawai yang sudah
dimiliki agar kemampuan pegawai semakin baik. Pendidikan ditekankan pada
peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang
akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan
kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja, sedangkan pelatihan lebih
ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang
spesifik pada saat ini.
Beberapa tujuan dari program pendidikan dan pelatihan pegawai
diantaranya :
1.
Meningkatkan produktivitas kerja
2.
Meningkatkan kecakapan manajerial pegawai
3.
Meningkatkan efisiensi tenaga dan waktu
4.
Mengurangi tingkat kesalahan pegawai
5.
Meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari karyawan untuk
konsumen perusahaan dan atau organisasi
6.
Menjaga moral pegawai yang baik
7.
Meningkatkan karier pegawai
Program pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia memberikan
dampak yang baik terhadap kinerja pegawai tersebut sebagai individu. Hal ini
jelas akan membawa peningkatan terhadap kinerja organisasi apabila pelatihan
dan pengembangan pegawai dilakukan secara terencana dan berkesinambungan.
Dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik, program pendidikan
dan
pelatihan bagi pegawai instansi pemerintah pun cukup penting, karena untuk
menghasilkan laporan keuangan daerah yang baik dibutuhkan pegawai yang
memahami betul cara dan proses penyusunan laporan keuangan daerah.
3. Pengalaman Kerja
Siagian (2002:62) mengemukakan bahwa pengalaman langsung apabila
seseorang pernah bekerja pada suatu organisasi, lalu oleh karena sesuatu
meninggalkan organisasi itu dan pindah ke organisasi yang lain. Sedangkan
pengalaman tidak langsung adalah peristiwa yang diamati dan diikuti oleh
seseorang pada suatu organisasi meskipun yang bersangkutan sendiri tidak
menjadi anggota daripada organisasi di mana peristiwa yang diamati dan
diikuti terjadi.
Pengalaman kerja di dalam suatu organisasi pun menjadi salah satu
indikator bahwa seseorang telah memiliki kemampuan yang lebih. Semakin lama
seorang pegawai bekerja dalam suatu bidang di organisasi, maka semakin
banyak pengalaman pegawai tersebut dan semakin memahami apa yang
menjadi tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepada pegawai tersebut.
2.1.4.1 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Selain itu kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam
menciptakan pengelolaan keuangan yang efektif. Menurut Spencer dan Spencer
(1993), yang dikutip oleh Sutrisno (2009:221) mengatakan bahwa:
“Kompetensi adalah suatu yang mendasari karakteristik dari suatu
individu yang dihubungkan dengan hasil yang diperoleh dalam suatu
pekerjaan. Kompetensi sebagai karakteristik yang mendasari
seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam
pekerjaannya.”
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 pasal 3,
menyebutkan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang
dimiliki pegawai negeri sipil (PNS), berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap
perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Penilaian terhadap
pencapaian kompetensi perlu dilakukan secara objektif, berdasarkan kinerja para
karyawan yang ada di dalam organisasi, dengan bukti penguasaan mereka
terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap sebagai hasil belajar.
(Sutrisno, 2009:223)
2.1.4.2 Komponen Pembentuk Kompetensi
Hutapea dan Thoha (2008:28) mengungkapkan bahwa ada tiga
komponen utama pembentukan kompetensi yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge), informasi yang dimiliki seseorang karyawan
untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan bidang
yang digelutinya (tertentu), misalnya bahasa komputer.
2. Kemampuan (skill), sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk
melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan.
Misalnya standar perilaku para karyawan dalam memilih metode kerja
yang dianggap lebih efektif dan efisien.
3. Perilaku individu (attitude), perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak
suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar.
Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji.
Konsep dasar kompetensi berawal dari konsep individu yang bertujuan
untuk mengidentifikasi, memeroleh, dan mengembangkan kemampuan individu
agar dapat bekerja dengan prestasi yang luar biasa. Individu merupakan
komponen utama yang menjadi pelaku dalam organisasi. Oleh karena itu,
kemampuan organisasi tergantung dari kemampuan individu-individu yang
bekerja dalam organisasi.
2.1.5 Teknologi Informasi
Teknologi informasi dapat diartikan sebagai suatu teknologi yang
digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun,
menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan
informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu,
yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan
informasi
yang strategis
untuk
pengambilan
keputusan.
Teknologi
ini
menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk
menghubungkan satu komputer dengan komputer yang lainnya sesuai dengan
kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan
diakses secara global.
Menurut Andriani (2010) menyatakan:
“Dalam pengelolaan keuangan daerah, pemerintah daerah
diharapkan dapat menyediakan informasi atas anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD) dan informasi akuntansi yang akan
digunakan manajer publik dalam melakukan fungsi perencanaan dan
pengendalian organisasi secara tepat waktu, relevan, akurat dan
lengkap. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu teknologi sistem informasi
(hardware dan software) untuk menyediakan informasi tersebut agar
informasi yang dibutuhkan tersedia tepat waktu.”
Teknologi informasi selain sebagai teknologi komputer (hardware dan
software) untuk pemrosesan dan penyimpanan informasi, juga berfungsi sebagai
teknologi komunikasi untuk penyebaran informasi.Komputer sebagai salah satu
komponen dari teknologi informasi merupakan alat yang bisa melipatgandakan
kemampuan yang dimiliki manusia dan komputer juga bias mengerjakan sesuatu
yang manusia mungkin tidak mampu melakukannya.
Berdasarkan definisi di atas, dapat di simpulkan dengan adanya teknologi
informasi akan memberikan kemudahan terhadap pekerjaan yang akan di lakukan,
dan dapat meminimalisir tingkat kesalahan. Sukses organisasi dimana pun, jenis
dan bergerak di bidang apapun, dewasa ini tergantung pada dukungan tersedianya
informasi yang relevan, dan informasi yang relevan hanya dapat diperoleh melalui
pengolahan data yang tepat. Dengan demikian teknologi informasi sangat di
butuhkan bagi organisasi untuk mendorong setiap organisasi mengolah datanya
dengan cepat, lengkap, dan akurat, agar tujuan organisasi dapat tercapai.
2.1.6 Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah
2.1.6.1 Pengertian Efektivitas
Menurut Mardiasmo (2002:134) mengemukakan definisi efektivitas
sebagai berikut “efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi
mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi telah mencapai tujuan tersebut
dikatakan telah berjalan efektif”.
Pengertian efektivitas (Ardiyos, 2001) dalam kamus besar akuntansi,
mengemukakan bahwa efektivitas diartikan sebagai berikut “effectiveness
(efektivitas) adalah tingkat di mana kinerja yang sesungguhnya (aktual) sebanding
dengan kinerja yang ditargetkan”. Menurut John dan Pendlebury yang dikutip
oleh Halim (2004:164) mengatakan bahwa “efektivitas adalah suatu ukuran
keberhasilan atau kegagalan dari organisasi dalam mencapai tujuan”.
Steers dalam Halim (2004:166) menyatakan bahwa efektivitas harus dinilai
atas tujuan yang bisa dilaksanakan dan bukan atas konsep tujuan yang maksimum.
Jadi efektivitas menurut ukuran seberapa jauh organisasi berhasil menggapai
tujuan yang layak dicapai. Menurut Devas (1998:279-280) mengemukakan bahwa
efektivitas adalah hasil guna kegiatan pemerintah dalam mengurus keuangan
daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah dengan biaya
serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya.
Berdasarkan
beberapa
pendapat
yang
dikemukakan,
maka
dapat
disimpulkan bahwa efektivitas merupakan keberhasilan yang terukur atau nilai
yang menunjukkan prestasi (keunggulan) dari suatu manajemen yang diterapkan
untuk mencapai tujuan. Efektivitas lebih mengacu kepada keberhasilan dari tujuan
yang ingin dicapai.
2.1.6.2 Pengertian Keuangan Daerah
Menurut Mamesah, D.J yang dikutip oleh Abdul Halim (2002:19) dalam
bukunya “Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah” mengemukakan
definisi keuangan daerah, yaitu sebagai berikut :
“Keuangan daerah secara sederhana dapat dirumuskan sebagai
semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian
pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan kekayaan sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh
negara/daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.”
Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pasal 1 No.58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pengertian keuangan daerah adalah
sebagai berikut :
“Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”.
Keuangan daerah timbul karena adanya penyelenggaraan fungsi-fungsi
pemerintahan yang dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi. Pada umunya
fungsi-fungsi yang bersifat nasional berada di tangan pemerintahan pusat
termasuk di dalamnya antara lain fungsi pertahanan dan keamanan, moneter,
pengendalian, perdagangan luar negeri dan hubungan luar negeri. Fungsi-fungsi
yang bersifat lokal biasanya diserahkan kepada daerah untuk lebih mendekatkan
pelayanan kepada masyarakat, antara lain penyediaan prasarana lingkungan
pemukiman, pembangunan jalan tol lokal, dan lain-lain. Dari uraian di atas, maka
dapat diambil kesimpulan mengenai keuangan daerah antara lain :
a. Semua hak dan kewajiban pemerintahan daerah atau segala sesuatu yang
dapat dinilai dan dimiliki dengan uang sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku.
b. Semua bentuk kekayaan yang berharga dengan hak dan kewajiban daerah
tersebut dalam kerangka anggaran endapatan belanja daerah.
2.1.6.3 Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah
Menurut Mamesah, yang dikutip oleh Halim (2002:19) dalam bukunya
Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah mengemukakan definisi
keuangan daerah, yaitu sebagai berikut:
“Keuangan daerah secara sederhana dapat dirumuskan sebagai
semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian
pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan kekayaan sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara
atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.”
Pengertian pengelolaan keuangan daerah menurut Peraturan Pemerintah
Pasal 1 Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, adalah
sebagai berikut “keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan
daerah”. Menurut Halim (2002:9) menyatakan bahwa pengelolaan keuangan
daerah berkenaan dengan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD). Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah memunyai
kewenangan yaitu menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD, menetapkan
kuasa pengguna anggaran/barang dan menetapkan pejabat yang bertugas
melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah.
Dari pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan mengenai
pengelolaan keuangan daerah bahwa pengelolaan keuangan daerah merupakan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang meliputi perubahan APBD,
penetapan APBD, pelaksanaan dan perubahan APBD, dan pengelolaan kas umum
daerah. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang
terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan
peraturan daerah.
2.1.6.4 Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah
Halim (2004:84) mengemukakan tujuan pengelolaan keuangan daerah
adalah sebagai berikut:
1. Tanggung
jawab
(accountability),
pemerintah
daerah
harus
memertanggungjawabkan tugas keuangannya kepada lembaga atau orang yang
berkepentingan yang sah.
2. Mampu memenuhi kewajiban keuangan, keuangan daerah harus ditata dan
dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi ikatan keuangan.
3. Kejujuran, urusan keuangan harus diserahkan pada pegawai yang jujur dan
kesempatan untuk berbuat curang diperkecil.
4. Hasil guna dan kegiatan efisien dan efektif, program dapat direncanakan dan
dilaksanakan dengan biaya yang rendah dan dalam waktu yang singkat.
5. Pengendalian, aparat pangawasan harus melakukan pengendalian agar
tujuan dapat tercapai.
Tujuan pengelolaan keuangan daerah menjelaskan bahwa setiap transaksi
keuangan harus berpangkal pada wewenang hukum tertentu serta pengawasan
dengan menggunakan tata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan uang dan
barang, mencegah penyelewengan, dan memastikan semua pendapatan yang sah
benar-benar terpungut, jelas sumbernya, dan tepat penggunaannya. Pemerintah
daerah harus mengurus keuangan secara memadai, sehingga memungkinkan
program dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan baik. Pemerintah daerah
mengusahakan mendapat informasi yang diperlukan untuk memantau pelaksanaan
penerimaan dan pengeluaran untuk kemudian dibandingkan dengan rencana dan
sasaran.
2.2 Tinjauan Empirik
Tinjauan empirik pada penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya
sangat penting untuk diungkapkan karena dapat dipakai sebagai sumber informasi
dan bahan acuan yang sangat berguna bagi penulis. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan baik mengenai sistem pengendalian intern pemerintah, kompetensi
sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi maupun efektivitas
pengelolaan keuangan daerah. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan
beberapa hasil penelitian terdahulu antara lain yaitu:
1. Suprayogi (2010) melakukan penelitian tentang Pengaruh Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah (Studi
Kasus Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten
Bandung). Populasi dari penelitian tersebut adalah pegawai dinas pendapatan
dan pengelolaan keuangan Kabupaten Bandung dengan penentuan sampel
probability sampling yaitu proportionate stratified random sampling. Variabel
penelitian tersebut adalah sistem pengendalian intern pemerintah sebagai
variabel independen sedangkan efektivitas pengelolaan keuangan daerah
sebagai variabel dependen. Untuk menguji hipotesis digunakan teknik statistika
nonparametik dengan menggunakan persamaan korelasi Rank Spearman. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah pada
DPPK Kabupaten Bandung sudah memadai hal ini didukung oleh indikator
penelitian yaitu unsur-unsur sistem pengendalian intern pemerintah, efektivitas
pengelolaan keuangan daerah pada DPPK Kabupaten Bandung sangat efektif
hal ini didukung oleh indikator penelitian yaitu tujuan pengelolaan keuangan
daerah, serta terdapat pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap
efektivitas pengelolaan keuangan daerah pada Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung.
2. Lamusu dan Anggelina (2013) melakukan penelitian tentang Pengaruh Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan
Daerah Pada DPPKAD Gorontalo. Sampel dalam penelitian ini adalah pegawai
DPPKAD Gorontalo. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah efektivitas
pengelolaan keuangan daerah, sedangkan variabel independennya adalah
sistem pengendalian intern pemerintah. Teknik analisis data yang dilakukan
menggunakan regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem
pengendalian intern pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap
efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
baik sistem pengendalian intern pemerintah yang diterapkan maka efektivitas
pengelolaan keuangan daerah juga akan semakin baik sebaliknya semakin
buruk sistem pengendalian intern pemerintah yang diterapkan maka efektivitas
pengelolaan keuangan daerah juga akan semakin buruk.
3. Penelitian Indriasari dan Nahartyo (2008) menunjukkan hubungan nilai
informasi pelaporan keuangan pemda, sumber daya manusia, pemanfaatan
teknologi informasi, pengendalian intern akuntansi. Kesimpulannya adalah
bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern berpengaruh
positif terhadap keterandalan informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah.
Akan tetapi kapasitas sumber daya manusia berpengaruh negatif.
4. Windiastuti (2013) melakukan penelitian tentang Pengaruh Sumber Daya
Manusia Bidang Akuntansi dan Sistem Pengendalian Internal terhadap Kualitas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Dinas Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung). Populasi dari penelitian tersebut
adalah pegawai akuntansi pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aser Daerah
Kota Bandung. Hasil dari penelitian tersebut bahwa variable sumber daya
manusia bidang akuntansi dan system pengendalian internal berpengaruh
signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah Kota
Bandung.
5. Nurjannah Saleba (2014) melakukan penelitian tentang Pengaruh Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah dan Kompetensi Sumber Daya Manusia
terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Populasi dalam penelitian
ini adalah 6 dinas daerah dan bagian keuangan Setda Kota Baubau dengan
memilih sampel kepala sub bagian keuangan dan staf pegawai keuangan yang
berada di 6 dinas tersebut. Hasil penelitian tersebut bahwa variabel system
pengendalian intern pemerintah dan kompetensi sumber daya manusia
berpengaruh positif terhadap efektifitas pengelolaan keuangan daerah.
2.3 Kerangka Pemikiran
Proses pengelolaan keuangan daerah yang ada dalam suatu instansi harus
ditata sedemikian rupa agar menghasilkan pengelolaan keuangan yang efektif.
Sistem pengendalian intern pemerintah, sumber daya manusia, dan pemanfaatan
teknologi informasi sebagai variabel yang diukur untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Hal ini didasarkan pada studi
teoritis dan studi empiris.
Penelitian mengenai sistem pengendalian intern pemerintah, kompetensi
sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi maupun efektivitas
pengelolaan keuangan daerah telah banyak dilakukan. Adapun perbedaan antara
penelitian yang akan saya lakukan dengan penelitian-penelitian sebelumnya
terletak pada sampel. Sampel penelitian sebelumnya adalah hanya pada pegawai
dinas pendapatan dan pengelolaan keuangan yang terdapat di daerah, sedangkan
sampel dari penelitian saya adalah diperluas pada 7 (tujuh) SKPD yang berada di
Kabupaten Bandung.
Perbedaan selanjutnya adalah terletak pada variabel independen yang
diteliti. Pada penelitian-penelitian sebelumnya hanya terdapat variabel independen
yaitu sistem pengendalian intern pemerintah yang akan diuji pengaruhnya dengan
variabel dependen dalam hal ini efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Ada
pula perbedaan yang terletak pada variabel dependen, di mana kompetensi sumber
daya manusia, pengendalian intern, dan pemanfaatan teknologi informasi sebagai
variabel independen akan diuji pengaruhnya terhadap kualitas laporan keuangan
sebagai variabel dependen. Perbedaan lainnya terletak pada waktu serta tempat
penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
hubungan antara variabel terikat yaitu Efektivitas Pengelolaan Keuangan dengan
variabel bebas yaitu Sistem Pengendalian Internal, Kompetensi Sumber Daya
Manusia dan Teknologi Informasi Kerangka pemikiran yang digunakan untuk
merumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, Kompetensi
Sumber Daya Manusia Pengelola Keuangan dan Pemanfaatan Teknologi
Informasi Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah
Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (X1)
Sumber Daya Manusia
Pengelola Keuangan (X2)
Pemanfaatan Teknologi
Informasi (X3)
Efektivitas Pengelolaan
Keuangan Daerah
(y)
2.4 Hipotesis Penelitian
Menurut Sekaran (2007:135), hipotesis dapat didefinisikan sebagai
hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua variabel yang
diungkapkan dalam bentuk pertanyaan secara logis.
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
sebagai
berikut :
H1 : Sistem Pengendalian Internal berpengaruh positif terhadap Efektivitas
Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung.
H2 : Sumber Daya Manusia berpengaruh positif terhadap Efektivitas Pengelolaan
Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung.
H3:Pemanfaatan Teknologi Informasi berpengaruh positif terhadap Efektivitas
Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung.
H4 : Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, Sumber Daya Manusia Pengelola
Keuangan dan Pemanfaatan Teknologi Informasi secara simultan berpengaruh
positif terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bandung.
Download