BAB IV KESIMPULAN Kritik sastra feminis merupakan kritik sastra yang digunakan oleh kaum feminis untuk mengungkap citra perempuan sekaligus potensi-potensi yang dimilikinya dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan gender seperti subordinasi dan inferioritas perempuan di tengah kekuasaan patriarki. Salah satu karya sastra yang dianalisis menggunakan pendekatan kritik sastra feminis adalah sebuah novel yang ditulis oleh Watanabe Jun’ichi berjudul Hanauzumi. Dalam novel tersebut, penceritaan yang dilakukan berpusat pada tokoh utama, yaitu Ogino Ginko. Dari hasil analisis yang telah dilakukan terhadap novel Hanauzumi, terdapat beberapa permasalahan yang mengungkap isu-isu gender dan feminisme. Permasalahanpermasalahan tersebut antara lain ketidakadilan gender yang diterima oleh tokoh utama dan ide-ide feminis yang disampaikan. Ketidakadilan gender dalam novel Hanauzumi termanifestasikan dalam tiga bentuk, yaitu subordinasi atau anggapan tidak penting terhadap perempuan, stereotipe atau pelabelan negatif, dan kekerasan seksual dan nonseksual terhadap perempuan. Subordinasi yang terdapat dalam Hanauzumi terjadi pada beberapa bidang, seperti pendidikan dan politik. Di bidang pendidikan, perempuan dianggap tidak perlu mendapat pendidikan tinggi karena perempuan nantinya akan menjadi seorang istri 81 82 dan ibu yang harus mengurus rumah tangga. Sementara itu, subordinasi terhadap perempuan di bidang politik adalah tidak diberikannya hak pilih, baik itu memilih dan dipilih, bagi perempuan. Perempuan dianggap tidak mampu memikirkan masalah politik sehingga keberadaan mereka di dalam masyarakat dikesampingkan. Perempuan dianggap kaum ‘nomor dua’ yang tidak diperlukan suara ataupun partisipasinya di area publik. Ketidakadilan gender lainnya yang terungkap adalah stereotipe atau pelabelan negatif terhadap perempuan. Perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah lembut, emosional, irrasional dan keibuan sehingga perempuan diberikan label sebagai pengurus urusan domestik atau rumah tangga. Partisipasi perempuan dibatasi hanya di dalam lingkup rumah tangga, sehingga mereka tidak memiliki posisi apapun di dalam ruang publik. Hal ini sangat menghambat perkembangan perempuan di berbagai bidang, termasuk profesi dan pendidikan. Bentuk ketidakadilan gender selanjutnya adalah kekerasan. Perempuan acapkali menerima kekerasan baik di ruang lingkup domestik ataupun publik. Berdasarkan hasil analisis, kekerasan terhadap perempuan yang terdapat dalam novel Hanauzumi terjadi di ruang publik, yakni dalam bentuk kekerasan seksual dan nonseksual. Kekerasan seksual yang dialami tokoh utama adalah berupa pelecehan seksual dan percobaan pemerkosaan. Sementara itu, kekerasan nonseksual yang terungkap adalah tindak teror dan penghinaan. 83 Novel Hanauzumi juga mengandung beberapa ide feminis sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan gender dalam budaya patriarki. Ide-ide feminis tersebut antara lain perempuan berhak dan mampu mendapatkan pendidikan tinggi yang setara dengan laki-laki, serta perempuan merupakan kaum yang kuat dan mandiri. Ide atau gagasan tersebut merupakan bentuk perlawanan mereka terhadap budaya patriarki. Ide-ide tersebut sesuai dengan apa yang diserukan oleh kaum feminis liberal yang mendukung pengembangan diri perempuan agar sama atau setara dengan laki-laki. Adapun alat yang dipakai oleh kaum feminis liberal adalah pendidikan, politik, dan ekonomi.