tinjauan pustaka

advertisement
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Rosela
Menurut Morton (1987) rosela merupakan tanaman asli Afrika dan mulai
menyebar secara luas ke negara-negara tropik dan subtropik seperti Amerika
Tengah dan India Barat. Dalam taksonomi tumbuhan, rosela diklasifikasikan
sebagai berikut :
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Malvaceales
Famili
: Malvaceae
Genus
: Hibiscus
Spesies
: Hibiscus sabdariffa var. Sabdariffa L.
Rosela merupakan tanaman herba tahunan dengan tinggi mencapai 4.5 m.
Batang membulat berwarna keseluruhan hijau, hijau dengan bercak merah atau
seluruhnya merah. Kedudukan daun berseling dan terbagi dalam tiga atau lima
lobi dengan tepi daun bergerigi. Daun yang panjang dan lebar biasanya terdapat
pada rosela batang hijau atau hijau dengan bercak merah, sedangkan daun
berukuran lebih kecil pada rosela batang merah. Tangkai daun berbulu serta
berduri atau berduri saja dan terdapat kelenjar madu pada pangkal tulang daun
(Loebis, 1970). Daun berwarna hijau dengan panjang 7.5-12.5 cm dan urat daun
kemerahan dengan tangkai daun yang panjang atau pendek (Morton, 1987).
Ahmad dan Vossen (2003) menambahkan bahwa rosela memiliki daun yang
panjangnya mencapai 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm. Sementara tangkai daun
berbentuk bulat, berwarna hijau, dengan panjang 4-7 cm.
Menurut Morton (1987) bunga rosela muncul dari ketiak daun dengan
diameter mencapai 12.5 cm, berwarna kuning atau kekuningan dan berubah
menjadi merah muda saat sore hari. Kaliks rosela berwarna merah, berdaging
renyah namun mengandung banyak air dengan panjang 3.2-5.7 cm. Sastrahidayat
dan Soemarno (1991) menambahkan bunga rosela merupakan bunga hermafrodit.
Bentuk bunga soliter, aksiler, bercuping lima, berwarna hijau, merah atau
4
keputihan. Mahkota bunga berbentuk lonceng, berdaging, ujung membulat,
gundul hingga berambut, berwarna kuning hingga kuning kemerahan pada bagian
tengah dalam.
Menurut Arief (2008), walaupun merupakan kerabat dari bunga sepatu
(Hibiscus rosasinensis), tanaman rosela tidak memiliki jenis yang banyak seperti
kerabatnya. Berikut merupakan jenis rosela yang mulai dibudidayakan di
Indonesia.
1. Rosela merah
Kaliks berwarna merah menyala, panjang dengan tangkai bunga kuat dan
tidak mudah patah serta memiliki daun yang menjari. Kaliks yang sudah kering
akan berwarna merah cerah dan memiliki aroma yang kuat. Rosela merah ini
merupakan jenis yang sering dikonsumsi sebagai tanaman obat.
2. Rosela ungu
Ada yang menyebutnya burgundy, rosela Sudan, maupun rosela ungu.
Kaliks berwarna merah gelap, agak bulat, berbulu lebih banyak dibanding yang
merah, daun menjari tebal dan agak membulat, tangkai bunga mudah patah.
Kaliks kering berwarna merah kehitaman, aromanya cukup kuat. Produksi rosela
ungu lebih tinggi dibandingkan rosela merah.
Gambar 1. Pertanaman : a) Rosela Ungu, b) Rosela Merah
Gambar 2. Perbedaan Kaliks antara Rosela Putih, Merah, Ungu, dan Hitam
(dari kiri ke kanan)
5
Buah rosela beruang lima, tiap ruang terdapat dua barisan biji. Buah muda
diselaputi kulit tipis berwarna hijau serta berbulu halus. Buah berbentuk kapsul
atau bulat telur, tiap buah berisi 30-40 biji. Bentuk biji seperti ginjal dengan
panjang 4-4.5 mm. Biji berwarna hitam kelabu dengan banyak titik-titik kecil
coklat kekuningan (Loebis, 1970).
Gambar 3. Bagian Generatif Rosela : a) Bunga, b) Kaliks dan Buah, c) Biji
Budidaya Rosela
Rosela paling baik dibudidayakan pada daerah tropis dan subtropis dengan
ketinggian mencapai 900 m dpl dengan curah hujan sekitar 182 mm/bulan selama
musim tanam (Morton, 1987). Rosela tumbuh pada berbagai tipe tanah yang
mempunyai tekstur dan drainase yang baik. Tanaman ini toleran pada tanah
dengan kemasaman tinggi dan kadar garam yang cukup, tetapi tidak toleran
dengan hilangnya air (Ahmad dan Vossen, 2003). Menurut Maryani dan Kristiana
(2008) tanaman rosela dapat diusahakan di segala macam tanah, tetapi paling
cocok pada tanah yang subur dan gembur.
Selama pertumbuhan, rosela tidak tahan terhadap genangan air. Curah
hujan yang dibutuhkan hanya berkisar 800-1670 mm/5 bulan atau 180 mm/bulan.
Tanaman rosela dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada
suhu sekitar 23-28°C di siang hari. Kekurangan sinar matahari dapat
menyebabkan penurunan hasil atau kurang sempurna (kerdil). Musim yang ideal
untuk berbunga dan berbuah pada waktu musim kemarau yaitu sekitar bulan MeiSeptember. Mardiah et al. (2009) menambahkan tanaman rosela toleran terhadap
tanah masam dan agak alkalin, tetapi tidak cocok ditanam di tanah salin atau
6
berkadar garam tinggi. Kemasaman tanah (pH) optimum untuk rosela adalah 5.57 dan masih dapat toleran pada pH 4.5-8.5.
Rosela umumnya diperbanyak dari biji dan dapat ditumbuhkan dari stek
batang, namun perbanyakan dengan biji lebih mudah dan praktis (Morton, 1987;
Sastrahidayat dan Soemarno, 1991; Ahmad dan Vossen, 2003; Mardiah et al.,
2009). Sistem perakaran tanaman yang berasal dari biji memiliki akar tunggang
yang dalam sehingga lebih tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan
tanaman asal stek, sedangkan perbanyakan dengan stek batang menghasilkan
tanaman yang lebih pendek dengan produksi kaliks yang rendah (Mardiah et al.,
2009)
Jarak tanam untuk produksi kaliks rosela ialah 120 cm x 90 cm
(Sastrahidayat dan Soemarno, 1991). Ahmad dan Vossen (2003) menambahkan
bahwa jarak tanam untuk produksi daun maupun kaliks rosela ialah 60 cm x 100
cm dan 120 cm x 90 cm. Menurut Mardiah et al. (2009) jarak tanam rosela yang
cocok untuk di Bogor adalah 100 cm x 100 cm atau 100 cm x 150 cm. Jarak
tanam yang lebih rapat menyebabkan kondisi lahan menjadi lembab sehingga
memicu perkembangan penyakit.
Dinas Pertanian Jawa Timur (2005) merekomendasikan dosis pemupukan
300 kg urea/ha, 150 kg TSP/ha, dan 150 KCl/ha. Pupuk urea diaplikasikan dua
kali pada 3 MST dan 7-8 MST sebanyak 30-40 g/tanaman, kemudian dilakukan
pemanenan sejak umur tiga minggu setelah berbunga dan dapat dipanen terus
menerus dalam jangka waktu 3 bulan sebelum akhirnya diganti bibit baru.
Mardiah et al. (2009) menambahkan pemupukan dapat menggunakan pupuk
hijau (Mimosa invisa) yang dibenamkan pada saat pengolahan tanah, kemudian
diikuti dengan pupuk buatan sebanyak 80 kg N/ha, 36-54 kg P2O5/ha, dan 75-100
kg K2O/ha.
Kandungan Bahan Bioaktif dan Kegunaan
Rosela merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki banyak
kandungan bahan bioaktif. Kandungan bahan bioaktif tersebut memiliki khasiat
sebagai diuretic (peluruh air seni), choleretic (merangsang keluarnya empedu),
febrifugal (menurunkan demam), hypotensive (menurunkan tekanan darah)
7
dengan cara menurunkan kekentalan darah sehingga kerja jantung memompa
darah semakin ringan dan merangsang gerak peristaltik usus (Morton, 1987).
Pada kaliks rosela terkandung 51% antosianin dan 24% antioksidan (Tsai
et al., 2002). Rosela mengandung saponin dan flavonoid (berupa asam
klorogenat, asam kafeat, asam kumarat, asam p-dihidroksi benzoat dan asam
vanilat) (Merken et al., 2001). Flavonoid merupakan golongan terbesar dari
senyawa fenolik (Harborne, 1983). Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid
untuk tumbuhan antara lain sebagai pengatur tumbuh, penghambat kinerja
mikroba, dan antivirus. Kegunaan dari flavonoid bagi kesehatan diantaranya
adalah aktivitas antioksidan, kemampuan mengikat asam, stimulasi dari sistem
imun, pencegahan nitrasi tirosin, antialergi, antibakterial, dan antikarsinogenik
(Merken et al., 2001).
Rosela memiliki bermacam-macam khasiat untuk kesehatan. Hasil uji
praklinik menemukan bahwa rosela memiliki khasiat sebagai bahan antiseptik,
penambah stamina, dan agen astringen. Tanaman ini juga banyak digunakan
dalam pengobatan tradisional seperti batuk, lesu, demam, tekanan perasaan, gusi
berdarah (scurvy) dan mencegah penyakit hati (Dalimartha, 2001). Kaliks rosela
banyak digunakan untuk pembuatan jus, saos, sirup dan juga sebagai bahan
pewarna pada makanan (Maryani dan Kristiana, 2008).
Antosianin
Antosianin merupakan pewarna paling penting dan paling luas dalam
tumbuhan yang memberikan hampir semua warna merah jambu, merah,
lembayung muda, ungu dan biru pada kelopak bunga, daun dan buah pada
tumbuhan tingkat tinggi. Semua antosianin memiliki struktur dasar satu gugus
aromatik yaitu sianidin dan turunannya dengan penambahan atau pengurangan
gugus hidroksil melalui metilisasi atau glikosilasi (Harborne, 1983). Fungsi
antosianin pada tanaman adalah dalam hal resistensi terhadap penyakit (Salisbury
dan Ross, 1995).
Menurut Vickery dan Vickery (1981), antosianin pada rosela berada dalam
bentuk glikosida yang terdiri dari pelargonidin, sianidin, peonidin, delphinidin,
petunidin dan malvidin. Mardiah et al. (2009) menambahkan antosianin pada
8
rosela berada dalam bentuk glikosida yang terdiri dari cyanidin-3-sambubioside,
delphinidin-3-glucose, dan delphinidin-3-sambubioside.
Gambar 4. Rumus Bangun Antosianin
Antosianin merupakan bagian dari flavonoid yang terbentuk melalui
lintasan sikimat. Flavonoid terikat pada sel epidermis dan terhimpun pada vakuola
tengah walaupun disintetis di luar vakuola (Salisbury dan Ross, 1995). Noh dan
Spalding (1998) menambahkan antosianin merupakan produk metabolisme
sekunder yang dibentuk dari asam amino phenylalanine melalui lintasan sikimat
di sitoplasma dan ditimbun dalam vakuola sel parenkim dewasa. PAL
(Phenylalanine Ammonia Lyase) merupakan enzim kunci dalam metabolisme,
aktivitasnya meningkat seiring dengan umur daun dan berhubungan dengan
proses penuaan. Lintasan pembentukan antosianin disajikan pada Gambar 5.
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan terdapat
dalam semua tumbuhan hijau kecuali alga. Secara struktur flavonoid merupakan
turunan dari flavon dan biasanya terdiri dari beberapa bagian. Telah ada sepuluh
kelompok flavonoid yang dikenali. Flavonoid pada umumnya dapat larut dalam
air. Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk akar, daun, kayu,
kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah buni, dan biji (Harbone, 1987). Flavonols
dalam rosela terdiri dari gossypetin, hibiscetine, dan quercetia (Mardiah et al.,
2009)
Menurut Sudiatso (2001), antosianin merupakan pigmen bermutu, larut
dalam air, berwarna jingga, merah, dan biru yang tergabung dalam kelompok
besar pigmen flavonoid. Antosianin terdapat dalam buah dan sayuran, dan
biasanya terdiri dari kombinasi beberapa pigmen (4-6 pigmen). Pigmen ini stabil
dalam lingkungan masam, oleh karena itu sebaiknya disimpan dalam medium
masam.
9
Gambar 5. Lintasan Pembetukan Antosianin (Noh dan Spalding, 1998).
Enzim yang terlibat adalah PAL (Phenylalanine Ammonia Lyase);
CHS (Chalcone synthase); CHI (Chalcone Isomerase);
F3H (Flavanone-3-hydroxylase); DR (Dihydroflavonol 4reductase).
Penelitian oleh Katsube et al. (2003) menyatakan bahwa antosianin
khususnya delphinidin yang diekstrak dari bilberry mampu menghambat
pertumbuhan sel kanker darah (leukemia). Zhang et al. (2005) menambahkan
bahwa antosianin mampu menghambat pertumbuhan sel kanker di antaranya sel
kanker perut, usus besar, kanker payudara, dan kanker paru-paru.
Pemupukan
Pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik
maupun anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara
dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam
keadaan faktor lingkungan yang baik (Sutedjo, 1994). Menurut Leiwakabessy
dan Sutandi (2004), pupuk adalah bahan yang diberikan kepada tanaman baik
langsung maupun tidak langsung, guna mendorong pertumbuhan tanaman,
meningkatkan produksi atau memperbaiki kualitasnya, sebagai akibat
perbaikan nutrisi tanaman. Pemupukan artinya pemberian pupuk kepada
tanaman ataupun kepada tanah dan substrat lainnya. Nasih (2006)
10
menambahkan bahwa yang dimaksud pupuk adalah suatu bahan yang
digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga
menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman.
Dosis, cara, dan waktu aplikasi yang tepat disertai pengolahan tanah yang
baik dapat membantu meningkatkan ketersediaan unsur hara yang diperlukan
tanaman. Pupuk yang akan diberikan sebaiknya harus sesuai dosis agar dapat
menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman (Supandi, 1988). Leiwakabessy
(1992) menambahkan bahwa aplikasi pemupukan tidak selamanya memberikan
hasil yang efektif karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain takaran,
cara dan waktu pemberian. Menurut Marschner (1995) bahwa studi tentang hara
tanaman telah menunjukkan bahwa mineral tertentu bersifat esensial bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan diklasifikasikan sebagai unsur hara
makro maupun mikro tergantung pada jumlahnya di dalam jaringan tanaman.
Pemupukan pada rosela umumnya dilakukan secara bertahap. Hal ini
dimaksudkan agar unsur hara bagi tanaman tetap tersedia dan untuk mendapatkan
kaliks yang besar. Pupuk yang diperlukan adalah pupuk kandang, urea dan NPK.
Pupuk kandang diberikan sebelum tanah diolah dosisnya 10 ton/ha. Pupuk
lanjutan diberikan 2 kali yakni pada umur 2-3 minggu dan 1.5 bulan setelah
tanam. Pupuk susulan pertama menggunakan urea 20-30 g/lubang tanam dan yang
kedua pupuk NPK 30-50 g/lubang tanam (Maryani dan Kristiana, 2008).
Peranan Fosfor bagi Tanaman
Fosfor (P) berperan menyediakan nutrisi untuk perkembangan akar,
penegakan, pendewasaan, dan reproduksi tanaman (Beard, 1973). Suseno (1974)
menambahkan bahwa fosfor dalam tanaman mempunyai peranan dalam mengatur
banyak reaksi enzimatik. Kekurangan unsur P pada umumnya akan menghambat
reaksi-reaksi sintesis dalam tanaman. Fosfor berguna sebagai penyusun asam
nukleat dan komponen utama inti sel, pemacu pertumbuhan dan pembentukan
akar awal, membuat tanaman tegar, serta merangsang pembungaan dan
membantu pembentukan biji.
Fosfor diserap oleh tanaman hampir seluruhnya dalam bentuk ion hidrogen
dan fosfor, yaitu H+ dan PO42-. Fosfor di dalam tanaman tidak direduksikan dalam
sel menjadi bentuk yang berada pada tingkat oksidasi lebih rendah
11
sebagaimana halnya dengan nitrat dan sulfat. Ketersediaan P di dalam tanah
sangat dipengaruhi oleh pH tanah, kadar Al, Fe serta Mn terlarut, tersedianya
kalsium (Ca), jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik serta jenis dan
populasi mikroorganisme tanah (Soepardi, 1983).
Fosfor merupakan unsur hara kedua setelah nitrogen (N) yang mutlak
diperlukan oleh tanaman. Keperluan P kadang-kadang lebih kritis daripada N
pada tanah-tanah tertentu. Nitrogen dapat ditambah oleh mikroba dari udara,
tetapi unsur P hanya berasal dari batuan. Tanpa kecukupan P, berbagai proses di
dalam tanaman dapat terhambat sehingga pertumbuhan dan perkembangan
tanaman tidak berlangsung optimal (Balitpa, 1991).
Fosfor banyak ditemukan dalam bagian tumbuhan yang memiliki aktivitas
fisiologi yang besar. Kekurangan fosfor menyebabkan pembentukan tunas
berkurang, penundaan pembentukan kanopi yang menyebabkan gulma tumbuh
lebih cepat, mengurangi panjang tangkai, daun tumbuh berdekatan, dan muncul
warna hijau-ungu pada daun yang kelebihan residu. Fosfor di dalam tanah dapat
menimbulkan masalah karena dapat mengganggu penyerapan unsur hara (Gardner
et al., 1991).
Kekurangan fosfor dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap
unsur lain. Efek yang dapat terlihat dari kekurangan unsur P adalah daun bawah
berwarna hijau gelap, pinggiran daun berwarna ungu dan ujung daun menjadi layu
atau mati (Suseno, 1974). Menurut Soepardi (1983) bahwa gejala awal
kekurangan fosfor tampak pada daun tua. Pertumbuhan tanaman menjadi lambat,
daun kecil, warna keunguan karena akumulasi pigmen antosianin, tepi daun
cokelat hangus, daun cepat rontok yang dimulai dengan daun tertua, serta seluruh
tanaman tampak kerdil. Leiwakabessy dan Sutandi (2004) menambahkan bahwa
kekurangan fosfor menyebabkan perakaran tidak berkembang dengan baik,
pertumbuhan tanaman terhambat, dan daun tua cepat rontok karena fosfor dalam
tanaman bersifat mobil dan bergerak dari daun tua ke daun muda.
Download