BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Puskesmas

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran
serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Dengan kata lain Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas
pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Depkes RI, 2002).
Sedangkan
definisi
Puskesmas
menurut
Kepmenkes
RI
No.
128/Menkes/SK/II//2004 adalah UPTD Kesehatan/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja itu sendiri.
Dalam KEPMENKES RI No. 128 tahun 2004 dinyatakan bahwa fungsi
Puskesmas dibagi menjadi tiga fungsi utama: Fungsi puskesmas sebagai pusat
penggerak pembangunan yang berwawasan kesehatan, yaitu lebih mengutamakan
pemeliharaan
kesehatan
dan
mencegah
penyakit
tanpa
mengabaikan
penyembuhan dan pemulihan, berupaya menggerakkan lintas sektoral dan dunia
usaha di wilayah kerja agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan
kesehatan. Sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat yang terdiri dari perorangan,
pemuka masyarakat, masyarakat, dan dimulai dari keluarga kecil. Sebagai Pusat
Pelayanan Kesehatan Strata Pertama, Menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang artinya secara menyeluruh terpada dan kesinambungan
dimulai dari pelayanan kesehatan perorangan dan kemudian pelayanan kepada
masyarakat.
Kedudukan puskesmas sebagai Sistem Kesehatan Nasional yang
merupakan sebagai sarana pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat.
Sebagai sistem kesehatan kabupaten/kota, yang bekerja sebagai unit pelaksana
teknis dinas yang bertanggung jawab menyelenggarakan sebagian tugas
pembangunan kesehatan kabupaten/kota. Dalam sistem Pemerintah Daerah
1
2
sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang merupakan
unit struktural Pemerintah Daerah Kabupaten/kota dan juga sebagai sarana
pelayanan kesehatan strata pertama.
Dalam rangka memenuhi tuntutan pelayanan kesehatan, puskesmas harus
mampu meningkatkan efisiensi dan efektifitas di semua bidang pelayanannya, dan
salah satu sistem yang mampu mengelola hal tersebut adalah dengan sistem
manajemen logistik. Tujuan manajemen logistik adalah tersedianya obat dan alat
medis sesuai macamnya, jumlahnya, serta baik mutunya. Manajemen logistik juga
bertanggung jawab atas keamanan penyimpanan obat dan bahan (Djojodibroto,
1997).
Sistem persediaan di institusi kesehatan adalah suatu sistem yang sangat
penting dalam mendukung pengelolaan barang dan jasa. Peran terpenting pada
system persediaan adalah untuk memperlancar kegiatan operasional (Tjahjono,
1998). Menurut Wirjoatmodjo (1995), dalam penanganan yang perlu diingat
adalah time saving is life saving atau waktu adalah nyawa. Dalam penanganan
tidak boleh terjadi kekurangan persediaan obat dan alat medis utama. Untuk itu,
seluruh institusi kesehatan harus mampu membangun sistem distribusi yang baik.
Perbedaan yang tampak antara industri manufaktur dengan rumah sakit
dapat dilihat dari prinsip perancangan sistem pengendaliaannya. Pada industri
manufaktur tujuan sistem pengendaliannya ialah untuk meminimalisir biaya
persediaan, sedangkan pada institusi rumah sakit tidak hanya berfokus pada biaya
persediaan, namun juga mempertimbangkan peningkatan performa service level
terhadap konsumen (Dinda, 2012).
UPT Instalasi Farmasi
adalah unit yang bertanggung jawab pada
penggunaan obat yang aman di Rumah Sakit, Puskesmas, maupun distribusi ke
tempat farmasi lain. Tanggung jawab ini meliputi seleksi, pengadaan,
penyimpanan, penyiapan obat untuk dikonsumsi dan distribusi obat ke daerah
perawatan penderita. Berkaitan dengan tanggung jawab penyampaian dan
distribusi obat dari Instalasi Farmasi ke daerah perawatan pasien maka dibuat
sistem distribusi obat.
3
Data RSUD Kota Semarang menunjukkan bahwa 34% biaya operasional
dialokasikan untuk belanja obat, bahan habis pakai, dan alat medis
(Ratnaningrum, 2002). Data tersebut menunjukkan bahwa pengendalian belanja
farmasi sangat berarti untuk menekan biaya operasional. Hal tersebut
dilaksanakan
untuk
meningkatkan
efisiensi
dan
efektivitas
penggunaan
pembiayaan yang berasal dari sumber daya keuangan.
Alat medis pakai habis (AMPH) perlu dianalisis paling awal karena
AMPH merupakan perbekalan farmasi yang kebutuhan dan frekuensi pengadaan
lebih dapat diprediksi daripada obat. Selain itu, AMPH kurang mendapatkan
perhatian karena cenderung mudah didapatkan dan memiliki umur produk yang
cukup lama apabila dibandingkan dengan obat. Penyimpanan AMPH di gudang
yang terlalu lama dapat menyebabkan aliran perputaran uang tidak lancar dan
mengurangi efisiensi serta efektivitas penggunaan sumber daya keuangan.
Penelitian mengenai persediaan AMPH di rumah sakit belum banyak
dilakukan. Kebanyakan fokus penelitian yang ada saat ini masih mengenai
persediaan obat-obatan di rumah sakit. Selain itu, belum banyak metode
pengendalian persediaan untuk perbekalan farmasi di rumah sakit selain metode
heuristik. Kondisi tersebut sangat berbeda dengan industri manufaktur dimana
penelitian mengenai logistik, seperti pengendalian persediaan spare parts atau
bahan baku telah banyak dilakukan sehingga terdapat cukup banyak tipe metode
pengendalian persediaan yang telah sukses diterapkan dan mampu memberikan
hasil yang signifikan. Oleh karena itu, penelitian ini akan menerapkan beberapa
teori perencanaan maupun pengendalian persediaan yang telah sukses
diaplikasikan di industri manufaktur untuk diterapkan di rumah sakit (Sulistyo,
2011).
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, perumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
1. Apakah
metode yang digunakan selama ini untuk distribusi dari
gudang farmasi ke puskesmas sudah tepat?
4
2. Sistem distribusi apa yang tepat pada persediaan alat medis di
puskesmas sehingga dapat meminimalisasi terjadinya stockout maupun
over stock?
1.3.
Asumsi dan Batasan
Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, maka diambil sejumlah asumsi
dan batasan masalah sebagai berikut:
1. Objek penelitian hanya dibatasi pada alat medis pakai habis di
Puskesmas Kota Yogyakarta.
2. Data pemakaian AMPH, data permintaan serta safety stock aktual
merupakan data tahun 2012.
3. Durasi satu periode pemesanan adalah satu bulan.
4. Alat medis pakai habis yang diteliti dibedakan berdasarkan jenisnya.
1.4.
Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai sistem persediaan obat ini bertujuan untuk:
1. Menentukan pengelompokan jenis AMPH pada UPT Instalasi Farmasi
dengan metode yang sesuai.
2. Menganalisis kondisi pengendalian persediaan AMPH di existing
system.
3. Mengevaluasi nilai stock opname existing, nilai stock opname teoritis,
dan nilai stock opname heuristik.
4. Memberikan usulan mengenai penerapan sistem pengendalian AMPH
yang optimal untuk membantu dalam pengendalian persediaan AMPH
pada UPT Instalasi Farmasi Yogyakarta.
1.5.
Manfaat Penelitian
Bagi Instalasi Farmasi:
a.
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan
perencanaan dan pengendalian persediaan alat medis pakai habis.
b.
Dapat meningkatkan pelayanan distribusi alat medis pakai habis
5
secara optimal kepada pasien puskesmas terutama di bidang
pengendalian farmasi.
Bagi Penulis:
a.
Mengetahui gambaran pengendalian persediaan alat medis pakai habis
di puskesmas.
b.
Dapat menerapkan dan menambah wawasan yang diperoleh dalam
ilmu manajemen logistik dan manajemen farmasi puskesmas.
Download