BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. GAKY menjadi salah satu masalah kesehatan karena GAKY mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan atau biasa disebut Intelligence Quotient (IQ) sehingga secara tidak langsung menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Timbulnya GAKY disebabkan karena kurangnya asupan zat yodium dalam jangka waktu yang lama. Defisiensi yodium akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid, yang secara perlahan menyebabkan kelenjar ini membesar dan menyebabkan gondok. Disamping itu, rendahnya kadar hormon tiroid dalam aliran darah dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan serta perkembangan manusia. Masalah GAKY sudah menjadi masalah kesehatan yang mendunia yaitu terdapat 130 negara yang mengalami masalah tersebut, sebanyak 48% berada di Afrika, 41% di Asia Tenggara serta sisanya ada di Eropa dan Pasifik Barat. Pada kawasan ASIA Tenggara terdapat ±600 juta orang membangun keluarga di wilayah yang miskin yodium dan mengakibatkan ±700 juta orang menderita gondok (WHO, 2005, dalam Rusnelly 2006). Kasus GAKY di Indonesia juga masih menjadi persoalan kesehatan masyarakat yang cukup serius. Pada tahun 2003, hasil pengamatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia masih rendah yaitu pada peringkat 112 dari 174 negara. Rendahnya IPM ini menurut Azwar (2005) 1 2 sangat dipengaruhi oleh status gizi dan status kesehatan penduduk yaitu terlihat pada masih adanya kasus GAKY di Indonesia (Dewi & Sari DM, 2011). Prevalensi GAKY pada anak sekolah dasar secara nasional pada tahun 1990 mencapai (27,7%) kemudian terjadi penurunan menjadi 9,3% pada tahun 1998 dan pada tahun 2003 kembali meningkat menjadi 11,2% (Tim Penanggulangan GAKY Pusat, 2005). Bali merupakan salah satu dari sepuluh provinsi di Indonesia yang mengalami peningkatan kejadian GAKY. Survei Prevalensi GAKY dan Pemetaan di Provinsi Bali Tahun 1997/1998, Daerah Bali termasuk endemik ringan dengan Total Goiter Rate (TGR) 10,5% dan satu-satunya kabupaten dengan tingkat endemisitas berat adalah Kabupaten Karangasem dengan TGR 33,8% (Wirakusuma et al, 1998, dalam Gunung, 2007). Data Survey indikator GAKY Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2008 menunjukkan persentase rumah tangga di Provinsi Bali yang mengonsumsi garam mengandung cukup yodium hanya mencapai 45,1%, sedangkan target pencapaian konsumsi garam beryodium yang ditetapkan pada tahun 2005 sebesar 90% (berdasarkan hasil dari sidang United General Assembly (UNGASS) tahun 2002). Kabupaten Karangasem pada tahun 2005 melakukan evaluasi dampak program GAKY dan hasilnya pada kelompok umur ≤ 6 tahun tercatat sebanyak 5,1% mengalami GAKY, pada kelompok umur 7-9 tahun 39,9%, pada kelompok umur 1012 tahun 50,6%, dan pada kelompok umur 13-15 tahun 3,9%. Kejadian GAKY timbul bukan hanya dipengaruhi oleh asupan yodium yang tidak cukup tetapi juga dipengaruhi oleh adanya kebiasaan mengonsumsi makanan yang mengandung zat goitrogenik. Zat tersebut merupakan zat yang mampu menghambat adanya penyerapan yodium di dalam tubuh dan zat ini dapat ditemukan pada kubis, kacang 3 tanah, kacang kedelai, singkong atau gaplek, bawang merah, dan bawang putih (Arisman, 2010). Salah satu wilayah di Kabupaten Karangasem yaitu pada Kecamatan Kubu, ditemukan beberapa masyarakat yang masih mengonsumsi gaplek yang merupakan makanan olahan dari ketela pohon atau singkong khususnya masyarakat yang ada di daerah lereng gunung agung (dataran tinggi). Kecamatan Kubu juga memiliki kasus GAKY yang tergolong sedang dengan nilai TGR sebesar 20,3%. Data tersebut diperoleh berdasarkan hasil evaluasi dampak program GAKY di Kabupaten Karangasem tahun 2005. Kecamatan Kubu merupakan daerah peringkat ketiga dengan status GAKY setelah Kecamatan Bebandem dan Rendang (Dinkes Karangasem, 2005). Data evaluasi di atas juga menunjukkan bahwa berdasarkan kelompok umur tercatat pada umur ≤ 6 tahun terdapat 4,2% mengalami GAKY (goiter atau gondok), sedangkan pada umur 7-9 tahun terdapat 35,9% dan pada umur 10-12 tahun terdapat 54,1%. Status gondok juga dapat dibedakan berdasarkan grade, yaitu grade 0 (tidak gondok), grade IA, grade IB dan grade II. Kecamatan Kubu memiliki kasus gondok dengan grade I sebanyak 20.3% dan sisanya (sebagian besar) yaitu 79.7% tidak gondok (grade 0). Kejadian GAKY juga dipengaruhi oleh kondisi geografis dan interaksi yodium dan zat besi. Sebagian besar penderita GAKY ditemukan di pegunungan atau dataran tinggi karena kandungan yodium yang rendah dalam air dan tanah atau bahkan tidak mengandung yodium sama sekali akibat terkikisnya yodium saat musim penghujan sehingga yodium lebih banyak ditemukan pada dataran rendah seperti di pantai (Hetzel & Maberly, 1986, dalam Rusnelly, 2006). Selain itu, pada GAKY, 4 kandungan zat besi sangat membantu dalam proses metabolisme yodium. Zimmerman (2000) membuktikan bahwa kekurangan zat besi dapat menyebabkan terganggunya metabolisme tiroid dalam tubuh manusia. Adanya hubungan kadar hemoglobin (Hb) dengan status GAKY diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Normawati, et al (2010) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian GAKY dan anemia. Normawati juga menemukan bahwa subjek yang mempunyai kadar Hb< 20 gr/dl memiliki risiko 2.9 kali menderita GAKY. Peneliti juga menemukan bahwa anak usia sekolah berisiko tinggi mengalami pembesaran kelenjar tiroid dan menderita anemia defisiensi besi. Adanya kebiasaan masyarakat dataran tinggi di Kecamatan Kubu yang masih mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat goitrogenik (gaplek), dan masih ditemukannya kasus GAKY pada siswa sekolah dasar sehingga menyatakan Kecamatan Kubu merupakan daerah endemik GAKY pada tahun 2005. Dan penemuan yang menyatakan dataran tinggi lebih berisiko mengalami GAKY karena kurangnya ketersediaan mineral (khususnya yodium) pada sumber air serta penemuan adanya hubungan (interaksi) zat besi dengan yodium dalam metabolisme tiroid dan kejadian GAKY, maka akan dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai konsumsi yodium dan kadar hemoglobin pada anak sekolah dasar di wilayah endemik GAKY khususnya di dataran tinggi Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan permasalahan diatas adalah bagaimana konsumsi yodium dan rata- rata kadar Hb pada anak sekolah dasar (SD) didataran tinggi Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem? 5 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi yodium dan kadar hemoglobin pada anak SD di dataran tinggi Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik (umur dan jenis kelamin) pada SD 2. Menganalisis tingkat konsumsi yodium pada anak SD 3. Mengetahui rata-rata kadar Hb pada anak SD 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memperjelas kemungkinan aspek pola konsumsi pangan khususnya bahan makanan sumber yodium dan kadar Hb sebagai salah satu faktor risiko timbulnya GAKY. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah gizi kesehatan masyarakat yang meliputi gambaran Konsumsi Yodium dan Kadar Hemoglobin pada anak SD di daerah dataran tinggi sebagai daerah endemik GAKY di Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem.