Templat tesis dan disertasi - IPB Repository

advertisement
PERANAN β-KAROTEN DAN NUTRASETIKAL GALOHGOR DALAM
PROLIFERASI, DIFERENSIASI, DAN EKSPRESI GEN SEL EPITEL
USUS (CMT-93) DAN SEL KELENJAR MAMMAE (HC11)
KATRIN ROOSITA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Peranan β-Karoten
dan Nutrasetikal Galohgor dalam Proliferasi, Diferensiasi, dan Ekspresi Gen pada
Sel Epitel Usus (CMT-93) dan Sel Kelenjar Mammae (HC11) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Katrin Roosita
NIM I160200951
RINGKASAN
Katrin Roosita. Peranan β-Karoten dan Nutrasetikal Galohgor dalam Proliferasi,
Diferensiasi, dan Ekspresi Gen pada Sel Epitel Usus (CMT-93) dan Sel Kelenjar
Mammae (HC11). Dibimbing oleh RIMBAWAN, ITA DJUWITA, M. RIZAL
M. DAMANIK, dan CLARA M. KUSHARTO.
Pangan yang memiliki khasiat untuk kesehatan, baik untuk pencegahan
maupun pengobatan, disebut sebagai nutrasetikal (Kalra 2003; Syamsudin 2013).
Salah satu nutrasetikal yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Sunda secara turun
temurun untuk meningkatkan kesehatan dan produksi air susu ibu (ASI),
khususnya pada masa nifas (postpartum), adalah Galohgor. Nutrasetikal
Galohgor terbuat dari 56 jenis tanaman. Selain mengandung berbagai senyawa
aktif dan berbagai jenis zat gizi makro, yang cukup banyak terdapat dalam
nutrasetikal Galohgor adalah β-karoten (Roosita et al. 2003; Pratiwi 2010).
β-karoten merupakan provitamin A yang dapat diubah menjadi retinal,
retinol, atau asam retinoat pada berbagai sel tubuh (Bhatti et al. 2003).
Metabolisme retinal menjadi asam retinoat memerlukan serangkaian enzim
aldehida dehidrogenase yang merupakan hasil ekspresi kelompok gen ALDH
(Jackson et al. 2011).
Asam retinoat berperan dalam pengaturan ekspresi gen koneksin. Koneksin
adalah molekul protein yang menyusun gap junction. Gap junction merupakan
struktur pada membran sel berupa saluran penghubung antara dua sel yang
berdekatan atau bertetangga (Baldi et al. 2008; Gropper et al. 2009; Solomon
2001).
Struktur gap junction sangat dominan pada sel-sel kelenjar mammae yang
aktif mensintesis kasein, yaitu pada periode laktogenesis. Perkembangan gap
junction yang baik sangat penting untuk mempertahankan sintesis dan sekresi air
susu (ASI) karena peranannya dalam menjaga permeabilitas membran sitoplasma,
metabolisme, dan diferensiasi sel (Cruciani dan Mikalsen 2006; Neville 2009;
Talhouk et al. 2005).
Sebagian besar zat gizi untuk proses fisiologis dan metabolisme dalam
tubuh, termasuk sintesis susu, berasal dari makanan hasil proses penyerapan zat
gizi di sel usus. Sel usus dan sel mammae memiliki perbedaan peranan dalam
tubuh serta memiliki lingkungan intraseluler dan ekstraseluler yang berbeda. Oleh
karena itu, dalam studi in vitro ini digunakan sel galur murni CMT-93 dan HC11.
CMT-93 mampu menunjukkan fenotipe sel epitel usus, sedangkan sel HC11
dengan induksi hormon dan faktor pertumbuhan dapat menunjukkan fenotipe
kelenjar mammae pada kondisi in vivo.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa β-karoten dalam
nutrasetikal Galohgor berperan dalam proses laktogenesis dan menganalisis
mekanisme β-karoten dalam nutrasetikal Galohgor dalam proliferasi, diferensiasi,
dan ekspresi gen pada sel epitel usus (CMT-93) dan sel kelenjar mammae
(HC11).
Penelitian ini dilaksanakan di tiga laboratorium utama, yaitu Laboratory of
Food and Enviromental Science, Division Food Science and Biotechnology,
Faculty of Agriculture, Kyoto University, Japan; dan Laboratorium Embriologi
dan Laboratorium Layanana Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Oktober 2013.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain β-karoten dengan
kemurnian 99% (Sigma) yang dilarutkan dalam pelarut tetrahydrofuran (THF)
(Sigma) hingga konsentrasi akhir dalam medium 1.25%. Nutrasetikal Galohgor
dibuat dari 56 jenis tanaman dengan dua metode berbeda, yaitu drum dryer untuk
Galohgor serbuk, dan ekstraksi menggunakan etanol untuk Galohgor ekstrak.
Medium kultur sel terdiri atas DMEM (Gibco) dan RPMI 1640 (Biowest). Jenis
antibiotik yang digunakan meliputi penisilin, streptomisin, dan gentamisin.
Hormon dan faktor pertumbuhan yang digunakan untuk proliferasi dan
diferensiasi HC11 meliputi insulin, EGF, hidrokortison, dan prolaktin (Sigma).
Serum yang digunakan untuk kedua jenis sel adalah heat-inactivated Fetal Bovine
Serum (FBS). Kit 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide
(MTT) (Roche) digunakan untuk analisis proliferasi sel. Kit Rneasy (Qiagen)
digunakan untuk isolasi RNA dan One-Step RT-PCR Pre Mix Kit (Intron
Biotechnology) digunakan untuk analisis reverse transriptase polymerase chain
reaction (RT PCR).
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode in vitro
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Kontrol dan perlakuan ditentukan
dengan perbedaan konsentrasi β-karoten dalam larutan medium, yaitu sebesar 0,
0.5, 1.5, dan 5.0 µM/mL. Unit percobaan dalam penelitian ini adalah sel epitel
saluran cerna (CMT-93) dan sel kelenjar mammae (HC11) dalam cawan kultur.
Jumlah ulangan parameter ekspresi gen dan diferensiasi sel berjumlah tiga atau
empat, sedangkan untuk proliferasi sel masing-masing enam ulangan.
Konsentrasi sel pada awal kultur dalam setiap cawan/ulangan sebesar 1 x 105
sel/mL.
Parameter yang diamati meliputi: 1) proliferasi sel dengan MTT assays; 2)
morfologi sel dengan pengamatan langsung di bawah mikroskop fluorescent dan
inverted (Olympus), 3) morfologi mammosfer untuk identifikasi diferensiasi sel
mammae, 4) ekspresi gen Aldh1a2, casein (Csn2), dan koneksin 43 (Cx43)
dengan metode RT-PCR dan gel elektroforesis.
Data yang telah terkumpul ditabulasi dan semua data kualitatif disajikan
secara deskriptif. Data kuantitatif diuji dengan menggunakan Analysis of
Variance (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji Duncan
untuk menentukan beda nyata antar perlakuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa β-karoten dan Galohgor ekstrak (GE)
pada konsentrasi suprafisiologis[5.0μM] dapat menekan proliferasi sel epitel usus
(CMT-93) secara signifikan (p<0.05). Namun, Galohgor serbuk (GS) tidak
mempengaruhi proliferasi sel epitel usus (CMT-93). β-karoten, GE, dan GS
dapat meningkatkan ekspresi gen aldehyde dehydrogenase (Aldh1a2) dan
mempengaruhi morfologi sel epitel usus. Efek GE lebih kuat dibandingkan GS
dalam meningkatkan ekspresi gen Aldh1a2 tersebut.
Proliferasi sel kelenjar mammae tidak dipengaruhi oleh β-karoten maupun
Galohgor serbuk (GS). Namun, Galohgor ekstrak (GE) pada konsentrasi
suprafisiologis [5.0μM] dapat menekan proliferasi sel kelenjar mammae secara
signifikan (p<0.05).
β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen β-kasein (Csn2) yang penting
untuk sintesis protein susu. Mekanisme peningkatan ekspresi gen Csn2 ini selaras
dengan peningkatan ekspresi gen koneksin 43 (Cx43) pada sel kelenjar mammae
(HC11) yang diinduksi dengan hormon-hormon laktogenesis. Perkembangan
struktur mammosphere pada sel-sel kelenjar mammae (HC11) sinergis dengan
ekspresi gen pengatur sintesis protein susu β-kasein (Csn2) sehingga struktur
mammosfer dapat digunakan sebagai penanda spesifik untuk menunjukkan
diferensiasi sel kelenjar mammae dan produksi kasein susu. Galohgor ekstrak
menunjukkan efek yang lebih kuat dibandingkan dengan β-karoten murni dan
Galohgor serbuk dalam mempengaruhi diferensiasi sel kelenjar mammae dan
perkembangan mammosfer.
Hal ini karena nutrasetikal Galohgor selain
mengandung β-karoten, juga mengandung zat gizi lain dan senyawa bioaktif lain
yang penting untuk sintesis air susu (ASI).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah β-karoten murni maupun β-karoten
yang terdapat dalam Galohgor ekstrak dan Galohgor serbuk dapat menekan
proliferasi sel epitel usus (CMT-92) dan meningkatkan ekspresi gen Aldh1a2.
Aktivitas Galohgor ekstrak lebih tinggi dalam menekan proliferasi karena tingkat
kelarutannya yang lebihtinggi. Mekanisme peran nutrasetikal Galohgor dalam
diferensiasi sel kelenjar mammae salah satunya adalah karena mengadung βkaroten. β-karoten terbukti dapat meningkatkan ekspresi gen koneksin (Cx43)
yang penting untuk perkembangan gap junction, yang disertai dengan
perkembangan mammosfer dan peningkatan ekspresi gen β-kasein (Csn2) untuk
pengaturan sintesis protein susu.
Implikasi penelitian ini adalah konsumsi pangan sumber β-karoten seperti
sayuran, buah maupun nutrasetikal seperti Galohgor penting untuk peningkatan
produksi ASI. Efek Nutrasetikal Galohgor yang lebih baik disebabkan kandungan
zat gizi dan senyawa aktif lainnya yang secara sinergis meningkatkan peran βkaroten dalam diferensiasi dan ekspresi gen pada proses laktogenesis.
SUMMARY
KATRIN ROOSITA. The Role of β-Carotene and Galohgor Nutraceutical in
Proliferation, Differentiation, and Gene Expression of Intestinal Epithelial Cells
(CMT93) and Mammary Gland Cells (HC11). Supervised by RIMBAWAN, ITA
DJUWITA, M. RIZAL M. DAMANIK, and CLARA M. KUSHARTO.
Nutraceutical is a food or part of the food that provides medical or health
benefits, including prevention and/or treatment of a disease (Kalra 2003 and
Syamsudin 2013). Galohgor nutraceutical is a traditional food that is made from
56 kinds of plants that contains β-carotene and other nutrients and bioactive
compounds. This nutraceutical is usually consumed by Sundannese Villager to
increase health status and milk production of postpartum mothers (Roosita et al.
2003; Pratiwi 2010).
Many kinds of cells in human body can convert β-carotene to retinal, retinol,
and renoic acid (Bhatti et al. 2003). Some aldehide dehydrogenase enzymes are
expressed by ALDH genes, to continue metabolism of retinal to retinoic acid
(Jackson et al. 2011).
Retinoic acid is a product of β-carotene metabolism that able to regulate
gene expression of connexin, a protein that build gap junction structure. Gap
junction is a structure on the cell membrane that connect adjacent cells to increase
transport of molecules and cell membrane permeability (Baldi et al. 2008;
Gropper et al. 2009; Solomon 2001).
Gap junctions of mammary gland cells are also built by connexin protein to
increase cell membrane permeability, metabolism, and differentiation. This
structure is dominant on mammary gland cells that actively synthesize casein, a
milk protein, during lactogenesis period. Gap junction development on mammary
gland cells is very important to maintain milk synthesis and its secretion (Cruciani
dan Mikalsen 2006; Neville 2009; Talhouk et al. 2005).
Most of nutrients that are used for physiological process and metabolism in
human’s body are naturally provided by food which is absorbed in intestinal
epithelial cells.
Intestinal and mammary epithelial cells have different
intracellular and extracellular environments. Thus, in this study, intestinal
epithelial cell lines (CMT-93) and mammary gland cell line (HC11) were used.
The objectives of this study are to reveal the role of β-carotene on Galohgor
nutraceutical and to analyze the mechanism of β-carotene effects on proliferation,
differentiation, and gene expression on intestinal cells (CMT-93) and mammary
gland cells (HC11).
The study was conducted from January to October 2013, in Laboratory of
Food and Enviromental Science, Division Food Science and Biotechnology,
Faculty of Agriculture, Kyoto University, Japan; Laboratory of Embriology, and
Integrated Service Laboratory of Veterinary Faculty, Bogor Agricultural
University.
Materials used in this study were β-caroten (purity 99%, Sigma),
tetrahydrofuran (THF) (Sigma), DMEM (Gibco), RPMI 1640 (Biowest),
penicillin, streptomycin, gentamicin, insulin, epidermal growth factor (EGF),
hydrocortisone, and prolactin (Sigma), and heat-inactivated Fetal Bovine Serum
(FBS). We applied two different kinds of Galohgor nutrceutical that made of 56
kinds of plants, i.e. powder and extract Galohgor. Powder Galohgor was made by
drum dryer method, while extract Galohgor was made by etanol extraction. We
also used kit of 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide
(MTT) (Roche) to analyze cell proliferation, Rneasy (Qiagen) to isolate RNA
and One-Step RT-PCR Pre Mix Kit (Intron Biotechnology) for reverse
transcriptase polymerase chain reaction (RT PCR).
This was an experimental study by in vitro method and completely
randomized design. Treatments and control of this experiment were determined
by pure β-carotene and nutraceutical Galohgor’s β-carotene concentration in cells
culture medium, i.e. 0, 0.5, 1.5, and 5.0 µM. Number of samples for each
treatment was 3 to 4, except for cell’s proliferation analysis was 6 for each
treatment. Number of cells in each plate was 1x105cells/mL.
The parameters of this experiments were 1) cell’s proliferation by MTT
assays; 2) cell’s morphology and mammosphere structure by fluorescent and/or
inverted microscopes (Olympus), 3) Aldh1a2, casein (Csn2), and connexin 43
(Cx43) gene expression by reverse transcriptation-PCR and gel electrophoresis.
Collected data were tabulated and qualitative data was shown by photograph
and description. Meanwhile, quantitative data were analyzed by Analysis of
Variance (ANOVA) and Duncan post hoc analysis.
The results showed that high concentration [5.0μM] of β-carotene and
extract Galohgor significantly decreased intestinal cells (CMT-93) (p<0.05), on
the other hand, powder Galohgor did not alter cell proliferation of intestinal cells
(CMT-93). β-carotene, extract Galohgor, and powder Galohgor increased
aldehyde dehydrogenase (Aldh1a2) gene expression and influenced morphology
of intestinal cells. The effect of extract Galohgor on Aldh1a2 gene expression
was stronger than powder Galohgor.
Mammary gland cells proliferation was not influenced by β-carotene nor
Galohgor powder. Meanwhile, extracted Galohgor at the same concentration
[5.0μM] decresed mammary gland cells proliferation significantly (p<0.05).
Gene expression of β-casein (Csn2) was increased by β-carotene. Csn2
gene encodes casein, a major milk protein. β-casein (Csn2) gene expression
correlated with connexin 43 (CX43) gene expression and mammosphere structure
of mammary gland cells (HC11). Thus, mammosphere structure can be used as a
representative marker of mammary gland cells (HC11) differentiation induced by
lactogenic hormones, i.e. prolactin and hydrocortisone. We also found that
extracted Galohgor more effectively induced mammary gland cells (HC11)
differentiation as compared to pure β-carotene and powder Galohgor.
In conclusion, pure β-carotene and β-carotene of nutraceutical Galohgor
(extract or powder) decreased intestinal cell (CMT-93) proliferation but increased
Aldh1a2 gene expression. Activity of extract Galohgor was higher as compared
to Galohgor powder, regarding its higher solubility. β-carotene increased gene
expression of connexin (Cx43), mammosphere development, and gene expression
of β-kasein (Csn2) that regulate milk protein synthesis. Thus, β-carotene is an
important compound that explains the mechanism of nutraceutical Galohgor effect
on mammary gland differentiation.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERANAN β-KAROTEN DAN NUTRASETIKAL GALOHGOR DALAM
PROLIFERASI, DIFERENSIASI, DAN EKSPRESI GEN SEL EPITEL
USUS (CMT-93) DAN SEL KELENJAR MAMMAE (HC11)
KATRIN ROOSITA
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Gizi Manusia
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS.
Penguji pada Ujian Terbuka:
1. Dr.dr.Trihono, MSc.
2. Prof. Dr.drh. Arif Boediono
Judul Disertasi: Peranan β-Karoten dan Nutrasetikal Galohgor dalam Proliferasi,
Diferensiasi, dan Ekspresi Gen pada Sel Epitel Usus (CMT-93)
dan Mammae (HC11)
: Katrin Roosita
Nama
NIM
: I162090051
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Rimbawan
Ketua
Dr. drh.Ita Djuwita M.Phil
Anggota
Prof. drh.M.Rizal M.Damanik, MRepSc,PhD.
Anggota
Prof. Dr.drh. Clara M. Kusharto, MSc.
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Gizi Manusia
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.drh.M.Rizal M.Damanik, MRepSc,PhD.
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
9 Januari 2014
Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan
Disertasi oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)
Judul Disertasi: Peranan ~-Karoten dan Nutrasetikal Galohgor dalam Proliferasi,
Diferensiasi, dan Ekspresi Gen pada Sel Epitel Usus (CMT-93)
dan Mammae (HC11)
Nama
Katrin Roosita
NIM
: 1162090051
Disetujui oleh Komisi Pembimbing J,
d7!
Dr. Rimbawan Ketua . l_
Dr. drh.lta Djuwita M.Phil
Anggota
Prof. Dr.
Prof. drh.M.Rizal M.Damanik, MRepSc,PhD.
Anggota
. Clara M. Kusharto, MSc. Anggota Ketua Program Studi
Ilmu Gizi Manusia
Prof.drh.M.Rizal M.Damanik, MRepSc,PhD.
Tanggal Ujian: 9 Januari 2014 201'­
Tanggal Lulus: 0 6 FEB
(tanggal penandatanganan
disertasi oleh Dekan Sekolah
PascaSaIj ana)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas segala karunia-Nya
sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Galohgor adalah nutrasetikal
tradisional yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat, khususnya ibu nifas di
wilayah pedesaan Jawa Barat. Penelitian merupakan salahsatu dari rangkaian
penelitian Nutrasetikal Galohgor telah dilakukan sejak tahun 2002 yang meliputi:
1) studi etnobotani tentang perilaku penggunaan tanaman obat oleh masyarakat
suku sunda, identifikasi spesimen tanaman, 2) uji kandungan gizi dan fitokimia, 3)
uji khasiat dan toksisitas pada hewan coba (animal essay).
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi dihaturkan kepada komisi
pembimbing Dr.Rimbawan, Dr.drh.Ita Djuwita, M.Phil., Prof. drh.M.Rizal
M.Damanik, MRepSc,PhD., dan Prof.Dr.drh.Clara M.Kusharto, MSc. atas segala
bantuan, arahan, dan bimbingan yang telah diberikan.
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Nuri Andarwulan dan Dr.Drh. Mien
Rachminiwati sebagai penguji prelim lisan, Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS
dan Dr. dr. Noorwati Subandyo, Sp.PDKHOM sebagai pembahas kolokium, Prof.
Dr. Ir. Wasmen Manalu dan Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman sebagai penguji ujian
tertutup atas masukan dan koreksi untuk penyempurnaan disertasi ini.
Penelitian ini dapat terlaksana atas bantuan dari berbagai pihak. Ucapan
terima kasih kepada Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, yang telah mendanai penelitian ini melalui
program penelitian BOPTN IPB, Beasiswa Pascasarjana (BPPS), dan Beasiswa
Program Sandwich-Like.
Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ketua Departemen
Gizi Masyarakat, Dekan Fakultas Ekologi manusia (FEMA), pimpinan dan staf
Laboratorium Embriologi, Laboratorium Immunologi, dan Laboratorium Layanan
Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB yang telah memberikan ijin untuk
menggunakan peralatan dan fasilitas laboratorium.
Untuk kesempatan mendapatkan pengalaman penelitian dan belajar di
Universitas Kyoto dan Universitas Tsukuba, kami haturkan ucapan terima kasih
kepada Prof. Fumito Tani, Prof. Nakao Nomura, Dr. Ernan Rustiadi, dan Jasso
Scholarship Programme.
Kepada semua pihak yang telah membantu, ucapan terima kasih dan
penghargaan, khususnya Bapak/Ibu staf pendidik dan kependidikan di Dept. GM,
FEMA, IPB, Prof Amini Nasoetion, Bapak Hendro, Ibu Siti Sa’diah SSi, MSi,
Apt. dan Prof. Latifah K. Darusman dari Biofarmaka IPB, rekan-rekan GMA2009
(Ibu Iskari, Ibu Dewi, Ibu Wiwiek, Pak Ali, Pak Arif dan pak Mansyur), adik dan
kakak angkatan serta mahasiswa dan alumni yang telah membantu Rohadi SGz,
Khoirul SGz, Singgih SGz dan kawan-kawan.
Ungkapan terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada
Ayahanda Hadiat, Ibunda Tati Rohana, suamiku Drs. Amin Thohani, dan anakanakku tersayang Aziz Fathurrahman, Raihan Anwar Thaha, dan M. Haikal
Muttaqien, kakak dan adik Leli Nuryati, Hardi Gunawan, Desi Marlena dan Ihsan
Darmawan, serta seluruh keluarga besar, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari disertasi ini masih belum sempurna. Sesungguhnya setiap
penelitian memiliki keterbatasan dan tidak ada satu penelitian yang dapat
menjawab semua permasalahan secara sempurna sehingga penelitian ini perlu
terus dilanjutkan.
Saran dan masukan dari berbagai pihak untuk pengembangan dan tindak
lanjut penelitian Nutrasetikal Galohgor akan sangat bermanfaat untuk
penyempurnaan hasil penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat
untuk pengembangan keilmuan Gizi Dasar, Nutrigenomik, Nutrasetikal, dan
aplikasinya di masyarakat.
Bogor, Januari 2014
Katrin Roosita
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
4
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
5
Nutrasetikal
5
Galohgor: Kandungan Gizi, Fitokimia, dan Manfaatnya
5
Fisiologi Laktogenesis dan Produksi Susu
8
Proliferasi dan Diferensiasi Sel Kelenjar Mammae
9
Ekspresi Gen dan Sintesis Protein Fungsional pada Proses Laktogenesis 10
Pengaruh β-karoten pada Laktogenesis
12
HC11 Cell lines
14
3 METODE
Bahan
Alat
Parameter
Analisis Data
Prosedur
15
15
16
16
16
16
4 RESPONS SEL EPITEL USUS (CMT-93) TERHADAP β-KAROTEN
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
21
21
21
22
24
26
5 RESPONS SEL EPITEL USUS (CMT-93) TERHADAP GALOHGOR
SERBUK DAN GALOHGOR EKSTRAK
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
27
27
28
28
30
32
6 RESPONS KELENJAR MAMMAE (HC11) TERHADAP β-KAROTEN:
PROLIFERASI, DIFERENSIASI, DAN EKSPRESI GEN KONEKSIN (Cx43)
DAN β-CASEIN (Csn2)
33
Pendahuluan
33
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
7 EFEK NUTRASETIKAL GALOHGOR PADA PROLIFERASI DAN
DIFERENSIASI SEL KELENJAR MAMMAE (GALUR HC11)
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Kandungan β-karoten Produk Jamu Galohgor Serbuk dan Ekstrak
Pembahasan
Simpulan
33
34
39
40
41
41
41
43
43
46
47
8 PEMBAHASAN UMUM
48
Pengaruh β-karoten, Galohgor serbuk, dan Galohgor ekstrak pada proses
proliferasi sel epitel usus (CMT-93) dan kelenjar mammae (HC11)
48
Ekspresi Gen Aldehyde Dehydrogenase (Alhd1a2): Respons Sel Epitel Usus
(CMT-93) terhadap Induksi β-Karoten, Galohgor Serbuk, dan Galohgor
Ekstrak
49
Pengaruh Pemberian Β-Karoten pada Ekspresi Gen Koneksin (Cx43) dan ΒCasein (Csn2) pada Sel Kelenjar Mammae.
50
Mekanisme efek β-karoten dalam Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak
pada diferensiasi sel kelenjar mammae (HC11) dengan penanda
mammosfer
51
Keterbatasan dan Implikasi Hasil Penelitian
53
9 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
54
54
54
10 DAFTAR PUSTAKA
55
LAMPIRAN
63
RIWAYAT HIDUP
65
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis dan teknik pengukuran variabel
Urutan basa primer RT PCR
Komposisi pelarut dan zat terlarut dalam medium stok perlakuan
Galohgor Serbuk [10.0μM], Galohgor Ekstrak [5.0μM], dan βKaroten [10.0μM]
Komposisi bahan pada larutan perlakuan Galohgor serbuk (GS) dan
Galohgor ekstrak
Jenis dan konsentrasi antibiotik, hormon, dan/atau faktor
pertumbuhan dalam larutan proliferasi dan diferensiasi
Jumlah dan jenis perlakuan menurut kelompok percobaan
Kandungan β-karoten dalam galohgor ekstrak dan serbuk
Nilai osmolalitas medim kontrol dan perlakuan
16
18
19
20
20
43
43
44
DAFTAR GAMBAR
1
Perkembangan sel epitel mamme selama kehamilan dan laktasi
(Borellini dan Oka 1989), keterangan: MFG = milk fat globule, MV
= mikrovili, LS = Lisosom dan RE = retikulum endoplasma
2 Metabolisme β-karotene dan retinol dalam sel (Ross 1993).
3 Hasil penambahan reagen MTT 1 dan Bufer
4 Morfologi sel CMT-93 dalam medium kontrol (A), THF 1.25% (B),
BCA 0.1 µM (C), BCA 0.5 µM (D), BCA 1.5 µM (E), dan BCA 5.0
µM (F).
5 Nilai Absorbansi hasil MTT Assays dari CMT-93 pada medium
kontrol positif, kontrol negatif (Triton X-114), THF 1.25%, serta
perlakuan β-karoten 0.1, 0.5, 1.5, dan 5 µM. Huruf yang berbeda
pada grafik menunjukkan beda nyata pada p<0.05.
6 Ekspresi gen GADPH and ALDH pada sel CMT-93 kontrol
(DMEM) dan perlakuan THF (1.25%) dan β-karoten (5 µM).
(Keterangan: A= ALDH1a-2, G = GADPH).
7 Nilai absorbansi hasil MTT assays pada kontrol negatif (Triton X114 1.25%) perlakuan Galohgor ekstrak (GE) , Galohgor serbuk
(GS) dengan berbagai dosis (0.5, 1.5 dan 1.5 μM) dibandingkan
terhadap kontrol. Tanda *) pada grafik menunjukkan hasil ANOVA
yang beda nyata pada p<0.05.
8 Morfologi sel CMT-93 dalam medium kontrol (A), THF 1.25% (B),
BCA 0.1 µM (C), BCA 0.5 µM (D), BCA 1.5 µM (E), dan BCA 5.0
µM (F).
9 Ekspresi gen Gadph and Aldh1a2 pada sel CMT-93 kontrol negatif
(neg) dan perlakuan Galohgor Ekstrak (GS 1.5μM), Galohgor
Serbuk (GS 5.0µM dan GS 1.5 µM) (Keterangan: A= Aldh1a2,
G = Gadph).
10 Pengaruh Beta-karoten (BCA) pada konsentrasi yang berbeda (0.5,
1.5 dan 5.0 µM) dibandingkan dengan kontrol dan Triton X-144
pada proliferasi sel kelenjar mammae (HC11).
10
13
17
22
23
24
29
30
30
35
11 Proses proliferasi sel HC11(Pembesaran 20x)
12 Perkembangan diferensiasi sel kelenjar mammae HC11 (Pembesaran
36
40x)
Morfologi sel kelenjar mammae HC11 tahap diferensiasi pada hari
ke-5 pada kontrol (A), β-karoten 0.5 (B), 1.5 (C), dan 5.0 (D) µM/ml
(Pembesaran 40x).
Ekspresi gen Csn2 dan Gadph pada sel kelenjar mammae (HC11)
dalam medium kultur perlakuan β-karoten BCA1=[0.5 µM]; BCA2=
[1.5 µM], dan BCA3=[5.0 µM], dibandingkan dengan kontrol
negatif (P) dan positif (D1).
Ekspresi gen Csn2, Cx43 dan Gadph pada sel kelenjar mammae
(HC11) dalam medium kultur perlakuan β-karoten BCA1=[0.5 µM];
dan BCA2= [1.5 µM], dibandingkan dengan kontrol (D1).
Medium persediaan (stok) hasil sentrifus
Pengaruh Galohgor Ekstrak (GE) dan Galohgor Serbuk (GS) pada
konsentrasi yang berbeda dibandingkan dengan Kontrol dan Triton
X-144 terhadap proliferasi sel kelenjar mammae (HC11).
Perbedaan morfologi sel HC11 yang mengalami diferensiasi
ditandai dengan struktur mammosfer (lingkaran) akibat perlakuan
Galohgor ekstrak 0.5 µM (A), 1.5 µM (B), 5.0 µM (C), dan
Galohgor serbuk 0.5 µM (D), 5.0 µM (E), 10.0 µM (F).
36
13
14
15
16
17
18
37
37
38
44
45
46
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Millenium Development Goals (MDGs) adalah target pembangunan yang
ingin dicapai oleh Indonesia dan negara-negara lain di seluruh dunia. Kesehatan
ibu dan anak merupakan salah satu target pembangunan dalam MDGs tersebut.
Untuk mencapai target tersebut, tahap kritis dalam kehidupan ibu dan bayi yang
perlu diperhatikan adalah periode setelah persalinan (masa nifas). Sebagian besar
kematian ibu dan bayi terjadi pada masa nifas. Selain itu, masa nifas juga
menentukan keberhasilan seorang ibu untuk dapat memberikan air susu ibu (ASI)
bagi bayi (Bao et al. 2010, Djoko 2006).
Periode nifas (postpartum) merupakan tahapan setelah partus atau kelahiran
bayi yang ditandai dengan sintesis susu di kelenjar mammae dan penyembuhan
luka pada uterus dan organ genital. Kondisi kesehatan ibu pada saat postpartum
menentukan keberhasilan proses laktasi. Proses sintesis susu dan penggantian
jaringan yang luka tersebut memerlukan energi dan molekul pengganti yang
diperoleh dari asupan zat gizi makro maupun mikro. Asupan gizi yang cukup
sesuai dengan kebutuhan merupakan salah satu faktor penting untuk
meningkatkan status gizi dan kesehatan ibu (Allen 2001; Djoko 2006; Solomon
2001).
Air susu ibu (ASI) adalah makanan yang lengkap dan sempurna bagi bayi,
khususnya bayi usia 0-6 bulan. Zat gizi dalam ASI diperlukan oleh bayi untuk
mengatur suhu tubuh dan menghasilkan energi yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Selain itu, ASI kaya akan zat immunologis
yang memberikan perlindungan bagi bayi terhadap berbagai macam penyakit.
Pemberian ASI juga mempererat kasih sayang dan kedekatan emosional antara
ibu dan bayi. Manfaat pemberian ASI bagi ibu yang menyusui bayinya adalah
mempercepat penyembuhan rahim dan menurunkan bobot badan (Allen 2001,
Djoko 2006).
Salah zat gizi mikro yang kebutuhannya meningkat selama postpartum dan
laktasi ialah vitamin A. Kebutuhan vitamin A meningkat sebanyak 350 RE pada
masa laktasi dibandingkan rata-rata kebutuhan wanita dewasa yang tidak
menyusui. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, WHO merekomendasikan
suplementasi vitamin A megadosis (200.000–300.000 IU) pada periode
postpartum, khususnya di negara berkembang (Allen 2001; Djoko 2006; Solomon
2001).
Konsumsi sayuran hijau, kacang-kacangan, dan jagung yang merupakan
pangan sumber β-karoten dapat menyumbang pemenuhan kebutuhan vitamin A.
Pangan sumber β-karoten yang telah dibuktikan secara ilmiah memiliki juga
khasiat untuk meningkatkan produksi ASI atau disebut sebagai pangan
laktagogum adalah daun torbangun dan daun katuk (Damanik 2006, Sa’roni et al.
2004).
Kebiasaan ibu nifas (postpartum) untuk mengkonsumsi pangan berkhasiat
kesehatan dan mampu meningkatkan produksi ASI juga dilakukan oleh
masyarakat Suku Sunda. Salah satu di antaranya adalah Galohgor dari Desa
Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor yang telah diteliti sejak tahun
2002. Galohgor tersebut dibuat dari 56 jenis tanaman, dengan komponen utama
2
jagung dan kacang-kacangan, dan diperkaya dengan berbagai jenis tanaman obat
berupa daun dan rimpang (Pajar 2008; Roosita et al. 2003; Pratiwi 2010;
Wicaksono 2010; Permana 2011).
Berdasarkan hasil survei pada ibu nifas, Galohgor memiliki manfaat untuk
meningkatkan produksi susu, mempercepat penyembuhan rahim, dan
meningkatkan kebugaran (Dahlianti et al. 2005; Roosita et al. 2008a; Roosita et
al. 2008b). Uji in vivo pada tikus laktasi menunjukkan bahwa pemberian
Galohgor dapat meningkatkan produksi air susu (Roosita et al. 2003).
Galohgor biasa dikonsumsi sebagai makanan kudapan (snack) dan
mengandung tanaman obat yang memiliki khasiat sebagai obat sehingga lebih
tepat disebut sebagai nutrasetikal. Hasil analisis Roosita et al. (2008) beberapa
jenis tanaman obat yang digunakan dalam Galohgor memiliki kecocokan khasiat
dan tujuan penggunaan dengan hasil penelitian sebelumnya dalam buku Plant
Resources of South East Asia (PROSEA), yaitu untuk peningkatan produksi air
susu ibu (ASI) dan penyembuhan luka akibat proses persalinan.
Salah satu zat gizi yang dominan dalam Galohgor adalah β-karoten
(Permana 2011). β-karoten adalah salah satu jenis karotenoid, yang memiliki
aktivitas vitamin A. β-karoten oleh sel-sel tubuh dapat dimetabolisme lebih
lanjut menjadi retinol dan asam retinoat. Penelitian Kim et al. (2011)
menunjukkan bahwa pada masa pertumbuhan khususnya, berbagai jaringan tubuh
dapat mensintesis retinoid dari β-karoten dengan bantuan enzim β-carotene15,15′-oxygenase (CMOI).
Β-karoten dan karotenoid lainnya berperan dalam perkembangan gap
junction. Gap junction adalah struktur pada membran sel yang berbentuk saluran
penghubung antara dua sel yang berdekatan (bertetangga). Perkembangan gap
junction terlihat sangat dominan pada sel-sel kelenjar mammae yang aktif
mensintesis kasein, yaitu pada periode laktogenesis. Gap junction yang disusun
oleh protein koneksin, berfungsi antara lain untuk meningkatkan proses
pertukaran (transpor) molekul dan permeabilitas membran sitoplasma. Hasil
metabolisme β-karoten berupa retinol dan asam retinoat juga memiliki efek
pengaturan pada ekspresi gen (Baldi et al. 2008; Bertram 1999; Borellini dan Oka
1989; Gropper et al. 2009; Neville 2009; Solomon 2001; Talhouk et al. 2005).
Perumusan Masalah
Secara in vivo Galohgor dapat meningkatkan produksi air susu, namun
mekanisme efek Galohgor pada laktogenesis pada tingkat seluler masih belum
dapat dijelaskan dari penelitian sebelumnya. Teknik in vitro yang terus
berkembang mampu menyediakan berbagai jenis sel untuk mempelajari
mekanisme atau proses fisiologis di tingkat sel.
Pada kondisi in vivo, ketersediaan dan proses metabolisme zat gizi dan
senyawa aktif yang berasal dari makanan diawali dengan proses penyerapan zat
gizi di sel usus. Sel usus dan sel mammae memiliki perbedaan peranan dalam
tubuh serta memiliki lingkungan intraseluler dan ekstraseluler yang berbeda,
namun keduanya merupakan sel epitel. Oleh karena itu, dalam studi in vitro ini
digunakan sel galur murni CMT-93 dan HC11. CMT-93 mampu menunjukkan
fenotipe sel epitel usus, sedangkan sel HC11 dengan induksi hormon dan faktor
pertumbuhan dapat menunjukkan fenotipe kelenjar mammae pada kondisi in vivo.
3
Karoten adalah sumber utama provitamin A yang dapat diubah di dalam selsel berbagai organ tubuh, seperti usus halus, ginjal, retina, hati, dan jaringan
lemak (Redmon, et al. 2001). Namun, masih sedikit penelitian yang menjelaskan
bagaimana konversi dan peranan β-karoten menjadi asam retinoat dikaitkan
dengan proliferasi dan morfologi epitel usus. Selanjutnya apakah β-karoten yang
terkandung dalam Galohgor dapat mempengaruhi proliferasi, diferensiasi sel, dan
ekspresi gen kasein yang merupakan biomarker untuk peningkatan laktogenesis
masih perlu diteliti lebih lanjut. Proses diferensiasi sel tersebut dapat ditentukan
dari perkembangan struktur mammosfer dan produksi mRNA koneksin (Cx43)
dan β-kasein (Csn2) pada kultur sel kelenjar mammae (HC11). Berdasarkan
permasalahan tersebut muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Apakah β-karoten dalam Galohgor ekstrak dan Galohgor serbuk dapat
mempengaruhi proliferasi sel epitel usus (CMT-93) dan kelenjar mammae
(HC11)?
Apakah β-karoten murni dan β-karoten yang terdapat di dalam Galohgor
serbuk dan Galohgor ekstrak dapat mempengaruhi ekspresi gen aldehyde
dehydrogenase (Alhd1a2) yang berfungsi menghasilkan enzim untuk
mengkonversi β-karoten menjadi asam retinoat pada sel epitel usus (CMT-93)?
Apakah β-karoten dalam Galohgor berperan dalam
mempengaruhi
diferensiasi yang ditandai perubahan morfologis pada sel epitel usus (CMT-93)
dan kelenjar mammae (HC11) ?
Apakah β-karoten dalam Galohgor ekstrak (GE) dan Galohgor serbuk (GS)
dapat mempengaruhi proliferasi sel epitel usus (CMT-93) dan kelenjar mammae
(HC11)?
Apakah β-karoten murni dan β-karoten yang terdapat di dalam GE dan GS
dapat mempengaruhi ekspresi gen aldehyde dehydrogenase (Alhd1a2) yang
berfungsi menghasilkan enzim untuk mengkonversi β-karoten menjadi asam
retinoat pada sel epitel usus (CMT-93)?
Apakah β-karoten dalam Galohgor berperan dalam mempengaruhi
diferensiasi yang ditandai perubahan morfologis pada sel epitel usus (CMT-93)
dan kelenjar mammae (HC11) ?
Apakah β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen koneksin(Cx43) dan βkasein (Csn2)?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa β-karoten dalam
nutrasetikal Galohgor berperan dalam proliferasi, diferensiasi, dan ekspresi gen
pada sel epitel usus (CMT-93) dan sel kelenjar mammae (HC11). Secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis pengaruh pemberian β-karoten murni, GE dan GS pada
proses proliferasi sel epitel usus (CMT-93) dan kelenjar mammae
(HC11)
2. Menganalisis pengaruh pemberian β-karoten murni, GE dan GS pada
ekspresi gen aldehyde dehydrogenase (Alhd1a2) pada sel epitel
usus(CMT-93).
4
3. Menganalisis pengaruh pemberian β-karoten murni, GE dan GS pada
proses diferensiasi sel kelenjar mammae (HC11) yang ditandai dengan
perkembangan mammosfere.
4. Membuktikan pengaruh pemberian β-karoten murni pada ekspresi gen
koneksin (Cx43) dan β-casein (Csn2) di sel kelenjar mammae.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi tentang mekanisme
efek Galohgor sebagai nutrasetikal untuk meningkatkan produksi susu (ASI).
Metode in vitro yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai salah satu metode pengujian yang tepat untuk membuktikan manfaat zat
gizi dalam proliferasi, diferensiasi, dan ekspresi gen.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Nutrasetikal
Definisi nutrasetikal (nutraceutical) menurut Kalra (2003) dan Syamsudin
(2013) adalah pangan yang dapat membantu mencegah atau mengobati penyakit
atau gangguan kesehatan. Ciri dari nutrasetikal adalah berbentuk makanan dan
berfungsi mencegah atau mengobati penyakit atau gangguan kesehatan.
Nutrasetikal dapat berupa makanan konvensional atau suatu produk diet atau
makanan khusus.
Galohgor adalah pangan fungsional tradisional atau jamu yang dikonsumsi
oleh masyarakat sebagai makanan kudapan (snack food). Berdasarkan definisi
Kalra (2003), Galohgor dapat dikategorikan sebagai nutrasetikal.
Konsep nutrasetikal sangat erat kaitannya dengan nutrigenomik. Hal ini
karena nutrigenomik merupakan cabang ilmu baru yang memadukan teknik
genomik dan biologi molekuler, yang selanjutnya melahirkan berbagai penemuan
nutraseutikal. Biomarker yang digunakan dalam nutrigenomik adalah protein dan
ekspresi gen yang telah berhasil membuktikan efek medis dari makanan dan zat
gizi dan nongizi yang terdapat dalam makanan (Sumi 2008).
Galohgor: Kandungan Gizi, Fitokimia, dan Manfaatnya
Galohgor merupakan pangan tradisional yang berkhasiat obat, dibuat dari
campuran 56 jenis tanaman yang termasuk kelompok tanaman serealia, kacangkacangan, rimpang, dan tanaman obat. Secara tradisional, Galohgor dibuat
dengan cara disangrai (digoreng tanpa menggunakan minyak), kemudian
ditumbuk hingga halus dan disaring. Berdasarkan hasil survei, Galohgor memiliki
manfaat untuk meningkatkan produksi susu, mempercepat penyembuhan rahim,
dan meningkatkan kebugaran (stamina) (Pratiwi 2010; Dahlianti et al. 2005).
Berdasarkan hasil studi etnofarmakologi, beberapa jenis tanaman yang
digunakan dalam Galohgor juga merupakan tanaman yang umum digunakan
sebagai tanaman obat untuk meningkatkan produksi susu dan memperbaiki
kondisi kesehatan ibu pascamelahirkan (post partum) (Roosita et al. 2008a;
Roosita et.al 2008b). Galohgor juga dapat meningkatkan penyembuhan luka dan
mempercepat involusi uterus (Permana 2011; Roosita 2003).
Selain memiliki kandungan fitokimia yang bermanfaat bagi kesehatan,
Galohgor juga memiliki kandungan zat gizi yang beragam. Galohgor memiliki
kadar air 4,10%, abu 2,66%, lemak 3,66%, protein 12,06%, dan karbohidrat
77,25%. Kadar besi 68,5 ppm, seng 76,3 ppm, dan magnesium 1335,5 ppm (Pajar
2008).
Selama laktasi, kebutuhan zat gizi ibu meningkat dibandingkan selama
masa kehamilan. Anjuran konsumsi zat gizi pada ibu menyusui didasarkan pada
jumlah ASI yang diproduksi dan diberikan kepada bayi, selain itu perlu
diperhatikan pula apakah pemberian ASI secara penuh atau hanya sebagian
(exclusive or partial breastfeeder) (Allen 2001).
Seorang ibu menyusui memerlukan asupan rata-rata 2700 kkal dalam sehari.
Tambahan sebesar 500-700 kkal tersebut diperlukan untuk keperluan sintesis ASI.
Ekstra energi tersebut pun tidak semuanya harus didapatkan dari asupan makanan
6
yang dikonsumsi ibu menyusui sehari-hari. Ternyata, 200 kkal telah tersedia di
tubuh ibu berupa cadangan deposit yang telah dibentuk sejak dimulainya proses
kehamilan. Sisa 300-500 kkal/hari yang baru diharapkan diperoleh dari asupan
makanan keseharian sang ibu (Djoko 2006, Allen 2001).
Anjuran konsumsi Galohgor berdasarkan hasil survey dan uji preklinik
pada hewan coba, adalah sebesar 20 g/kap/hari atau setara 0.370 g/Kg/hari
(Roosita et al. 2003, Wicaksono 2013). Jika dikonsumsi sesuai anjuran tersebut,
maka kontribusi energi dan zat gizi Galohgor pada kebutuhan ibu menyusui yang
dinyatakan dalam persen, adalah sebagai berikut 14.4% energi, 19.5% protein,
7.5% lemak, 1.56% Vitamin A, 90.5% Iodium, 0.7% Fe, dan 0.7% seng (Zn).
Kandungan serat makanan total dalam bubuk jamu sebesar 16.2% (b/b). Nilai ini
terdiri atas serat makanan tidak larut air sebesar 14.4% dan serat makanan larut air
sebesar 1.8% (Pratiwi 2010).
Galohgor mengandung β-karoten dengan jumlah yang cukup tinggi.
Pemberian Galohgor pada tikus secara in vivo dapat meningkatkan kadar βkaroten dalam serum darah dan mempercepat penyembuhan luka (Permana 2011).
Uji preklinik pada hewan coba (Rattus sp.) menunjukkan bahwa pada dosis
0,370 g/kgBB, Galohgor dapat meningkatkan produksi susu, mempercepat
pencapaian puncak laktasi, dan involusi uterus (Roosita 2003). Kandungan
senyawa bioaktif dan zat gizi diduga memberikan manfaat dalam peningkatan
produksi ASI dan pemulihan rahim pada ibu postpartum di Sukajadi (Dahlianti et
al. 2005).
Galohgor bersifat aman dan tidak toksik, meskipun penggunaan berlebihan
hingga lebih dari lima kali (>5 kali) dosis anjuran perlu dihindari. Gangguan
kesehatan yang dapat terjadi adalah gangguan ginjal (Wicaksono 2010).
Tanaman obat dalam Galohgor yang memiliki khasiat meningkatkan
produksi susu dan penyembuhan rahim pada masa nifa yang sesuai dengan Plant
Resource of South East asia (PROSEA) antara lain: Hemigraphis colorata
(Blume) Hallier f. (Remek daging), Goniothalamus macrophyllus (Blume)
Hook.f. & Thomson (Kicantung), Chlorantaceae Chloranthus elatior Link (Karas
tulang), Ageratum conyzoides L. (Babadotan), Artemisia vulgaris L. (Daun Siang),
Blumea balsamifera (L.), DC. (Daun sembung), Pluchea indica (L.) Less. (Daun
Beluntas), Euphorbia hirta L. (Nanangkaan), Phyllanthus urinaria L.
(memeniran), Hyptis suaveolens (L.) Poit. (jukut bau), Orthosiphon aristatus
(Blume) Miq. (kumis kucing), Coleus scutellarioides (L.) Benth. (jawer kotok),
Desmodium heterophyllum (Willd.) DC. (kimulas), Abelmoschus manihot (L.),
Tinospora tuberculata (Lamk.) Beumee ex. Heyne. (antawali), Piper retrofractum
Vahl (cabe jawa), Selaginella plana Hieron. (Kiranediuk), Selaginella wildenowii
(Desv. ex Poir.) Baker (kirane lalab), Coriandrum sativum L. (ketumbar),
Clerodendron serratum Moon. (singugu), Lantana camara L. (cente), Curcuma
aerugenosa Roxb. (panglai hideung), Curcuma domestica Valeton (koneng),
Curcuma xanthorhiza D.Dietr (koneng gede), Kaempferia galanga L. (kencur),
Zingiber cassumunar Roxb. (panglai) dan Zingiber officinale Roscoe (jahe)
(Roosita et al. 2008b). Berdasarkan hasil analisis fitokimia, Galohgor memiliki
kandungan senyawa aktif, seperti alkaloid, flavanoid, triterpenoid, dan fenol
hidroquinon (Pajar 2008).
Alkaloid. β-karbolin adalah salah satu kelompok alkaloid yang terdapat
pada berbagai jenis bahan pangan dan ditemukan dalam cairan tubuh manusia. β-
7
karbolin dapat mempengaruhi fungsi susunan saraf pusat, berpotensi memiliki
aktivitas antitumor, antiviral, dan antimikrob (Cao et al. 2007).
Salah satu jenis alkaloid yang telah digunakan untuk pengobatan adalah
ergot alkaloid yang dihasilkan oleh jamur Claviceps purpurea. Alkaloid asam
amino alami, khususnya ergot alkaloid dapat menyebabkan kontriksi pada
pembuluh darah arteri dan vena dan sifat ini bermanfaat bagi pengobatan migrain
dan tekanan darah rendah (hypotension). Alkaloid juga dapat meningkatkan
aktivitas motorik uterus (Gillman et al. 1980).
Senyawa Fenolik. Senyawa fenolik memiliki definisi yang luas meliputi
semua jenis senyawa tanaman yang memiliki cincin aromatik dengan satu atau
lebih ikatan hidroksil. Senyawa fenolik bersifat larut air dan pada umumnya
berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat pada vakuola sel
tanaman. Telah diketahui sebanyak lebih dari seribu jenis senyawa fenolik alami.
Bentuk polimer senyawa fenolik yang umum dikenal adalah lignin, tanin, dan
melanin. Fungsi senyawa fenolik antara lain lignin sebagai pembangun dinding
sel tanaman, antosianin sebagai zat warna tanaman, atau terdapat dalam kloroplas
yang berperan dalam proses fotosintesis (Harborne 1987).
Flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air dan dapat
diekstrak dengan menggunakan etanol 70%. Jumlah flavonoid yang telah
teridentifikasi berjumlah sekitar sepuluh kelas, antara lain antosianin,
leukoantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, chalcon, auron,
flavonon, dan isoflavon. Klasifikasi flavonoid tersebut didasarkan pada tingkat
kelarutan dan reaksi warna. Flavonoid dalam tanaman biasanya ditemukan dalam
bentuk campuran dan sangat sulit menemukannya dalam bentuk tunggal pada
jaringan tanaman, flavonoid pada teh sebagai pengatur tumbuh (Harborne 1987).
Flavonoid dapat berfungsi sebagai pengubah respons biologis alami (natural
biological response modifiers= NBRM) melalui berbagai mekanisme, termasuk
efek anti-komplemen. Flavonoid sebagai antioksidan dapat melindungi sel atau
jaringan dari berbagai pengaruh yang merusak, antara lain yang disebabkan oleh
lipid peroksida dan atau oksidasi yang diperantai oleh enzim, sebagai contoh
polifenolik pada teh yang dapat melindungi gigi dari proses karies. Flavonoid
juga dapat memberikan perlindungan proses autoimun (Nakagami et al. 1995).
Genistein adalah salah satu jenis isoflavon yang terdapat dalam kedelai dan
kacang-kacangan lainnya. Genistein memiliki sifat sebagai fitoestrogen. Pada sel
kelenjar mammae, genistein dapat meningkatkan diferensiasi sehingga bersifat
sebagai antikanker dan mengkankan produksi protein susu β-kasein (Su et al.
2009).
Terpenoid.
Senyawa Terpenoid pada umumnya bersifat larut dalam
lemak dan terdapat pada sitoplasma sel tanaman. Terpenoid dapat diekstrak dari
jaringan tanaman dengan menggunakan eter atau kloroform dan dipisahkan
dengan silika gel atau alumina dengan menggunakan pelarut yang sama. Salah
satu kelas terpenoid adalah triterpenoid. Triterpenoid dapat dibagi ke dalam
empat subkelas, yaitu triterpen, steroid, saponin, dan kardiak glikosida. Kardiak
glikosida memberikan aktivitas fisiologis sehingga digunakan sebagai obat,
terutama pada organ jantung. Contoh kardiak glikosida yang telah digunakan
secara luas sebagi obat jantung adalah digitalis (Harborne 1987).
8
Kelompok terpenoid lainnya adalah tertraterpenoid, contohnya adalah
karotenoid. Senyawa karotenoid yang memiliki fungsi vitamin A atau disebut
provitamin A antara lain adalah α, β-karoten dan asthaxanthin (.
Saponin merupakan glikosida dari triterpen dan sterol dan telah ditemukan
pada lebih dari 70 famili tanaman. Saponin memiliki permukaan yang bersifat
aktif yang memiliki sifat seperti sabun dan dapat dideteksi dari kemampuannya
untuk menghasilkan busa dan untuk hemolisis sel darah. Penelitian terhadap
senyawa saponin didorong oleh kebutuhan akan sapogenin yang dapat diubah
menjadi sterol hewan di laboratorium untuk keperluan pengobatan yang cukup
penting, seperti kontrasepsi estrogen (Harborne 1987).
Fisiologi Laktogenesis dan Produksi Susu
Air susu diproduksi oleh kelenjar mammae (mammary glands), yaitu
kelenjar yang memiliki fungsi khusus dan terletak di dalam jaringan bawah kulit
(subkutan). Kelenjar mammae terdiri atas dua bagian, yaitu jaringan epitel dan
jaringan ikat (stroma). Jaringan epitel kelenjar mammae sebagian besar terdiri
atas sel alveoli yang mampu melakukan sintesis dan sekresi susu serta sel
penyusun duktus (saluran). Sementra itu, jaringan ikat pada kelenjar mammae
terdiri atas sel fibroblas, sel lemak, dan kapiler darah (Hennighausen dan
Robinson 2005).
Sel epitel mammae berasal dari mammary stem cells (MSCs), yang memiliki
potensi untuk membentuk sel progeni epithelial precursor cells (EPCs) yang
terdiri atas sel prekursor alveoli dan duktus. Hormon estrogen dan progesteron
menyebabkan sel prekursor duktus berkembang membentuk sel basal dan luminal.
Pada periode kehamilan, sel prekursor alveoli akan membentuk sel alveoli dan
terus bertambah jumlahnya. Pada masa laktasi, sel alveoli akan berdiferensiasi
menjadi sel sekretorik yang memproduksi susu (Hennighausen dan Robinson
2005).
Secara fisiologis, perkembangan kelenjar mammae in vivo sebelum periode
laktasi dipengaruhi oleh estrogen, progesteron, hormon pertumbuhan, insulin,
hormon tiroid, dan glukokortikod. Pada masa awal perkembangan kelenjar
mammae, hormon-hormon tersebut membantu perkembangan duktus (ductus)
dan alveoli (Pena dan Rosenfeld 2001).
Proses laktogenesis di kelenjar mammae juga distimulasi oleh berbagai
faktor, antara lain kondisi dan hubungan antara ibu dan bayi saat laktasi, stress,
isapan bayi (suckling), atau lama dan kualitas tidur. Sebaliknya, estrogen dan
progesteron yang tinggi dapat menghambat laktogenesis. Estrogen dan
progesteron yang berikatan dengan reseptor di sel-sel alveoli akan menghambat
pengaruh prolaktin (Pena dan Rosenfeld 2001).
Prolaktin adalah hormon utama yang mengatur sintesis kasein susu. Hormon
ini dihasilkan oleh kelenjar pituitari dengan stimulasi dari tirotropin releasing
hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus. Sekresi prolaktin dihambat dengan
adanya dopamin yang dihasilkan hipothalamus (Pena dan Rosenfeld 2001).
Pada kultur jaringan, induksi prolaktin pada konsentrasi fisiologis
menyebabkan akumulasi transporter natrium iodida. Secara in vivo, hal yang
sama juga terjadi sehingga meningkatkan transpor iodium dari darah ke kelenjar
mammae pada periode laktasi (Rillema et al. 2000).
9
Reseptor prolaktin pada sel kelenjar mammae terletak di bagian membran.
Prolaktin yang berikatan dengan reseptornya di sel-sel kelenjar mammae dapat
memberikan sinyal untuk menstimulasi proliferasi dan diferensiasi di sel mammae
tersebut (Clevenger dan Rycyzyn 2002).
Selain prolaktin, sintesis susu di sel kelenjar mammae pada periode laktasi
memerlukan bantuan hormon-hormon penting lainnya, khususnya hormon
pertumbuhan (growth hormone), kortisol, tiroid, dan hormon paratiroid yang
harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Hormon-hormon ini bekerja di berbagai
organ untuk menyediakan zat gizi makro dan mikro yang diperlukan untuk
sintesis susu, seperti asam amino, asam lemak, glukosa, dan kalsium (Motil et al.
1994; Guyton 1999).
Pada periode laktasi, secara signifikan hormon insulin menurun, diikuti
dengan penurunan rasio insulin terhadap glukagon. Penurunan rasio insulin
terhadap glukagon tersebut juga disebabkan oleh adanya peningkatan kadar
glukagon. Selain itu, terjadi peningkatan kadar kortisol secara nyata. Kondisi
hormonal ini menunjukkan terjadinya proses glikogenolisis dan glukoneogenesis
untuk penyediaan glukosa darah untuk sintesis susu di kelenjar mammae
(Champagne et al. 2006). Hormon tiroid secara sinergis dengan kortisol
mengatur metabolisme protein untuk produksi susu (Motil et al. 1994).
Proliferasi dan Diferensiasi Sel Kelenjar Mammae
Pertambahan jumlah sel disebut sebagai proliferasi, sedangkan diferensiasi
adalah perubahan struktur dan fungsi sel. Proses proliferasi dan diferensiasi sel
menjadi penentu proses pertumbuhan dan perkembangan kelenjar mammae yang
merupakan organ tubuh yang mampu memproduksi susu (Capuco et al. 2003).
Pada penelitian in vitro, proses proliferasi dan diferensiasi pada sel-sel
kelenjar mammae diatur oleh beberapa jenis hormon dan faktor pertumbuhan.
Epidermal growth factor (EGF) dan insulin berperan dalam proses proliferasi,
sementara hormon utama yang dapat mempengaruhi proses diferensiasi sel-sel
kelenjar mammae adalah prolaktin. Prolaktin akan berperan secara optimal
dengan adanya insulin dan glukokortikoid (Borellini dan Oka 1989, Shi et al.
1998, Yen 2001).
Karakteristik fisiologis sel kelenjar mammae yang telah berdiferensiasi
ditandai dengan kemampuan sel tersebut untuk mensintesis laktosa, lemak susu,
serta protein kasein maupun whey protein yang bersifat asam (whey acidic
protein = WAP) (Jager et al. 2008). Secara histologis, sel kelenjar yang telah
mengalami diferensiasi menunjukkan perubahan struktur sebagaimana dapat
dilihat pada Gambar 1. Proses perubahan struktur sel kelenjar mammae pada
kondisi in vivo dimulai sebelum kehamilan (a), kehamilan (b, c) hingga laktasi (d)
(Borellini dan Oka 1989).
Gambar 1 (d) menunjukkan gambaran ultrastruktur sel mamme yang
berdiferensiasi pada periode laktogenesis. Permukaan membran sel kelenjar
mammae memiliki banyak mikrofili. Bagian terbesar dari sitoplasmanya
ditempati oleh retikulum endoplasma (RE) dan badan golgi yang terletak di
bagian tepi, butiran lemak (milk fat globule=MFG) juga tersebar di seluruh bagian
sitoplasma (Borellini dan Oka 1989; Neville 2009).
10
Gambar 1.
Perkembangan sel epitel mamme selama kehamilan dan laktasi
(Borellini dan Oka 1989), keterangan: MFG = milk fat globule, MV
= mikrovili, LS = Lisosom dan RE = retikulum endoplasma
Gambar 1(c) dan 1 (d) menunjukkan perkembangan sel mammae pada
akhir kehamilan dan periode laktasi.
Sel-sel kelenjar mammae terlihat
berpolarisasi, dan satu sama lain dihubungkan dengan penghubung celah atarsel
(gap junction) yang berfungsi mempertahankan permeabilitas membran
sitoplasma (Borellini dan Oka 1989; Neville 2009).
Secara alamiah, sel kelenjar mammae juga mengalami involusi. Proses
involusi pada tingkat selular diawali dengan penumpukan vakuola yang
menyimpan sejumlah besar kasein dan tumpukan butiran lemak. Penumpukan
tersebut dapat menyebabkan tekanan pada mitokondria dan lisosom yang
menyebabkan terlepasnya berbagai enzim hidrolitik ke sitoplasma. Proses
autofagi ini menyebabkan sel mengalami deplesi dan lisis. Sisa-sisa hasil autofagi
ini akan dihancurkan oleh makrofag yang terdapat dalam jumlah yang sangat
banyak di kelenjar mammae (Borellini dan Oka, 1989).
Pada periode involusi kelenjar mammae juga menghasilkan uterokalin.
Uterokalin adalah sejenis protein yang dihasilkan kelenjar mammae maupun
uterus. Uterokalin disekresikan ke lumen kelenjar mammae sehingga dapat
ditemukan pula dalam susu. Secara in vivo, uterokalin dihasilkan dalam jumlah
relatif besar pada saat involusi sesuai dengan hipotesis tentang peranan uterokalin
sebagai perlindungan terhadap enzim degradatif, radikal bebas, dan produk lain
yang dihasilkan selama proses fagositosis sehingga sel-sel kelenjar mammae dapat
bertahan selama periode involusi (Ryon et al. 2002).
Ekspresi Gen dan Sintesis Protein Fungsional pada Proses Laktogenesis
Setelah mencapai jumlah sel yang cukup akibat proliferasi dan mengalami
perkembangan struktur (berdiferensiasi), sel kelenjar mammae, dengan bantuan
hormon laktogenik, dapat mengekspresi gen yang mendukung laktogenesis.
Ekspresi gen tersebut bersifat unik karena dapat menghasilkan protein struktural
maupun protein fungsional yang penting dalam memberikan kondisi
keseimbangan (homeostatis) untuk sintesis makro molekul yang terdapat dalam
susu, antara lain protein, laktosa dan lipid.
Protein struktural di antaranya adalah koneksin (connexin) yang merupakan
protein yang menyusun gap junction dan reseptor hormon tiroid β- (TRβ1 mRNA)
(Capuco et al. 2008; Talhouk et al. 2005; Gropper et al. 2009; Cruciani dan
Mikalsen, 2006). Selain itu, terdapat protein struktural lain yang juga penting
11
dalam proses laktogenesis, yaitu integrin. Integrin berperan sebagai reseptor
membran yang akan membantu pengangkutan (transpor) molekul protein yang
berasal dari cairan ekstraseluler (Boisgard et al. 2001).
Protein fungsional adalah protein yang membentuk enzim dan protein susu
(kasein) itu sendiri. Enzim yang meningkat pada saat laktogenesis adalah enzim
tiroksin 5'-deiodinase (5'D). Enzim ini berperan mengkonversi tiroksin (T4)
menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodotironin (T3) (Capuco et al. 1999).
Kasein
Kasein adalah salah satu protein yang disintesis sebagai proses lanjut dari
ekspresi gen yang diawali dengan proses transkripsi gen CSN di inti sel dan
translasi mRNA di ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma kasar.
Kasein terdapat dalam jumlah berlimpah di kelenjar mammae selama laktasi
(Lemay et al. 2007; Boisgard et al. 2001). Produksi casein secara in vitro pada
sel kelenjar mammae dapat distimulasi secara sinergis oleh prolaktin, insulin, dan
glukokortikoid (Borellini dan Oka 1989).
Gen kasein (CSN) merupakan gen yang paling banyak diekspresikan pada
masa laktasi. Gen tersebut berperan juga dalam pengaturan sintesis enzim pada
proses glikolisis, pentose phosphate shunt, glukoneogenesis, siklus asam sitrat,
degradasi dan sintesis asam lemak, triglicerida, dan kolesterol (Maningat et al.
2009).
Kasein terdapat dalam bentuk misel dan yang telah teridentifikasi ada empat
tipe kasein, yaitu αs1 , αs2, β , dan κ yang berikatan dengan kalsium fosfat. Kadar
kasein dalam ASI lebih rendah sepuluh kali lipat dibandingkan susu sapi. Hal ini
karena ukuran misel manusia lebih kecil dibandingkan sapi, padahal jumlah
miselnya relatif sama (Boisgard et al. 2001).
Kasein disintesis pada ribosom yang terdapat pada retikulum endoplasma
kasar (rough reticulum endoplasmic). Proses sintesis kasein diawali dengan
translasi mRNA CSN dan dilanjutkan dengan pematangan protein di badan golgi
(golgi apparatus). Selanjutnya, kasein yang berbentuk misel akan bergabung
dengan molekul lain, seperti lactoferin, α-lactalbumin, immunoglobulin, dan
protein-whey dalam bentuk vasikula sekretorik (secretory vesicle) (Boisgard et
al. 2001).
Koneksin (connexin)
Periode laktasi, juga ditandai oleh ekspresi gen koneksin (CX300) di sel
kelenjar mammae yang dapat diketahui dengan menganalisis mRNA dan protein
koneksin 30 (CX30). Protein koneksin ini merupakan protein yang menyusun
gap junction. Gap junction berfungsi untuk menghubungkan atau membangun
koneksi atau komunikasi antara sel-sel yang bertetangga. Koneksi inilah yang
selanjutnya mempengaruhi metabolisme, pertumbuhan dan proses fisiologis sel
kelenjar mammae (Talhouk et al. 2005; Gropper et al. 2009; Cruciani dan
Mikalsen 2006).
Protein koneksin 30 (Cx30) membantu difusi second messenger dari
reseptor prolaktin sehingga berguna dalam proses inisiasi dan mempertahankan
perkembangan sel-sel alveoli pada kelenjar mammae. Fungsi yang optimal gap
junction pada sel epitel mammae, selain oleh Cx 30 juga didukung oleh koneksin
tipe lainnya, yaitu Cx 26 dan Cx 32 (Locke et al. 2007).
12
Stimulasi prolaktin, hormon pertumbuhan dan hormon tiroid menyebabkan
peningkatan ekspresi gen yang menghasilkan protein fungsional untuk enzim
tiroksin 5'-deiodinase (5'D). Enzim ini berperan mengkonversi tiroksin (T4)
menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodotironin (T3) (Capuco et al. 1999).
Enzim tiroksin 5'-deiodinase (5'D) meningkat jumlahnya pada saat laktasi
dan berkorelasi dengan peningkatan transkripsi mRNA. Pada masa laktasi, sel
epitel yang sedang aktif mensintesis kasein, juga menunjukkan peningkatan
transkripsi mRNA untuk reseptor hormon tiroid β- (TRβ1 mRNA) (Capuco et al.
2008).
Pengaruh β-karoten pada Laktogenesis
β-karoten merupakan salah satu karotenoid terbanyak yang ditemukan
dalam tubuh manusia.
Hasil metabolisme β-karoten mampu mendukung
kesehatan sel epitel, khususnya kelenjar mammae. Peranan β- karoten antara lain
sebagai antioksidan selama masa laktogenesis. Peranan β- karoten menjadi
penting karena pada masa laktasi banyak terjadi kerusakan oksidatif.
Suplementasi β-karoten secara in vivo terbukti dapat meningkatkan produksi susu
melalui proses laktogenesis (Ross dan Harvey 2003, Sretenovic et al. 2005, Lin
et al. 2007).
β-karoten juga merupakan salah satu jenis karotenoid yang berperan dalam
diferensiasi sel. Salah satu perubahan struktur sel akibat diferensiasi sebagai efek
β-karoten (karotenoid) adalah perkembangan gap junction. Perkembangan gap
junction tersebut dibarengi dengan ekspresi gen koneksin 43 (Bertram 1999).
Pemberian β-karoten pada kadar 5 µM dalam medium kultur sel paru-paru
dapat meningkatkan perkembangan gap junction intercellular communication
(GJIC) dan sintesis koneksin 43. Namun sebaliknya, pemberian β-karoten yang
teroksidasi justru akan menghambat perkembangan GJIC pada galur sel paru-paru
(Yeh dan Hu 2003).
Elliot (2005) juga menyatakan bahwa β-karoten mampu mempengaruhi
fungsi fisiologis sel dengan cara meningkatkan fluiditas membran dan komunikasi
antarsel melalui gap junction. Perkembangan gap junction ini diperantarai oleh
ekspresi gen koneksin 43.
Metabolisme β-karoten dalam tubuh menghasilkan antara lain retinol dan
asam retinoat. Pada tingkat selular, retinol dan asam retinoat telah menunjukkan
efek pengaturan pada pertumbuhan sel secara normal dan mengatur ekspresi dari
berbagai gen faktor pertumbuhan (Solomon 2001; Baldi et al. 2008).
Β-karoten yang diserap oleh usus akan ditransportasikan dalam plasma
darah dengan bantuan low density lipoprotein (LDL). Selanjutnya β-karoten yang
terikat pada LDL (LDL-β-karoten) akan diserap oleh sel-sel tubuh manusia untuk
diubah menjadi retinoid (retinol, retinaldehida, atau asam retinoat. Retinoid yang
berada di dalam sel akan diikat oleh molekul trasporter intrasel yang spesifik,
yaitu cellular retinol binding protein (CRBP).
Mekanisme metabolisme βkaroten dan retinol dalam plasma dan sel tubuh selengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 2 (Ross 1993).
Perubahan β-karoten menjadi asam retinoat di tingkat selular dikatalisis oleh
enzim β-karoten 15-15-monooksigenase. Β-karoten 15-15-monooksigenase dapat
memotong molekul β-karoten menjadi molekul trans-retinal, selanjutnya menjadi
13
trans retinol, trans-retinil ester, atau trans-asam retinoat. Aktivitas konversi βkaroten menjadi retinoid paling banyak dilaporkan pada lapisan mukosa usus
halus, ginjal, paru-paru, dan jaringan adiposa (Bhatti et al. 2003).
Asam retinoat berperan sebagai ligan yang berikatan dengan retinoids acid
receptor (RAR) yang terdapat di inti sel (nukleus). Ikatan antara molekul asam
retinoat dengan RAR akan menyebabkan ekspresi gen. Penelitian pada galur sel
10T1/2 menunjukkan bahwa karotenoid dapat meningkatkan ekspresi gen
koneksin 43, yang diduga melalui mekanisme ini (Bertram 1999).
Β-karoten yang telah dikonversi menjadi retinoid juga bersinergi dengan
hormon tiroid (T3) dalam proses proliferasi dan diferensiasi. Hal ini karena efek
hormon tiroid (T3) ditentukan oleh fungsi reseptor hormon tiroid (TR) yang
membentuk heterodimer dengan reseptor cis-asam retinoat (RXR). Dengan
demikian, RXR dapat berperan sebagai ko-faktor untuk mengaktifkan trankripsi
gen pada saat tersedia hormon tiroid (TR); atau sebaliknya, menekan transkripsi
gen saat tidak tersedia hormon tiroid (TR) (Shi et al. 1998).
Gambar 2 Metabolisme β-karoten dan retinol dalam sel (Ross 1993).
Sifat fisiko-kimia dari β-karoten sebagaimana halnya karotenoid yang lain
adalah lipofilik sehingga lebih mudah larut pada pelarut nonpolar. Sifat lipofilik
ini menjadi kendala dalam penelitian in vitro. Dengan demikian, berbagai
penelitian untuk meningkatkan kelarutan β-karoten dalam medium kultur telah
dilakukan, antara lain dengan menggunakan pelarut etanol, fetal bovine serum
(FBS), dimethylsulfoxide (DMSO), dan tetrahydrofuran (THF) (Lin et al. 2007,
Sheu et al. 2008).
Penggunaan etanol dalam medium kultur telah meningkatkan aktivitas
antioksidan dan kelarutan β-karoten yang berasal dari alga uniselular Dunaliella
bardawil. Kerugian menggunaan etanol sebagai pelarut dalam media kultur
adalah sifat toksiknya terhadap sel (Sheu et al. 2008).
14
Penggunaan tetrahydrofuran (THF) untuk melarutkan karotenoid juga
memiliki kekurangan. THF dalam media kultur sel bersifat tidak stabil karena
mudah teroksidasi dan berakibat sitotoksik. Berbagai upaya dilakukan oleh para
peneliti untuk mendapatkan pelarut yang aman untuk meningkatkan kelarutan
karotenoid di dalam medium kultur sel. Salah satu di antaranya adalah
dimethylsulfoxide (DMSO), yang relatif tidak bersifat sitotoksik dan mudah
berpenetrasi terhadap membran sel. Namun, DSMSO memiliki kekurangan antara
lain, bersifat tidak stabil dan tingkat kelarutannya rendah (Lin et al. 2007).
Fetal bovine serum (FBS) memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai
pelarut likopen dalam medium kultur sel. Likopen memiliki sifat yang mirip
dengan β-karoten, antara lain memiliki aktivitas antioksidan, dan juga dapat
dikonversi menjadi provitamin A. Likopen yang dilarutkan dalam butylated
hydroxytoluene (THF/BHT) kemudian dicampurkan dalam medium kultur sel
yang mengadung FBS yang memiliki kelarutan yang baik dan mudah untuk
berpenetrasi ke dalam sel. Hal ini karena peranan lipoprotein yang terdapat dalam
FCS ( Lin et al. 2007).
HC11 Cell lines
Galur sel (cell lines) adalah sel yang berasal dari kultur primer yang
dikultur secara terus menerus dalam media in vitro dengan konsentrasi serum
yang rendah (2%). Beberapa jenis galur sel (cell lines) telah dikembangkan,
antara lain berasal dari sel kelenjar mammae dan bermanfaat untuk penelitian
molekuler dan biokimiawi. Salah satu galur sel yang banyak digunakan untuk
penelitian sistem kelenjar mammae adalah COMMA-D. Galur sel COMMA-1D
berasal dari sel epitel mammae mencit BALB/c yang dikultur secara terus
menerus selama 12 bulan. COMMA-1D memiliki kromosom diploid dan mampu
berdiferensiasi mengekspresikan fenotif dari sel kelenjar mammae alami,
termasuk mengekpresikan protein susu, yaitu kasein (Danielson et al. 1984).
Subklon dari COMMA-1D adalah HC11 yang memiliki kemampuan untuk
berespons terhadap induksi hormon sebagaimana halnya sel kelenjar mammae
yang normal. Kultur yang konfluen dari sel HC11dapat mengekpresikan protein
susu β-kasein sebagai respons terhadap hormon prolaktin dan glukokortikoid (Ball
et al, 1988; Hynes et al. 1990, Doppler et al. 1989).
HC11 tidak memerlukan medium tambahan matriks ekstrasellular eksogen
atau kultur sel lain, seperti fibroblas maupun sel adiposa untuk dapat
mengekspresikan gen berupa sintesis protein susu β-kasein. Prolaktin dapat
meningkatkan kecepatan transkripsi gen β-kasein (Ball et al. 1988).
15
3 METODE
Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Penelitian Tahap I dilakukan untuk
melihat pengaruh β-karoten murni, GE dan GS terhadap sel epitel usus (CMT-93),
sedangkan penelitian Tahap II dilakukan terhadap sel kelenjar mammae (HC11).
Penelitian Tahap I dilakukan di Laboratory of Food and Enviromental Science,
Division Food Science and Biotechnology, Faculty of Agriculture, Kyoto
University, Japan. Penelitian Tahap II dilakukan di Laboratorium Embriologi,
Laboratorium Immunologi dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Kedokteran
Hewan IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode in vitro
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Unit percobaan dalam penelitian
ini adalah sel epitel saluran cerna (CMT-93) dan sel kelenjar mammae (HC11 cell
line) dalam cawan kultur.
Jumlah ulangan parameter ekspresi gen dan diferensiasi sel berjumlah tiga
atau empat, sedangkan untuk proliferasi sel masing-masing enam ulangan.
Parameter yang diamati antara lain: 1) proliferasi sel dengan MTT assays; 2)
morfologi sel dengan pengamatan langsung di bawah mikroskop fluorescent dan
inverted (Olympus), 3) morfologi mammosfer untuk identifikasi diferensiasi sel
mammae, 4) ekspresi gen ALDH1A2, casein (CSN2), dan koneksin 43 (CX43)
dengan metode RT-PCR dan gel elektroforesis.
Bahan
Sel epitel saluran cerna (CMT-93) merupakan donasi dari Prof. Fumito
Tani, Laboratory of Food and Enviromental Science, Division Food Science and
Biotechnology, Faculty of Agriculture, Kyoto University, Japan. Sementara itu
HC11 Cell line diperoleh dari Prof Nancy Hynes, Friedrich Miescher Institute,
CH-4002 Basel, Switzerland.
Bahan-bahan serbuk dan ekstrak Galohgor berasal dari Desa Sukajadi,
Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Daftar bahan Galohgor Serbuk dan
Ekstrak selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Etanol dan aquades
digunakan untuk membuat Ekstrak Galohgor dengan perbandingan 30:70. Pelarut
tetrahydrofuran (THF) (Sigma) digunakan untuk melarutkan β-karoten murni dan
β-karoten dalam Galohgor. Konsentrasi THF akhir dalam medium 1.25%. βkaroten (BCA) yang digunakan adalah β-karoten dengan kemurnian 99% (Sigma).
Medium kultur sel terdiri atas DMEM (Gibco) dan RPMI 1640 (Biowest).
Jenis antibiotik yang digunakan adalah gentamicin. Hormon dan faktor
pertumbuhan yang digunakan meliputi insulin, EGF, hidrokortison, dan prolaktin
(Sigma). Serum yang digunakan adalah heat-inactivated fetal bovine serum
(FBS).
Kit 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT)
(Roche) digunakan untuk analisis proliferasi sel. Kit Rneasy (Qiagen) digunakan
untuk isolasi RNA dan One-Step RT-PCR Pre Mix Kit (Intron Biotechtonology)
digunakan untuk analisis reverse trancriptase polymerase chain reaction (RT
PCR).
16
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan untuk
membuat Galohgor Serbuk dan Ekstrak dan peralatan kultur jaringan. Jenis
perlatan utama untuk membuat Galohgor Serbuk dan Ekstrak meliputi timbangan
digital, blender, oven, wadal maserasi dan pengaduknya, drum dryer, dan
evaporator.
Peralatan kultur jaringan dan pembuatan medium perlakuan antara lain,
timbangan analitik, ultrasentrifus, tabung sentrifus, stirrer, vorteks, alat gelas,
tabung sentrifus, lemari pendingin, clean bench, dan mikroskop cahaya (Olympus).
Pengamatan sel dilakukan dengan mikroskop inverted merk Olympus. Sentrifus
untuk isolasi RNA menggunakan merk Kokusan H1500R, Analisis RT PCR
menggunakan mesin PCR merk Applied Biosystem (AB) Gene Amp PCR System
9700. Elektroforesis hasil PCR menggunakan Biorad Power Pac300, hasil gel
elekroforesis dibaca dengan Gbox XT (eppendorf). Alat untuk pembacaan hasil
MTT Assays adalah microplate reader Bio-rad dan spectrophotometer UV-240
Shimadzu.
Parameter
Pengamatan dan pengukuran parameter dilakukan dalam dua tahapan, yaitu
sebelum dan setelah induksi dengan hormon laktogenik prolaktin. Pengamatan
yang dilakukan meliputi proliferasi, diferensiasi, ekspresi gen mRNA kasein, dan
koneksin. Namun, untuk pengamatan MTT assays hanya dilakukan pada tahap
proliferasi. Selengkapnya paremeter penelitian dan teknik pengukurannya
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan teknik pengukuran variabel
Variabel
Teknik
Pengukuran
MTT assays
1. Proliferasi
Foto Mikroskop
2. Perkembangan morfologi sel
3. Ekspresi Gen: mRNA Gapdh,
RT-PCR
Aldh1a2, kasein (Csn2) dan
koneksin (Cx43)
Analisis Data
Semua data kualitatif disajikan secara deskriptif, sedangkan data-data
kuantitatif diuji dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dilanjutkan
dengan uji lanjut Duncan untuk menentukan beda nyata antarperlakuan.
Prosedur
Kultur CMT-93
Sel CMT-93 berasal dari koleksi kultur di Laboratory of Food and
Enviromental Science, Division Food Science and Biotechnology, Faculty of
Agriculture, Kyoto University, Jepang. Medium DMEM yang digunakan untuk
17
CMT-93 disuplementasi dengan 4 mM L-glutamine, FBS (10%), penisilin (50
U/mL), dan streptomisin (50 mg/mL).
Kultur HC11
Sel HC11 merupakan donasi dari Prof Nancy Hynes (Friedrich Miesner
Institute, Switzerland). Medium proliferasi HC11 terdiri atas RPMI 1640, FBS
(10%), gentamicin (50μg/mL), insulin (5μg/mL) dan EGF (10 ng/ml). Sel
diinkubasi dalam inkubator steril dengan pengaturan kadar O2 95% , CO2 5%,
dan suhu 36-37°C selama 2 hari, kemudian diganti dengan medium perlakuan
yang telah disuplementasi β-karoten dengan dosis yang berbeda. Masa inkubasi
dalam medium proliferasi hingga konfluen 80% adalah selama 2 x 24 jam.
Induksi Diferensiasi Sel Kelenjar Mammae (HC11)
Setelah 80% konfluen, medium proliferasi HC11 diganti dengan “mediumantara” yang tidak mengandung hormon maupun faktor pertumbuhan (EGF)
selama 1x 24 jam. Setelah itu diganti dengan medium diferensiasi yang
mengandung RPMI 1640, FBS (10%), gentamisin (50 μg/mL), prolaktin (5
μg/mL), hidrokortison (1 μg/mL), dan insulin (5 μg/mL). Inkubasi selama 5 hari
dan medium diganti setiap 2-3 hari dengan medium yang sama.
Pengukuran Proliferasi Sel
Analisis MTT dilakukan sesuai protokol perusahaan (Roche). Jumlah sel
pada cawan mikro (microplate) sebanyak 2.0 × 104 sel/100 µl medium. Medium
awal diganti dengan medium perlakuan dengan konsentrasi Galohgor β-karoten
yang berbeda, yaitu 0, 0.1, 0.5, 1.5, dan 5.0 µM. Larutan Triton-114 (1.25%)
digunakan sebagai kontrol negatif.
Setelah 2x24 jam inkubasi, ditambahkan 10 μl MTT I reagen (5 mg/mL
PBS). Setelah penambahan MTT I reagen, medium berubah warna menjadi
kuning (Gambar 3). Setelah inkubasi selama empat (4) jam, ditambahkan reagen
bufer dan diinkubasi selama 1x24 jam. Selanjutnya, hasil MTT ditentukan
dengan microplate reader Bio-Rad pada panjang gelombang measurement 570
nm dan reference 655 nm.
Gambar 3 Hasil penambahan reagen MTT 1 dan bufer
18
Isolasi RNA Total
Kultur sel dicuci dengan larutan PBS, setelah disentrifus selama 5 menit
pada 1500 rpm, pelet disimpan dalam suhu -80oC. Total RNA diisolasi dari pelet
sesuai protokol yang ditentukan oleh perusahaan (Invitrogen).
Analisis Reverse Transcriptase (RT) PCR
Ekspresi gen dianalisis dengan RT PCR menggunakan empat (4) jenis
primer yang urutan basanya disajikan pada Tabel 2. Reaksi PCR siklus pertama
pada suhu 45°C selama 30 menit, siklus ke-2 pada suhu 94°C selama 5 menit,
dan siklus ke-3 sebanyak 40 siklus setiap siklus tediri atas: denaturasi pada suhu
94°C selama 30 detik, annealing pada suhu 60°C selama 30 detik, dan extension
selama 1 menit pada suhu 72°C. Selanjutnya siklus extension selama 5 menit
pada suhu 72 °C.
Reaksi PCR untuk β-kasein dan Cx43 dilakukan dengan siklus pertama pada
suhu 47°C selama 30 menit, siklus ke-2 pada suhu 94°C selama 2 menit, dan
siklus ke-3 pada suhu 94°C selama 20 detik, dan annealing sebanyak 40 siklus
@ 30 detik pada suhu 50–65°C. Selanjutnya, siklus extension selama 5 menit
pada suhu 72 °C ( Talhouk, 2005).
Tabel 2 Urutan Basa Primer RT PCR
No
1
Primer
Β-casein
2
Cx43
3.
Aldh1a2
4.
Gadph
Urutan Basa
GTGGCCCTTGCTCTTGCAAG
AGTCTGAGGAAAAGCCTGAAC
GTTCAGCCTGAGTGCGGTCTAC
GGCTCTGCTGGAAGGTCGCTGATC
ACGACCCCTTCATTGACCTC
CTTTCCAGAGGGGCCATCCAC
ACGACCCCTTCATTGACCTC
CTTTCCAGAGGGGCCATCCAC
(Forward)
(Reverse)
(Forward)
(Reverse)
(Forward)
(Reverse)
(Forward)
(Reverse)
Produk PCR kemudian dianalisis dengan gel elektroforesis menggunakan
gel agarose dengan konsentrasi 1.5% yang mengandung Ethidium Bromide (EtBr)
2 µg/mL. Elektroforesis dilakukan dengan voltase 120 volt selama 35-40 menit
menggunakan gel electrophoresis system (Bio Rad). Hasil analisis kemudian
dibaca dengan menggunakan Gbox XT (eppendorf).
Prosedur Pembuatan Galohgor Serbuk dan Galohgor Ekstrak
Bahan-bahan Galohgor Serbuk dan Ekstrak dikelompokkan dan ditimbang
dengan perbandingan bobot bahan mengacu pada penelitian sebelumnya (Roosita
et al. 2005, Pajar et al. 2008). Selanjutnya, semua bahan dicuci hingga bersih
dan berbagai jenis rimpang dipotong kecil.
Untuk pembuatan Galohgor serbuk, serealia dan kacang-kacangan yang
keras direndam untuk memudahkan proses blender. Setelah semua bahan
diblender hingga menjadi pasta, dihomogenkan dan kemudian dikeringkan
dengan menggunakan drum dryer, agar menjadi serbuk yang halus.
Untuk pembuatan Galohgor Ekstrak, bahan-bahan yang masih basah
dikeringkan dengan oven selama 24 jam pada suhu 40°C. Bahan-bahan yang
telah kering dihaluskan dengan grinder dan disaring dengan ukuran 40 mesh.
19
Serbuk yang dihasilkan selanjutnya dimaserasi dalam pelarut etanol-aquades
(30:70 v/v), pada suhu ruang selama 3x24 jam dengan pengadukan setiap 6 jam.
Pengadukan bertujuan untuk memaksimalkan proses maserasi. Metode maserasi
dengan etanol 30% mengacu pada metode Chou et al. (2010). Hasil maserasi
(maserat) dipisahkan dengan cara disaring dan dievaporasi untuk mendapatkan
ekstrak Galohgor.
Sebelum dikemas, Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak dihaluskan
dengan blender. Plastik untuk kemasan obat dan aluminium foil digunakan untuk
mengemas sehingga selama penyimpanan dalam waktu lama kandungan β-karoten
tidak rusak. Uji kadar β-karoten Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak
menggunakan analisis HPLC.
Prosedur Pembuatan Medium Perlakuan
β-karoten murni, Galohgor Ekstrak (GE), dan Galohgor Serbuk (GE)
ditimbang untuk mendapatkan konsentrasi akhir medium stok masing-masing
berturut-turut 5.0μM, 5.0μM, dan 10.0μM. Selanjutnya Galohgor serbuk dan
Galohgor ekstrak dimasukkan ke dalam medium RPMI yang telah ditambah
dengan THF 1.25 %, dan FBS 10% (Tabel 3).
Tabel 3 Komposisi pelarut dan zat terlarut dalam medium stok perlakuan
Galohgor Serbuk [10.0μM], Galohgor Ekstrak [5.0μM], dan β-Karoten
[10.0μM]
Bahan
Galohgor (μg) *)
β-karoten (μL)**)
RPMI (mL)
FBS (mL)
THF (μL)
Volume Akhir
(mL)
Kontrol
45.0
5.0
625
50.0
Galohgor
Serbuk
(GS10.0μM)
xy
45.0
5.0
625
50.0
Galohgor
Ekstrak
(GE:5.0μM)
xy
45.0
5.0
625
50.0
β-karoten
(BC:5.0μM)
25
45.0
5.0
625
50.0
*) 1.0μM β-karoten = 536.87 μg/L =0.536.87 mg/L=0.53687 μg/mL,
5.0μM β-karoten=5x0.53687 μg/mL=2.6844 μg/mL,
xy ditentukan berdasarkan kadar β-karoten dalam GE (213.7ppm) dan GS
(188.4ppm)
**) Konsentrasi β-karoten =[10mM]
Selanjutnya semua bahan dihomogenkan dengan menggunakan magnetic
stirrer selama 60 menit pada suhu kamar (22oC) dengan kecepatan sedang
(medium) dengan kondisi sedikit cahaya dan gelas piala (beaker glass) ditutup
dengan alumunium foil. Kemudian, semua bahan dipindahkan ke tabung setrifus
dan disentrifus selama 15 menit suhu 20oC, dengan kecepatan 12.000 rpm.
Supernatan dipisahkan dari bahan yang tidak terlarut dengan cara memindahkan
ke tabung reaksi lain.
Selanjutnya, dilakukan pengenceran dari larutan stok GS[10.0μM] dan
GE[5.0μM] untuk mendapatkan medium perlakuan sesuai dengan desain
20
penelitian yang telah ditentukan. Komposisi zat yang digunakan untuk medium
perlakuan yang telah diencerkan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi bahan pada larutan perlakuan Galohgor serbuk (GS) dan
Galohgor ekstrak (GS)
Bahan
Volume akhir (mL)
Volume (mL) larutan stok
Galohgor serbuk [10μM]
Volume (mL) larutan stok
Galohgor ekstrak [5μM]
RPMI (mL)
FBS (mL)
THF (μL)
Konsentrasi Akhir dalam Medium Hasil Pengenceran
Galohgor Ekstrak
Galohgor Serbuk
[1.5 μM]
[0.5 μM]
[5.0 μM]
[0,5 μM]
30.0
30.0
30.0
30.0
15.0
1.5
-
13.5
1.5
188
25.6
2.9
357
9.0
3.0
18.9
2.1
263
24.3
2.7
338
Penentuan jumlah larutan yang harus disediakan adalah sebagai berikut:
untuk setiap cawan diperlukan 3 mL larutan proliferasi dan 5 mL larutan
diferensiasi. Untuk MTT assays masing-masing perlakuan diambil 1 mL larutan
proliferasi. Sebelum difiltrasi dengan larutan medium, perlakuan yang telah
dibagi dalam tabung terpisah ditambah dengan antibiotik, faktor pertumbuhan
dan/atau hormon sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5. Sterilisasi dilakukan
dengan mikrofilter 0,22 μm.
Tabel 5 Jenis dan konsentrasi antibiotik, hormon, dan/atau faktor pertumbuhan
dalam larutan proliferasi dan diferensiasi
Antibiotik/
hormon/
Faktor Pertumbuhan
Gentamisin
Insulin
EGF
Hidrokortison
Prolaktin
Jenis Larutan
Proliferasi
50μg/mL (1,25μL/mL
gentamisin)
5μg/mL (setara 4 μL/mL
insulin)
10 ng/mL ( setara 0,1 μL/mL
EGF [10.000x])
-
Diferensiasi
50μg/mL (setara
1,25μL/mL gentamisin)
5μg/mL (setara 4 μL/mL
insulin)
1 μg/mL (setara 1 μL/mL
hidrokortison [1.000x])
5 μg/mL (setara 1 μL/mL l
prolaktin[1.000x]).
21
4 RESPONS SEL EPITEL USUS (CMT-93) TERHADAP βKAROTEN
Pendahuluan
Hasil survei di berbagai negara menunjukkan bahwa konsumsi pangan
sumber β-karoten sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan vitamin A
(Grune et al. 2010). Selain sebagai prekursor vitamin A, β-karoten memiliki
banyak fungsi fisiologis, seperti aktivitas antioksidan, proliferasi, diferensiasi, dan
antikanker (Gropper et al. 2009; Livny et al. 2002). Lebih jauh diketahui
bahwa β-karoten juga berperan dalam pengaturan ekspresi gen dan perkembangan
struktur sel yang disebut gap juction (Frey dan Vogel 2011; Elliot 2005; Livny et
al. 2002; Donaldson 2011).
β-karoten merupakan salah satu jenis karotenoid dapat dimetabolisme
menjadi retinal dan atau retinol oleh sel pada berbagai organ tubuh, seperti usus
halus (intestine), ginjal, retina, hati, dan jaringan lemak. Metabolisme retinal
menjadi retinol, atau sebaliknya, merupakan reaksi yang bersifat reversibel
(Redmon et al. 2001; Gropper et al. 2009).
Serangkaian enzim aldehida
dehidrogenase yang merupakan hasil ekspresi kelompok gen ALDH, melanjutkan
metabolisme retinal menjadi asam retinoat (Jackson et al. 2011).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respons sel epitel usus (CMT93) terhadap β-karoten. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk 1)
menganalisis pengaruh β-karoten 2) menguji pengaruh β-karoten pada diferensiasi
sel yang ditunjukkan dengan perubahan morfologi sel 2) membuktikan ekspresi
gen Aldh1a2 pada sel epitel usus (CMT-93).
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium of Food and Enviromental Science,
Division of Food Science and Biotechnology, Faculty of Agriculture, Kyoto
University, Japan dan Laboratorium Embriologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013.
Bahan
β-karoten (BCA) yang digunakan adalah β-karoten dengan kemurnian 99%
(Sigma) dilarutkan dalam pelarut tetrahydrofuran (THF) (Sigma) hingga
konsentrasi akhir dalam medium 1.25%. Medium kultur sel terdiri atas DMEM
(Gibco). Jenis antibiotik yang digunakan meliputi penisilin, streptomisin, dan
gentamisin. Serum yang digunakan untuk kedua jenis sel adalah adalah heatinactivated Fetal Bovine Serum (FBS).
Kit 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT)
(Roche) digunakan untuk analisis proliferasi sel. Kit Rneasy (Qiagen) digunakan
untuk isolasi RNA dan Kit Takara digunakan untuk analisis reverse transriptase
polymerase chain reaction (RT PCR).
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode in vitro
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Kontrol dan perlakuan ditentukan
22
dengan perbedaan konsentrasi β-karoten dalam larutan medium, yaitu sebesar 0.1,
0.5, 1.5, dan 5.0 µM/mL.
Unit percobaan dalam penelitian ini adalah sel epitel saluran cerna (CMT93) dalam cawan kultur. Jumlah ulangan parameter ekspresi gen dan diferensiasi
sel berjumlah tiga atau empat, sedangkan untuk proliferasi sel masing-masing
enam ulangan. Konsentrasi sel pada awal kultur dalam setiap cawan/ulangan
sebesar 5 x 105 sel/mL. Prosedur penelitian selengkapnya dijelaskan pada Bab 3.
Parameter yang diamati antara lain: 1) proliferasi sel dengan MTT assays; 2)
morfologi sel dengan pengamatan langsung di bawah mikroskop fluorescent
(Olympus), 3) ekspresi gen Aldh1a2 metode RT-PCR dan gel elektroforesis.
Analisis Data
Semua data kualitatif disajikan secara deskriptif. Data kuantitatif diuji
dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) yang dilanjutkan dengan
uji lanjut Duncan/Dunnet untuk menentukan beda nyata antarperlakuan.
Hasil
Pengaruh β-karoten pada Morfologi CMT-93
Sel CMT-93 dalam medium kontrol menunjukkan struktur morfologi yang
normal (Gambar 4A). Sel CMT-93 dalam medium kontrol menunjukkan
morfologi yang normal (Gambar 4A). Sedikit perubahan morfologi, yaitu sel
tampak lebih besar pada kultur dengan penambahan THF 1.25% (Gambar 4B); βkaroten (BCA) 0.1 µM dan 0.5 µM (Gambar 4C, 4D). Namun, pada konsentrasi
yang lebih tinggi, yakni BCA 1.5 dan 5.0 µM terlihat banyak sel yang mengalami
degenerasi dan piknotik (Gambar 4E, 4F) .
Sel yang piknotik
Sel yang berdegenerasi
Gambar 4 Morfologi sel CMT-93 dalam medium kontrol (A), THF 1.25% (B),
BCA 0.1 µM (C), BCA 0.5 µM (D), BCA 1.5 µM (E), dan BCA 5.0
µM (F).
23
Proliferasi Sel Epitel Usus (CMT 93)
Nilai absorbansi hasil MTT assays perlakuan β-karoten konsentrasi
suprafisiologis BCA 1 [5.0 μM] dan Triton X-114 (1.25%) nyata lebih rendah
(p<0.05) dibandingkan dengan kontrol (DMEM) dan THF 1.25%. Demikian pula
dengan perlakuan β-karoten lainnya yang menunjukkan terjadinya penurunan
tingkat proliferasi dengan semakin tingginya konsentrasi β-karoten (Gambar 5).
MTT assays menunjukkan tingkat proliferasi berdasarkan jumlah sel yang masih
hidup. Hasil ini juga dapat menggambarkan tingkat toksisitas suatu bahan,
semakin banyak sel yang mati atau semakin rendah nilai absorbansi berari
semakin toksik suatu bahan.
Hal ini selaras dengan penelitian Wojcik et al. (2008) yang juga
menggunakan metode MTT assays dan menyimpulkan bahwa β-karoten pada
konsentrasi suprafisiologis [5.0 µM] dapat menekan proliferasi pada sel oval
secara in vitro.
Tingkat proliferasi juga ditentukan oleh viabilitas sel. Triton X-114 bersifat
toksik dan menekan viabilitas sel sehingga menekan Triton X-114 dapat menekan
proliferasi.
Triton X-114 memiliki sifat sebagai deterjen yang dapat
menyebabkan kerusakan struktur lipoprotein dan fosfolipid pada membran sel
(Malen et al. 2010). Sebaliknya, THF sebagai pelarut dari β-karoten tidak
mempengaruhi morfologi, proliferasi, dan viabilitas sel usus (CMT-93). Hal ini
sesuai dengan penelitian Boesch-Saadatmandi et al. (2011).
Gambar 5 Nilai absorbansi hasil MTT Assays dari CMT-93 pada medium kontrol
positif, kontrol negatif (Triton X-114), THF 1.25%, serta perlakuan βkaroten 0.1, 0.5, 1.5, dan 5 µM. Huruf yang berbeda pada grafik
menunjukkan beda nyata pada p<0.05.
Ekspresi Gen Aldh1a2
Hasil analisis RT-PCR menunjukkan bahwa β-karoten mempengaruhi
ekspresi gen Aldh1a2 oleh sel epitel usus (CMT-93) (Gambar 6). Hal ini
menurut Jackson et al. (2011) dan Duester (2000), ALDH berperan dalam
metabolisme β-karoten sebagai katalis metabolisme retinal menjadi asam retinoat,
setelah perubahan β-karoten menjadi retinal dengan katalis enzim β-karoten15,15-dioxygenase.
24
Gambar 6 Ekspresi gen GADPH and ALDH pada sel CMT-93 kontrol (DMEM)
dan perlakuan THF (1.25%) dan β-karoten (5 µM). (Keterangan:
A= ALDH1a-2, G = GADPH).
Ekspresi gen Aldh1a2 juga dipengaruhi oleh THF. Meskipun THF relatif
tidak toksik bagi sel jika dibandingkan Triton X-114, namun THF sulit
didegradasi dan mempengaruhi ekspresi gen ALDH1A2 yang berperan dalam
proses detoksifikasi (Boesch-Saadatmandi et al. 2011; Yao et al. 2013; Vasiliou
dan Nebert 2005).
Gen Gadph terekspresi pada semua sel yang ditumbuhkan dalam medium
kontrol (DMEM) maupun perlakuan. Hal ini karena merupakan gen Gadph
mengkode enzim yang mempertahankan kondisi homeostatis pada sel
(housekeeping enzyme).
Pembahasan
Β-karoten merupakan salah satu jenis karotenoid yang memiliki aktivitas
provitamin A. Selain itu β-karoten juga memiliki banyak fungsi lain di dalam
tubuh, termasuk dalam pengaturan pertumbuhan dan perkembangan serta
memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai pencegah kanker (Zhang et
al 1992).
β-karoten yang digunakan dalam penelitian ini adalah β-karoten sintesis.
Menurut Grune et al (2010), tidak ada perbedaan sifat antara β-karoten alami atau
sintesis. Selain itu, β-karoten sintesis dengan sumber yang sama (Sigma) yang
tinggi kemurniannya juga digunakan pula dalam penelitian McDevitt et al. (2005).
Salah satu sifat β-karoten adalah kelarutan yang terbatas dalam air, sehingga
dalam penelitian kami, THF digunakan sebagai pelarut untuk β-karoten untuk
meningkatkan kelarutan dalam medium kultur yang sebagian besar (>70%)
komposisinya adalah air.
Penelitian Craft dan Soares (1992) menunjukkan hasil bahwa
tetrahidrofuran (THF) menyebabkan tingkat kelarutan paling tinggi terhadap
karotenoid termasuk β-karoten, dibandingkan dengan 17 pelarut organik lainnya,
termasuk asetonitril. THF juga digunakan sebagai pelarut β-karoten dalam
penelitian in vitro yang dilakukan oleh Mc Devitt et al. (2005) untuk melihat
pengaruh β-karoten pada sel monosit/makrofag manusia.
Selain itu, pemberian Tetrahydrofuran (THF) diduga juga memberikan
pengaruh pada perubahan morfologi sel CMT-93. Meskipun THF dikenal relatif
aman digunakan sebai pelarut dalam medium kultur, namun THF bersifat tidak
mudah terurai sehingga berpotensi memicu mekanisme detoksifikasi.
25
Boesch-Saadatmandi et al. (2011) berpendapat bahwa THF 1.25% tidak
mempengaruhi proliferasi dan kelangsungan hidup (viabilitas) sel. THF lebih
unggul stabilitasnya sebagai pelarut karotenoid dibandingkan dengan Fecal Calf
Serum (FCS) dan Tween 40. Hasil ini juga dikonfirmasi oleh struktur morfologi
CMT-93 yang diinduksi β-karoten dalam konsentrasi fisiologis [0,1 dan 0,5 mM].
Pada konsetrasi fisiologis tersebut, meskipun medium kulturnya juga mengandung
THF dalam konsentrasi yang sama, yaitu 1.25%, namun morfologi selnya tetap
baik, bahkan tampak terlihat lebih besar ukurannya dan lebih kompak.
Sel-sel yang diberi perlakuan β-karoten konsentrasi tinggi [1.5μM dan 5.0
μM] menunjukkan perubahan struktur morfologi sel dengan banyaknya sel yang
mengalami piknotik atau degenerasi. Hasil ini juga sesuai dengan penurunan
tingkat proliferasi secara signifikan (p<0.05) pada perlakuan β-karoten konsentrasi
tinggi (suprafisiologis) [5.0 μM].
Hasil yang sama ditunjukkan dari hasil penelitian McDevitt et al. (2005)
yang β-karoten pada konsentrasi 3.8 μM dapat menekan proliferasi sel. Wojcik et
al. (2008 ) menyatakan bahwa MTT assays menunjukkan fungsi mitokondria sel
dan tingkat proliferasi. β-karoten dalam konsentrasi yang sama [5.0μM]
menurunkan proliferasi sel oval dari hati tikus dalam penelitian in vitro.
Perubahan morfologis terlihat pada morfologi sel CMT-93 subkonfluen
yang diberi perlakuan β-karoten konsentrasi tinggi [5.0μM dan 1.5 μM]. Sel-sel
tersebut mengalami perubahan ukuran, beberapa mulai menunjukkan degenerasi
dan piknotik. Hasil studi Koshy et al. (1996) juga menunjukkan hasil yang serupa,
yaitu adanya perubahan morfologi pada epitel usus manusia berkorelasi dengan
adanya perubahan mikrofilamen aktin dan volume sel. Perubahan ini terjadi
antara lain akibat perubahan struktur tight junction dan epitel usus yang
terpolarisasi pada proses detoksifikasi.
Perubahan struktur morfologis pada sel CMT 93 diduga terjadi karena
pemberian β-karoten lebih tinggi dari konsentrasi fisiologisnya. Hasil penelitian
Prakash et al. (2002) juga menunjukkan bahwa pemberian β-karoten pada
konsentrasi suprafisiologi (20 μM) menyebabkan perubahan morfologi pada sel
kanker (NCI-H69).
Hasil analisis RT PCR dan gel elektroforesis menunjukkan bahwa ekspresi
gen Aldh1a2 juga dipengaruhi oleh THF. Hipotesis yang dapat diajukan adalah
bahwa ekspresi gen Aldh1a2 pada CMT 93 bertujuan untuk proses detoksifikasi
THF. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan, THF yang biasa digunakan sebagai
pelarut untuk karotenoid bersifat tidak mudah terurai dan dapat menyebabkan
sitotoksisitas (Boesch-Saadatmandi et al., 2011; Yao et al. 2013).
Gen Aldh1a2 adalah salah satu dari superfamili gen ALDH. ALDH
mengkode protein untuk membentuk enzim yang sangat penting dalam proses
metabolisme dan detoksifikasi senyawa aldehid eksogen dan endogen, termasuk
obat-obatan maupun polutan yang berasal dari luar tubuh (Vasiliou dan Nebert
2005).
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa β-karoten meningkatkan ekspresi
gen Aldh1a2 pada sel epitel usus (CMT-93). Hal ini menunjukkan bahwa ALDH
memainkan peran penting dalam metabolisme β–karoten untuk diubah menjadi
asam retinoat. Jackson et al. (2011) dan Duester (2000) berpendapat bahwa
26
enzim β-karoten-15,15-dioksigenase mengkonversi β-karoten menjadi retinal,
selanjutnya LDH mengkatalisis proses oksidasi retinal menjadi asam retinoat.
Asam 9-cis-retinoic memiliki fungsi sebagai ligan untuk reseptor asam retinoat
RAR di inti sel (nucleus) yang mengatur ekspresi gen.
Simpulan
Pada sel epitel usus (CMT-93) β-karoten mempengaruhi morfologi sel,
sedangkan pada konsentrasi suprafisiologis β-karoten [5µM] secara nyata dapat
menekan proliferasi dan viabilitas sel (p<0.05).
Ekspresi gen ALDH1A2 menunjukkan bahwa sel epitel usus CMT-93 dapat
mengubah β-karoten menjadi asam retinoat.
27
5 RESPONS SEL EPITEL USUS (CMT-93) TERHADAP
GALOHGOR SERBUK DAN GALOHGOR EKSTRAK
Pendahuluan
Galohgor adalah salah satu jenis nutrasetikal tradisional yang memiliki
khasiat untuk meningkatkan produksi air susu ibu (ASI). Galohgor telah dikenal
dan dikonsumsi secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia, khususnya
masyarakat Sunda. Selain meningkatkan produksi ASI, Galohgor dapat
mempercepat penyembuhan luka (Permana 2011) dan involusi uterus (Roosita et
al. 2003).
Galohgor terbuat dari 56 jenis tanaman yang termasuk dalam kelompok
serealia, kacang-kacangan, daun, batang dan rimpang (Roosita et al. 2003;
Pratiwi 2010; Wicaksono 2010; Permana 2011).
Salah satu zat gizi yang
dominan dalam Galohgor adalah β-karoten (Permana 2011).
β-karoten adalah salah satu jenis karotenoid yang memiliki aktivitas vitamin
A. Selain sebagai provitamin A, β-karoten juga mempengaruhi proliferasi dan
diferensiasi sel dalam tubuh, serta memiliki aktivitas antikanker dan antioksidan
(Gropper et al. 2009; Livny et al. 2002).
Penelitian tentang β-karoten terus berkembang hingga tingkat seluler.
Metabolisme β-karoten di berbagai sel tubuh usus halus, ginjal, retina, hati, dan
jaringan lemak menghasilkan retinal dan/atau retinol (Redmon et al. 2001 dan
Gropper et al. 2009). Lebih lanjut retinal dimetabolisme menjadi asam retinoat
oleh serangkaian enzim aldehida dehidrogenase hasil ekspresi kelompok gen
ALDH (Jackson et al. 2011).
Hasil survei (Dahlianti et al. 2005) menunjukkan bahwa Galohgor aman
untuk dikonsumsi, karena sudah digunakan secara turun temurun oleh masyarakat
sunda khususnya di Wilayah Sukajadi, Kabupaten Bogor. Uji toksisitas akut pada
hewan coba (Wicaksono 2010) menunjukkan bahwa Galohgor bersifat aman dan
tidak toksik jika digunakan sesuai anjuran yaitu 0.370 g/KgBB selama masa nifas.
Gangguan kesehatan berupa perubahan fungsi hati baru akan terjadi jika
penggunaannya 9 kali dosis normal setara dengan 3.220 g/KgBB, dengan lama
penggunaan lebih dari dua kali masa nifas atau setara dengan 80 hari secara terus
menerus (Wicaksono 2010).
Penelitian kami sebelumnya (Roosita et al. 2013) menunjukkan bahwa βkaroten pada sel epitel usus (CMT-93) pada konsentrasi suprafisiologis (5.0μM)
dapat menekan proliferasi, mempengaruhi morfologi, dan menginduksi ekspresi
gen Aldh1a2. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan respons sel epitel
usus (CMT-93) terhadap Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak. Secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh Galohgor serbuk dan
Galohgor ekstrak pada 1) proliferasi sel usus, 2) diferensiasi sel yang ditunjukkan
dengan perubahan morfologi, dan 3) ekspresi gen Aldh1a2 pada sel epitel usus
(CMT-93).
28
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium of Food and Enviromental Science,
Division Food Science and Biotechnology, Faculty of Agriculture, Kyoto
University, Japan dan Laboratorium Embriologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013.
Bahan
Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak dibuat berdasarkan prosedur yang
telah dijelaskan pada Bab 3. β-karoten (BCA) yang digunakan adalah β-karoten
dengan kemurnian 99% (Sigma) yang dilarutkan dalam pelarut tetrahydrofuran
(THF) (Sigma) hingga konsentrasi akhir dalam medium 1.25%. Medium kultur
sel terdiri atas DMEM (Gibco). Jenis antibiotik yang digunakan meliputi penisilin,
streptomisin, dan gentamisin. Serum yang digunakan untuk kedua jenis sel adalah
heat-inactivated Fetal Bovine Serum (FBS).
Kit 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT)
(Roche) digunakan untuk analisis proliferasi sel. Kit Rneasy (Qiagen) digunakan
untuk isolasi RNA dan Kit Takara digunakan untuk analisis reverse transriptase
polymerase chain reaction (RT PCR).
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode in vitro
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Kontrol dan perlakuan ditentukan
dengan perbedaan konsentrasi β-karoten dalam larutan medium, yaitu sebesar 0.5,
1.5, dan 5.0 µM/mL.
Unit percobaan dalam penelitian ini adalah sel epitel saluran cerna (CMT93) dalam cawan kultur. Jumlah ulangan parameter ekspresi gen dan diferensiasi
sel berjumlah tiga atau empat, sedangkan untuk proliferasi sel masing-masing
enam ulangan. Konsentrasi sel pada awal kultur dalam setiap cawan/ulangan
sebesar 1 x 105 sel/mL. Prosedur penelitian selengkapnya dijelaskan pada Bab 3.
Parameter yang diamati antara lain 1) proliferasi dan viabilitas sel dengan
MTT assays; 2) morfologi sel dengan pengamatan langsung di bawah mikroskop
fluorescent (Olympus), 3) ekspresi gen Aldh1a2 metode RT-PCR dan gel
elektroforesis.
Analisis Data
Semua data kualitatif disajikan secara deskriptif. Data kuantitatif diuji
dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) yang dilanjutkan dengan
uji lanjut Duncan/Dunnet untuk menentukan beda nyata antarperlakuan.
Hasil
Proliferasi Sel Epitel Usus (CMT 93)
Perlakuan Galohgor ekstrak (GE) pada konsentrasi suprafisiologis GE [5.0
μM] dan Triton X-114 (1.25%) menurunkan proliferasi sel epitel usus (CMT-93)
secara signifikan (p<0.05) dibandingkan dengan kontrol. Sebaliknya, perlakuan
ekstrak pada konsentrasi suprafisiologis tidak menyebabkan perbedaan proliferasi
sel (Gambar 7).
Triton X-114 digunakan sebagai kontrol negatif karena dapat menekan
proliferasi. Triton X-114 memiliki sifat toksik dan dapat menekan viabilitas sel.
29
Hal ini karena Triton X-114 mempunyai sifat yang mirip deterjen yang dapat
menyebabkan kerusakan struktur lipoprotein dan fosfolipid pada membran sel
(Malen et al. 2010).
3.000
2.500
2.000
1.500
1.000
*)
0.500
*)
0.000
Kontrol
Triton
1,25%
GE
GE
GE
GS
GS
GS
[5μM] [1.5μM] [0.5μM] [5.0μM] [1.5μM] [0.5μM]
Gambar 7 Nilai absorbansi hasil MTT assays pada kontrol negatif (Triton X-114
1.25%) perlakuan Galohgor ekstrak (GE), Galohgor serbuk (GS)
dengan berbagai dosis (0.5, 1.5 dan 1.5 μM) dibandingkan dengan
kontrol. Tanda *) pada grafik menunjukkan hasil ANOVA yang beda
nyata pada p<0.05.
Pengaruh β-karoten pada Morfologi CMT-93
Gambar 8 menunjukkan morfologi sel CMT-93 yang mendapat perlakuan
Galohgor ekstrak (GE) dan Galohgor serbuk (GS) dibandingkan dengan kontrol.
Sel yang diberi Galohgor serbuk pada konsentrasi fisiologis (GS 0.5μM)
menunjukkan perkembangan struktur sel yang tidak berbeda dari kontrol, namun
tampak ukuran sel menjadi lebih besar dan lebih kompak. Pada perlakuan dengan
Galohgor ekstrak (GE), pada konsentrasi GE 1.5 dan 5.0 μM, terlihat banyak sel
yang mengalami degenerasi dan piknotik.
30
Gambar 8 Morfologi sel CMT-93 dalam medium kontrol (A), THF 1.25% (B),
BCA 0.1 µM (C), BCA 0.5 µM (D), BCA 1.5 µM (E), dan BCA 5.0
µM (F).
Ekspresi Gen Aldh1a2
Hasil analisis RT-PCR menunjukkan bahwa Galohgor ekstrak dan Galohgor
serbuk mempengaruhi ekspresi gen Aldh1a2 oleh sel epitel usus (CMT-93)
(Gambar 9). Hal ini diduga karena adanya β-karoten dalam Galohgor ekstrak dan
Galohgor serbuk. Gen Gadph terekspresi pada semua sel yang ditumbuhkan
dalam medium kontrol (DMEM) maupun perlakuan. Hal ini karena Gapdh
merupakan gen yang mengkode enzim yang berperan dalam mempertahankan
kondisi homeostatis pada sel (housekeeping enzyme).
Gambar 9 Ekspresi gen Gadph and Aldh1a2 pada sel CMT-93 kontrol negatif
(neg) dan perlakuan Galohgor Ekstrak (GS 1.5μM), Galohgor Serbuk
(GS 5.0µM dan GS 1.5 µM) (Keterangan:
A= Aldh1a2, G =
Gadph).
Pembahasan
Selain menunjukkan tingkat proliferasi berdasarkan jumlah sel yang masih
hidup, MTT assays juga dapat digunakan untuk menguji tingkat toksisitas suatu
31
bahan. Semakin banyak sel yang mati, atau semakin rendah nilai absorbansi,
berarti semakin toksik suatu bahan (Roosita et al. 2013). Hasil MTT assays pada
penelitian ini juga menunjukkan bahwa Galohgor serbuk tingkat toksiknya lebih
rendah jika dibandingkan Galohgor ekstrak yang menggunakan etanol sebagai
pelarut dalam proses ekstraksi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil bahwa secara
signifikan konsentrasi suprafisiologis Galohgor ekstrak GE [5.0 μM] dapat
menekan proliferasi, sedangkan pada konsentasi yang sama pada Galohgor serbuk
tidak menekan proliferasi. Etanol yang digunakan sebagai pelarut dalam
pembuatan Galohgor ekstrak diduga telah menarik lebih banyak senyawa bersifat
nonpolar yang diduga dalam jumlah berlebih bersifat toksik.
Selain itu β-karoten dalam Galohgor Ekstrak (GE) memiliki kelarutan yang
lebih tinggi dibandingkan Galohgor serbuk (GS) pada saat pembuatan larutan stok.
Hasil ini selaras dengan penelitian sebelumnya (Roosita et al. 2013) yang
menunjukkan bahwa β-karoten dengan konsentrasi suprafisiologis dapat menekan
proliferasi pada sel epitel usus (CMT-93) (5.0μM). Hasil penelitian Wojcik et al.
(2008) yang juga menunjukkan hasil yang selaras dan menyimpulkan bahwa βkaroten pada konsentrasi suprafisiologis [5.0 µM] dapat menekan proliferasi pada
sel oval secara in vitro.
Perubahan morfologis terlihat pada morfologi sel CMT-93 subkonfluen
yang diberi perlakuan Galohgor ekstrak dan Galohgor serbuk konsentrasi tinggi
[5.0μM dan 1.5 μM]. Sel-sel tersebut mengalami perubahan ukuran, beberapa
mulai menunjukkan degenerasi dan piknotik. Perubahan struktur morfologis pada
sel CMT 93 diduga terjadi karena pemberian Galohgor ekstrak yang mengandung
β-karoten lebih tinggi dari konsentrasi fisiologisnya.
Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (Roosita et al., 2013) yang
menunjukkan bahwa pada konsentrasi suprafisiologis (5.0μM) β-karoten dapat
menekan proliferasi dan mempengaruhi morfologi sel epitel CMT-93. Sementra
itu, Koshy et al. (1996) menjelaskan bahawa perubahan morfologi pada epitel
usus manusia berkorelasi dengan adanya perubahan mikrofilamen aktin dan
volume sel. Perubahan ini terjadi antara lain akibat perubahan struktur tight
junction dan epitel usus yang terpolarisasi pada proses detoksifikasi.
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa Galohgor ekstrak dan Galohgor
serbuk mempengaruhi ekspresi gen Aldh1a2 oleh sel epitel usus (CMT-93)
(Gambar 3). Hal ini diduga karena adanya β-karoten dalam Galohgor ekstrak dan
Galohgor serbuk. Hasil ini sesuai dengan penelitian Roosita et al. (2013) yang
menunjukkan bahwa β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen Aldh1a2 pada
sel epitel usus (CMT-93).
Jackson et al. (2011) dan Duester (2000) menjelaskan peranan Aldh1a2
dalam metabolisme β–karoten untuk diubah menjadi
asam retinoat.
Sebelumnya, proses tersebut didahului oleh kerja enzim β-karoten-15,15dioksigenase yang mengkonversi β-karoten menjadi retinal.
Selanjutnya,
perubahan retinal menjadi asam retinoat ini memerlukan bantuan serangkain
enzim aldehyde dehidrogenase yang salah satunya dikode oleh Aldh1a2. Asam
9-cis-retinoat memiliki fungsi sebagai ligan untuk reseptor asam retinoat RAR di
inti sel (nucleus) yang mengatur ekspresi gen.
32
Simpulan
Galohgor ekstrak pada konsentrasi tingggi [5.0 μM] secara signifikan
(p<0.05) dapat menekan proliferasi dan mempengaruhi morfologi sel epitel usus
(CMT-93). β-Karoten dalam Galohgor ekstrak dan Galohgor serbuk
mempengaruhi ekspresi gen Aldh1a2 pada sel epitel usus CMT-93.
33
6 RESPONS SEL KELENJAR MAMMAE (HC11) TERHADAP
β-KAROTEN: PROLIFERASI, DIFERENSIASI, DAN
EKSPRESI GEN KONEKSIN (Cx43) DAN β-CASEIN (Csn2)
Pendahuluan
β-Karoten juga memiliki banyak fungsi fisiologis lain di luar sifatnya
sebagai prekursor vitamin A, seperti aktivitas antioksidan, proliferasi, diferensiasi,
dan antikanker (Gropper et al. 2009; Livny et al. 2002), pengaturan ekspresi
gen dan perkembangan struktur sel yang disebut gap juction (Frey dan Vogel
2011; Elliot 2005; Livny et al. 2002; Donaldson 2011).
Pada sel kelenjar mammae, gap junction yang disusun oleh protein koneksin
berfungsi untuk menjaga permeabilitas membran sitoplasma, mempengaruhi
metabolisme, dan diferensiasi sel. Perkembangan struktur gap junction yang baik
sangat penting untuk mempertahankan sintesis dan sekresi air susu (ASI)
(Gropper et al. 2009, Neville 2009; Solomon 2001; Talhouk et al. 2005).
Keberhasilan produksi susu pada kelenjar mammae ditentukan antara lain
oleh jumlah sel dan kemampuannya untuk mensintesis susu. Semakin banyak
jumlah sel-sel pada kelenjar mammae, dan semakin tinggi kemampuan sintesis
susu pada setiap sel kelenjar mammae tersebut, maka semakin tinggi produksi
susu (Capuco et al. 2003). Suplementasi β-karoten dapat meningkatkan produksi
susu sapi sebesar 7.75% (Sretenovic et al. 2005). Namun, belum diketahui
bagaimana efek β-karoten dalam meningkatkan produksi susu di kelenjar
mammae.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (BAB 3), β-karoten dapat menekan
proliferasi dan mempengaruhi morfologi sel serta meningkatkan ekspresi gen
Aldh1a2 pada sel usus (CMT-93). Hal ini menunjukkan bahwa sel usus mampu
untuk memetabolisme β-karoten menjadi asam retinoat. Selanjutnya, penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis respons sel kelenjar mammae (HC11 cell line)
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1)
terhadap β-karoten.
membuktikan perubahan morfologi pada sel kelenjar mammae HC11 yang
diinduksi dengan faktor pertumbuhan (epidermal growth factor/ EGF), insulin,
dan hormon laktasi, yaitu hidrokortison dan atau prolaktin, 2) menganalisis
pengaruh β-karoten pada proliferasi, 3) membuktikan pengaruh β-karoten pada
perbedaan tingkat diferensiasi pada sel kelenjar mammae yang ditandai dengan
struktur mammosfer (HC11), serta 4) menganalisis pengaruh β-karoten pada
ekspresi gen koneksin 43 (Cx43) dan β-casein (Csn2) pada kelenjar mammae
(HC11).
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium
Embriologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Juni-September 2013.
34
Bahan
Serbuk dan Ekstrak Galohgor dibuat dari bahan-bahan yang telah
diujicobakan secara in vivo dan uji toksisitas dengan komposisi yang sama pada
penelitian sebelumnya (Roosita 2003, Wicaksono 2010). Etanol dan aquadest
digunakan untuk membuat Ekstrak Galohgor dengan perbandingan 30:70.
β-karoten (BCA) yang digunakan adalah β-karoten dengan kemurnian 99%
(Sigma) yang dilarutkan dalam pelarut tetrahydrofuran (THF) (Sigma) hingga
konsentrasi akhir dalam medium 1.25%. Medium kultur sel yang digunakan
untuk HC11 adalah RPMI 1640 (Biowest) dengan antibiotik gentamisin.
Hormon dan faktor pertumbuhan yang digunakan meliputi insulin (Sigma),
EGF (Sigma), hidrokortison (Sigma), dan prolaktin (Sigma). Serum yang
digunakan adalah heat-inactivated Fetal Bovine Serum (FBS).
Kit 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT)
(Roche) digunakan untuk analisis proliferasi sel. Kit Rneasy (Qiagen) digunakan
untuk isolasi RNA dan One-Step RT-PCR Pre Mix Kit (Intron Biotechtonology)
digunakan untuk analisis reverse transriptase polymerase chain reaction (RT
PCR).
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Rancangan
Acak Lengkap (RAL). Unit percobaan dalam penelitian ini adalah kultur sel
dalam cawan petri. Objek penelitian yang digunakan adalah galur sel (cell line)
HC11. HC11 Cell line diperoleh dari Prof Nancy Hynes, Friedrich Miescher
Institute, CH-4002 Basel, Switzerland.
Perlakuan ditentukan dengan perbedaan konsentrasi beta-karoten dalam
larutan medium, yaitu sebesar 5; 1,5, dan 0,5 µM /mL. Jumlah ulangan (contoh)
untuk setiap kelompok berjumlah tiga (3) cawan kultur, sedangkan untuk MTT
assays masing-masing 6 ulangan. Kontrol positif yang digunakan adalah betakaroten murni dengan konsentrasi bertingkat yang sama dengan kadar betakaroten Galohgor, mengacu pada penelitian Wojcik (2008). Untuk MTT assays
digunakan 96 sumur dengan jumlah sel 2x104 sel per sumur selama 3x24 jam
dalam inkubator steril bersuhu 36°C, CO2 5%. Prosedur penelitian selengkapnya
dijelaskan pada Bab 3.
Analisis Data
Semua data kualitatif disajikan secara deskriptif, sedangkan data-data
kuantitatif akan diuji dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA)
dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menentukan beda nyata antarperlakuan.
Hasil
Pengaruh β-karoten pada Proliferasi Sel Kelenjar Mammae (HC11)
MTT assays dilakukan untuk menilai tingkat proliferasi berdasarkan jumlah
sel yang masih hidup. Hasil ini juga dapat menggambarkan tingkat toksisitas
suatu bahan, semakin banyak sel yang mati atau semakin rendah nilai absorbansi
berarti semakin toksik suatu bahan.
35
Gambar 10 menunjukkan nilai rataan absorbansi pada panjang gelombang
550 nm, hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan pengaruh
perlakuan β-karoten murni dengan konsentrasi yang berbeda.
Berdasarkan
Gambar 10 tersebut, β-karoten murni tidak mempengaruhi proliferasi dan β sel
kelenjar mammae. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji ANOVA yang tidak beda
nyata dari kontrol. Namun sebaliknya, kontrol negatif Triton X-114 secara
signifikan (p<0.05) menekan proliferasi sel.
Triton X-114 dapat menekan proliferasi sekaligus viabilitas sel karena
memiliki sifat sebagai deterjen. Sifat ini menyebabkan kerusakan struktur
lipoprotein dan fosfolipid pada membran sel (Malen et al. 2010). Sebaliknya,
THF sebagai pelarut dari β-karoten tidak mempengaruhi morfologi, proliferasi,
dan viabilitas sel usus (CMT-93). Hal ini sesuai dengan penelitian BoeschSaadatmandi et al. (2011).
Gambar 10 Pengaruh Beta-karoten (BCA) pada Konsentrasi yang Berbeda (0.5,
1.5 dan 5.0 µM) dibandingkan dengan Kontrol dan Triton X-144 pada
Proliferasi Sel Kelenjar Mammae (HC11).
Jika dibandingkan dengan sel epitel saluran cerna CMT-93, konsentrasi βkaroten suprafisiologis [5µM] tidak secara nyata menekan proliferasi dan
viabilitas sel kelenjar mammae (HC11). Hal ini diduga karena adanya EGF
dalam medium yang menekan pengaruh β-karoten pada proliferasi. Hasil ini
selaras dengan pendapat Pena dan Rosenfeld (2001) yang menyatakan bahwa
EGF bersifat meningkatkan proliferasi pada sel kelenjar mammae secara in vivo.
Perubahan Morfologi Sel Selama Proses Proliferasi dan Diferensiasi
Pemberian epidermal growth factor (EGF) dan insulin pada HC11 cell line
menyebabkan pertambahan jumlah sel (proliferasi) sebagaimana terlihat pada
Gambar 11. Sebaliknya, induksi dengan prolaktin, hidrokortison, dan insulin
secara bersamaan menyebabkan sel berdiferensiasi (Gambar 12).
HC11 cell line adalah sel kelenjar mammae yang mampu melakukan proses
laktogenesis, seperti pada kondisi in vivo. HC11 cell line mampu mengekpresikan
protein susu (β-kasein) sebagai respons terhadap hormon prolaktin dan
glukokortikoid (Ball et al. 1988, Hynes 1990, Doppler et al. 1989).
36
Proliferasi dan diferensiasi ini dapat dilihat dari perubahan morfologi sel.
Perubahan morfologi yang signifikan dapat dilihat dari proses pembentukan
struktur mammosfer (Gambar 12C).
Gambar 11 Proses proliferasi sel HC11(Pembesaran 20x)
Gambar 12 Perkembangan diferensiasi sel kelenjar mammae HC11 (Pembesaran
40x)
Diferensiasi sel kelenjar mammae HC11 ditandai dengan perkembangan
struktur mammosfer yang berbentuk seperti gelembung (Gambar 13A, B, C, D).
Perlakuan β-karoten menyebabkan sel berukuran lebih besar, perkembangan
mammosfer yang lebih cepat, dan morfologi sel menjadi lebih kompak karena
batas membran antarsel yang bertetangga semakin rapat. Struktur mammosfer
tampak lebih sempurna pada perlakuan β-karoten 5 µM/ml (Gambar 13D).
Hasil studi in vitro ini sesuai dengan kondisi in vivo (Pena dan Rosenfeld
2001), yang menjelaskan bahwa proliferasi sel epitel mammae antara lain
dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan (EGF) dan insulin. Selanjutnya sel epitel
kelenjar mammae akan berdiferensiasi dengan adanya induksi dari prolaktin,
insulin, dan hidrokortison.
37
Gambar 13 Morfologi sel kelenjar mammae HC11 tahap diferensiasi pada hari ke5 pada kontrol (A), β-karoten 0.5 (B), 1.5 (C) dan 5.0 (D) µM/mL
(Pembesaran 40x).
Ekspresi Gen Csn2, Cx43 dan Gapdh pada Sel Kelenjar Mammae HC11
Gen Gapdh terekspresi pada semua sel kelenjar mammae (HC11), baik
dalam medium kontrol, proliferasi (P), diferensiasi (D1), serta medium perlakuan.
Hal ini menunjukkan bahwa semua sel mampu mempertahankan kondisi
homeostatis normal (Gambar 14).
Gambar 14 Ekspresi gen Csn2 dan Gadph pada sel kelenjar mammae (HC11)
dalam medium kultur perlakuan β-karoten BCA1=[0.5 µM]; BCA2=
[1.5 µM], dan BCA3=[5.0 µM], dibandingkan dengan kontrol negatif
(P) dan positif (D1).
Pada sel yang mendapat perlakuan induksi β-karoten, ekspresi gen βkasein (Csn2) terlihat lebih baik yang ditunjukkan dengan pita yang lebih tebal
dan terang. Sebaliknya, pada kontrol negatif (P), gen β-kasein (Csn2) tidak
diekspresikan. Hal ini disebabkan pada kontrol negatif ini HC11 cell lines tidak
berdiferensiasi karena tidak diberi hormon prolaktin dan hidrokortison.
Gambar 14 juga menunjukkan perbedaan pita Csn2 antara HC11 yang
berdiferensiasi dengan induksi (BCA1, BCA2, BCA 3) dibandingkan kontrol (D1).
38
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi perlakuan β-karoten,
sebagaimana terlihat pada, yaitu BCA2 dan BCA3, yaitu masing-masing 1.5 dan
5.0 μM, pita Csn2 tampak lebih tebal dan lebih cerah. Hasil ini menunjukkan
bahwa konsentrasi β-karoten yang lebih tinggi menyebabkan ekspresi gen βkasein (Csn2) yang lebih baik .
Maningat et al. (2009) menjelaskan bahwa gen kasein (Csn) merupakan gen
yang paling banyak diekspresikan pada masa laktasi. Gen tersebut berperan
dalam pengaturan sintesis enzim pada proses glikolisis, glukoneogenesis, siklus
asam sitrat, degradasi dan sintesis asam lemak, trigliserida, dan kolesterol untuk
sintesis susu. Ekspresi gen ini antara lain dipengaruhi oleh prolaktin.
Nagatami dan Oka (1983) menjelaskan bahwa ekspresi gen kasein
merupakan penanda terjadinya sintesis protein kasein susu di sel kelenjar
mammae yang disebut laktogenesis. Berdasarkan hasil studi tersebut, kasein juga
berfungsi sebagai penanda khusus untuk fungsi sel kelenjar epitel mammae.
Selain itu, seperi halnya laktalbumin, kasein merupakan protein yang sangat
penting dalam menentukan kualitas air susu.
Mekanisme efek β-karoten pada diferensiasi dan laktogenesis sel epitel
kelenjar mammae dipelajari dengan menganalisis ekspresi gen dari koneksin
(Cx43). Oleh karena itu, digunakan sampel sel HC11 yang sama untuk
menunjukkan ekspresi gen β-kasein. Hasil analisis RT PCR dan gel
elektroforesisnya disajikan pada Gambar 15.
Berdasarkan Gambar 15, gen koneksin (Cx43) diekspresikan oleh semua sel
HC11 yang berdiferensiasi dan mengekspresikan Csn2.
Namun, pita gen
koneksin (Cx43) dari sel HC11 yang diberi perlakuan β-karoten tampak lebih
tebal dan lebih cerah dibandingkan dengan kontrol (D1).
Gambar 15 Ekspresi gen Csn2, Cx43 dan Gadph pada sel kelenjar mammae
(HC11) dalam medium kultur perlakuan β-karoten BCA1=[0.5 µM];
dan BCA2= [1.5 µM], dibandingkan dengan kontrol (D1).
Ekspresi gen koneksin (Cx43) terlihat pada sel yang ditumbuhkan dalam
medium diferensiasi kontrol (D1), BCA 0.5 µM/ml, dan BCA1.5 µM/ml.
Ketebalan pita yang berbeda menunjukkah bahwa semakin tinggi konsentrasi βkaroten semakin tinggi ekspresi CX43. Hasil ini sesuai dengan penelitian Yeh
39
dan Hu (2003), yang membuktikan bahwa pemberian β-karoten [5.0 µM] dapat
meningkatkan perkembangan gap junction dan sintesis koneksin 43.
Pembahasan
Hasil metabolisme beta-karoten di tingkat selluler dalam tubuh menurut Shi
et al. (1998) adalah retinoid yang akan bersinergi dengan hormon tiroid (T3)
dalam proses proliferasi dan diferensiasi. Beta-karoten yang telah dikonversi
menjadi retinoid akan berikatan cis-asam retinoat (RXR). Reseptor ini bersifat
heterodimer selain berikatan dengan asam retinoat juga akan berikatan dengan
hormon tiroid (T3). Fungsi RXR adalah sebagai ko-faktor untuk mengaktifkan
transkripsi gen pada saat tersedia hormon tiroid (TR); atau sebaliknya menekan
transkripsi gen saat tidak tersedia hormon tiroid (TR)
Penelitian ini menunjukkan β-karoten tidak mempengaruhi proliferasi sel
kelenjar mammae. Hasil ini berbeda dari hasil penelitian Wojcik et al. (2008)
yang menunjukkan β-karoten dapat menghambat proliferasi sel oval dari paruparu. Demikian pula hasil penelitian pendahuluan kami sebelumnya (Roosita et
al. 2013) yang menunjukkan bahwa β-karoten dalam konsentrasi suprafisiologis
[5.0 μM] menghambat perkembangan proliferasi sel epitel intestinal (CMT-93 cell
lines).
Hal ini diduga karena pengaruh β-karoten dapat ditekan oleh adanya faktor
pertumbuhan epidermal (EGF). EGF ditambahkan ke dalam media kultur sel
karena dibutuhkan untuk pertumbuhan normal sel HC11. Pena dan Rosenfeld
(2001) menjelaskan bahwa EGF menginduksi proliferasi sel-sel kelenjar mammae
in vivo.
Struktur mammosfer dapat digunakan sebagai penanda spesifik untuk
menunjukkan diferensiasi sel kelenjar mammae. Hal ini karena sel-sel kelenjar
mammae (HC11) dengan struktur mammosfer yang berkembang dengan baik juga
menunjukkan ekspresi gen Csn2 yang lebih baik. Perlakuan β-karoten murni dan
Galohgor juga menyebabkan perkembangan mammosfer yang baik.
Perkembangan mammosfer yang paling baik pada perlakuan β-karoten murni
konsentrasi suprafisiologis (5.0 μM).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Cx43 diekspresikan oleh semua sel
kelenjar mammae HC11 yang juga mengekspresikan gen Csn2 dan mengalami
diferensiasi yang ditandai dengan perkembangan mammosfer. Pita mRNA dari
gen koneksin (Cx43) pada sel HC11 yang diberi perlakuan β-karoten terlihat lebih
tebal dan lebih terang dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini membuktikan
bahwa β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen Cx43 dan Csn2 .
Hasil ini selaras dengan pendapat Bertram (1999) yang didukung oleh
penelitian pada galur sel 10T1/2 menunjukkan bahwa karotenoid dapat
meningkatkan ekspresi gen koneksin 43. Mekanisme ini antara lain karena
asam retinoat berperan sebagai ligan yang berikatan dengan Retinoids Acid
Receptor (RAR) yang terdapat di inti sel (nukleus). Ikatan antara molekul asam
retinoat dengan RAR akan menyebabkan ekspresi gen Cx43 dan berbagai jenis
gen lain yang tekait dengan diferensiasi dan perkembangan fungsi sel.
Mekanisme efek β-karoten pada diferensiasi kelenjar mammae diperantarai
oleh perkembangan gap junction yang disusun oleh protein koneksin. Protein ini
dikode oleh gen koneksin, diantaranya adalah Cx43. Talhouk et al. 2005;
40
Cruciani dan Mikalsen 2006; dan Gropper et al. 2009, menjelaskan bahwa gap
junction berfungsi untuk menghubungkan atau membangun koneksi atau
komunikasi antara sel-sel yang bertetangga.
Struktur gap junction ini juga
berperan penting dalam mengatur proses metabolisme, pertumbuhan dan proses
fisiologis sel kelenjar mammae, khususnya dalam sintesis kasein susu yang
penting untuk memenuhi kebutan gizi bayi.
Simpulan
β-karoten tidak menekan proliferasi sel kelenjar mammae (HC11), akan
tetapi β-karoten pada konsentrasi tinggi dapat menekan proliferasi dan viabilitas
sel kelenjar mammae (HC11) secara signifikan (p<0.05). HC11 dengan struktur
mammosfer yang berkembang dengan baik juga menunjukkan ekspresi gen Csn2
yang lebih baik sehingga struktur mammosfer dapat digunakan sebagai penanda
spesifik untuk menunjukkan diferensiasi sel kelenjar mammae pada periode
laktogenesis.
β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen β-kasein (Csn2) yang penting
untuk sintesis protein susu. Mekanisme peningkatan ekspresi gen Csn2 ini selaras
dengan peningkatan ekspresi gen koneksin 43 (CX43) pada sel kelenjar mammae
(HC11) yang diinduksi dengan hormon-hormon laktogenesis.
41
7 EFEK NUTRASETIKAL GALOHGOR PADA PROLIFERASI
DAN DIFERENSIASI SEL KELENJAR MAMMAE (GALUR
HC11)
Pendahuluan
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi. Kandungan
zat gizi yang lengkap dan senyawa aktif di dalam ASI sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan otak, sistem pencernaan, dan untuk kekebalan
tubuh bayi (AAP 2005, M’Rabet L et al. 2008).
Produksi ASI yang optimal ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain
faktor fisiologis dan psikologis, kondisi hormonal, serta ketersediaan zat gizi
dalam tubuh ibu menyusui. Selama laktasi, ketersediaan zat gizi dalam tubuh ibu
menyusui mempengaruhi profil asam lemak susu dan ekspresi gen yang penting
untuk fungsi, pertumbuhan, dan perkembangan kelenjar mammae. Selain itu,
ketersediaan zat gizi juga mempengaruhi jumlah dan jenis senyawa yang terdapat
dalam air susu, seperti protein, lipid, dan vitamin (Baldi et al. 2008).
Vitamin A adalah salah satu zat gizi yang penting pada masa laktasi.
Kebutuhan akan vitamin A meningkat sebanyak 350 RE pada masa laktasi
dibandingkan rata-rata kebutuhan wanita dewasa yang tidak menyusui, yaitu 600
RE (Solomon 2001). Sebagian besar masyarakat negara di dunia, khususnya
negara berkembang, masih mengandalkan β-karoten yang banyak terdapat dalam
sayuran hijau dan buah yang berwarna orange sebagai sumber vitamin A (Grune
et al. 2010).
Nutrasetikal Galohgor terbuat dari berbagai jenis tanaman dengan
komponen utama daun-daunan yang berwarna hijau tua serta jagung yang
merupakan sumber β-karoten. Manfaat Galohgor sebagai nutrasetikal yang dapat
meningkatkan produksi ASI telah diungkap dalam penelitian survei (Dahlianti et
al. 2005), etnobotani (Roosita et al. 2008a, 2008b), maupun penelitian secara in
vivo dengan menggunakan hewan coba (Roosita et al. 2003).
Penelitian yang membuktikan efek Galohgor terhadap produksi ASI pada
tingkat selular belum pernah dilakukan. Namun, hasil penelitian Roosita et al.
(2013b), β-karoten dapat meningkatkan difererensiasi sel kelenjar mammae yang
ditandai dengan perkembangan mammosfer yang sinergis dengan peningkatan
ekspresi gen Cx43 dan Csn2. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan
mammosfer sebagai penanda proses diferensiasi dari kelenjar mammae (HC11)
pada proses laktogenesis. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh
Galohgor serbuk dan ekstrak dengan dosis yang berbeda terhadap proliferasi dan
diferensiasi sel kelenjar mammae (HC11).
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan,
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia untuk pembuatan
Galohgor Serbuk dan Ekstrak. Kultur sel dilakukan di Laboratorium Embriologi,
42
Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga
Oktober 2013.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan untuk
membuat Galohgor Serbuk dan Ekstrak dan peralatan kultur jaringan. Jenis
perlatan utama untuk membuat Galohgor Serbuk dan Ekstrak meliputi timbangan
digital, blender, oven, wadal maserasi dan pengaduknya, drum dryer, dan
evaporator.
Peralatan kultur jaringan dan pembuatan medium perlakuan, antara lain
timbangan analitik, ultra sentrifus, tabung sentrifus, stirrer dan vorteks, alat gelas
dan tabung sentrifus, lemari pendingin, clean bench, dan mikroskop cahaya
(Olympus).
Bahan-bahan Serbuk dan Ekstrak Galohgor berasal dari Desa Sukajadi,
Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor dan dibuat dengan prosedur
sebagaimana dijelaskan pada Bab 3. Etanol dan aquades digunakan untuk
membuat Ekstrak Galohgor dengan perbandingan 30:70. Pelarut tetrahydrofuran
(THF) (Sigma) digunakan untuk melarutkan β-karoten murni dan β-karoten
dalam Galohgor. Konsentrasi THF akhir dalam medium 1.25%. β-karoten (BCA)
yang digunakan adalah β-karoten dengan kemurnian 99% (Sigma).
Medium kultur sel yang digunakan untuk HC11 adalah RPMI 1640
(Biowest) dengan antibiotik gentamisin. Hormon dan faktor pertumbuhan yang
digunakan meliputi insulin (Sigma), EGF (Sigma), hidrokortison (Sigma), dan
prolaktin (Sigma). Serum yang digunakan adalah heat-inactivated Fetal Bovine
Serum (FBS). Kit 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide
(MTT) (Roche) digunakan untuk analisis proliferasi dan viabilitas sel.
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Unit percobaan dalam penelitian ini adalah kultur sel HC11
dalam cawan petri. HC11 Cell line diperoleh dari Prof Nancy Hynes, Friedrich
Miescher Institute, CH-4002 Basel, Switzerland.
Konsentrasi dalam perlakuan ditentukan berdasarkan konsentrasi akhir βkaroten Galohgor serbuk dalam larutan medium, yaitu sebesar 10.0, 5.0, dan 0.5
µM, sedangkan untuk Galohgor ekstrak 5.0; 1.5, dan 0.5 µM. Perbedaan dosis
didasarkan pada hasil penelitian pendahuluan yang menunjukkan bahwa pada
konsentasi yang setara dengan 5.0 µM β-karoten, Galohgor serbuk belum
menunjukkan perubahan morfologis yang signifikan. Prosedur pembuatan
medium perlakuan selengkapnya dijelaskan pada Bab 3.
Kontrol positif yang digunakan adalah β-karoten murni dengan konsentrasi
bertingkat yang sama dengan kadar β-karoten galohgor, mengacu pada penelitian
Wojcik (2008). Konsentrasi sel pada awal kultur dalam setiap cawan/ulangan
sebesar 1 x 105 sel/mL. Untuk MTT assays digunakan 60 dari 96 sumur dengan
jumlah sel 2x104 sel per sumur selama 3x24 jam dalam inkubator steril bersuhu
36°C, CO2 5%. Prosedur penelitian selengkapnya dijelaskan pada Bab 3.
Jumlah ulangan (contoh) untuk setiap kelompok berjumlah tiga (3) cawan
kultur, sedangkan untuk MTT assays masing-masing 6 ulangan. Jumlah dan jenis
ulangan untuk setiap perlakuan menurut kelompok percobaan selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 6.
43
Tabel 6 Jumlah dan jenis perlakuan menurut kelompok percobaan
Kelompok
Kontrol
Kontrol negatif (Triton)
Beta-karoten
Galohgor Serbuk (GS1)
Galohgor Serbuk (GS2)
Galohgor Serbuk (GS3)
Galohgor Ekstrak (GE1)
Galohgor Ekstrak (GE2)
Galohgor Ekstrak (GE3)
Kandungan β-karoten dalam Medium
pada Setiap Jenis Perlakuan
Galohgor
Beta-karoten murni
(µM /mL )
(µM /mL )
0
0
0
0
0
5
10.0
0
5.0
0
0.5
0
5.0
0
1.5
0
0.5
0
Total
MTT
assays
6
6
6
6
6
6
6
6
6
54
Pengamatan yang dilakukan meliputi proliferasi dan diferensiasi sel yang
ditandai dengan perkembangan mamosfer. Namun untuk pengukuran dengan
MTT assays hanya dilakukan pada tahap proliferasi.
Analisis Data
Semua data kualitatif disajikan secara deskriptif, sedangkan data-data
kuantitatif diuji dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) yang
dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menentukan beda nyata antar perlakuan.
Hasil
Kandungan β-karoten Produk Jamu Galohgor Serbuk dan Ekstrak
Berdasarkan Tabel 7 diketahui kandungan β-karoten ekstrak lebih tinggi
dibandingkan dengan sediaan serbuk. Data kadar β-karoten Galohgor dalam
bentuk sediaan serbuk dan ekstrak diperlukan untuk menentukan jumlah gram
jamu yang harus ditambahkan ke dalam medium untuk menghasilkan konsentrasi
akhir yang diinginkan, yaitu 0.5, 1.5, dan 5.0μM.
Tabel 7 Kandungan β-karoten dalam galohgor ekstrak dan serbuk
No
Bentuk Sediaan
Galohgor
Kandungan β-karoten
ppm
mg/100g
1.
Serbuk
188.43
18.84
2.
Ekstrak
213.66
21.37
Medium persediaan (stok) yang telah disentrifus diperlihatkan pada Gambar 17.
Proses sentrifus bertujuan untuk memisahkan bagian yang terlarut dan tidak
terlarut dalam medium yang mengadung THF (1.25%) dan serum FCS (10%).
Penambahan THF dan Serium pada medium stok bertujuan untuk meningkatkan
kelarutan β-karoten.
Pada Gambar 17, terlihat endapan serbuk dan ekstrak
44
Galohgor yang berwarna kuning kehijauan di bagian bawah medium yang
berwarna merah muda (pink).
Tabel 8 Nilai osmolalitas medium kontrol dan perlakuan
No
1
2
3
4
5
6
7
8.
Medium
Kontrol
Β-karoten murni [5.0 µM]
Galohgor Ekstrak [0.5 µM]
Galohgor Ekstrak [1.5 µM]
Galohgor Ekstrak [5.0 µM]
Galohgor Serbuk [0.5 µM]
Galohgor Serbuk [5.0 µM]
Galohgor Serbuk[10.0 µM]
Kode
D1
BC
D5
D6
D7
D8
D9
D10
Rataan
Osmolalitas
(mOsm/Kg)
282
392
312
328
379
359
334
354
Gambar 16 Medium persediaan (stok) hasil sentrifus
Osmolalitas Medium Kontrol dan Perlakuan
Salah satu syarat medium yang baik adalah molaritas atau molalitas larutan
tidal melebihi 0.400 mOsm/kg.
Hasil pengukuran osmolalitas medium
selengkapnya disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan data pada Tabel 8 tersebut,
nilai osmolalitas larutan medium kontrol dan perlakuan berada pada batas normal.
Pengaruh Galohgor Ekstrak dan Galohgor Serbuk pada Proliferasi Sel
Kelenjar Mammae (HC11)
Perlakuan sediaan Galohgor ekstrak pada konsentrasi tinggi dengan
kandungan setara β-karoten murni 5µM secara signifikan menekan proliferasi dan
viabilitas sel kelenjar mammae HC11. Namun, pada konsentrasi yang lebih
rendah tidak berbeda secara signifikan. Sementara itu, untuk perlakuan dengan
45
sediaan Galohgor serbuk pada konsentrasi semua konsentrasi perlakuan tidak
berbeda dibandingkan dengan kontrol (Gambar 18).
Gambar 17 Pengaruh Galohgor Ekstrak (GE) dan Galohgor Serbuk (GS) pada
konsentrasi yang berbeda dibandingkan dengan Kontrol dan Triton
X-144 pada Proliferasi Sel Kelenjar Mammae (HC11).
Pengaruh Sediaan Galohgor Serbuk dan Ekstrak pada Diferensiasi sel
Kelenjar Mammae HC11
HC11 cell line adalah sel kelenjar mammae yang mampu melakukan
proses laktogenesis seperti pada kondisi in vivo. HC11 cell line mampu
mengekpresikan protein susu (β-kasein) sebagai respons terhadap hormon
prolaktin dan glukokortikoid (Ball et al, 1988; Hynes 1990 dan Doppler et al.
1989).
Gambar 19 menunjukkan morfologi sel HC11 dalam medium diferensiasi
yang mendapat perlakuan Ekstrak Galohgor 0.5 µM (A), 1.5 µM (B), 5.0 µM (C),
dan Serbuk Galohgor 0.5 µM (D), 1.5 µM (E), 5.0 µM (F). Struktur mammosfer
yang berukuran besar terlihat pada Ekstrak Galohgor konsentrasi paling rendah
(0.5 µM), sedangkan pada perlakuan serbuk Galohgor dengan konsentrasi paling
tinggi 5.0 µM. Pada ketiga perlakuan ekstrak galohgor terlihat globula lemak
(milk fat globule = MFG), sedangkan pada perlakuan dengan serbuk galohgor
struktur MFG tidak terlihat secara nyata.
Nagatami dan Oka (1983) menjelaskan bahwa ekspresi gen kasein
merupakan penanda terjadinya sintesis protein kasein susu di sel kelenjar
mammae yang disebut laktogenesis. Berdasarkan hasil studi tersebut, kasein juga
berfungsi sebagai penanda khusus untuk fungsi sel kelenjar epitel mammae.
Selain itu, seperi halnya laktalbumin, kasein merupakan protein yang sangat
penting dalam menentukan kualitas air susu.
46
Gambar 18 Perbedaan morfologi sel HC11 yang mengalami diferensiasi ditandai
dengan struktur mammosfer (lingkaran) akibat perlakuan Galohgor
ekstrak 0.5 µM (A), 1.5 µM (B), 5.0 µM (C), dan Galohgor serbuk 0.5
µM (D), 5.0 µM (E), 10.0 µM (F).
Pembahasan
Perlakuan β-karoten murni dan galohgor juga menyebabkan perkembangan
mammosfer yang baik. Perkembangan mammosfer yang paling baik pada
perlakuan β-karoten murni konsentrasi suprafisiologis (5.0 μM).
Demikian pula pada Galohgor serbuk, perkembangan mammosfer yang
paling baik adalah pada konsentrasi yang setara dengan β-karoten murni
suprafisiologis (5.0 μM). Sebaliknya, pada Galohgor ekstrak perkembangan
mammosfer sudah terlihat sangat baik pada konsentrasi yang setara dengan βkaroten murni terendah (0.5 μM).
Pada konsentrasi yang lebih tinggi, sel kelenjar mammae yang mendapat
perlakuan Galohgor ekstrak menunjukkan perkembangan globula lipid susu (milk
fat globule = MFG). Hal ini menurut Jager et al. (2008) karakteristik fisiologis sel
kelenjar mammae yang telah berdiferensiasi juga ditandai ditandai dengan
kemampuan sel tersebut untuk mensintesis lemak susu dan laktosa, selain protein
kasein maupun whey protein.
Boisgard et al. (2001) menjelaskan bahwa setelah sempurna, kasein yang
berbentuk misel akan bergabung dengan molekul lain, seperti laktoferin, αlaktalbumin, immunoglobulin, dan protein-whey dalam bentuk vasikula sekretorik
(secretory vesicle). Selanjutnya menurut Borellini dan Oka (1989) dan Neville
(2009) proses penumpukan vasikula yang menyimpan sejumlah besar kasein dan
tumpukan butiran lemak akan berkumpul di bagian tepi membrane sel dan akan
dikeluarkan dari sel secara eksositosis.
Pada sel HC11 yang mendapat perlakuan Galohgor ektrak dengan
kandungan β-karoten setara dengan 1.5 dan 5.0 μM β-karoten murni,
47
menunjukkan penumpukkan vasikula dan butiran lemak di luar sel. Hal ini diduga
sebagian sel telah mengalami involusi.
Borellini dan Oka (1989) mengemukakan bahwa secara alamiah sel
kelenjar mammae juga mengalami involusi. Proses involusi pada tingkat selular
diawali dengan penumpukan vakuola yang menyimpan sejumlah besar kasein dan
tumpukan butiran lemak.
Penumpukan tersebut dapat menyebabkan tekanan
pada mitokondria dan lisosom yang menyebabkan terlepasnya berbagai enzim
hidrolitik ke sitoplasma. Proses autofagi ini menyebabkan sel mengalami deplesi
dan lisis. Sisa-sisa hasil autofagi ini akan dihancurkan oleh makrofag yang
terdapat dalam jumlah yang sangat banyak di kelenjar mammae.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan galohgor
ekstrak lebih efektif dibandingkan dengan β-karoten murni dalam mempengaruhi
diferensiasi sel kelenjar mammae yang ditandai dengan perkembangan
mammosfer. Efektivitas pemberian galohgor serbuk setara dengan β-karoten
murni pada konsentrasi suprafisiologis (5.0 μM). Hal ini diduga kandungan
senyawa aktif lain yang terdapat dalam galohgor ekstrak juga berpengaruh pada
diferensiasi kelenjar mammae.
Mekanisme efek β-karoten pada diferensiasi kelenjar mammae diperantarai
oleh perkembangan gap junction yang disusun oleh protein koneksin. Protein ini
dikode oleh gen koneksin, di antaranya adalah Cx43. Talhouk et al. (2005),
Cruciani dan Mikalsen (2006), dan Gropper et al. (2009) menjelaskan bahwa gap
junction berfungsi untuk menghubungkan atau membangun koneksi atau
komunikasi antara sel-sel yang bertetangga.
Struktur gap junction ini juga
berperan penting dalam mengatur proses metabolism, pertumbuhan, dan proses
fisiologis sel kelenjar mammae.
Hasil penelitian ini menunjukkan semua sel kelenjar mammae HC11 yang
juga mengekspresikan gen kasein dan mengalami diferensiasi yang ditandai
dengan perkembangan mammosfer.
Simpulan
Galohgor serbuk tidak menekan proliferasi sel kelenjar mammae (HC11).
Namun Galohgor ekstrak konsentrasi tinggi setara dengan 5μM β-karoten murni
dapat menekan proliferasi sel kelenjar mammae (HC11) secara signifikan
(p<0.05) .
Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak mempengaruhi diferensiasi sel
kelenjar mammae yang ditandai dengan perkembangan struktur mammosfer.
Galohgor ekstrak lebih efektif dibandingkan dengan β-karoten murni dan galohgor
serbuk dalam mempengaruhi diferensiasi sel. Efektivitas Galohgor serbuk setara
dengan efektivitas β-karoten murni pada konsentrasi suprafisiologis (5.0 μM).
48
8 PEMBAHASAN UMUM
Pengaruh β-karoten, Galohgor serbuk, dan Galohgor ekstrak pada proses
proliferasi sel epitel usus (CMT-93) dan kelenjar mammae (HC11)
Proliferasi sel adalah proses pertambahan jumlah sel yang disebabkan oleh
pembelahan dan pertumbuhan sel. Proses proliferasi merupakan suatu proses
yang penting dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan serta mengganti sel yang
mati atau rusak. Tingkat proliferasi dan metabolisme berbeda pada sel yang
berbeda jenisnya.
Pada sel epitel usus (CMT-93) yang mendapat perlakuan β-karoten atau
Galohgor ekstrak pada konsentrasi tinggi [5.0 μM], proliferasi sel secara
signifikan (p<0.05) lebih rendah dibandingkan kontrol. Namun tidak demikian
dengan Galohgor serbuk (GS) pada konsentrasi yang sama. Hal ini karena
kelarutan β-karoten pada Galohgor ekstrak (GE) lebih tinggi dibandingkan
Galohgor serbuk (GS).
Hasil ini selaras dengan penelitian Sheu et al. (2008) yang menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak etanol dari Dunaliella salina yang merupakan sumber βkaroten dapat menurunkan proliferasi. Demikian pula hasil penelitian Wojcik et
al. (2008) yang menunjukkan β-karoten menghambat proliferasi sel oval dari
paru-paru.
Namun, berbeda dari pengaruhnya pada sel epitel usus (CMT-93), βkaroten murni dan Galohgor serbuk tidak menekan proliferasi dan viabilitas sel
kelenjar mammae (HC11). Hal ini diduga karena pengaruh β-karoten dapat
ditekan oleh adanya faktor pertumbuhan epidermal (epidermal growth factor=
EGF). EGF perlu diberikan ke dalam media kultur sel karena dibutuhkan untuk
pertumbuhan normal sel HC11. Hal ini sesuai dengan Pena dan Rosenfeld (2001)
yang mengemukakan bahwa EGF menginduksi proliferasi sel-sel kelenjar
mammae in vivo.
Sementara itu, Galohgor ekstrak konsentrasi tinggi yang setara dengan 5μM
β-karoten murni dapat menekan proliferasi dan viabilitas sel kelenjar mammae
(HC11) secara signifikan (p<0.05).
Hasil ini konsisten dengan pengaruh
Galohgor ekstrak konsentrasi tinggi yang juga secara nyata menekan proliferasi
sel CMT-93). Hal ini diduga karena pada Galohgor ekstrak dengan konsentrasi
tinggi setara 5μM β-karoten murni juga mengandung senyawa-senyawa yang
mudah larut dalam pelarut nonpolar. Senyawa-senyawa ini dalam jumlah yang
banyak dapat bersifat toksik. Penambahan EGF tidak dapat mengurangi efek
toksik dari senyawa nonpolar tersebut dalam menekan proliferasi.
Proses proliferasi dan diferensiasi sel menjadi penentu proses pertumbuhan
dan perkembangan kelenjar mammae (Capuco et al. 2003). Tingkat proliferasi
dan diferensiasi yang normal dan seimbang perlu dipertahankan di kelenjar
mammae agar keberlangsungan produksi air susu dapat dipertahankan selama
periode laktasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Boutinaud et al. (2004) yang menyatakan
bahwa jumlah dan aktivitas sel epitel kelenjar mammae menentukan produksi air
susu. Aktivitas sel ditentukan oleh proses diferensiasi, sedangkan jumlah sel
ditentukan oleh proliferasi sel epitel kelenjar mammae.
49
Ekspresi Gen Aldehyde Dehydrogenase (Alhd1a2): Respons Sel Epitel Usus
(CMT-93) terhadap Induksi β-Karoten, Galohgor Serbuk, dan Galohgor
Ekstrak
Perlakuan β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen aldehyde
dehydrogenase (Aldh1a2) dan mempengaruhi morfologi sel epitel intestinal (CMT
93 cell lines). Jackson et al. (2011) dan Duester (2000) mengungkapkan bahwa
enzim aldehyde dehydrogenase adalah salah satu dari serangkaian enzim ALDH
yang memainkan peran penting dalam metabolisme β-karoten. ALDH akan
mengkatalisis oksidasi retinal menjadi asam retinoat.
Dalam penelitian ini digunakan β-karoten sintesis dengan kemurnian yang
tinggi (99%) sehingga diharapkan memiliki kemiripan sifat dan struktur
sebagaimana halnya β-karoten yang terdapat secara alamiah dalam bahan pangan.
Berdasarkan Grune et al. (2010), tidak ada perbedaan sifat antara β-karoten alami
atau sintesis. Penggunaan β-karoten sintesis dengan sumber yang sama (Sigma)
yang tinggi kemurniannya digunakan pula dalam penelitian Mc Devitt et al.
(2005).
Selain itu, menurut Stahl et al. (1997) senyawa sintetis kelompok
karotenoid juga memiliki aktivitas yang mirip dengan β-karoten dalam
mempengaruhi perkembangan gap junction.
Galohgor serbuk (GS) dan Galohgor ekstrak (GE) juga dapat
meningkatkan ekspresi gen aldehyde dehydrogenase (Aldh1a2) dan
mempengaruhi morfologi sel epitel intestinal (CMT 93 cell lines). Pengaruh
Galohgor ekstrak (GE) relatif lebih kuat dibandingkan Galohgor serbuk (GS). Hal
ini karena kelarutan β-karoten pada Galohgor ekstrak (GE) lebih tinggi
dibandingkan Galohgor serbuk (GS).
Gen Aldh1a2 adalah salah satu dari kelompok gen ALDH. Gen-gen ALDH
mengkode enzim yang sangat penting untuk proses fisiologis dan detoksifikasi
senyawa aldehid eksogen dan endogen, termasuk obat-obatan maupun polutan
yang berasal dari luar tubuh (Vasiliou dan Nebert 2005).
Lebih lanjut Jackson et al. (2011) dan Duester (2000) berpendapat bahwa
enzim β-karoten-15,15-dioxygenase mengkonversi β-karoten menjadi retinal,
selanjutnya ALDH mengkatalisis proses oksidasi retinal menjadi asam retinoat.
Asam 9-cis-retinoic memiliki fungsi sebagai ligan untuk reseptor asam retinoat
RAR di inti sel yang mengatur ekspresi gen.
Pada kondisi in vivo, transpor β-karoten diawali dengan proses penyerapan
di usus halus.
β-karoten yang tidak dimetabolisme di sel usus akan
ditransportasikan dalam plasma darah dengan bantuan low density lipoprotein
(LDL). Selanjutnya β-karoten yang terikat pada LDL (LDL-β-karoten) akan
diserap oleh sel-sel tubuh manusia untuk diubah menjadi retinoid (retinol,
retinaldehid, atau asam retinoat. Retinoid yang berada di dalam sel akan diikat
oleh molekul trasporter intrasel yang spesifik, yaitu cellular retinol binding
protein (CRBP) (Ross 1993).
Mekanisme lanjut di tingkat seluler tubuh adalah sebagaimana yang
dijelaskan oleh Jackson et al. (2011) dan Duester (2000) dimana β-karoten
dikonversi menjadi retinal, selanjutnya ALDH mengkatalisis proses oksidasi
retinal menjadi asam retinoat. Hal ini diperkuat oleh Bhatti et al. 2003 yang
mengungkapkan bahwa aktivitas konversi β-karoten menjadi retinoid juga terjadi
50
di ginjal, paru-paru, dan jaringan adipose, meskipun tentu saja yang terbanyak
dilaporkan adalah pada lapisan mukosa usus halus.
Pengaruh Pemberian Β-Karoten pada Ekspresi Gen Koneksin (Cx43) dan ΒCasein (Csn2) pada Sel Kelenjar Mammae.
Hasil penelitian ini menunjukkan β-karoten dapat meningkatkan ekspresi
gen β-kasein (Csn2) yang penting untuk sintesis protein susu. Mekanisme
peningkatan ekspresi gen Csn2 ini selaras dengan peningkatan ekspresi gen
koneksin 43 (Cx43) pada sel kelenjar mammae (HC11) yang diinduksi dengan
hormon-hormon laktogenesis.
Cx43 adalah salah satu gen yang mengatur sintesis koneksin 43 yang
merupakan salah satu jenis protein yang menyusun struktur gap junction. Gap
junction adalah struktur sel yang berfungsi untuk menghubungkan atau
membangun koneksi atau komunikasi antara sel-sel yang bertetangga (Zhang et
al.1992, Gropper et al. 2009; Cruciani dan Mikalsen 2006). Pada galur sel 10T1/2
pemberian β-karoten pada kadar 5 µM dalam medium kultur sel paru-paru dapat
meningkatkan perkembangan gap junction intercellular communication (GJIC)
dan sintesis koneksin 43 (Yeh dan Hu 2003).
Penelitian ini memperkuat pendapat Stahl et al. (1997) yang menyatakan
bahwa fungsi β-karoten terkait dengan sintesis koneksin dan perkembangan gap
junction. Fungsi gap junction adalah sebagai struktur yang penting dalam
meningkatkan komunikasi antarsel yang bertetangga. Fungsi inilah yang dapat
menjelaskan peranan β-karoten dalam pencegahan kanker. Komunikasi yang baik
antarsel yang bertetangga (GJIC) menyebabkan peningkatan kemampuan sel
untuk mencegah berkembangnya sel-sel asing dengan pertumbuhan yang tidak
terkendali.
Mekanisme peranan β-karoten dalam meningkatkan ekpresi gen Cx43 pada
sel kelenjar mammae (HC11) didasarkan pada Grune et al. (2008). Menurut
pendapat mereka, pada kelenjar mammae juga dihasilkan enzim β-karoten 15-15monooksigenase. Selanjutnya menurut Bhatti et al. (2003), enzim β-karoten 1515-monooksigenase inilah yang akan mengkonversi β-karoten menjadi asam
retinoat. β-karoten 15-15-monooksigenase dapat memotong molekul β-karoten
menjadi molekul trans-retinal, selanjutnya menjadi trans retinol, trans-retinil ester,
atau trans-asam retinoat.
Mekanisme selanjutnya mengacu pada pendapat
Bertram (1999) yang mengemukakan bahwa asam retinoat yang berperan sebagai
ligan akan terikat pada pada reseptornya yang disebut retinoids acid receptor =
RAR. Reseptor asam retinoat (RAR) ditemukan pada inti sel (nukleus). Ikatan
antara asam retinoat dengan RAR inilah yang menyebabkan peningkatan ekspresi
gen Cx43.
Hasil ini juga memperkuat penelitian Haddad et al. (2013) yang
mengungkapkan bahwa β-karoten terlibat dalam pengaturan ekspresi gen Cx43.
Talhouk et al. (2005) menjelaskan bahwa ekspresi gen Cx43 penting untuk
sintesis protein koneksin yang menyusun struktur gap junction pada sel epitel
kelenjar mammae.
Gap junction inilah yang selanjutnya mempengaruhi metabolisme,
pertumbuhan, dan proses fisiologis sel kelenjar mammae (Talhouk et al. 2005;
Gropper et al. 2009; Cruciani dan Mikalsen 2006). Selain itu menurut Locke et al.
51
(2007), protein koneksin yang menyusun gap junction berguna dalam proses
inisiasi dan mempertahankan perkembangan sel-sel alveoli pada kelenjar mammae
serta membantu difusi prolaktin. Prolaktin adalah hormon utama laktogenesis
yang bersama-sama dengan hidrokortison dan insulin mengatur diferensiasi
kelenjar mammae dan produksi kesein.
Kasein adalah protein utama dalam air susu. Kasein terdapat dalam jumlah
berlimpah di kelenjar mammae selama laktasi (Lemay et al. 2007; Boisgard et al.
2001).
Sintesis kasein pada sel kelenjar mammae dapat distimulasi secara
sinergis oleh prolaktin, insulin, dan glukokortikoid (Borellini dan Oka 1989).
Sintesis kasein memerlukan ekspresi gen kasein yang merupakan gen
spesifik yang berfungsi mengatur proliferasi dan diferensiasi pada sel epitel
mammae. Hasil penelitian Hu et al. (2009) menunjukkan bahwa pada sel epitel
mammae yang mampu mensintesis protein kasein juga diekspresikan gen β-kasein
(Csn2).
Gen kasein yang merupakan gen yang paling banyak diekspresikan pada
masa laktasi (Maningat et al. 2009). Ekspresi gen kasein, diawali dengan proses
transkripsi di inti sel dan translasi mRNA di ribosom yang melekat pada retikulum
endoplasma kasar. Kasein terdapat dalam jumlah berlimpah di kelenjar mammae
selama laktasi (Lemay et al. 2007; Boisgard et al. 2001).
Selain protein kasein, sel epitel mammae pada masa laktasi juga
menghasilkan globula lemak (milk fat globule = MFG) (Aoki 2006, Jager et al.
2008). Hal ini antara lain karena gen kasein juga berperan dalam pengaturan
sintesis enzim pada proses glikolisis, pentose phosphate shunt, glukoneogenesis,
siklus asam sitrat, degradasi, dan sintesis asam lemak, trigliserida dan kolesterol
(Maningat et al. 2009).
Mekanisme efek β-karoten dalam Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak
pada diferensiasi sel kelenjar mammae (HC11) dengan penanda mammosfer
Struktur mammosfer dapat digunakan sebagai penanda spesifik untuk
menunjukkan diferensiasi sel kelenjar mammae. Hal ini karena sel-sel kelenjar
mammae (HC11) dengan struktur mammosfer yang berkembang dengan baik juga
menunjukkan ekspresi gen Csn2 yang lebih baik.
Perlakuan β-karoten murni dan galohgor juga menyebabkan perkembangan
mammosfer yang baik. Perkembangan mammosfer yang paling baik pada
perlakuan β-karoten murni konsentrasi suprafisiologis (5.0 μM).
Demikian pula pada Galohgor serbuk, perkembangan mammosfer yang
paling baik adalah pada konsentrasi yang lebih tinggi setara dengan dua kali
konsentrasi β-karoten murni yaitu 10.0 μM. Sebaliknya, pada Galohgor ekstrak
perkembangan mammosfer sudah terlihat sangat baik pada konsentrasi yang setara
dengan β-karoten murni terendah (0.5 μM).
Pada konsentrasi yang lebih tinggi, sel kelenjar mammae yang mendapat
perlakuan Galohgor ekstrak menunjukkan perkembangan globula lipid susu (milk
fat globule = MFG). Hal ini menurut Jager et al. (2008) karakteristik fisiologis
sel kelenjar mammae yang telah berdiferensiasi juga ditandai dengan kemampuan
sel tersebut untuk mensintesis lemak susu dan laktosa, selain protein kasein
maupun whey protein.
52
Boisgard et al. (2001) menjelaskan bahwa setelah proses sintesis kasein
sempurna akan bergabung dengan molekul lain, seperti laktoferin, α-lactalbumin,
immunoglobulin, dan protein-whey dalam bentuk vasikula sekretorik (secretory
vesicle). Selanjutnya menurut Borellini dan Oka (1989) dan Neville (2009),
proses penumpukan vasikula yang menyimpan sejumlah besar kasein dan
tumpukan butiran lemak yang berbentuk misel akan berkumpul di bagian tepi
membran sel dan akan dikeluarkan dari sel secara eksositosis.
Pada sel HC11 yang mendapat perlakuan Galohgor ektrak dengan
kandungan β-karoten setara dengan 1.5 dan 5.0 μM β-karoten murni,
menunjukkan penumpukkan vasikula dan butiran lemak di luar sel. Hal ini di
diduga sebagian sel telah mengalami involusi.
Borellini dan Oka (1989) mengemukakan bahwa secara alamiah sel
kelenjar mammae juga mengalami involusi. Proses involusi pada tingkat selular
diawali dengan penumpukan vakuola yang menyimpan sejumlah besar kasein dan
tumpukan butiran lemak.
Penumpukan tersebut dapat menyebabkan tekanan
pada mitokondria dan lisosom yang menyebabkan terlepasnya berbagai enzim
hidrolitik ke sitoplasma. Proses autofagi ini menyebabkan sel mengalami deplesi
dan lisis. Sisa-sisa hasil autofagi ini akan dihancurkan oleh makrofag yang
terdapat dalam jumlah yang sangat banyak di kelenjar mammae.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan galohgor
ekstrak lebih efektif dibandingkan dengan β-karoten murni maupun Galohgor
serbuk (GS) dalam mempengaruhi diferensiasi sel kelenjar mammae yang ditandai
dengan perkembangan mammosfer. Hal ini antara lain disebabkan oleh kelarutan
β-karoten dalam GE lebih tinggi dibandingkan GS. Selain itu, jika dibandingkan
β-karoten murni, GE juga lebih efektif dalam mendukung perkembangan
mammosfer yang terkait dengan diferensiasi sel karena GE mengandung zat gizi
dan senyawa aktif lain. Sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian Pajar et al.
(2008) dan Pratiwi (2010), Galohgor mengadung karbohidrat, lemak dan protein
yang penting untuk sintesa air susu. Selain itu, Galohgor juga mengandung
berbagai jenis fitokimia, yang berasal dari bahan bakunya, berupa 56 jenis
tanaman berkhasiat obat.
Secara khusus penelitian ini telah mengungkap mekanisme efek β-karoten
dalam nutrasetikal galohgor pada diferensiasi kelenjar mammae. Peran β-karoten
tersebut ditunjukkan oleh ekspresi gen koneksin (Cx43) yang merupakan salah
satu jenis gen yang mengkode protein koneksin penyusun struktur gap junction.
Talhouk et al. (2005), Cruciani dan Mikalsen (2006), dan Gropper et al.
(2009) menjelaskan bahwa gap junction berfungsi untuk menghubungkan atau
membangun koneksi atau komunikasi antara sel-sel yang bertetangga. Struktur
gap junction ini juga berperan penting dalam mengatur proses metabolisme,
pertumbuhan, dan proses fisiologis sel kelenjar mammae.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Cx43 diekspresikan oleh semua sel
kelenjar mammae HC11 yang juga mengekspresikan gen Csn2 dan mengalami
diferensiasi yang ditandai dengan perkembangan mammosfer. Pita mRNA dari
gen koneksin (Cx43) pada sel HC11 yang diberi perlakuan β-karoten terlihat lebih
tebal dan lebih terang dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini membuktikan
bahwa β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen Cx43 dan Csn2. Menurut
Haddad et al. ( 2013), β-karoten terlibat dalam pengaturan ekspresi gen Cx43.
53
Monaghan dan Moss (1996) menjelaskan bahwa sel-sel kelenjar mammae
manusia yang normal mampu mengekspresikan Cx43. Sementara itu, secara in
vitro, selain mengekspresikan Cx43, sel-sel kelenjar mammae manusia dapat
mengekspresikan koneksin26 (Cx26). Talhouk et al. (2005) membuktikan bahwa
koneksin adalah protein yang menyusun struktur gap junction pada sel epitel
kelenjar mammae. Selanjutnya, menurut O'Day (2010) , Cx43 merupakan protein
penting selama laktogenesis, terutama untuk produksi air susu dan mencegah
kanker payudara.
Implikasi dan Keterbatasan Hasil Penelitian
Penelitian ini telah menunjukkan bahwa β-karoten memberikan peranan
penting dalam proses laktogenesis. Berdasarkan hasil tersebut, maka implikasi
dari hasil penelitian ini antara lain adalah pentingnya β-karoten untuk peningkatan
produksi ASI. β-karoten dapat diperoleh dari sayuran berwarna hijau tua atau
buah yang berwarna jingga serta laktagogum, dan nutrasetikal diantaranya
Nutrasetikal Galohgor.
Efektivitas GE yang digambarkan dengan perkembangan mammosfer
menunjukkan sepuluh kali lipat lebih efektif dibandingkan dengan β-karoten
murni. Hal ini sebagaimana dijelaskan sebelumnya antara lain hal ini karena
kandungan zat gizi dan senyawa aktif lain yang terdapat dalam Nutrasetikal
Galohgor.
Pengobatan dengan tanaman yang berkhasiat, termasuk Nutrasetikal
Galohgor didasarkan pada konsep totalitas. Hal ini menurut Sirait (1993) karena
khasiat yang diperoleh dari tanaman bersifat gabungan yang tidak hanya ditujukan
pada satu bagian tubuh saja, namun melibatkan juga berberbagai organ dan sistem
tubuh lainnya.
Implikasi dari efektivitas GE yang lebih tinggi 20 kali lipat dibandingkan
GS akan sangat bermanfaat bagi pengembangan sediaan galohgor. Berdasarkan
studi in vivo pada hewan coba, dosis GS yang menunjukkan efek laktogenik dan
aman untuk dikonsumsi selama masa nifas (40 hari) adalah 0,370 g/KgBB per hari,
atau setara dengan 20g/orang per hari. Jika menggunakan GE maka dosis dapat
diturunkan menjadi 1 g/orang per hari. Selain itu dapat pula dikembangkan
menjadi produk turunan lainnya seperti minuman berkhasiat Madu-Galohgor.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa GE dengan konsentrasi tinggi
(5.0μM) bersifat menekan proliferasi sel kelenjar mammae. Hal ini menunjukkan
bahwa pada konsentrasi ≥5.0μM dapat menurunkan viabilitas sel atau cenderung
bersifat toksik. Sehingga perlu dilakukan uji toksisitas dan efektivitas secara in
vivo.
Penelitian ini juga telah membuktikan salah satu mekanisme dari pengaruh
Nutrasetikal Galohgor adalah peran β-karoten yang dapat meningkatkan ekspresi
gen koneksin dan β-kasein disertai dengan perkembangan mammosfer. Namun
dalam penelitian ini, peranan dari berbagai jenis zat gizi dan senyawa aktif lain
yang terdapat di dalam Nutrasetikal belum diungkap lebih jauh. Ini merupakan
keterbatasan dari penelitian dan menjadi saran untuk dilakukan dalam penelitian
lanjutan. Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah ekspresi gen dianalisis secara
kualitatif dan belum dilakukan analisis protein susu hasil ekspresi gen dan.
54
9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
β-karoten dan Galohgor ekstrak pada konsentrasi tinggi [5.0μM] dapat
menekan proliferasi sel epitel usus (CMT-93) secara signifikan (p<0.05). Namun,
Galohgor serbuk (GS) tidak mempengaruhi proliferasi sel epitel usus (CMT-93).
β-karoten, Galohgor ekstrak dan Galohgor serbuk dapat meningkatkan
ekspresi gen aldehyde dehydrogenase (Aldh1a2) dan mempengaruhi morfologi sel
epitel usus (CMT-93). Galohgor ekstrak (GE) tampak lebih kuat dalam
meningkatkan ekspresi gen Aldh1a2 dibandingkan Galohgor serbuk (GS).
Proliferasi sel kelenjar mammae tidak dipengaruhi ole β-karoten maupun
Galohgor serbuk. Hal ini menunjukkan hingga konsentrasi 5.0μM, β-karoten
relatif aman bagi kelenjar mammae. Namun berbeda halnya Galohgor ekstrak
yang pada konsentrasi suprafisiologis [5.0μM] dapat menekan proliferasi sel
kelenjar mammae secara signifikan (p<0.05).
β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen β-kasein (Csn2) yang penting
untuk sintesis protein susu. Mekanisme peningkatan ekspresi gen Csn2 ini selaras
dengan peningkatan ekspresi gen koneksin 43 (CX43) pada sel kelenjar mammae
(HC11) yang diinduksi dengan hormon-hormon laktogenesis.
Perkembangan struktur mammosfer pada sel-sel kelenjar mammae (HC11)
sinergis dengan ekspresi gen pengatur sintesis protein susu β-kasein (Csn2)
sehingga struktur mammosfer dapat digunakan sebagai penanda spesifik untuk
menunjukkan diferensiasi sel kelenjar mammae dan produksi kasein susu.
Galohgor ekstrak menunjukkan efek yang lebih kuat dibandingkan dengan
β-karoten murni dan Galohgor serbuk dalam mempengaruhi diferensiasi sel
kelenjar mammae dan perkembangan mammosfer.
Saran
Sel galur CMT-93 dan HC11 masing-masing dapat digunakan untuk
menguji efek β-karoten pada proses fisiologis, termasuk proliferasi, viabilitas,
dan ekspresi gen di sel usus dan sel mammae. Selanjutnya, sel dan metode yang
digunakan dalam penelitian ini dapat diaplikasi untuk menganalisis efek β-karoten
yang berasal dari berbagai sumber baik pangan maupun tanaman obat terhadap
proses fisiologis di sel usus dan sel mammae.
Perlu dilakukan analisis yang membedakan pengaruh berbagai dosis
perlakuan β-karoten pada ekspresi gen Aldh1a2, koneksin 43 (Cx43), dan βkasein (Csn2) antara lain dengan analisis quantitatif RT-PCR. Pengujian produksi
protein hasil ekspresi gen dapat dilakukan dengan metode immunohistokimia atau
ELISA.
55
10 DAFTAR PUSTAKA
[AAP] American Association of Pediatrics. 2005. Breast feeding and the use of
human milk. Pediatrics. 115:496–506. doi: 10.1542/peds.2004-249.
Allen LH. 2001. Pregnancy and lactation. Di dalam: Bowman BA dan Russel,
editor. Present Knowledge in Nutrition Eight Edition. Washington DC: ILSI
Pr.
Aoki N. 2006. Regulation and functional relevance of milk fat globules and their
components in the mammary gland. Biosci Biotech Biochem. 70(9):2019–2027.
doi:http://dx.doi.org/10.1271/bbb.60142
Baldi A, Cheli F, Pinotti L, Pecorini C. 2008. Nutrition in mammary gland
health and lactation: Advances over eight biology of lactation in farm animals
meetings. J Anim Sci. 86:3-9. doi: 10.2527/jas.2007-0286.
Ball RK, Friis RR, Schonenberger CA, Doppler W, Groner B. 1988. Prolactin
regulation of B-casein gene expression and of a cytosolic 120-kd protein in a
cloned mouse mammary epithelial cell line. EMBO J. [Internet] [diunduh 2010
Nopember 20]; 7:2089-2095.
Bao W, Ma A, Mao L, Lai J, Xiao M, Sun G, Ouyang Y, Wu S, Yang W, Wang
N, et al. 2010. Diet and lifestyle interventions in postpartum women in China:
study design and rationale of a multicenter randomized controlled trial. BMC
Public Health. 10:103 doi:10.1186/1471-2458-10-103.
Bertram JS. 1999. Carotenoids and gene regulation. Nutr Rev. [Internet]
[diunduh 2011 Juni 24]; 57(6):182-191.
Bhatti R, Yu S, Boulanger A, Fariss RN, Guo Y, Bernstein SL, Gentleman S,
Redmond MT. 2003. Expression of beta carotene 15,15monooxygenase in
retina and rpe-choroid. IOVS 44(1): 44-49. doi:10.1167/iovs.02-0167.
Boutinau M, Guinard-Flament J, Jammes H. 2004. The number and activity of
mammary epithelial cells, determining factors for milk production. Reprod
Nutr Dev. 44 (2004) 499–508. doi: 10.1051/rnd:2004054
Boesch-Saadatmandi C, Rimbach G, Jungblut A, Frank J. 2011. Comparison of
tetrahydrofuran, fecal calf serum and Tween 40 for delivery astaxantin and
canthaxantin to HepG2 cells. Cytotech. 63:89-97.
Boisgard R, Chanat E, Lavialle F, Pauloin A, Ollivier-Bousquet M.
2001.
Roads taken by milk proteins in mammary epithelial cells. Livestock Prod Sci.
[Internet] [diunduh 2011April24]; 70:49–61. tersedia pada: www.elsevier.com/
locate/livprodsci .
Borellini F, Oka T, 1989. Growth control and differentiation on mammary
epithelial cells. Env Health Persptv. [Internet] [diunduh 2010 Oktober 22]; 80:
85-89.
Cao R, Peng W, Wang Z, Xu A. 2007. β-Carboline Alkaloids: Biochemical and
Pharmacological Functions. Cur Med Chemistry. [Internet] [diunduh 2013
Nopember 21]; 14:479-500.
Capuco AV, Kahl S, Jack LJW, Bishop JO, Wallace H. 1999. Prolactin and
growth hormone stimulation of lactation in mice requires thyroid hormones.
Proc Soc Exp Biol Med. [Internet] [diunduh 2011 Agustus 19]; 221:345–351.
tersedia di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10460696. [abstrak]
56
_______, Ellis SE, Hale SA, Long E, Erdman RA, Zhao X, Paape MJ. 2003.
Lactation persistency: insights from mammary cell proliferation studies. J
Anim Sci. [Internet] [diunduh 2010 Maret 23]; 81 (Suppl 3):18–31. Proquest
Agriculture Journals Pg. 182 .
_______, Connor EE, Wood DL. 2008. Regulation of Mammary Gland
Sensitivity to Thyroid Hormones During the Transition from Pregnancy to
Lactation. Exp Biol Med 233:1309–1314. doi:10.1016/j.physletb.2003.10.071.
Champagne CD, Houser DS, Crocker DE. 2006. Glucose metabolism during
lactation in a fasting animal, the northern elephant seal. Am. J. Physiol. Regul.
Integr. Comp. Physiol. 291: R1129 -R1137. doi: 10.1152/ajpregu.00570.2005.
Chou PY, Huang GJ, Cheng HC, Wu CH, Chien YC, Chen JS, Huang MH, Hsu
KJ, Sheu MJ. 2010. Analgesic and anti-inflammatory activities of an ethanol
extract of dunaliella salina teod. (chlorophyceae). J Food Biochem. doi:
10.1111/j.1745-4514.2010.00389.x
Clevenger CV, Rycyzyn MA. 2002. Translocation and Action of Polypeptide
Hormones within the Nucleus Relevance to Lactogenic Transduction. Di
dalam: Mol JA, Clegg RA, editor. Biology of The Mammary Gland. New
York, Boston, Dordrecht, London, Moscow: Kluwer Academic Publishers.
[Internet]. tersedia di http://www.kluweronline.com.
Craft NE and Soares JH. 1992. Relative solubility, and absorptivity of Lutein
and β-carotene in organic solvent. J Agric Food Chem 40:431-434.
Cruciani V, Mikalsen SO. 2006. The vertebrate connexin family. Cell Mol Life
Sci. 63:1125–1140. doi: 10.1007/s00018-005-5571.
Dahlianti R, Nasoetion A, Roosita K. 2005. Keragaan perawatan kesehatan masa
nifas, pola konsumsi jamu tradisional, dan pengaruhnya pada ibu nifas di Desa
Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Bogor). Media Gizi dan Keluarga. 29(2):
32-37.
Damanik R, Wahlqvist ML, Wattanapenpaiboon N. 2006. Lactagogue effects of
Torbangun, a Bataknese traditional cuisine. APJCN. [Internet] [diunduh 2013
Nopember 21]; 15(2):267-274. tersedia di http://www.ncbi.nlm. nih.gov/
pubmed/16672214.
Danielson KG, Oborn CJ, Durban EM, Butel JS, Medina D. 1984. Epithelial
mouse mammary cell line exhibiting normal morphogenesis in vivo and
functional differentiation in vitro. Proc Natl Acad Sci USA. [Internet] [diunduh
8 Nopember2010]; 81:3756–3760.
Djoko S. 2006. Gizi seimbang untuk ibu menyusui. Soekirman, Susanna H,
Giarno MH, Lestari Y, editor. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus
Kehidupan Manusia. Gramedia, Jakarta.
Donaldson MS. 2011. A Carotenoid health index based on plasma carotenoids
and health outcomes. review. Nutr. 3:1003-1022. doi:10.3390/ nu3121003.
Doppler W, Groner B, Ball R. 1989. Prolactin and glucocorticoid hormones
synergistically induce expression of transfected rat b-casein gene promoter
constructs in a mammary epithelial cell line. Proc Natl Acad Sci USA.
[Internet] [diunduh 10 Nopember 2010]; 86:104–108.
Duester G. 2000. Families of retinoid dehydrogenases regulating vitamin A
function production of visual pigment and retinoic acid. Eur J Biochem.
267:4315- 4324. doi: 10.1046/j.1432-1327.2000.01497.x
57
Elliot R. 2005. Mechanisms of genomic and non-genomic actions of carotenoids
(Review). Bioch Biophysica Acta (BBA). [Internet] [diunduh 2012 Maret 23];
740: 147– 154 . tersedia di http://www.elsevier.com/locate/bba.
Gilman AG, Goodman LS, Gilman a. 1980. The Pharmacological Basics of
Therapeutics. Sixth Ed. USA: Macmillan.
Gropper SS, Smith JL, Groff JL. 2009. Advanced Nutrition and Human
Metabolism. Ed ke-5. Belmont USA: Wadsworth, Cengage Learning.
Grune T, Lietz G, Palou A, Ross C, Stahl W, Tang G,Thurnham D,Yin S,
Biesalski HK. 2010. B-Carotene is an important vitamin A source for humans.
J Nutr. 140: 2268S–2285S. doi: 10.3945/jn.109.119024.
Haddad NF, Teodoro AJ, de Oliveira FL,Soares N,de Mattos RM, Hecht F,
Dezonne RS, Vairo L, Goldenberg RCS, Gomes FCA, de Carvalho DP, et al.
2013. Lycopene and Beta-Carotene induce growth inhibition and proapoptotic
effects on ACTH-secreting pituitary adenoma cells. PLoS One. 8(5): e62773.
doi: 10.1371/journal.pone.0062773.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Kosasih Padmawinata, penerjemah. Terbitan Kedua. Bandung:
Penerbit ITB.
Hennighausen L, Robinson GW. 2005. Information networks in the mammary
gland. Nat Rev Mol Cell Biol. 6:715–725. doi:10.1038/nrm1714.
Hu H, Wang J, Bu D, Wei H, Zhou L, Zhou L, Li F, Loor J. 2009. In vitro culture
and characterization of a mammary epithelial cell line from chinese holstein
dairy cow. PLoS ONE 4(11):e7636. doi:10.1371/journal.pone.0007636.
Hynes NE, Taverna D, Harwerth IM, Ciardiello F, Solomon DS, Yamamoto T,
Groner B. 1990. EGF receptor, but not c-erbB2, activation prevents lactogenic
hormone induction of the β-casein gene in mouse mammary epithelial cells.
Mol Cell Biol. [Internet] [diunduh 4 Nopember 2010];10: 4027–4034.
Jager R, Pappas L, Schorle H. 2008. Lactogenic differentiation of HC11 cells is
not accompanied by downregulation of AP-2 transcription factor genes. BMC
Research Notes. [Internet] [diunduh 2013Juni3];1:29:1-5. tersedia di
http://www.biomedcentral.com/1756-0500/1/29.
Jackson B, Brocker C, Thompson DC, Black W,Vasiliou K, Nebert DW,
Vasiliou V. 2011. Update on the aldehyde dehydrogenase gene (ALDH)
superfamily. Hum Gen. 5 (4):283–303. doi: 10.1186/1479-7364-5-4-283.
Kalra EK. 2003. Nutraceutical-Definition and Introduction. AAPS Pharm Sci. 5
(3) Article 25. doi: 10.1208/ps050325 .
Kim YK, Wassef L, Chung S, Jiang H, Wyss A, Blanner WS, Quadro L. 2011.
β-Carotene and its cleavage enzyme β-carotene-15,15′-oxygenase (CMOI)
affect retinoid metabolism in developing tissues. FASEB J. 25:1641-1652.
doi: 10.1096/fj.10-175448.
Koshy SS, Montrose MH, Sears CL. 1996. Human intestinal epithelial cells
swell and demonstrate actin rearrangement in response to the metalloprotease
toxin of bacteroides fragilis. Infect and Immun. [Internet] [diunduh 2013 Juni
3]; 64(12): 5022–5028. tersedia di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
articles/PMC174483/pdf/645022.pdf
Lemay DG, Neville MC, Rudolph MC, Pollard KS, German JB. 2007.
Gene
regulatory networks in lactation: identification of global principles using
bioinformatics. BMC Systems Biology. 1:56. doi:10.1186/1752-0509-1-56.
58
Lin C-Y, Huang C-S, Hu M-L. 2007. The use of fetal bovine serum as delivery
vehicle to improve the uptake and stability of lycopene in cell culture studies.
British J Nutr. [Internet] [diunduh 2012Maret24];98: 226–232
Livny O, Kaplan I, Reifen R, Polak-Charcon S, Madar Z, Schwartz B. 2002.
Lycopene inhibits proliferation and enhances gap-junction communication of
KB-1 human oral tumor cells. J Nutr.132: 3754–3759.
Locke D, Jamieson S, Stein T, Liu J, Hodgins MB, Harris AL, Gusterson B. 2007.
Nature of Cx30-containing channels in the adult mouse mammary gland. Cell
Tissue Res. 328:97–107. doi10.1007/s00441-006-0301-6.
Målen H, Pathak S, Søfteland T, de Souza G, Wike HG. 2010. Definition of
novel cell envelope associated proteins in Triton X-114 extracts of
Mycobacterium tuberculosis H37Rv. BMC Microbiol. 10:132. doi:10.1186/
1471-2180-10-132.
McDevitt TM, Tchao R, Harrison EH, Morel DW. 2005. Carotenoids normally
present in serum inhibit proliferation and induce differentiation of a human
monocyte/macrophage cell line (U937). J Nutr. [Internet]. [diunduh 2012
Maret 24]; 135:160–164. tersedia di http://jn.nutrition.org/content/ 135/2/160.
full.pdf+html
Maningat PD, Sen P, Rijnkels M, Sunehag AL, Hadsell DL, Bray M, Haymond
MW. Gene expression in the human mammary epithelium during lactation: the
37:12–22.
milk
fat
globule
transcriptome.
Physiol
Genom.
doi:10.1152/physiolgenomics.90341.2008.
Monaghan P, Perusinghe N, Carlile G , Evan WH. 1994. Rapid modulation of
gap junction expression in mouse mammary gland during pregnancy, lactation,
and involution. J Histdem Cytdem. [Internet] [diunduh 2011 Juni 5];42: 931938.
Motil, KJ. Thotathuchery M, Montandon CM, Hatcey DL, Boutton TW, Klein
PD, Garza C. 1994. Insulin, Cortisol and Thyroid hormones modulate maternal
protein status and milk production and composition in humans. JNutr.
[Internet] [diunduh 2010 Juli 19];124: 1248-1257. tersedia di jn.nutrition.org.
M’Rabet L, Vos AP, Boehm G, Garssen J. 2008. Breast-feeding and its role in
earlydevelopment of the immune system in infants: consequences for health
later in life. J Nutr. [Internet]. [diunduh 2011 Juni 5];138:1782S–1790S.
tersedia di jn.nutrition.org.
Nakagami T, Naumi T, Toyomura K, Nakamuara T, Shigesihu T. 1995. Dietary
flavonoids as potensial natural biological response modifiers affecting the
autoimmune system. J Food Science. 60(4):653-656.
Neville MC. 2009. Introduction: Tight junctions and secretory activation in the
mammary gland.
J Mam Gland Biol Neoplasia. 14:269–270.
doi10.1007/s10911-009-9150-8.
Ng J.H. dan Tan B. 1998. Analysis of palm oil carotenoids by HPLC with diodearray detection. J Chromat Sci. [Internet] [diunduh 2010Juli19]; 26: 463-469.
O Day DH. 2010. Gap junctions and communication in the heart & glands.
Lecturer Outline. Toronto University: Missisauga-USA.
Pajar, Kusharto CM, Anwar F , Roosita K. 2008. Kandungan Gizi dan Senyawa
Aktif Jamu Tradisional Untuk Kesehatan Ibu Melahirkan Dan Menyusui
(Produk Jamu Dari Desa Sukajadi Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor.
Abstract and Summary Compilation of Research Result: Landscape Ecological
59
Study on Sustainable Bio-resources Management in Rural Indonesia. Bogor:
Bogor Agricultural University (IPB) and The University of Tokyo (UT).
Pena KS, and Rosenfeld, JN. 2001. Evaluation and Treatmen of Galactorrhea.
Am Fam Physic. [Internet] [diunduh 2011Mei14]; 63: 1763-70. tersedia di
www.aafp.org/afp.
Permana, Y. 2011. Studi pengaruh Galohgor terhadap kadar β-karoten, iodium,
seng dan penyembuhan luka pada tikus (Rattus sp.) [tesis]. Bogor: Program
Pasca Sarjana, IPB.
Prakash P, Manfredi TG,Jackson CL, Gerbe LE. 2002. β-Carotene alters the
morphology of NCI-H69 small cell lung cancer cells. J Nutr. [Internet].
[diunduh 2013 Juli 19]; 132:121–124. tersedia di jn.nutrition.org.
Pratiwi, A. 2010. Bioavailabilitas Mineral secara in vitro dan Kadar Βeta-karoten
Jamu Galohgor (Produk Jamu untuk Kesehatan Ibu Nifas dan Menyusui dari
Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor). Hasil Penelitian
Sarjana Strata 1 Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.
Redmond TM, Gentleman S, Duncan T, Yu S, Wiggert B, Gantt E, Cunningham
FX, Jr. 2001. Identification, expression, and substrate specificity of a
mammalian b-Carotene 15,15*-Dioxygenase. JBC. 276 (9): 6560–6565. doi
10.1074/jbc.M009030200.
Rillema, James A., Ting Xi Yu, and Sissy M. Jhiang. 2000. Effect of prolactin on
sodium iodide symporter expression in mouse mammary gland explants. Am J
Physiol Endocrinol Metab. [Internet] [diunduh 2009 Desember 27]; 279:
E769–E772. tersedia di ajpendo.physiology.org,
Roosita K, Kusharto CM, Kusumorini N, Manalu W. 2003. The effect of
traditional herbs medicine “galohgor” on uterus involution and milk production
of rats (rattus sp). Di dalam: Biopharmaca Research Center. International
Symposium on Biomedicines: Biodiversity on Traditional Biomedicines for
Human Health and Welfare. Bogor Agricultural University Bogor Indonesia.
18-19 September 2003.
_________, Kusharto CM, Sekiyama M, Fachrurozi Y, Ohtsuka R. 2008a. .
Medicinal plants as important bio-resources used for self-treatment of illnesses
of rural Sundanese villagers in West Java. Di dalam: JSPS-DGHE core
university program in applied Biosciences. Toward Harmonization between
Development and Enviroment Conservation in Biological Production. 28-29
February 2008. The University of Tokyo. Japan.
________, Kusharto CM, Sekiyama M, Fachrurozi Y, Ohtsuka R. 2008b.
Medicinal Plants Used by the Villagers of a Sundanese Community in West
Java, Indonesia. JEP. 115: 72-81.
________, Martopuro RS, Djuwita, Damanik MR, Kusharto CM, Tani F. 2013a.
Biological response of epihelial cells line (CMT-93) induced by β-carotene.
PJN. 12(7):615-619.
________, Martopuro RS, Djuwita, Damanik MR, Kusharto CM, Damayanti E,
Nomura N.
2013b. Novel Findings of β-carotene on proliferation,
differentiation, connexin and β-casein gene expression of mammary gland cells
line (HC11). MJN (accepted).
Ross C. 1993. Cellular metabolism and activation of retinoids: roles of cellular
retinoid-binding proteins. Faseb J. [Internet] [diunduh 2011 Oktober 7];
7:317-327.
60
Ross JS, Harvey PWJ. 2003. Contribution of breastfeeding to vitamin A nutrition
of infants: a simulation model. Bulletin of the WHO 2003;81:80-86.
Ryon J, Bendickson L, Nilsen-Hamilton M. 2002. High expression in involuting
reproductive tissues of uterocalin/24p3, a lipocalin and acute phase protein.
Biochem J. [Internet] [diunduh 2011 April 23]; 367: 271- 277.
Sa’roni, Sadjimin T, Sja’bani M dan Zulaela. 2004. Effectiveness of the
Sauropus Androgynus (L.) Merr Leaf extract in increasing mother’s breast
milk production. Med Litbang Kes. [Internet] [diunduh 2011Agustus11]; 3: 2024. tersedia di http://www.litbang.depkes.go.id/media/data/ effectiveness.pdf.
Solomon NW. 2001. Vitamin A and carotenoid. Di dalam: Bowman BA and
Russel, editor. Present Knowledge in Nutrition. Ed ke-8. Washington DC:
ILSI Pr.
Shi Y, Su Y, Qing U, Damjanovski S. 1998. Auto-regulation of thyroid hormone
receptor genes during metamorphosis: roles in apoptosis and cell proliferation.
Int I Dev BioI. [Internet] [diunduh 2011 Juni 9]; 42: 107-116.
Sheu MJ, Huang GJ, Wu CH, Chen JS, Chang HY, Chang SJ, Chung JG. 2008.
Ethanol extract of dunaliella salina induces cell cycle arrest and apoptosis in
A549 human non-small cell lung cancer cells. In Vivo. [Internet] [diunduh
2011 Juni 10]; 22: 369-378.
Sirait M. 1993. Fitofarmaka dan implikasinya terhadap pemanfaatan tumbuhan
obat. Warta Tum Ind 2(2):5-6.
Sretenovic L, Petrovic MM, Aleksic S, Ostojic D, Marinkov G. 2005. Modern
Trend in Production of Milk. Biotech An Husb. [Internet] [diunduh 2012 Maret
16]; 21(5-6):22-28.
Stahl W, Nicolai S, Briviba K, Hanusch M, Broszeit G, Peters M, Martin HD,
Sies H. 1997. Biological activities of natural and synthetic carotenoids:
induction of gap junctional communication and singlet oxygen quenching.
Carcinogen. [Internet] [diunduh 2011 April 23]; 18 (1): 89–92.
Su Y, Shankar K, Simmen RCM. 2009. Early soy exposure via maternal diet
regulates rat mammary epithelial differentiation by paracrine signaling from
stromal adipocytes. J Nutr. [Internet] [diunduh 2013 Oktober 13]; 139: 945–95.
Sumi Y. 2008. Research and Technology Trends of Nutraceuticals. Quart Rev
[Internet] [diunduh 2012 Januari 22]; 2 8:10-22.
Syamsudin. 2013. Nutrasetikal. Yogyakarta:Graha Ilmu.
Talhouk R, Elble RC, Bassam R , Daher M , Sfeir A, Mosleh LA , El-Khoury H,
Hamoui S, Pauli BU, El-Sabban ME. 2005. Developmental expression
patterns and regulation of connexins in the mouse mammary gland: expression
of connexin30 in lactogenesis. Cell Tissue Res [Internet] [diunduh 2011
Juni9]; 319: 49–59.
Vasiliou V, Nebert DW. 2005. Analysis and update of the human aldehyde
dehydrogenase (ALDH) gene family. Hum Gen. [Internet] [diunduh 2011 Juni
9]; 2 (2):138–143. tersedia di www.jn.nutrition.org.
Wicaksono, MA. 2010. Evaluasi Fungsi hati dan ginjal tikus betina (Rattus
norvegicus) galur Sprague-Dawley pada pemberian Jamu Galohgor dengan
dosis Bertingkat [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, IPB.
Wojcik M, Bobowick, Martelli F. 2008. Effect of carotenoid on in vitro
proliferation and diffrentiation of oval cells during neoplastic and non-
61
neoplastic liver injuries in rats. J Phys Pharma. [Internet] [diunduh 2011
April 6]; 59 Suppl 2: 202-213. tersedia di www.jpp.krakow.pl.
Yao Y, Lu Z, Zhu F, Min H. 2013. Evidence of horisontal gene transfer of
tetrahydrofuran monooxigenase: cloning analysis of a gene cluster for
tetrahydrofuran degradation in Rhodococcus sp. YYL. AJMR. [Internet]
[diunduh 2011 April l6]; 7(18):1809-1818.
Yeh SL dan Hu ML.
2003.
Oxidized β-carotene inhibits gap junction
intercellular communication in the human lung adenocarcinoma cell line A549.
Food and Chem Toxic [Internet] [diunduh 2011 Agustus 8]; 41 (2003) 1677–
1684. tersedia di www.elsevier.com/locate/foodchemtox.
Yen PM. 2001. Physiological and molecular basis of thyroid hormone action.
Physiol Rev [Internet] [diunduh 2011 Juni 4]; 81:1097–1142. tersedia di
http://physrev.physiology.org/content/81/3/ 1097.full.pdf .
Zhang LZ, Cooney RV, Bertram JS. 1992. Carotenoids up-regulate connexin43
gene expression independent of their provitamin a or antioxidant propertie.
Can Res. [Internet] [diunduh 2011 Juni 4]; 52: 5707-5712.
62
63
Lampiran 1 Bahan dan komposisi Nutrasetikal Galohgor
No
Nama
Tradisional
Nama Ilmiah
A. Tumbuhan Obat Bagian Daun
1
Brotowali
Tinospora
tuberculata
(Lamk.)
Beumee ex K. Heyne.
2
Babadotan
Ageratum conyzoides L
3
Beluntas
Plucea indica (L.) Less
3
Kiranediuk
Selaginella plana Hieron.
4
Kiranelalap
Selaginella wildenowii (Desv. ex Poir.)
Baker.
5
Hadas palasari
Foeniculum Vulgare Mill
6
Handeuleum
Graptophyllum pictum Griff
7
Harendong
Melastoma malabathricum L.
8
Jambu batu
Psidium guajava L.
9
Alpukat
Persea americana Miler
10 Jawerkotok
Coleus scutellarioides (L.)Benth.
11 Jukut bau
Hyptis suaveolens (L.) Poit.
12 Kahitutan
Paederia foetida L.
13 Karastulang
Chlorantus elatior Link
14 Kikarugrag
Hyptis brevipes Poit.
15 Kibeling
Strobilanthes crispa (L.) Blume
16 Kicantung
Goniothalamus macrophyllus (Blume)
Hook.f.&Thomson
17 Kicelenceng
Apis florea
19 Kikanceuh
Ficus edelfeltii King.
20 Kimulas
Desmodium heterophyllum (Willd.) DC.
21 Kiremek daging Hemigraphis colorata (Blume)Hallier f.
22 Kiremek tulang
Hemigraphis colorata
23 Kiurat
Plantago major L.
24 Kumis kucing
Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.
25 Mangkokan
Micromelum pubesence Bl
26 Manglit
Magnolia montana Blume
27 Mereme’
Glochidion borneense (M.A.) Boerl.
28 Memeniran
Phyllanthus urinaria L.
29 Saga (daun)
Abrus precatorius L.
30 Sariawan usus
Blumea chinensis DC.
31 Sembung
Blumea balsamifera (L.)DC.
32 Sapituher
Micrania Micrantha (L.)Kunth
33 Sereh
Piper betle L.
34 Siang
Artemisia vulgaris L.
35 Singugu
Clerodendron serratum Moon.
36 Sirkuning
Nyctanthes arbor-tristis L.
37 Suruhan
Peperomia pellucida (L.) Kunth
38 Tempuyung
Sonchus arvensis L.
B. Rempah-rempah
39 Bawang merah
Allium cepa L.
40 Kapulaga (biji)
Amomum cardamomum L.
Berat
(g)
Persentase
terhadap
Jagung
(%)
3.36
0.67
1.74
5.63
3.33
1.33
0.35
1.13
0.67
0.27
5.75
2.85
2.55
7.46
2.48
5.96
0.69
2.60
3.80
0.79
2.01
3.05
1.15
0.57
0.51
1.49
0.50
1.19
0.14
0.52
0.76
0.16
0.40
0.61
3.36
1.15
3.36
10.09
3.62
5.63
3.36
6.67
2.19
2.90
2.94
1.35
0.21
11.25
3.39
3.16
7.26
4.26
3.77
4.21
6.37
0.67
0.23
0.67
2.02
0.72
1.13
0.67
1.33
0.44
0.58
0.59
0.27
0.04
2.25
0.68
0.63
1.45
0.85
0.75
0.84
1.27
19.09
50.0
3.82
10.00
64
41 Ketumbar
42 Lada
43 Pala
C. Temu-temuan
44 Panglaihideng
45 Jahe
46 Kencur
47 Koneng
48 Koneng gede
49 Lempuyang
D. Biji-bijian
50 Jaat
51 Kacang ijo
52 Kacang dadap
53 Kacang kedelai
54 Kacang tanah
55 Beras Ketan
56 Jagung
Coriandrum sativum L.
Piper nigrum L.
Piper retrofractum Vahl
Curcuma aeruginosa Roxb
Zingiber officinale Roscoe
Kaempferia galanga L.
Curcuma domestica Valeton
Curcuma xanthorhiza D.Dietr
Zingiber aromaticum Valeton
Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.
Vigna radiata (L.) Wilczek.
Phaseolus vulgaris L.
Glycine max (L.) Merr.
Arachis hypogaea (L.) Merr.
Oryza glutinosa Auct.
Zea mays L.
TOTAL
Sumber: Roosita (2003) dan Wicaksono (2010)
3.03
1.31
4.49
0.61
0.26
0.90
7.57
13
7.08
7.38
5.98
60.54
1.51
2.60
1.42
1.48
1.20
12.11
21.30
197.32
50.40
76.90
39.70
122.36
500.00
1333.3
4.26
39.46
10.08
15.38
7.94
24.47
100.00
65
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah staf pendidik di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB) sejak tahun 1999. Penulis
dilahirkan di Bogor, pada tanggal 1 Februari 1971, dari ayah Hadiat dan Ibu Tati
Rohana. Pada tanggal 4 Agustus 1996 menikah dengan Drs. Amin Tohani dan
dikaruniai tiga orang putra yaitu Aziz Fathurrahman, Raihan Anwar Thaha dan
Muhammad Haikal Muttaqien.
Setelah lulus dari Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Fakultas Pertanian, IPB, pada tahun 1994 kemudian penulis melanjutkan studi di
Sekolah Pascasarjana IPB, program studi Fisiologi, Biologi pada tahun 2000 dan
mendapatkan gelar magister sain pada tahun 2003. Penulis masuk di program
doktor, mayor Gizi Manusia, Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2009.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif diberbagai kegiatan seminar
dan menulis untuk publikasi ilmiah. Penulis diundang pembicara dan terpilih
sebagai The Best Presenter dalam Young Resercher Forum-International
Symposium on Agricultural Education for Sustainable Development (Ag-ESD) di
Universitas Tsukuba Jepang, pada tanggal 9-12 Nopember 2009. Pada tahun 2010,
penulis diundang sebagai pembicara pada Seminar Pemanfaatan Obat Herbal di
Jurusan Biologi, Universitas Bangka Belitung.
Pada tahun 2009-2010, mendapat kesempatan sebagai visiting foreign
researcher di Universitas Tsukuba Jepang, untuk mempelajari teknik in vitro
(kultur jaringan) dan metode ekstraksi untuk simplisia herbal dengan didanai
program Sandwich-like, Dikti, Depdiknas. Pada bulan Januari-Februari 2013
peneliti terpilih untuk mengikuti program The Kyoto University - International
Enviromental Leader Training Program, dan mendapat kesempatan untuk
melakukan sebagian kegiatan penelitian disertasi di Laboratory of Food and
Enviromental Science, Division Food Science and Biotechnology, Faculty of
Agriculture, Kyoto University, Japan.
Publikasi ilmiah yang telah diterbitkan selama periode tugas belajar antara
lain: 1) Nutrient Intake and Stunting Prevalence Among Tea Plantation Workers’
Children in Indonesia diterbitkan pada Journal of Developments In Sustainable
Agriculture Tahun 2010; dan 2) Biological Response of Epithelial Cell Lines
(Cmt-93) induced by β-carotene, Pakistan Journal of Nutrition Tahun 2013. Satu
artikel telah diterima untuk diterbitkan (accepted) di Malaysian Journal of
Nutrition dan yang akan terbit di Jurnal Kedokteran Hewan Universitas
Syiahkuala.
Pelatihan terkait profesi Gizi yang diiukuti oleh penulis antara lain
Nutritional Status Assesment yang diselenggarakan oleh SEAMEO-Recfon UI di
Jakarta, dan Internship Training for Instructor of Dietetic Internship yang
dilaksanakan oleh Departemen Gizi Masyarakat, FEMA IPB bekerjasama dengan
Asosiasi Institusi Pendidikan Gizi Indonesia (AIPGI).
Download