PERANAN β-KAROTEN DAN NUTRASETIKAL GALOHGOR DALAM PROLIFERASI, DIFERENSIASI, DAN EKSPRESI GEN SEL EPITEL USUS (CMT-93) DAN SEL KELENJAR MAMMAE (HC11) KATRIN ROOSITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Peranan β-Karoten dan Nutrasetikal Galohgor dalam Proliferasi, Diferensiasi, dan Ekspresi Gen pada Sel Epitel Usus (CMT-93) dan Sel Kelenjar Mammae (HC11) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Katrin Roosita NIM I160200951 RINGKASAN Katrin Roosita. Peranan β-Karoten dan Nutrasetikal Galohgor dalam Proliferasi, Diferensiasi, dan Ekspresi Gen pada Sel Epitel Usus (CMT-93) dan Sel Kelenjar Mammae (HC11). Dibimbing oleh RIMBAWAN, ITA DJUWITA, M. RIZAL M. DAMANIK, dan CLARA M. KUSHARTO. Pangan yang memiliki khasiat untuk kesehatan, baik untuk pencegahan maupun pengobatan, disebut sebagai nutrasetikal (Kalra 2003; Syamsudin 2013). Salah satu nutrasetikal yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Sunda secara turun temurun untuk meningkatkan kesehatan dan produksi air susu ibu (ASI), khususnya pada masa nifas (postpartum), adalah Galohgor. Nutrasetikal Galohgor terbuat dari 56 jenis tanaman. Selain mengandung berbagai senyawa aktif dan berbagai jenis zat gizi makro, yang cukup banyak terdapat dalam nutrasetikal Galohgor adalah β-karoten (Roosita et al. 2003; Pratiwi 2010). β-karoten merupakan provitamin A yang dapat diubah menjadi retinal, retinol, atau asam retinoat pada berbagai sel tubuh (Bhatti et al. 2003). Metabolisme retinal menjadi asam retinoat memerlukan serangkaian enzim aldehida dehidrogenase yang merupakan hasil ekspresi kelompok gen ALDH (Jackson et al. 2011). Asam retinoat berperan dalam pengaturan ekspresi gen koneksin. Koneksin adalah molekul protein yang menyusun gap junction. Gap junction merupakan struktur pada membran sel berupa saluran penghubung antara dua sel yang berdekatan atau bertetangga (Baldi et al. 2008; Gropper et al. 2009; Solomon 2001). Struktur gap junction sangat dominan pada sel-sel kelenjar mammae yang aktif mensintesis kasein, yaitu pada periode laktogenesis. Perkembangan gap junction yang baik sangat penting untuk mempertahankan sintesis dan sekresi air susu (ASI) karena peranannya dalam menjaga permeabilitas membran sitoplasma, metabolisme, dan diferensiasi sel (Cruciani dan Mikalsen 2006; Neville 2009; Talhouk et al. 2005). Sebagian besar zat gizi untuk proses fisiologis dan metabolisme dalam tubuh, termasuk sintesis susu, berasal dari makanan hasil proses penyerapan zat gizi di sel usus. Sel usus dan sel mammae memiliki perbedaan peranan dalam tubuh serta memiliki lingkungan intraseluler dan ekstraseluler yang berbeda. Oleh karena itu, dalam studi in vitro ini digunakan sel galur murni CMT-93 dan HC11. CMT-93 mampu menunjukkan fenotipe sel epitel usus, sedangkan sel HC11 dengan induksi hormon dan faktor pertumbuhan dapat menunjukkan fenotipe kelenjar mammae pada kondisi in vivo. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa β-karoten dalam nutrasetikal Galohgor berperan dalam proses laktogenesis dan menganalisis mekanisme β-karoten dalam nutrasetikal Galohgor dalam proliferasi, diferensiasi, dan ekspresi gen pada sel epitel usus (CMT-93) dan sel kelenjar mammae (HC11). Penelitian ini dilaksanakan di tiga laboratorium utama, yaitu Laboratory of Food and Enviromental Science, Division Food Science and Biotechnology, Faculty of Agriculture, Kyoto University, Japan; dan Laboratorium Embriologi dan Laboratorium Layanana Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Oktober 2013. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain β-karoten dengan kemurnian 99% (Sigma) yang dilarutkan dalam pelarut tetrahydrofuran (THF) (Sigma) hingga konsentrasi akhir dalam medium 1.25%. Nutrasetikal Galohgor dibuat dari 56 jenis tanaman dengan dua metode berbeda, yaitu drum dryer untuk Galohgor serbuk, dan ekstraksi menggunakan etanol untuk Galohgor ekstrak. Medium kultur sel terdiri atas DMEM (Gibco) dan RPMI 1640 (Biowest). Jenis antibiotik yang digunakan meliputi penisilin, streptomisin, dan gentamisin. Hormon dan faktor pertumbuhan yang digunakan untuk proliferasi dan diferensiasi HC11 meliputi insulin, EGF, hidrokortison, dan prolaktin (Sigma). Serum yang digunakan untuk kedua jenis sel adalah heat-inactivated Fetal Bovine Serum (FBS). Kit 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT) (Roche) digunakan untuk analisis proliferasi sel. Kit Rneasy (Qiagen) digunakan untuk isolasi RNA dan One-Step RT-PCR Pre Mix Kit (Intron Biotechnology) digunakan untuk analisis reverse transriptase polymerase chain reaction (RT PCR). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode in vitro menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Kontrol dan perlakuan ditentukan dengan perbedaan konsentrasi β-karoten dalam larutan medium, yaitu sebesar 0, 0.5, 1.5, dan 5.0 µM/mL. Unit percobaan dalam penelitian ini adalah sel epitel saluran cerna (CMT-93) dan sel kelenjar mammae (HC11) dalam cawan kultur. Jumlah ulangan parameter ekspresi gen dan diferensiasi sel berjumlah tiga atau empat, sedangkan untuk proliferasi sel masing-masing enam ulangan. Konsentrasi sel pada awal kultur dalam setiap cawan/ulangan sebesar 1 x 105 sel/mL. Parameter yang diamati meliputi: 1) proliferasi sel dengan MTT assays; 2) morfologi sel dengan pengamatan langsung di bawah mikroskop fluorescent dan inverted (Olympus), 3) morfologi mammosfer untuk identifikasi diferensiasi sel mammae, 4) ekspresi gen Aldh1a2, casein (Csn2), dan koneksin 43 (Cx43) dengan metode RT-PCR dan gel elektroforesis. Data yang telah terkumpul ditabulasi dan semua data kualitatif disajikan secara deskriptif. Data kuantitatif diuji dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji Duncan untuk menentukan beda nyata antar perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa β-karoten dan Galohgor ekstrak (GE) pada konsentrasi suprafisiologis[5.0μM] dapat menekan proliferasi sel epitel usus (CMT-93) secara signifikan (p<0.05). Namun, Galohgor serbuk (GS) tidak mempengaruhi proliferasi sel epitel usus (CMT-93). β-karoten, GE, dan GS dapat meningkatkan ekspresi gen aldehyde dehydrogenase (Aldh1a2) dan mempengaruhi morfologi sel epitel usus. Efek GE lebih kuat dibandingkan GS dalam meningkatkan ekspresi gen Aldh1a2 tersebut. Proliferasi sel kelenjar mammae tidak dipengaruhi oleh β-karoten maupun Galohgor serbuk (GS). Namun, Galohgor ekstrak (GE) pada konsentrasi suprafisiologis [5.0μM] dapat menekan proliferasi sel kelenjar mammae secara signifikan (p<0.05). β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen β-kasein (Csn2) yang penting untuk sintesis protein susu. Mekanisme peningkatan ekspresi gen Csn2 ini selaras dengan peningkatan ekspresi gen koneksin 43 (Cx43) pada sel kelenjar mammae (HC11) yang diinduksi dengan hormon-hormon laktogenesis. Perkembangan struktur mammosphere pada sel-sel kelenjar mammae (HC11) sinergis dengan ekspresi gen pengatur sintesis protein susu β-kasein (Csn2) sehingga struktur mammosfer dapat digunakan sebagai penanda spesifik untuk menunjukkan diferensiasi sel kelenjar mammae dan produksi kasein susu. Galohgor ekstrak menunjukkan efek yang lebih kuat dibandingkan dengan β-karoten murni dan Galohgor serbuk dalam mempengaruhi diferensiasi sel kelenjar mammae dan perkembangan mammosfer. Hal ini karena nutrasetikal Galohgor selain mengandung β-karoten, juga mengandung zat gizi lain dan senyawa bioaktif lain yang penting untuk sintesis air susu (ASI). Kesimpulan dari penelitian ini adalah β-karoten murni maupun β-karoten yang terdapat dalam Galohgor ekstrak dan Galohgor serbuk dapat menekan proliferasi sel epitel usus (CMT-92) dan meningkatkan ekspresi gen Aldh1a2. Aktivitas Galohgor ekstrak lebih tinggi dalam menekan proliferasi karena tingkat kelarutannya yang lebihtinggi. Mekanisme peran nutrasetikal Galohgor dalam diferensiasi sel kelenjar mammae salah satunya adalah karena mengadung βkaroten. β-karoten terbukti dapat meningkatkan ekspresi gen koneksin (Cx43) yang penting untuk perkembangan gap junction, yang disertai dengan perkembangan mammosfer dan peningkatan ekspresi gen β-kasein (Csn2) untuk pengaturan sintesis protein susu. Implikasi penelitian ini adalah konsumsi pangan sumber β-karoten seperti sayuran, buah maupun nutrasetikal seperti Galohgor penting untuk peningkatan produksi ASI. Efek Nutrasetikal Galohgor yang lebih baik disebabkan kandungan zat gizi dan senyawa aktif lainnya yang secara sinergis meningkatkan peran βkaroten dalam diferensiasi dan ekspresi gen pada proses laktogenesis. SUMMARY KATRIN ROOSITA. The Role of β-Carotene and Galohgor Nutraceutical in Proliferation, Differentiation, and Gene Expression of Intestinal Epithelial Cells (CMT93) and Mammary Gland Cells (HC11). Supervised by RIMBAWAN, ITA DJUWITA, M. RIZAL M. DAMANIK, and CLARA M. KUSHARTO. Nutraceutical is a food or part of the food that provides medical or health benefits, including prevention and/or treatment of a disease (Kalra 2003 and Syamsudin 2013). Galohgor nutraceutical is a traditional food that is made from 56 kinds of plants that contains β-carotene and other nutrients and bioactive compounds. This nutraceutical is usually consumed by Sundannese Villager to increase health status and milk production of postpartum mothers (Roosita et al. 2003; Pratiwi 2010). Many kinds of cells in human body can convert β-carotene to retinal, retinol, and renoic acid (Bhatti et al. 2003). Some aldehide dehydrogenase enzymes are expressed by ALDH genes, to continue metabolism of retinal to retinoic acid (Jackson et al. 2011). Retinoic acid is a product of β-carotene metabolism that able to regulate gene expression of connexin, a protein that build gap junction structure. Gap junction is a structure on the cell membrane that connect adjacent cells to increase transport of molecules and cell membrane permeability (Baldi et al. 2008; Gropper et al. 2009; Solomon 2001). Gap junctions of mammary gland cells are also built by connexin protein to increase cell membrane permeability, metabolism, and differentiation. This structure is dominant on mammary gland cells that actively synthesize casein, a milk protein, during lactogenesis period. Gap junction development on mammary gland cells is very important to maintain milk synthesis and its secretion (Cruciani dan Mikalsen 2006; Neville 2009; Talhouk et al. 2005). Most of nutrients that are used for physiological process and metabolism in human’s body are naturally provided by food which is absorbed in intestinal epithelial cells. Intestinal and mammary epithelial cells have different intracellular and extracellular environments. Thus, in this study, intestinal epithelial cell lines (CMT-93) and mammary gland cell line (HC11) were used. The objectives of this study are to reveal the role of β-carotene on Galohgor nutraceutical and to analyze the mechanism of β-carotene effects on proliferation, differentiation, and gene expression on intestinal cells (CMT-93) and mammary gland cells (HC11). The study was conducted from January to October 2013, in Laboratory of Food and Enviromental Science, Division Food Science and Biotechnology, Faculty of Agriculture, Kyoto University, Japan; Laboratory of Embriology, and Integrated Service Laboratory of Veterinary Faculty, Bogor Agricultural University. Materials used in this study were β-caroten (purity 99%, Sigma), tetrahydrofuran (THF) (Sigma), DMEM (Gibco), RPMI 1640 (Biowest), penicillin, streptomycin, gentamicin, insulin, epidermal growth factor (EGF), hydrocortisone, and prolactin (Sigma), and heat-inactivated Fetal Bovine Serum (FBS). We applied two different kinds of Galohgor nutrceutical that made of 56 kinds of plants, i.e. powder and extract Galohgor. Powder Galohgor was made by drum dryer method, while extract Galohgor was made by etanol extraction. We also used kit of 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT) (Roche) to analyze cell proliferation, Rneasy (Qiagen) to isolate RNA and One-Step RT-PCR Pre Mix Kit (Intron Biotechnology) for reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT PCR). This was an experimental study by in vitro method and completely randomized design. Treatments and control of this experiment were determined by pure β-carotene and nutraceutical Galohgor’s β-carotene concentration in cells culture medium, i.e. 0, 0.5, 1.5, and 5.0 µM. Number of samples for each treatment was 3 to 4, except for cell’s proliferation analysis was 6 for each treatment. Number of cells in each plate was 1x105cells/mL. The parameters of this experiments were 1) cell’s proliferation by MTT assays; 2) cell’s morphology and mammosphere structure by fluorescent and/or inverted microscopes (Olympus), 3) Aldh1a2, casein (Csn2), and connexin 43 (Cx43) gene expression by reverse transcriptation-PCR and gel electrophoresis. Collected data were tabulated and qualitative data was shown by photograph and description. Meanwhile, quantitative data were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA) and Duncan post hoc analysis. The results showed that high concentration [5.0μM] of β-carotene and extract Galohgor significantly decreased intestinal cells (CMT-93) (p<0.05), on the other hand, powder Galohgor did not alter cell proliferation of intestinal cells (CMT-93). β-carotene, extract Galohgor, and powder Galohgor increased aldehyde dehydrogenase (Aldh1a2) gene expression and influenced morphology of intestinal cells. The effect of extract Galohgor on Aldh1a2 gene expression was stronger than powder Galohgor. Mammary gland cells proliferation was not influenced by β-carotene nor Galohgor powder. Meanwhile, extracted Galohgor at the same concentration [5.0μM] decresed mammary gland cells proliferation significantly (p<0.05). Gene expression of β-casein (Csn2) was increased by β-carotene. Csn2 gene encodes casein, a major milk protein. β-casein (Csn2) gene expression correlated with connexin 43 (CX43) gene expression and mammosphere structure of mammary gland cells (HC11). Thus, mammosphere structure can be used as a representative marker of mammary gland cells (HC11) differentiation induced by lactogenic hormones, i.e. prolactin and hydrocortisone. We also found that extracted Galohgor more effectively induced mammary gland cells (HC11) differentiation as compared to pure β-carotene and powder Galohgor. In conclusion, pure β-carotene and β-carotene of nutraceutical Galohgor (extract or powder) decreased intestinal cell (CMT-93) proliferation but increased Aldh1a2 gene expression. Activity of extract Galohgor was higher as compared to Galohgor powder, regarding its higher solubility. β-carotene increased gene expression of connexin (Cx43), mammosphere development, and gene expression of β-kasein (Csn2) that regulate milk protein synthesis. Thus, β-carotene is an important compound that explains the mechanism of nutraceutical Galohgor effect on mammary gland differentiation. © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB PERANAN β-KAROTEN DAN NUTRASETIKAL GALOHGOR DALAM PROLIFERASI, DIFERENSIASI, DAN EKSPRESI GEN SEL EPITEL USUS (CMT-93) DAN SEL KELENJAR MAMMAE (HC11) KATRIN ROOSITA Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Gizi Manusia SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu 2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS. Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr.dr.Trihono, MSc. 2. Prof. Dr.drh. Arif Boediono Judul Disertasi: Peranan β-Karoten dan Nutrasetikal Galohgor dalam Proliferasi, Diferensiasi, dan Ekspresi Gen pada Sel Epitel Usus (CMT-93) dan Mammae (HC11) : Katrin Roosita Nama NIM : I162090051 Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr. Rimbawan Ketua Dr. drh.Ita Djuwita M.Phil Anggota Prof. drh.M.Rizal M.Damanik, MRepSc,PhD. Anggota Prof. Dr.drh. Clara M. Kusharto, MSc. Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Gizi Manusia Dekan Sekolah Pascasarjana Prof.drh.M.Rizal M.Damanik, MRepSc,PhD. Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 9 Januari 2014 Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan Disertasi oleh Dekan Sekolah Pascasarjana) Judul Disertasi: Peranan ~-Karoten dan Nutrasetikal Galohgor dalam Proliferasi, Diferensiasi, dan Ekspresi Gen pada Sel Epitel Usus (CMT-93) dan Mammae (HC11) Nama Katrin Roosita NIM : 1162090051 Disetujui oleh Komisi Pembimbing J, d7! Dr. Rimbawan Ketua . l_ Dr. drh.lta Djuwita M.Phil Anggota Prof. Dr. Prof. drh.M.Rizal M.Damanik, MRepSc,PhD. Anggota . Clara M. Kusharto, MSc. Anggota Ketua Program Studi Ilmu Gizi Manusia Prof.drh.M.Rizal M.Damanik, MRepSc,PhD. Tanggal Ujian: 9 Januari 2014 201'­ Tanggal Lulus: 0 6 FEB (tanggal penandatanganan disertasi oleh Dekan Sekolah PascaSaIj ana) PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Galohgor adalah nutrasetikal tradisional yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat, khususnya ibu nifas di wilayah pedesaan Jawa Barat. Penelitian merupakan salahsatu dari rangkaian penelitian Nutrasetikal Galohgor telah dilakukan sejak tahun 2002 yang meliputi: 1) studi etnobotani tentang perilaku penggunaan tanaman obat oleh masyarakat suku sunda, identifikasi spesimen tanaman, 2) uji kandungan gizi dan fitokimia, 3) uji khasiat dan toksisitas pada hewan coba (animal essay). Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi dihaturkan kepada komisi pembimbing Dr.Rimbawan, Dr.drh.Ita Djuwita, M.Phil., Prof. drh.M.Rizal M.Damanik, MRepSc,PhD., dan Prof.Dr.drh.Clara M.Kusharto, MSc. atas segala bantuan, arahan, dan bimbingan yang telah diberikan. Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Nuri Andarwulan dan Dr.Drh. Mien Rachminiwati sebagai penguji prelim lisan, Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS dan Dr. dr. Noorwati Subandyo, Sp.PDKHOM sebagai pembahas kolokium, Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu dan Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman sebagai penguji ujian tertutup atas masukan dan koreksi untuk penyempurnaan disertasi ini. Penelitian ini dapat terlaksana atas bantuan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih kepada Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yang telah mendanai penelitian ini melalui program penelitian BOPTN IPB, Beasiswa Pascasarjana (BPPS), dan Beasiswa Program Sandwich-Like. Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ketua Departemen Gizi Masyarakat, Dekan Fakultas Ekologi manusia (FEMA), pimpinan dan staf Laboratorium Embriologi, Laboratorium Immunologi, dan Laboratorium Layanan Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB yang telah memberikan ijin untuk menggunakan peralatan dan fasilitas laboratorium. Untuk kesempatan mendapatkan pengalaman penelitian dan belajar di Universitas Kyoto dan Universitas Tsukuba, kami haturkan ucapan terima kasih kepada Prof. Fumito Tani, Prof. Nakao Nomura, Dr. Ernan Rustiadi, dan Jasso Scholarship Programme. Kepada semua pihak yang telah membantu, ucapan terima kasih dan penghargaan, khususnya Bapak/Ibu staf pendidik dan kependidikan di Dept. GM, FEMA, IPB, Prof Amini Nasoetion, Bapak Hendro, Ibu Siti Sa’diah SSi, MSi, Apt. dan Prof. Latifah K. Darusman dari Biofarmaka IPB, rekan-rekan GMA2009 (Ibu Iskari, Ibu Dewi, Ibu Wiwiek, Pak Ali, Pak Arif dan pak Mansyur), adik dan kakak angkatan serta mahasiswa dan alumni yang telah membantu Rohadi SGz, Khoirul SGz, Singgih SGz dan kawan-kawan. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada Ayahanda Hadiat, Ibunda Tati Rohana, suamiku Drs. Amin Thohani, dan anakanakku tersayang Aziz Fathurrahman, Raihan Anwar Thaha, dan M. Haikal Muttaqien, kakak dan adik Leli Nuryati, Hardi Gunawan, Desi Marlena dan Ihsan Darmawan, serta seluruh keluarga besar, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari disertasi ini masih belum sempurna. Sesungguhnya setiap penelitian memiliki keterbatasan dan tidak ada satu penelitian yang dapat menjawab semua permasalahan secara sempurna sehingga penelitian ini perlu terus dilanjutkan. Saran dan masukan dari berbagai pihak untuk pengembangan dan tindak lanjut penelitian Nutrasetikal Galohgor akan sangat bermanfaat untuk penyempurnaan hasil penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk pengembangan keilmuan Gizi Dasar, Nutrigenomik, Nutrasetikal, dan aplikasinya di masyarakat. Bogor, Januari 2014 Katrin Roosita DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 1 1 2 4 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 Nutrasetikal 5 Galohgor: Kandungan Gizi, Fitokimia, dan Manfaatnya 5 Fisiologi Laktogenesis dan Produksi Susu 8 Proliferasi dan Diferensiasi Sel Kelenjar Mammae 9 Ekspresi Gen dan Sintesis Protein Fungsional pada Proses Laktogenesis 10 Pengaruh β-karoten pada Laktogenesis 12 HC11 Cell lines 14 3 METODE Bahan Alat Parameter Analisis Data Prosedur 15 15 16 16 16 16 4 RESPONS SEL EPITEL USUS (CMT-93) TERHADAP β-KAROTEN Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Simpulan 21 21 21 22 24 26 5 RESPONS SEL EPITEL USUS (CMT-93) TERHADAP GALOHGOR SERBUK DAN GALOHGOR EKSTRAK Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Simpulan 27 27 28 28 30 32 6 RESPONS KELENJAR MAMMAE (HC11) TERHADAP β-KAROTEN: PROLIFERASI, DIFERENSIASI, DAN EKSPRESI GEN KONEKSIN (Cx43) DAN β-CASEIN (Csn2) 33 Pendahuluan 33 Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Simpulan 7 EFEK NUTRASETIKAL GALOHGOR PADA PROLIFERASI DAN DIFERENSIASI SEL KELENJAR MAMMAE (GALUR HC11) Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Kandungan β-karoten Produk Jamu Galohgor Serbuk dan Ekstrak Pembahasan Simpulan 33 34 39 40 41 41 41 43 43 46 47 8 PEMBAHASAN UMUM 48 Pengaruh β-karoten, Galohgor serbuk, dan Galohgor ekstrak pada proses proliferasi sel epitel usus (CMT-93) dan kelenjar mammae (HC11) 48 Ekspresi Gen Aldehyde Dehydrogenase (Alhd1a2): Respons Sel Epitel Usus (CMT-93) terhadap Induksi β-Karoten, Galohgor Serbuk, dan Galohgor Ekstrak 49 Pengaruh Pemberian Β-Karoten pada Ekspresi Gen Koneksin (Cx43) dan ΒCasein (Csn2) pada Sel Kelenjar Mammae. 50 Mekanisme efek β-karoten dalam Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak pada diferensiasi sel kelenjar mammae (HC11) dengan penanda mammosfer 51 Keterbatasan dan Implikasi Hasil Penelitian 53 9 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran 54 54 54 10 DAFTAR PUSTAKA 55 LAMPIRAN 63 RIWAYAT HIDUP 65 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis dan teknik pengukuran variabel Urutan basa primer RT PCR Komposisi pelarut dan zat terlarut dalam medium stok perlakuan Galohgor Serbuk [10.0μM], Galohgor Ekstrak [5.0μM], dan βKaroten [10.0μM] Komposisi bahan pada larutan perlakuan Galohgor serbuk (GS) dan Galohgor ekstrak Jenis dan konsentrasi antibiotik, hormon, dan/atau faktor pertumbuhan dalam larutan proliferasi dan diferensiasi Jumlah dan jenis perlakuan menurut kelompok percobaan Kandungan β-karoten dalam galohgor ekstrak dan serbuk Nilai osmolalitas medim kontrol dan perlakuan 16 18 19 20 20 43 43 44 DAFTAR GAMBAR 1 Perkembangan sel epitel mamme selama kehamilan dan laktasi (Borellini dan Oka 1989), keterangan: MFG = milk fat globule, MV = mikrovili, LS = Lisosom dan RE = retikulum endoplasma 2 Metabolisme β-karotene dan retinol dalam sel (Ross 1993). 3 Hasil penambahan reagen MTT 1 dan Bufer 4 Morfologi sel CMT-93 dalam medium kontrol (A), THF 1.25% (B), BCA 0.1 µM (C), BCA 0.5 µM (D), BCA 1.5 µM (E), dan BCA 5.0 µM (F). 5 Nilai Absorbansi hasil MTT Assays dari CMT-93 pada medium kontrol positif, kontrol negatif (Triton X-114), THF 1.25%, serta perlakuan β-karoten 0.1, 0.5, 1.5, dan 5 µM. Huruf yang berbeda pada grafik menunjukkan beda nyata pada p<0.05. 6 Ekspresi gen GADPH and ALDH pada sel CMT-93 kontrol (DMEM) dan perlakuan THF (1.25%) dan β-karoten (5 µM). (Keterangan: A= ALDH1a-2, G = GADPH). 7 Nilai absorbansi hasil MTT assays pada kontrol negatif (Triton X114 1.25%) perlakuan Galohgor ekstrak (GE) , Galohgor serbuk (GS) dengan berbagai dosis (0.5, 1.5 dan 1.5 μM) dibandingkan terhadap kontrol. Tanda *) pada grafik menunjukkan hasil ANOVA yang beda nyata pada p<0.05. 8 Morfologi sel CMT-93 dalam medium kontrol (A), THF 1.25% (B), BCA 0.1 µM (C), BCA 0.5 µM (D), BCA 1.5 µM (E), dan BCA 5.0 µM (F). 9 Ekspresi gen Gadph and Aldh1a2 pada sel CMT-93 kontrol negatif (neg) dan perlakuan Galohgor Ekstrak (GS 1.5μM), Galohgor Serbuk (GS 5.0µM dan GS 1.5 µM) (Keterangan: A= Aldh1a2, G = Gadph). 10 Pengaruh Beta-karoten (BCA) pada konsentrasi yang berbeda (0.5, 1.5 dan 5.0 µM) dibandingkan dengan kontrol dan Triton X-144 pada proliferasi sel kelenjar mammae (HC11). 10 13 17 22 23 24 29 30 30 35 11 Proses proliferasi sel HC11(Pembesaran 20x) 12 Perkembangan diferensiasi sel kelenjar mammae HC11 (Pembesaran 36 40x) Morfologi sel kelenjar mammae HC11 tahap diferensiasi pada hari ke-5 pada kontrol (A), β-karoten 0.5 (B), 1.5 (C), dan 5.0 (D) µM/ml (Pembesaran 40x). Ekspresi gen Csn2 dan Gadph pada sel kelenjar mammae (HC11) dalam medium kultur perlakuan β-karoten BCA1=[0.5 µM]; BCA2= [1.5 µM], dan BCA3=[5.0 µM], dibandingkan dengan kontrol negatif (P) dan positif (D1). Ekspresi gen Csn2, Cx43 dan Gadph pada sel kelenjar mammae (HC11) dalam medium kultur perlakuan β-karoten BCA1=[0.5 µM]; dan BCA2= [1.5 µM], dibandingkan dengan kontrol (D1). Medium persediaan (stok) hasil sentrifus Pengaruh Galohgor Ekstrak (GE) dan Galohgor Serbuk (GS) pada konsentrasi yang berbeda dibandingkan dengan Kontrol dan Triton X-144 terhadap proliferasi sel kelenjar mammae (HC11). Perbedaan morfologi sel HC11 yang mengalami diferensiasi ditandai dengan struktur mammosfer (lingkaran) akibat perlakuan Galohgor ekstrak 0.5 µM (A), 1.5 µM (B), 5.0 µM (C), dan Galohgor serbuk 0.5 µM (D), 5.0 µM (E), 10.0 µM (F). 36 13 14 15 16 17 18 37 37 38 44 45 46 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) adalah target pembangunan yang ingin dicapai oleh Indonesia dan negara-negara lain di seluruh dunia. Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu target pembangunan dalam MDGs tersebut. Untuk mencapai target tersebut, tahap kritis dalam kehidupan ibu dan bayi yang perlu diperhatikan adalah periode setelah persalinan (masa nifas). Sebagian besar kematian ibu dan bayi terjadi pada masa nifas. Selain itu, masa nifas juga menentukan keberhasilan seorang ibu untuk dapat memberikan air susu ibu (ASI) bagi bayi (Bao et al. 2010, Djoko 2006). Periode nifas (postpartum) merupakan tahapan setelah partus atau kelahiran bayi yang ditandai dengan sintesis susu di kelenjar mammae dan penyembuhan luka pada uterus dan organ genital. Kondisi kesehatan ibu pada saat postpartum menentukan keberhasilan proses laktasi. Proses sintesis susu dan penggantian jaringan yang luka tersebut memerlukan energi dan molekul pengganti yang diperoleh dari asupan zat gizi makro maupun mikro. Asupan gizi yang cukup sesuai dengan kebutuhan merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan ibu (Allen 2001; Djoko 2006; Solomon 2001). Air susu ibu (ASI) adalah makanan yang lengkap dan sempurna bagi bayi, khususnya bayi usia 0-6 bulan. Zat gizi dalam ASI diperlukan oleh bayi untuk mengatur suhu tubuh dan menghasilkan energi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Selain itu, ASI kaya akan zat immunologis yang memberikan perlindungan bagi bayi terhadap berbagai macam penyakit. Pemberian ASI juga mempererat kasih sayang dan kedekatan emosional antara ibu dan bayi. Manfaat pemberian ASI bagi ibu yang menyusui bayinya adalah mempercepat penyembuhan rahim dan menurunkan bobot badan (Allen 2001, Djoko 2006). Salah zat gizi mikro yang kebutuhannya meningkat selama postpartum dan laktasi ialah vitamin A. Kebutuhan vitamin A meningkat sebanyak 350 RE pada masa laktasi dibandingkan rata-rata kebutuhan wanita dewasa yang tidak menyusui. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, WHO merekomendasikan suplementasi vitamin A megadosis (200.000–300.000 IU) pada periode postpartum, khususnya di negara berkembang (Allen 2001; Djoko 2006; Solomon 2001). Konsumsi sayuran hijau, kacang-kacangan, dan jagung yang merupakan pangan sumber β-karoten dapat menyumbang pemenuhan kebutuhan vitamin A. Pangan sumber β-karoten yang telah dibuktikan secara ilmiah memiliki juga khasiat untuk meningkatkan produksi ASI atau disebut sebagai pangan laktagogum adalah daun torbangun dan daun katuk (Damanik 2006, Sa’roni et al. 2004). Kebiasaan ibu nifas (postpartum) untuk mengkonsumsi pangan berkhasiat kesehatan dan mampu meningkatkan produksi ASI juga dilakukan oleh masyarakat Suku Sunda. Salah satu di antaranya adalah Galohgor dari Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor yang telah diteliti sejak tahun 2002. Galohgor tersebut dibuat dari 56 jenis tanaman, dengan komponen utama 2 jagung dan kacang-kacangan, dan diperkaya dengan berbagai jenis tanaman obat berupa daun dan rimpang (Pajar 2008; Roosita et al. 2003; Pratiwi 2010; Wicaksono 2010; Permana 2011). Berdasarkan hasil survei pada ibu nifas, Galohgor memiliki manfaat untuk meningkatkan produksi susu, mempercepat penyembuhan rahim, dan meningkatkan kebugaran (Dahlianti et al. 2005; Roosita et al. 2008a; Roosita et al. 2008b). Uji in vivo pada tikus laktasi menunjukkan bahwa pemberian Galohgor dapat meningkatkan produksi air susu (Roosita et al. 2003). Galohgor biasa dikonsumsi sebagai makanan kudapan (snack) dan mengandung tanaman obat yang memiliki khasiat sebagai obat sehingga lebih tepat disebut sebagai nutrasetikal. Hasil analisis Roosita et al. (2008) beberapa jenis tanaman obat yang digunakan dalam Galohgor memiliki kecocokan khasiat dan tujuan penggunaan dengan hasil penelitian sebelumnya dalam buku Plant Resources of South East Asia (PROSEA), yaitu untuk peningkatan produksi air susu ibu (ASI) dan penyembuhan luka akibat proses persalinan. Salah satu zat gizi yang dominan dalam Galohgor adalah β-karoten (Permana 2011). β-karoten adalah salah satu jenis karotenoid, yang memiliki aktivitas vitamin A. β-karoten oleh sel-sel tubuh dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi retinol dan asam retinoat. Penelitian Kim et al. (2011) menunjukkan bahwa pada masa pertumbuhan khususnya, berbagai jaringan tubuh dapat mensintesis retinoid dari β-karoten dengan bantuan enzim β-carotene15,15′-oxygenase (CMOI). Β-karoten dan karotenoid lainnya berperan dalam perkembangan gap junction. Gap junction adalah struktur pada membran sel yang berbentuk saluran penghubung antara dua sel yang berdekatan (bertetangga). Perkembangan gap junction terlihat sangat dominan pada sel-sel kelenjar mammae yang aktif mensintesis kasein, yaitu pada periode laktogenesis. Gap junction yang disusun oleh protein koneksin, berfungsi antara lain untuk meningkatkan proses pertukaran (transpor) molekul dan permeabilitas membran sitoplasma. Hasil metabolisme β-karoten berupa retinol dan asam retinoat juga memiliki efek pengaturan pada ekspresi gen (Baldi et al. 2008; Bertram 1999; Borellini dan Oka 1989; Gropper et al. 2009; Neville 2009; Solomon 2001; Talhouk et al. 2005). Perumusan Masalah Secara in vivo Galohgor dapat meningkatkan produksi air susu, namun mekanisme efek Galohgor pada laktogenesis pada tingkat seluler masih belum dapat dijelaskan dari penelitian sebelumnya. Teknik in vitro yang terus berkembang mampu menyediakan berbagai jenis sel untuk mempelajari mekanisme atau proses fisiologis di tingkat sel. Pada kondisi in vivo, ketersediaan dan proses metabolisme zat gizi dan senyawa aktif yang berasal dari makanan diawali dengan proses penyerapan zat gizi di sel usus. Sel usus dan sel mammae memiliki perbedaan peranan dalam tubuh serta memiliki lingkungan intraseluler dan ekstraseluler yang berbeda, namun keduanya merupakan sel epitel. Oleh karena itu, dalam studi in vitro ini digunakan sel galur murni CMT-93 dan HC11. CMT-93 mampu menunjukkan fenotipe sel epitel usus, sedangkan sel HC11 dengan induksi hormon dan faktor pertumbuhan dapat menunjukkan fenotipe kelenjar mammae pada kondisi in vivo. 3 Karoten adalah sumber utama provitamin A yang dapat diubah di dalam selsel berbagai organ tubuh, seperti usus halus, ginjal, retina, hati, dan jaringan lemak (Redmon, et al. 2001). Namun, masih sedikit penelitian yang menjelaskan bagaimana konversi dan peranan β-karoten menjadi asam retinoat dikaitkan dengan proliferasi dan morfologi epitel usus. Selanjutnya apakah β-karoten yang terkandung dalam Galohgor dapat mempengaruhi proliferasi, diferensiasi sel, dan ekspresi gen kasein yang merupakan biomarker untuk peningkatan laktogenesis masih perlu diteliti lebih lanjut. Proses diferensiasi sel tersebut dapat ditentukan dari perkembangan struktur mammosfer dan produksi mRNA koneksin (Cx43) dan β-kasein (Csn2) pada kultur sel kelenjar mammae (HC11). Berdasarkan permasalahan tersebut muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah β-karoten dalam Galohgor ekstrak dan Galohgor serbuk dapat mempengaruhi proliferasi sel epitel usus (CMT-93) dan kelenjar mammae (HC11)? Apakah β-karoten murni dan β-karoten yang terdapat di dalam Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak dapat mempengaruhi ekspresi gen aldehyde dehydrogenase (Alhd1a2) yang berfungsi menghasilkan enzim untuk mengkonversi β-karoten menjadi asam retinoat pada sel epitel usus (CMT-93)? Apakah β-karoten dalam Galohgor berperan dalam mempengaruhi diferensiasi yang ditandai perubahan morfologis pada sel epitel usus (CMT-93) dan kelenjar mammae (HC11) ? Apakah β-karoten dalam Galohgor ekstrak (GE) dan Galohgor serbuk (GS) dapat mempengaruhi proliferasi sel epitel usus (CMT-93) dan kelenjar mammae (HC11)? Apakah β-karoten murni dan β-karoten yang terdapat di dalam GE dan GS dapat mempengaruhi ekspresi gen aldehyde dehydrogenase (Alhd1a2) yang berfungsi menghasilkan enzim untuk mengkonversi β-karoten menjadi asam retinoat pada sel epitel usus (CMT-93)? Apakah β-karoten dalam Galohgor berperan dalam mempengaruhi diferensiasi yang ditandai perubahan morfologis pada sel epitel usus (CMT-93) dan kelenjar mammae (HC11) ? Apakah β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen koneksin(Cx43) dan βkasein (Csn2)? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa β-karoten dalam nutrasetikal Galohgor berperan dalam proliferasi, diferensiasi, dan ekspresi gen pada sel epitel usus (CMT-93) dan sel kelenjar mammae (HC11). Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis pengaruh pemberian β-karoten murni, GE dan GS pada proses proliferasi sel epitel usus (CMT-93) dan kelenjar mammae (HC11) 2. Menganalisis pengaruh pemberian β-karoten murni, GE dan GS pada ekspresi gen aldehyde dehydrogenase (Alhd1a2) pada sel epitel usus(CMT-93). 4 3. Menganalisis pengaruh pemberian β-karoten murni, GE dan GS pada proses diferensiasi sel kelenjar mammae (HC11) yang ditandai dengan perkembangan mammosfere. 4. Membuktikan pengaruh pemberian β-karoten murni pada ekspresi gen koneksin (Cx43) dan β-casein (Csn2) di sel kelenjar mammae. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi tentang mekanisme efek Galohgor sebagai nutrasetikal untuk meningkatkan produksi susu (ASI). Metode in vitro yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu metode pengujian yang tepat untuk membuktikan manfaat zat gizi dalam proliferasi, diferensiasi, dan ekspresi gen. 5 2 TINJAUAN PUSTAKA Nutrasetikal Definisi nutrasetikal (nutraceutical) menurut Kalra (2003) dan Syamsudin (2013) adalah pangan yang dapat membantu mencegah atau mengobati penyakit atau gangguan kesehatan. Ciri dari nutrasetikal adalah berbentuk makanan dan berfungsi mencegah atau mengobati penyakit atau gangguan kesehatan. Nutrasetikal dapat berupa makanan konvensional atau suatu produk diet atau makanan khusus. Galohgor adalah pangan fungsional tradisional atau jamu yang dikonsumsi oleh masyarakat sebagai makanan kudapan (snack food). Berdasarkan definisi Kalra (2003), Galohgor dapat dikategorikan sebagai nutrasetikal. Konsep nutrasetikal sangat erat kaitannya dengan nutrigenomik. Hal ini karena nutrigenomik merupakan cabang ilmu baru yang memadukan teknik genomik dan biologi molekuler, yang selanjutnya melahirkan berbagai penemuan nutraseutikal. Biomarker yang digunakan dalam nutrigenomik adalah protein dan ekspresi gen yang telah berhasil membuktikan efek medis dari makanan dan zat gizi dan nongizi yang terdapat dalam makanan (Sumi 2008). Galohgor: Kandungan Gizi, Fitokimia, dan Manfaatnya Galohgor merupakan pangan tradisional yang berkhasiat obat, dibuat dari campuran 56 jenis tanaman yang termasuk kelompok tanaman serealia, kacangkacangan, rimpang, dan tanaman obat. Secara tradisional, Galohgor dibuat dengan cara disangrai (digoreng tanpa menggunakan minyak), kemudian ditumbuk hingga halus dan disaring. Berdasarkan hasil survei, Galohgor memiliki manfaat untuk meningkatkan produksi susu, mempercepat penyembuhan rahim, dan meningkatkan kebugaran (stamina) (Pratiwi 2010; Dahlianti et al. 2005). Berdasarkan hasil studi etnofarmakologi, beberapa jenis tanaman yang digunakan dalam Galohgor juga merupakan tanaman yang umum digunakan sebagai tanaman obat untuk meningkatkan produksi susu dan memperbaiki kondisi kesehatan ibu pascamelahirkan (post partum) (Roosita et al. 2008a; Roosita et.al 2008b). Galohgor juga dapat meningkatkan penyembuhan luka dan mempercepat involusi uterus (Permana 2011; Roosita 2003). Selain memiliki kandungan fitokimia yang bermanfaat bagi kesehatan, Galohgor juga memiliki kandungan zat gizi yang beragam. Galohgor memiliki kadar air 4,10%, abu 2,66%, lemak 3,66%, protein 12,06%, dan karbohidrat 77,25%. Kadar besi 68,5 ppm, seng 76,3 ppm, dan magnesium 1335,5 ppm (Pajar 2008). Selama laktasi, kebutuhan zat gizi ibu meningkat dibandingkan selama masa kehamilan. Anjuran konsumsi zat gizi pada ibu menyusui didasarkan pada jumlah ASI yang diproduksi dan diberikan kepada bayi, selain itu perlu diperhatikan pula apakah pemberian ASI secara penuh atau hanya sebagian (exclusive or partial breastfeeder) (Allen 2001). Seorang ibu menyusui memerlukan asupan rata-rata 2700 kkal dalam sehari. Tambahan sebesar 500-700 kkal tersebut diperlukan untuk keperluan sintesis ASI. Ekstra energi tersebut pun tidak semuanya harus didapatkan dari asupan makanan 6 yang dikonsumsi ibu menyusui sehari-hari. Ternyata, 200 kkal telah tersedia di tubuh ibu berupa cadangan deposit yang telah dibentuk sejak dimulainya proses kehamilan. Sisa 300-500 kkal/hari yang baru diharapkan diperoleh dari asupan makanan keseharian sang ibu (Djoko 2006, Allen 2001). Anjuran konsumsi Galohgor berdasarkan hasil survey dan uji preklinik pada hewan coba, adalah sebesar 20 g/kap/hari atau setara 0.370 g/Kg/hari (Roosita et al. 2003, Wicaksono 2013). Jika dikonsumsi sesuai anjuran tersebut, maka kontribusi energi dan zat gizi Galohgor pada kebutuhan ibu menyusui yang dinyatakan dalam persen, adalah sebagai berikut 14.4% energi, 19.5% protein, 7.5% lemak, 1.56% Vitamin A, 90.5% Iodium, 0.7% Fe, dan 0.7% seng (Zn). Kandungan serat makanan total dalam bubuk jamu sebesar 16.2% (b/b). Nilai ini terdiri atas serat makanan tidak larut air sebesar 14.4% dan serat makanan larut air sebesar 1.8% (Pratiwi 2010). Galohgor mengandung β-karoten dengan jumlah yang cukup tinggi. Pemberian Galohgor pada tikus secara in vivo dapat meningkatkan kadar βkaroten dalam serum darah dan mempercepat penyembuhan luka (Permana 2011). Uji preklinik pada hewan coba (Rattus sp.) menunjukkan bahwa pada dosis 0,370 g/kgBB, Galohgor dapat meningkatkan produksi susu, mempercepat pencapaian puncak laktasi, dan involusi uterus (Roosita 2003). Kandungan senyawa bioaktif dan zat gizi diduga memberikan manfaat dalam peningkatan produksi ASI dan pemulihan rahim pada ibu postpartum di Sukajadi (Dahlianti et al. 2005). Galohgor bersifat aman dan tidak toksik, meskipun penggunaan berlebihan hingga lebih dari lima kali (>5 kali) dosis anjuran perlu dihindari. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi adalah gangguan ginjal (Wicaksono 2010). Tanaman obat dalam Galohgor yang memiliki khasiat meningkatkan produksi susu dan penyembuhan rahim pada masa nifa yang sesuai dengan Plant Resource of South East asia (PROSEA) antara lain: Hemigraphis colorata (Blume) Hallier f. (Remek daging), Goniothalamus macrophyllus (Blume) Hook.f. & Thomson (Kicantung), Chlorantaceae Chloranthus elatior Link (Karas tulang), Ageratum conyzoides L. (Babadotan), Artemisia vulgaris L. (Daun Siang), Blumea balsamifera (L.), DC. (Daun sembung), Pluchea indica (L.) Less. (Daun Beluntas), Euphorbia hirta L. (Nanangkaan), Phyllanthus urinaria L. (memeniran), Hyptis suaveolens (L.) Poit. (jukut bau), Orthosiphon aristatus (Blume) Miq. (kumis kucing), Coleus scutellarioides (L.) Benth. (jawer kotok), Desmodium heterophyllum (Willd.) DC. (kimulas), Abelmoschus manihot (L.), Tinospora tuberculata (Lamk.) Beumee ex. Heyne. (antawali), Piper retrofractum Vahl (cabe jawa), Selaginella plana Hieron. (Kiranediuk), Selaginella wildenowii (Desv. ex Poir.) Baker (kirane lalab), Coriandrum sativum L. (ketumbar), Clerodendron serratum Moon. (singugu), Lantana camara L. (cente), Curcuma aerugenosa Roxb. (panglai hideung), Curcuma domestica Valeton (koneng), Curcuma xanthorhiza D.Dietr (koneng gede), Kaempferia galanga L. (kencur), Zingiber cassumunar Roxb. (panglai) dan Zingiber officinale Roscoe (jahe) (Roosita et al. 2008b). Berdasarkan hasil analisis fitokimia, Galohgor memiliki kandungan senyawa aktif, seperti alkaloid, flavanoid, triterpenoid, dan fenol hidroquinon (Pajar 2008). Alkaloid. β-karbolin adalah salah satu kelompok alkaloid yang terdapat pada berbagai jenis bahan pangan dan ditemukan dalam cairan tubuh manusia. β- 7 karbolin dapat mempengaruhi fungsi susunan saraf pusat, berpotensi memiliki aktivitas antitumor, antiviral, dan antimikrob (Cao et al. 2007). Salah satu jenis alkaloid yang telah digunakan untuk pengobatan adalah ergot alkaloid yang dihasilkan oleh jamur Claviceps purpurea. Alkaloid asam amino alami, khususnya ergot alkaloid dapat menyebabkan kontriksi pada pembuluh darah arteri dan vena dan sifat ini bermanfaat bagi pengobatan migrain dan tekanan darah rendah (hypotension). Alkaloid juga dapat meningkatkan aktivitas motorik uterus (Gillman et al. 1980). Senyawa Fenolik. Senyawa fenolik memiliki definisi yang luas meliputi semua jenis senyawa tanaman yang memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih ikatan hidroksil. Senyawa fenolik bersifat larut air dan pada umumnya berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat pada vakuola sel tanaman. Telah diketahui sebanyak lebih dari seribu jenis senyawa fenolik alami. Bentuk polimer senyawa fenolik yang umum dikenal adalah lignin, tanin, dan melanin. Fungsi senyawa fenolik antara lain lignin sebagai pembangun dinding sel tanaman, antosianin sebagai zat warna tanaman, atau terdapat dalam kloroplas yang berperan dalam proses fotosintesis (Harborne 1987). Flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstrak dengan menggunakan etanol 70%. Jumlah flavonoid yang telah teridentifikasi berjumlah sekitar sepuluh kelas, antara lain antosianin, leukoantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, chalcon, auron, flavonon, dan isoflavon. Klasifikasi flavonoid tersebut didasarkan pada tingkat kelarutan dan reaksi warna. Flavonoid dalam tanaman biasanya ditemukan dalam bentuk campuran dan sangat sulit menemukannya dalam bentuk tunggal pada jaringan tanaman, flavonoid pada teh sebagai pengatur tumbuh (Harborne 1987). Flavonoid dapat berfungsi sebagai pengubah respons biologis alami (natural biological response modifiers= NBRM) melalui berbagai mekanisme, termasuk efek anti-komplemen. Flavonoid sebagai antioksidan dapat melindungi sel atau jaringan dari berbagai pengaruh yang merusak, antara lain yang disebabkan oleh lipid peroksida dan atau oksidasi yang diperantai oleh enzim, sebagai contoh polifenolik pada teh yang dapat melindungi gigi dari proses karies. Flavonoid juga dapat memberikan perlindungan proses autoimun (Nakagami et al. 1995). Genistein adalah salah satu jenis isoflavon yang terdapat dalam kedelai dan kacang-kacangan lainnya. Genistein memiliki sifat sebagai fitoestrogen. Pada sel kelenjar mammae, genistein dapat meningkatkan diferensiasi sehingga bersifat sebagai antikanker dan mengkankan produksi protein susu β-kasein (Su et al. 2009). Terpenoid. Senyawa Terpenoid pada umumnya bersifat larut dalam lemak dan terdapat pada sitoplasma sel tanaman. Terpenoid dapat diekstrak dari jaringan tanaman dengan menggunakan eter atau kloroform dan dipisahkan dengan silika gel atau alumina dengan menggunakan pelarut yang sama. Salah satu kelas terpenoid adalah triterpenoid. Triterpenoid dapat dibagi ke dalam empat subkelas, yaitu triterpen, steroid, saponin, dan kardiak glikosida. Kardiak glikosida memberikan aktivitas fisiologis sehingga digunakan sebagai obat, terutama pada organ jantung. Contoh kardiak glikosida yang telah digunakan secara luas sebagi obat jantung adalah digitalis (Harborne 1987). 8 Kelompok terpenoid lainnya adalah tertraterpenoid, contohnya adalah karotenoid. Senyawa karotenoid yang memiliki fungsi vitamin A atau disebut provitamin A antara lain adalah α, β-karoten dan asthaxanthin (. Saponin merupakan glikosida dari triterpen dan sterol dan telah ditemukan pada lebih dari 70 famili tanaman. Saponin memiliki permukaan yang bersifat aktif yang memiliki sifat seperti sabun dan dapat dideteksi dari kemampuannya untuk menghasilkan busa dan untuk hemolisis sel darah. Penelitian terhadap senyawa saponin didorong oleh kebutuhan akan sapogenin yang dapat diubah menjadi sterol hewan di laboratorium untuk keperluan pengobatan yang cukup penting, seperti kontrasepsi estrogen (Harborne 1987). Fisiologi Laktogenesis dan Produksi Susu Air susu diproduksi oleh kelenjar mammae (mammary glands), yaitu kelenjar yang memiliki fungsi khusus dan terletak di dalam jaringan bawah kulit (subkutan). Kelenjar mammae terdiri atas dua bagian, yaitu jaringan epitel dan jaringan ikat (stroma). Jaringan epitel kelenjar mammae sebagian besar terdiri atas sel alveoli yang mampu melakukan sintesis dan sekresi susu serta sel penyusun duktus (saluran). Sementra itu, jaringan ikat pada kelenjar mammae terdiri atas sel fibroblas, sel lemak, dan kapiler darah (Hennighausen dan Robinson 2005). Sel epitel mammae berasal dari mammary stem cells (MSCs), yang memiliki potensi untuk membentuk sel progeni epithelial precursor cells (EPCs) yang terdiri atas sel prekursor alveoli dan duktus. Hormon estrogen dan progesteron menyebabkan sel prekursor duktus berkembang membentuk sel basal dan luminal. Pada periode kehamilan, sel prekursor alveoli akan membentuk sel alveoli dan terus bertambah jumlahnya. Pada masa laktasi, sel alveoli akan berdiferensiasi menjadi sel sekretorik yang memproduksi susu (Hennighausen dan Robinson 2005). Secara fisiologis, perkembangan kelenjar mammae in vivo sebelum periode laktasi dipengaruhi oleh estrogen, progesteron, hormon pertumbuhan, insulin, hormon tiroid, dan glukokortikod. Pada masa awal perkembangan kelenjar mammae, hormon-hormon tersebut membantu perkembangan duktus (ductus) dan alveoli (Pena dan Rosenfeld 2001). Proses laktogenesis di kelenjar mammae juga distimulasi oleh berbagai faktor, antara lain kondisi dan hubungan antara ibu dan bayi saat laktasi, stress, isapan bayi (suckling), atau lama dan kualitas tidur. Sebaliknya, estrogen dan progesteron yang tinggi dapat menghambat laktogenesis. Estrogen dan progesteron yang berikatan dengan reseptor di sel-sel alveoli akan menghambat pengaruh prolaktin (Pena dan Rosenfeld 2001). Prolaktin adalah hormon utama yang mengatur sintesis kasein susu. Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar pituitari dengan stimulasi dari tirotropin releasing hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus. Sekresi prolaktin dihambat dengan adanya dopamin yang dihasilkan hipothalamus (Pena dan Rosenfeld 2001). Pada kultur jaringan, induksi prolaktin pada konsentrasi fisiologis menyebabkan akumulasi transporter natrium iodida. Secara in vivo, hal yang sama juga terjadi sehingga meningkatkan transpor iodium dari darah ke kelenjar mammae pada periode laktasi (Rillema et al. 2000). 9 Reseptor prolaktin pada sel kelenjar mammae terletak di bagian membran. Prolaktin yang berikatan dengan reseptornya di sel-sel kelenjar mammae dapat memberikan sinyal untuk menstimulasi proliferasi dan diferensiasi di sel mammae tersebut (Clevenger dan Rycyzyn 2002). Selain prolaktin, sintesis susu di sel kelenjar mammae pada periode laktasi memerlukan bantuan hormon-hormon penting lainnya, khususnya hormon pertumbuhan (growth hormone), kortisol, tiroid, dan hormon paratiroid yang harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Hormon-hormon ini bekerja di berbagai organ untuk menyediakan zat gizi makro dan mikro yang diperlukan untuk sintesis susu, seperti asam amino, asam lemak, glukosa, dan kalsium (Motil et al. 1994; Guyton 1999). Pada periode laktasi, secara signifikan hormon insulin menurun, diikuti dengan penurunan rasio insulin terhadap glukagon. Penurunan rasio insulin terhadap glukagon tersebut juga disebabkan oleh adanya peningkatan kadar glukagon. Selain itu, terjadi peningkatan kadar kortisol secara nyata. Kondisi hormonal ini menunjukkan terjadinya proses glikogenolisis dan glukoneogenesis untuk penyediaan glukosa darah untuk sintesis susu di kelenjar mammae (Champagne et al. 2006). Hormon tiroid secara sinergis dengan kortisol mengatur metabolisme protein untuk produksi susu (Motil et al. 1994). Proliferasi dan Diferensiasi Sel Kelenjar Mammae Pertambahan jumlah sel disebut sebagai proliferasi, sedangkan diferensiasi adalah perubahan struktur dan fungsi sel. Proses proliferasi dan diferensiasi sel menjadi penentu proses pertumbuhan dan perkembangan kelenjar mammae yang merupakan organ tubuh yang mampu memproduksi susu (Capuco et al. 2003). Pada penelitian in vitro, proses proliferasi dan diferensiasi pada sel-sel kelenjar mammae diatur oleh beberapa jenis hormon dan faktor pertumbuhan. Epidermal growth factor (EGF) dan insulin berperan dalam proses proliferasi, sementara hormon utama yang dapat mempengaruhi proses diferensiasi sel-sel kelenjar mammae adalah prolaktin. Prolaktin akan berperan secara optimal dengan adanya insulin dan glukokortikoid (Borellini dan Oka 1989, Shi et al. 1998, Yen 2001). Karakteristik fisiologis sel kelenjar mammae yang telah berdiferensiasi ditandai dengan kemampuan sel tersebut untuk mensintesis laktosa, lemak susu, serta protein kasein maupun whey protein yang bersifat asam (whey acidic protein = WAP) (Jager et al. 2008). Secara histologis, sel kelenjar yang telah mengalami diferensiasi menunjukkan perubahan struktur sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1. Proses perubahan struktur sel kelenjar mammae pada kondisi in vivo dimulai sebelum kehamilan (a), kehamilan (b, c) hingga laktasi (d) (Borellini dan Oka 1989). Gambar 1 (d) menunjukkan gambaran ultrastruktur sel mamme yang berdiferensiasi pada periode laktogenesis. Permukaan membran sel kelenjar mammae memiliki banyak mikrofili. Bagian terbesar dari sitoplasmanya ditempati oleh retikulum endoplasma (RE) dan badan golgi yang terletak di bagian tepi, butiran lemak (milk fat globule=MFG) juga tersebar di seluruh bagian sitoplasma (Borellini dan Oka 1989; Neville 2009). 10 Gambar 1. Perkembangan sel epitel mamme selama kehamilan dan laktasi (Borellini dan Oka 1989), keterangan: MFG = milk fat globule, MV = mikrovili, LS = Lisosom dan RE = retikulum endoplasma Gambar 1(c) dan 1 (d) menunjukkan perkembangan sel mammae pada akhir kehamilan dan periode laktasi. Sel-sel kelenjar mammae terlihat berpolarisasi, dan satu sama lain dihubungkan dengan penghubung celah atarsel (gap junction) yang berfungsi mempertahankan permeabilitas membran sitoplasma (Borellini dan Oka 1989; Neville 2009). Secara alamiah, sel kelenjar mammae juga mengalami involusi. Proses involusi pada tingkat selular diawali dengan penumpukan vakuola yang menyimpan sejumlah besar kasein dan tumpukan butiran lemak. Penumpukan tersebut dapat menyebabkan tekanan pada mitokondria dan lisosom yang menyebabkan terlepasnya berbagai enzim hidrolitik ke sitoplasma. Proses autofagi ini menyebabkan sel mengalami deplesi dan lisis. Sisa-sisa hasil autofagi ini akan dihancurkan oleh makrofag yang terdapat dalam jumlah yang sangat banyak di kelenjar mammae (Borellini dan Oka, 1989). Pada periode involusi kelenjar mammae juga menghasilkan uterokalin. Uterokalin adalah sejenis protein yang dihasilkan kelenjar mammae maupun uterus. Uterokalin disekresikan ke lumen kelenjar mammae sehingga dapat ditemukan pula dalam susu. Secara in vivo, uterokalin dihasilkan dalam jumlah relatif besar pada saat involusi sesuai dengan hipotesis tentang peranan uterokalin sebagai perlindungan terhadap enzim degradatif, radikal bebas, dan produk lain yang dihasilkan selama proses fagositosis sehingga sel-sel kelenjar mammae dapat bertahan selama periode involusi (Ryon et al. 2002). Ekspresi Gen dan Sintesis Protein Fungsional pada Proses Laktogenesis Setelah mencapai jumlah sel yang cukup akibat proliferasi dan mengalami perkembangan struktur (berdiferensiasi), sel kelenjar mammae, dengan bantuan hormon laktogenik, dapat mengekspresi gen yang mendukung laktogenesis. Ekspresi gen tersebut bersifat unik karena dapat menghasilkan protein struktural maupun protein fungsional yang penting dalam memberikan kondisi keseimbangan (homeostatis) untuk sintesis makro molekul yang terdapat dalam susu, antara lain protein, laktosa dan lipid. Protein struktural di antaranya adalah koneksin (connexin) yang merupakan protein yang menyusun gap junction dan reseptor hormon tiroid β- (TRβ1 mRNA) (Capuco et al. 2008; Talhouk et al. 2005; Gropper et al. 2009; Cruciani dan Mikalsen, 2006). Selain itu, terdapat protein struktural lain yang juga penting 11 dalam proses laktogenesis, yaitu integrin. Integrin berperan sebagai reseptor membran yang akan membantu pengangkutan (transpor) molekul protein yang berasal dari cairan ekstraseluler (Boisgard et al. 2001). Protein fungsional adalah protein yang membentuk enzim dan protein susu (kasein) itu sendiri. Enzim yang meningkat pada saat laktogenesis adalah enzim tiroksin 5'-deiodinase (5'D). Enzim ini berperan mengkonversi tiroksin (T4) menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodotironin (T3) (Capuco et al. 1999). Kasein Kasein adalah salah satu protein yang disintesis sebagai proses lanjut dari ekspresi gen yang diawali dengan proses transkripsi gen CSN di inti sel dan translasi mRNA di ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma kasar. Kasein terdapat dalam jumlah berlimpah di kelenjar mammae selama laktasi (Lemay et al. 2007; Boisgard et al. 2001). Produksi casein secara in vitro pada sel kelenjar mammae dapat distimulasi secara sinergis oleh prolaktin, insulin, dan glukokortikoid (Borellini dan Oka 1989). Gen kasein (CSN) merupakan gen yang paling banyak diekspresikan pada masa laktasi. Gen tersebut berperan juga dalam pengaturan sintesis enzim pada proses glikolisis, pentose phosphate shunt, glukoneogenesis, siklus asam sitrat, degradasi dan sintesis asam lemak, triglicerida, dan kolesterol (Maningat et al. 2009). Kasein terdapat dalam bentuk misel dan yang telah teridentifikasi ada empat tipe kasein, yaitu αs1 , αs2, β , dan κ yang berikatan dengan kalsium fosfat. Kadar kasein dalam ASI lebih rendah sepuluh kali lipat dibandingkan susu sapi. Hal ini karena ukuran misel manusia lebih kecil dibandingkan sapi, padahal jumlah miselnya relatif sama (Boisgard et al. 2001). Kasein disintesis pada ribosom yang terdapat pada retikulum endoplasma kasar (rough reticulum endoplasmic). Proses sintesis kasein diawali dengan translasi mRNA CSN dan dilanjutkan dengan pematangan protein di badan golgi (golgi apparatus). Selanjutnya, kasein yang berbentuk misel akan bergabung dengan molekul lain, seperti lactoferin, α-lactalbumin, immunoglobulin, dan protein-whey dalam bentuk vasikula sekretorik (secretory vesicle) (Boisgard et al. 2001). Koneksin (connexin) Periode laktasi, juga ditandai oleh ekspresi gen koneksin (CX300) di sel kelenjar mammae yang dapat diketahui dengan menganalisis mRNA dan protein koneksin 30 (CX30). Protein koneksin ini merupakan protein yang menyusun gap junction. Gap junction berfungsi untuk menghubungkan atau membangun koneksi atau komunikasi antara sel-sel yang bertetangga. Koneksi inilah yang selanjutnya mempengaruhi metabolisme, pertumbuhan dan proses fisiologis sel kelenjar mammae (Talhouk et al. 2005; Gropper et al. 2009; Cruciani dan Mikalsen 2006). Protein koneksin 30 (Cx30) membantu difusi second messenger dari reseptor prolaktin sehingga berguna dalam proses inisiasi dan mempertahankan perkembangan sel-sel alveoli pada kelenjar mammae. Fungsi yang optimal gap junction pada sel epitel mammae, selain oleh Cx 30 juga didukung oleh koneksin tipe lainnya, yaitu Cx 26 dan Cx 32 (Locke et al. 2007). 12 Stimulasi prolaktin, hormon pertumbuhan dan hormon tiroid menyebabkan peningkatan ekspresi gen yang menghasilkan protein fungsional untuk enzim tiroksin 5'-deiodinase (5'D). Enzim ini berperan mengkonversi tiroksin (T4) menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodotironin (T3) (Capuco et al. 1999). Enzim tiroksin 5'-deiodinase (5'D) meningkat jumlahnya pada saat laktasi dan berkorelasi dengan peningkatan transkripsi mRNA. Pada masa laktasi, sel epitel yang sedang aktif mensintesis kasein, juga menunjukkan peningkatan transkripsi mRNA untuk reseptor hormon tiroid β- (TRβ1 mRNA) (Capuco et al. 2008). Pengaruh β-karoten pada Laktogenesis β-karoten merupakan salah satu karotenoid terbanyak yang ditemukan dalam tubuh manusia. Hasil metabolisme β-karoten mampu mendukung kesehatan sel epitel, khususnya kelenjar mammae. Peranan β- karoten antara lain sebagai antioksidan selama masa laktogenesis. Peranan β- karoten menjadi penting karena pada masa laktasi banyak terjadi kerusakan oksidatif. Suplementasi β-karoten secara in vivo terbukti dapat meningkatkan produksi susu melalui proses laktogenesis (Ross dan Harvey 2003, Sretenovic et al. 2005, Lin et al. 2007). β-karoten juga merupakan salah satu jenis karotenoid yang berperan dalam diferensiasi sel. Salah satu perubahan struktur sel akibat diferensiasi sebagai efek β-karoten (karotenoid) adalah perkembangan gap junction. Perkembangan gap junction tersebut dibarengi dengan ekspresi gen koneksin 43 (Bertram 1999). Pemberian β-karoten pada kadar 5 µM dalam medium kultur sel paru-paru dapat meningkatkan perkembangan gap junction intercellular communication (GJIC) dan sintesis koneksin 43. Namun sebaliknya, pemberian β-karoten yang teroksidasi justru akan menghambat perkembangan GJIC pada galur sel paru-paru (Yeh dan Hu 2003). Elliot (2005) juga menyatakan bahwa β-karoten mampu mempengaruhi fungsi fisiologis sel dengan cara meningkatkan fluiditas membran dan komunikasi antarsel melalui gap junction. Perkembangan gap junction ini diperantarai oleh ekspresi gen koneksin 43. Metabolisme β-karoten dalam tubuh menghasilkan antara lain retinol dan asam retinoat. Pada tingkat selular, retinol dan asam retinoat telah menunjukkan efek pengaturan pada pertumbuhan sel secara normal dan mengatur ekspresi dari berbagai gen faktor pertumbuhan (Solomon 2001; Baldi et al. 2008). Β-karoten yang diserap oleh usus akan ditransportasikan dalam plasma darah dengan bantuan low density lipoprotein (LDL). Selanjutnya β-karoten yang terikat pada LDL (LDL-β-karoten) akan diserap oleh sel-sel tubuh manusia untuk diubah menjadi retinoid (retinol, retinaldehida, atau asam retinoat. Retinoid yang berada di dalam sel akan diikat oleh molekul trasporter intrasel yang spesifik, yaitu cellular retinol binding protein (CRBP). Mekanisme metabolisme βkaroten dan retinol dalam plasma dan sel tubuh selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2 (Ross 1993). Perubahan β-karoten menjadi asam retinoat di tingkat selular dikatalisis oleh enzim β-karoten 15-15-monooksigenase. Β-karoten 15-15-monooksigenase dapat memotong molekul β-karoten menjadi molekul trans-retinal, selanjutnya menjadi 13 trans retinol, trans-retinil ester, atau trans-asam retinoat. Aktivitas konversi βkaroten menjadi retinoid paling banyak dilaporkan pada lapisan mukosa usus halus, ginjal, paru-paru, dan jaringan adiposa (Bhatti et al. 2003). Asam retinoat berperan sebagai ligan yang berikatan dengan retinoids acid receptor (RAR) yang terdapat di inti sel (nukleus). Ikatan antara molekul asam retinoat dengan RAR akan menyebabkan ekspresi gen. Penelitian pada galur sel 10T1/2 menunjukkan bahwa karotenoid dapat meningkatkan ekspresi gen koneksin 43, yang diduga melalui mekanisme ini (Bertram 1999). Β-karoten yang telah dikonversi menjadi retinoid juga bersinergi dengan hormon tiroid (T3) dalam proses proliferasi dan diferensiasi. Hal ini karena efek hormon tiroid (T3) ditentukan oleh fungsi reseptor hormon tiroid (TR) yang membentuk heterodimer dengan reseptor cis-asam retinoat (RXR). Dengan demikian, RXR dapat berperan sebagai ko-faktor untuk mengaktifkan trankripsi gen pada saat tersedia hormon tiroid (TR); atau sebaliknya, menekan transkripsi gen saat tidak tersedia hormon tiroid (TR) (Shi et al. 1998). Gambar 2 Metabolisme β-karoten dan retinol dalam sel (Ross 1993). Sifat fisiko-kimia dari β-karoten sebagaimana halnya karotenoid yang lain adalah lipofilik sehingga lebih mudah larut pada pelarut nonpolar. Sifat lipofilik ini menjadi kendala dalam penelitian in vitro. Dengan demikian, berbagai penelitian untuk meningkatkan kelarutan β-karoten dalam medium kultur telah dilakukan, antara lain dengan menggunakan pelarut etanol, fetal bovine serum (FBS), dimethylsulfoxide (DMSO), dan tetrahydrofuran (THF) (Lin et al. 2007, Sheu et al. 2008). Penggunaan etanol dalam medium kultur telah meningkatkan aktivitas antioksidan dan kelarutan β-karoten yang berasal dari alga uniselular Dunaliella bardawil. Kerugian menggunaan etanol sebagai pelarut dalam media kultur adalah sifat toksiknya terhadap sel (Sheu et al. 2008). 14 Penggunaan tetrahydrofuran (THF) untuk melarutkan karotenoid juga memiliki kekurangan. THF dalam media kultur sel bersifat tidak stabil karena mudah teroksidasi dan berakibat sitotoksik. Berbagai upaya dilakukan oleh para peneliti untuk mendapatkan pelarut yang aman untuk meningkatkan kelarutan karotenoid di dalam medium kultur sel. Salah satu di antaranya adalah dimethylsulfoxide (DMSO), yang relatif tidak bersifat sitotoksik dan mudah berpenetrasi terhadap membran sel. Namun, DSMSO memiliki kekurangan antara lain, bersifat tidak stabil dan tingkat kelarutannya rendah (Lin et al. 2007). Fetal bovine serum (FBS) memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai pelarut likopen dalam medium kultur sel. Likopen memiliki sifat yang mirip dengan β-karoten, antara lain memiliki aktivitas antioksidan, dan juga dapat dikonversi menjadi provitamin A. Likopen yang dilarutkan dalam butylated hydroxytoluene (THF/BHT) kemudian dicampurkan dalam medium kultur sel yang mengadung FBS yang memiliki kelarutan yang baik dan mudah untuk berpenetrasi ke dalam sel. Hal ini karena peranan lipoprotein yang terdapat dalam FCS ( Lin et al. 2007). HC11 Cell lines Galur sel (cell lines) adalah sel yang berasal dari kultur primer yang dikultur secara terus menerus dalam media in vitro dengan konsentrasi serum yang rendah (2%). Beberapa jenis galur sel (cell lines) telah dikembangkan, antara lain berasal dari sel kelenjar mammae dan bermanfaat untuk penelitian molekuler dan biokimiawi. Salah satu galur sel yang banyak digunakan untuk penelitian sistem kelenjar mammae adalah COMMA-D. Galur sel COMMA-1D berasal dari sel epitel mammae mencit BALB/c yang dikultur secara terus menerus selama 12 bulan. COMMA-1D memiliki kromosom diploid dan mampu berdiferensiasi mengekspresikan fenotif dari sel kelenjar mammae alami, termasuk mengekpresikan protein susu, yaitu kasein (Danielson et al. 1984). Subklon dari COMMA-1D adalah HC11 yang memiliki kemampuan untuk berespons terhadap induksi hormon sebagaimana halnya sel kelenjar mammae yang normal. Kultur yang konfluen dari sel HC11dapat mengekpresikan protein susu β-kasein sebagai respons terhadap hormon prolaktin dan glukokortikoid (Ball et al, 1988; Hynes et al. 1990, Doppler et al. 1989). HC11 tidak memerlukan medium tambahan matriks ekstrasellular eksogen atau kultur sel lain, seperti fibroblas maupun sel adiposa untuk dapat mengekspresikan gen berupa sintesis protein susu β-kasein. Prolaktin dapat meningkatkan kecepatan transkripsi gen β-kasein (Ball et al. 1988). 15 3 METODE Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Penelitian Tahap I dilakukan untuk melihat pengaruh β-karoten murni, GE dan GS terhadap sel epitel usus (CMT-93), sedangkan penelitian Tahap II dilakukan terhadap sel kelenjar mammae (HC11). Penelitian Tahap I dilakukan di Laboratory of Food and Enviromental Science, Division Food Science and Biotechnology, Faculty of Agriculture, Kyoto University, Japan. Penelitian Tahap II dilakukan di Laboratorium Embriologi, Laboratorium Immunologi dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode in vitro menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Unit percobaan dalam penelitian ini adalah sel epitel saluran cerna (CMT-93) dan sel kelenjar mammae (HC11 cell line) dalam cawan kultur. Jumlah ulangan parameter ekspresi gen dan diferensiasi sel berjumlah tiga atau empat, sedangkan untuk proliferasi sel masing-masing enam ulangan. Parameter yang diamati antara lain: 1) proliferasi sel dengan MTT assays; 2) morfologi sel dengan pengamatan langsung di bawah mikroskop fluorescent dan inverted (Olympus), 3) morfologi mammosfer untuk identifikasi diferensiasi sel mammae, 4) ekspresi gen ALDH1A2, casein (CSN2), dan koneksin 43 (CX43) dengan metode RT-PCR dan gel elektroforesis. Bahan Sel epitel saluran cerna (CMT-93) merupakan donasi dari Prof. Fumito Tani, Laboratory of Food and Enviromental Science, Division Food Science and Biotechnology, Faculty of Agriculture, Kyoto University, Japan. Sementara itu HC11 Cell line diperoleh dari Prof Nancy Hynes, Friedrich Miescher Institute, CH-4002 Basel, Switzerland. Bahan-bahan serbuk dan ekstrak Galohgor berasal dari Desa Sukajadi, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Daftar bahan Galohgor Serbuk dan Ekstrak selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Etanol dan aquades digunakan untuk membuat Ekstrak Galohgor dengan perbandingan 30:70. Pelarut tetrahydrofuran (THF) (Sigma) digunakan untuk melarutkan β-karoten murni dan β-karoten dalam Galohgor. Konsentrasi THF akhir dalam medium 1.25%. βkaroten (BCA) yang digunakan adalah β-karoten dengan kemurnian 99% (Sigma). Medium kultur sel terdiri atas DMEM (Gibco) dan RPMI 1640 (Biowest). Jenis antibiotik yang digunakan adalah gentamicin. Hormon dan faktor pertumbuhan yang digunakan meliputi insulin, EGF, hidrokortison, dan prolaktin (Sigma). Serum yang digunakan adalah heat-inactivated fetal bovine serum (FBS). Kit 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT) (Roche) digunakan untuk analisis proliferasi sel. Kit Rneasy (Qiagen) digunakan untuk isolasi RNA dan One-Step RT-PCR Pre Mix Kit (Intron Biotechtonology) digunakan untuk analisis reverse trancriptase polymerase chain reaction (RT PCR). 16 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan untuk membuat Galohgor Serbuk dan Ekstrak dan peralatan kultur jaringan. Jenis perlatan utama untuk membuat Galohgor Serbuk dan Ekstrak meliputi timbangan digital, blender, oven, wadal maserasi dan pengaduknya, drum dryer, dan evaporator. Peralatan kultur jaringan dan pembuatan medium perlakuan antara lain, timbangan analitik, ultrasentrifus, tabung sentrifus, stirrer, vorteks, alat gelas, tabung sentrifus, lemari pendingin, clean bench, dan mikroskop cahaya (Olympus). Pengamatan sel dilakukan dengan mikroskop inverted merk Olympus. Sentrifus untuk isolasi RNA menggunakan merk Kokusan H1500R, Analisis RT PCR menggunakan mesin PCR merk Applied Biosystem (AB) Gene Amp PCR System 9700. Elektroforesis hasil PCR menggunakan Biorad Power Pac300, hasil gel elekroforesis dibaca dengan Gbox XT (eppendorf). Alat untuk pembacaan hasil MTT Assays adalah microplate reader Bio-rad dan spectrophotometer UV-240 Shimadzu. Parameter Pengamatan dan pengukuran parameter dilakukan dalam dua tahapan, yaitu sebelum dan setelah induksi dengan hormon laktogenik prolaktin. Pengamatan yang dilakukan meliputi proliferasi, diferensiasi, ekspresi gen mRNA kasein, dan koneksin. Namun, untuk pengamatan MTT assays hanya dilakukan pada tahap proliferasi. Selengkapnya paremeter penelitian dan teknik pengukurannya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan teknik pengukuran variabel Variabel Teknik Pengukuran MTT assays 1. Proliferasi Foto Mikroskop 2. Perkembangan morfologi sel 3. Ekspresi Gen: mRNA Gapdh, RT-PCR Aldh1a2, kasein (Csn2) dan koneksin (Cx43) Analisis Data Semua data kualitatif disajikan secara deskriptif, sedangkan data-data kuantitatif diuji dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk menentukan beda nyata antarperlakuan. Prosedur Kultur CMT-93 Sel CMT-93 berasal dari koleksi kultur di Laboratory of Food and Enviromental Science, Division Food Science and Biotechnology, Faculty of Agriculture, Kyoto University, Jepang. Medium DMEM yang digunakan untuk 17 CMT-93 disuplementasi dengan 4 mM L-glutamine, FBS (10%), penisilin (50 U/mL), dan streptomisin (50 mg/mL). Kultur HC11 Sel HC11 merupakan donasi dari Prof Nancy Hynes (Friedrich Miesner Institute, Switzerland). Medium proliferasi HC11 terdiri atas RPMI 1640, FBS (10%), gentamicin (50μg/mL), insulin (5μg/mL) dan EGF (10 ng/ml). Sel diinkubasi dalam inkubator steril dengan pengaturan kadar O2 95% , CO2 5%, dan suhu 36-37°C selama 2 hari, kemudian diganti dengan medium perlakuan yang telah disuplementasi β-karoten dengan dosis yang berbeda. Masa inkubasi dalam medium proliferasi hingga konfluen 80% adalah selama 2 x 24 jam. Induksi Diferensiasi Sel Kelenjar Mammae (HC11) Setelah 80% konfluen, medium proliferasi HC11 diganti dengan “mediumantara” yang tidak mengandung hormon maupun faktor pertumbuhan (EGF) selama 1x 24 jam. Setelah itu diganti dengan medium diferensiasi yang mengandung RPMI 1640, FBS (10%), gentamisin (50 μg/mL), prolaktin (5 μg/mL), hidrokortison (1 μg/mL), dan insulin (5 μg/mL). Inkubasi selama 5 hari dan medium diganti setiap 2-3 hari dengan medium yang sama. Pengukuran Proliferasi Sel Analisis MTT dilakukan sesuai protokol perusahaan (Roche). Jumlah sel pada cawan mikro (microplate) sebanyak 2.0 × 104 sel/100 µl medium. Medium awal diganti dengan medium perlakuan dengan konsentrasi Galohgor β-karoten yang berbeda, yaitu 0, 0.1, 0.5, 1.5, dan 5.0 µM. Larutan Triton-114 (1.25%) digunakan sebagai kontrol negatif. Setelah 2x24 jam inkubasi, ditambahkan 10 μl MTT I reagen (5 mg/mL PBS). Setelah penambahan MTT I reagen, medium berubah warna menjadi kuning (Gambar 3). Setelah inkubasi selama empat (4) jam, ditambahkan reagen bufer dan diinkubasi selama 1x24 jam. Selanjutnya, hasil MTT ditentukan dengan microplate reader Bio-Rad pada panjang gelombang measurement 570 nm dan reference 655 nm. Gambar 3 Hasil penambahan reagen MTT 1 dan bufer 18 Isolasi RNA Total Kultur sel dicuci dengan larutan PBS, setelah disentrifus selama 5 menit pada 1500 rpm, pelet disimpan dalam suhu -80oC. Total RNA diisolasi dari pelet sesuai protokol yang ditentukan oleh perusahaan (Invitrogen). Analisis Reverse Transcriptase (RT) PCR Ekspresi gen dianalisis dengan RT PCR menggunakan empat (4) jenis primer yang urutan basanya disajikan pada Tabel 2. Reaksi PCR siklus pertama pada suhu 45°C selama 30 menit, siklus ke-2 pada suhu 94°C selama 5 menit, dan siklus ke-3 sebanyak 40 siklus setiap siklus tediri atas: denaturasi pada suhu 94°C selama 30 detik, annealing pada suhu 60°C selama 30 detik, dan extension selama 1 menit pada suhu 72°C. Selanjutnya siklus extension selama 5 menit pada suhu 72 °C. Reaksi PCR untuk β-kasein dan Cx43 dilakukan dengan siklus pertama pada suhu 47°C selama 30 menit, siklus ke-2 pada suhu 94°C selama 2 menit, dan siklus ke-3 pada suhu 94°C selama 20 detik, dan annealing sebanyak 40 siklus @ 30 detik pada suhu 50–65°C. Selanjutnya, siklus extension selama 5 menit pada suhu 72 °C ( Talhouk, 2005). Tabel 2 Urutan Basa Primer RT PCR No 1 Primer Β-casein 2 Cx43 3. Aldh1a2 4. Gadph Urutan Basa GTGGCCCTTGCTCTTGCAAG AGTCTGAGGAAAAGCCTGAAC GTTCAGCCTGAGTGCGGTCTAC GGCTCTGCTGGAAGGTCGCTGATC ACGACCCCTTCATTGACCTC CTTTCCAGAGGGGCCATCCAC ACGACCCCTTCATTGACCTC CTTTCCAGAGGGGCCATCCAC (Forward) (Reverse) (Forward) (Reverse) (Forward) (Reverse) (Forward) (Reverse) Produk PCR kemudian dianalisis dengan gel elektroforesis menggunakan gel agarose dengan konsentrasi 1.5% yang mengandung Ethidium Bromide (EtBr) 2 µg/mL. Elektroforesis dilakukan dengan voltase 120 volt selama 35-40 menit menggunakan gel electrophoresis system (Bio Rad). Hasil analisis kemudian dibaca dengan menggunakan Gbox XT (eppendorf). Prosedur Pembuatan Galohgor Serbuk dan Galohgor Ekstrak Bahan-bahan Galohgor Serbuk dan Ekstrak dikelompokkan dan ditimbang dengan perbandingan bobot bahan mengacu pada penelitian sebelumnya (Roosita et al. 2005, Pajar et al. 2008). Selanjutnya, semua bahan dicuci hingga bersih dan berbagai jenis rimpang dipotong kecil. Untuk pembuatan Galohgor serbuk, serealia dan kacang-kacangan yang keras direndam untuk memudahkan proses blender. Setelah semua bahan diblender hingga menjadi pasta, dihomogenkan dan kemudian dikeringkan dengan menggunakan drum dryer, agar menjadi serbuk yang halus. Untuk pembuatan Galohgor Ekstrak, bahan-bahan yang masih basah dikeringkan dengan oven selama 24 jam pada suhu 40°C. Bahan-bahan yang telah kering dihaluskan dengan grinder dan disaring dengan ukuran 40 mesh. 19 Serbuk yang dihasilkan selanjutnya dimaserasi dalam pelarut etanol-aquades (30:70 v/v), pada suhu ruang selama 3x24 jam dengan pengadukan setiap 6 jam. Pengadukan bertujuan untuk memaksimalkan proses maserasi. Metode maserasi dengan etanol 30% mengacu pada metode Chou et al. (2010). Hasil maserasi (maserat) dipisahkan dengan cara disaring dan dievaporasi untuk mendapatkan ekstrak Galohgor. Sebelum dikemas, Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak dihaluskan dengan blender. Plastik untuk kemasan obat dan aluminium foil digunakan untuk mengemas sehingga selama penyimpanan dalam waktu lama kandungan β-karoten tidak rusak. Uji kadar β-karoten Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak menggunakan analisis HPLC. Prosedur Pembuatan Medium Perlakuan β-karoten murni, Galohgor Ekstrak (GE), dan Galohgor Serbuk (GE) ditimbang untuk mendapatkan konsentrasi akhir medium stok masing-masing berturut-turut 5.0μM, 5.0μM, dan 10.0μM. Selanjutnya Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak dimasukkan ke dalam medium RPMI yang telah ditambah dengan THF 1.25 %, dan FBS 10% (Tabel 3). Tabel 3 Komposisi pelarut dan zat terlarut dalam medium stok perlakuan Galohgor Serbuk [10.0μM], Galohgor Ekstrak [5.0μM], dan β-Karoten [10.0μM] Bahan Galohgor (μg) *) β-karoten (μL)**) RPMI (mL) FBS (mL) THF (μL) Volume Akhir (mL) Kontrol 45.0 5.0 625 50.0 Galohgor Serbuk (GS10.0μM) xy 45.0 5.0 625 50.0 Galohgor Ekstrak (GE:5.0μM) xy 45.0 5.0 625 50.0 β-karoten (BC:5.0μM) 25 45.0 5.0 625 50.0 *) 1.0μM β-karoten = 536.87 μg/L =0.536.87 mg/L=0.53687 μg/mL, 5.0μM β-karoten=5x0.53687 μg/mL=2.6844 μg/mL, xy ditentukan berdasarkan kadar β-karoten dalam GE (213.7ppm) dan GS (188.4ppm) **) Konsentrasi β-karoten =[10mM] Selanjutnya semua bahan dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirrer selama 60 menit pada suhu kamar (22oC) dengan kecepatan sedang (medium) dengan kondisi sedikit cahaya dan gelas piala (beaker glass) ditutup dengan alumunium foil. Kemudian, semua bahan dipindahkan ke tabung setrifus dan disentrifus selama 15 menit suhu 20oC, dengan kecepatan 12.000 rpm. Supernatan dipisahkan dari bahan yang tidak terlarut dengan cara memindahkan ke tabung reaksi lain. Selanjutnya, dilakukan pengenceran dari larutan stok GS[10.0μM] dan GE[5.0μM] untuk mendapatkan medium perlakuan sesuai dengan desain 20 penelitian yang telah ditentukan. Komposisi zat yang digunakan untuk medium perlakuan yang telah diencerkan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi bahan pada larutan perlakuan Galohgor serbuk (GS) dan Galohgor ekstrak (GS) Bahan Volume akhir (mL) Volume (mL) larutan stok Galohgor serbuk [10μM] Volume (mL) larutan stok Galohgor ekstrak [5μM] RPMI (mL) FBS (mL) THF (μL) Konsentrasi Akhir dalam Medium Hasil Pengenceran Galohgor Ekstrak Galohgor Serbuk [1.5 μM] [0.5 μM] [5.0 μM] [0,5 μM] 30.0 30.0 30.0 30.0 15.0 1.5 - 13.5 1.5 188 25.6 2.9 357 9.0 3.0 18.9 2.1 263 24.3 2.7 338 Penentuan jumlah larutan yang harus disediakan adalah sebagai berikut: untuk setiap cawan diperlukan 3 mL larutan proliferasi dan 5 mL larutan diferensiasi. Untuk MTT assays masing-masing perlakuan diambil 1 mL larutan proliferasi. Sebelum difiltrasi dengan larutan medium, perlakuan yang telah dibagi dalam tabung terpisah ditambah dengan antibiotik, faktor pertumbuhan dan/atau hormon sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5. Sterilisasi dilakukan dengan mikrofilter 0,22 μm. Tabel 5 Jenis dan konsentrasi antibiotik, hormon, dan/atau faktor pertumbuhan dalam larutan proliferasi dan diferensiasi Antibiotik/ hormon/ Faktor Pertumbuhan Gentamisin Insulin EGF Hidrokortison Prolaktin Jenis Larutan Proliferasi 50μg/mL (1,25μL/mL gentamisin) 5μg/mL (setara 4 μL/mL insulin) 10 ng/mL ( setara 0,1 μL/mL EGF [10.000x]) - Diferensiasi 50μg/mL (setara 1,25μL/mL gentamisin) 5μg/mL (setara 4 μL/mL insulin) 1 μg/mL (setara 1 μL/mL hidrokortison [1.000x]) 5 μg/mL (setara 1 μL/mL l prolaktin[1.000x]). 21 4 RESPONS SEL EPITEL USUS (CMT-93) TERHADAP βKAROTEN Pendahuluan Hasil survei di berbagai negara menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber β-karoten sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan vitamin A (Grune et al. 2010). Selain sebagai prekursor vitamin A, β-karoten memiliki banyak fungsi fisiologis, seperti aktivitas antioksidan, proliferasi, diferensiasi, dan antikanker (Gropper et al. 2009; Livny et al. 2002). Lebih jauh diketahui bahwa β-karoten juga berperan dalam pengaturan ekspresi gen dan perkembangan struktur sel yang disebut gap juction (Frey dan Vogel 2011; Elliot 2005; Livny et al. 2002; Donaldson 2011). β-karoten merupakan salah satu jenis karotenoid dapat dimetabolisme menjadi retinal dan atau retinol oleh sel pada berbagai organ tubuh, seperti usus halus (intestine), ginjal, retina, hati, dan jaringan lemak. Metabolisme retinal menjadi retinol, atau sebaliknya, merupakan reaksi yang bersifat reversibel (Redmon et al. 2001; Gropper et al. 2009). Serangkaian enzim aldehida dehidrogenase yang merupakan hasil ekspresi kelompok gen ALDH, melanjutkan metabolisme retinal menjadi asam retinoat (Jackson et al. 2011). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respons sel epitel usus (CMT93) terhadap β-karoten. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis pengaruh β-karoten 2) menguji pengaruh β-karoten pada diferensiasi sel yang ditunjukkan dengan perubahan morfologi sel 2) membuktikan ekspresi gen Aldh1a2 pada sel epitel usus (CMT-93). Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium of Food and Enviromental Science, Division of Food Science and Biotechnology, Faculty of Agriculture, Kyoto University, Japan dan Laboratorium Embriologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013. Bahan β-karoten (BCA) yang digunakan adalah β-karoten dengan kemurnian 99% (Sigma) dilarutkan dalam pelarut tetrahydrofuran (THF) (Sigma) hingga konsentrasi akhir dalam medium 1.25%. Medium kultur sel terdiri atas DMEM (Gibco). Jenis antibiotik yang digunakan meliputi penisilin, streptomisin, dan gentamisin. Serum yang digunakan untuk kedua jenis sel adalah adalah heatinactivated Fetal Bovine Serum (FBS). Kit 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT) (Roche) digunakan untuk analisis proliferasi sel. Kit Rneasy (Qiagen) digunakan untuk isolasi RNA dan Kit Takara digunakan untuk analisis reverse transriptase polymerase chain reaction (RT PCR). Metode Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode in vitro menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Kontrol dan perlakuan ditentukan 22 dengan perbedaan konsentrasi β-karoten dalam larutan medium, yaitu sebesar 0.1, 0.5, 1.5, dan 5.0 µM/mL. Unit percobaan dalam penelitian ini adalah sel epitel saluran cerna (CMT93) dalam cawan kultur. Jumlah ulangan parameter ekspresi gen dan diferensiasi sel berjumlah tiga atau empat, sedangkan untuk proliferasi sel masing-masing enam ulangan. Konsentrasi sel pada awal kultur dalam setiap cawan/ulangan sebesar 5 x 105 sel/mL. Prosedur penelitian selengkapnya dijelaskan pada Bab 3. Parameter yang diamati antara lain: 1) proliferasi sel dengan MTT assays; 2) morfologi sel dengan pengamatan langsung di bawah mikroskop fluorescent (Olympus), 3) ekspresi gen Aldh1a2 metode RT-PCR dan gel elektroforesis. Analisis Data Semua data kualitatif disajikan secara deskriptif. Data kuantitatif diuji dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan/Dunnet untuk menentukan beda nyata antarperlakuan. Hasil Pengaruh β-karoten pada Morfologi CMT-93 Sel CMT-93 dalam medium kontrol menunjukkan struktur morfologi yang normal (Gambar 4A). Sel CMT-93 dalam medium kontrol menunjukkan morfologi yang normal (Gambar 4A). Sedikit perubahan morfologi, yaitu sel tampak lebih besar pada kultur dengan penambahan THF 1.25% (Gambar 4B); βkaroten (BCA) 0.1 µM dan 0.5 µM (Gambar 4C, 4D). Namun, pada konsentrasi yang lebih tinggi, yakni BCA 1.5 dan 5.0 µM terlihat banyak sel yang mengalami degenerasi dan piknotik (Gambar 4E, 4F) . Sel yang piknotik Sel yang berdegenerasi Gambar 4 Morfologi sel CMT-93 dalam medium kontrol (A), THF 1.25% (B), BCA 0.1 µM (C), BCA 0.5 µM (D), BCA 1.5 µM (E), dan BCA 5.0 µM (F). 23 Proliferasi Sel Epitel Usus (CMT 93) Nilai absorbansi hasil MTT assays perlakuan β-karoten konsentrasi suprafisiologis BCA 1 [5.0 μM] dan Triton X-114 (1.25%) nyata lebih rendah (p<0.05) dibandingkan dengan kontrol (DMEM) dan THF 1.25%. Demikian pula dengan perlakuan β-karoten lainnya yang menunjukkan terjadinya penurunan tingkat proliferasi dengan semakin tingginya konsentrasi β-karoten (Gambar 5). MTT assays menunjukkan tingkat proliferasi berdasarkan jumlah sel yang masih hidup. Hasil ini juga dapat menggambarkan tingkat toksisitas suatu bahan, semakin banyak sel yang mati atau semakin rendah nilai absorbansi berari semakin toksik suatu bahan. Hal ini selaras dengan penelitian Wojcik et al. (2008) yang juga menggunakan metode MTT assays dan menyimpulkan bahwa β-karoten pada konsentrasi suprafisiologis [5.0 µM] dapat menekan proliferasi pada sel oval secara in vitro. Tingkat proliferasi juga ditentukan oleh viabilitas sel. Triton X-114 bersifat toksik dan menekan viabilitas sel sehingga menekan Triton X-114 dapat menekan proliferasi. Triton X-114 memiliki sifat sebagai deterjen yang dapat menyebabkan kerusakan struktur lipoprotein dan fosfolipid pada membran sel (Malen et al. 2010). Sebaliknya, THF sebagai pelarut dari β-karoten tidak mempengaruhi morfologi, proliferasi, dan viabilitas sel usus (CMT-93). Hal ini sesuai dengan penelitian Boesch-Saadatmandi et al. (2011). Gambar 5 Nilai absorbansi hasil MTT Assays dari CMT-93 pada medium kontrol positif, kontrol negatif (Triton X-114), THF 1.25%, serta perlakuan βkaroten 0.1, 0.5, 1.5, dan 5 µM. Huruf yang berbeda pada grafik menunjukkan beda nyata pada p<0.05. Ekspresi Gen Aldh1a2 Hasil analisis RT-PCR menunjukkan bahwa β-karoten mempengaruhi ekspresi gen Aldh1a2 oleh sel epitel usus (CMT-93) (Gambar 6). Hal ini menurut Jackson et al. (2011) dan Duester (2000), ALDH berperan dalam metabolisme β-karoten sebagai katalis metabolisme retinal menjadi asam retinoat, setelah perubahan β-karoten menjadi retinal dengan katalis enzim β-karoten15,15-dioxygenase. 24 Gambar 6 Ekspresi gen GADPH and ALDH pada sel CMT-93 kontrol (DMEM) dan perlakuan THF (1.25%) dan β-karoten (5 µM). (Keterangan: A= ALDH1a-2, G = GADPH). Ekspresi gen Aldh1a2 juga dipengaruhi oleh THF. Meskipun THF relatif tidak toksik bagi sel jika dibandingkan Triton X-114, namun THF sulit didegradasi dan mempengaruhi ekspresi gen ALDH1A2 yang berperan dalam proses detoksifikasi (Boesch-Saadatmandi et al. 2011; Yao et al. 2013; Vasiliou dan Nebert 2005). Gen Gadph terekspresi pada semua sel yang ditumbuhkan dalam medium kontrol (DMEM) maupun perlakuan. Hal ini karena merupakan gen Gadph mengkode enzim yang mempertahankan kondisi homeostatis pada sel (housekeeping enzyme). Pembahasan Β-karoten merupakan salah satu jenis karotenoid yang memiliki aktivitas provitamin A. Selain itu β-karoten juga memiliki banyak fungsi lain di dalam tubuh, termasuk dalam pengaturan pertumbuhan dan perkembangan serta memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai pencegah kanker (Zhang et al 1992). β-karoten yang digunakan dalam penelitian ini adalah β-karoten sintesis. Menurut Grune et al (2010), tidak ada perbedaan sifat antara β-karoten alami atau sintesis. Selain itu, β-karoten sintesis dengan sumber yang sama (Sigma) yang tinggi kemurniannya juga digunakan pula dalam penelitian McDevitt et al. (2005). Salah satu sifat β-karoten adalah kelarutan yang terbatas dalam air, sehingga dalam penelitian kami, THF digunakan sebagai pelarut untuk β-karoten untuk meningkatkan kelarutan dalam medium kultur yang sebagian besar (>70%) komposisinya adalah air. Penelitian Craft dan Soares (1992) menunjukkan hasil bahwa tetrahidrofuran (THF) menyebabkan tingkat kelarutan paling tinggi terhadap karotenoid termasuk β-karoten, dibandingkan dengan 17 pelarut organik lainnya, termasuk asetonitril. THF juga digunakan sebagai pelarut β-karoten dalam penelitian in vitro yang dilakukan oleh Mc Devitt et al. (2005) untuk melihat pengaruh β-karoten pada sel monosit/makrofag manusia. Selain itu, pemberian Tetrahydrofuran (THF) diduga juga memberikan pengaruh pada perubahan morfologi sel CMT-93. Meskipun THF dikenal relatif aman digunakan sebai pelarut dalam medium kultur, namun THF bersifat tidak mudah terurai sehingga berpotensi memicu mekanisme detoksifikasi. 25 Boesch-Saadatmandi et al. (2011) berpendapat bahwa THF 1.25% tidak mempengaruhi proliferasi dan kelangsungan hidup (viabilitas) sel. THF lebih unggul stabilitasnya sebagai pelarut karotenoid dibandingkan dengan Fecal Calf Serum (FCS) dan Tween 40. Hasil ini juga dikonfirmasi oleh struktur morfologi CMT-93 yang diinduksi β-karoten dalam konsentrasi fisiologis [0,1 dan 0,5 mM]. Pada konsetrasi fisiologis tersebut, meskipun medium kulturnya juga mengandung THF dalam konsentrasi yang sama, yaitu 1.25%, namun morfologi selnya tetap baik, bahkan tampak terlihat lebih besar ukurannya dan lebih kompak. Sel-sel yang diberi perlakuan β-karoten konsentrasi tinggi [1.5μM dan 5.0 μM] menunjukkan perubahan struktur morfologi sel dengan banyaknya sel yang mengalami piknotik atau degenerasi. Hasil ini juga sesuai dengan penurunan tingkat proliferasi secara signifikan (p<0.05) pada perlakuan β-karoten konsentrasi tinggi (suprafisiologis) [5.0 μM]. Hasil yang sama ditunjukkan dari hasil penelitian McDevitt et al. (2005) yang β-karoten pada konsentrasi 3.8 μM dapat menekan proliferasi sel. Wojcik et al. (2008 ) menyatakan bahwa MTT assays menunjukkan fungsi mitokondria sel dan tingkat proliferasi. β-karoten dalam konsentrasi yang sama [5.0μM] menurunkan proliferasi sel oval dari hati tikus dalam penelitian in vitro. Perubahan morfologis terlihat pada morfologi sel CMT-93 subkonfluen yang diberi perlakuan β-karoten konsentrasi tinggi [5.0μM dan 1.5 μM]. Sel-sel tersebut mengalami perubahan ukuran, beberapa mulai menunjukkan degenerasi dan piknotik. Hasil studi Koshy et al. (1996) juga menunjukkan hasil yang serupa, yaitu adanya perubahan morfologi pada epitel usus manusia berkorelasi dengan adanya perubahan mikrofilamen aktin dan volume sel. Perubahan ini terjadi antara lain akibat perubahan struktur tight junction dan epitel usus yang terpolarisasi pada proses detoksifikasi. Perubahan struktur morfologis pada sel CMT 93 diduga terjadi karena pemberian β-karoten lebih tinggi dari konsentrasi fisiologisnya. Hasil penelitian Prakash et al. (2002) juga menunjukkan bahwa pemberian β-karoten pada konsentrasi suprafisiologi (20 μM) menyebabkan perubahan morfologi pada sel kanker (NCI-H69). Hasil analisis RT PCR dan gel elektroforesis menunjukkan bahwa ekspresi gen Aldh1a2 juga dipengaruhi oleh THF. Hipotesis yang dapat diajukan adalah bahwa ekspresi gen Aldh1a2 pada CMT 93 bertujuan untuk proses detoksifikasi THF. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan, THF yang biasa digunakan sebagai pelarut untuk karotenoid bersifat tidak mudah terurai dan dapat menyebabkan sitotoksisitas (Boesch-Saadatmandi et al., 2011; Yao et al. 2013). Gen Aldh1a2 adalah salah satu dari superfamili gen ALDH. ALDH mengkode protein untuk membentuk enzim yang sangat penting dalam proses metabolisme dan detoksifikasi senyawa aldehid eksogen dan endogen, termasuk obat-obatan maupun polutan yang berasal dari luar tubuh (Vasiliou dan Nebert 2005). Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa β-karoten meningkatkan ekspresi gen Aldh1a2 pada sel epitel usus (CMT-93). Hal ini menunjukkan bahwa ALDH memainkan peran penting dalam metabolisme β–karoten untuk diubah menjadi asam retinoat. Jackson et al. (2011) dan Duester (2000) berpendapat bahwa 26 enzim β-karoten-15,15-dioksigenase mengkonversi β-karoten menjadi retinal, selanjutnya LDH mengkatalisis proses oksidasi retinal menjadi asam retinoat. Asam 9-cis-retinoic memiliki fungsi sebagai ligan untuk reseptor asam retinoat RAR di inti sel (nucleus) yang mengatur ekspresi gen. Simpulan Pada sel epitel usus (CMT-93) β-karoten mempengaruhi morfologi sel, sedangkan pada konsentrasi suprafisiologis β-karoten [5µM] secara nyata dapat menekan proliferasi dan viabilitas sel (p<0.05). Ekspresi gen ALDH1A2 menunjukkan bahwa sel epitel usus CMT-93 dapat mengubah β-karoten menjadi asam retinoat. 27 5 RESPONS SEL EPITEL USUS (CMT-93) TERHADAP GALOHGOR SERBUK DAN GALOHGOR EKSTRAK Pendahuluan Galohgor adalah salah satu jenis nutrasetikal tradisional yang memiliki khasiat untuk meningkatkan produksi air susu ibu (ASI). Galohgor telah dikenal dan dikonsumsi secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Sunda. Selain meningkatkan produksi ASI, Galohgor dapat mempercepat penyembuhan luka (Permana 2011) dan involusi uterus (Roosita et al. 2003). Galohgor terbuat dari 56 jenis tanaman yang termasuk dalam kelompok serealia, kacang-kacangan, daun, batang dan rimpang (Roosita et al. 2003; Pratiwi 2010; Wicaksono 2010; Permana 2011). Salah satu zat gizi yang dominan dalam Galohgor adalah β-karoten (Permana 2011). β-karoten adalah salah satu jenis karotenoid yang memiliki aktivitas vitamin A. Selain sebagai provitamin A, β-karoten juga mempengaruhi proliferasi dan diferensiasi sel dalam tubuh, serta memiliki aktivitas antikanker dan antioksidan (Gropper et al. 2009; Livny et al. 2002). Penelitian tentang β-karoten terus berkembang hingga tingkat seluler. Metabolisme β-karoten di berbagai sel tubuh usus halus, ginjal, retina, hati, dan jaringan lemak menghasilkan retinal dan/atau retinol (Redmon et al. 2001 dan Gropper et al. 2009). Lebih lanjut retinal dimetabolisme menjadi asam retinoat oleh serangkaian enzim aldehida dehidrogenase hasil ekspresi kelompok gen ALDH (Jackson et al. 2011). Hasil survei (Dahlianti et al. 2005) menunjukkan bahwa Galohgor aman untuk dikonsumsi, karena sudah digunakan secara turun temurun oleh masyarakat sunda khususnya di Wilayah Sukajadi, Kabupaten Bogor. Uji toksisitas akut pada hewan coba (Wicaksono 2010) menunjukkan bahwa Galohgor bersifat aman dan tidak toksik jika digunakan sesuai anjuran yaitu 0.370 g/KgBB selama masa nifas. Gangguan kesehatan berupa perubahan fungsi hati baru akan terjadi jika penggunaannya 9 kali dosis normal setara dengan 3.220 g/KgBB, dengan lama penggunaan lebih dari dua kali masa nifas atau setara dengan 80 hari secara terus menerus (Wicaksono 2010). Penelitian kami sebelumnya (Roosita et al. 2013) menunjukkan bahwa βkaroten pada sel epitel usus (CMT-93) pada konsentrasi suprafisiologis (5.0μM) dapat menekan proliferasi, mempengaruhi morfologi, dan menginduksi ekspresi gen Aldh1a2. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan respons sel epitel usus (CMT-93) terhadap Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak pada 1) proliferasi sel usus, 2) diferensiasi sel yang ditunjukkan dengan perubahan morfologi, dan 3) ekspresi gen Aldh1a2 pada sel epitel usus (CMT-93). 28 Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium of Food and Enviromental Science, Division Food Science and Biotechnology, Faculty of Agriculture, Kyoto University, Japan dan Laboratorium Embriologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013. Bahan Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak dibuat berdasarkan prosedur yang telah dijelaskan pada Bab 3. β-karoten (BCA) yang digunakan adalah β-karoten dengan kemurnian 99% (Sigma) yang dilarutkan dalam pelarut tetrahydrofuran (THF) (Sigma) hingga konsentrasi akhir dalam medium 1.25%. Medium kultur sel terdiri atas DMEM (Gibco). Jenis antibiotik yang digunakan meliputi penisilin, streptomisin, dan gentamisin. Serum yang digunakan untuk kedua jenis sel adalah heat-inactivated Fetal Bovine Serum (FBS). Kit 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT) (Roche) digunakan untuk analisis proliferasi sel. Kit Rneasy (Qiagen) digunakan untuk isolasi RNA dan Kit Takara digunakan untuk analisis reverse transriptase polymerase chain reaction (RT PCR). Metode Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode in vitro menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Kontrol dan perlakuan ditentukan dengan perbedaan konsentrasi β-karoten dalam larutan medium, yaitu sebesar 0.5, 1.5, dan 5.0 µM/mL. Unit percobaan dalam penelitian ini adalah sel epitel saluran cerna (CMT93) dalam cawan kultur. Jumlah ulangan parameter ekspresi gen dan diferensiasi sel berjumlah tiga atau empat, sedangkan untuk proliferasi sel masing-masing enam ulangan. Konsentrasi sel pada awal kultur dalam setiap cawan/ulangan sebesar 1 x 105 sel/mL. Prosedur penelitian selengkapnya dijelaskan pada Bab 3. Parameter yang diamati antara lain 1) proliferasi dan viabilitas sel dengan MTT assays; 2) morfologi sel dengan pengamatan langsung di bawah mikroskop fluorescent (Olympus), 3) ekspresi gen Aldh1a2 metode RT-PCR dan gel elektroforesis. Analisis Data Semua data kualitatif disajikan secara deskriptif. Data kuantitatif diuji dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan/Dunnet untuk menentukan beda nyata antarperlakuan. Hasil Proliferasi Sel Epitel Usus (CMT 93) Perlakuan Galohgor ekstrak (GE) pada konsentrasi suprafisiologis GE [5.0 μM] dan Triton X-114 (1.25%) menurunkan proliferasi sel epitel usus (CMT-93) secara signifikan (p<0.05) dibandingkan dengan kontrol. Sebaliknya, perlakuan ekstrak pada konsentrasi suprafisiologis tidak menyebabkan perbedaan proliferasi sel (Gambar 7). Triton X-114 digunakan sebagai kontrol negatif karena dapat menekan proliferasi. Triton X-114 memiliki sifat toksik dan dapat menekan viabilitas sel. 29 Hal ini karena Triton X-114 mempunyai sifat yang mirip deterjen yang dapat menyebabkan kerusakan struktur lipoprotein dan fosfolipid pada membran sel (Malen et al. 2010). 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 *) 0.500 *) 0.000 Kontrol Triton 1,25% GE GE GE GS GS GS [5μM] [1.5μM] [0.5μM] [5.0μM] [1.5μM] [0.5μM] Gambar 7 Nilai absorbansi hasil MTT assays pada kontrol negatif (Triton X-114 1.25%) perlakuan Galohgor ekstrak (GE), Galohgor serbuk (GS) dengan berbagai dosis (0.5, 1.5 dan 1.5 μM) dibandingkan dengan kontrol. Tanda *) pada grafik menunjukkan hasil ANOVA yang beda nyata pada p<0.05. Pengaruh β-karoten pada Morfologi CMT-93 Gambar 8 menunjukkan morfologi sel CMT-93 yang mendapat perlakuan Galohgor ekstrak (GE) dan Galohgor serbuk (GS) dibandingkan dengan kontrol. Sel yang diberi Galohgor serbuk pada konsentrasi fisiologis (GS 0.5μM) menunjukkan perkembangan struktur sel yang tidak berbeda dari kontrol, namun tampak ukuran sel menjadi lebih besar dan lebih kompak. Pada perlakuan dengan Galohgor ekstrak (GE), pada konsentrasi GE 1.5 dan 5.0 μM, terlihat banyak sel yang mengalami degenerasi dan piknotik. 30 Gambar 8 Morfologi sel CMT-93 dalam medium kontrol (A), THF 1.25% (B), BCA 0.1 µM (C), BCA 0.5 µM (D), BCA 1.5 µM (E), dan BCA 5.0 µM (F). Ekspresi Gen Aldh1a2 Hasil analisis RT-PCR menunjukkan bahwa Galohgor ekstrak dan Galohgor serbuk mempengaruhi ekspresi gen Aldh1a2 oleh sel epitel usus (CMT-93) (Gambar 9). Hal ini diduga karena adanya β-karoten dalam Galohgor ekstrak dan Galohgor serbuk. Gen Gadph terekspresi pada semua sel yang ditumbuhkan dalam medium kontrol (DMEM) maupun perlakuan. Hal ini karena Gapdh merupakan gen yang mengkode enzim yang berperan dalam mempertahankan kondisi homeostatis pada sel (housekeeping enzyme). Gambar 9 Ekspresi gen Gadph and Aldh1a2 pada sel CMT-93 kontrol negatif (neg) dan perlakuan Galohgor Ekstrak (GS 1.5μM), Galohgor Serbuk (GS 5.0µM dan GS 1.5 µM) (Keterangan: A= Aldh1a2, G = Gadph). Pembahasan Selain menunjukkan tingkat proliferasi berdasarkan jumlah sel yang masih hidup, MTT assays juga dapat digunakan untuk menguji tingkat toksisitas suatu 31 bahan. Semakin banyak sel yang mati, atau semakin rendah nilai absorbansi, berarti semakin toksik suatu bahan (Roosita et al. 2013). Hasil MTT assays pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa Galohgor serbuk tingkat toksiknya lebih rendah jika dibandingkan Galohgor ekstrak yang menggunakan etanol sebagai pelarut dalam proses ekstraksi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil bahwa secara signifikan konsentrasi suprafisiologis Galohgor ekstrak GE [5.0 μM] dapat menekan proliferasi, sedangkan pada konsentasi yang sama pada Galohgor serbuk tidak menekan proliferasi. Etanol yang digunakan sebagai pelarut dalam pembuatan Galohgor ekstrak diduga telah menarik lebih banyak senyawa bersifat nonpolar yang diduga dalam jumlah berlebih bersifat toksik. Selain itu β-karoten dalam Galohgor Ekstrak (GE) memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan Galohgor serbuk (GS) pada saat pembuatan larutan stok. Hasil ini selaras dengan penelitian sebelumnya (Roosita et al. 2013) yang menunjukkan bahwa β-karoten dengan konsentrasi suprafisiologis dapat menekan proliferasi pada sel epitel usus (CMT-93) (5.0μM). Hasil penelitian Wojcik et al. (2008) yang juga menunjukkan hasil yang selaras dan menyimpulkan bahwa βkaroten pada konsentrasi suprafisiologis [5.0 µM] dapat menekan proliferasi pada sel oval secara in vitro. Perubahan morfologis terlihat pada morfologi sel CMT-93 subkonfluen yang diberi perlakuan Galohgor ekstrak dan Galohgor serbuk konsentrasi tinggi [5.0μM dan 1.5 μM]. Sel-sel tersebut mengalami perubahan ukuran, beberapa mulai menunjukkan degenerasi dan piknotik. Perubahan struktur morfologis pada sel CMT 93 diduga terjadi karena pemberian Galohgor ekstrak yang mengandung β-karoten lebih tinggi dari konsentrasi fisiologisnya. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (Roosita et al., 2013) yang menunjukkan bahwa pada konsentrasi suprafisiologis (5.0μM) β-karoten dapat menekan proliferasi dan mempengaruhi morfologi sel epitel CMT-93. Sementra itu, Koshy et al. (1996) menjelaskan bahawa perubahan morfologi pada epitel usus manusia berkorelasi dengan adanya perubahan mikrofilamen aktin dan volume sel. Perubahan ini terjadi antara lain akibat perubahan struktur tight junction dan epitel usus yang terpolarisasi pada proses detoksifikasi. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa Galohgor ekstrak dan Galohgor serbuk mempengaruhi ekspresi gen Aldh1a2 oleh sel epitel usus (CMT-93) (Gambar 3). Hal ini diduga karena adanya β-karoten dalam Galohgor ekstrak dan Galohgor serbuk. Hasil ini sesuai dengan penelitian Roosita et al. (2013) yang menunjukkan bahwa β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen Aldh1a2 pada sel epitel usus (CMT-93). Jackson et al. (2011) dan Duester (2000) menjelaskan peranan Aldh1a2 dalam metabolisme β–karoten untuk diubah menjadi asam retinoat. Sebelumnya, proses tersebut didahului oleh kerja enzim β-karoten-15,15dioksigenase yang mengkonversi β-karoten menjadi retinal. Selanjutnya, perubahan retinal menjadi asam retinoat ini memerlukan bantuan serangkain enzim aldehyde dehidrogenase yang salah satunya dikode oleh Aldh1a2. Asam 9-cis-retinoat memiliki fungsi sebagai ligan untuk reseptor asam retinoat RAR di inti sel (nucleus) yang mengatur ekspresi gen. 32 Simpulan Galohgor ekstrak pada konsentrasi tingggi [5.0 μM] secara signifikan (p<0.05) dapat menekan proliferasi dan mempengaruhi morfologi sel epitel usus (CMT-93). β-Karoten dalam Galohgor ekstrak dan Galohgor serbuk mempengaruhi ekspresi gen Aldh1a2 pada sel epitel usus CMT-93. 33 6 RESPONS SEL KELENJAR MAMMAE (HC11) TERHADAP β-KAROTEN: PROLIFERASI, DIFERENSIASI, DAN EKSPRESI GEN KONEKSIN (Cx43) DAN β-CASEIN (Csn2) Pendahuluan β-Karoten juga memiliki banyak fungsi fisiologis lain di luar sifatnya sebagai prekursor vitamin A, seperti aktivitas antioksidan, proliferasi, diferensiasi, dan antikanker (Gropper et al. 2009; Livny et al. 2002), pengaturan ekspresi gen dan perkembangan struktur sel yang disebut gap juction (Frey dan Vogel 2011; Elliot 2005; Livny et al. 2002; Donaldson 2011). Pada sel kelenjar mammae, gap junction yang disusun oleh protein koneksin berfungsi untuk menjaga permeabilitas membran sitoplasma, mempengaruhi metabolisme, dan diferensiasi sel. Perkembangan struktur gap junction yang baik sangat penting untuk mempertahankan sintesis dan sekresi air susu (ASI) (Gropper et al. 2009, Neville 2009; Solomon 2001; Talhouk et al. 2005). Keberhasilan produksi susu pada kelenjar mammae ditentukan antara lain oleh jumlah sel dan kemampuannya untuk mensintesis susu. Semakin banyak jumlah sel-sel pada kelenjar mammae, dan semakin tinggi kemampuan sintesis susu pada setiap sel kelenjar mammae tersebut, maka semakin tinggi produksi susu (Capuco et al. 2003). Suplementasi β-karoten dapat meningkatkan produksi susu sapi sebesar 7.75% (Sretenovic et al. 2005). Namun, belum diketahui bagaimana efek β-karoten dalam meningkatkan produksi susu di kelenjar mammae. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (BAB 3), β-karoten dapat menekan proliferasi dan mempengaruhi morfologi sel serta meningkatkan ekspresi gen Aldh1a2 pada sel usus (CMT-93). Hal ini menunjukkan bahwa sel usus mampu untuk memetabolisme β-karoten menjadi asam retinoat. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis respons sel kelenjar mammae (HC11 cell line) Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1) terhadap β-karoten. membuktikan perubahan morfologi pada sel kelenjar mammae HC11 yang diinduksi dengan faktor pertumbuhan (epidermal growth factor/ EGF), insulin, dan hormon laktasi, yaitu hidrokortison dan atau prolaktin, 2) menganalisis pengaruh β-karoten pada proliferasi, 3) membuktikan pengaruh β-karoten pada perbedaan tingkat diferensiasi pada sel kelenjar mammae yang ditandai dengan struktur mammosfer (HC11), serta 4) menganalisis pengaruh β-karoten pada ekspresi gen koneksin 43 (Cx43) dan β-casein (Csn2) pada kelenjar mammae (HC11). Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Embriologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-September 2013. 34 Bahan Serbuk dan Ekstrak Galohgor dibuat dari bahan-bahan yang telah diujicobakan secara in vivo dan uji toksisitas dengan komposisi yang sama pada penelitian sebelumnya (Roosita 2003, Wicaksono 2010). Etanol dan aquadest digunakan untuk membuat Ekstrak Galohgor dengan perbandingan 30:70. β-karoten (BCA) yang digunakan adalah β-karoten dengan kemurnian 99% (Sigma) yang dilarutkan dalam pelarut tetrahydrofuran (THF) (Sigma) hingga konsentrasi akhir dalam medium 1.25%. Medium kultur sel yang digunakan untuk HC11 adalah RPMI 1640 (Biowest) dengan antibiotik gentamisin. Hormon dan faktor pertumbuhan yang digunakan meliputi insulin (Sigma), EGF (Sigma), hidrokortison (Sigma), dan prolaktin (Sigma). Serum yang digunakan adalah heat-inactivated Fetal Bovine Serum (FBS). Kit 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT) (Roche) digunakan untuk analisis proliferasi sel. Kit Rneasy (Qiagen) digunakan untuk isolasi RNA dan One-Step RT-PCR Pre Mix Kit (Intron Biotechtonology) digunakan untuk analisis reverse transriptase polymerase chain reaction (RT PCR). Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Unit percobaan dalam penelitian ini adalah kultur sel dalam cawan petri. Objek penelitian yang digunakan adalah galur sel (cell line) HC11. HC11 Cell line diperoleh dari Prof Nancy Hynes, Friedrich Miescher Institute, CH-4002 Basel, Switzerland. Perlakuan ditentukan dengan perbedaan konsentrasi beta-karoten dalam larutan medium, yaitu sebesar 5; 1,5, dan 0,5 µM /mL. Jumlah ulangan (contoh) untuk setiap kelompok berjumlah tiga (3) cawan kultur, sedangkan untuk MTT assays masing-masing 6 ulangan. Kontrol positif yang digunakan adalah betakaroten murni dengan konsentrasi bertingkat yang sama dengan kadar betakaroten Galohgor, mengacu pada penelitian Wojcik (2008). Untuk MTT assays digunakan 96 sumur dengan jumlah sel 2x104 sel per sumur selama 3x24 jam dalam inkubator steril bersuhu 36°C, CO2 5%. Prosedur penelitian selengkapnya dijelaskan pada Bab 3. Analisis Data Semua data kualitatif disajikan secara deskriptif, sedangkan data-data kuantitatif akan diuji dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menentukan beda nyata antarperlakuan. Hasil Pengaruh β-karoten pada Proliferasi Sel Kelenjar Mammae (HC11) MTT assays dilakukan untuk menilai tingkat proliferasi berdasarkan jumlah sel yang masih hidup. Hasil ini juga dapat menggambarkan tingkat toksisitas suatu bahan, semakin banyak sel yang mati atau semakin rendah nilai absorbansi berarti semakin toksik suatu bahan. 35 Gambar 10 menunjukkan nilai rataan absorbansi pada panjang gelombang 550 nm, hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan β-karoten murni dengan konsentrasi yang berbeda. Berdasarkan Gambar 10 tersebut, β-karoten murni tidak mempengaruhi proliferasi dan β sel kelenjar mammae. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji ANOVA yang tidak beda nyata dari kontrol. Namun sebaliknya, kontrol negatif Triton X-114 secara signifikan (p<0.05) menekan proliferasi sel. Triton X-114 dapat menekan proliferasi sekaligus viabilitas sel karena memiliki sifat sebagai deterjen. Sifat ini menyebabkan kerusakan struktur lipoprotein dan fosfolipid pada membran sel (Malen et al. 2010). Sebaliknya, THF sebagai pelarut dari β-karoten tidak mempengaruhi morfologi, proliferasi, dan viabilitas sel usus (CMT-93). Hal ini sesuai dengan penelitian BoeschSaadatmandi et al. (2011). Gambar 10 Pengaruh Beta-karoten (BCA) pada Konsentrasi yang Berbeda (0.5, 1.5 dan 5.0 µM) dibandingkan dengan Kontrol dan Triton X-144 pada Proliferasi Sel Kelenjar Mammae (HC11). Jika dibandingkan dengan sel epitel saluran cerna CMT-93, konsentrasi βkaroten suprafisiologis [5µM] tidak secara nyata menekan proliferasi dan viabilitas sel kelenjar mammae (HC11). Hal ini diduga karena adanya EGF dalam medium yang menekan pengaruh β-karoten pada proliferasi. Hasil ini selaras dengan pendapat Pena dan Rosenfeld (2001) yang menyatakan bahwa EGF bersifat meningkatkan proliferasi pada sel kelenjar mammae secara in vivo. Perubahan Morfologi Sel Selama Proses Proliferasi dan Diferensiasi Pemberian epidermal growth factor (EGF) dan insulin pada HC11 cell line menyebabkan pertambahan jumlah sel (proliferasi) sebagaimana terlihat pada Gambar 11. Sebaliknya, induksi dengan prolaktin, hidrokortison, dan insulin secara bersamaan menyebabkan sel berdiferensiasi (Gambar 12). HC11 cell line adalah sel kelenjar mammae yang mampu melakukan proses laktogenesis, seperti pada kondisi in vivo. HC11 cell line mampu mengekpresikan protein susu (β-kasein) sebagai respons terhadap hormon prolaktin dan glukokortikoid (Ball et al. 1988, Hynes 1990, Doppler et al. 1989). 36 Proliferasi dan diferensiasi ini dapat dilihat dari perubahan morfologi sel. Perubahan morfologi yang signifikan dapat dilihat dari proses pembentukan struktur mammosfer (Gambar 12C). Gambar 11 Proses proliferasi sel HC11(Pembesaran 20x) Gambar 12 Perkembangan diferensiasi sel kelenjar mammae HC11 (Pembesaran 40x) Diferensiasi sel kelenjar mammae HC11 ditandai dengan perkembangan struktur mammosfer yang berbentuk seperti gelembung (Gambar 13A, B, C, D). Perlakuan β-karoten menyebabkan sel berukuran lebih besar, perkembangan mammosfer yang lebih cepat, dan morfologi sel menjadi lebih kompak karena batas membran antarsel yang bertetangga semakin rapat. Struktur mammosfer tampak lebih sempurna pada perlakuan β-karoten 5 µM/ml (Gambar 13D). Hasil studi in vitro ini sesuai dengan kondisi in vivo (Pena dan Rosenfeld 2001), yang menjelaskan bahwa proliferasi sel epitel mammae antara lain dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan (EGF) dan insulin. Selanjutnya sel epitel kelenjar mammae akan berdiferensiasi dengan adanya induksi dari prolaktin, insulin, dan hidrokortison. 37 Gambar 13 Morfologi sel kelenjar mammae HC11 tahap diferensiasi pada hari ke5 pada kontrol (A), β-karoten 0.5 (B), 1.5 (C) dan 5.0 (D) µM/mL (Pembesaran 40x). Ekspresi Gen Csn2, Cx43 dan Gapdh pada Sel Kelenjar Mammae HC11 Gen Gapdh terekspresi pada semua sel kelenjar mammae (HC11), baik dalam medium kontrol, proliferasi (P), diferensiasi (D1), serta medium perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa semua sel mampu mempertahankan kondisi homeostatis normal (Gambar 14). Gambar 14 Ekspresi gen Csn2 dan Gadph pada sel kelenjar mammae (HC11) dalam medium kultur perlakuan β-karoten BCA1=[0.5 µM]; BCA2= [1.5 µM], dan BCA3=[5.0 µM], dibandingkan dengan kontrol negatif (P) dan positif (D1). Pada sel yang mendapat perlakuan induksi β-karoten, ekspresi gen βkasein (Csn2) terlihat lebih baik yang ditunjukkan dengan pita yang lebih tebal dan terang. Sebaliknya, pada kontrol negatif (P), gen β-kasein (Csn2) tidak diekspresikan. Hal ini disebabkan pada kontrol negatif ini HC11 cell lines tidak berdiferensiasi karena tidak diberi hormon prolaktin dan hidrokortison. Gambar 14 juga menunjukkan perbedaan pita Csn2 antara HC11 yang berdiferensiasi dengan induksi (BCA1, BCA2, BCA 3) dibandingkan kontrol (D1). 38 Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi perlakuan β-karoten, sebagaimana terlihat pada, yaitu BCA2 dan BCA3, yaitu masing-masing 1.5 dan 5.0 μM, pita Csn2 tampak lebih tebal dan lebih cerah. Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi β-karoten yang lebih tinggi menyebabkan ekspresi gen βkasein (Csn2) yang lebih baik . Maningat et al. (2009) menjelaskan bahwa gen kasein (Csn) merupakan gen yang paling banyak diekspresikan pada masa laktasi. Gen tersebut berperan dalam pengaturan sintesis enzim pada proses glikolisis, glukoneogenesis, siklus asam sitrat, degradasi dan sintesis asam lemak, trigliserida, dan kolesterol untuk sintesis susu. Ekspresi gen ini antara lain dipengaruhi oleh prolaktin. Nagatami dan Oka (1983) menjelaskan bahwa ekspresi gen kasein merupakan penanda terjadinya sintesis protein kasein susu di sel kelenjar mammae yang disebut laktogenesis. Berdasarkan hasil studi tersebut, kasein juga berfungsi sebagai penanda khusus untuk fungsi sel kelenjar epitel mammae. Selain itu, seperi halnya laktalbumin, kasein merupakan protein yang sangat penting dalam menentukan kualitas air susu. Mekanisme efek β-karoten pada diferensiasi dan laktogenesis sel epitel kelenjar mammae dipelajari dengan menganalisis ekspresi gen dari koneksin (Cx43). Oleh karena itu, digunakan sampel sel HC11 yang sama untuk menunjukkan ekspresi gen β-kasein. Hasil analisis RT PCR dan gel elektroforesisnya disajikan pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar 15, gen koneksin (Cx43) diekspresikan oleh semua sel HC11 yang berdiferensiasi dan mengekspresikan Csn2. Namun, pita gen koneksin (Cx43) dari sel HC11 yang diberi perlakuan β-karoten tampak lebih tebal dan lebih cerah dibandingkan dengan kontrol (D1). Gambar 15 Ekspresi gen Csn2, Cx43 dan Gadph pada sel kelenjar mammae (HC11) dalam medium kultur perlakuan β-karoten BCA1=[0.5 µM]; dan BCA2= [1.5 µM], dibandingkan dengan kontrol (D1). Ekspresi gen koneksin (Cx43) terlihat pada sel yang ditumbuhkan dalam medium diferensiasi kontrol (D1), BCA 0.5 µM/ml, dan BCA1.5 µM/ml. Ketebalan pita yang berbeda menunjukkah bahwa semakin tinggi konsentrasi βkaroten semakin tinggi ekspresi CX43. Hasil ini sesuai dengan penelitian Yeh 39 dan Hu (2003), yang membuktikan bahwa pemberian β-karoten [5.0 µM] dapat meningkatkan perkembangan gap junction dan sintesis koneksin 43. Pembahasan Hasil metabolisme beta-karoten di tingkat selluler dalam tubuh menurut Shi et al. (1998) adalah retinoid yang akan bersinergi dengan hormon tiroid (T3) dalam proses proliferasi dan diferensiasi. Beta-karoten yang telah dikonversi menjadi retinoid akan berikatan cis-asam retinoat (RXR). Reseptor ini bersifat heterodimer selain berikatan dengan asam retinoat juga akan berikatan dengan hormon tiroid (T3). Fungsi RXR adalah sebagai ko-faktor untuk mengaktifkan transkripsi gen pada saat tersedia hormon tiroid (TR); atau sebaliknya menekan transkripsi gen saat tidak tersedia hormon tiroid (TR) Penelitian ini menunjukkan β-karoten tidak mempengaruhi proliferasi sel kelenjar mammae. Hasil ini berbeda dari hasil penelitian Wojcik et al. (2008) yang menunjukkan β-karoten dapat menghambat proliferasi sel oval dari paruparu. Demikian pula hasil penelitian pendahuluan kami sebelumnya (Roosita et al. 2013) yang menunjukkan bahwa β-karoten dalam konsentrasi suprafisiologis [5.0 μM] menghambat perkembangan proliferasi sel epitel intestinal (CMT-93 cell lines). Hal ini diduga karena pengaruh β-karoten dapat ditekan oleh adanya faktor pertumbuhan epidermal (EGF). EGF ditambahkan ke dalam media kultur sel karena dibutuhkan untuk pertumbuhan normal sel HC11. Pena dan Rosenfeld (2001) menjelaskan bahwa EGF menginduksi proliferasi sel-sel kelenjar mammae in vivo. Struktur mammosfer dapat digunakan sebagai penanda spesifik untuk menunjukkan diferensiasi sel kelenjar mammae. Hal ini karena sel-sel kelenjar mammae (HC11) dengan struktur mammosfer yang berkembang dengan baik juga menunjukkan ekspresi gen Csn2 yang lebih baik. Perlakuan β-karoten murni dan Galohgor juga menyebabkan perkembangan mammosfer yang baik. Perkembangan mammosfer yang paling baik pada perlakuan β-karoten murni konsentrasi suprafisiologis (5.0 μM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Cx43 diekspresikan oleh semua sel kelenjar mammae HC11 yang juga mengekspresikan gen Csn2 dan mengalami diferensiasi yang ditandai dengan perkembangan mammosfer. Pita mRNA dari gen koneksin (Cx43) pada sel HC11 yang diberi perlakuan β-karoten terlihat lebih tebal dan lebih terang dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini membuktikan bahwa β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen Cx43 dan Csn2 . Hasil ini selaras dengan pendapat Bertram (1999) yang didukung oleh penelitian pada galur sel 10T1/2 menunjukkan bahwa karotenoid dapat meningkatkan ekspresi gen koneksin 43. Mekanisme ini antara lain karena asam retinoat berperan sebagai ligan yang berikatan dengan Retinoids Acid Receptor (RAR) yang terdapat di inti sel (nukleus). Ikatan antara molekul asam retinoat dengan RAR akan menyebabkan ekspresi gen Cx43 dan berbagai jenis gen lain yang tekait dengan diferensiasi dan perkembangan fungsi sel. Mekanisme efek β-karoten pada diferensiasi kelenjar mammae diperantarai oleh perkembangan gap junction yang disusun oleh protein koneksin. Protein ini dikode oleh gen koneksin, diantaranya adalah Cx43. Talhouk et al. 2005; 40 Cruciani dan Mikalsen 2006; dan Gropper et al. 2009, menjelaskan bahwa gap junction berfungsi untuk menghubungkan atau membangun koneksi atau komunikasi antara sel-sel yang bertetangga. Struktur gap junction ini juga berperan penting dalam mengatur proses metabolisme, pertumbuhan dan proses fisiologis sel kelenjar mammae, khususnya dalam sintesis kasein susu yang penting untuk memenuhi kebutan gizi bayi. Simpulan β-karoten tidak menekan proliferasi sel kelenjar mammae (HC11), akan tetapi β-karoten pada konsentrasi tinggi dapat menekan proliferasi dan viabilitas sel kelenjar mammae (HC11) secara signifikan (p<0.05). HC11 dengan struktur mammosfer yang berkembang dengan baik juga menunjukkan ekspresi gen Csn2 yang lebih baik sehingga struktur mammosfer dapat digunakan sebagai penanda spesifik untuk menunjukkan diferensiasi sel kelenjar mammae pada periode laktogenesis. β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen β-kasein (Csn2) yang penting untuk sintesis protein susu. Mekanisme peningkatan ekspresi gen Csn2 ini selaras dengan peningkatan ekspresi gen koneksin 43 (CX43) pada sel kelenjar mammae (HC11) yang diinduksi dengan hormon-hormon laktogenesis. 41 7 EFEK NUTRASETIKAL GALOHGOR PADA PROLIFERASI DAN DIFERENSIASI SEL KELENJAR MAMMAE (GALUR HC11) Pendahuluan Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi. Kandungan zat gizi yang lengkap dan senyawa aktif di dalam ASI sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan otak, sistem pencernaan, dan untuk kekebalan tubuh bayi (AAP 2005, M’Rabet L et al. 2008). Produksi ASI yang optimal ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain faktor fisiologis dan psikologis, kondisi hormonal, serta ketersediaan zat gizi dalam tubuh ibu menyusui. Selama laktasi, ketersediaan zat gizi dalam tubuh ibu menyusui mempengaruhi profil asam lemak susu dan ekspresi gen yang penting untuk fungsi, pertumbuhan, dan perkembangan kelenjar mammae. Selain itu, ketersediaan zat gizi juga mempengaruhi jumlah dan jenis senyawa yang terdapat dalam air susu, seperti protein, lipid, dan vitamin (Baldi et al. 2008). Vitamin A adalah salah satu zat gizi yang penting pada masa laktasi. Kebutuhan akan vitamin A meningkat sebanyak 350 RE pada masa laktasi dibandingkan rata-rata kebutuhan wanita dewasa yang tidak menyusui, yaitu 600 RE (Solomon 2001). Sebagian besar masyarakat negara di dunia, khususnya negara berkembang, masih mengandalkan β-karoten yang banyak terdapat dalam sayuran hijau dan buah yang berwarna orange sebagai sumber vitamin A (Grune et al. 2010). Nutrasetikal Galohgor terbuat dari berbagai jenis tanaman dengan komponen utama daun-daunan yang berwarna hijau tua serta jagung yang merupakan sumber β-karoten. Manfaat Galohgor sebagai nutrasetikal yang dapat meningkatkan produksi ASI telah diungkap dalam penelitian survei (Dahlianti et al. 2005), etnobotani (Roosita et al. 2008a, 2008b), maupun penelitian secara in vivo dengan menggunakan hewan coba (Roosita et al. 2003). Penelitian yang membuktikan efek Galohgor terhadap produksi ASI pada tingkat selular belum pernah dilakukan. Namun, hasil penelitian Roosita et al. (2013b), β-karoten dapat meningkatkan difererensiasi sel kelenjar mammae yang ditandai dengan perkembangan mammosfer yang sinergis dengan peningkatan ekspresi gen Cx43 dan Csn2. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan mammosfer sebagai penanda proses diferensiasi dari kelenjar mammae (HC11) pada proses laktogenesis. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh Galohgor serbuk dan ekstrak dengan dosis yang berbeda terhadap proliferasi dan diferensiasi sel kelenjar mammae (HC11). Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia untuk pembuatan Galohgor Serbuk dan Ekstrak. Kultur sel dilakukan di Laboratorium Embriologi, 42 Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Oktober 2013. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan untuk membuat Galohgor Serbuk dan Ekstrak dan peralatan kultur jaringan. Jenis perlatan utama untuk membuat Galohgor Serbuk dan Ekstrak meliputi timbangan digital, blender, oven, wadal maserasi dan pengaduknya, drum dryer, dan evaporator. Peralatan kultur jaringan dan pembuatan medium perlakuan, antara lain timbangan analitik, ultra sentrifus, tabung sentrifus, stirrer dan vorteks, alat gelas dan tabung sentrifus, lemari pendingin, clean bench, dan mikroskop cahaya (Olympus). Bahan-bahan Serbuk dan Ekstrak Galohgor berasal dari Desa Sukajadi, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor dan dibuat dengan prosedur sebagaimana dijelaskan pada Bab 3. Etanol dan aquades digunakan untuk membuat Ekstrak Galohgor dengan perbandingan 30:70. Pelarut tetrahydrofuran (THF) (Sigma) digunakan untuk melarutkan β-karoten murni dan β-karoten dalam Galohgor. Konsentrasi THF akhir dalam medium 1.25%. β-karoten (BCA) yang digunakan adalah β-karoten dengan kemurnian 99% (Sigma). Medium kultur sel yang digunakan untuk HC11 adalah RPMI 1640 (Biowest) dengan antibiotik gentamisin. Hormon dan faktor pertumbuhan yang digunakan meliputi insulin (Sigma), EGF (Sigma), hidrokortison (Sigma), dan prolaktin (Sigma). Serum yang digunakan adalah heat-inactivated Fetal Bovine Serum (FBS). Kit 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT) (Roche) digunakan untuk analisis proliferasi dan viabilitas sel. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Unit percobaan dalam penelitian ini adalah kultur sel HC11 dalam cawan petri. HC11 Cell line diperoleh dari Prof Nancy Hynes, Friedrich Miescher Institute, CH-4002 Basel, Switzerland. Konsentrasi dalam perlakuan ditentukan berdasarkan konsentrasi akhir βkaroten Galohgor serbuk dalam larutan medium, yaitu sebesar 10.0, 5.0, dan 0.5 µM, sedangkan untuk Galohgor ekstrak 5.0; 1.5, dan 0.5 µM. Perbedaan dosis didasarkan pada hasil penelitian pendahuluan yang menunjukkan bahwa pada konsentasi yang setara dengan 5.0 µM β-karoten, Galohgor serbuk belum menunjukkan perubahan morfologis yang signifikan. Prosedur pembuatan medium perlakuan selengkapnya dijelaskan pada Bab 3. Kontrol positif yang digunakan adalah β-karoten murni dengan konsentrasi bertingkat yang sama dengan kadar β-karoten galohgor, mengacu pada penelitian Wojcik (2008). Konsentrasi sel pada awal kultur dalam setiap cawan/ulangan sebesar 1 x 105 sel/mL. Untuk MTT assays digunakan 60 dari 96 sumur dengan jumlah sel 2x104 sel per sumur selama 3x24 jam dalam inkubator steril bersuhu 36°C, CO2 5%. Prosedur penelitian selengkapnya dijelaskan pada Bab 3. Jumlah ulangan (contoh) untuk setiap kelompok berjumlah tiga (3) cawan kultur, sedangkan untuk MTT assays masing-masing 6 ulangan. Jumlah dan jenis ulangan untuk setiap perlakuan menurut kelompok percobaan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6. 43 Tabel 6 Jumlah dan jenis perlakuan menurut kelompok percobaan Kelompok Kontrol Kontrol negatif (Triton) Beta-karoten Galohgor Serbuk (GS1) Galohgor Serbuk (GS2) Galohgor Serbuk (GS3) Galohgor Ekstrak (GE1) Galohgor Ekstrak (GE2) Galohgor Ekstrak (GE3) Kandungan β-karoten dalam Medium pada Setiap Jenis Perlakuan Galohgor Beta-karoten murni (µM /mL ) (µM /mL ) 0 0 0 0 0 5 10.0 0 5.0 0 0.5 0 5.0 0 1.5 0 0.5 0 Total MTT assays 6 6 6 6 6 6 6 6 6 54 Pengamatan yang dilakukan meliputi proliferasi dan diferensiasi sel yang ditandai dengan perkembangan mamosfer. Namun untuk pengukuran dengan MTT assays hanya dilakukan pada tahap proliferasi. Analisis Data Semua data kualitatif disajikan secara deskriptif, sedangkan data-data kuantitatif diuji dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menentukan beda nyata antar perlakuan. Hasil Kandungan β-karoten Produk Jamu Galohgor Serbuk dan Ekstrak Berdasarkan Tabel 7 diketahui kandungan β-karoten ekstrak lebih tinggi dibandingkan dengan sediaan serbuk. Data kadar β-karoten Galohgor dalam bentuk sediaan serbuk dan ekstrak diperlukan untuk menentukan jumlah gram jamu yang harus ditambahkan ke dalam medium untuk menghasilkan konsentrasi akhir yang diinginkan, yaitu 0.5, 1.5, dan 5.0μM. Tabel 7 Kandungan β-karoten dalam galohgor ekstrak dan serbuk No Bentuk Sediaan Galohgor Kandungan β-karoten ppm mg/100g 1. Serbuk 188.43 18.84 2. Ekstrak 213.66 21.37 Medium persediaan (stok) yang telah disentrifus diperlihatkan pada Gambar 17. Proses sentrifus bertujuan untuk memisahkan bagian yang terlarut dan tidak terlarut dalam medium yang mengadung THF (1.25%) dan serum FCS (10%). Penambahan THF dan Serium pada medium stok bertujuan untuk meningkatkan kelarutan β-karoten. Pada Gambar 17, terlihat endapan serbuk dan ekstrak 44 Galohgor yang berwarna kuning kehijauan di bagian bawah medium yang berwarna merah muda (pink). Tabel 8 Nilai osmolalitas medium kontrol dan perlakuan No 1 2 3 4 5 6 7 8. Medium Kontrol Β-karoten murni [5.0 µM] Galohgor Ekstrak [0.5 µM] Galohgor Ekstrak [1.5 µM] Galohgor Ekstrak [5.0 µM] Galohgor Serbuk [0.5 µM] Galohgor Serbuk [5.0 µM] Galohgor Serbuk[10.0 µM] Kode D1 BC D5 D6 D7 D8 D9 D10 Rataan Osmolalitas (mOsm/Kg) 282 392 312 328 379 359 334 354 Gambar 16 Medium persediaan (stok) hasil sentrifus Osmolalitas Medium Kontrol dan Perlakuan Salah satu syarat medium yang baik adalah molaritas atau molalitas larutan tidal melebihi 0.400 mOsm/kg. Hasil pengukuran osmolalitas medium selengkapnya disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan data pada Tabel 8 tersebut, nilai osmolalitas larutan medium kontrol dan perlakuan berada pada batas normal. Pengaruh Galohgor Ekstrak dan Galohgor Serbuk pada Proliferasi Sel Kelenjar Mammae (HC11) Perlakuan sediaan Galohgor ekstrak pada konsentrasi tinggi dengan kandungan setara β-karoten murni 5µM secara signifikan menekan proliferasi dan viabilitas sel kelenjar mammae HC11. Namun, pada konsentrasi yang lebih rendah tidak berbeda secara signifikan. Sementara itu, untuk perlakuan dengan 45 sediaan Galohgor serbuk pada konsentrasi semua konsentrasi perlakuan tidak berbeda dibandingkan dengan kontrol (Gambar 18). Gambar 17 Pengaruh Galohgor Ekstrak (GE) dan Galohgor Serbuk (GS) pada konsentrasi yang berbeda dibandingkan dengan Kontrol dan Triton X-144 pada Proliferasi Sel Kelenjar Mammae (HC11). Pengaruh Sediaan Galohgor Serbuk dan Ekstrak pada Diferensiasi sel Kelenjar Mammae HC11 HC11 cell line adalah sel kelenjar mammae yang mampu melakukan proses laktogenesis seperti pada kondisi in vivo. HC11 cell line mampu mengekpresikan protein susu (β-kasein) sebagai respons terhadap hormon prolaktin dan glukokortikoid (Ball et al, 1988; Hynes 1990 dan Doppler et al. 1989). Gambar 19 menunjukkan morfologi sel HC11 dalam medium diferensiasi yang mendapat perlakuan Ekstrak Galohgor 0.5 µM (A), 1.5 µM (B), 5.0 µM (C), dan Serbuk Galohgor 0.5 µM (D), 1.5 µM (E), 5.0 µM (F). Struktur mammosfer yang berukuran besar terlihat pada Ekstrak Galohgor konsentrasi paling rendah (0.5 µM), sedangkan pada perlakuan serbuk Galohgor dengan konsentrasi paling tinggi 5.0 µM. Pada ketiga perlakuan ekstrak galohgor terlihat globula lemak (milk fat globule = MFG), sedangkan pada perlakuan dengan serbuk galohgor struktur MFG tidak terlihat secara nyata. Nagatami dan Oka (1983) menjelaskan bahwa ekspresi gen kasein merupakan penanda terjadinya sintesis protein kasein susu di sel kelenjar mammae yang disebut laktogenesis. Berdasarkan hasil studi tersebut, kasein juga berfungsi sebagai penanda khusus untuk fungsi sel kelenjar epitel mammae. Selain itu, seperi halnya laktalbumin, kasein merupakan protein yang sangat penting dalam menentukan kualitas air susu. 46 Gambar 18 Perbedaan morfologi sel HC11 yang mengalami diferensiasi ditandai dengan struktur mammosfer (lingkaran) akibat perlakuan Galohgor ekstrak 0.5 µM (A), 1.5 µM (B), 5.0 µM (C), dan Galohgor serbuk 0.5 µM (D), 5.0 µM (E), 10.0 µM (F). Pembahasan Perlakuan β-karoten murni dan galohgor juga menyebabkan perkembangan mammosfer yang baik. Perkembangan mammosfer yang paling baik pada perlakuan β-karoten murni konsentrasi suprafisiologis (5.0 μM). Demikian pula pada Galohgor serbuk, perkembangan mammosfer yang paling baik adalah pada konsentrasi yang setara dengan β-karoten murni suprafisiologis (5.0 μM). Sebaliknya, pada Galohgor ekstrak perkembangan mammosfer sudah terlihat sangat baik pada konsentrasi yang setara dengan βkaroten murni terendah (0.5 μM). Pada konsentrasi yang lebih tinggi, sel kelenjar mammae yang mendapat perlakuan Galohgor ekstrak menunjukkan perkembangan globula lipid susu (milk fat globule = MFG). Hal ini menurut Jager et al. (2008) karakteristik fisiologis sel kelenjar mammae yang telah berdiferensiasi juga ditandai ditandai dengan kemampuan sel tersebut untuk mensintesis lemak susu dan laktosa, selain protein kasein maupun whey protein. Boisgard et al. (2001) menjelaskan bahwa setelah sempurna, kasein yang berbentuk misel akan bergabung dengan molekul lain, seperti laktoferin, αlaktalbumin, immunoglobulin, dan protein-whey dalam bentuk vasikula sekretorik (secretory vesicle). Selanjutnya menurut Borellini dan Oka (1989) dan Neville (2009) proses penumpukan vasikula yang menyimpan sejumlah besar kasein dan tumpukan butiran lemak akan berkumpul di bagian tepi membrane sel dan akan dikeluarkan dari sel secara eksositosis. Pada sel HC11 yang mendapat perlakuan Galohgor ektrak dengan kandungan β-karoten setara dengan 1.5 dan 5.0 μM β-karoten murni, 47 menunjukkan penumpukkan vasikula dan butiran lemak di luar sel. Hal ini diduga sebagian sel telah mengalami involusi. Borellini dan Oka (1989) mengemukakan bahwa secara alamiah sel kelenjar mammae juga mengalami involusi. Proses involusi pada tingkat selular diawali dengan penumpukan vakuola yang menyimpan sejumlah besar kasein dan tumpukan butiran lemak. Penumpukan tersebut dapat menyebabkan tekanan pada mitokondria dan lisosom yang menyebabkan terlepasnya berbagai enzim hidrolitik ke sitoplasma. Proses autofagi ini menyebabkan sel mengalami deplesi dan lisis. Sisa-sisa hasil autofagi ini akan dihancurkan oleh makrofag yang terdapat dalam jumlah yang sangat banyak di kelenjar mammae. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan galohgor ekstrak lebih efektif dibandingkan dengan β-karoten murni dalam mempengaruhi diferensiasi sel kelenjar mammae yang ditandai dengan perkembangan mammosfer. Efektivitas pemberian galohgor serbuk setara dengan β-karoten murni pada konsentrasi suprafisiologis (5.0 μM). Hal ini diduga kandungan senyawa aktif lain yang terdapat dalam galohgor ekstrak juga berpengaruh pada diferensiasi kelenjar mammae. Mekanisme efek β-karoten pada diferensiasi kelenjar mammae diperantarai oleh perkembangan gap junction yang disusun oleh protein koneksin. Protein ini dikode oleh gen koneksin, di antaranya adalah Cx43. Talhouk et al. (2005), Cruciani dan Mikalsen (2006), dan Gropper et al. (2009) menjelaskan bahwa gap junction berfungsi untuk menghubungkan atau membangun koneksi atau komunikasi antara sel-sel yang bertetangga. Struktur gap junction ini juga berperan penting dalam mengatur proses metabolism, pertumbuhan, dan proses fisiologis sel kelenjar mammae. Hasil penelitian ini menunjukkan semua sel kelenjar mammae HC11 yang juga mengekspresikan gen kasein dan mengalami diferensiasi yang ditandai dengan perkembangan mammosfer. Simpulan Galohgor serbuk tidak menekan proliferasi sel kelenjar mammae (HC11). Namun Galohgor ekstrak konsentrasi tinggi setara dengan 5μM β-karoten murni dapat menekan proliferasi sel kelenjar mammae (HC11) secara signifikan (p<0.05) . Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak mempengaruhi diferensiasi sel kelenjar mammae yang ditandai dengan perkembangan struktur mammosfer. Galohgor ekstrak lebih efektif dibandingkan dengan β-karoten murni dan galohgor serbuk dalam mempengaruhi diferensiasi sel. Efektivitas Galohgor serbuk setara dengan efektivitas β-karoten murni pada konsentrasi suprafisiologis (5.0 μM). 48 8 PEMBAHASAN UMUM Pengaruh β-karoten, Galohgor serbuk, dan Galohgor ekstrak pada proses proliferasi sel epitel usus (CMT-93) dan kelenjar mammae (HC11) Proliferasi sel adalah proses pertambahan jumlah sel yang disebabkan oleh pembelahan dan pertumbuhan sel. Proses proliferasi merupakan suatu proses yang penting dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan serta mengganti sel yang mati atau rusak. Tingkat proliferasi dan metabolisme berbeda pada sel yang berbeda jenisnya. Pada sel epitel usus (CMT-93) yang mendapat perlakuan β-karoten atau Galohgor ekstrak pada konsentrasi tinggi [5.0 μM], proliferasi sel secara signifikan (p<0.05) lebih rendah dibandingkan kontrol. Namun tidak demikian dengan Galohgor serbuk (GS) pada konsentrasi yang sama. Hal ini karena kelarutan β-karoten pada Galohgor ekstrak (GE) lebih tinggi dibandingkan Galohgor serbuk (GS). Hasil ini selaras dengan penelitian Sheu et al. (2008) yang menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol dari Dunaliella salina yang merupakan sumber βkaroten dapat menurunkan proliferasi. Demikian pula hasil penelitian Wojcik et al. (2008) yang menunjukkan β-karoten menghambat proliferasi sel oval dari paru-paru. Namun, berbeda dari pengaruhnya pada sel epitel usus (CMT-93), βkaroten murni dan Galohgor serbuk tidak menekan proliferasi dan viabilitas sel kelenjar mammae (HC11). Hal ini diduga karena pengaruh β-karoten dapat ditekan oleh adanya faktor pertumbuhan epidermal (epidermal growth factor= EGF). EGF perlu diberikan ke dalam media kultur sel karena dibutuhkan untuk pertumbuhan normal sel HC11. Hal ini sesuai dengan Pena dan Rosenfeld (2001) yang mengemukakan bahwa EGF menginduksi proliferasi sel-sel kelenjar mammae in vivo. Sementara itu, Galohgor ekstrak konsentrasi tinggi yang setara dengan 5μM β-karoten murni dapat menekan proliferasi dan viabilitas sel kelenjar mammae (HC11) secara signifikan (p<0.05). Hasil ini konsisten dengan pengaruh Galohgor ekstrak konsentrasi tinggi yang juga secara nyata menekan proliferasi sel CMT-93). Hal ini diduga karena pada Galohgor ekstrak dengan konsentrasi tinggi setara 5μM β-karoten murni juga mengandung senyawa-senyawa yang mudah larut dalam pelarut nonpolar. Senyawa-senyawa ini dalam jumlah yang banyak dapat bersifat toksik. Penambahan EGF tidak dapat mengurangi efek toksik dari senyawa nonpolar tersebut dalam menekan proliferasi. Proses proliferasi dan diferensiasi sel menjadi penentu proses pertumbuhan dan perkembangan kelenjar mammae (Capuco et al. 2003). Tingkat proliferasi dan diferensiasi yang normal dan seimbang perlu dipertahankan di kelenjar mammae agar keberlangsungan produksi air susu dapat dipertahankan selama periode laktasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Boutinaud et al. (2004) yang menyatakan bahwa jumlah dan aktivitas sel epitel kelenjar mammae menentukan produksi air susu. Aktivitas sel ditentukan oleh proses diferensiasi, sedangkan jumlah sel ditentukan oleh proliferasi sel epitel kelenjar mammae. 49 Ekspresi Gen Aldehyde Dehydrogenase (Alhd1a2): Respons Sel Epitel Usus (CMT-93) terhadap Induksi β-Karoten, Galohgor Serbuk, dan Galohgor Ekstrak Perlakuan β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen aldehyde dehydrogenase (Aldh1a2) dan mempengaruhi morfologi sel epitel intestinal (CMT 93 cell lines). Jackson et al. (2011) dan Duester (2000) mengungkapkan bahwa enzim aldehyde dehydrogenase adalah salah satu dari serangkaian enzim ALDH yang memainkan peran penting dalam metabolisme β-karoten. ALDH akan mengkatalisis oksidasi retinal menjadi asam retinoat. Dalam penelitian ini digunakan β-karoten sintesis dengan kemurnian yang tinggi (99%) sehingga diharapkan memiliki kemiripan sifat dan struktur sebagaimana halnya β-karoten yang terdapat secara alamiah dalam bahan pangan. Berdasarkan Grune et al. (2010), tidak ada perbedaan sifat antara β-karoten alami atau sintesis. Penggunaan β-karoten sintesis dengan sumber yang sama (Sigma) yang tinggi kemurniannya digunakan pula dalam penelitian Mc Devitt et al. (2005). Selain itu, menurut Stahl et al. (1997) senyawa sintetis kelompok karotenoid juga memiliki aktivitas yang mirip dengan β-karoten dalam mempengaruhi perkembangan gap junction. Galohgor serbuk (GS) dan Galohgor ekstrak (GE) juga dapat meningkatkan ekspresi gen aldehyde dehydrogenase (Aldh1a2) dan mempengaruhi morfologi sel epitel intestinal (CMT 93 cell lines). Pengaruh Galohgor ekstrak (GE) relatif lebih kuat dibandingkan Galohgor serbuk (GS). Hal ini karena kelarutan β-karoten pada Galohgor ekstrak (GE) lebih tinggi dibandingkan Galohgor serbuk (GS). Gen Aldh1a2 adalah salah satu dari kelompok gen ALDH. Gen-gen ALDH mengkode enzim yang sangat penting untuk proses fisiologis dan detoksifikasi senyawa aldehid eksogen dan endogen, termasuk obat-obatan maupun polutan yang berasal dari luar tubuh (Vasiliou dan Nebert 2005). Lebih lanjut Jackson et al. (2011) dan Duester (2000) berpendapat bahwa enzim β-karoten-15,15-dioxygenase mengkonversi β-karoten menjadi retinal, selanjutnya ALDH mengkatalisis proses oksidasi retinal menjadi asam retinoat. Asam 9-cis-retinoic memiliki fungsi sebagai ligan untuk reseptor asam retinoat RAR di inti sel yang mengatur ekspresi gen. Pada kondisi in vivo, transpor β-karoten diawali dengan proses penyerapan di usus halus. β-karoten yang tidak dimetabolisme di sel usus akan ditransportasikan dalam plasma darah dengan bantuan low density lipoprotein (LDL). Selanjutnya β-karoten yang terikat pada LDL (LDL-β-karoten) akan diserap oleh sel-sel tubuh manusia untuk diubah menjadi retinoid (retinol, retinaldehid, atau asam retinoat. Retinoid yang berada di dalam sel akan diikat oleh molekul trasporter intrasel yang spesifik, yaitu cellular retinol binding protein (CRBP) (Ross 1993). Mekanisme lanjut di tingkat seluler tubuh adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Jackson et al. (2011) dan Duester (2000) dimana β-karoten dikonversi menjadi retinal, selanjutnya ALDH mengkatalisis proses oksidasi retinal menjadi asam retinoat. Hal ini diperkuat oleh Bhatti et al. 2003 yang mengungkapkan bahwa aktivitas konversi β-karoten menjadi retinoid juga terjadi 50 di ginjal, paru-paru, dan jaringan adipose, meskipun tentu saja yang terbanyak dilaporkan adalah pada lapisan mukosa usus halus. Pengaruh Pemberian Β-Karoten pada Ekspresi Gen Koneksin (Cx43) dan ΒCasein (Csn2) pada Sel Kelenjar Mammae. Hasil penelitian ini menunjukkan β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen β-kasein (Csn2) yang penting untuk sintesis protein susu. Mekanisme peningkatan ekspresi gen Csn2 ini selaras dengan peningkatan ekspresi gen koneksin 43 (Cx43) pada sel kelenjar mammae (HC11) yang diinduksi dengan hormon-hormon laktogenesis. Cx43 adalah salah satu gen yang mengatur sintesis koneksin 43 yang merupakan salah satu jenis protein yang menyusun struktur gap junction. Gap junction adalah struktur sel yang berfungsi untuk menghubungkan atau membangun koneksi atau komunikasi antara sel-sel yang bertetangga (Zhang et al.1992, Gropper et al. 2009; Cruciani dan Mikalsen 2006). Pada galur sel 10T1/2 pemberian β-karoten pada kadar 5 µM dalam medium kultur sel paru-paru dapat meningkatkan perkembangan gap junction intercellular communication (GJIC) dan sintesis koneksin 43 (Yeh dan Hu 2003). Penelitian ini memperkuat pendapat Stahl et al. (1997) yang menyatakan bahwa fungsi β-karoten terkait dengan sintesis koneksin dan perkembangan gap junction. Fungsi gap junction adalah sebagai struktur yang penting dalam meningkatkan komunikasi antarsel yang bertetangga. Fungsi inilah yang dapat menjelaskan peranan β-karoten dalam pencegahan kanker. Komunikasi yang baik antarsel yang bertetangga (GJIC) menyebabkan peningkatan kemampuan sel untuk mencegah berkembangnya sel-sel asing dengan pertumbuhan yang tidak terkendali. Mekanisme peranan β-karoten dalam meningkatkan ekpresi gen Cx43 pada sel kelenjar mammae (HC11) didasarkan pada Grune et al. (2008). Menurut pendapat mereka, pada kelenjar mammae juga dihasilkan enzim β-karoten 15-15monooksigenase. Selanjutnya menurut Bhatti et al. (2003), enzim β-karoten 1515-monooksigenase inilah yang akan mengkonversi β-karoten menjadi asam retinoat. β-karoten 15-15-monooksigenase dapat memotong molekul β-karoten menjadi molekul trans-retinal, selanjutnya menjadi trans retinol, trans-retinil ester, atau trans-asam retinoat. Mekanisme selanjutnya mengacu pada pendapat Bertram (1999) yang mengemukakan bahwa asam retinoat yang berperan sebagai ligan akan terikat pada pada reseptornya yang disebut retinoids acid receptor = RAR. Reseptor asam retinoat (RAR) ditemukan pada inti sel (nukleus). Ikatan antara asam retinoat dengan RAR inilah yang menyebabkan peningkatan ekspresi gen Cx43. Hasil ini juga memperkuat penelitian Haddad et al. (2013) yang mengungkapkan bahwa β-karoten terlibat dalam pengaturan ekspresi gen Cx43. Talhouk et al. (2005) menjelaskan bahwa ekspresi gen Cx43 penting untuk sintesis protein koneksin yang menyusun struktur gap junction pada sel epitel kelenjar mammae. Gap junction inilah yang selanjutnya mempengaruhi metabolisme, pertumbuhan, dan proses fisiologis sel kelenjar mammae (Talhouk et al. 2005; Gropper et al. 2009; Cruciani dan Mikalsen 2006). Selain itu menurut Locke et al. 51 (2007), protein koneksin yang menyusun gap junction berguna dalam proses inisiasi dan mempertahankan perkembangan sel-sel alveoli pada kelenjar mammae serta membantu difusi prolaktin. Prolaktin adalah hormon utama laktogenesis yang bersama-sama dengan hidrokortison dan insulin mengatur diferensiasi kelenjar mammae dan produksi kesein. Kasein adalah protein utama dalam air susu. Kasein terdapat dalam jumlah berlimpah di kelenjar mammae selama laktasi (Lemay et al. 2007; Boisgard et al. 2001). Sintesis kasein pada sel kelenjar mammae dapat distimulasi secara sinergis oleh prolaktin, insulin, dan glukokortikoid (Borellini dan Oka 1989). Sintesis kasein memerlukan ekspresi gen kasein yang merupakan gen spesifik yang berfungsi mengatur proliferasi dan diferensiasi pada sel epitel mammae. Hasil penelitian Hu et al. (2009) menunjukkan bahwa pada sel epitel mammae yang mampu mensintesis protein kasein juga diekspresikan gen β-kasein (Csn2). Gen kasein yang merupakan gen yang paling banyak diekspresikan pada masa laktasi (Maningat et al. 2009). Ekspresi gen kasein, diawali dengan proses transkripsi di inti sel dan translasi mRNA di ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma kasar. Kasein terdapat dalam jumlah berlimpah di kelenjar mammae selama laktasi (Lemay et al. 2007; Boisgard et al. 2001). Selain protein kasein, sel epitel mammae pada masa laktasi juga menghasilkan globula lemak (milk fat globule = MFG) (Aoki 2006, Jager et al. 2008). Hal ini antara lain karena gen kasein juga berperan dalam pengaturan sintesis enzim pada proses glikolisis, pentose phosphate shunt, glukoneogenesis, siklus asam sitrat, degradasi, dan sintesis asam lemak, trigliserida dan kolesterol (Maningat et al. 2009). Mekanisme efek β-karoten dalam Galohgor serbuk dan Galohgor ekstrak pada diferensiasi sel kelenjar mammae (HC11) dengan penanda mammosfer Struktur mammosfer dapat digunakan sebagai penanda spesifik untuk menunjukkan diferensiasi sel kelenjar mammae. Hal ini karena sel-sel kelenjar mammae (HC11) dengan struktur mammosfer yang berkembang dengan baik juga menunjukkan ekspresi gen Csn2 yang lebih baik. Perlakuan β-karoten murni dan galohgor juga menyebabkan perkembangan mammosfer yang baik. Perkembangan mammosfer yang paling baik pada perlakuan β-karoten murni konsentrasi suprafisiologis (5.0 μM). Demikian pula pada Galohgor serbuk, perkembangan mammosfer yang paling baik adalah pada konsentrasi yang lebih tinggi setara dengan dua kali konsentrasi β-karoten murni yaitu 10.0 μM. Sebaliknya, pada Galohgor ekstrak perkembangan mammosfer sudah terlihat sangat baik pada konsentrasi yang setara dengan β-karoten murni terendah (0.5 μM). Pada konsentrasi yang lebih tinggi, sel kelenjar mammae yang mendapat perlakuan Galohgor ekstrak menunjukkan perkembangan globula lipid susu (milk fat globule = MFG). Hal ini menurut Jager et al. (2008) karakteristik fisiologis sel kelenjar mammae yang telah berdiferensiasi juga ditandai dengan kemampuan sel tersebut untuk mensintesis lemak susu dan laktosa, selain protein kasein maupun whey protein. 52 Boisgard et al. (2001) menjelaskan bahwa setelah proses sintesis kasein sempurna akan bergabung dengan molekul lain, seperti laktoferin, α-lactalbumin, immunoglobulin, dan protein-whey dalam bentuk vasikula sekretorik (secretory vesicle). Selanjutnya menurut Borellini dan Oka (1989) dan Neville (2009), proses penumpukan vasikula yang menyimpan sejumlah besar kasein dan tumpukan butiran lemak yang berbentuk misel akan berkumpul di bagian tepi membran sel dan akan dikeluarkan dari sel secara eksositosis. Pada sel HC11 yang mendapat perlakuan Galohgor ektrak dengan kandungan β-karoten setara dengan 1.5 dan 5.0 μM β-karoten murni, menunjukkan penumpukkan vasikula dan butiran lemak di luar sel. Hal ini di diduga sebagian sel telah mengalami involusi. Borellini dan Oka (1989) mengemukakan bahwa secara alamiah sel kelenjar mammae juga mengalami involusi. Proses involusi pada tingkat selular diawali dengan penumpukan vakuola yang menyimpan sejumlah besar kasein dan tumpukan butiran lemak. Penumpukan tersebut dapat menyebabkan tekanan pada mitokondria dan lisosom yang menyebabkan terlepasnya berbagai enzim hidrolitik ke sitoplasma. Proses autofagi ini menyebabkan sel mengalami deplesi dan lisis. Sisa-sisa hasil autofagi ini akan dihancurkan oleh makrofag yang terdapat dalam jumlah yang sangat banyak di kelenjar mammae. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan galohgor ekstrak lebih efektif dibandingkan dengan β-karoten murni maupun Galohgor serbuk (GS) dalam mempengaruhi diferensiasi sel kelenjar mammae yang ditandai dengan perkembangan mammosfer. Hal ini antara lain disebabkan oleh kelarutan β-karoten dalam GE lebih tinggi dibandingkan GS. Selain itu, jika dibandingkan β-karoten murni, GE juga lebih efektif dalam mendukung perkembangan mammosfer yang terkait dengan diferensiasi sel karena GE mengandung zat gizi dan senyawa aktif lain. Sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian Pajar et al. (2008) dan Pratiwi (2010), Galohgor mengadung karbohidrat, lemak dan protein yang penting untuk sintesa air susu. Selain itu, Galohgor juga mengandung berbagai jenis fitokimia, yang berasal dari bahan bakunya, berupa 56 jenis tanaman berkhasiat obat. Secara khusus penelitian ini telah mengungkap mekanisme efek β-karoten dalam nutrasetikal galohgor pada diferensiasi kelenjar mammae. Peran β-karoten tersebut ditunjukkan oleh ekspresi gen koneksin (Cx43) yang merupakan salah satu jenis gen yang mengkode protein koneksin penyusun struktur gap junction. Talhouk et al. (2005), Cruciani dan Mikalsen (2006), dan Gropper et al. (2009) menjelaskan bahwa gap junction berfungsi untuk menghubungkan atau membangun koneksi atau komunikasi antara sel-sel yang bertetangga. Struktur gap junction ini juga berperan penting dalam mengatur proses metabolisme, pertumbuhan, dan proses fisiologis sel kelenjar mammae. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Cx43 diekspresikan oleh semua sel kelenjar mammae HC11 yang juga mengekspresikan gen Csn2 dan mengalami diferensiasi yang ditandai dengan perkembangan mammosfer. Pita mRNA dari gen koneksin (Cx43) pada sel HC11 yang diberi perlakuan β-karoten terlihat lebih tebal dan lebih terang dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini membuktikan bahwa β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen Cx43 dan Csn2. Menurut Haddad et al. ( 2013), β-karoten terlibat dalam pengaturan ekspresi gen Cx43. 53 Monaghan dan Moss (1996) menjelaskan bahwa sel-sel kelenjar mammae manusia yang normal mampu mengekspresikan Cx43. Sementara itu, secara in vitro, selain mengekspresikan Cx43, sel-sel kelenjar mammae manusia dapat mengekspresikan koneksin26 (Cx26). Talhouk et al. (2005) membuktikan bahwa koneksin adalah protein yang menyusun struktur gap junction pada sel epitel kelenjar mammae. Selanjutnya, menurut O'Day (2010) , Cx43 merupakan protein penting selama laktogenesis, terutama untuk produksi air susu dan mencegah kanker payudara. Implikasi dan Keterbatasan Hasil Penelitian Penelitian ini telah menunjukkan bahwa β-karoten memberikan peranan penting dalam proses laktogenesis. Berdasarkan hasil tersebut, maka implikasi dari hasil penelitian ini antara lain adalah pentingnya β-karoten untuk peningkatan produksi ASI. β-karoten dapat diperoleh dari sayuran berwarna hijau tua atau buah yang berwarna jingga serta laktagogum, dan nutrasetikal diantaranya Nutrasetikal Galohgor. Efektivitas GE yang digambarkan dengan perkembangan mammosfer menunjukkan sepuluh kali lipat lebih efektif dibandingkan dengan β-karoten murni. Hal ini sebagaimana dijelaskan sebelumnya antara lain hal ini karena kandungan zat gizi dan senyawa aktif lain yang terdapat dalam Nutrasetikal Galohgor. Pengobatan dengan tanaman yang berkhasiat, termasuk Nutrasetikal Galohgor didasarkan pada konsep totalitas. Hal ini menurut Sirait (1993) karena khasiat yang diperoleh dari tanaman bersifat gabungan yang tidak hanya ditujukan pada satu bagian tubuh saja, namun melibatkan juga berberbagai organ dan sistem tubuh lainnya. Implikasi dari efektivitas GE yang lebih tinggi 20 kali lipat dibandingkan GS akan sangat bermanfaat bagi pengembangan sediaan galohgor. Berdasarkan studi in vivo pada hewan coba, dosis GS yang menunjukkan efek laktogenik dan aman untuk dikonsumsi selama masa nifas (40 hari) adalah 0,370 g/KgBB per hari, atau setara dengan 20g/orang per hari. Jika menggunakan GE maka dosis dapat diturunkan menjadi 1 g/orang per hari. Selain itu dapat pula dikembangkan menjadi produk turunan lainnya seperti minuman berkhasiat Madu-Galohgor. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa GE dengan konsentrasi tinggi (5.0μM) bersifat menekan proliferasi sel kelenjar mammae. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi ≥5.0μM dapat menurunkan viabilitas sel atau cenderung bersifat toksik. Sehingga perlu dilakukan uji toksisitas dan efektivitas secara in vivo. Penelitian ini juga telah membuktikan salah satu mekanisme dari pengaruh Nutrasetikal Galohgor adalah peran β-karoten yang dapat meningkatkan ekspresi gen koneksin dan β-kasein disertai dengan perkembangan mammosfer. Namun dalam penelitian ini, peranan dari berbagai jenis zat gizi dan senyawa aktif lain yang terdapat di dalam Nutrasetikal belum diungkap lebih jauh. Ini merupakan keterbatasan dari penelitian dan menjadi saran untuk dilakukan dalam penelitian lanjutan. Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah ekspresi gen dianalisis secara kualitatif dan belum dilakukan analisis protein susu hasil ekspresi gen dan. 54 9 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan β-karoten dan Galohgor ekstrak pada konsentrasi tinggi [5.0μM] dapat menekan proliferasi sel epitel usus (CMT-93) secara signifikan (p<0.05). Namun, Galohgor serbuk (GS) tidak mempengaruhi proliferasi sel epitel usus (CMT-93). β-karoten, Galohgor ekstrak dan Galohgor serbuk dapat meningkatkan ekspresi gen aldehyde dehydrogenase (Aldh1a2) dan mempengaruhi morfologi sel epitel usus (CMT-93). Galohgor ekstrak (GE) tampak lebih kuat dalam meningkatkan ekspresi gen Aldh1a2 dibandingkan Galohgor serbuk (GS). Proliferasi sel kelenjar mammae tidak dipengaruhi ole β-karoten maupun Galohgor serbuk. Hal ini menunjukkan hingga konsentrasi 5.0μM, β-karoten relatif aman bagi kelenjar mammae. Namun berbeda halnya Galohgor ekstrak yang pada konsentrasi suprafisiologis [5.0μM] dapat menekan proliferasi sel kelenjar mammae secara signifikan (p<0.05). β-karoten dapat meningkatkan ekspresi gen β-kasein (Csn2) yang penting untuk sintesis protein susu. Mekanisme peningkatan ekspresi gen Csn2 ini selaras dengan peningkatan ekspresi gen koneksin 43 (CX43) pada sel kelenjar mammae (HC11) yang diinduksi dengan hormon-hormon laktogenesis. Perkembangan struktur mammosfer pada sel-sel kelenjar mammae (HC11) sinergis dengan ekspresi gen pengatur sintesis protein susu β-kasein (Csn2) sehingga struktur mammosfer dapat digunakan sebagai penanda spesifik untuk menunjukkan diferensiasi sel kelenjar mammae dan produksi kasein susu. Galohgor ekstrak menunjukkan efek yang lebih kuat dibandingkan dengan β-karoten murni dan Galohgor serbuk dalam mempengaruhi diferensiasi sel kelenjar mammae dan perkembangan mammosfer. Saran Sel galur CMT-93 dan HC11 masing-masing dapat digunakan untuk menguji efek β-karoten pada proses fisiologis, termasuk proliferasi, viabilitas, dan ekspresi gen di sel usus dan sel mammae. Selanjutnya, sel dan metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat diaplikasi untuk menganalisis efek β-karoten yang berasal dari berbagai sumber baik pangan maupun tanaman obat terhadap proses fisiologis di sel usus dan sel mammae. Perlu dilakukan analisis yang membedakan pengaruh berbagai dosis perlakuan β-karoten pada ekspresi gen Aldh1a2, koneksin 43 (Cx43), dan βkasein (Csn2) antara lain dengan analisis quantitatif RT-PCR. Pengujian produksi protein hasil ekspresi gen dapat dilakukan dengan metode immunohistokimia atau ELISA. 55 10 DAFTAR PUSTAKA [AAP] American Association of Pediatrics. 2005. Breast feeding and the use of human milk. Pediatrics. 115:496–506. doi: 10.1542/peds.2004-249. Allen LH. 2001. Pregnancy and lactation. Di dalam: Bowman BA dan Russel, editor. Present Knowledge in Nutrition Eight Edition. Washington DC: ILSI Pr. Aoki N. 2006. Regulation and functional relevance of milk fat globules and their components in the mammary gland. Biosci Biotech Biochem. 70(9):2019–2027. doi:http://dx.doi.org/10.1271/bbb.60142 Baldi A, Cheli F, Pinotti L, Pecorini C. 2008. Nutrition in mammary gland health and lactation: Advances over eight biology of lactation in farm animals meetings. J Anim Sci. 86:3-9. doi: 10.2527/jas.2007-0286. Ball RK, Friis RR, Schonenberger CA, Doppler W, Groner B. 1988. Prolactin regulation of B-casein gene expression and of a cytosolic 120-kd protein in a cloned mouse mammary epithelial cell line. EMBO J. [Internet] [diunduh 2010 Nopember 20]; 7:2089-2095. Bao W, Ma A, Mao L, Lai J, Xiao M, Sun G, Ouyang Y, Wu S, Yang W, Wang N, et al. 2010. Diet and lifestyle interventions in postpartum women in China: study design and rationale of a multicenter randomized controlled trial. BMC Public Health. 10:103 doi:10.1186/1471-2458-10-103. Bertram JS. 1999. Carotenoids and gene regulation. Nutr Rev. [Internet] [diunduh 2011 Juni 24]; 57(6):182-191. Bhatti R, Yu S, Boulanger A, Fariss RN, Guo Y, Bernstein SL, Gentleman S, Redmond MT. 2003. Expression of beta carotene 15,15monooxygenase in retina and rpe-choroid. IOVS 44(1): 44-49. doi:10.1167/iovs.02-0167. Boutinau M, Guinard-Flament J, Jammes H. 2004. The number and activity of mammary epithelial cells, determining factors for milk production. Reprod Nutr Dev. 44 (2004) 499–508. doi: 10.1051/rnd:2004054 Boesch-Saadatmandi C, Rimbach G, Jungblut A, Frank J. 2011. Comparison of tetrahydrofuran, fecal calf serum and Tween 40 for delivery astaxantin and canthaxantin to HepG2 cells. Cytotech. 63:89-97. Boisgard R, Chanat E, Lavialle F, Pauloin A, Ollivier-Bousquet M. 2001. Roads taken by milk proteins in mammary epithelial cells. Livestock Prod Sci. [Internet] [diunduh 2011April24]; 70:49–61. tersedia pada: www.elsevier.com/ locate/livprodsci . Borellini F, Oka T, 1989. Growth control and differentiation on mammary epithelial cells. Env Health Persptv. [Internet] [diunduh 2010 Oktober 22]; 80: 85-89. Cao R, Peng W, Wang Z, Xu A. 2007. β-Carboline Alkaloids: Biochemical and Pharmacological Functions. Cur Med Chemistry. [Internet] [diunduh 2013 Nopember 21]; 14:479-500. Capuco AV, Kahl S, Jack LJW, Bishop JO, Wallace H. 1999. Prolactin and growth hormone stimulation of lactation in mice requires thyroid hormones. Proc Soc Exp Biol Med. [Internet] [diunduh 2011 Agustus 19]; 221:345–351. tersedia di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10460696. [abstrak] 56 _______, Ellis SE, Hale SA, Long E, Erdman RA, Zhao X, Paape MJ. 2003. Lactation persistency: insights from mammary cell proliferation studies. J Anim Sci. [Internet] [diunduh 2010 Maret 23]; 81 (Suppl 3):18–31. Proquest Agriculture Journals Pg. 182 . _______, Connor EE, Wood DL. 2008. Regulation of Mammary Gland Sensitivity to Thyroid Hormones During the Transition from Pregnancy to Lactation. Exp Biol Med 233:1309–1314. doi:10.1016/j.physletb.2003.10.071. Champagne CD, Houser DS, Crocker DE. 2006. Glucose metabolism during lactation in a fasting animal, the northern elephant seal. Am. J. Physiol. Regul. Integr. Comp. Physiol. 291: R1129 -R1137. doi: 10.1152/ajpregu.00570.2005. Chou PY, Huang GJ, Cheng HC, Wu CH, Chien YC, Chen JS, Huang MH, Hsu KJ, Sheu MJ. 2010. Analgesic and anti-inflammatory activities of an ethanol extract of dunaliella salina teod. (chlorophyceae). J Food Biochem. doi: 10.1111/j.1745-4514.2010.00389.x Clevenger CV, Rycyzyn MA. 2002. Translocation and Action of Polypeptide Hormones within the Nucleus Relevance to Lactogenic Transduction. Di dalam: Mol JA, Clegg RA, editor. Biology of The Mammary Gland. New York, Boston, Dordrecht, London, Moscow: Kluwer Academic Publishers. [Internet]. tersedia di http://www.kluweronline.com. Craft NE and Soares JH. 1992. Relative solubility, and absorptivity of Lutein and β-carotene in organic solvent. J Agric Food Chem 40:431-434. Cruciani V, Mikalsen SO. 2006. The vertebrate connexin family. Cell Mol Life Sci. 63:1125–1140. doi: 10.1007/s00018-005-5571. Dahlianti R, Nasoetion A, Roosita K. 2005. Keragaan perawatan kesehatan masa nifas, pola konsumsi jamu tradisional, dan pengaruhnya pada ibu nifas di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Bogor). Media Gizi dan Keluarga. 29(2): 32-37. Damanik R, Wahlqvist ML, Wattanapenpaiboon N. 2006. Lactagogue effects of Torbangun, a Bataknese traditional cuisine. APJCN. [Internet] [diunduh 2013 Nopember 21]; 15(2):267-274. tersedia di http://www.ncbi.nlm. nih.gov/ pubmed/16672214. Danielson KG, Oborn CJ, Durban EM, Butel JS, Medina D. 1984. Epithelial mouse mammary cell line exhibiting normal morphogenesis in vivo and functional differentiation in vitro. Proc Natl Acad Sci USA. [Internet] [diunduh 8 Nopember2010]; 81:3756–3760. Djoko S. 2006. Gizi seimbang untuk ibu menyusui. Soekirman, Susanna H, Giarno MH, Lestari Y, editor. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia. Gramedia, Jakarta. Donaldson MS. 2011. A Carotenoid health index based on plasma carotenoids and health outcomes. review. Nutr. 3:1003-1022. doi:10.3390/ nu3121003. Doppler W, Groner B, Ball R. 1989. Prolactin and glucocorticoid hormones synergistically induce expression of transfected rat b-casein gene promoter constructs in a mammary epithelial cell line. Proc Natl Acad Sci USA. [Internet] [diunduh 10 Nopember 2010]; 86:104–108. Duester G. 2000. Families of retinoid dehydrogenases regulating vitamin A function production of visual pigment and retinoic acid. Eur J Biochem. 267:4315- 4324. doi: 10.1046/j.1432-1327.2000.01497.x 57 Elliot R. 2005. Mechanisms of genomic and non-genomic actions of carotenoids (Review). Bioch Biophysica Acta (BBA). [Internet] [diunduh 2012 Maret 23]; 740: 147– 154 . tersedia di http://www.elsevier.com/locate/bba. Gilman AG, Goodman LS, Gilman a. 1980. The Pharmacological Basics of Therapeutics. Sixth Ed. USA: Macmillan. Gropper SS, Smith JL, Groff JL. 2009. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Ed ke-5. Belmont USA: Wadsworth, Cengage Learning. Grune T, Lietz G, Palou A, Ross C, Stahl W, Tang G,Thurnham D,Yin S, Biesalski HK. 2010. B-Carotene is an important vitamin A source for humans. J Nutr. 140: 2268S–2285S. doi: 10.3945/jn.109.119024. Haddad NF, Teodoro AJ, de Oliveira FL,Soares N,de Mattos RM, Hecht F, Dezonne RS, Vairo L, Goldenberg RCS, Gomes FCA, de Carvalho DP, et al. 2013. Lycopene and Beta-Carotene induce growth inhibition and proapoptotic effects on ACTH-secreting pituitary adenoma cells. PLoS One. 8(5): e62773. doi: 10.1371/journal.pone.0062773. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Kosasih Padmawinata, penerjemah. Terbitan Kedua. Bandung: Penerbit ITB. Hennighausen L, Robinson GW. 2005. Information networks in the mammary gland. Nat Rev Mol Cell Biol. 6:715–725. doi:10.1038/nrm1714. Hu H, Wang J, Bu D, Wei H, Zhou L, Zhou L, Li F, Loor J. 2009. In vitro culture and characterization of a mammary epithelial cell line from chinese holstein dairy cow. PLoS ONE 4(11):e7636. doi:10.1371/journal.pone.0007636. Hynes NE, Taverna D, Harwerth IM, Ciardiello F, Solomon DS, Yamamoto T, Groner B. 1990. EGF receptor, but not c-erbB2, activation prevents lactogenic hormone induction of the β-casein gene in mouse mammary epithelial cells. Mol Cell Biol. [Internet] [diunduh 4 Nopember 2010];10: 4027–4034. Jager R, Pappas L, Schorle H. 2008. Lactogenic differentiation of HC11 cells is not accompanied by downregulation of AP-2 transcription factor genes. BMC Research Notes. [Internet] [diunduh 2013Juni3];1:29:1-5. tersedia di http://www.biomedcentral.com/1756-0500/1/29. Jackson B, Brocker C, Thompson DC, Black W,Vasiliou K, Nebert DW, Vasiliou V. 2011. Update on the aldehyde dehydrogenase gene (ALDH) superfamily. Hum Gen. 5 (4):283–303. doi: 10.1186/1479-7364-5-4-283. Kalra EK. 2003. Nutraceutical-Definition and Introduction. AAPS Pharm Sci. 5 (3) Article 25. doi: 10.1208/ps050325 . Kim YK, Wassef L, Chung S, Jiang H, Wyss A, Blanner WS, Quadro L. 2011. β-Carotene and its cleavage enzyme β-carotene-15,15′-oxygenase (CMOI) affect retinoid metabolism in developing tissues. FASEB J. 25:1641-1652. doi: 10.1096/fj.10-175448. Koshy SS, Montrose MH, Sears CL. 1996. Human intestinal epithelial cells swell and demonstrate actin rearrangement in response to the metalloprotease toxin of bacteroides fragilis. Infect and Immun. [Internet] [diunduh 2013 Juni 3]; 64(12): 5022–5028. tersedia di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC174483/pdf/645022.pdf Lemay DG, Neville MC, Rudolph MC, Pollard KS, German JB. 2007. Gene regulatory networks in lactation: identification of global principles using bioinformatics. BMC Systems Biology. 1:56. doi:10.1186/1752-0509-1-56. 58 Lin C-Y, Huang C-S, Hu M-L. 2007. The use of fetal bovine serum as delivery vehicle to improve the uptake and stability of lycopene in cell culture studies. British J Nutr. [Internet] [diunduh 2012Maret24];98: 226–232 Livny O, Kaplan I, Reifen R, Polak-Charcon S, Madar Z, Schwartz B. 2002. Lycopene inhibits proliferation and enhances gap-junction communication of KB-1 human oral tumor cells. J Nutr.132: 3754–3759. Locke D, Jamieson S, Stein T, Liu J, Hodgins MB, Harris AL, Gusterson B. 2007. Nature of Cx30-containing channels in the adult mouse mammary gland. Cell Tissue Res. 328:97–107. doi10.1007/s00441-006-0301-6. Målen H, Pathak S, Søfteland T, de Souza G, Wike HG. 2010. Definition of novel cell envelope associated proteins in Triton X-114 extracts of Mycobacterium tuberculosis H37Rv. BMC Microbiol. 10:132. doi:10.1186/ 1471-2180-10-132. McDevitt TM, Tchao R, Harrison EH, Morel DW. 2005. Carotenoids normally present in serum inhibit proliferation and induce differentiation of a human monocyte/macrophage cell line (U937). J Nutr. [Internet]. [diunduh 2012 Maret 24]; 135:160–164. tersedia di http://jn.nutrition.org/content/ 135/2/160. full.pdf+html Maningat PD, Sen P, Rijnkels M, Sunehag AL, Hadsell DL, Bray M, Haymond MW. Gene expression in the human mammary epithelium during lactation: the 37:12–22. milk fat globule transcriptome. Physiol Genom. doi:10.1152/physiolgenomics.90341.2008. Monaghan P, Perusinghe N, Carlile G , Evan WH. 1994. Rapid modulation of gap junction expression in mouse mammary gland during pregnancy, lactation, and involution. J Histdem Cytdem. [Internet] [diunduh 2011 Juni 5];42: 931938. Motil, KJ. Thotathuchery M, Montandon CM, Hatcey DL, Boutton TW, Klein PD, Garza C. 1994. Insulin, Cortisol and Thyroid hormones modulate maternal protein status and milk production and composition in humans. JNutr. [Internet] [diunduh 2010 Juli 19];124: 1248-1257. tersedia di jn.nutrition.org. M’Rabet L, Vos AP, Boehm G, Garssen J. 2008. Breast-feeding and its role in earlydevelopment of the immune system in infants: consequences for health later in life. J Nutr. [Internet]. [diunduh 2011 Juni 5];138:1782S–1790S. tersedia di jn.nutrition.org. Nakagami T, Naumi T, Toyomura K, Nakamuara T, Shigesihu T. 1995. Dietary flavonoids as potensial natural biological response modifiers affecting the autoimmune system. J Food Science. 60(4):653-656. Neville MC. 2009. Introduction: Tight junctions and secretory activation in the mammary gland. J Mam Gland Biol Neoplasia. 14:269–270. doi10.1007/s10911-009-9150-8. Ng J.H. dan Tan B. 1998. Analysis of palm oil carotenoids by HPLC with diodearray detection. J Chromat Sci. [Internet] [diunduh 2010Juli19]; 26: 463-469. O Day DH. 2010. Gap junctions and communication in the heart & glands. Lecturer Outline. Toronto University: Missisauga-USA. Pajar, Kusharto CM, Anwar F , Roosita K. 2008. Kandungan Gizi dan Senyawa Aktif Jamu Tradisional Untuk Kesehatan Ibu Melahirkan Dan Menyusui (Produk Jamu Dari Desa Sukajadi Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Abstract and Summary Compilation of Research Result: Landscape Ecological 59 Study on Sustainable Bio-resources Management in Rural Indonesia. Bogor: Bogor Agricultural University (IPB) and The University of Tokyo (UT). Pena KS, and Rosenfeld, JN. 2001. Evaluation and Treatmen of Galactorrhea. Am Fam Physic. [Internet] [diunduh 2011Mei14]; 63: 1763-70. tersedia di www.aafp.org/afp. Permana, Y. 2011. Studi pengaruh Galohgor terhadap kadar β-karoten, iodium, seng dan penyembuhan luka pada tikus (Rattus sp.) [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, IPB. Prakash P, Manfredi TG,Jackson CL, Gerbe LE. 2002. β-Carotene alters the morphology of NCI-H69 small cell lung cancer cells. J Nutr. [Internet]. [diunduh 2013 Juli 19]; 132:121–124. tersedia di jn.nutrition.org. Pratiwi, A. 2010. Bioavailabilitas Mineral secara in vitro dan Kadar Βeta-karoten Jamu Galohgor (Produk Jamu untuk Kesehatan Ibu Nifas dan Menyusui dari Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor). Hasil Penelitian Sarjana Strata 1 Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Redmond TM, Gentleman S, Duncan T, Yu S, Wiggert B, Gantt E, Cunningham FX, Jr. 2001. Identification, expression, and substrate specificity of a mammalian b-Carotene 15,15*-Dioxygenase. JBC. 276 (9): 6560–6565. doi 10.1074/jbc.M009030200. Rillema, James A., Ting Xi Yu, and Sissy M. Jhiang. 2000. Effect of prolactin on sodium iodide symporter expression in mouse mammary gland explants. Am J Physiol Endocrinol Metab. [Internet] [diunduh 2009 Desember 27]; 279: E769–E772. tersedia di ajpendo.physiology.org, Roosita K, Kusharto CM, Kusumorini N, Manalu W. 2003. The effect of traditional herbs medicine “galohgor” on uterus involution and milk production of rats (rattus sp). Di dalam: Biopharmaca Research Center. International Symposium on Biomedicines: Biodiversity on Traditional Biomedicines for Human Health and Welfare. Bogor Agricultural University Bogor Indonesia. 18-19 September 2003. _________, Kusharto CM, Sekiyama M, Fachrurozi Y, Ohtsuka R. 2008a. . Medicinal plants as important bio-resources used for self-treatment of illnesses of rural Sundanese villagers in West Java. Di dalam: JSPS-DGHE core university program in applied Biosciences. Toward Harmonization between Development and Enviroment Conservation in Biological Production. 28-29 February 2008. The University of Tokyo. Japan. ________, Kusharto CM, Sekiyama M, Fachrurozi Y, Ohtsuka R. 2008b. Medicinal Plants Used by the Villagers of a Sundanese Community in West Java, Indonesia. JEP. 115: 72-81. ________, Martopuro RS, Djuwita, Damanik MR, Kusharto CM, Tani F. 2013a. Biological response of epihelial cells line (CMT-93) induced by β-carotene. PJN. 12(7):615-619. ________, Martopuro RS, Djuwita, Damanik MR, Kusharto CM, Damayanti E, Nomura N. 2013b. Novel Findings of β-carotene on proliferation, differentiation, connexin and β-casein gene expression of mammary gland cells line (HC11). MJN (accepted). Ross C. 1993. Cellular metabolism and activation of retinoids: roles of cellular retinoid-binding proteins. Faseb J. [Internet] [diunduh 2011 Oktober 7]; 7:317-327. 60 Ross JS, Harvey PWJ. 2003. Contribution of breastfeeding to vitamin A nutrition of infants: a simulation model. Bulletin of the WHO 2003;81:80-86. Ryon J, Bendickson L, Nilsen-Hamilton M. 2002. High expression in involuting reproductive tissues of uterocalin/24p3, a lipocalin and acute phase protein. Biochem J. [Internet] [diunduh 2011 April 23]; 367: 271- 277. Sa’roni, Sadjimin T, Sja’bani M dan Zulaela. 2004. Effectiveness of the Sauropus Androgynus (L.) Merr Leaf extract in increasing mother’s breast milk production. Med Litbang Kes. [Internet] [diunduh 2011Agustus11]; 3: 2024. tersedia di http://www.litbang.depkes.go.id/media/data/ effectiveness.pdf. Solomon NW. 2001. Vitamin A and carotenoid. Di dalam: Bowman BA and Russel, editor. Present Knowledge in Nutrition. Ed ke-8. Washington DC: ILSI Pr. Shi Y, Su Y, Qing U, Damjanovski S. 1998. Auto-regulation of thyroid hormone receptor genes during metamorphosis: roles in apoptosis and cell proliferation. Int I Dev BioI. [Internet] [diunduh 2011 Juni 9]; 42: 107-116. Sheu MJ, Huang GJ, Wu CH, Chen JS, Chang HY, Chang SJ, Chung JG. 2008. Ethanol extract of dunaliella salina induces cell cycle arrest and apoptosis in A549 human non-small cell lung cancer cells. In Vivo. [Internet] [diunduh 2011 Juni 10]; 22: 369-378. Sirait M. 1993. Fitofarmaka dan implikasinya terhadap pemanfaatan tumbuhan obat. Warta Tum Ind 2(2):5-6. Sretenovic L, Petrovic MM, Aleksic S, Ostojic D, Marinkov G. 2005. Modern Trend in Production of Milk. Biotech An Husb. [Internet] [diunduh 2012 Maret 16]; 21(5-6):22-28. Stahl W, Nicolai S, Briviba K, Hanusch M, Broszeit G, Peters M, Martin HD, Sies H. 1997. Biological activities of natural and synthetic carotenoids: induction of gap junctional communication and singlet oxygen quenching. Carcinogen. [Internet] [diunduh 2011 April 23]; 18 (1): 89–92. Su Y, Shankar K, Simmen RCM. 2009. Early soy exposure via maternal diet regulates rat mammary epithelial differentiation by paracrine signaling from stromal adipocytes. J Nutr. [Internet] [diunduh 2013 Oktober 13]; 139: 945–95. Sumi Y. 2008. Research and Technology Trends of Nutraceuticals. Quart Rev [Internet] [diunduh 2012 Januari 22]; 2 8:10-22. Syamsudin. 2013. Nutrasetikal. Yogyakarta:Graha Ilmu. Talhouk R, Elble RC, Bassam R , Daher M , Sfeir A, Mosleh LA , El-Khoury H, Hamoui S, Pauli BU, El-Sabban ME. 2005. Developmental expression patterns and regulation of connexins in the mouse mammary gland: expression of connexin30 in lactogenesis. Cell Tissue Res [Internet] [diunduh 2011 Juni9]; 319: 49–59. Vasiliou V, Nebert DW. 2005. Analysis and update of the human aldehyde dehydrogenase (ALDH) gene family. Hum Gen. [Internet] [diunduh 2011 Juni 9]; 2 (2):138–143. tersedia di www.jn.nutrition.org. Wicaksono, MA. 2010. Evaluasi Fungsi hati dan ginjal tikus betina (Rattus norvegicus) galur Sprague-Dawley pada pemberian Jamu Galohgor dengan dosis Bertingkat [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, IPB. Wojcik M, Bobowick, Martelli F. 2008. Effect of carotenoid on in vitro proliferation and diffrentiation of oval cells during neoplastic and non- 61 neoplastic liver injuries in rats. J Phys Pharma. [Internet] [diunduh 2011 April 6]; 59 Suppl 2: 202-213. tersedia di www.jpp.krakow.pl. Yao Y, Lu Z, Zhu F, Min H. 2013. Evidence of horisontal gene transfer of tetrahydrofuran monooxigenase: cloning analysis of a gene cluster for tetrahydrofuran degradation in Rhodococcus sp. YYL. AJMR. [Internet] [diunduh 2011 April l6]; 7(18):1809-1818. Yeh SL dan Hu ML. 2003. Oxidized β-carotene inhibits gap junction intercellular communication in the human lung adenocarcinoma cell line A549. Food and Chem Toxic [Internet] [diunduh 2011 Agustus 8]; 41 (2003) 1677– 1684. tersedia di www.elsevier.com/locate/foodchemtox. Yen PM. 2001. Physiological and molecular basis of thyroid hormone action. Physiol Rev [Internet] [diunduh 2011 Juni 4]; 81:1097–1142. tersedia di http://physrev.physiology.org/content/81/3/ 1097.full.pdf . Zhang LZ, Cooney RV, Bertram JS. 1992. Carotenoids up-regulate connexin43 gene expression independent of their provitamin a or antioxidant propertie. Can Res. [Internet] [diunduh 2011 Juni 4]; 52: 5707-5712. 62 63 Lampiran 1 Bahan dan komposisi Nutrasetikal Galohgor No Nama Tradisional Nama Ilmiah A. Tumbuhan Obat Bagian Daun 1 Brotowali Tinospora tuberculata (Lamk.) Beumee ex K. Heyne. 2 Babadotan Ageratum conyzoides L 3 Beluntas Plucea indica (L.) Less 3 Kiranediuk Selaginella plana Hieron. 4 Kiranelalap Selaginella wildenowii (Desv. ex Poir.) Baker. 5 Hadas palasari Foeniculum Vulgare Mill 6 Handeuleum Graptophyllum pictum Griff 7 Harendong Melastoma malabathricum L. 8 Jambu batu Psidium guajava L. 9 Alpukat Persea americana Miler 10 Jawerkotok Coleus scutellarioides (L.)Benth. 11 Jukut bau Hyptis suaveolens (L.) Poit. 12 Kahitutan Paederia foetida L. 13 Karastulang Chlorantus elatior Link 14 Kikarugrag Hyptis brevipes Poit. 15 Kibeling Strobilanthes crispa (L.) Blume 16 Kicantung Goniothalamus macrophyllus (Blume) Hook.f.&Thomson 17 Kicelenceng Apis florea 19 Kikanceuh Ficus edelfeltii King. 20 Kimulas Desmodium heterophyllum (Willd.) DC. 21 Kiremek daging Hemigraphis colorata (Blume)Hallier f. 22 Kiremek tulang Hemigraphis colorata 23 Kiurat Plantago major L. 24 Kumis kucing Orthosiphon aristatus (Blume) Miq. 25 Mangkokan Micromelum pubesence Bl 26 Manglit Magnolia montana Blume 27 Mereme’ Glochidion borneense (M.A.) Boerl. 28 Memeniran Phyllanthus urinaria L. 29 Saga (daun) Abrus precatorius L. 30 Sariawan usus Blumea chinensis DC. 31 Sembung Blumea balsamifera (L.)DC. 32 Sapituher Micrania Micrantha (L.)Kunth 33 Sereh Piper betle L. 34 Siang Artemisia vulgaris L. 35 Singugu Clerodendron serratum Moon. 36 Sirkuning Nyctanthes arbor-tristis L. 37 Suruhan Peperomia pellucida (L.) Kunth 38 Tempuyung Sonchus arvensis L. B. Rempah-rempah 39 Bawang merah Allium cepa L. 40 Kapulaga (biji) Amomum cardamomum L. Berat (g) Persentase terhadap Jagung (%) 3.36 0.67 1.74 5.63 3.33 1.33 0.35 1.13 0.67 0.27 5.75 2.85 2.55 7.46 2.48 5.96 0.69 2.60 3.80 0.79 2.01 3.05 1.15 0.57 0.51 1.49 0.50 1.19 0.14 0.52 0.76 0.16 0.40 0.61 3.36 1.15 3.36 10.09 3.62 5.63 3.36 6.67 2.19 2.90 2.94 1.35 0.21 11.25 3.39 3.16 7.26 4.26 3.77 4.21 6.37 0.67 0.23 0.67 2.02 0.72 1.13 0.67 1.33 0.44 0.58 0.59 0.27 0.04 2.25 0.68 0.63 1.45 0.85 0.75 0.84 1.27 19.09 50.0 3.82 10.00 64 41 Ketumbar 42 Lada 43 Pala C. Temu-temuan 44 Panglaihideng 45 Jahe 46 Kencur 47 Koneng 48 Koneng gede 49 Lempuyang D. Biji-bijian 50 Jaat 51 Kacang ijo 52 Kacang dadap 53 Kacang kedelai 54 Kacang tanah 55 Beras Ketan 56 Jagung Coriandrum sativum L. Piper nigrum L. Piper retrofractum Vahl Curcuma aeruginosa Roxb Zingiber officinale Roscoe Kaempferia galanga L. Curcuma domestica Valeton Curcuma xanthorhiza D.Dietr Zingiber aromaticum Valeton Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC. Vigna radiata (L.) Wilczek. Phaseolus vulgaris L. Glycine max (L.) Merr. Arachis hypogaea (L.) Merr. Oryza glutinosa Auct. Zea mays L. TOTAL Sumber: Roosita (2003) dan Wicaksono (2010) 3.03 1.31 4.49 0.61 0.26 0.90 7.57 13 7.08 7.38 5.98 60.54 1.51 2.60 1.42 1.48 1.20 12.11 21.30 197.32 50.40 76.90 39.70 122.36 500.00 1333.3 4.26 39.46 10.08 15.38 7.94 24.47 100.00 65 RIWAYAT HIDUP Penulis adalah staf pendidik di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB) sejak tahun 1999. Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 1 Februari 1971, dari ayah Hadiat dan Ibu Tati Rohana. Pada tanggal 4 Agustus 1996 menikah dengan Drs. Amin Tohani dan dikaruniai tiga orang putra yaitu Aziz Fathurrahman, Raihan Anwar Thaha dan Muhammad Haikal Muttaqien. Setelah lulus dari Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB, pada tahun 1994 kemudian penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB, program studi Fisiologi, Biologi pada tahun 2000 dan mendapatkan gelar magister sain pada tahun 2003. Penulis masuk di program doktor, mayor Gizi Manusia, Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2009. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif diberbagai kegiatan seminar dan menulis untuk publikasi ilmiah. Penulis diundang pembicara dan terpilih sebagai The Best Presenter dalam Young Resercher Forum-International Symposium on Agricultural Education for Sustainable Development (Ag-ESD) di Universitas Tsukuba Jepang, pada tanggal 9-12 Nopember 2009. Pada tahun 2010, penulis diundang sebagai pembicara pada Seminar Pemanfaatan Obat Herbal di Jurusan Biologi, Universitas Bangka Belitung. Pada tahun 2009-2010, mendapat kesempatan sebagai visiting foreign researcher di Universitas Tsukuba Jepang, untuk mempelajari teknik in vitro (kultur jaringan) dan metode ekstraksi untuk simplisia herbal dengan didanai program Sandwich-like, Dikti, Depdiknas. Pada bulan Januari-Februari 2013 peneliti terpilih untuk mengikuti program The Kyoto University - International Enviromental Leader Training Program, dan mendapat kesempatan untuk melakukan sebagian kegiatan penelitian disertasi di Laboratory of Food and Enviromental Science, Division Food Science and Biotechnology, Faculty of Agriculture, Kyoto University, Japan. Publikasi ilmiah yang telah diterbitkan selama periode tugas belajar antara lain: 1) Nutrient Intake and Stunting Prevalence Among Tea Plantation Workers’ Children in Indonesia diterbitkan pada Journal of Developments In Sustainable Agriculture Tahun 2010; dan 2) Biological Response of Epithelial Cell Lines (Cmt-93) induced by β-carotene, Pakistan Journal of Nutrition Tahun 2013. Satu artikel telah diterima untuk diterbitkan (accepted) di Malaysian Journal of Nutrition dan yang akan terbit di Jurnal Kedokteran Hewan Universitas Syiahkuala. Pelatihan terkait profesi Gizi yang diiukuti oleh penulis antara lain Nutritional Status Assesment yang diselenggarakan oleh SEAMEO-Recfon UI di Jakarta, dan Internship Training for Instructor of Dietetic Internship yang dilaksanakan oleh Departemen Gizi Masyarakat, FEMA IPB bekerjasama dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Gizi Indonesia (AIPGI).