BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Merek bukanlah sekedar nama atau simbol . Tetapi lebih kepada aset perusahaan yang bersifat intangible. Merek adalah nama, istilah, simbol atau kombinasi hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.1 Banyak merek mengeluarkan produk yang sama tetapi pada akhirnya citra terhadap merek tersebut yang membedakan dengan produk lainnya. Bagaimana merek tersebut memiliki citra sendiri yang terbangun di benak masyarakat. Dalam hal ini komunikasi memiliki peran yang mendukung terbentuknya citra terhadap merek. Komunikasi sebagai bagian terintegrasi dari proses pemasaran kini tak lagi sekedar sarana promosi. Didalamnya mencakup upaya pembangunan terhadap citra suatu merek. Dengan demikian, perusahaan dapat mengkomunikasikan citra merek mereka melalui kampanye atau informasiinformasi yang disampaikan kepada masyarakat. Pada akhirnya tercipta gambaran-gambaran di benak konsumen terhadap produk yang ditawarkan. Hal ini dapat dikatakan sebagai proses pembentukan brand image. 1 Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran Jilid 2. Jakarta: PT Prehallindo. 1997 hal 63 1 2 Brand image merupakan hal yang sangat substansial dalam dunia bisnis. Apapun bentuk bisnis/usaha kita, “Brand Image” sangatlah penting kita bangun guna menciptakan loyalitas konsumen terhadap bisnis kita, minimal bisnis kita dikenal baik oleh masyarakat/konsumen tersebut. Dengan demikian setiap upaya pemasaran yang kita lakukan dapat tercapai secara maksimal. Brand image terhadap suatu perusahaan dapat didukung melalui identitas terkait dengan perusahaan (corporate identity) tersebut. Perubahan corporate identity tidak akan pernah berhasil menaikkan image terhadap brand sebuah perusahaan maupun produk atau jasa, jika tidak disertai dengan perubahan kultur organisasi, kualitas dan standar produk. Karena itu sebuah perusahaan memerlukan brand identity, yaitu sebuah rencana atau janji-janji yang dibuat oleh perusahaan kepada konsumen. Hal ini bisa dalam bentuk fitur, atribut, keuntungan, penampilan, kualitas, jasa pendukung serta nilai yang dihasilkan oleh brand tersebut. Ketika brand identity serta janji-janji yang tertuang dalam sebuah identitas brand terpenuhi dan tertangkap oleh konsumen maka akan terbentuklah brand image yang baik. Apabila persepsi masyarakat mengenai sebuah brand „dirusak‟ oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, maka brand image dari produk tersebut menjadi tidak baik. Jadi, brand image merupakan keseluruhan dari persepsi konsumen mengenai brand tersebut. Sebuah positioning terhadap produk juga dapat membentuk image sebuah brand. Bagaimana cara orang berfikir terhadap sebuah merek secara abstrak dalam pemikiran mereka, meskipun pada saat memikirkannya, mereka tidak berhadapan langsung dengan produk. Untuk menetapkan sebuah 3 posisi produk dibenak konsumen perlu dilakukan sebuah komunikasi kepada konsumen melalui promosi. Promosi adalah bagian dari komunikasi yang terdiri dari pesan-pesan perusahaan yang didesain untuk menstimulasi terjadinya kesadaran (awareness), ketertarikan (interest), dan berakhir dengan tindakan pembelian (purchase) yang dilakukan oleh pelanggan terhadap produk atau jasa perusahaan. Penentuan posisi (positioning) menghasilkan informasi penjelasan yang penting tentang konsumen, khususnya kriteria pemilihan mereka dan bagaimana konsumen membandingkan produk perusahaan dengan produk pesaing. Komponen-komponen yang dapat membentuk brand image adalah brand awareness dan brand association. Brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. 2 Sedangkan brand association adalah segala kesan yang muncul dibenak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. David Aaker mendefinisikan asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Kesan-kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Ditengah geliat bisnis akan benda perlindungan menstruasi yang semakin hari semakin banyak pebisnis yang ingin membuat produk di kategori produk 2 Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak. Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta: 2001 hal 55 4 pembalut wanita, persaingan dalam memperebutkan market share pun semakin kompetitif. Banyak produsen menggunakan cara „bersih‟ dalam memperebutkan market share, tapi ada juga yang menggunakan cara „kotor‟ dalam menjatuhkan produk tersebut dengan menyebarkan informasi yang tidak benar demi mendapatkan keuntungan pribadi. Dampak dari penggunaan cara „kotor‟ tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak yang terkena, dan persepsi masyarakat tentang brand image produk tersebut pun menjadi tidak baik. Di era teknologi serba canggih ini, pengiriman pesan pun semakin mudah. Tak terkecuali dengan adanya surat elektronik dan media sosial yang dapat membantu masyarakat dalam melakukan aktifitas komunikasinya. Hal ini dapat juga digunakan oleh produsen dalam melakukan promosi di media internet. Pada tahun 2011, produk “Charm” menjadi hangat diperbincangkan di dunia internet karena beredarnya surat elektronik dengan informasi merek pembalut wanita itu mengandung kaporit dan bisa mengakibatkan kanker serviks dan mulut rahim pada penggunanya. Pada waktu bersamaan, muncul sebuah produk pembalut wanita baru berbahan herbal tanpa mengandung kaporit yang tidak mengakibatkan kanker serviks dan mulut rahim pada penggunanya. Penyebaran isu tersebut bermula dari sebuah website yang menuliskan artikel tentang ditemukannya penyebab utama kanker mulut rahim di Indonesia adalah pembalut wanita berkualitas buruk.3 Di media sosial, isu 3 Diakses dari http://www.pembalutwanita.com pada tanggal 04/05/2013 jam 16:40 5 tersebut juga dihembuskan. Akibat dari informasi dari pihak yang tidak bertanggung jawab, tidak sedikit yang mempertanyakan dan justru ikut menyebarkan isu tersebut. Pada kasus ini, Uni-Charm yang mempunyai produk “Charm” langsung membuat rilis berita di website resminya, yang berisi: “Penjelasan tentang Kesalahan Informasi yang Telah Beredar Terkait Produk Perusahaan Kami Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih atas kesetiaannya dalam memakai produk kami. Hari ini kami akan menjawab secara resmi mengenai rumor yang telah tersebar tanpa dasar yang jelas melalui email yang menyebutkan bahwa “Diminta untuk tidak menggunakan CHARM, dikarenakan produk pembalut wanita kami, CHARM mengandung kaporit yang dapat menyebabkan kanker serviks dan mulut rahim” yang mengutip dari program TV. Pembalut wanita kami tidak mengandung kaporit Penjelasan detil adalah sebagai berikut: 1. Uni-Charm sama sekali tidak menggunakan obat pemutih pada proses produksi pembalut wanita. 2. Ada proses pemutihan pada tahapan produksi pulp sebagai salah satu bahan penyerap, tetapi kami menggunakan metode tanpa menggunakan kaporit. 3. Selain itu, pulp penyerap dari produk dirancang agar tidak bersentuhan langsung dengan kulit, maka tidak ada masalah bagi keamanan kulit. Dari fakta di atas, sejak dulu tidak pernah terjadi masalah kulit apapun yang diakibatkan dari pulp. Di Jepang, Singapore, Thailand, dll, negara-negara yang memasarkan produk ini pun, melakukan proses pemutihan dengan metode yang sama, dan kami tidak menerima berita seperti kasus kali ini di negara lain. Seperti kami jelaskan di atas, produk kami Pembalut CHARM tidak mengandung kaporit; oleh karena itu, mohon supaya memakainya tanpa rasa khawatir. Selanjutnya kami akan mengembangkan produk yang bisa membuat kehidupan konsumen lebih nyaman, oleh karena itu mohon tetap setia memakai produk kami. Sekian dan terima kasih”.4 4 Diakses dari http://www.unicharm.co.id/new/1189867_2161.html pada tanggal 04/05/2013 jam 16:48 6 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penggambaran brand image khalayak pada kasus black campaign pembalut wanita “Charm”. Survey penelitian ini dilakukan pada Siswi SMA Negeri 11 Kota Bekasi Tahun Ajaran 2013/2014. Dari hasil pra riset yang dilakukan penulis dengan menanyakan dengan target market Charm berumur 15 – 17 tahun, berkelamin wanita dan sedang menempuh pendidikan di SMA Negeri 11 Kota Bekasi, diketahui 7 dari 10 siswi tersebut masih mengetahui pemberitaan negatif tentang Charm dan masih mengingatnya hingga saat ini. Peneliti memilih melakukan penelitian di SMA Negeri 11 Kota Bekasi karena target market dan target audience dari produk pembalut wanita Charm adalah wanita berusia 13 – 40 tahun, dan siswi-siswi dari SMA tersebut masuk kedalam kriteria tersebut.Hal ini dapat mempermudah penulis untuk mengetahui hasil dari penelitian ini karena pemberitaan negatif dari pembalut wanita Charm bermula dari media teknologi informasi yaitu email dan menyebar ke internet (blog, media sosial dll). Perlu diketahui hasil riset pengguna internet di Indonesia pada tahun 2011 yang dilakukan MarkPlus Insight sebesar 55 juta orang dan didominasi oleh anak muda.5 5 Diakses dari http://tekno.kompas.com/read/2011/10/28/16534635/Naik.13.Juta..Pengguna.Internet.Indonesia.55 .Juta.Orang pada tanggal 04/05/2013 jam 17:25 7 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah “Penggambaran Brand Image khalayak pada kasus black campaign pembalut wanita “Charm” melalui survey pada Siswi SMA Negeri 11 Kota Bekasi Tahun Ajaran 2013/2014?” 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur brand image khalayak Siswi SMA Negeri 11 Kota Bekasi pada kasus black campaign produk pembalut wanita “Charm”. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu marketing komunikasi dan periklanan yang berkaitan dengan kasus black campaign Brand Image terhadap suatu perusahaan. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para instansi ataupun lembaga terkait dapat memberikan masukan yang berarti mengenai bagaimana menangani suatu kasus black campaign yang mengakibatkan brand image perusahaan tidak baik.