PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati paling beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari keanekaragaman hewan yang dimiliki oleh Indonesia. Asal-usul kuda di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun beberapa peneliti mengatakan bahwa nenek moyang kuda di Indonesia adalah kuda Sandel Wood dan kuda Batak yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, kemudian dijadikan nama jenis kuda di daerah tersebut, seperti contohnya adalah kuda Makassar, kuda Gorontalo, Kuda Minahasa, Kuda Sumba, kuda Sumbawa, kuda Bima, kuda Flores, kuda Savoe, kuda Roti, kuda Timor, kuda Sumatra, kuda Jawa, kuda Bali, kuda Lombok, dan kuda Kuningan (Soehardjono, 1990). Selanjutnya kuda di Indonesia oleh Wiryosuhanto (2012) dikatakan adalah keturunan kuda Mongol yang juga keturunan dari Equus przewalski. Beberapa sumber menyatakan bahwa kuda Mongol masuk ke Indonesia dibawa oleh pasukan Kubilai khan dari Tiongkok untuk menyerang kerajaan Singosari di Jawa Timur pada abad XVIII. Kuda Arab juga diyakini sebagai nenek moyang kuda di Indonesia. Hal tersebut terjadi ketika persebaran agama Islam di nusantara dimana kuda dijadikan sarana transportasi para penyiar agama. Selain menyebarkan ajaran Islam, para penyiarpun mengenalkan kuda Arab yang kemudian disilangkan dengan kuda lokal untuk mendapatkan keturunan yang baik. Kuda Indonesia memiliki daya tahan hidup yang kuat di daerah yang tandus dan beriklim tropis serta relatif tahan terhadap penyakit. Pada umumnya, 1 2 kuda memiliki struktur kaki dan teracak yang kuat, tipe lari cepat dan mempunyai ketahanan yang tinggi, memiliki temperamen labil, dan dapat dilatih. Kuda lokal Indonesia mampu untuk menarik gerobak dengan penumpang dua orang atau lebih (Soehardjono, 1990). Kuda memiliki kedekatan yang cukup erat di kalangan masyarakat di Indonesia. Kuda berguna sebagai alat transportasi seperti delman dan andong, selain itu juga berguna sebagai tunggangan wisata hingga hobi bagi para pecinta kuda. Pada sebagian daerah di Indonesia, kuda dijadikan sebagai salah satu olahraga yang sangat menarik dan digemari. Menurut Soehardjono (1990) kuda di Indonesia sebagian besar sudah disilangkan dengan berbagai jenis kuda dari luar negri dan jenis kuda Sandel Wood. Meskipun demikian, persilangan biasanya hanya dilakukan pada kuda tertentu yang memiliki ukuran tubuh tidak terlalu pendek seperti kuda Makassar dan kuda Tengger, sedangkan kuda yang memiliki ukuran tubuh yang pendek seperti kuda Bima belum disilangkan. Kuda Sumba adalah salah satu plasma nutfah yang telah lama dipelihara dan berkembang secara turun temurun di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Kuda ini mempunyai ikatan historis dengan masyarakat Sumba karena telah menjadi bagian hidup masyarakat sejak pertengahan abad ke-18. Keberadaan kuda Sumba memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat sebagai tabungan keluarga, tenaga kerja, transportasi sekaligus sebagai sosial standing bagi peternak (Rebo, 2012). Data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian Republik Indonesia pada tahun 2015 menunjukkan 3 data populasi kuda di Indonesia yang naik turun. Pada tahun 2011 jumlah populasi kuda di Indonesia adalah 408.665 ekor dan meningkat pada tahun 2012 menjadi 437.383 ekor. Pada tahun 2013 populasi kuda sempat mengalami penurunan menjadi 434.208 dan menurun lagi pada tahun 2014 menjadi 428.052. Pada tahun 2015 populasi kuda di Indonesia mengalami peningkatan kembali dengan presentase 1,88% dari tahun 2014 menjadi 436.098 ekor. Data tersebut menggambarkan bahwa populasi kuda di Indonesia tidak stabil jumlahnya dengan angka pertumbuhan yang sangat rendah sehingga kuda asli Indonesia yang seharusnya dapat dipertahankan untuk dijadikan ikon daerah menurun jumlah populasinya karena banyaknya persilangan dan masuknya kuda impor. Kuda Thoroughbred diimpor ke Indonesia dan disilangkan dengan kuda lokal Indonesia untuk mendapatkan sifat yang lebih unggul (Sudrajat, 2003). Naik turunnya jumlah populasi kuda di Indonesia dan semakin banyaknya persilangan antara kuda lokal dan kuda impor semakin mendesak keberadaan kuda lokal asli Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan penurunan populasi kuda lokal bahkan kuda lokal asli Indonesia cenderung terkena dampak kepunahan. Berbagai fenomena yang terjadi seperti yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan usaha pelestarian dalam rangka mencegah penurunan populasi kuda lokal asli Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah indentifikasi kuda (Equus caballus) lokal asli Indonesia. Pada umumnya identifikasi banyak dilakukan berdasarkan morfologi, Rahmah (2013) telah melakukan penelitian mengenai kajian morfologis dan fisiologis kuda lokal asli Indonesia. Namun, kajian morfologis pada kuda tidak dapat dijadikan acuan untuk identifikasi 4 menentukan hubungan kekerabatan di antara kuda yang ada di Indonesia. Usaha konservasi kuda lokal asli Indonesia dapat dilakukan melalui analisis dan pengkajian genetik secara molekuler untuk mengetahui penanda genetik kuda lokal asli Indonesia. Menurut Widayanti dkk. (2012), sekuen Deoxyribonucleic Acid (DNA) mitokondria dapat dipilih sebagai penanda genetik karena jumlah kopinya yang banyak sehingga mudah didapat dari sel, berukuran relatif kecil (sekitar 16,5 kb) sehingga memudahkan proses amplifikasi. DNA mitokondria ini diturunkan dari induk betina (maternal) dan beberapa gen di dalam mitokondria mutasinya lebih cepat dari pada gen inti. DNA mitokondria telah banyak digunakan sebagai penanda molekul untuk studi genetika populasi, penelusuran asal-usul dan pelacakan beberapa penyakit degeneratif, penuaan, serta kanker (Wandia, 2001). Gen penyandi NADH Dehydrogenase Subunit 2 (ND2) menurut Wang dkk. (2014) dapat digunakan untuk membedakan keanekaragaman genetik Echinococcus granulosus di barat daya Tiongkok. Osborne dan Chritidis (2002) pernah melakukan penelitian molekuler pada kuskus yang terdapat di Papua dengan gen ND2 yang mampu mengungkap tiga garis keturunan dalam famili Phalangerinae. Diharapkan gen ND2 mampu menjadi dasar untuk mengidentifikasi penanda genetik pada kuda lokal Indonesia khususnya kuda Sumba. 5 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara molekuler kekerabatan kuda Sumba asal Nusa Tenggara Timur berdasarkan sekuen gen NADH Dehydrogenase Subunit 2 (ND2). Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penanda genetik kuda lokal Indonesia khususnya kuda Sumba sebagai salah satu plasma nutfah. Pemanfaatan penanda genetik kuda (Equus caballus) diharapkan dapat membantu menunjang usaha konservasi kuda lokal yang terancam punah. Selain itu, analisis kekerabatan yang diteliti dalam penelitian ini dapat digunakan untuk melihat kekerabatan kuda Sumba.