5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Sungai Sungai

advertisement
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencemaran Sungai
Sungai merupakan jalan air alami, yang mengalir menuju samudera, danau, laut,
atau ke sungai yang lain. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi,
seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah dan beberapa Negara
tertentu air sungai juga berasal dari lelehan es/salju. Selain air, sungai juga
mengalirkan sedimen dan polutan. Dalam sebuah aliran sungai, terdapat berbagai
penggunaan lahan seperti hutan, perkebunan, pertanian, pemukiman, perikanan,
industri, dan sebagainya. Beban bahan pencemar yang menyebabkan penurunan
kualitas air pada sebagian sungai berasal terutama dari limbah domestik, limbah
industri, kegiatan pertambangan dan limbah dari penggunaan lahan pertanian.
Limbah organik, logam berat, dan minyak yang masuk ke dalam air sangat
berpengaruh terhadap organisme perairan. Logam berat merupakan bahan
pencemar yang paling banyak ditemukan di perairan akibat limbah industri dan
limbah perkotaan (Suin, 1994). Secara alamiah, unsur logam berat terdapat dalam
perairan dalam jumlah yang sangat rendah. Kadar ini akan meningkat bila limbah
yang banyak mengandung unsur logam berat masuk ke dalam lingkungan perairan,
sehingga akan terjadi racun bagi organisme perairan (Hutagalung dan Rochyatun,
1995).
Berbagai macam kegiatan industri dan teknologi yang ada saat ini apabila
tidak disertai dengan program pengelolaan limbah yang baik akan memungkinkan
terjadinya pencemaran air, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Bahan buangan dan air limbah yang berasal dari kegiatan industri adalah
penyebab utama terjadinya pencemaran air. Salah satu hal yang dapat dilakukan
dalam pengendalian dan pemantauan dampak lingkungan adalah melakukan
analisis unsur-unsur dalam ikan yang hidup di sungai, terutama merkuri (Hg),
Universitas Sumatera Utara
6
timbal (Pb), arsenik (Sa), Kadmium (Cd), chromium (Cr), dan nikel (Ni).
Pencemaran air yang diakibatkan oleh dampak perkembangan industri harus dapat
dikendalikan, karena bila tidak dilakukan sejak dini akan menimbulkan
permasalahan yang serius bagi kelangsungan hidup manusia maupun alam
sekitarnya. Pencemaran logam-logam tersebut dapat mempengaruhi dan
menyebabkan penyakit pada konsumen, karena di dalam tubuh unsur yang
berlebihan akan mengalami detoksifikasi sehingga membahayakan manusia (Palar,
1994).
Logam berat umumnya bersifat toksik dan berbahaya bagi organisme
hidup, walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Apabila
kadar logam berat sudah melebihi ambang batas yang ditentukan dapat
membahayakan bagi kehidupan (Koestoer, 1995). Logam berat dalam konsentrasi
tinggi dapat mengakibatkan kematian beberapa jenis biota perairan. Disamping itu,
dalam konsentrasi rendah logam berat dapat membunuh organisme hidup yang
diawali dengan penumpukan logam berat dalam tubuh biota. Lama-kelamaan,
penumpukan yang terjadi pada organ target air logam berat akan melebihi daya
toleransi dari biotanya dan hal ini menjadi penyebab dari kematian biota terkait
(Palar, 1994). Peningkatan kadar logam berat dalam air akan mengakibatkan
logam berat yang semula dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme akan
berubah menjadi racun bagi organisme (Hutagalung, 1997).
Pencemaran adalah masuknya zat atau energi oleh manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung ke dalam lingkungan perairan yang
menyebabkan
efek
merugikan
karena
merusak
sumber
daya
hayati,
membahayakan kesehatan manusia, menghalangi aktivitas perairan, menurunkan
mutu perairan yang digunakan dan mengurangi kenyamanan di perairan bagi biota
penghuninya
(GESAMP,
1978).
Pencemaran
logam
berat
merupakan
permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena dapat merugikan
lingkungan dan ekosistem secara umum. Salah satu yang perlu dilakukan dalam
pengendalian lingkungan dan pemantauan dampak lingkungan adalah melakukan
Universitas Sumatera Utara
7
analisis unsur-unsur logam berat, seperti Pb, Cu, Hg, Cd, dan lainnya dalam biota
air tawar. Hal ini dikarenakan kemampuan biota air tawar dalam mengakumulasi
logam esensial dan non esensial secara biologis sudah terbentuk dengan baik.
Callahan (1979) menyatakan bahwa bioakumulasi merupakan proses yang
menentukan keberadaan logam berat tertentu di dalam biota. Beberapa jenis
logam berat yang dapat terlibat dalam proses bioakumulasi adalah Hg, Ar, Cd, Cr,
Pb, Cu, dan Zn.
2.2. Logam Berat
2.2.1. Pengertian Logam Berat
Istilah logam biasanya diberikan kepada semua unsur-unsur kimia dengan
ketentuan atau kaidah-kaidah tertentu. Unsur ini dalam kondisi suhu kamar, tidak
selalu berbentuk padat melainkan ada yang cair, contohnya air raksa (Hg), serium
(Ce) dan gallium (Ga). Melihat kepada bentuk dan kemampuan atau daya yang
ada pada setiap logam, maka dapat diketahui bahwa setiap logam harus :
1. Memiliki kemampuan yang baik sebagai penghantar daya listrik (konduktor).
2. Memiliki kemampuan sebagai pengahantar panas yang baik.
3. Memiliki rapatan yang tinggi.
4. Dapat membentuk alloy dengan logam lainnya.
5. Untuk logam yang padat, dapat ditempa dan dibentuk (Palar, 1994).
Logam berat masih tergolong logam dengan kriteria-kriteria yang sama
dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan
bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup.
Sebagai contoh, bila unsur logam besi masuk ke dalam tubuh, meski dalam
jumlah agak berlebihan, biasanya tidak menimbulkan pengaruh yang buruk
terhadap tubuh. Karena unsur besi dalam darah untuk mengikat oksigen.
Sedangkan unsur logam berat baik itu logam berat beracun yang dipentingkan
seperti tembaga (Cu) bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan
akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh.
Jika yang masuk ke dalam tubuh organisme hidup adalah unsur logam berat
Universitas Sumatera Utara
8
beracun separti hidragyrum (Hg) atau disebut juga air raksa, maka dapat
dipastikan bahwa organisme tersebut akan langsung keracunan.
2.2.2. Karakteristik logam berat
Menurut Palar (2008) karakteristik dari kelompok logam berat adalah sebagai
berikut :
1. Memiliki spesifikasi graviti yang sangat besar (lebih dari 4).
2. Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida dan
aktinida.
3. Mempunyai respon biokimia khas (spesifik) pada organisme hidup.
Terdapat 80 jenis logam berat dari 109 unsur kimia di bumi ini. Logam
berat dibagi ke dalam dua jenis :
1. Logam berat esensial ; adalah logam dalam jumlah tertentu yang sangat
dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan, logam tersebut
bisa menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain
sebagainya.
2. Logam berat tidak esensial ; adalah logam yang keberadaannya dalam tubuh
masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb,
Cr, dan lain-lain (Widowati et al., 2008).
Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan
manusia, tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat
dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu
menghalangi
kerja
enzim
sehingga
mengganggu
metabolisme
tubuh,
menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen, atau karsinogen bagi manusia
maupun hewan. Menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup (1990) Tingkat toksisitas logam berat terhadap hewan air, mulai dari yang
paling toksik adalah Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Sementara itu, tingkat toksisitas
terhadap manusia dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn
(Widowati et al., 2008).
Universitas Sumatera Utara
9
Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan, pada konsentrasi
tertentu dan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan.
Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu jenis logam berat terhadap
semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari satu kelompok dapat
menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat lanjut, keadaan
tersebut tentu saja dapat menghancurkan satu tatanan ekosistem perairan.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi daya racun dari logam-logam
berat yang terlarut dalam badan perairan. Dari sekian banyak faktor yang menjadi
penentu dari daya racun yang ditimbulkan oleh logam-logam berat terlarut, ada 4
faktor yang sangat penting, faktor-faktor tersebut adalah :
1. Bentuk logam dalam air, logam dalam bentuk senyawa organik atau senyawa
anorganik.
2. Keberadaan logam-logam lain, adanya logam-logam lain dalam badan
perairan dapat menyebabkan logam-logam tertentu menjadi sinergis atau
sebaliknya.
3. Fisiologis dari biota (organisme).
4. Kondisi biota, berkaitan dengan fase-fase kehidupan yang dilalui oleh biota
dalam hidupnya (Palar, 2008).
2.2.3. Nilai Toksisitas Dan Bahaya Dari Logam Berat
Faktor yang mempengaruhi daya racun dari logam berat dalam air tergantung dari
bentuk senyawa logam berat tersebut, baik dalam bentuk organik maupun
anorganik, maupun bentuk metal dan adanya logam lain. Pada umumnya senyawa
organik lebih bersifat racun daripada bentuk senyawa anorganik. Misalnya
senyawa metil merkuri, alkil Pb lebih beracun daripada bentuk Hg dan Pb
anorganik (Harahap, 1991).
Toksisitas (daya racun) logam berat tergantung pada jenis, kadar, efek
sinergis-antagonis dan bentuk fisika-kimianya. Semakin besar kadar logam berat,
daya toksisitasnya semakin besar pula. Disamping faktor-faktor tersebut, faktor
Universitas Sumatera Utara
10
lingkungan perairan seperti pH, kesadahan, suhu, salinitas juga turut
mempengaruhi toksisitas logam berat. Penurunan pH menyebabkan toksisitas
logam berat semakin besar. Kesadahan dapat mengurangi toksisitas logam berat,
karena logam berat dalam air dengan kesadahan tinggi akan membentuk senyawa
kompleks yang mengendap dalam air (Hutagalung, 1984).
2.2.4. Jenis Logam Berat
Adapun logam berat yang berbahaya adalah Plumbum atau Timbal (Pb) dan
Cadmium (Cd):
1. Timbal (Pb)
Timbal (Pb) atau dalam sehari-hari dikenal sebagai timah hitam adalah logam
lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam ini termasuk ke
dalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia
mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2 (Palar,
2008). Unsur Pb
digunakan dalam bidang industri modern sebagai bahan
pembuatan pipa air yang tahan terhadap korosi. Pigmen Pb digunakan sebagai
pembuatan cat, baterai, dan campuran bahan bakar bensin tetraetil (Herman,
2006). Logam timbal di bumi jumlahnya sangat sedikit, yaitu 0,0002% dari
jumlah kerak bumi bila dibandingkan dengan jumlah kandungan logam lainnya
yang ada di bumi( Palar, 1994).
Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian karena bersifat toksik
melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb.
Intoksikasi Pb bisa terjadi melalui jalur oral, lewat makanan, minuman,
pernafasan, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, serta lewat parenteral
(Riyadina, 1997). Menurut Widowati et al., 2008 Pencemaran Pb berasal dari
emisi gas buangan kenderaan bermotor, dapat pula berasal dari buangan industri
metalurgi, seperti korosi lead bearing alloys, pembakaran batu bara, asap pabrik
yang mengolah alkil-Pb, serta Pb-oksida.
Pb (timah hitam) masuk ke perairan dapat terjadi secara alamiah dan
sebagai dampak dari aktivitas manusia. Secara alamiah, Pb masuk ke badan
Universitas Sumatera Utara
11
pearairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan, proses
korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin. Sebagai
dampak dari aktivitas manusia ada berbagai macam bentuk, seperti air buangan
(limbah) dari industri yang berkaitan dengan Pb, air buangan pertambangan,
buangan sisa industri baterai (Palar, 2008). Apabila jumlah Pb yang ada dalam
perairan melebihi konsentrasi yang semestinya dapat mengakibatkan kematian
bagi biota perairan tersebut.
2. Kadmium (Cd)
Logam Cd atau cadmium adalah logam yang lunak, ductile, berwarna
putih sepaerti perak dan mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam. Logam
ini akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara yang basah atau lembab
serta akan cepat mengalami kerusakan bila dikenai oleh uap ammonia (NH 3) dan
sulfur hidroksida (SO2). Hanya satu jenis mineral cadmium di alam, yaitu mineral
greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite
(ZnS). Logam kadmium sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
seperti sebagai bahan “stabilisasi’, sebagai bahan pewarna dalam industri plastik
dan pada electroplating. Sebagian digunakan untuk solder, pesawat terbang,
baterai, peluru, dan sebagainya. Penggunaan Cd dan persenyawaannya ditemukan
dalam industri pencelupan, fotografi,
pengolahan roti, pengolahan ikan,
pengolahan minuman, dan lain-lain.
2.2.4.1. Dampak Negatif Logam Berat Bagi Kesehatan
Dampak negatif dari logam Pb dan Cd terhadap manusia jika dikonsumsi dalam
jumlah yang besar dan waktu yang lama, antara lain :
1. Timbal (Pb)
Timbal (Pb) adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang berasal
dari mengkonsumsi makanan, minuman, atau melalui inhalasi dari udara, debu
yang tercemar Pb, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, dan lewat parenteral. Di
dalam tubuh manusia, Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam
pambentukan hemoglobin (Hb) dan sebagian kecil Pb diekskresikan lewat urin
Universitas Sumatera Utara
12
atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi
terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak,dan rambut. Toksisitas Pb
bersifat kronis dan akut, hal ini bisa terjadi jika Pb masuk ke dalam tubuh
seseoarang melalui makanan atau menghirup gas Pb dalam waktu yang relatif
pendek dengan dosis atau kadar yang relatif tinggi. Gejala-gejala akibat paparan
Pb secara akut antara lain gangguan gastrointestinal, gangguan neurologi,
gangguan fungsi ginjal, oliguria, dan gagal ginjal. Logam Pb (timbal) bisa
merusak jaringan saraf, fungsi ginjal, menurunnya kemampuan belajar, dan
membuat anak-anak bersifat hiperaktif, sistem reproduksi, sistem endokrin,
jantung, gangguan pada otak anak-anak yang mengakibatkan anak mengalami
gangguan kecerdasan dan mental (Widowati et al., 2008).
2. Kadmium (Cd)
Keracunan kadmium bisa bersifat kronis dan akut, paparan Cd secara akut
bisa menyebabkan nekrosis pada ginjal dan paparan yang lebih lama berlanjut
dengan terjadinya proteinuria. Sedangkan toksisitas kronis Cd dapat merusak
sisitem fisiologis tubuh, antara lain system urinaria, system respirasi, system
sirkulasi, jantung, system saraf, kerapuhan tulang (osteoporosis). Kadmium
terabsorpsi lewat pencernaan, sehingga menyebabkan mual, muntah, diare, sakit
perut, dan rejan. Inhalasi Cd menyebabkan demam, batuk, gelisah, sakit kepala,
dan nyeri perut.
2.3. Bioindikator Pencemaran Logam Berat
Keberadaan logam berat dalam perairan akan berpengaruh negatif terhadap
kehidupan biotanya. Logam berat yang terikat dalam tubuh organisme akan
mempengaruhi aktifitas dari organisme tersebut. Untuk menaksir efek toksologis
beberapa logam berat dalam lingkungan perairan dapat meggunakan spesies yang
mewakili lingkungan yang ada di perairan tersebut. Spesies yang diuji harus
dipilih atas dasar kesamaan biokemis dan fisiologis dari spesies, dimana hasil
percobaan digunakan. Kriteria organisme yang cocok untuk digunakan sebagai
uji hayati tergantung dari beberapa faktor :
Universitas Sumatera Utara
13
1. Organisme harus sensitif terhadap material beracun dan perubahan lingkungan.
2. Penyebarannya luas dan mudah didapat dalam jumlah yang banyak.
3. Mempunyai arti ekonomi, rekreasi dan kepentingan ekologi baik secara daerah
maupun nasional.
4. Mudah dipelihara dalam laboratorium.
5. Mempunyai kondisi yang baik, bebas dari penyakit dan parasit.
6.
Sesuai untuk kepentingan uji hayati (Widowati et al., 2008).
Kemampuan biota air mengakumulasi logam esensial dan non esensial
secara biologis sudah terbentuk dengan baik. Jenkins (1980) melaporkan bahwa
terdapat biokonsentrasi dan bio-akumulasi beberapa logam di dalam tumbuhan
dan hewan. Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun
terhadap adanya senyawa pencemar terlarut dalam batas konsentrasi tertentu.
Reaksi ini dapat ditunjukkan dalam percobaan di laboratorium, di mana terjadi
perubahan aktifitas pernafasan yang besarnya perubahan diukur atas dasar irama
membuka dan menutupnya rongga “Buccal” dan ofer kulum. Menurut Wright
(1978) dan Philips (1980), faktor kepekatan (Perbandingan kepekatan logam pada
hewan, µg/kg, terhadap air sekeliling, µg/L) untuk beragam jenis makhluk air
berkisar antara 102 dan 106.
2.3.1. Biologi Ikan Batak (Neolissochillus sumatranus)
Adapun sistematika dari ikan batak adalah sebagai berikut :
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Cypryniformes
Family
: Cyprynidae
Genus
: Neolissochillus, Tor
Spesies
: Neolissoihillus sumatranus, Tor douronensis,
Tor soro, Tor tambroides
Universitas Sumatera Utara
14
Menurut Kottelat et al., (1993) adapun ciri-ciri yang dimiliki ikan batak
adalah sebagai berikut :
1. Neolissochillus sumatranus memiliki lebar badan 3,1-3,5 kali lebih pendek
dari panjang standar yaitu 7-8, sisik di depan sirip punggung, 4 baris pori-pori
(masing-masing memiliki tubus yang keras) pada masing-masing sisi
moncong dan di bawah mata, alur dari bagian belakang sampai ke bibir bawah
terputus di bagian bawah. Penyebarannya meliputi Sumatera.
Gbr 2.1. Neolissochillus sumatranus
2. Tor douronensis memiliki cuping berukuran sedang pada bibir bawah tidak
mencapai sudut mulut, bagian terakhir jari-jari terakhir sirip punggung yang
mengeras panjangnya sama dengan panjang kepala tanpa moncong.
Penyebarannya meliputi tanah Sunda dan Indocina.
Gbr 2.2. Tor douronensis
3. Tor soro, sirip dubur lebih pendek daripada sirip punggung dan bibir bawah
tanpa celah ditengah. Penyebarannya meliputi Sumatera, Jawa, Malaya,
Burma, Thailand, dan Indochina.
Gbr 2.3. Tor soro
Universitas Sumatera Utara
15
4. Tor tambroides, memiliki cuping di pertengahan bibir bawah yang mencapai
ujung mulut. Penyebarannya
meliputi Sumatera, Borneo, Jawa, Burma,
Thailand, dan Laos.
Gbr 2.4. Tor tambroides
2.4. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Spektrofotometer
Serapan
Atom
adalah
suatu
metode
pengukuran
kuantitatif suatu unsur yang terdapat dalam cuplikan berdasarkan penerapan
cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh atom-atom dalam bentuk gas dalam
keadaan dasar. Prinsip pada absorpsi cahaya oleh atom, Atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada unsurnya.
Cahaya pada panjang gelombang tertentu mempunyai cukup energi untuk
mengubah tingkat elektron suatu atom. Transisi elektron suatu unsur bersifat
spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi,
suatu atom pada keadaan dasar akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih
tinggi (Khopkar, 2003).
Menurut Vogel (1978) pembentukan atom-atom logam gas dalam nyala
dapat terjadi bila suatu larutan sampel yang mengandung logam dimasukkan ke
dalam nyala. Peristiwa yang terjadi secara singkat setelah sampel dimasukkan ke
dalam nyala adalah :
1. Penguapan pelarut yang meninggalkan residu padat
2. Perubahan zat padat dengan disosiasi menjadi atom-atom penyusunnya, yang
mula-mula akan berada dalam keadaan dasar
3. Beberapa atom dapat tereksitasi oleh energi termal nyala ke tingkatantingkatan energi yang lebih tinggi, dan mencapai kondisi dalam mana atom
akan memancarkan energi.
Universitas Sumatera Utara
16
Metode spektrofotometri Serapan Atom mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan metode spektrofotometri nyala. Pada metoda spektrofotometri nyala,
emisi tergantung pada sumber eksitasi. Bila eksitasi dilakukan secara termal maka
hal ini bergantung pada temperatur sumber. Selain itu eksitasi termal tidak
selalu spesifik, dan eksitasi secara secara serentak pada berbagai jenis logam
dalam suatu sampel dapat saja terjadi. Pada metode Spektrofotometri Serapan
Atom, perbandingan banyaknya atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada
pada tingkat dasar harus cukup besar, karena metode serapan atom hanya
tergantung pada perbandingan ini dan tidak bergantung pada nyala. Metode
serapan sangatlah spesifik, logam–logam yang menbentuk campuran kompleks
dapat dianalisis dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi yang besar.
Ini tidak berarti bahwa faktor suhu pada Spektrofotometri Serapan Atom tidak
diperlukan pengontrolan, karena walaupun pengukuran absorban atom-atom di
dalam nyala tidak dipengaruhi oleh suhu nyala secara langsung, tetapi secara tidak
langsung suhu nyala tersebut berpengaruh juga terhadap absorban (Khopkar,
2002).
Adapun keuntungan penggunaan metode spektrofotometer serapan atom
(SSA) adalah sebagai berikut :
1.
Metode analisis (SSA) dapat menentukan hampir keseluruhan unsur logam.
2.
Metode analisis (SSA) dapat menentukan logam dalam skala kualitatif
karena lampunya 1 (satu) untuk setiap 1 logam.
3.
Analisis unsure logam langsung dapat ditentukan walau sampel dalam
bentuk campuran.
4.
Analisis unsur logam dengan SSA didapat hasil kuantitatif.
5. Analisis dapat diulangi beberapa kali, dan akan selalu di peroleh hasil yang
sama
2.5. Faktor Fisika Kimia Perairan
Perairan pada umumnya merupakan ekosistem yang rentan terhadap
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi, baik faktor abiotik maupun faktor
Universitas Sumatera Utara
17
biotik. Faktor yang mempengaruhi ekosistem ini ada yang merugikan dan ada
yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena
itu, selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, perlu juga dilakukan
pengamatan terhadap faktor abiotik, sehingga diperoleh suatu gambaran tentang
kualitas suatu perairan.
2.5.1
2.5.1.1
Parameter Fisika
Temperatur
Dibandingkan dengan udara, air mempunyai kapasitas panas yang lebih
tinggi. Untuk memanaskan sebanyak 1 kg air dari 15 0C menjadi 160C. Dalam
setiap penelitian air, pengukuran temperatur mutlak dilakukan. Hal ini
dikarenakan karena kelarutan berbagai jenis gas didalam air serta semua aktivitas
biologis-fisiologis didalam ekosistem air sangat dipengaruhi oleh temperatur.
Menurut hukum VAN’ HOFFS, kenaikan temperatur sebesar 100C (hanya pada
kisaran temperatur yang masih ditoleri) akan meningkatkan laju metabolisme dari
organisme sebesar 2-3 kali lipat.
2.5.1.2. Intensitas Cahaya Matahari
Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi
sifat-sifat optis air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan
sebagian lagi akan dipantulkan keluar permukaan air. Dengan bertambahnya
kedalaman lapisxan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami penurunan
yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang
pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan yang menyebabkan
kolam air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan. Pada lapisan
dasar, warna air akan berubah menjadi hijau kekuningan, karena intensitas dari
warna ini paling baik ditransmisi dalam air sampai ke bagian dasar. Dengan
demikian kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air
yang berbeda (Barus, 2004).
Universitas Sumatera Utara
18
2.5.1.3. Kecerahan
Kedalaman penetrasi cahaya yang merupakan kedalaman dimana produksi
fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung pada beberapa faktor, antara
lain absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air,
pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik dan musim
(Nybakken, 1992). Intensitas cahaya matahari mempengaruhi produktivitas
primer, hasil perubahan energi cahaya matahari menjadi energi kimia dapat
diperoleh melalui proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau. Proses fotosintesa
sangat tergantung pada intensitas cahaya matahari, konsentrasi CO2, oksigen
terlarut dan temperatur perairan. Oleh karena itu tumbuhan hijau sangat
tergantung pada kecerahan suatu perairan karena mempengaruhi proses
fotosintesis. Kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air
yang berbeda. Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat
orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya
(Barus, 2004).
2.5.1.4. Arus
Pada perairan lotik maupun lentik arus mempunyai peranan yang sangat
penting, hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut, dan
mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara
vertikal. Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat turbulen, yaitu arus air
yang bergerak ke segala arah sehingga air akan terdistribusi ke seluruh bagian
dari perairan tersebut (Barus, 2004).
2.5.2
Parameter Kimia
2.5.2.1 pH
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan,
didefinisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen dan secara
matematis dinyatakan sebagai pH = log l/H-, dimana H- adalah banyaknya ion
hidrogen dalam per mol per liter larutan. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan
organisme pada umumnya antara 7-8,5. Kondisi yang sangat asam atau pun basa
Universitas Sumatera Utara
19
sangat membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Baur 1987, Brakke et al. 1992,
Brehm & meuering 1990 dalam Barus, 2004).
2.5.2.2. Oksigen terlarut (DO = Disolved Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan hal terpenting di dalam ekosistem air,
terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme
air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Apabila oksigen dalam
bentuk terlarut, disebut keadaan aerob, apabila terdapat dalam bentuk tidak
terlarut tetapi berikatan dengan unsur lain seperti NO2 dan NO3 disebut keadaan
anoksik, sedangkan apabila tidak terdapat sama sekali oksigen dalam air, baik
yang terlarut maupun yang membentuk ikatan denagan unsur lain disebut keadaan
anaerob. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh faktor
temperatur dan jumlah garam terlarut dalam air.
2.5.2.3. BOD5 (Biological Oxygen Demand)
Nilai
BOD
menyatakan
jumlah
oksigen
yang
dibutuhkan
oleh
mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur
pada temperatur 200C. Pengukuran yang umum dilakukan adalah selama 5 hari
atau BOD5. (Forstner, 1990 dalam Barus, 2004). Angka BOD yang tinggi
menunjukkan terjadinya pencemaran organik di perairan. Brower et al dalam
Barus, (2004) menyatakan nilai BOD5 menunjukkan kualitas suatu perairan masih
tergolong baik apabila konsumsi O2 selama 5 hari berkisar sampai 5 mg/l.
2.5.2.4. Kandungan Nitrat dan Fosfat
Amonium dan amoniak merupakan produk akhir dari penguraian protein yang
masuk ke dalam badan sungai terutama melalui limbah domestic. Konsentrasinya
di dalam sungai akan semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan
yang disebabkan adanya aktifitas mikro organisme di dalam air. Mikroorganisme
tersebut akan mengoksidasi ammonium menjadi nitrit dan akhirnya menjadi nitrat.
Penguraian ini dikenal sebagai proses nitrifikasi. Proses oksidasi ammonium
Universitas Sumatera Utara
20
menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri jenis Nitrosomonas, nitrit dioksidasi menjadi
nitrat oleh bakteri Nitrobacter.
NH4 (Amonium) + O2
NO2 (Nitrit)
Nitrosomonas
NO2 (Nitrit)
+ O2
NO3 (Nitrat)
Nitrobacter
Proses oksidasi tersebut akan menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut
semakin berkurang, terutama musim kemarau saat hujan sangat sedikit, dimana
volume air di sungai menjadi rendah. Tingginya temperatur dan apabila volume
limbah tidak berkurang akan menyebabkan laju oksidasi tersebut meningkat tajam.
Keadaan ini bisa mengakibatkan konsentrasi oksigen menjadi sangat rendah
sehingga menimbulkan kondisi yang kritis bagi organisme air (Barus, 2004).
Unsur fosfor dalam perairan sangat penting, terutama dalam pembentukan
protein dan metabolism bagi organisme. Fosfor dalam suatu perairan alami
berasal dari pelapukan batuan. Sumber fosfat lainnya berasal dari buangan limbah
rumah tangga, limbah pertanian dan buangan limbah beberapa industri. Perairan
yang mengandung fosfat tinggi melebihi kebutuhan normal organisme nabati yang
ada, akan dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Kualitas air yang baik dan
aman bagi organisme yang ada, maka konsentrasi fosfat tidak melebihi dari 50
ppm (Barus, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Download