5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat pada Perairan

advertisement
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Logam Berat pada Perairan
Keberadaan logam berat diperairan berasal dari sumber alamiah dan aktivitas
manusia. Sumber alamiah masuk ke dalam perairan bisa dari pengikisan batuan
mineral. Disamping itu partikel logam yang ada di udara, karena adanya hujan dapat
menjadi sumber logam di perairan. Adapun logam yang berasal dari aktivitas manusia
dapat berupa buangan industri, kegiatan pertambangan, limbah pertanian, dan
buangan dari rumah tangga. Dari keempat jenis limbah tersebut, limbah yang
umumnya paling banyak mengandung logam berat adalah limbah industri. Hal ini
disebabkan senyawa logam berat sering digunakan dalam industri, baik sebagai bahan
baku, bahan tambahan maupun katalis (Fardiaz, 1995).
Logam berat yang masuk ke perairan baik sungai maupun laut akan
dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses, yaitu pengendapan, adsorbsi, dan
absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan, 1976). Logam berat mempunyai
sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan
menyatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi
dibandingkan dalam air (Hutagalung, 1991).
Pada penelitian sebelumnya, Sumekar (2014) menyebutkan bahwa kandungan
Pb dan Hg yang terakumulasi dalam sedimen di Muara Sungai Mati, Kabupaten
Badung, Bali berturut-turut sekitar 99,9567 mg/Kg dan 154,2972 mg/Kg. Dwijani
5
6
dan Suprihatin (2006) juga menyebutkan bahwa pada uji bioakumulasi logam Pb, Cu,
dan Cd pada ikan dan sedimen di daerah sungai Badung didapatkan konsentrasi
logam-logam tersebut sebesar 0,26 mg Pb/kg sedimen basah dan 0,58 mg Cu/kg
sedimen basah. Sementara dalam daging ikan konsentrasinya 0,6 mg Pb/kg berat
sampel basah dan 1,3 mg Cd/kg berat sampel basah. Konsentrasi logam-logam dalam
kedua jenis sampel tersebut mencerminkan bukan hanya saat pencemaran sesaat,
melainkan akumulasi historis.
Pada penelitian terhadap air sungai Badung oleh Armadi dan Kunti (2009),
kadar logam Pb berkisar 0,026-0,054 ppm, Cr berkisar antara 0,002-0,016 ppm, dan
Cd berkisar antara 0,003-0,040 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi logamlogam dalam sedimen maupun ikan (biota) jauh lebih tinggi daripada dalam air.
2.2
Distribusi Logam Berat dan Pengaruhnya pada Tanaman
Tumbuhan memiliki kemampuan untuk menyerap ion-ion dari lingkungannya
melalui membran sel. Menurut Fitter dan Hay (1991), ada dua sifat penyerapan ion
oleh tumbuhan, yaitu: (1) faktor konsentrasi, yaitu kemampuan tumbuhan dalam
mengakumulasi ion sampai ke tingkat konsentrasi tertentu, bahkan dapat mencapai
tingkat lebih besar dari konsentrasi ion di dalam mediumnya, dan (2) perbedaan
kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis tumbuhan.
Proses absorpsi racun pada tumbuhan, termasuk unsur logam berat dapat
terjadi lewat beberapa bagian, zat organik dan zat hidrofilik melalui akar, zat yang
lipofilik diserap melalui daun, sedangkan stomata untuk jalan masuk gas. Transport
zat yang terabsorpsi ini terjadi dari sel ke sel melalui jaringan vaskuler agar dapat
7
didistribusikan ke seluruh bagian tumbuhan. Difusi katalik terjadi dengan ikatan
benang sitoplasma yang disebut plasmadesmata, misalnya transport zat hara dari akar
ke daunnya dan sebaliknya, makanan atau hidrat karbon dari daun ke akar (Soemirat,
2003).
Beraneka ragam unsur dapat ditemukan di tumbuhan, tetapi tidak berarti
unsur-unsur tersebut dibutuhkan oleh tumbuhan untuk kelangsungan hidupnya.
Beberapa unsur yang ditemukan dalam tumbuhan ternyata dapat mengganggu
metabolisme atau meracuni tumbuhan, sebagai contohnya adalah beberapa jenis
logam berat seperti Cu, Cd, dan Pb. Unsur hara yang mungkin mengandung unsur
logam dapat kontak dengan akar melalui 3 cara, yaitu: (1) secara difusi larutan tanah,
(2) secara pasif oleh aliran air tanah, dan (3) akar tumbuh kearah posisi dalam matriks
tanah. Serapan hara oleh akar dapat bersifat akumulatif, selektif, satu arah (unit
directional), dan tidak dapat jenuh. Penyerapan hara dalam waktu lama dapat
menyebabkan konsentrasi hara dalam sel jauh lebih tinggi (Lakitan, 2001).
Ada 3 jalan yang ditempuh oleh air dan ion-ion yang terlarut bergerak menuju
sel-sel xylem dalam akar, yaitu: (1) melalui dinding sel (apoplas) epidermis dan selsel korteks, (2) melalui sistem sitoplasma (simplas) yang bergerak dari sel ke sel, dan
(3) melalui sel hidup pada akar, yang mana sitosol tiap sel membentuk suatu jalur
(Rosmarkam dan Nasih, 2002).
Menurut Luncang (2005), tumbuhan yang tumbuh di air akan terganggu oleh
bahan kimia toksik dalam limbah (sianida, fenol, derivate benzol, klorin, hipoklorat,
dan campuran logam berat). Pengaruh polutan terhadap tumbuhan tergantung pada
8
jenis polutan, konsentrasinya, dan lama polutan itu berada. Gejala pencemaran pada
tumbuhan sangat bervariasi dan tidak spesifik. Pada konsentrasi tinggi tumbuhan
akan mengalami kerusakan akut dengan gejala seperti klorisis, perubahan warna,
nekrosis, dan kematian seluruh bagian tumbuhan. Disamping perubahan morfologi
juga akan terjadi perubahan kimia, biokimia, fisiologi, dan struktur tumbuhan.
2.3
Logam Tembaga
Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Unsur logam
ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik, tembaga
menempati posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan mempunyai bobot atau berat
𝑔
atom (BA) 63,546 sma. Densitas tembaga ialah 8,90 ⁄𝑐𝑚−3 dan titik lelehnya 1084
(Cotton dan Wilkinson, 1989). Tembaga merupakan salah satu logam non-ferrous
yang paling penting dan banyak dipakai mulai dari industri sederhana sampai industri
berteknologi tinggi. Hal ini digunakan baik murni atau paduan dengan logam lain.
Tembaga adalah bahan penting dan sangat diperlukan dalam banyak aplikasi karena
sifat fisik dan mekanis, termasuk konduktivitas listrik dan ketahanan terhadap korosi
yang tinggi (Palar, 1994).
Potensial elektroda standar tembaga positif (+0,34 V untuk pasangan
Cu/Cu2+), sehingga tembaga tidak mudah teroksidasi dan dengan demikian tak larut
dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen tembaga
bisa larut sedikit. Diperlukan asam klorida dan asam sulfat dengan konsentrasi tinggi
untuk mengoksidasi tembaga. Asam nitrat yang sedang pekatnya (8M) dengan mudah
melarutkan tembaga. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
9
3Cu + 8HNO3
3Cu2+ + 6NO- + 2NO + 4H2O
Asam sulfat pekat panas juga melarutkan tembaga dengan reaksi sebagai berikut.
Cu + 2H2SO4
Cu2+ +SO42- + SO2 +2H2O
Tembaga mudah pula larut dalam air raja dengan reaksi sebagai berikut.
3Cu + 6HCl + 2HNO3
3Cu2+ + 6Cl- + 2NO + 4H2O
Ada dua valensi senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan
dari tembaga(I) oksida Cu2O yang merah dan mengandung ion tembaga (I), Cu+.
Senyawa-senyawa ini tak berwarna, kebanyakan garamnya tak larut dalam air dan
sifatnya mirip senyawa perak (I). Tembaga (I) mudah dioksidasi menjadi tembaga
(II), yang dapat diturunkan dari tembaga (II) oksida, CuO hitam. Garam-garam
tembaga (II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat maupun dalam
larutan-air. Garam-garam tembaga (II) dalam larutan-air yang berwarna biru khas
untuk ion tetraakuokuprat (II), [Cu(H2O)4]2+ saja. Garam-garam tembaga anhidrat
seperti tembaga (II) anhidrat, CuSO4, berwarna putih (atau sedikit kuning) (Vogel,
1985).
Logam Cu merupakan salah satu logam berat esensial untuk mahluk hidup.
Logam ini dibutuhkan sebagai unsur yang berperan dalam pembentukan enzim
oksidatif
dan
pembentukan
kompleks
Cu-protein
yang
dibutuhkan
untuk
pembentukan hemoglobin, kolagen, pembuluh darah dan myelin (Darmono, 1995).
Kebutuhan harian Cu untuk manusia yang dianjurkan oleh WHO (1973) dalam Palar
(1994) adalah 30 mg Cu per kilogram berat tubuh untuk orang dewasa, 40 mg Cu per
10
kilogram berat tubuh untuk anak-anak dan 80 mg Cu per kilogram berat tubuh untuk
bayi.
Logam Cu berpotensi toksik terhadap tanaman dan berbahaya bagi manusia
karena bersifat karsinogenik. Kandungan logam Cu dalam jaringan tanaman yang
tumbuh normal sekitar 5-20 mg/kg, sedangkan pada kondisi kritis dalam media 60120 mg/kg dan dalam jaringan tanaman 5-60 mg/kg. Pada kondisi kritis pertumbuhan
tanaman mulai terhambat sebagai akibat keracunan Cu (Alloway, 1995) dan menurut
Lasat (2007) konsentrasi lebih dari 10 ppm dapat menjadi racun terhadap tanaman.
Absorpsi logam Cu oleh tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain: konsentrasi logam berat di lingkungan, tipe tumbuhan, pH tanah, curah hujan,
dan lain-lain. Kemampuan untuk mengakumulasi logam berat juga berbeda-beda
pada tiap tanaman (Allen, 1989).
Logam Cu dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh, sehingga apabila
konsentrasinya cukup besar logam berat akan meracuni manusia tersebut. Pengaruh
racun yang ditimbulkan dapat berupa muntah-muntah, rasa terbakar di daerah
esopagus dan lambung, kolik, diare, yang kemudian disusul dengan hipotensi, nekrosi
hati dan koma (Supriharyono, 2000).
2.4
Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza)
Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) adalah salah satu tumbuhan mangrove yang
biasanya dikenal sebagai bakau daun besar. Secara morfologi tanaman ini mempunyai
bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove
dan mempunyai mekanisme fisiologi dalam mengontrol garam. Bruguiera
11
gymnorrhiza tersebar di daerah tropis Afrika Selatan dan Timur dan Madagaskar, ke
Asia Tenggara dan Selatan (termasuk Indonesia dan negara di kawasan Malaysia),
sampai timurlaut Australia, Mikronesia, Polinesian dan kepulauan Ryukyu (Duke dan
Allen 2006). Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) memiliki klasifikasi sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Myrtales
Family
: Rhizophoraceae
Genus
: Bruguiera
Species
: Bruguiera gymnorrhiza
Lindur tumbuh di daerah mangrove bagian sampai bagian dalam dengan
salinitas rendah. Pohon lindur yang kadang-kadang mencapai ketinggian 30 – 35m
dengan lebar batang 15 – 35cm. Akarnya membentuk akar papan dan melebar ke
samping tetapi juga memiliki sejumlah akar lutut. Batang dari tumbuhan ini
umumnya berwarna abu-abu sampai hitam, memiliki lentisel yang besar dengan
percabangan simpodial. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga
kasar dengan warna abu-abu tua sampai coklat. Tumbuhan lindur memiliki daun yang
umumnya berwarna hijau tua, berbentuk elips, licin, dan tebal dengan panjang 8 –
22cm dan lebar 5 – 8cm. Ujung daun meruncing, berwarna hijau pada bagian atas dan
hijau kekuningan pada bagian bawah tanpa bercak-bercak hitam. Letak daun tunggal
dengan posisi menyilang (Kitamura dkk, 2003).
12
Bunga tumbuhan lindur terletak di ujung buah dengan kelopak berwarna
merah muda hingga merah sebanyak 10 – 14 helai serta panjang bunga 3 – 5 cm. Tiap
mahkota berbentuk runcing, masing-masing terdiri dari 3 tangkai benang sari. Buah
lindur berwarna hijau gelap hingga ungu dengan bercak coklat, permukaan buah licin,
buah berbentuk silinder memanjang 20 – 30 cm dengan diameter 1,7 – 2,0 cm (Duke
dan Allen 2006).
Buah lindur dapat diolah menjadi tepung sebagai pengganti tepung terigu
dalam pembuatan kue (BPHM I, 2007). Tepung buah lindur memiliki kadar air
11,63%, abu 1,40%, lemak 3,21%, protein 1,85%, dan karbohidrat 81,89% dalam
tepung buah lindur (Handayani dan Kartika, 2009). Gambar 2.1 menunjukkan buah
lindur (Bruguieragymnorrhiza)
Gambar 2.1 Buah Lindur (Bruguieragymnorrhiza)
2.5
Buah Pedada (Sonneratia caseolaris)
Tumbuhan pedada (Sonneratia) adalah sejenis pohon penghuni rawa-rawa
tepi sungai dan bagian dari vegetasi mangrove. Secara lokal pohon ini sering disebut
13
dengan sebutan perapat. Secara ekologi tumbuhan ini hidup di daerah pasang surut
yang berlumpur dan rawa-rawa. Tumbuhan ini mampu tumbuh hingga ketinggian 520 meter, dengan struktur batang terdiri dari, akar, batang, ranting, daun, bunga, dan
buah (BPHM I, 2014).
Pedada tumbuh pada tanah berlumpur yang dalam dan disekitar muara Sungai
Badung dan Sungai Mati dengan salinitas rendah. Pedada memiliki akar nafas
(pneumatophores), akar yang terkena udara secara langsung, berbentuk seperti pensil
atau kerucut yang menonjol keatas, terbentuk dari perluasan akar yang tumbuh secara
horizontal. Daunnya tunggal, bersilangan, bentuk jorong sampai oblong, panjangnya
4 – 8 cm, ujung daun membundar dengan bengkokan tajam yang menonjol (Kitamura
dkk, 2003).
Batang berukuran kecil hingga besar, di ujung batang terdapat ranting yang
tumbuh menyebar. Daun-daunnya tunggal, berhadapan, bundar telur terbalik atau
memanjang, 5–13 cm × 2–5 cm, dengan pangkal bentuk baji dan ujung membulat
atau tumpul. Tangkai daun pendek dan seringkali kemerahan. Bunga sendirian atau
berkelompok hingga 3 kuntum di ujung ranting. Kelopak bertaju 6 – 8 helai, runcing,
panjang 3–4,5cm dengan tabung kelopak serupa cawan dangkal di bawahnya, hijau di
bagian luar dan putih kehijauan atau kekuningan di dalamnya. Mahkota berwarna
merah, sempit, dengan ukuran 17 – 35mm × 1,5-3,5mm. Benangsari sangat banyak
dengan panjang 2,5–3,5cm, putih dengan pangkal kemerahan yang cepat rontok.
Tangkai putik besar dan panjang, tetap tinggal sampai lama. Buah berbiji banyak
berbentuk bola pipih, berwarna hijau kekuning-kuningan diameternya 6 – 8 cm dan
14
tinggi 3–4 cm, permukaan mengkilap, dan terletak di atas taju kelopak yang hampir
datar (Gambar 2.2). Daging buahnya kekuningan, masam asin, dan berbau busuk
(BPHM I, 2014).
Pedada (Sonneratia caseolaris) memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Myrtales
Family
: Soneratiaceae
Genus
: Soneratia
Spesies
: Soneratia caseolaris
Varghese dan kawan-kawan (2010) menyatakan bahwa buah pedada memiliki
24 komponen termasuk delapan steroid, sembilan triterpenoid, tiga flavonoid,dan
empat turunan karboksil benzene.
Gambar 2.2 Buah Pedada (Soneratia caseolaris)
Buah pedada memiliki kadar air 84,76%, abu 8,4%, lemak 4,82%, protein
9,21% dan karbohidrat 77,57% (Manalu, 2011). Buah pedada dapat dimakan untuk
15
beberapa tujuan seperti rujak, bahan baku pembuatan sirup, pudding, sabun, dodol,
dan selai (BPHM I, 2007).
2.6
Buah Nyirih (Xylocarpus granatum)
Nyirih (Xylocarpus granatum) merupakan salah satu spesies tanaman bakau
dalam famili Meliaceae yang diklasifikasikan sebagai salah satu jenis mangrove sejati
dengan komponen minor. Jenis ini sangat mudah dijumpai di Indonesia, bahkan Asia
Tenggara. Penyebaran lainnya terdapat di Madagaskar, Afrika Timur, dan Mauritania
(BPHM I, 2014).
Nyirih (Xylocarpus granatum) memiliki klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi
: Tracheophyta
Class
: Magnoliopsida
Ordo
: Sapindales
Family
: Maliaceae
Genus
: Xylocarpus
Spesies
: Xylocarpus mucronata
Gambar 2.3 Buah Nyirih (Xylocarpus granatum)
16
Nyirih (Xylocarpus granatum) tumbuh di sepanjang pinggiran daratan
mangrove dengan salinitas rendah. Nyirih memiliki akar papan (plank root) yang
tumbuh secara horizontal, berbentuk seperti pita diatas permukaan tanah,
bergelombang dan berliku-liku kearah samping seperti ular, dan banin (buttress),
yang mana struktur akar seperti papan dan memanjang secara radial dari pangkal
batang (Kitamura dkk, 2003).
Jenis ini tumbuh dengan ketinggian mencapai 8 meter. Letak daunnya
majemuk, berseling yang mana anak daun biasanya terdiri dari 2 pasang. Daunnya
berbentuk elips sampai bulat telur sungsang dengan panjang 7 – 12 cm.
Bunga nyirih memiliki 8 – 20 rangkai pertangkai, petal berjumlah 4 dengan
warna krem sampai putih kehijauan, kelopak bunga berjumlah 4 dengan warna hijau
kekuningan, benang sarinya menyatu dengan pembuluh (tube), berwarna putih
kekrem dengan ukuran diameter bunga 1,0 – 1,2 cm. Buah nyirih berbentuk bulat
seperti melon berwarna coklat kekuningan, berisi 6 – 16 biji dengan berat 1 – 2 kg
dan panjang diameter 15 – 20 cm (BPHM I, 2014).
Biji buah nyirih dapat dimanfaatkan untuk bedak lulur. Minyak dari bijinya
bisa untuk minyak rambut. Bijinya juga bermanfaat sebagai obat gatal, obat luka, dan
pereda demam (BPHM I, 2007).
2.7
Buah Bakau (Rhizophora mucronata)
Bakau (Rhizophora mucronata) merupakan salah satu spesies tanaman bakau
dalam famili rhizhophoraceae yang diklasifikasikan sebagai salah satu jenis
mangrove sejati dengan komponen mayor. Secara morfologi tanaman ini mempunyai
17
bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove
dan mempunyai mekanisme fisiologi dalam mengontrol garam. Jenis ini sangat
mudah dijumpai di Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Penyebaran lainnya terdapat di
Madagaskar, Afrika Timur, dan Mauritania (BPHM I, 2014).
Bakau (Rhizophora mucronata) memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Class
: Magnoliopsida
Ordo
: Malpighiales
Family
: Rhizophoraceae
Genus
: Rhizophora
Spesies
: Rhizophora mucronata
Gambar 2.4 Buah Bakau (Rhizophora mucronata)
Bakau (Rhizophora mucronata) tumbuh di daerah mangrove bagian tengan
dengan salinitas tinggi. Bakau memiliki akar tunjang (stilt root) yang tumbuh diatas
permukaan tanah, mencuat dari batang dan dahan paling bawah, serta memanjang
keluar dan menuju permukaan tanah. Jenis ini mempunyai spesialisasi morfologis
18
berupa akar udara (aerial root) yang apabila terkena udara maka secara langsung
akan berfungsi untuk menangkap karbon dan oksigen diudara (Kitamura dkk, 2003)
Jenis ini tumbuh optimal dengan ketinggian 25 meter dengan diameter 70
sentimeter pada areal yang tergenang yang kaya akan humus. Letak daunnya
bersilangan, yang mana dua daun terletak berlawanan satu sama lain pada setiap buku
batang pada ranting yang sama. Daunnya berbentuk elips yang melebar pada bagian
tengah, dengan ujung daun menyempit dan panjang 15 – 20 cm.
Bunga bakau berwarna kuning krem sampai hijau kekuningan, memiliki 4 – 8
rangkai pertangkai, petal dan kelopak bunga masing-masing berjumlah 4, benang
sarinya berjumlah 8, panjang bunga 1,5 – 2 cm dengan diameter 3 – 4 cm. Buah
bakau berbentuk silinder berwarna hijau kekuningan, kotiledon kuning, panjang 50 –
70 cm dengan diameter 2 – 2,3 cm (BPHM I, 2014).
2.8
Penentuan Logam dengan Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)
Spektrofotometri serapan atom (AAS) adalah suatu metode yang digunakan
untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini menggunakan nyala
untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam berbentuk
gas (Rohman, 2007).
2.8.1
Prinsip kerja Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)
Spektrofotometri serapan atom merupakan metode analisis yang tepat untuk
analisis analit terutama logam-logam dengan konsentrasi rendah (Pecsok dkk, 1976).
Prinsip dari spektrofotometri adalah terjadinya interaksi antara energi dan materi.
Pada spektroskopi serapan atom terjadi penyerapan energi oleh atom sehingga atom
19
mengalami transisi elektronik dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi. Dalam
metode ini, analisis didasarkan pada pengukuran intensitas sinar yang diserap oleh
atom sehingga terjadi eksitasi. Untuk dapat terjadinya proses absorbsi diperlukan
sumber radiasi monokromatik dan alat untuk menguapkan sampel sehingga diperoleh
atom dalam keadaan dasar.
2.8.2
Sumber radiasi Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)
Suatu spektrofotometri serapan atom memiliki suatu sumber radiasi yang
panjang gelombangnya tepat sama dengan atom yang diharapkan tereksitasi dalam
nyala yang disebut lampu hollow cathode. Pada flame photometry, energi yang
diserap adalah energi panas dari nyala dan energi dari pembakaran molekular. Ini
sangat tidak efisien karena banyak energi tersedia tapi hanya sedikit yang
akanmengeksitasi atom netral. Disinilah keefektifan dari lampu hollow cathode yaitu
menyediakan radiasi yang tepat. Contoh: jika magnesium yang akan ditentukan, maka
digunakan lampu hollow cathode magnesium (Khopkar, 1990).
2.8.3
Teknik analisis kurva kalibrasi
Kurva kalibrasi yang dapat disebut juga dengan kurva standar diperoleh
dengan mengukur absorbansi dari sederetan konsentrasi larutan standar. Untuk
senyawa atau zat yang mengikuti hukum Lambert-Beer, kurva antara konsentrasi
terhadap absorbansi garis lurus yang mengikuti persamaan linier, y = a + bx, yang
mana y = absorbansi, x = konsentrasi, b = slope dan a = intersep. Nilai serapan
larutan sampel kemudian diekstrapolasi sehingga memotong sumbu x (sumbu
konsentrasi), sehingga kadar sampel dapat ditentukan (Ewing, 1985).
20
Gambar 2.5 Grafik Hubungan Absorbansi dengan Konsentrasi
Kurva kalibrasi yang ideal adalah yang mempunyai intersep (a) sama dengan
nol, karena larutan tanpa sampel idealnya tidak menyerap cahaya pada panjang
gelombang diukur.
2.8.4
Teknik analisis adisi standar
Teknik ini banyak digunakan dalam analisis menggunakan AAS. Apabila
matriks sampel kompleks dan atau konsentrasi analit sangat rendah, maka teknik ini
lebih tepat digunakan daripada kalibrasi. Pada teknik ini beberapa larutan sampel
dengan volume yang sama ditambah larutan standar dengan konsentrasi yang
berbeda. Absorbansi dari masing-masing larutan diukur setelah diencerkan sampai
volume tertentu (Sadiq, 1992).
Jika terdapat hubungan linier antara absorbans dan konsentrasi maka,
………………………………………………..……………………... (2.1)
…...…………………………………………….……..… (2.2)
Dan
Dimana
= konsentrasi unsur dalam larutan sampel (
=
𝑚𝑔
⁄𝐿)
konsentrasi unsur dalam larutan standar yang ditambahkan (
𝑚𝑔
⁄𝐿)
21
K
=
absorbans larutan sampel
=
absorbans larutan sampel dan standar
=
b, slope
Dari persamaan (2.1) dan (2.2) akan diperoleh :
Atau,
..……………………………………………………….……… (2.3)
Konsentrasi unsur dalam larutan sampel dapat dihitung dengan cara
ekstrapolasi sampai At = 0. Dari persamaan (2.3) terlihat jika At = 0 maka,
…………………………………………………………………..…… (2.4)
Hubungan antara konsentrasi unsur yang ditambahkan dengan absorbans dapat dilihat
pada Gambar 2.6, yaitu :
Gambar 2.6 Grafik Kurva Adisi Standar
22
2.9
Metode Destruksi
2.9.1
Destruksi kering
Destruksi kering merupakan perombakan organik logam dalam sampel
menjadi logam anorganik dengan cara pengabuan sampel dalam furnace dan
memerlukan suhu pemanasan tertentu. Umumnya diperlukan suhu 400-800 ,
tapisuhu ini sangat tergantung pada jenis sampel yang akan dianalisis. Bila oksida
logam yang terbentuk kurang stabil maka perlakuan ini tidak memberikan hasil yang
baik. Untuk oksida logam yang stabil, setelah pengabuan kemudian dilarutkan dalam
pelarut asam encer, baik tunggal maupun campuran kemudian dianalisis (Raimon,
1993).
2.9.2
Destruksi basah
Destruksi basah yaitu pemanasan sampel (organik atau biologis) dengan
adanya pengoksidasi kuat seperti asam-asam mineral baik tunggal maupun campuran.
Jika dalam sampel dimasukkan zat pengoksidasi, lalu dipanaskan pada temperatur
yang cukup tinggi dan jika pemanasan dilakukan secara kontinu pada waktu yang
cukup lama, maka senyawa-senyawa dalam sampel yang mudah teroksidasi akan
teroksidasi sempurna sehingga meninggalkan berbagai elemen-elemen pada larutan
asam dalam bentuk senyawa anorganik yang sesuai untuk dianalisis (Anderson,
1987).
猄
Download