perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 4 BAB II

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Remaja SMA Yang Kegemukan
a. Definisi Remaja
Remaja menurut WHO adalah individu baik laki–laki maupun perempuan
yang berada pada usia antara Anak-anak dan dewasa, yaitu usia antara 10
sampai 19 tahun.
Berdasarkan kematangan psikososial dan seksual remaja dibagi menjadi 3
kelompok (Istiany dan Rusilanti. 2013) :
-
Masa remaja awal /dini (early adolescenes )
: usia 11 – 13 tahun
-
Masa remaja pertengahan ( middle adolescenes ): usia 14 – 16 tahun
-
Masa remaja lanjut ( late adolescenes )
: usia 17 – 20 tahun
b. Remaja Kegemukan
Indek Massa Tubuh (IMT) merupakan petunjuk untuk menentukan remaja
kegemukan, dengan membagi berat badan (kilogram) dengan tinggi badan
kuadrat (meter). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2010 (Kemenkes, 2011) No:1995/KEMENKES/SK/XII/2010
tentang
standar antropometri penilaian status gizi dan mengacu pada standar
WHO 2007, yaitu dengan menghitung IMT menurut umur (IMT/U) pada anak
umur 5–18 tahun sebagai berikut :
1) Obesitas
: > 2 SD
2) Gemuk
: > 1 SD s.d 2 SD
3) Normal
: - 2 SD s.d 1 SD
4) Kurus
: - 3 SD s.d < - 2 SD
5) Sangat Kurus : < - 3 SD
Kegemukan didefinisikan oleh berbagai sumber literatur sangat bervariasi
yang pada intinya adalah ketidakseimbangan antara asupan energi yang masuk
kedalam tubuh dengan penggunaan energi sebagai sumber aktivitas fisik.
Menurut Kapajos dalam JHNC (2003) secara umum kegemukan adalah
kelebihan lemak tubuh yang disimpan
di user
jaringan lemak tubuh. Mahan et al.,
commit to
4
5
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2012) menyebutkan kegemukan adalah suatu keadaan
berlebihan dalam tubuh, yang
penimbunan lemak
merupakan faktor risiko untuk terjadinya
berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit
jantung koroner dan berbagai jenis kanker. Menurut Gibney et al.,(2009)
kegemukan adalah ketidakseimbangan antara asupan dan pengeluaran energi,
dimana asupan lebih besar dari energi yang dikeluarkan sehingga terjadi
penumpukan lemak dalam jarimgan adiposa. Menurut Koolman (2001) Asupan
energi yang berlebih berasal dari asupan lemak yang berlebih dari makanan,
karena lemak menghasilkan energi sebesar 38 kJ/g yang lebih besar jika
dibandingkan dengan karbohidrat maupun protein yang hanya 17 kJ/g.
Soekirman (1993) mengemukakan hasil Penelitian di Cina menunjukkan bahwa
penduduk Cina rata-rata mengkonsumsi energi lebih tinggi daripada penduduk
Amerika, tetapi angka kejadian obesitas di Amerika lebih tinggi 25%.
Perbedaannya ternyata pada sumber energi. Orang Cina sumber energi makanan
lebih banyak berasal dari karbohidrat (dua kali lipat) dan lebih sedikit berasal
dari lemak (hanya sepertiga) dibandingkan dengan orang Amerika. Sumber
energi yang berasal dari lemak pada penduduk Cina diperkirakan hanya sekitar
10-15% dari total energi, sedangkan di Amerika sekitar 30%. Namun demikian,
menurut Wargahadibrata (2015) dalam seminar mengenai obesitas menyebutkan
asupan makanan dari sumber karbohidrat bisa memberikan kontribusi
penumpukan lemak dalam jaringan adiposa lebih cepat dari asupan lemak karena
durasi metabolisme nya dalam tubuh lebih cepat dibandingkan dengan asupan
makanan dari sumber lemak,sehingga bersifat menggemukan jika dikonsumsi
berlebihan , terlebih jenis makanan dari karbohidrat sederhana, apabila tidak
diimbangi dengan pengeluaran energi yang lebih besar untuk beraktivitas.
Kegemukan menurut Azwar (2004) adalah keadaan patologi dimana
terdapat penimbunan lemak yang berlebih daripada yang dibutuhkan fungsi
tubuh, bila terjadi dalam waktu lama, dan tidak di imbangi dengan aktivitas yang
cukup untuk membakar kelebihan energi tersebut maka akan diubah lemak dan
disimpan dalam sel lemak bawah kulit. Kegemukan juga dapat diartikan sebagai
akumulasi dari lemak tubuh atau jaringan adipose. Jumlah total jaringan adipose
25% lebih dari berat badan untuk
priatodan
lebih dari 30% untuk berat badan
commit
user
6
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
wanita (Kanarek, 1991). Menurut Subardja (2005) kegemukan dapat terjadi pada
semua umur dan mempunyai gambaran klinis yang sangat bervarisi mulai dari
yang ringan hingga yang sangat berat.
2. Konseling Gizi
a. Definisi
Konseling secara umum dapat diartikan sebagai pelayanan bantunan kepada
seseorang atau kelompok agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal
dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan
belajar, dan perencanaan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku. Pelayanan konseling
mengikuti kaidah–kaidah ilmu dan teknologi pendidikan serta psikologi yang
dikemas dalam kajian terapan pelayanan konseling, sehingga tersedia pelayanan
bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah
agar klien berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia (Sulistyarini dan
Jauhar, 2014)
Konseling gizi dapat diartikan suatu pendekatan yang dilakukan dalam
asuhan gizi untuk menolong individu dan keluarga agar memperoleh pengertian
yang lebih baik tentang dirinya serta permasalahan yang dihadapi. Empat unsur
komunikasi dalam konseling gizi yang harus ada agar tujuan komunikasi
tercapai, yaitu pemberi pesan, isi pesan, saluran atau media, dan penerima pesan.
Dengan kata lain konseling gizi dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan
proses komunikasi dua arah untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian,
sikap, serta perilaku sehingga membantu klien
atau pasien mengenali dan
mengatasi masalah gizi melalui pengaturan makanan dan minuman (Cornelia et
al., 2014).
b. Konseling Sebagai Upaya Perubahan Perilaku
Roe et al (1997) dan Eurodiet (2002) dalam Margetts (2008) membuat
rangkuman dalam program yang mereka buat berjalan dengan baik, yaitu
perbaikan pola makan dengan mengubah pengetahuan, sikap dan presepsi
melalui konseling di Afrika dan India.
commit to user
7
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Langkah – Langkah Konseling Gizi
Supariasa (2012) menyatakan bahwa konseling gizi merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dalam proses asuhan gizi terstandar (PAGT) atau nutrition
care process (NCP) yang meliputi pengkajian gizi (nutrition assessment),
diagnosis gizi (nutrition diagnosis), intervensi gizi (nutrition intervention),
monitoring dan evaluasi gizi (nutritionmonitoring and evaluation).
Langkah I
: Membangun dasar–dasar Konseling meliputi : Salam,
Perkenalan diri, mengenal klien, membangun hubungan,
memahami tujuan kedatangan, serta mejelaskan tujuan dan
proses konseling.
Langkah II
: Menggali permasalahan meliputi : Menggumpulkan data dan
fakta dari semua aspek dengan melakukan assessment atau
pengkajian gizi menggunakan data antropometri, biokimia,
klinis dan fisik, riwayat makan, serta personal.
Langkah III
: Menegakkan diagnosa gizi meliputi : Melakukan identifikasi
komponen masalah ,
penyebab dan tanda/gejala yang
disimpulkan dari uraian hasil pengkajian gizi dengan
prolem(P), etiologi (E), sign and symptom (S).
Langkah IV
: Intervensi gizi
1) Memilih rencana
:
Bekerjasama
dengan
klien
untuk memilih alternatif upaya
perubahan prilaku diet yang
dapat diimplentasikan.
2) Memperoleh komitmen: Komitmen untuk meaksanakan
perlakukan diet khusus serta
membuat rencana yang realistis
dan
dapat
diterapkan
&
menjelaskan tujuan, prinsip diet
dan ukuran porsi makan.
Langkah V
: Monitoring dan evaluasi : Ulangi kembali dan tanya apakah
konseling dapat dimengerti oleh klien. Pada kunjungan
berikutnya lihat
proses
commit
to dan
userdampaknya.
8
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Langkah VI
: Mengakhiri konseling (terminasi) : akhiri konseling (satu kali
pertemuan) dan akhiri proses konseling (beberapa kali
pertemuan).
3. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan bentuk multi dimensional dari perilaku manusia,
meliputi semua gerak tubuh mulai dari gerakan kecil hingga lari maraton.
Aktivitas fisik umumnya diartikan sebagai gerak tubuh yang ditimbulkan oleh
otot-otot skeletal dan mengakibatkan pengeluaran energi (Jose et al., 2010).
Kemenkes RI (2014) mendefinisikan aktivitas fisik sebagai energi untuk
bergerak. Pengeluaran energi untuk beraktivitas ditentukan oleh jenis, intensitas,
dan lamanya aktivitas. Wargahadibrata (2014) dalam seminar obesitas
menyebutkan bahwa bila penggunaan energi lebih besar dari asupan energi maka
berat berat badan akan turun, sebaliknya bila penggunaan energi lebih kecil dari
asupan energi, maka berat badan akan meningkat. Keseimbangan energi obtimal
akan tercapai jika aktivitas fisik dalam kategori aktif, yaitu energi yang keluar
untuk beraktivitas >80% dari asupan energi yang masuk setiap harinya.
Menurut Sjostrom et al., (2008) ketika menilai aktivitas fisik, paling tidak
terdapat empat dimensi utama yang menjadi fokus, yaitu:
1) Tipe atau cara aktivitas fisik, mengacu pada berbagai aktivitas spesifik yang
dilakukan oleh subjek penelitian.
2) Frekuensi, mengacu kepada jumlah sesi aktivitas fisik per satuan waktu
3) Durasi, merupakan lamanya waktu yang dihabiskan ketika melakukan
aktivitas.
4) Intensitas, sering dinyatakan dengan istilah ringan, sedang atau moderat,
keras atau vigorous dan sangat keras atau strenuous. Kategori intensitas ini
dapat
di
definisikan
dengan
pengertian
absolute
dan
relative.
Pengelompokan absolute yang sering dipakai untuk intensitas aktivitas fisik
adalah klasifikasi MET (Metabolic energy turnover). Satu MET sama
dengan pengeluaran energi pada saat istirahat, yaitu sekitar 3.5 ml O2/Kg
per menit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
9
digilib.uns.ac.id
Aktivitas fisik yang rendah berkaitan dengan kemajuan teknologi yang
sangat praktis, menyebabkan berkurangnya kebutuhan dalam penggunaan otot
manusia. Alat transfortasi misalnya, menyebabkan berkurangnya aktivitas
berjalan kaki karena ketergantungan pada kendaraan roda dua atau roda emapat
Penggunaan alat hiburan di dalam rumah juga menyebabkan kurangnya aktivitas
fisik di luar rumah khususnya olahraga (Al-Nakeeb et al, 2012).
4. Asupan Makanan Remaja
Kebiasaan dan prilaku makan pada remaja dipengaruhi berbagai faktor.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Asupan makanan remaja :
a. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi terkaitan dengan pendapatan orang tua. Kejadian
kegemukan pada remaja dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi keluarga yang
umumnya menengah ke atas yang memungkinkan mereka mendapatkan pola
konsumsi makanan yang berlebihan dan mendapatkan kemajuan teknologi yang
secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas fisik sehari-hari, misalnya
alat-alat permainan yang mengandalkan kecepatan jari-jari tangan dan mata
daripada gerak tubuh, seperti playstation, nonton TV, dan game online
(Maidelwita, 2013).
b. Kebiasaan Makan di Keluarga
Orang tua mempunyai peranan penting dalam membetuk kebiasaan makan
pada remaja. Pola makan keluarga sehari – hari terkait dengan budaya makan
dalam keluarga, contohnya orang tua yang berasal dari Sumatera Barat lebih
menyajikan makanan tinggi lemak dan kurang serat (Istiany dan Rusilanti,
2013).
c. Teman Sebaya
Pengaruh lingkungan pada diri remaja dalam menentukan perilaku diakui
cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang
memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja
dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman
sebaya. Kebiasaan makan remaja diperoleh dari kebiasaan makan keluarga,
namun demikian pengaruh perilaku
makan
diluar rumah cukup besa. Banyaknya
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
10
digilib.uns.ac.id
waktu yang dihabiskan diluar rumah, berkumpul dengan teman sebaya seperti
teman dilingkungan sekolah. Maraknya iklan yang menyajikan makanan siap
saji yang kaya karbohidrat dan lemak tetapi rendah serat menjadi alternatif
pilihan makanan bagi remaja disaat berkumpul dengan teman sebaya (Almatsier,
2011).
d. Uang Saku
Uang saku digunakan untuk membeli makanan jajanan selama disekolah
dan di rumah. Besarnya uang saku yang diberikan orang tua memungkinkan
remaja mempunyai keleluasaan untuk
makan diluar rumah atau memilih
makanan sesuai dengan keinginan dan teman-teman (Almatsier, 2011 ).
5. Hormon Dan Genetik
Hormon dan genetik merupakan faktor internal penyebab kegemukan pada
remaja. Menurut Barasi (2007) faktor genetik berperan besar dalam terjadinya
obesitas, bila kedua orang tua obesitas maka sekitar 80 % anak–anak mereka
akan mengalami obesitas. Hasil penelitian Andriani dan Wirjatmadi ( 2012)
menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33%
terhadap berat badan seseorang, karena anggota keluarga tidak hanya berbagi
gen tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, sehingga sulit memisahkan
antara faktor gaya hidup dan genetik.
B. Penelitian Yang Relevan
1. Widhayati, Tahun 2009. Judul Penelitian : Efek pendidikan gizi terhadap
terhadap perubahan konsumsi energi dan indeks massa tubuh pada remaja
kelebihan berat badan. Desain Penelitian : Eksperimen. Hasil : Pendidikan gizi
secara kelompok atau individu tidak menunjukkan perbedaan penurunan yang
bemakna, baik pada konsumsi energi total, lemak & aktivitas fisik & tidak
terdapat pengaruh konseling gizi terhadap asupan serat makanan pada remaja
overweight & obesitas.
2.
Rosita, Marhaeni, Mutyara, Tahun 2012. Judul Penelitian : Pengaruh konseling
gizi terhadap perilaku makan dan aktivitas fisik pada remaja overweight &
obesitas di SMA Labschool commit
Kota to
Bandung.
Desain Penelitian : Quasi
user
11
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Eksperimen. Hasil : Terdapat pengaruh konseling gizi terhadap asupan total
lemak
3.
Harikedua dan Tando, Tahun 2012. Judul Penelitian : Aktivitas fisik dan pola
makan dengan obesitas sentral pada tokoh agama di Kota Manado. Desain
Penelitian : Crosecctional. Hasil : Ada hubungan antara pola makan dengan
kejadian obesitas sentral. Protein yang tinggi merupakan variabel yang paling
berpengaruh terhadap terjadinya obesitas sentral.
4.
Oktaviani, Saraswati, dan Rahfiludin, Tahun 2012. Judul Penelitian : Hubungan
kebiasaan konsumsi fast food, aktivitas fisik, pola konsumsi, karakteristik remaja
dan orang tua dengan IMT. Jenis Penelitian : Cross-sectional. Hasil : Ada
hubungan kebiasaan konsumsi fast food, aktivitas fisik, pola konsumsi,
karakteristik remaja dan orang tua dengan IMT.
5.
Herta dan Briawan, Tahun 2011. Judul Penelitian : Kebiasaan Makan Dan
aktivitas Fisik Remaja Obesitas : Studi kasus Pada murid SMA Kornita Bogor.
Desain Penelitian : Studi Kualitatif. Hasil : Remaja Obesitas memiliki kebiasaan
makan dan aktivitas fisik yang kurang sehat. Semua subjek penelitian mengaku
tahu
bahwa adanya pengaruh negatif obesitas terhadap kesehatan, namun
mereka merasa biasa saja dengan ukuran tubuhnya yang obesitas.
6.
Suryaputra dan Nadhiroh, Tahun 2012. Judul Penelitian : Perbedaan Pola Makan
Dan aktivitas Fisik Antara remaja obesitas Dengan Non Obesitas. Desain
penelitian : Observasional Analitik. Hasil : Adanya perbedaan parental fatness,
pola makan dan aktivitas remaja antara kelompok obesitas dan non obesitas.
7.
Ruotsalainen, Kyngäs, Tammelin, Heikkinen, dan Kääriäinen, Tahun 2015.
Judul Penelitian : Effectiveness of Facebook-Delivered Lifestyle Counselling and
Physical Activity Self-Monitoring on Physical Activity and Body Mass Index in
Overweight and Obese Adolescents. Desain Penelitian : Eksperimen. Hasil : Ada
pengaruh konseling gaya hidup melalui media facebook untuk meningkatkan
aktivitas fisik pada remaja kelebihan berat badan dan obesitas.
8.
Whitney dan Karen, Tahun: 2013. Judul : Impact of Computer-Mediated,
Obesity-Related Nutrition Education Interventions for Adolescents: A Systematic
Review. Desain Penelitian : Kualitatif dengan
study Literatur. Hasil : Ada
perubahan pengetahuan, diet, dancommit
aktivitas
fisik remaja.
to user
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perbedaan antara beberapa penelitian di atas dengan penelitian ini adalah :
penelitian ini menjadikan remaja SMA kegemukan sebagai sampel, usia sampel
dibatasi 15-16 tahun, media konseling menggunakan leaflet, food model, dan
metode konseling meliputi konseling kelompok dan perorangan dilakukan pada
subjek penelitian.
C. Kerangka Berfikir
Remaja SMA
Yang
Kegemukan
Hormon & Genetik
Aktivitas Fisik
- Tipe aktivitas
fisik
- Frekuensi
- Durasi
- Intesitas
Konseling Gizi
Asupan Makanan
- Sosial/ekonomi
- Kebiasaan
makan
dikeluarga
- Teman sebaya
- Uang saku
Berat Badan ↙
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Pengaruh Konseling Gizi, Aktivitas Fisik, Dan
Asupan Makanan Terhadap Penurunan Berat Badan Remaja
SMA Yang Kegemukan
Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
commit to user
13
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Remaja SMA yang kegemukan di pengaruhi dua faktor utama, yaitu faktor
hormon & genetik dan faktor lingkungan. Hormon dan genetik merupakan faktor
internal yang tidak dapat dikendalikan. Faktor lingkungan meliputi Aktivitas fisik
dan asupan makanan, merupakan
faktor eksternal yang dapat dikendalikan.
Aktivitas fisik terkait energi yang dikeluarkan untuk beraktivitas dipengaruhi oleh
tipe aktivitas fisik, frekuensi, durasi, dan intensitas sedangkan asupan makanan
terkait dengan energi yang masuk dipengaruhi oleh sosial / ekonomi, kebiasaan
makan dikeluarga, teman sebaya dan uang saku. Peningkatan aktivitas fisik dan
pengendalian asupan makanan dapat menurunkan berat badan remaja SMA yang
kegemukan.
Konseling gizi salah satu upaya untuk mengintervensi remaja kegemukan
dengan cara mengubah prilaku tanpa pemberian makanan. Konseling gizi yang
intensif dan terstruktur diharapkan dapat mengubah perilaku yang salah menjadi
benar pada remaja. Melalui konseling gizi diharapkan adanya perubahan prilaku
makan dan aktivitas fisik remaja SMA yang kegemukan, terjadinya perubahan
asupan makanan sesuai gizi seimbang dan peningkatan aktivitas fisik sehingga
dapat menurunkan berat badan pada remaja SMA yang kegemukan untuk mencapai
berat badan ideal.
D. Hipotesa
1. Ada pengaruh konseling gizi terhadap penurunan berat badan remaja SMA yang
kegemukan.
2. Ada pengaruh aktivitas fisik terhadap penurunan berat badan remaja SMA yang
kegemukan
3. Ada pengaruh asupan makanan terhadap penurunan berat badan remaja SMA
yang kegemukan
4. Ada pengaruh konseling gizi, aktivitas fisik, dan asupan makanan terhadap
penurunan berat badan remaja SMA yang kegemukan
commit to user
Download