BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut anak, banyak hal yang dapat dilakukan diantaranya adalah melakukan perawatan rutin ke dokter gigi. Perawatan rutin ke dokter gigi bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan gigi dini dan meningkatkan kesadaran anak akan pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut.1 Namun perawatan gigi sering kali menimbulkan rasa takut pada anak. Rasa takut dan cemas dalam perawatan gigi akan menyebabkan anak bersikap tidak kooperatif sehingga akan menghambat proses perawatan. Selain itu, rasa takut terhadap perawatan gigi sering dijadikan alasan untuk menghindari atau menunda perawatan gigi anak.2,3 Penelitian yang dilakukan di Finlandia menunjukkan bahwa 15% anak tidak peduli terhadap keadaan rongga mulutnya akibat rasa takut terhadap perawatan gigi.4 Rasa takut anak terhadap perawatan gigi menjadi masalah kesehatan umum di banyak negara. Prevalensi rasa takut terhadap perawatan gigi bervariasi, mulai dari 620% dengan rata-rata sekitar 11% anak takut terhadap perawatan gigi.5 Penelitian epidemiologi yang dilakukan terhadap 4000 anak di kota Goteborg menunjukkan adanya rasa takut terhadap perawatan gigi yang mempengaruhi tingkah laku anak terhadap perawatan gigi. Menurut Klinberg 10,5% anak mengalami rasa takut terhadap perawatan gigi dan akan mempengaruhi perilaku anak terhadap perawatan gigi.6 Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Oba di Turki menunjukkan 14,5% anak takut terhadap perawatan gigi.7 Hasil survey di Eropa Utara menunjukkan bahwa bahwa 3-21% anak mengalami rasa takut yang tinggi terhadap perawatan gigi.8 Rasa takut masih sangat sulit dibedakan dengan rasa cemas oleh orang awam ataupun secara literatur ilmiah. Hal ini berhubungan dengan bagaimana seseorang menjelaskan perasaan subjektif atau emosi dalam bentuk simbolis, biasanya sulit dibedakan dengan suatu kata tetapi lebih mendekati pengalaman batin seseorang. Universitas Sumatera Utara Istilah cemas dan takut sering digunakan secara bergantian dalam literatur oleh karena itu keduanya sulit untuk dibedakan.9 Di Indonesia, masalah kesehatan gigi anak masih sangat memprihatinkan. Penelitian yang dilakukan oleh Amrullah menunjukkan 11,6% anak takut dan cemas terhadap perawatan gigi.10 Rasa takut terhadap perawatan gigi disebabkan karena banyak faktor. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rasa takut terhadap dokter gigi diantaranya adalah pengalaman negatif atau tidak menyenangkan yang diterima anak dari perawatan gigi yang dilakukan sebelumnya, umur dan jenis kelamin. Selain itu, pengalaman perawatan gigi yang dialami keluarga atau teman juga dapat membuat anak merasa takut terhadap perawatan gigi.7 Dalam penelitian Klinberg juga dikatakan bahwa rasa takut terhadap perawatan gigi pada ibu dan pengalaman perawatan gigi yang menyakitkan bagi anak akan memberikan dampak negatif terhadap perawatan gigi dimasa yang akan datang.6 Rasa takut terhadap perawatan gigi juga disebabkan karena hal lainnya seperti rasa takut yang disebabkan karena alat-alat seperti bunyi bur, rasa asing selama perawatan dokter gigi, jarum suntik, dan keadaan lingkungan perawatan gigi lainnya yang dapat membuat anak merasa takut.8 Rasa takut terhadap perawatan gigi umumnya tinggi pada anak yang baru pertama kali mengunjungi dokter gigi. Pengaruh pelayanan perawatan gigi yang dialami anak untuk pertama kalinya akan menentukan tingkat rasa takut untuk kunjungan selanjutnya. Walaupun demikian ada anggapan umum bahwa rasa takut pasien akan berkurang setelah kunjungan berulang pada perawatan gigi anak. Pada kunjungan berulang seorang anak akan berusaha untuk menyesuaikan diri terhadap pengalaman yang dialaminya.11 WHO menganjurkan anak usia 6 tahun untuk memulai perawatan gigi, dan usia 6 tahun merupakan saat anak mulai bersekolah.12 Usia anak juga berperan dalam mempengaruhi tingkat rasa takut anak terhadap perawatan gigi. Usia yang lebih muda memiliki tingkat rasa takut yang lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Oba di Turki menunjukan adanya perbedaan tingkat rasa takut anak usia 7-11 tahun terhadap perawatan gigi.7 Menurut Peretz ada perbedaan tingkat rasa takut antara anak laki-laki dengan perempuan. Berdasarkan survei yang dilakukan pada anak-anak di Eropa Universitas Sumatera Utara Utara juga menunjukan adanya perbedaan tingkat rasa takut antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Rasa takut pada anak perempuan lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Namun hal ini masih menjadi perdebatan, karena adanya kemungkinan bahwa anak perempuan lebih sering mengemukakan perasaannya dibanding anak laki-laki yang jarang mengungkapkan rasa takut yang dialaminya.10 Dalam mengetahui tingkat rasa takut anak terhadap perawatan gigi dapat dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran rasa takut anak. Metode pengukuran rasa takut digunakan untuk menentukan prevalensi, mengukur faktor risiko, gejala dan untuk memeriksa perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman atau pengobatan dari waktu ke waktu. Penggunaan metode pengukuran terhadap rasa takut juga dapat membantu dokter gigi dalam melakukan skrining terhadap pasien yang merasa takut terhadap perawatan gigi, sehingga dapat memberikan pilihan perawatan yang lebih baik dan sesuai.9 Untuk mengukur tingkat rasa takut anak terhadap perawatan gigi dapat menggunakan metode Children Fear Survey ScheduleDental Subscale (CFSS-DS). Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk mengukur rasa takut anak terhadap perawatan gigi dengan menggunakan kuesioner. Alat ini dikembangkan oleh Cuthbert dan Melamed pada tahun 1982 dan merupakan metode yang cukup berhasil dalam mengukur tingkat rasa takut anak terhadap perawatan gigi. Pada CFSS-DS mencakup aspek dan situasi perawatan kompleks sehingga dapat mengukur tingkat rasa takut anak lebih tepat dibanding metode lainnya.9,13 Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai rasa takut pasien anak usia 6-11 tahun terhadap perawatan gigi di klinik Pedodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dirumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana hubungan antara kunjungan, jenis kelamin dan usia dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia Universitas Sumatera Utara Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui rasa takut paling tinggi pada pasien anak kunjungan pertama dan kunjungan berulang terhadap perawatan gigi di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan. 2. Mengetahui hubungan kunjungan dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan. 3. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan. 4. Mengetahui hubungan usia dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan. 1.4 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah: 1. Ada hubungan antara kunjungan dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan. 2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan. 3. Ada hubungan antara usia dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, memberi pengalaman dan meningkatkan pengetahuan peneliti tentang rasa takut anak terhadap perawatan gigi. 2. Bagi dokter gigi, memberi gambaran tingkat rasa takut anak terhadap berbagai lingkungan perawatan gigi dan dapat menjadi acuan dalam pengelolaan tingkah laku anak yang tepat untuk mengatasi rasa takut anak terhadap perawatan gigi. Universitas Sumatera Utara 3. Bagi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat, dapat dijadikan sebagai referensi tentang rasa takut anak terhadap perawatan gigi. Universitas Sumatera Utara