BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam BAB II Tinjauan Pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam BAB II Tinjauan Pustaka, peneliti mengkaji dan menguraikan buku-buku atau
literatur-literatur yang relevan dengan tema bahasan skripsi yang berjudul ”Pemikiran Imam
Khomeini tentang Wilayatul Faqih dalam Sistem Pemerintahan Republik Islam Iran”.
Tinjauan pustaka ini dimaksudkan sebagai referensi dan landasan berpijak dari kajian teori
dan kerangka konseptual bagi peneliti dalam penelitian yang berkaitan dengan pemikiran
Imam Khomeini tentang Wilayatul Faqih dalm Sistem Pemerintahan Republik Islam Iran.
Pemikiran Imam Khomeini tentang Wilayatul Faqih dalam Sistem Pemerintahan
Islam tidak terlepas dari pendidikannya yang berlatarbelakang keluarga Syiah. Hal tersebut
menyebabkan pemikiran sistem pemerintahan Islam menurut Imam Khomeini akan berbeda
dengan pemikiran ulama-ulama lainnya yang beraliran Sunni. Untuk mempermudah
pengkajian dalam tinjauan pustaka ini, peneliti mengklasifikasikan literatur yang dikaji ke
dalam empat bahasan, yaitu literatur yang mengkaji tentang Imam Khomeini, Islam Syiah,
Wilayatul Faqih dan Sistem Pemerintahan Islam.
2.1 Imam Khomeini
Klasifikasi pertama, yaitu literatur yang mengkaji tentang Imam Khomeini. Bukubuku yang digunakan yaitu buku pertama berjudul Imam Khomeini, karya Akhmad
Khomeini, diterbitkan oleh Penerbit Cahaya Bogor tahun 2004. Buku ini terdiri dari bab-bab
yang membahas tentang perjalanan hidup dan pemikiran-pemikiran Imam Khomeini yang di
dalamnya terdapat pemikiran tentang sistem pemerintahan Islam.
Literatur ini memberikan sebuah deskripsi bagaimana perjalanan hidup yang
dihadapinya sehingga mampu menghasilkan sebuah pemikiran yang berkaitan dengan sistem
pemerintahan Islam yang dipengaruhi oleh konsep-konsep Syiah.
Buku ini lebih banyak membahas tentang biografi dan kumpulan tulisan-tulisan Imam
Khomeini dalam berbagai masalah serta tidak fokus hanya pada sistem pemerintahan Islam,
sehingga bahasan sistem pemerintahan Islam dijelaskan secara sepintas dan hanya garis
besarnya saja.
Buku yang kedua berjudul Pesan Sang Imam karya Ayatullah Ruhullah al-Musawi alKhomeini. Buku ini diterbitkan oleh Al-Jawad Publisher pada tahun 2000. Sesungguhnya
buku ini bukanlah buku utuh karya Imam Khomeini, akan tetapi buku ini merupakan
kumpulan dari tulisan-tulisan Imam Khomeini yang diambil baik dari jurnal-jurnal maupun
buletin Islam, yang kemudian diberi tambahan biografi dan kronologi kehidupan dan
perjuangan dari Sang Imam.
Buku ini terdiri dari dua bagian utama. Bagian pertama
membahas tentang tulisan-tulisan atau khutbah-khutbah yang disampaikan oleh Imam
Khomeini, dan bagian yang kedua yaitu tentang biografi dan kronologi kehidupan dan
perjuangan Imam Khomeini. Bahasan yang berkaitan dengan Imam Khomeini yaitu pada
bagian biografi dan kronologi kehidupan dan perjuangan Imam Khomeini.
Pernyataan Imam Khomeini dapat menggambarkan bagaimana sosok Imam Khomeini
dalam perjuangan. Dalam keadaan terancam kematian dan kritis, Ia tetap menjanjikan
kemenangan bagi umat dan kekalahan bagi Syah.
Berteguh hatilah melawan tindakan tak sah dari rezim itu, sekalipun pemerintah
menempuh jalan kekerasan, jangan menyerah kepadanya. Biarlah menjadi pelajaran
bagi mereka semua. Pemerintah lebih baik meninjau kembali kebijakannya dan
menyerah pada kehendak rakyat. Kami dalam jubah ulama, sedang berjuang untuk
Islam. Tiada kekerasan, betapa besarnya, dapat membungkam kami (Khomeini,
2000:268).
Pernyataan tersebut memberikan gambaran bagaimana kekonsistenan dalam perjuangan
Imam Khomeini. Perjuangan yang dilandaskan pada agama (ulama) menjadi sebuah
sumbangan baru di dunia pahlawan Islam dan terjadinya suatu fenomena baru di dunia Barat
dimana Imam Khomeini seorang yang selalu memperjuangkan aturan Tuhan berhasil
membangun sebuah konsep negara baru di luar konsep negara yang selama ini diusung oleh
para pemikir Barat.
Buku ketiga yaitu Khomeini dan Revolusi Iran, karya Diyah Rahma Fauziana dan
Izzudin Irsam Mujib, Penerbit Narasi tahun 2009. Terdiri dari VIII bab. Bab pertama
kehidupan masa kecil Ayatullah Ruhullah Khomeini, bab II guru-guru besar Ayatullah, bab
III aktivitas keilmuwan dan budaya, bab IV aktivitas politik, bab V Iran sebelum dipimpin
Ayatullah, bab VI pecahnya revolusi terbesar di dunia, bab VII Iran sesudah revolusi, bab
VIII peninggalannya bagi dunia.
Gambaran perjuangan Imam Khomeini dari kandungan buku ini seperti dinyatakan
oleh Fauziana (2009:30) bahwa perjuangan Imam Khomeini menyebabkan dirinya
mengalami pengusiran dan pengasingan dari negerinya sendiri. Lebih dari empat belas tahun
Khomeini tinggal di pengasingan, sebagian besar waktunya dihabiskan di kota Najaf, Irak.
Awalnya Imam Khomeini diasingkan ke kota Bursa, Turki, kemudian dipindahkan ke Najaf,
Irak. Kemudian Imam Khomeini pergi ke Neauphle-le-Chateau, Paris. Selama di
pengasingan, Imam Khomeini terus berjuang dan menghimpun kekuatan, dan selama itu
hubungan Imam Khomeini dan para pendukungnya tetap terjalin.
Dalam buku ini peneliti mendapatkan gambaran tantangan dalam perjuangan Imam
Khomeini yang membuat penulis semakin jauh mengenal sosok Imam Khomeini, melengkapi
biografi dari buku-buku sebelumnya. Akan tetapi bahasan yang disajikan yang berupa
biografi dan pengalaman politik kurang mendukung bahasan yang peneliti angkat yaitu
Wilayatul Faqih dalam Sistem Pemerintahan Republik Islam Iran menurut Imam Khomeini.
Konsep-konsep pemerintahan terutama pemerintahan Islam menurut Imam Khomeini tidak
dibahas secara detail, pemaparan yang disajikan adalah berupa kronologi peristiwa yang
dialami oleh Imam Khomeini dan peristiwa-peristiwa di Iran yang ada hubungannya dengan
Imam Khomeini.
Buku keempat yaitu Tragedi Revolusi Iran, karya Musa al Musawi penerbit PT AlMaarif Bandung Tahun 1988. Pembahasan dalam buku ini dituangkan dalam beberapa bagian
kandungan buku. Kandungan buku dapat dikelompokan menjadi 4 bagian utama. Bagian
pertama mengenai sejarah Iran, bagian kedua wilayatul faqih dan konflik menuju revolusi,
bagian ketiga mengenal sosok Imam Khomeini, bagian keempat Garda Revolusi. Bagian
yang mendukung pengkajian penlisan adalah pada bagian mengenal sosok Imam Khomeini.
Dalam bahasan Khomeini dalam pertimbangan menunjukan suatu sikap yang anti dan
menjadi rival dalam perjuangan Imam Khomeini, seperti pernyataan dalam Al-Musawi,
Bahwa hal yang harus diketahui tentang Khomeini, Khomeini yang menilai dirinya
sebagai Pengawal Tuhan yang diutus untuk menyelamatkan manusia, mencantumkan
dirinya dan kelompoknya di dalam Undang-Undang Dasar Iran dengan menggunakan
atribut seperti ini. Memonopoli semua wewenang yang dimiliki oleh Diktator Tirani.
Khomeini yang digembor-gemborkan oleh media penerangan dan pers yang telah
dikuasainya dari mulai pagi hingga petang, dijuluki dengan atribut-atribut pahlawan
agung, dikeramatkana karena punya kemukjizatan-kemukjizatan. Mengapa media
penerangan dan pers Iran lupa atau melupakan sama sekali masalah-masalah yang
menyangkut keluarga, keturunan dan tempat asal sebelum imigrasi ke Iran, demikian
juga status dan tingkat kehidupan sosial keluarganya. Banyak yang tidak mengetahui
bagaimana sejarah dan hubungan Khomeini dan kerabatnya di India, alasan
kepindahan, dan apa saja yang terjadi sehingga hubungan antara Khomeini dan
kerabatnya di India tidak pernah diungkit dan tidak di blow up media masa. Bukankah
ini bisa dianggap suatu keanehan merahasiakan dan menyembunyikan secara tidak
normal keturunan dan asal-usul Khomeini, pendiri republik Islam dan Pembimbing
Revolusi di Iran (Musawi, 1988:162).
Pembahasan mengenai sosok Imam Khomeini dalam buku ini cukup menarik bagi
peneliti. Dalam banyak literatur sosok Imam Khomeini selalu menjadi sosok sentral dalam
pembahasan Iran Modern dan Republik Islam, akan tetapi dalam buku ini, pengarang
menuangkan dalam bentuk yang berbeda, yaitu dari sisi rival atau anti Imam Khomeini.
Sosok Imam Khomeini dan Perjuangannya dalam penegakan Republik Islam Iran merupakan
suatu upaya mencari kekuasaan dengan berlindung dibalik agama. Agama menjadi topeng,
sosok Imam Khomeini yang sufi membuat Imam Khomeini merasa lebih tinggi derajatnya
dari para Nabi bahkan Muhammad Rasulullah. Pemahaman pengarang dalam buku ini
menjadi suatu poin menarik dan menjadi pendukung bagi peneliti dalam memahami sosok
Imam Khomeini, hal ini akan menjadikan suatu pembanding, karena peneliti dapat mengkaji
dan lebih mengenal Imam Khomeini baik dari mereka yang pro dan menjadi pendukung atau
mereka yang anti dan menjadi musuh baik dalam politik maupun hal lainnya bagi Imam
Khomeini.
Kandungan buku ini, lebih banyak membongkar sosok Imam Khomeini dan
peristiwa-peristiwa Iran dari sudut pandang pengarang yang nampaknya menjadi rival Imam
Khomeini.
Penjelasan-penjelasan
fenomena
yang
melatar
belakangi
revolusi
dan
pembentukan Republik Islam Iran merupakan suatu moment pemanfaatan situasi untuk
mendompleng popularitas. Bahasan-bahasan tersebut menjadi dominan, adapun bahasan
mengenai Sistem Pemerintahan Islam menurut Imam Khomeini tidak terlalu menjadi fokus
dalam kandungan buku ini, pembahasan mengenai wilayatul faqih pun hanya membahas
secara garis besar dan arah pemahaman terhadap wilayatul faqih pun merupakan suatu hal
yang melenceng dan pelanggaran dari ketentuan Islam, sehingga buku ini akan dijadikan
buku pembanding dalam pengkajian peneliti.
Buku kelima Para Perintis Zaman Baru Islam, Editor Ali Rahnema yang
diterjemahkan oleh Ilyas Hasan, dan diterbitkan oleh Mizan tahun 1995. Buku ini terdiri dari
10 bagian yang isinya membahas tentang biografi para tokoh, yaitu bagian pertama kata
pengantar, kemudian bagian kedua yaitu biografi Sayyid Jamaluddin Al-Afgani, dilanjutkan
oleh biografi Muhammad Abduh, Ayatullah Khomeini, Maududi, Hasan Al-Bana, Sayyid
Quthb, Musa Al-Shadr, Ali Syariati dan Muhammad Baqir Ash-Shadr.
Bagian yang berkaitan dengan kajian peneliti yaitu bagian 4, biografi Ayatullah
Khomeini Mencari Kesempurnaan: Teori dan Realitas. Biografi ini membahas tentang
perjalanan hidup Imam dari kelahiran, pendidikan, mencari manusia sempurna, ketertarikan
pada politik, dan penutup. Seperti gambaran sosok Khomeini dalam Ilyas Hasan
Khomeini sebagai politisi merupakan suatu fusi yang kuat: terbuai pandangan kosmis
seorang sufi, namun tarikan keyakinan kukuh seorang faqih yang taat melaksanakan
perintah Allah. Sebagai sufi, Khomeini adalah seorang elitis. Sebagai teolog dia arif.
Sementara sebagai seorang politisi dia adalah seorang populis yang percaya pada
penggunaan kekuatan, dan, jika perlu kekerasan. Tiga segi kepribadiannya(faqih, sufi,
dan politisi) jangan dianggap sebagai tiga sisi yang berdiri sendiri-sendiri. Baginya
tak ada pemisahan antarqa menjadi faqih, politisi, dan sufi. Pada saat yang sama
terdorong oleh pengalaman pribadinya sebagai sufi dan teolog, dalam politik pun dia
berusaha keras mendorong masyarakat, seperti yang dikatakannya menuju
kesempurnaan. Karisma atau peranann nya dalam islam modern dan sejarah Iran tak
dapat disangkal. Namun keberhasilannya pada akhirnya akan dinilai berdasarkan hasil
kebijakan, pernyataan dan tindakannya, bukan berdasarkan niat tulus di hatinya
semata (Hasan, 1995:100).
Perpaduan karakter di dalam diri Imam Khomeini, yaitu seorang agamawan dan
negarawan menjadi suatu poin yang sangat menarik. Hubungan dirinya dengan Tuhannya
yang berpadu dengan jiwa sosial yang tinggi merupakan suatu modal sangat kuat yang
dimiliki oleh Imam Khomeini. Kontrol diri karena taat pada Tuhannya menjadi kontrol utama
sehingga walaupun Imam Khomeini mendapatkan suatu kesempatan yang tidak sesuai pada
tempatnya, tidak menjadikan semangat dan konsistensi perjuangannya goyah.
Biografi yang ditulis oleh Baqer Moin ini termasuk pada tulisan yang pro terhadap
Imam Khomeini. Dari buku ini penulis mendapatkan suatu tambahan informasi akan sosok
Imam Khomeini, terutama dalam kompetensi dalam diri Imam Khomeini. Bukan sekedar
agamawan, namun juga politikus, sufi, filsuf, dan masih banyak hal yang melekat pada
dirinya. Akan tetapi buku ini kurang membahas tentang bagaimana pemikiran Imam
Khomeini akan Sistem pemerintahan Islam yang diperjuangkannya. Konsep wilayatul faqih
disinggung sedikit namun bahasannya lebih ke perdebatan konsep wilayatul faqih itu sendiri,
bukan tentang bagaimana sistem pemerintahan Islam secara utuh.
2.2 Muslim Syiah
Bahasan yang sangat berkontribusi terhadap Pemikiran Imam Khomeini tentang
wilayatul Faqih dalam Sistem Pemerintahan Islam Iran salah satunya adalah bahasan
mengenai muslim Syiah. Ajaran muslim Syiah menjadi basic bagi pendidikan Imam
Khomeini dan keluarganya yang dikemudian hari melahirkan pemikiran Wilayatul Faqih
dalam sistem pemerintahan Islam Iran yang sesuai dengan ajaran Syiah. Buku-buku yang
relevan terhadap kajian muslim Syiah yang pertama yaitu buku Dari Kanan Islam Hingga
Kiri Islam, Biografi dan Pemikiran Politik S.M. Kartosuwiryo, M. Natsir, M. Amin Rais,
H.M. Ch. Ibrahim, M. Hatta, Abdurrahman Wahid, H.M. Misbach, Tan Malaka, Ali Syariati,
Hassan Hanafi. Buku karya Ahmad Suhelmi yang diterbitkan Darrul Falah tahun 2001.
Buku ini terdiri dari 10 bab, yaitu masing-masing bab membahas tokoh yang di atas
secara berurutan. Bahasan yang sesuai dengan kajian penulis yaitu terdapat pada bab IX,
yaitu Ali Syariati: Antara Marxisme, Islam dan Syiah Revolusioner. Kelompok Syiah terdiri
dari dua kelompok yaitu kelompok Syiah quiestis (pro status quo atau establishment) yang
sering disebut sebagai Syiah Merah dan kelompok agama revolusioner, pro perubahan radikal
atau anti kemapanan yang dalam istilah syariati sering disebut Syiah Hitam. Syiah Merah
berselimutkan ksyahidan Imam Ali dan Husen, penolakan arus sejarah Imam Ali telah
melahirkan suatu dominasi baru yang menentang tiranik Muawiyyah. Syiah Hitam bermula
dari Syiah Syafawi, Syiah resmi yang diajarkan para ulama pro rezim otokratik. Mazhab ini
mengubah Syiah menjadi agama negara.
Kandungan buku ini semakin menambah wawasan peneliti akan keberagaman Syiah
dan perang pemikiran di dalamnya. Syiah bukan hanya sekedar pertentangan ajaran orang
jelata, namun juga terdapat pertentangan ulama Syiah. Seperti yang dipaparkan Suhelmi,
Despotism ulama telah membetuk dua jenis Islam. Pertama Islam kaum Mujtahid
(Islamnya para ulama, teolog dan ilmuwan –queitist pro status quo-) serta, kedua
Islam kaum Mujahidin (Islamnya para pejuang revolusioner yang mendambakan
perubahan). Islam mujtahid adalah Islam teologis yang hanya concern dengan
masalah akhirat dan hidup sesudah mati, hakikat Tuhan, diskusi-diskusi filosofis yang
tak berguna yang tanpa disadari telah mencampakan nilai-nilai substantive Al-Quran.
Islam Mujtahid memposisikan keadilan berpihak pada monarkhi (Suhelmi, 2001:195).
Pergulatan tersebut memberikan penjelasan bahwa ajaran Syiah pun memiliki konsepkonsep yang berbeda, dikembalikan pada basic Syiahnya. Imam Khomeini termasuk ulama
Syiah yang tidak hanya menjadi seorang mujtahid, yang memiliki kompetensi dalam
keilmuan saja, namun juga menjadi seorang ulama mujahidin yang memperjuangkan
pemikirannya tentang sistem Pemerintahan Islam. Buku ini lebih banyak membahas tentang
perdebatan-perdebatan dan kritik-kritik Syariati terhadap ajaran Islam Syiah. Walaupun di
dalamnya terdapat penjabaran tentang bagaimana Syiah dipandang dari perkembangan
sejarah, ajaran dan ulamanya, namun tidak ada pembahasan langsung mengenai bagaimana
konsep Syiah dan Sistem pemerintahan Islam dalam Syiah yang menjadi bahasan utama
peneliti.
Buku kedua yaitu buku Filsafat Politik Islam : Antara Al-Farabi dan Khomeini, karya
Yamani Penerbit Mizan tahun 2002. Buku ini merupakan buku perbandingan tokoh Islam
yaitu Al-Farabi dan Khomeini yang secara luasnya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
bagian pertama yang membahas tentang Filsafat politik al-Farabi dan bagian kedua yaitu
Filsafat Politik Ayatullah Khomeini.
Bagian yang berkaitan dengan bahasan Skripsi sub Islam Syiah yaitu bagian kedua,
Filsafat Politik Imam Khomeini. Di dalamnya dibahas tentang Ikhtisar Teori Politik Islam di
dunia Sunni dan Syiah, biografi Ayatullah Khomeini dan pemikiran-pemikirannya baik
tentang dasar politik, wilayatul Faqih, maupun tentang demokrasi.
Bahasan yang relevan yaitu pada sub judul Sejarah Perkembangan Teori Politik
Syiah. Kaum Syiah terbentuk dari kekalahan politik Imam Ali RA, kemudian mazhab Syiah
ini berkembang menjadi bermacam-macam Syiah. Salah satunya yaitu Syiah Itsna Asyariah
(Syiah dua belas imam), mulai dari kepemimpinan Ali Zain Al-Abidin Syiah menerapkan
konsep queitisme yaitu bersikap diam dan keluar dari kancah perpolitikan bukan aktivisme
sehingga hal ini menunjukan kekalahan politik Syiah Itsna Asyariah. Kemudian dikenal juga
konsep rujáh (kembali) yaitu akan kembalinya Imam Mahdi, orang-orang Syiah hanya bisa
menunggu. Artinya, sejak gaibnya Imam Mahdi hingga kembalinya nanti, orang-orang Syiah
tidak mempunyai kesempatan, dan tidak perlu meraih kepemimpinan umat manusia,
mengingat kepemimpinan itu sudah ditakdirkan baru bisa direbut oleh mustadafin ketika
Imam Mahdi kembali. Hal tersebut didukung oleh sikap taqiyah orang-orang Syiah, yaitu
menyamarkan keyakinan keSyiahan mereka, sehingga mereka terlepas dari ancaman
kepunahan dan dapat berkembang secara alami. Hingga pada abad 21 muncul seorang
revolusioner dari kalangan ulama Syiah yang mendobrak konsep-konsep tersebut dan
mengalihkan Syiah menjadi ajaran yang aktivisme. Ulama tersebut yaitu Imam Khomeini
dengan tujuan perjuangannya untuk menegakan kembali Islam dan menjemput pemerintahan
Islam.
Buku ketiga buku Sejarah Persia dan Lompatan Masa Depan Negeri Kaum Mullah
Iran karya Ardison Muhammad penerbit Liris tahun 2010 Surabaya. Buku ini terdiri dari VI
bab, yaitu Bab I Iran dan Panggung Dunia, Bab II Sumber Energi Iran yang Menggiurkan,
Bab III Sejarah Iran dan Jejak Persia, Bab IV Fundamentalisme Syiah, Bab V Pewaris
Soekarno, Bab VI Fajar Kebebasan Di Negeri Mullah. Bahasan yang relevan dengan kajian
peneliti yaitu pada bab IV Fundamentalisme Syiah yaitu Perbandingan antara Sunni dan
Syiah. Ulama Mesir banyak yang memperdebatkan hubungan antara Sunni dan Syiah,
mencoba menjembatani hubungan antara keduanya, seperti yang dilakukan oleh Mufti Mesir
Dr. Ali Jumah dalam Muhammad (2010:110) bahwa tidak ada perbedaan antara Sunni dan
Syiah. Perbedaan itu hanya terletak pada mosadir (dasar-dasar pokok) pengambilan
hukumnya saja dan dalam beribadah boleh beribadah mengambil mazhab Syiah. Perbedaan
yang terjadi antara dua sekte tersebut bukan dikarenakan faktor politik, akan tetapi murni
hanyalah perbedaan yang didasari oleh pemilihan teks dan sumber-sumber pokok istinbat
(penetapan) hukum. Dimana Syiah menggunakan dasar pokok pengambilan hukumnya hanya
dari Al-Quran dan riwayat-riwayat para ahlul bait (keturunan nabi Muhammad), adapun
mazhab ahlusunnah mereka mengambil pokok dasar hukumnya dari al-quran dan semua
riwayat sahabat yang terdiri dari 114 ribu sahabat yang melaksanakan haji wada (haji
perpisahan) bersama Rasulullah dan 30 ribu sahabat lainnya yang hidup bersama Rasulullah
di Madinah. Mazhab Syiah sendiri terpecah menjadi 22 sekte, namun hanya 3 sekte yang
mampu bertahan hingga dewasa ini. Sekte tersebut yaitu Itsa Äsyariah (Dua belas Imam),
Ismailiyah, dan Zaidiah. Dari ketiga sekte tersebut, Imamiah Itsna Asyariah yang memiliki
penganut paling banyak.
Pemaparan buku ini memberikan tambahan pemahaman baru bagi peneliti dalam
sejarah perkembangan Iran dan bagaimana perbandingan antara Sunni dan Syiah. Sejarah
perkembangan ini menjadi sebuah pertimbangan akan lahirnya sebuah pemikiran, bahwa
pemikiran seseorang yang berkembang sangat dipengaruhi oleh latar belakang baik
pendidikan atau pemahaman yang dianutnya. Wilayatul Faqih dalam Sistem Pemerintahan
Islam yang digagas oleh Imam Khomeini yang secara umum adalah ulama Syiah ternyata
akan berbeda pandangannya dengan pemikiran ulama Syiah lainnya yang mungkin berbeda
sekte, sehingga menambah semakin hati-hati peneliti dalam mengambil sebuah pandangan
dan kesimpulan yang berhubungan dengan bahasan yang peneliti kaji. Namun demikian
karena buku ini hanya membahas tentang sejarah perkembangan Syiah dan perbandingan
antara Sunni dan Syiah serta bagaimana perdebatan antara ulama-ulama Sunni dan Syiah
serta mereka yang mencoba memperjuangkan penyatuan keduanya, peneliti tidak
mendapatkan gambaran bagaimana Sistem Pemerintahan Islam menurut versi Syiah terutama
versi Syiah Imamiah Itsna Asyariah yang menjadi landasan bagi pemikiran Imam Khomeini
yang menjadi bahasan utama dalam pengkajian skripsi peneliti.
Buku keempat yaitu buku Wajah Islam Politik karya L. Carl Brown diterjemahkan
oleh Abdullah Ali yang diterbitkan PT Serambi Ilmu Semesta tahun 2000. Buku ini terdiri
dari dua bagian utama, yaitu bagian pertama berjudul Warisan yang didalamnya membahas
hakikat muslim dan Islam; Islam, Yahudi, dan Kristen dalam perspektif perbandingan; negara
agama muslim, Islam Sunni dan Syiah; akar sejarah teori politik tradisional muslim dan
Kristen; persatuan dan komunitas; akar pesimisme politik; sikap muslim terhadap negara.
Pada bagian dua yang berjudul Ledakan Zaman Modern, pembahasannya terdiri dari Islam
dan politik di zaman modern; memenuhi tantangan Barat; respon awal terhadap tantangan
Barat; dari perang dunia I hingga tahun 1960-an; kembalinya Islam?; wacana muslim
Radikal; Al-Banna,Maududi dan Qutb; Khomeini dan Islam Syiah.
Bahasan yang relevan dengan kajian peneliti yaitu pada bagian pertama tentang
Negara Agama Muslim, muslim Sunni dan muslim Syiah dan pada bagian kedua bahasan
tentang Imam Khomeini dan muslim Syiah. Dalam bahasannya muslim Syiah merupakan
sebuah legitimis (pendukung pemerintahan berdasarkan hak pusaka), meminjam terminologi
Barat. Kelompok ini adalah yang memahami Imamah harus langsung jatuh ke tangan Ali,
menantu Rasulullah, dan harus tetap demikian dari generasi ke generasi menurut garis
keluarga Ali. Pemahaman mayoritas Syiah percaya bahwa ada dua belas Imam yang yang
mengalami suksesi yang absah, dimulai dari Imam Ali hingga Imam yang kedua belas yang
menghilang, dan sejak saat itu berada dalam keadaan gaib. Hingga suatu saat nanti, kaum
Syiah menantikan kembalinya Imam kedua belas itu sehingga Al-Mahdi (yang dituntun
Tuhan) yang akan mengantar zaman keemasan dan penyempurnaan rencana Tuhan.
Carl Brown lebih memandang konsep muslim Syiah dari sudut pandang peran dan
tugas ulama serta keterkaitannya dengan politik. Brown banyak membandingkan antara
konsep-konsep ajaran Islam (khususnya Syiah) dalam bahasan ini dengan konsep-konsep
Barat terutama dengan konsep-konsep dalam Katolik dan Protestan. Ulama Syiah tidak
mengembangkan pola hierarki ketat seperti pada katolikisme Roma dari pendeta biasa hingga
paus. Syiah tidak memiliki badan khusus ulama Syiah dominan yang dibentuk untuk memilih
marja’ tunggal yang setara dengan Kolase Para Uskup yang diberi kewenangan memilih paus
baru. Mengenai pandangan Brown terhadap peran ulama seperti yang digambarkannya dalam
Brown
Kaum ulama (dalam Islam sunni maupun Islam Syiah). Merupakan organisasi nyata
para ahli agama. Mereka mencapai status ini setelah melewati periode panjang
pendidikan formal, seperti halnya pendeta Kristen. Kemudian biasanya mereka
memasuki karir Profesional sebagai guru, khatib, hakim, ahli hukum (mufti), atau
pejabat mesjid dalam beberapa lain. Seperti halnya para pendeta Kristen yang
mencakup berbagai ketenaran dan keahlian teologis, dari Agustinus, Thomas, atau
Tillich.para ulama, selalu dapat dibedakan dari orang-orang yang mengejar jabatan
sipil atau militer dalam pemerintahan, sehingga benar-benar dianggap sebagai bagian
dari birokrasi perkembangan semacam itu telah menandai Kekhalifahan Turki
maupun sebagian besar negara pengganti Turki. Ulama Syiah Iran telah berhasil
mempertahankan identitas kelompok yang lebih besar dan keterpisahan dari
pemerintah, hingga melalui Revolusi Islam pada awal 1979, mereka sendirilah yang
menjadi pemerintah (Brown, 2000:63).
Pandangan Brown yang selalu memperbandingkan konsep Islam dan Barat, tidak
lepas dalam pandangannya mengenai Syiah, menggambarkan pandangannya dari sejarah
perkembangan hingga pencapaian dalam kekuasan. Para ulama memegang peranan penting
sebagai pencetus dan pemicu. Karir tinggi yang berpadu dengan karakter yang kharismatik
mampu menarik massa hingga memiliki kekuatan dan dukungan besar. Berkaitan dengan
karir politik, aspek penting pada ulama Syiah adalah vis a vis negara dan urusan duniawi
adalah bahwa mereka secara finansial telah berhasil mengandalkan kontribusi langsung para
pengikut mereka. Tawaran jabatan resmi serta iming-iming finansial sering diajukan oleh
negara, namun para ulama Syiah tidak banyak mengambil hal tersebut sehingga ulama Syiah
tidak pernah terbirokrasikan.
Peneliti mendapat banyak masukan dari bahasan buku ini. Keterkaitan antara agama
(dalam hal ini Islam Syiah) dengan politik atau negara terpecahkan dalam beberapa argument
dan analisis pengarang buku. Perbandingan bagaimana penyikapan politik dan pemerintahan
antara ulama Sunni dan Ulama Syiah memberikan kontribusi bagi peneliti akan hal
bagaimana Imam Khomeini sebagai ulama Syiah menyikapi perjuangan butuhnya negara dan
diterapkannya Sistem Pemerintahan Islam dalam naungan sebuah negara. Pengarang yang
berlatar belakang Barat dan selalu membandingkan bahasannya dengan konsep barat menjadi
point plus yang peneliti dapatkan, peneliti dapat membandingkan tulisan-tulisan baik itu dari
pengarang yang berlatar belakang Islam, Timur, Barat, baik yang pro maupun yang kontra.
Namun demikian bentuk pembahasan perdebatan dan peran ulama dalam keterkaitannya
dengan negara serta Imam Khomeini dan Syiahnya yang pengarang paparkan tidak
membahas secara gamblang bagaimana pemikiran Imam Khomeini mengenai Wilayatul faqih
dalam Sistem Pemerintahan Islam.
2.3 Wilayatul Faqih
Buku-buku yang berkaitan dengan Wilayatul Faqih yaitu buku pertama, Negara
Ilahiah karya Mehdi Hadavi Tehrani, diterbitkan di Islamic Centre England tahun 2004, dan
diterjemahkan oleh Rudi Mulyono dengan kembali dicetak oleh Penerbit Pustaka tahun 2005.
Buku ini terdiri dari dua bagian besar, yang pertama Dasar-dasar agama dan yang
kedua tentang wilayatul faqih. Dalam dasar-dasar agama dijelaskan tentang pengertian
agama, agama paripurna, paradoks kelanggengan agama dan dunia yang berubah, elemenelemen agama yang tetap dan berubah, hubungan-hubungan antara elemen-elemen yang tetap
dan tidak tetap, pemikiran sistematis dalam Islam, pandangan-pandangan teologis, dan lain-
lain. Adapun dalam bahasan wilayatul faqih, yaitu membahas tentang analisis konseptual,
urgensi wilayatul faqih dalam sistem politik Islam, latar belakang sejarah, pemerintahan
wilayah maksum dan pemerintahan faqih, kualifikasi wali faqih, batas-batas wilayah faqih,
wilayah faqih absolut dan pemerintahan totaliter, konstitusi dan wilayah faqih, konsep negara
dan territorial dalam Islam, wilayah dan marjaiyyah, pemisahan marjaiyyah dan
kepemimpinan.
Dalam buku ini dibahas teori pemerintahan /perwalian/perlindungan faqih/ ulama
menjadi salah satu teori politik paling kontropersial di Iran dan dunia selama dua dekade
terakhir. Hal ini karena teori wilayatul faqih sekarang telah menjadi isu teoritis terpenting
dalam ranah pemikiran politik kontemporer. Formasi sebuah pemerintahan berdasarkan
perwalian faqih yang diusung Imam Khomeini seorang pembaharu Islam abad ini ternyata
cukup banyak memunculkan pertanyaan-pertanyaan seputarnya. Maka di dalam buku ini,
Tehrani mencoba memaparkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan wilayatul faqih
tersebut.
Buku ini sangat membantu peneliti dalam memahami lebih jauh tentang wilayatul
faqih. Buku ini membahas seluk beluk tentang wilayatul faqih dan keterkaitan dengan segala
hal tentang konsep pemerintahan dalam Islam. Namun, karena buku ini lebih fokus terhadap
konsep negara Ilahiah dan wilayatul faqih secara umum, konsep-konsep yang berkaitan
dengan wilayatul faqih menurut Imam Khomeini hanya terbahas sedikit sekali. Walaupun
demikian peneliti semakin memahami tentang wilayatul faqih secara umum.
Buku kedua yaitu Agama Politik (Nalar Politik Islam), karya Ahmad Vaezi
diterjemahkan oleh Ali Shabab, diterbitkan oleh Citra tahun 2006. Buku ini dibagi menjadi
empat bab, bab pertama tentang pengantar pemerintahan agama, bab kedua apa itu wilayatul
faqih, bab ketiga mengapa wilayatul faqih?, dan bab keempat membahas Islam dan
demokrasi.
Buku ini membahas tentang bagaimana keterkaitan antara Islam dan politik. Tema
yang jarang sekali dicuatkan namun sekarang setelah geliat politik Islam mulai tinggi, maka
tema-tema tentang politik Islam kembali mencuat. Munculnya berbagai ideologi, akan
membawa pada satu teori politik yang berbeda dengan ideologi-ideologi yang lainnya. Begitu
pun dengan Islam, Islam sebagai ideologi memiliki konsep khusus tentang konsep
pemerintahan dalam Islam. Muslim Syiah sebagai sebuah mazhab dalam Islam meyakini
akan keharusannya terbentuk pemerintahan Islam dibawah pimpinan imam maksum, namun
karena dalam masa kegaiban, maka pemerintahan Islam harus berada di bawah orang-orang
yang faqih, yaitu yang lebih dikenal dengan konsep wilayatul faqih.
Buku ini sangat membantu peneliti dalam memadukan beberapa konsep dalam
pemerintahan dengan pemerintahan Islam. Bahasanya ringan dan menyeluruh. Bahasan di
dalamnya pun banyak menyinggung tentang konsep-konsep pemerintahan Imam Khomeini,
sehingga hal ini sangat membantu peneliti dalam memahami apa-apa yang harus dikaji.
2.4 Sistem Pemerintahan Islam
Buku-buku yang berkaitan dengan Sistem Pemerintahan secara umum peneliti kaji
dari beberapa buku, buku pertama yang peneliti kaji yaitu Perbandingan Pemerintahan karya
Inu Kencana Syafiie dan Andi Azikin yang diterbitkan PT Refika Aditama tahun 2007.
Buku ini terdiri dari lima bagian. Bagian pertama yaitu Sistem pemerintahan Kabinet
Presidensil, bagian kedua, sistem pemerintahan Kabinet Parlementer, bagian keempat sistem
pemerintahan di negara Mayoritas Islam, bagian kelima pemerintahan yang sedang berubah.
Pada bab pertama yaitu Pendahuluan, terdapat pembahasan mengenai sistem pemerintahan.
Sistem pemerintahan dalam bahasannya tidak akan terlepas dari ideologi atau sistem
pedoman hidup. Setiap sistem pemerintahan akan memiliki pribadi apabila memiliki landasan
atau ideologi dalam sistem pemerintahannya. Fanatisme buta atau hanya ikut-ikutannya para
pemimpin pemerintahan suatu negara, sistem politik, sistem pemerintahan, sistem hukum,
sistem perekonomian, sistem administrasi dan sistem sosial lainnya, akan cenderung sedikit
banyaknya akan dipengaruhi dan berkiblat pada salah satu paradigma besar tersebut.
Paradigma besar tersebut yaitu paradigm Sosialisme Komunis. Paradigma ini muncul
untuk mengantisipasi liberalisme kapitalisme yang mengantisipasi perbedaan kelas dan
jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Caranya adalah dengan menyamaratakan
penghasilan perekonomian. Oleh karena itu alat produksi harus dikuasai oleh pemerintah atau
sekelompok orang (partai sosialis) yang dikontrol pemerintah dengan peraturan yang ketat.
Namun demikian kekakuan pengaturan muncul, siapa yang tidak bekerja tidak mendapat
upah yang layak, sebaliknya kenaikan upah tidak dapat dituntut, begitu juga perbaikan
lainnya.
Paradigma kedua yaitu paradigma Liberalisme Kapitalis. Berangkat dari keinginan
manusia untuk hidup bebas, maka pengawasan manusia atas manusia dikurangi, sehingga
berbagai protes untuk menyuarakan hidup dan kehidupan dilontarkan. Seperti kebebasan
berpendapat, kebebasan bergaul, kebebasan beragama, kebebasa berfikir, kebebasan menulis,
kebebasan mencari nafkah, kebebasan berkumpul, dan kebebasan mewujudkan keberadaan.
Paradigma ketiga yaitu paradigma Islam. Di dalam ajaran Islam menyebutkan bahwa
orang kaya (kapitalis) harus membayarkan zakat kepada kaum miskin, mustadafin, dhuafa,
sehingga terjadi keseimbangan antara yang kaya dan yang miskin, tidak terjadi pembebasan
ataupun pengekangan akan tetapi yang ada adalah pengaturan. Berkaitan dengan definisi
pemerintahan dewasa ini akan berujung pada ragam definisi yang dicetuskan oleh para
pemikir dan politikus yang melandaskan pemikirannya pada perbandingan ideologi dunia
dewasa ini yaitu Sosialisme, Kapitalisme dan Islam. Seperti menurut U. Roshental dalam
Syafiie (2007:7) ilmu pemerintahan adalah ilmu yang menggeluti studi tentang penunjukan
cara kerja ke dalam dan keluar struktur dan proses pemerintahan umum.
Adapun menurut Woodrow Wilson,
pemerintah dalam uraiannya, adalah suatu pengorganisasian kekuatan, namun tidak
selalu berhubungan dengan organisasi kekuatan angkatan bersenjata. Tetapi dua atau
sekelompok orang dari sekian banyak kelompok orang yang disiapkan oleh suatu
organisasi untuk mewujudkan maksud-maksud bersama mereka, dengan hal-hal yang
memberikan keterangan bagi urusan-urusan umum kemasyarakatan sekelompok
(Kencana,2007:8).
Dan menurut Inu Kencana, pemerintahan adalah sekelompok orang tertentu yang
secara baik dan benar serta indah melakukan sesuatu (eksekusi) atau tidak melakukan sesuatu
(no to do) dalam mengkoordinasikan, memimpin dalam hubungan antara dirinya dan
masyarakat, antara departemen dan unit dalam tubuh pemerintahan itu sendiri. Dari
pemaparan tersebut peneliti mendapat gambaran tentang ideologi atau landasan pedoman
hidup yang mendasari setiap sistem pemerintahan dan definisi sistem pemerintahan secara
umum dari para pemikir atau negarawan Barat.
Buku kedua berjudul Ilmu Politik karya Efriza diterbitkan oleh Alfabeta Bandung
tahun 2008. Buku ini terdiri dari lima bagian utama. Bagian pertama yaitu Politik sebagai
ilmu, bagian kedua konsep negara, bagian ketiga konsep ideology, bagian keempat konsep
hukum dan konstitusi, bagian kelima konsep sistem pemerintahan. Bagian yang relevan
dengan kajian peneliti yaitu pada bagian kelima, konsep sistem pemerintahan yang terdiri
dari pengertian sistem pemerintahan dan analisis sistem pemerintahan.
Sistem pemerintahan oleh beberapa ahli sering juga didefinisikan atau memiliki
makna yang sama dengan istilah bangunan negara, bentuk negara, dan bentuk pemerintahan.
Apabila diperinci lebih detail istilah-istilah tersebut memiliki definisi masing-masing. Seperti
dalam Efriza (2008:262) bahwa bentuk negara adalah peninjauan secara sosiolgis sedangkan
peninjauan secara yuridis disebut bentuk pemerintahan (regerings-vorm) yaitu suatu sistem
yang berlaku yang menentukan bagaimana hubungan antara alat pelengkapan negara yang
diatur oleh konstitusinya. Bentuk pemerintahan popular disebut sebagai sistem pemerintahan.
Sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang berupa struktur yang terdiri dari bagian-bagian
atau komponen-komponen yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya secara teratur dan
terencana untuk mencapai suatu tujuan. Apabila salah satu komponen berfungsi melebihi
wewenangnya atau kurang berfungsi maka akan mempengaruhi komponen lainnya. oleh
karena itu sistem pemerintahan bisa didefinisikan sebagai keseluruhan dari susunan atau
tatanan yang teratur dari lembaga-lembaga negara yang berkaitan satu dengan yang lainnya
baik langsung atupun tidak langsung menurut suatu rencana atau pola mencapai tujuan negara
tersebut.
Mengutif perkataan Miriam Budiarjo,
Setiap negara punya organisasi yang berwenang untuk merumuskan dan
melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk di dalam
wilayahnya. Keputusan-keputusan ini antara lain berbentuk UU dan peraturanperaturan lain. Dalam hal ini pemerintah bertindak atas nama negara dan
menyelenggarakan kekuasaan dari negara. Bermacam-macam kebijaksanaannya kea
rah tercapainya tujuan-tujuan masyarakat dilaksanakannya sambil menertibkan
hubungan-hubungan manusia dan masyarakat. Negara mencakup semua penduduk,
sedangkan pemerintah mencakup hanya sebagian kecil dari padanya. Ia sering
berubah, sedangkan negara terus bertahan (kecuali kalau dicaplok oleh negara lain),
kekuasaan pemerintah biasanya dibagi atas kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif (Efriza, 2008:265).
Dari pemaparan tersebut menjelaskan adanya pembagian khusus antara negara dan
pemerintahan, yang dapat disimpulkan menjadi pengertian sistem pemerintahan baik dalam
arti sempit maupun arti luas. Dalam arti sempit sistem pemerintahan adalah sistem
penyelenggaraan pemerintahan eksekutif, dan dalam arti luas yaitu penyelenggaraan
pemerintahan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Buku ini memberikan sebuah pemahaman baru bagi peneliti akan sistem
pemerintahan dan perinciannya. Peneliti dapat membedakan dan menguraikan sistem
pemerintahan dan komponen-komponen di dalamnya dan menjadi sebuah pemahaman umum
untuk membedah dan menjadikan sebuah pembanding terhadap
kajian peneliti tentang
sistem pemerintahan Islam. Namun demikian, buku ini hanya membahas konsep-konsep
negara dan pemerintahan yang lebih menitik beratkan pada konsep-konsep dan gagasangagasan Barat sehingga peneliti harus lebih cermat dalam penggunaan informasi atau konsep
karena bahasan kajian peneliti adalah tentang wilayatul faqih dalam sistem pemerintahan
Republik Islam Iran yang bisa saja memiliki konsep-konsep atau ide-ide yang bertolak
belakang dengan yang dimiliki oleh pemikiran Barat.
Buku ketiga yaitu Ilmu Negara yang disunting oleh C.S.T. Kansil dan Christine S.T.
Kansil yang diterbitkan Sinar Grafika tahun 2009. Buku ini terdiri dari lima bab, bab pertama
yaitu Pendahuluan yang membahas dasar hukum dan definisi Ilmu negara, bab dua yaitu
pengertian dasar ilmu negara, bab tiga yaitu asas dan pengertian pokok tentang negara, bab
empat pokok-pokok ilmu negara umum, dan bab kelima yaitu pokok-pokok ilmu negara
Indonesia.
Bahasan yang relevan dengan kajian peneliti yaitu pada bab empat Pokok-pokok ilmu
negara umum pada sub bab teori bentuk negara dan pemerintahan. Dalam bahasannya
pengarang menghimpun pemikiran-pemikiran para ahli tentang negara, yang mengadakan
perbandingan, kritik, melihat kontek kekinian dan memberikan sebuah simpulan.
Rincian yang dijelaskan memuat pemaparan tentang negara dan pemerintahan.
Sebuah teori terkenal tentang bentuk negara dari Machiavelli dalam Kansil (2009:190) dalam
buku II Principe menyatakan bahwa bentuk suatu negara hanya ada dua pilihan, jika tidak
republik tentulah monarki. Ia mengartikan negara sebagai bentuk genus sedangkan monarki
dan republik sebagai bentuk spesiesnya. Kata negara la stato baru digunakan pada abad ke 15, yaitu dalam laporan duta-duta Italia. Orang Yunani menggunakan istilah Polis, karena
bagi mereka negara sama denganlah kota (negara kota). Begitu pulalah dengan istilah-istilah
lainnya seperti tersebut di bawah ini commonwealth, reich, imperium, dan land.
Adapun menurut Leon Duguit tentang negara dan pemerintah dalam Kansil (2009:
192) yaitu bahwa kedua bentuk negara (monarki dan republik) sebagai bentuk pemerintah,
sedangkan menurut Hukum Tata Negara seharusnya bentuk negara. Pada lazimnya bentuk
pemerintahan digunakan untuk menentukan lebih lanjut perbedaan dari bentuk negara, yaitu
mengenai perbedaan sistem Hukum Tata Negaranya. Karena Hukum Tata Negara
menunjukan cara bagaimanakah hubungan antara alat-alat perlengkapan negara tertinggi
saling berhubungan. Misalnya republik, dengan sistem pengawasan langsung oleh rakyat
(referendum dan inisiatif rakyat), misalnya sistem pemisahan kekuasaan (misalnya Amerika
Serikat). Adapun bentuk negara yaitu Negara Serikat dan Negara Kesatuan.
Dari pemaparan dua pemikiran tersebut penliti mendapatkan sebuah gambaran bahwa
perdebatan tentang bentuk negara dan sistem negara bukanlah sebuah hal baru. Mereka
mencoba menggambarkan secara ilmiah realita yang terjadi dalam sebuah negara atau
pemerintahan. Mencoba merinci arti negara, bentuk negara, dan bentuk atau sistem
pemerintahan sehingga tidak terjadi sebuah tumpang tindih dan mendapatkan sebuah
pemikiran atau realita yang unik dan has dari setiap bentuk negara. Seiring berjalannya
waktu, bentuk negara dan bentuk atau sistem pemerintahan terus berkembang, sehingga
selalu terjadi ketidak cocokan dengan teori atau konsep yang dihasilkan oleh para pemikirpemikir sebelumnya. Setiap negara selalu mengalami perubahan, peningkatan dan mencoba
untuk terus lebih baik. Peneliti mendapatkan sebuah pemahaman baru bahwa kajian bentuk
negara dan sistem pemerintahan akan terus berkembang sehingga peneliti harus bisa cermat
dan objektif dalam mengambil sebuah teori yang mendukung bahasan yang dikaji peneliti.
Pemaparan buku ini memang banyak membahas tentang teori-teori dan konsep-konsep
tentang bentuk negara dan pemerintah, namun karena pengarang mengambil kajian dari
pemikir abad pertengahan dimana bentuk negara belum seberkembang sekarang,
menyebabkan pemaparan yang diberikan tentang sistem pemerintahan terlalu global dan tidak
terperinci sehingga peneliti membutuhkan sumber lain untuk melengkapi dan membedah
maksud dari teori yang disajikan.
Buku keempat yaitu buku Perihal Kontrak Sosial atau Prinsip Hukum Politik karya
Jean Jacques Rousseau yang diterjemahkan oleh tim editor Tim Forum Jakarta-Paris yang
diterbitkan oleh Penerbit Dian Rakyat. Buku ini merupakan buku lama yang banyak menjadi
rujukan dalam pembahasan tentang kenegaraan. Pembahasannya terdiri dari empat buku,
buku pertama terdiri dari beberapa bahasan yaitu masyarakat pertama, hak si terkuat,
perbudakan, bahwa kita perlu selalu kembali ke konvensi Pertama, Pakta sosial, Berdaulat,
Keadaan Politis, dan Milik Nyata. Pada bahasan buku kedua yaitu Kekuasaan Berdaulat Tak
Dapat Dialienasi, Kekuasaan Berdaulat Tidak Terbagi, Apakah kehendak Umum Dapat
Keliru, Batas Kekuasaan Berdaulat, Hak Untuk Hidup dan Hak Untuk Mati, UndangUndang, Legislator, Rakyat, Lanjutan I, Lanjutan II, Pelbagai Sistem Legislasi, Pembagian
dan Undang-Undang. Buku ketiga bahasannya yaitu Pemerintah Pada Umumnya, Prinsip
Yang Mendasari Pelbagai Bentuk Pemerintah, Pelbagai Jenis Pemerintah, Demokrasi,
Aristokrasi, Monarki, Pelbagai Pemerintah Campuran, Tidak Semua Bentuk Negara Cocok
Untuk Semua Negara, Ciri-Ciri Pemerintah Yang Baik, Penyalahgunaan Pemerintah Dan
Kecenderungan Merosot, Kematian Korps Politis, Bagaimana mempertahankan Otoritas
Berdaulat, Bagaimana Mempertahankan otoritas Berdaulat Lanjutan, Anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Wakil Rakyat, Pembentukan Pemerintah Bukanlah Sebuah
Kontrak, Pembentukan Pemerintah, dan Cara Mencegah Penyalahgunaan Pemerintah.
Bahasan buku keempat yaitu Kehendak Umum Tidak Dapat Dihancurkan, Pemungutan
Suara, Pemilihan, Perihal Mahkamah, Kediktatoran, Sensor, Agama Sipil, dan terakhir
Kesimpulan.
Buku karya pemikir Barat abad pertengahan ini mencoba mengilmiahkan suatu realita
awal mula pembentukan negara. Terlihat dari susunan dan paparan judul buku yang
kronologis dan rinci, dari individu kemudian sebuah masyarakat menjadi sebuah negara
dengan komponen-komponen pendukung di dalamnya yang seiring berjalannya waktu selalu
mengalami
perubahan
dan
penyesuaian
dengan
perkembangan
masyarakat
dan
perkembangan zaman. Adapun bahasan yang relevan dengan kajian peneliti yaitu pada buku
ketiga Bab Pemerintahan Pada Umumnya dan Prinsip yang Mendasari Pelbagai Bentuk
Pemerintahan. Rousseau mengungkapkan pendapatnya tentang pemerintahan, seperti dalam
Rousseau,
Untuk tindakan bebas apapun, ada dua motif yang saling mendukung: yang satu
bersifat moral, yaitu kehendak yang menentkan tindakan, yang lain bersikaf fisik,
yaitu daya yang melaksanakannya…., korps politis memiliki motif yang sama. Di
dalamnya juga dapat dibedakan juga antara kekuatan dan kehendak. Yang satu disebut
kekuasaan legislatif sedangkan satunya lagi kekuasaan eksekutif. Tanpa peran serta
keduanya, tak satupun yang terjadi atau berlaku di dalam korps politis.
Telah kita lihat bahwa kekuasaan legislative adalah milik rakyat dan hanya dapat
dimiliki oleh rakyat. Sebaliknya, mudah bagi kita untuk melihat, berdasarkan prinsip
yang telah diuraikan di muka, bahwa kekuasaan eksekutif tidak mungkin merupakan
milik seluruh warga, seperti legislative atau berdaulat karena hanya terdiri dari
sejumlah akta yang masing-masing berdiri sendiri. Akta itu sama sekali bukan bagian
undang-undang, dan oleh sebab itu bukan alat untuk berdaulat. Semua akta hasil
berdaulat tidak lain adalah Undang-Undang (Rousseau, 2010 :67).
Pemaparan Rousseau tentang pembagian pemerintah ke dalam Legislatif dan
Eksekutif merupakan pemikiran baru hasil kajiannya terhadap posisi negara. Rousseau mulai
memaparkan konsep-konsep tentang kenegaraan, posisi, fungsi, dan pendukungnya terhadap
pembagian peran dalam pemerintahan tersebut.
Kontribusi dari buku ini adalah, peneliti semakin mendapat gambaran tentang
bagaimana sejarah dan perkembangan sebuah negara baik itu dilihat dari kronologisnya,
argumen-argumen ilmiahnya, hingga teori-teori yang mendukungnya. Namun penjabaran
sistem pemerintahan secara langsung terutama sistem pemerintahan yang berkembang saat ini
tidak peneliti dapatkan karena buku ini menjawab tantangan pada zamannya dimana sistem
pemerintahan ataupun bentuk negara belum berkembang dan seberagam dewasa ini.
Buku kelima yaitu buku Sistem Pemerintahan Islam karya Imam Khomeini yang
diterjemahkan oleh Muhammad Anis Maulachela diterbitkan Pustaka Zahra tahun 2002.
Buku ini terdiri dari lima bab. Bab pertama yaitu Pendahuluan, yang di dalamnya terdapat
Biografi Imam Khomeini. Bab kedua berkaitan dengan kebutuhan akan pemerintahan Islam,
bab ketiga berkaitan dengan Bentuk Pemerintahan Islam, bab keempat berkaitan dengan
wilayatul faqih dalam riwayat, dan bab kelima berkaitan dengan Program untuk menegakan
Pemerintahan Islam.
Buku ini akan dijadikan peneliti sebagai rujukan utama dalam kajian Skripsi yang
berjudul “Pemikiran Imam Khomeini Tentang Wilayatul Faqih Dalam Sistem Pemerintahan
Republik Islam Iran”. Pembahasan mengenai sistem pemerintahan, Imam Khomeini
menuangkan pemikirannya tentang Sistem Pemerintahan khususnya Sistem Pemerintahan
Islam dalam sebuah buku. Bahasan yang terkaitnya yaitu pada bab tiga yang membahas
tentang bentuk pemerintahan Islam. Terdapat pemaparan tentang bagaimana pemerintahan,
pentingnya
pemerintahan,
syarat-syarat
penentuan
hakim
yang
sebagai
pemutus
permasalahan serta sumber hukum yang menjadi landasan pengambilan kebijakan tersebut,
hingga tatacara memperjuangkannya. Selain itu, dipaparkn pula tentang konsep wilayatul
faqih yang menjadi ciri khas dari sistem pemerintahan Islam Imam Khomeini beserta sumber
hukum yang melandasinya.
Buku kedua yaitu buku Agama Politik karya Ahmed Vaezy Penerbit Citra Jakarta
tahun 2006. Buku ini terdiri dari empat bab. Bab pertama membahas tentang pengantar dari
teori pemerintahan agama dan sumber hukum yang melandasinya. Bab kedua membahas
tentang wilayatul faqih. Bab ketiga membahas tentang kenapa harus wilayatul faqih, dan bab
keempat membahas tentang Islam dan demokrasi.
Bahasan yang terkait yaitu tentang pentingnya pemerintahan untuk menuangkan dan
mengaplikasikan sebuah peraturan. Manusia hidup memerlukan seperangkat aturan atau
sistem hukum, seperti menurut Vaezy, (2006:8) bahwa setiap sistem hukum membutuhkan
sebuah pemerintahan yang mengadopsinya dan seperangkat aparat negara yang akan
mengimplementasikan dan menegakan sanksinya. Pentingnya pemerintahan dan aparat
pemerintahan yang melaksanakannya akan sangat mempengaruhi citra sistem pemerintahan
yang terbangun.
Kontribusi buku ini adalah peneliti mendapatkan gambaran tentang pemerintahan,
pemerintahan agama, argument-argumen yang mendasarinya serta perbadingan pemerintahan
yang dapat mempertajam analisis peneliti dalam membedah sistem pemerintahan, khususnya
pemikiran sistem pemerintahan Islam, dan dapat dijadikan pembanding dengan pemikiran
Imam Khomeini tentang Wilayatul Faqih Dalam Sistem Pemerintahan Islam Iran.
Download