BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang TBC merupakan penyakit infeksi yang paling mematikan dan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit jantung. Menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru (Anonim, 2010). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit rakyat, yang tiap tahun mengambil banyak korban. Jumlah penderita di Indonesia sebanyak 583.000 orang menduduki peringkat ketiga terbesar setelah Cina dan India (2 dan 1,5 juta) dengan angka kematian sebesar 140.000 per tahun dan kasus baru 262.000 per tahun (Berita DepKes R.I. PPM & PL 23 Maret 2001). Kawasan Indonesia Timur merupakan daerah yang banyak penderitanya. Penyakit ini ditemukan terutama diantara rakyat jelata yang gizi makanannya belum sempurna dan hidup dalam keadaan sosial-ekonomi dan higienis di bawah normal (Tjay dan Rahardja, 2002). Obat yang digunakan untuk tuberkulosis digolongkan atas dua kelompok obat primer dan obat sekunder. Kelompok obat primer, yaitu isoniazid, rifampisin, etambutol, streptomisin dan pirazinamid, memperlihatkan efektivitas yang tinggi dengan toksisitas yang dapat diterima. Antituberkulosis sekunder adalah etionamid, paraaminosalisilat, sikloserin, amikasin, kapreomisin dan kanamisin (Zubaidi, 1995). Universitas Sumatera Utara Salah satu persyaratan mutu adalah kadar yang terkandung harus memenuhi persyaratan kadar seperti yang tercantum dalam Farmakope Indonesia atau buku resmi lainnya. Informasi studi literatur penetapan kadar bahan baku rifampisin menurut Farmakope Indonesia Edisi IV dan The United States Pharmacopeia 30, ditentukan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan fase gerak campuran air:asetonitril:dapar fosfat:asam sitrat 1,0 M: natrium perklorat 0,5 M (510:350:100:20:20), sedangkan monografi untuk sediaan tablet tidak tercantum. Penetapan kadar bahan baku isoniazid menurut Farmakope Indonesia Edisi IV dan The United States Pharmacopeia 30, ditentukan secara titrimetri dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan fase gerak campuran natrium dokusat:metanol:air (4,4 g:600 ml:400 ml) dan monografi untuk sediaan tablet sama seperti bahan baku. Metode KCKT ini memerlukan alat dan biaya operasional yang relatif mahal serta waktu analisis yang relatif lama. Dilihat dari struktur rifampisin dan isonazid yang mempunyai gugus kromofor, maka senyawa ini dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet. Menurut Moffat, (2004) rifampisin memiliki serapan maksimum dalam larutan asam pada panjang gelombang 231 nm (A 11 =320a), 263 nm, 336 nm (A 11 =250a), sedangkan isoniazid memiliki serapan maksimum dalam larutan asam pada panjang gelombang 266 nm (A 11 =390a) dan dalam larutan basa pada panjang gelombang 298 nm. Mengingat hal tersebut maka diperlukan metode alternatif yang memerlukan alat dan biaya operasional yang lebih murah serta lebih mudah dalam pelaksanaannya, namun masih dapat memberikan hasil dengan akurasi dan presisi Universitas Sumatera Utara yang baik. Adapun metode yang dipilih yaitu secara spektrofotometri ultraviolet. Metode ini memiliki keuntungan antara lain dapat digunakan untuk analisis suatu zat dalam jumlah kecil, pengerjaannya cepat, sederhana, cukup sensitif dan selekif serta mudah dalam interpretasi hasil yang diperoleh. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk memeriksa kadar rifampisin dan isoniazid pada sediaan tablet secara multikomponen dengan spektrofotometri ultraviolet. Adapun uji validasi yang digunakan yaitu uji akurasi dengan parameter % perolehan kembali, uji presisi dengan parameter SD (Standar Deviasi) dan RSD (Relative Standar Deviasi), limit deteksi dan limit kuantitasi. 1.2 Perumusan Masalah 1. Apakah kadar rifampisin dan isoniazid dalam sediaan tablet dapat ditentukan secara multikomponen dengan metode spektrofotometri ultraviolet? 2. Apakah kadar rifampisin dan isoniazid dalam sediaan tablet yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan menurut The United States Pharmacopeia 30 tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110%? 1.3 Hipotesis 1. Kadar rifampisin dan isoniazid dalam sediaan tablet dapat ditentukan secara multikomponen dengan metode spektrofotometri ultraviolet. 2. Kadar rifampisin dan isoniazid dalam sediaan tablet yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan menurut The United States Pharmacopeia 30 tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110%. Universitas Sumatera Utara 1.4 Tujuan 1. Menentukan kadar rifampisin dan isoniazid dalam sediaan tablet yang beredar di pasaran secara multikomponen dengan metode spektrofotometri ultraviolet. 2. Menentukan kadar rifampisin dan isoniazid dalam sediaan tablet yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan menurut The United States Pharmacopeia 30 tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110%. 1.5 Manfaat Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar rifampisin dan isoniazid sehingga dengan kadar yang tepat obat dapat memberikan efek terapi yang dikehendaki. Universitas Sumatera Utara