bab 1 pendahuluan

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Setiap wilayah memiliki karakteristik yang berdeda-beda sehingga setiap
wilayah pasti memiliki keunikan tersendiri. Perbedaan karakteristik ini dapat dilihat
dari sumber daya yang berbeda, kehidupan masyarakatnya yang bervariasi, serta
kontribusi institusi dalam kehidupan masyarakat tersebut. Keterkaitan antara
komponen fisik dan sosial melahirkan bentuk-bentuk kegiatan yang berbeda-beda
di setiap wilayah. Pemanfaatan sumber daya lokal merupakan cara mudah yang
dapat dilakukan oleh masyarakat sehingga mampu memperoleh penghasilan dan
keuntungan dalam rangka melanjutkan kehidupan. Keberadaan faktor internal
seperti aset yang dimiliki masyarakat dan faktor eksternal seperti musim
(seasonality), akses terhadap sumber daya mempengaruhi kemampuan masyarakat
dalam memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya lokal. Kondisi-kondisi
yang saling mempengaruhi tersebut berpengaruh terhadap tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh masyarakat dalam mencukupi kebutuhan mereka.
Kabupaten Kulon Progo memiliki potensi yang pohon kelapa yang
melimpah. Atas potensi ini banyak masyarakat di perdesaan memproduksi gula
kelapa. Produksi gula kelapa di Kulon Progo terdapat di beberapa lokasi seperti di
Kecamatan Kokap, Kecamatan Samigaluh dan Kecamatan Sentolo. Khusus di
Kecamatan Kokap banyak masyarakat yang bertumpu pada kegiatan di sektor ini.
Kecamatan Kokap termasuk dalam kecamatan dengan banyak terdapat penduduk
miskin dibanding dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Kulon Progo. Produksi
gula kelapa mengalami perkembangan dengan adanya inovasi dalam bentuk gula
semut. Melihat kondisi tersebut banyak terdapat program-program bantuan dari
pemerintah untuk memberdayakan masyrakat di perdesaan terutama di Kecamatan
Kokap. Beberapa bantuan tersebut bertujuan untuk mengembangkan agroindustri
gula kelapa dan juga mengurangi kemiskinan di perdesaan.
1
Desa Hargotirto pada tahun 2012 memperoleh bantuan dari Solidaritas Istri
Kabinet Bersatu (SIKIB) bersama dengan Universitas Gadjah Mada berupa saran
dan prasarana pemberdayaan masyarakat dalam rangka menuju desa sejahtera.
Beberapa sarana dan prasarana tersebut yaitu rumah pintar, rumah produksi gula
semut, dan alat-alat produksi dengan teknologi yang modern. Selain bantuan dalam
bentuk infrastruktur, pembinaan juga diberikan kepada masyarakat di Desa
Hargotirto agar mampu memperoleh nilai tambah dari komoditas yang ada seperti
pelatihan pengepakan.
Masyarakat Desa Hargotirto memanfaatkan sumber daya alam pohon kelapa
yang melimpah menjadi komoditas yang memiliki nilai jual yaitu gula kelapa.
Terdapat dua jenis komoditas gula kelapa yaitu gula kelapa bathok dan gula semut.
Pada awalnya sebelum masyarakat memproduksi gula semut, masyarakat di Desa
Hargotirto banyak memproduksi gula kelapa bathok akan tetapi karena rendahnya
nilai jual dari gula tersebut masyarakat melakukan inovasi dengan mengubah model
dari gula kelapa bathok menjadi gula semut. Harga gula kelapa bathok dipasaran
berkisar antara Rp 11.000 – Rp 12.000/Kg, sementara itu gula semut memiliki harga
berkisar anatar Rp 14.000 – Rp 15.000/Kg. Inovasi yang dilakukan masyarakat
tersebut diawali dari pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah setempat
bersama dengan koperasi Jatirogo. Seiring dengan menjanjikannya produksi gula
semut maka masyarakat penghasil gula kelapa “bathok” sebagian besar beralih
memproduksi gula semut. Komoditas gula semut ini menjadi salah satu komoditas
ungulan di Kabupaten Kulon Progo. Hal ini didasarkan pada kemampuan produk
ini untuk di ekspor dan secara kondisi sosial-ekonomis memberikan manfaat bagi
masyarakat di perdesaan yang notabene Kecamatan Kokap merupakan salah satu
kecamatan Miskin di Kulon Progo.
Produksi gula kelapa yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Hargotirto
juga bukan tanpa risiko, dalam proses pembuatan dibutuhkan keahlian khusus
dalam memanjat pohon kelapa untuk mendapatkan air nila sebagai bahan utama
pembuatan gula kelapa dan faktor keselamatan dalam proses memanjat tersebut
menjadi salah satu risiko yang dipertaruhkan. Kondisi musim berpengaruh terhadap
2
tingkat risiko dalam proses pemanjatan tersebut. Pada musim penghujan risiko
memanjat pohon kelapa lebih tinggi karena kondisi pohon yang licin.
Kondisi wilayah yang berada di ketinggian 500-100 m dpal memberikan
potensi bagi wilayah ini untuk cocok ditanami tanaman tahunan seperti durian,
manggis, dll. Keberadaan potensi ini memberikan peluang bagi masyarakat sekitar
untuk melakukan kegiatan ekonomi yang dapat memberikan hasil. Melihat kondisi
dari berbagai aset, faktor-faktor eksternal yang berpengaruh seperti musim; trends
pasar dan kegiatan yang ada di Desa Hargotirto ini, oleh karena itu menarik untuk
diketahui bagaimana strategi penghidupan masyarakat khususnya masyarakat
penghasil gula semut.
1.2
Rumusan Masalah
Kegiatan pemanfaatan sumber daya alam berupa melimpahnya pohon
kelapa memiliki tantangan tersendiri. Risiko yang terdapat dalam proses produksi
gula semut kaitannya dengan proses memperoleh air nira yang dipengaruhi oleh
keberadaan musim kemarau dan musim penhujan, memungkinkan masyarakat
untuk melakukan aktivitas lain dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut
untuk memperoleh penghasilan dalam rangka melanjutkan kehidupan.
Sehingga dari rumusan masalah tersebut muncul pertanyaan penelitian sebagai
berikut :
1. Bagaimana stragtegi penghidupan masyarakat pengrajin gula semut di Desa
Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo?
2. Bagaimana output dan outcome yang dihasilkan dari strategi penghidupan yang
dilakukan oleh masyarakat penghasil gula semut di Desa Hargotirto?
1.3
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui strategi penghidupan masyarakat penghasil gula semut di Desa
Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo.
2. Mengetahui hasil yang dapat diukur berupa output dan outcome dari strategi
penghidupan yang dilakukan masyarakat di Desa Hargotirto.
3
1.4
1.
Kegunaan Penelitian
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana bagi mahasiswa Program Studi
Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.
2.
Sebagai pembaharuan dan perluasan informasi dari penelitian-penelitian
sebelumnya terkait strategi penghidupan perdesaan di Indonesia.
1.5
Tinjauan Pustaka
1.5.1
Pendekatan
Penelitian akan mudah jika dilakukan melalui pendekatan, dalam bidang
ilmu terdapat banyak sekali model pendekatan yang dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya. Salah satunya adalah pendekatan geografi, terdapat tiga pendekatan
Geografi yaitu :
1. Pendekatan keruangan merupakan pendekatan yang menitik beratkan pada
variasi lokasi dari fenomena dan karakteristiknya, meliputi : pola ruang,
interaksi ruang, struktur ruang, asosiasi ruang, kecenderungan, sinergism
ruang
2. Pendekatan Lingkungan merupakan pendekatan yang menitik beratkan
pada kajian lingkungan baik lingkungan secara fisik dan hubungan antara
mahluk hidup dengan lingkungan, meliputi : Lingkungan biotik dan abiotik
3. Pendekatan Kompleks Wilayah merupakan perpaduan antara pendekatan
keruangan dan pendekatan lingkungan.
Lingkup kajian pembangunan wilayah selalu menekankan pada ketiga hal
yaitu: Pertumbuhan (Growh), Pemerataan/Keadilan (Equity) dan Kesejahteraan
(Welfare).
Penelitian
kali
ini
mencoba
merelevansikan
lingkup
kajian
Pembangunan wilayah dalam permasalahan yang ada. Dalam penelitian ini menitik
beratkan pengaruh musim dan trend perdagangan komoditas gula semut yang
merupakan salah satu komoditas unggulan di Desa Hargotirto terhadap strategi
penghidupan masyarakat.
4
1.5.2
Konsep Penghidupan (Livelihood)
Menurut Chambers and Conway (1992) dalam Ellis (2000), livelihood
terdiri dari kemampuan (capability), aset (termasuk bahan dan sumber daya sosial)
dan kegiatan yang dibutuhkan sebagai sarana hidup. Kapabilitas menunjukkan
kepada kemampuan individu untuk menyadari potensi yang dimiliki (Sen
1993;1997) dalam Ellis (2000). Pengertian lain dari penghidupan (livelihood) yang
dikemukakan oleh Ellis (2000) yaitu livelihood atau penghidupan terdiri dari aset
(sumber daya alam, fisik, manusia, ekonomi dan sosial), aktivitas dan akses untuk
mencapainya (dihubungkan oleh institusi dan hubungan sosial) yang bersama-sama
menentukan perolehan matapencaharian oleh individu maupun rumahtangga.
Berdasarkan definisi dari Ellis (2000), perhatian sebenarnya dalam konsep
livelihood yaitu melihat hubungan antara aset, akses dan pilihan orang dari apa yang
dimilikinya untuk mengejar kegiatan alternatif yang dapat membangkitkan level
pendapatan yang diperlukan untuk bertahan hidup.
Livelihood merupakan suatu pendekatan yang kompleks dimana berbagai
komponen dipandang memiliki hubungan seperti aset dan akses. Keterkaitan antara
aset dan akses memunculkan bentuk-bentuk aktivitas penghidupan dan
alternatifnya yang dapat menghasilkan pendapatan atau income. Pilihan-pilihan
aktivitas penghidupan ini lebih lanjut mampu menumbuhkan keberlanjutan bagi
individu atau rumah tangga, hal ini disebut dengan penghidupan berkelanjutan atau
sustainable livelihood. Penghidupan berkelanjutan adalah ketika kemampuan, aset
dan kegiatan mampu mengatasi dan pulih dari tekanan dan guncangan, memelihara
atau meningkatkan kemampuan dan aset, sementara itu tidak merusak sumber daya
alam.
Dalam memahami sustainable livelihood diperlukan suatu kerangka kerja
analisis atau framework for investigating sustainable livelihood secara lebih
spesifik, Scoones (1998) menambahkan istilah rural untuk menunjukkan kerangka
kerja untuk investigasi penghidupan yang berkelanjutan di perdesaan. Lebih lanjut
Scoones menjelaskan kerangka kerja ini menunjukkan bagaimana, dalam konteks
yang berbeda, mata pencaharian yang berkelanjutan yang dicapai melalui akses ke
5
berbagai sumber daya penghidupan (alam, ekonomi, modal manusia dan sosial)
yang tergabung dalam strategi penghidupan yang berbeda (intensifikasi pertanian
maupun ekstensifikasi, diversifikasi mata pencaharian dan migrasi).
Dari kerangka kerja analisis yang terdapat pada gambar 4.1 di atas hal-hal
penting yang berkaitan dengan analisis untuk menginvestigasi penghidupan yang
berkelanjutan yaitu memperhatikan konteks tertentu (kebijakan, politik, sejarah,
agroekologi dan kondisi sosial ekonomi), livelihood resources atau sumber
penghidupan, proses institusi dan struktur organisasi, strategi penghidupan dan
outcome. Sedikit berbeda dengan Scoones, Departement for International
Development (1999) memahami konteks dengan menggunakan istilah vulnerability
contexts atau konteks kerentanan. Konteks kerentanan merupakan hal-hal yang
kemungkinan berpengaruh terhadap suatu kegiatan/aktivitas, DFID membagi
konteks kerentanan dalam 3 bentuk konteks kerentanan yaitu trends, shock atau
guncangan, dan seasonality atau musiman.
6
Gambar 0.1 Kerangka kerja analisis menurut Scoones (1998) dalam
Sustainable Rural Livelihoods a Framework for Analysis.
Trends yaitu kecenderungan peristiwa yang berkembang, beberapa contoh
trends
antara
lain
kecenderungan
populasi,
kecenderungan
ekonomi,
kecenderungan politik, dll. Trends bersifat lebih jinak dan lebih mudah diprediksi.
Trends memiliki pengaruh penting pada tingkat pengembalian (ekonomi atau
sebaliknya) untuk strategi penghidupan yang dipilih (DFID, 1999).
Guncangan atau shock yaitu sesuatu yang terjadi mendadak dan tidak
terkontrol, beberapa contoh shock antara lain yaitu bencana alam, serangan hama,
guncangan ekonomi. Shock bersifat merusak yang dapat mengakibatkan hilangnya
aset dalam sumber penghidupan. Sementara itu konteks kerentanan musiman atau
seasonality dicontohkan dengan harga musiman, musim produksi, musiman
kesempatan kerja.
7
Konsep inti dari pendekatan penghidupan (livelihood approach) yang
dirumuskan oleh DFID (1999) dalam Baiquni (2007) meliputi :
a. People centered: pendekatan ini menekankan pada pandangan bahwa
masyarakat sebagai pusat pembangunan, dimana masyarakat lebih paham
mengenai persoalan sesungguhnya yang dihadapi dan alternatif solusi
pilihannya.
b. Holistic: suatu pandangan yang melihat secara keseluruhan terhadap aspek
kehidupan yang terkait dan berkaitan satu sama lain.
c. Dynamic: perkembangan masyarakat yang dinamis dimana masyarakat dan
kelembagaanya terus berubah sehingga dibutuhkan proses pembelajaran.
d. Build on strength: pendekatan ini melihat kemampuan dari kebutuhan, dimana
modal potensi dan kemampuan masyarakat terus dipupuk hingga mampu
menentukan sendiri langkah bertikutnya dalam menuju tujuan hidupnya.
e. Macro-micro links: pendekatan ini mencoba menjembatani jarak antara pihak
luar seperti kebijakan dan pengaruh kencenderungan makro yang terjadi dalam
masyarakat
f. Sustainibility: keberlanjutan penghidupan dipandang penting dimana bukan
solusi jangka pendek yang dicapai melainkan solusi jangka panjang yang
menjadi perhatian.
1.5.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi penghidupan
Strategi penghidupan secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
aset dan akses. Aset atau modal dideskripsikan sebagai persediaan modal yang
dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung, untuk membangkitkan
cara bertahan rumah tangga atau menyokong kebahagiaan pada level yang berbeda
diatas bertahan (Ellis, 2000). Aset atau modal dapat dikelompokan menjadi 5 jenis
yaitu sumber daya alam (natural capital), sumber daya manusia (human capital),
sumber daya fisik (phisycal capital), sumber daya ekonomi (financial capital), dan
sumber daya sosial (social capital). Sumber daya alam atau natural capital
merupakan semua komponen dari lingkungan alamiah yang dapat dimanfaatkan
8
sebagai sumber daya bersama (asli di alam), contohnya: ketersediaan tanah (lahan),
ketersediaan air. Sumber daya manusia (human capital) berupa pengetahuan,
ketrampilan, kesehatan, dan sumber daya lainnya yang menyangkut potensi
individu. Aset fisik merupakan modal yang nampak kasat masat yang dapat
digunakan untuk penghidupan, misalnya seperti lahan, hewan ternak, kendaraan,
dan alat produksi.
Sumber daya ekonomi (financial capital) merupakan basis modal (uang
tunai, kredit/hutang, dan aset ekonomi lainnya), contohnya : pendapatan, tabungan.
Sumber daya fisik berupa sumber daya alam yang sudah ada campur tangan dari
manusia dan diinvestasikan menjadi aset fisik. Sementara itu sumber daya sosial
(social capital) menyangkut dimensi kemanusiaan, contohnya : jaringan,
kepercayaan (trust), budi baik (claim), dan afiliasi, kebanyakan dari aset sosial ini
merupakan variabel yang tidak dapat dihitung atau intangible aset (Scoones, 1998).
Akses digambarkan dengan aturan dan norma sosial yang mempengaruhi
perbedaan kemampuan orang di perdesaan untuk memiliki, mengontrol, bahkan
mengklaim atau menggunakan sumber daya seperti lahan dan barang kepemilikan
bersama (Scoones, 1998). Akses terhadap sumber penghidupan tersebut
dipengaruhi oleh proses kebijakan dan struktur organisasi yang ada di masyarakat
(Scoones, 1998). Struktur organisasi terdiri dari institusi formal dan institusi nonformal, institusi formal yaitu kelembagaan/organisasi yang mempengaruhi akses
terhadap aset, contohnya: pemerintah, kelompok tani, patron atau pemilik lahan.
Sementara itu institusi non-formal yaitu norma-norma lokal yang ada dan
mempengaruhi akses terhadap aset, contohnya : tradisi lokal dan aturan lokal yang
berlaku. Keberadaan institusi formal memiliki pengaruh yang vital dalam
pembangunan di perdesaan, kebijakan perlindungan terhadap aset lokal tanpa
memperhatikan kondisi sosial-organisasi di masyarakat lokal tidak dapat
mengoptimalkan strategi penghidupan yang berkelanjutan di masyarakat perdesaan
(Bowen dan Master, 2011).
9
1.5.4
Strategi Penghidupan
Strategi penghidupan atau livelihood strategies tersusun dari aktivitas-
aktivitas yang dilakukan oleh rumah tangga yang dapat membangkitkan cara untuk
bertahan hidup (Ellis, 2000). Scoones (1998) mengklasifikasikan beberapa tipe
perilaku yang dilakukan oleh masyarakat perdesaan sebagai bentuk dari strategi
penghidupan yaitu intensifikasi/ekstensifikasi pertanian, diversifikasi, migrasi dan
kombinasi.
Intensifikasi pertanian merupakan strategi penghidupan yang lebih banyak
pada penghidupan dari pertanian seperti pemeliharaan hewan ternak, perikanan,
kehutanan dan lain-lain. Sementara itu diversifikasi merupakan strategi
matapencaharian yang mengupayakan berbagai kegiatan produktif. Migrasi
merupakan upaya untuk memperoleh mata pencaharian yang bersifat sementara
atau permanen di tempat lain. Sementara itu kombinasi merupakan perpaduan
antara berbagai bentuk strategi penghidupan secara berurutan.
Tipologi lain untuk bentuk strategi penghidupan rumah tangga menurut
White (1991) dalam Baiquni (2007) yaitu strategi bertahan hidup (survival
strategy), strategi konsolidasi (consolidation strategy) dan akumulasi strategi
(accumulation strategy). Rumah tangga strategi survival umumnya merupakan
rumah tangga miskin dan marjinal, kondisi kepemilikan aset sangat terbatas. Dalam
hal kepemilikan lahan, rumah tangga strategi ini memiliki lahan yang sempit dan
terbatas. Pendapatan yang diperoleh oleh rumah tangga strategi ini berpegang pada
curahan tenaga dengan ketrampilan yang terbatas pula dengan nilai pendapatan
yang relatif sedikit. Kemampuan rumah tangga strategi ini hanya mampu
mencukupi kebutuhan tingkat subsisten saja. Pengeluaran dari rumah tangga ini
didominasi oleh pemenuhan kebutuhan pokok pangan. Dari komposisi anggota
rumah tangga dari rumah tangga ini biasanya memiliki jumlah anggota keluarga
yang besar dan bahkan extended family.
Rumah tangga strategi konsolidasi pada umumnya memiiki aset dan modal
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan subsiten. Rumah tangga ini memiliki aset
dan status sosial yang lebih tinggi dari pada rumah tangga strategi survival.
Pendapatan dari rumah tangga ini juga lebih tinggi dari pada pendapatan rumah
10
tangga survival. Diversifikasi pertanian dan non-pertanian kadang dilakukan oleh
rumah tangga pada strategi ini. Kebutuhan dasar sudah bukan menjadi masalah bagi
rumah tangga ini, bahkan rumah tangga dengan strategi konsolidasi sudah mampu
memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier mereka.
Rumah tangga strategi akumulasi memiliki aset, kapasitas dan pemenuhan
kebutuhan yang lebih tinggi dari rumah tangga dengan strategi survival dan
konsolidasi. Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk jangka panjang guma
meningkatkan aset dan kapasitas mereka. Dengan kapasitas dan kemampuan yang
mereka miliki, mereka mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Pendatan dari
rumah tangga ini jelas lebih tinggi dari dua kategori sebelumnya.
Analisis lebih lanjut terhadap strategi penghidupan yang dilakukan oleh
masyarakat terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu livelihood
generation, livelihood portopolio, eksistensi dalam masyarakat dan keorganisasian
(Scoones, 1998). Livelihood generation merupakan kegiatan yang mampu
membangkitkan sumber pendapatan, sedangkan livelihood portopolio merupakan
sumber pendapatan yang mampu memberikan keselamatan bagi penghidupan
selanjutan. Output merupakan hasil yang diperoleh dari bentuk strategi
penghidupan rumah tangga. Dalam hal ini yang dimaksud dengan output yaitu
pendapatan yang diperoleh.
Outcome atau hasil yang diharapkan dari strategi penghidupan
berkelanjutan di perdesaan yaitu untuk mewujudkan sustainability khususnya
dalam hal pendapatan; kelestarian lingkungan; kesejahteraan (welfare), contohnya
kemampuan mencukupi kebutuhan makan dan kebutuhan lainnya seperti
memperbaiki taraf pendidikan anggota keluarga, memperbaiki kondisi kesehatan;
keamanan, kebahagiaan; pengurangan kemiskinan dan ketahanan sumber
penghidupan atau adaptasi penghidupan.
1.5.5
Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai strategi penghidupan masyarakat sudah banyak
dilakukan. Pada penelitian mengenai strategi penghidupan umumnya memiliki
11
suatu konteks kerentanan tertentu yang diangkat untuk dikaitkan dengan strategi
penghidupan masyarakat. Penelitian yang dilakukan Baiquni (2007) di Yogyakarta
mengangkat konteks kerentanan berupa kondisi krisis ekonomi dan adanya krisis
lingkungan berupa musim panas yang lebih lama. Konteks kerentanan tersebut
menyebabkan pergeseran bentuk mata pencaharian di perdesaan yang mulanya
dominan di sektor pertanian kemudian bergeser ke usaha non-pertanian. Kondisi
tersebut secara umum berpengaruh terhadap strategi penghidupan rumah tangga di
perdesaa.
Penelitian lain yang dilakukan Babulo, et al (2008) yang dilakukan di
perdesaan di Ethiopia bagian utara menunjukan bahwa untuk meningkatkan
kegiatan-kegiatan di perdesaan Tigray (Ethiopia) dapat dilakukan dengan
memanfaatkan lingkungan dan kemampuan ekonomi secara bersama-sama, serta
penting didukung melalui lebih banyak penyaluran sumber daya keuangan di
perdesaan melalui kredit agar memotivasi masyarakat perdesaan untuk mengambil
keuntungan. Sementara itu Bowen dan Master (2011) dengan penelitian yang
dilakukan di Perancis yang mengambil objek kajian masyarakat penghasil keju
menunjukkan hasil bahwa kebijakan perlindungan terhadap aset lokal tanpa
memperhatikan kondisi sosial-organisasi di masyarakat lokal tidak akan dapat
mengoptimalkan strategi penghidupan masyarakat di perdesaan.
Mengambil penelitian yang terkait dengan objek kajian yaitu gula kelapa
yang dilakukan oleh Endrasari dan Yuwono (2012) di Magelang memperlihatkan
bahwa industry gula kelapa di desa kajian berpotensi untuk dikembangkan
mengingat ketersediaan bahan baku yang melimpah. Sementara itu industri gula
kelapa yang sudah ada masih membutuhkan pembinaan dalam hal produksi gula
kelapa, informasi bahan baku, pasar dan akses modal. Agar lebih mudah untuk
dibandingkan perbedaan antar penelitian tersebut di atas dapat dilihat pada tabel 1.1
di bawah.
Kajian dalam penelitian ini yaitu strategi penghidupan masyarakat dimana
masyarakat yang diambil dalam penelitian ini yaitu masyarakat penghasil gula
semut di Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo serta
12
konteks kerentanan yaitu keberadaan musim. Melihat penelitian Baiquni (2006)
bahwa pada kondisi musim panas yang lebih lama mengakibatkan pergeseran
kegiatan masyrakat di perdesaan. Hal tersebut menjadi menarik jika kondisi
semacam itu terjadi pada masyarakat penghasil gula semut (gula kelapa). Penelitian
ini menggunakan metode survei, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif. Hal ini dipilih karena
akan terdapat banyak data pada variabel-variabel penelitian untuk menggambarkan
kondisi aset, akses rumah tangga penghasil gula semut di Desa Hargotirto.
13
Tabel 1.1 Daftar penelitian tentang strategi penghidupan sebelumnya
Dilakukan oleh
Baiquni (2006)
Judul Penelitian
The Economic and Ecological Crises
Pendekatan
Hasil
Kuantitatif
Krisis ekonomi di tahun 1997 dan adanya krisis lingkungan berupa musim panas
and Their Impact on Livelihood
yang lebih lama menyebabkan pergeseran bentuk mata pencaharian di perdesaan
Strategies of Rural Households in
yang mulanya dominan di sektor pertanian kemudian bergeser ke usaha non-
Yogyakarta
pertanian. Secara umum adanya kedua krisis tersebut berpengaruh pada kondisi
strategi penghidupan rumah tangga. Rumah tangga muda dan dewasa relatif
lebih mampu survival daripada rumah tangga usia tua melalui berbagai bentuk
konsolidasi dalam usaha ekonomi.
Babulo, et al
Household livelihood strategies and Kuantitatif
Untuk
meningkatkan
kegiatan-kegiatan
perdesaan
di
Tigray
dengan
(2008)
forest dependence in the highlands of
memanfaatkan lingkungan dan ekonomi secara bersamaan, harus didukung
Tigray, Northern Ethiopia
dengan lebih banyak menyalurkan sumber daya keuangan untuk daerah
perdesaan, kredit perdesaan akan memotivasi masyarakat setempat untuk
mengambil keuntungan dari peluang bisnis baru yang sebelumnya tidak dapat
dilakukan karena kendala keuangan.
Bowen, dan
New rural livelihoods or museums of
Kualitatif
Kebijakan perlindungan terhadap aset lokal tanpa memperhatikan kondisi
Master (2011)
production? Quality food initiatives in
sosial-organisasi di masyarakat lokal tidak dapat mengoptimalkan strategi
practice
penghidupan yang berkelanjutan di masyarakat perdesaan.
14
Dilakukan oleh
Judul Penelitian
Pendekatan
Hasil
Kuantitatif
Industri gula kelapa di Dusun Madukoro, Magelang berpotensi dikembangkan
Studi Kasus : Perancis dan Polandia
Retno Endrasari
Potensi olahan gula kelapa dalam
dan Dian
mendukung pemanfaatan pekarangan
mengingat ketersediaan bahan baku, profesi yang turun temurun serta pengrajin
Maharso Yuwono
di MKRL Kabupaten Magelang
dalam usia skala produktif. Industri produksi gula kelapa yang sudah ada masih
(2012)
membutuhkan pembinaan dalam hal produksi gula kelapa, informasi bahan
baku, pasar dan akses modal.
Elik Merbawani
Strategi Penghidupan Masyarakat
Kuantitatif
Strategi penghidupan rumah tangga penghasil gula semut mayoritas merupakan
(2015)
Penghasil Gula Semut di Desa
rumah tangga strategi survival dengan persentase 48,57%. Sisanya dengan
Hargotirto, Kecamatan Kokap,
37,14 % merupakan rumah tangga strategi konsolidasi, dan relatif sedikit saja
Kabupaten Kulon Progo
dengan 14,29 % merupakan rumah tangga dengan strategi akumulasi. Pada
musim penghujan rumah tangga konsolidasi memperoleh tambahan pendapatan
dari panen tanaman musiman yang mereka miliki, hal ini menunjukkan aset
yang lebih baik dari rumah tangga strategi survival memberikan keuntungan
bagi mereka.
15
1.6
Kerangka pemikiran
Penelitian mengenai strategi penghidupan memerlukan identifikasi mengenai
kondisi aset dan akses. Dalam penelitian ini setiap aset seperti aset alam, fisik,
sosial, manusia dan ekonomi dalam rumah tangga dilakukan identifikasi terlebih
dahulu untuk mengetahui kondisinya pada tiap rumah tangga penghasil gula semut
di Desa Hargotirto. Selain kondisi aset, kondisi mengenai akses juga diidentifikasi.
Akses merupakan kemampuan suatu rumah tangga dalam memanfaatkan
sumberdaya yang terdapat di sekitarnya dan juga kemampuan rumah tangga dalam
memperoleh sarana/prasarana yang mendukung penghidupan mereka. Kemampuan
rumah tangga dalam memanfaatkan sumberdaya dan memperoleh bantuan sering
dipengaruhi oleh keberadaan institusi. Institusi dapat berupa peraturan, normanorma lokal yang berperan dalam berpengaruh terhadap pemanfaatan sumberdaya
lokal.
Konteks kerentanan yang diambil dalam penelitian ini yaitu keberadaan
musim dalam kegiatan produksi gula semut. Keberadaan musim dalam produksi
gula semut berpengaruh terhadap kegiatan produksi gula semut. Aktivitas rumah
tangga menjadi salah satu bagian penting dalam konsep penghidupan. Aktivitas
masyarakat di perdesaan mayoritas bertumpu pada kegiatan yang berbasis pada
sumberdaya alam seperti bertani, bertenernak dan menghasilkan produk olahan
tertentu dalam hal ini yaitu produk makanan.
Perumusan strategi penghidupan didasarkan pada identifikasi terhadap
kondisi aset, akses dan aktivitas masing-masing rumah tangga penghasil gula semut
di Desa Hargotirto. Bentuk strategi penghidupan yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu strategi survival, konsolidasi dan akumulasi. Dari masing-masing bentuk
strategi penghidupan tersebut coba diketahui output (pendapatan) dari kegiatan
yang kegiatan yang dilakukan. Selain output, penelitian ini juga mencoba untuk
mengetahui outcome (akibat) yang diperoleh dari bentuk strategi penghidupan yang
dilakukan oleh rumah tangga penghasil gula semut di Desa Hargotirto. Skema
kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 1.1 di bawah.
16
Download