bab 2 kajian pustaka

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu (State of The Art)
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (State of The Art)
Peneliti dan
Judul
Metode
Simpulan
Perbedaan
Persamaan
Tahun
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Manilall
The impact of
Dhurup,
packaging,
Chengedzai
Penelitian
Penelitian ini
awareness
ini
sama-sama
price and
memiliki
menggunak
menggunakan
Mafini,
brand
pengaruh
an atribut
brand awareness
Tshepiso
awareness on
terhadap
produk
dalam
Dumasi
Customer
customer
dalam
membentuk
Satisfaction:
satisfaction
meningkatk
sebuah
Evidence from
dengan terus
an kepuasan kepuasan
the paint
berinovasi
konsumen
retailing
dalam
melalui
industry
meningkatkan brand
(2014)
Kuantitatif Brand
atribut
konsumen
awareness
produknya
namun tetap
menyesuaikan
dengan harga
kompetitor.
Dr. Nischay K.
Effect Of
Upamannyu,
Brand Trust,
Prof. Chanda
Gulati,
(2014)
Kuantitatif Brand Image
Penelitian
Penelitian ini
memiliki
ini hanya
sama-sama
Brand Image
pengaruh
menggunak
menggunakan
On Customer
terhadap
an satu
brand image
Satisfaction In
customer
variabel
untuk mengukur
Fmcg Sector
satisfaction
saja yaitu
kepuasan
At Gwalior
pada sektor
Brand
konsumen
Region
FCMG di
Image
9
10
Peneliti dan
Judul
Metode
Simpulan
Perbedaan
Persamaan
Tahun
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Penelitian
kota Gwalior,
terhadap
India
customer
satisfaction
Mohammad
Rizan,
Pengaruh
Brand Image
Basrah Saidani
(2012)
Pada
Pada penelitian
memiliki
penelitian
ini
Dan Brand
pengaruh
ini ,
menggunakan
Trust
terhadap
menggunak
brand image
Terhadap
customer
an sisi harga untuk mengukur
Customer
satisfaction
, rasa atau
kepuasan
Satisfaction
Teh Botol
atribut dan
konsumen
Teh Botol
Sosro dengan
citra dari
Sosro
memberikan
merek
nilai yang
dalam
baik dari segi
menciptaka
harga, rasa,
n kepuasan
penampilan
konsumen
Kuantitatif Brand Image
kemasan,
serta manfaat
kepada
konsumen
Hubungan
Lieusbun
Antara Brand
jelas memiliki penelitian
sama-sama
(2014)
Image Dan
peran yang
menggunakan
Kepuasan
penting dalam menonjolka
brand image
Konsumen Air
membentuk
n sisi peran
yang diakan
Mineral
kepuasan
pihak
dijadikan
Dalam
konsumen
perusahan
patokan
Kemasan
terhadap
dalam
penelitian dalam
(AMDK)
Aqua.
menciptaka
membentuk
n kepuasan
kepuasan
konsumen.
konsumen.
Merek Aqua
Kuantitatif Brand image
Pada
Penelitian ini
Novia Martha
ini lebih
11
Peneliti dan
Judul
Metode
Simpulan
Perbedaan
Persamaan
Tahun
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Benny Sanjaya
(2013)
Pengaruh
Kuantitatif Brand
Pada
Penelitian ini
Brand
awareness
penelitian
sama-sama
Awareness
berpengaruh
ini hanya
menggunakan
Dan Brand
signifikan dan menggunak
Association
positif
an brand
sebagai alat
Terhadap
terhadap
awareness
ukur penelitian
Customer
customer
sebagai
dalam
Satisfaction
satisfaction.
pendukung
meningkatkan
Melalui
Hal ini berarti
dari
kepuasan
Perceived
bahwa brand
terbentukny
konsumen
Quality Pada
awareness
a kepuasan
Sepatu Merk
yang tinggi
konsumen
Nike Di
dapat
Surabaya
meningkatkan
brand awareness
kepuasan
konsumen.
2.2
Landasan Teori
2.2.1 Komunikasi
Komunikasi adalah proses sosial dimana individu-individu menggunakan
simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan
mereka. Komunikasi juga mencakup komunikasi tatap muka maupun komunikasi
dengan menggunakan media. Dalam komunikasi ada lima perspektif kunci yaitu
sosial, proses, simbol, makna, dan lingkungan. Kelima perspektif ini tidak dapat
dipisahkan dari definisi komunikasi (West & Turner, 2009: 5-6).
Pengertian komunikasi menurut Carl I. Hovland dalam Wiryanto, yakni
sebagai berikut:
Bahwa komunikasi adalah proses dimana seorang individu (komunikator)
mentransmisikan stimuli (biasanya simbol verbal) untuk memodifikasi perilaku
individu lain. Komunikasi juga berarti proses timbal balik pertukaran sinyal untuk
memberi informasi, membujuk, atau memberi perintah, berdasarkan makna yang
12
sama dan dikondisikan oleh konteks hubungan para komunikator dan konteks
sosialnya (Cutlip, Center, dan Broom, 2007: 226).
“The process by which an individual (the communicator) transmits
stimuli (usually verbal symbols) to modify, the behavior of other
individual.” (Wiryanto, 2004: 6)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses timbal balik
pertukaran sinyal dengan mentransmisikan stimuli untuk memberi informasi dan
menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka dengan tujuan untuk
memodifikasi perilaku individu lain.
2.2.2 Komunikasi Pemasaran
Asosiasi Pemasaran Amerika atau AMA (The American Marketing
Association) mendefinisikan pemasaran sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan
konsepsi, harga, promosi dan distribusi ide, barang dan jasa unuk menciptkan
pertukaran yang memuaskan kebutuhan individu serta tujuan organisasi (Morissan,
2010: 3).
Kotler dalam Rangkuti, (2009:18) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu
proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi, serta diatribusi
sejumlah barang dan jasa, untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan
tujuan individu dan organisasi.
Menurut Sutisna dalam buku Amir Purba, dkk (2006: 126-127) menyatakan
komunikasi pemasaran merupakan usaha untuk meyampaikan pesan kepada publik
terutama konsumen saran mengenai perbedaaan produk di pasar. Menurut William
G. Nickles dalam buku Amir Purba,dkk (2006: 126) mendefiniskan komunikasi
pemasaran sebagai berikut : proses pertukaran informasi yang dilakukan secara
persuasif sehingga proses pemasaran dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Hubungan antara pemasaran dengan komunikasi merupakan hubungan yang
erat. Komunikasi merupakan proses pengoperan lambang-lambang yang diartikan
sama antara individu kepada individu, individu kepada kelompok, kelompok kepada
kelompok dan kelompok kepada massa. Komunikasi dalam pemasaran bersifat
kompleks. Bentuk komunikasi yang lebih rumit mendorong penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan dilakukan melalui sejumlah strategi komunikasi
yang canggih, setelah melewati perencanaan yang matang (Soemanangara, 2006: 3).
13
2.2.3 Branding
2.2.3.1 Pengertian Branding
Branding berasal dari kata brand (merek) yang secara harafiah merupakan
kata benda, yang cenderung berhubungan dengan suatu produk atau jasa. Menurut
Kotler dan Keller (2007:70) merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, simbol,
rancangan, atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk mengenali
produk atau jasa dari seseorang atau penjual dan untuk membedakannya dari produk
pesaing. Jadi merek mengidentifikasi pembuat atau penjual dari suatu produk.
Menurut Laksana (2008:77), brand adalah suatu nama, istilah, tanda,
lambang atau desain, atau gabungan semua yang diharapkan untuk mengidentifikasi
barang atau jasa dari seseorang, penjual atau sekelompok penjual, dan diharapkan
akan membedakan barang atau jasa dari produk pesaing.
Sedangkan Branding adalah kumpulan kegiatan komunikasi yang dilakukan
oleh perusahaan atau seseorang dalam rangka proses membangun dan membesarkan
brand (Maulana, 2010). Lindstrom mengatakan bahwa, “Branding continuously
strives to achieve authenticity and build a relationship with consumers that will
extend from cradle to grave (Lindstrom, 2005:192).” Jadi dapat dikatakan bahwa
branding merupakan proses penjalinan komunikasi dan hubungan baik antara
perusahaan dan konsumer
Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa branding adalah
proses komunikasi sebuah nama, istilah, tanda, lambang atau desain, atau gabungan
semua yang diharapkan dapat digunakan untuk membedakan sebuah perusahaan
dengan perusahaan lain. Branding itu sendiri akan membuat keaslian dari brand
tersebut dan keaslian itu akan membuat masyarakat serta konsumen semakin percaya
dan menggunakan brand tersebut.
2.2.3.2 Tingkatan Brand
Sebuah brand yang baik adalah mampu membedakan diri dari pesaing.
Menurut Kotler (2005:82) makna brand dapat dibedakan menjadi enam tingkatan
yaitu:
1. Atribut
Brand akan mengingatkan orang pada atribut-atribut tertentu. Memberikan
suatu gambaran tentang sifat produk dari merek itu sendiri.
14
2. Manfaat
Suatu merek lebih dari serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut
tetapi membeli manfaat dan atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat
fungsional dan emosional. Sebagai contoh, atribut “tahan lama“ bisa
diterjemahkan ke dalam manfaat fungsional, “saya tidak akan membeli mobil
baru dalam beberapa tahun.“
3. Nilai
Brand mencerminkan sesuatu mengenai nilai-nilai pembeli. Produsen harus
mengenali secara spesifik kelompok pembeli dengan nilainya sesuai dengan
manfaat yang diberikan oleh brand tersebut. Nilai perusahaan tersebut lah
yang membedakan perusahaan dengan pesaingnya.
4. Budaya
Brand mewakili budaya tertentu, pencerminan dari himpunan simbol, nilai,
perilaku perusahaan tertentu. Secara internal, budaya merek menjadi
penuntun semuaperilaku dan tindakan karyawan (mitra internal) perusahaan
harus cocokdengan budaya merek yang tercermin dari merek itu sendiri.
Secara eksternal, budaya merek ini akan menjadi pertimbangan utama bagi
konsumen untuk membeli merek produk yang memiliki simbol, nilai-nilai
dan perilaku yang sesuai dengan budaya, nilai-nilai, dan perilaku mereka
sendiri.
5. Kepribadian
Brand akan menarik bagi orang yang memiliki keseuaian antara gambaran
dirinya dengan brand image. Merek memproyeksikan kepribadian tertentu,
konsumen mungkin memvisualisasikan sebuah mobil mahal sebagai sebuah
sosok eksekutif muda yang kaya. Merek akan menarik orang-orang yang
diinginkan sesuai dengan image merek.
6. Pemakai
Brand juga menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan
produk tersebut. Merek memberi kesan mengenai jenis konsumen yang
membeli atau menggunakan produk. Saat kita membayangkan suatu produk,
kita dapat menebak jenis konsumen apa yang ungkin bisa menjadi konsumen
produk tersebut.
15
2.2.3.3 Manfaat Brand (Merek)
Menurut Kotler dan Keller (2009:259), merek memiliki manfaat bagi
perusahaan yaitu sebagai berikut :
1. Menyederhanakan penanganan atau penelusuran produk.
2. Membantu mengatur catatan persediaan dan catatan akuntansi.
3. Menawarkan perlindungan hukum kepada perusahaan untuk fitur-fitur atau
aspek unik produk. Bagi perusahaan, merek mempresentasikan bagian
properti hukum yang sangat berharga, dapat mempengaruhi konsumen, dapat
dibeli dan dijual, serta memberikan keamanan pendapatan masa depan yang
langgeng.
2.2.3.4 Syarat-Syarat Memilih Brand
Bagaimanapun kecilnya merek yang telah kita pilih mempunyai pengaruh
terhadap kelancaran penjualan. Sehingga untuk setiap perusahaan hendaknya dapat
menetapkan merek atau cap yang dapat menimbulkan kesan yang positif. Untuk itu
maka syarat-syarat merek dibawah ini perlu diperhatikan menurut Alma (2007:150),
merek harus:
1. Mudah diingat
Memilih merek sebaiknya mudah diingat, baik kata-katanya maupun
gambarnya atau kombinasi sebab dengan demikian konsumen atau calon
konsumen mudah mengingatnya.
2. Menimbulkan kesan positif
Dalam memberikan merek harus dapat diusahakan yang dapat menimbulkan
kesan positif terhadap barang atau jasa yang dihasilkan, jangan kesan negatif.
3. Tepat untuk promosi
Selain kedua syarat diatas, maka untuk merek tersebut sebaiknya dipilih yang
bilamana dipakai promosi sangat baik. Merek-merek yang mudah diingat dan
dapat menimbulkan kesan positif tentu baik bila dipakai untuk promosi. Akan
tetapi untuk promosi tersebut nama yang indah dan menarik serta gambargambar yang bagus juga memegang peranan penting. Jadi di sini untuk
promosi selain mudah diingat dan menimbulkan kesan positif usahakan agar
merek tersebut enak untuk diucapkan dan baik untuk dipandang.
16
2.2.3.5 Strategi Branding
Diperlukan suatu strategi yang tepat agar branding yang dilakukan oleh
perusahaan dapat efektif dan efisien. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) definisi dari strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus.Sedangkan menurut Gelder (2005) “The brand strategy
defines what the brand is supposed to achieve in terms of consumer attitudes and
behavior.” (Gelder, 2005:29).
Strategi branding sangat diperlukan oleh suatu perusahaan agar brand yang
ingin dimunculkan di masyarakat dapat diterima dan berrtahan di pasar.Selain itu
strategi branding dibentuk agar perusahaan dapat bertahan dan memiliki perbedaan
dengan pesaingnya.
Menurut Gelder (2005), strategi branding tidak hanya bergantung pada
persepsi yang ada di masyarakat tetapi juga bergantung pada instrument yang ada
pada brand tersebut dan bagaimana instrument itu disusun dalam brand
management.Gelder menambahkan, ada tiga elemen pendukung dalam membentuk
brand strategy, yaitu brand positioning, brand identity, dan brand personality.
1. “Brand positioning as a way of demonstrating a brand’s advantage over and
differentiation from its competition” (Gelder, 2005:31). Brand positioning
berarti suatu brand menunjukkan kelebihannya dan perbedaan brand tersebut
dari brand lainnya / brand pesaing.
2. “Brand identity as a set of aspects that convey what a brand stands for: its
background, its principles, its purpose and ambitions” (Gelder, 2005:35).
Suatu brand harus mempunyai identitas yang dapat menunjukkan latar
belakang, prinsip-prinsip, dan tujuan serta ambisi dari brand tersebut. Dari
identitas tersebut akan terlihat perbedaan antara satu brand dengan brand
lainnya.
3. “Brand personality is developed to enhane the appeal of a brand to
consumers” (Gelder, 2005:41).Personality suatu brand dibangun sedemikian
rupa untuk menarik perhatian konsumen dan dapat digunakan untuk
meyakinkan konsumen bahwa brand tersebut adalah yang terbaik.
Melalui strategi branding tersebut, suatu perusahaan akan bisa mencapai
suatu tahap yang dinamakan brand equity. Terdapat empat elemen dalam brand
equity, yaitu brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand
17
loyalty. Keempat elemen tersebut merupakan satu kesatuan dari brand equity yang
akan memberikan nilai tambah kepada suatu brand.
2.3
Brand Equity
Kotler dan Amstrong (2004) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek
pembeda positif dari respon konsumen atas suatu barang dan jasa sebagai
akibat dari pengetahuan konsumen atas nama merek dari barang dan jasa
tersebut.
Pendapat lain menurut Hasan (2013:226), ekuitas merek merupakan aset yang
paling berharga dalam setiap bisnis dalam mendasari image, kepribadian, identitas,
sikap, keakraban, asosiasi dan kesadaran merek.
Dalam perspektif pemasaran, salah satu definisi brand equity yang paling
banyak dikutip adalah definisi versi David A. Aaker yang menyatakan bahwa brand
equity adalah serangkaian aset dan kewajiban merek yang terkait dengan sebuah
merek, nama dan simbolnya,
yang menambah
atau mengurangi
nilai yang
diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan perusahaan
tersebut. Aset ekuitas merek pada umumnya menambah atau mengurangi nilai bagi
para konsumen. Aset-aset ini membentu mereka menafsirkan,
berproses
dan
menyimpan informasi dalam jumlah besar mengenai produk dan merek. Ekuitas
merek juga bisa mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil
kepastian pembelian, yang lebih penting adalah kenyataan bahwa kesan kualitas
dan asosiasi merek bisa menguatkan keputusan konsumen dengan pengalaman
menggunakannya.
Aaker menyiratkan bahwa brand equity bisa bernilai bagi perusahaan dan
bagi konsumen. Peran ekuitas merek dalam memberikan nilai atau manfaat bagi
konsumen antara lain:
1. Merek
membantu
konsumen
dalam
menafsirkan,
memproses
dan
menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut
2. Ekuitas merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam
pengambilan keputusan atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan
atau kedekatan, dan asosiasi dengan berbagai karakteristik merek.
3. Perceived quality dan brand association dapat mempertinggi tingkat
kepuasan konsumen.
18
Bagi perusahaan brand equity berperan sebagai :
1. Dapat menguatkan
program, memikat konsumen baru atau merangkul
kembali konsumen lama
2. Memungkinkan margin yang lebih tinggi dan memungkinkan harga
optimum dan mengurangi ketergantungan pada promosi
3. Dapat memberikan landasan untuk pertumbuhan melalui perluasan merek
4. Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu
menciptakan loyalitas saluran distribusi
5. Dapat memberikan
keuntungan
kompetitif
bagi perusahaan
dengan
memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki pesaing
2.3.1 Komponen Brand Equity
Menurut Kotler dan Keller (2008,:261) berdasarkan Aaker Model, Brand
Equity memiliki 5 komponen: persepsi kualitas, loyalitas merek, kesadaran merek,
asosiasi merek, dan aset merek eksklusif lainnya. Namun, kelima dimensi Aaker, aset
merek eksklusif lainnya, biasanya dihilangkan dalam penelitian ekuitas merek karena
tidak langsung berhubungan dengan konsumen sesuai dengan Isabel Buil et al (2008)
's penelitian:
1. Brand Awareness
Kemampuan calon pembeli untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah
merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu. Membangun ini
terkait dengan kekuatan kehadiran merek di benak konsumen dan biasanya
diukur melalui pengakuan merek dan recall dalam keadaan yang berbeda.
2. Brand Loyalty
Keterikatan konsumen dengan sebuah merek. Loyalitas merek dapat
dikonseptualisasikan dalam beberapa cara, misalnya berdasarkan perspektif
perilaku, yang menekankan perilaku pembelian berulang atau pada perspektif
sikap, yang mencakup komitmen dalam hal beberapa nilai unik yang terkait.
3. Brand Association
Segala sesuatu yang terkait dengan memori atas sebuah merek. Asosiasi ini
dapat berasal dari berbagai sumber dan bervariasi sesuai dengan kesukaan,
kekuatan dan keunikan merek.
Kehebatan asosiasi merek adalah
kemampuannya untuk membentuk sikap positif, dan persepsi yang kuat dan
alasan untuk membeli.
19
4. Perceived Quality
Penghakiman konsumen tentang keunggulan keseluruhan produk atau
superioritas. Hal ini tidak kualitas tujuan dari produk tetapi evaluasi subjektif
konsumen yang tergantung pada persepsi mereka.
2.4
Brand Image
Menurut Keller dalam penelitian yang dijalankan oleh Severi (2013:127),
citra merek atau brand image dapat didefinisikan sebagai pencitraaan dari sebuah
merek yang dibawa masuk ke dalam benak konsumen.
Menurut Hsieh, Pan, & Setiono dalam Anwar et al (2011:73-79) citra merek
atau brand image membantu konsumen dalam mengenali kebutuhan mereka dan
kepuasan mengenai merek, juga membedakan merek dari saingan lainnya
memotivasi pelanggan untuk membeli produk dari suatu merek dagang.
Menurut penelitian yang dijalankan oleh Low dan Lamb dalam Serrao
(2008:22) dijelaskan bahwa semakin dekat dan semakin baik sebuah citra merek,
semakin tinggi pula nilai merek dalam pandangan konsumen.
2.4.1 Pengukuran Brand Image
Dalam penelitian ini, untuk mengukur brand image, digunakan pengukuran
yang diterapkan oleh Jing et al (2014) dimana beliau menggunakan tiga indikator
meliputi:
1. Service-related attributes
Dalam penelitian ini, product-related attributes mengacu pada keseusaian
pelayanan yang diberikan oleh perusahaan atau merek dagang terhadap
ekspektasi konsumen
2. Benefits
Dalam penelitian ini, benefits mengacu pada keuntungan-keuntungan yang
didapatkan oleh konsumen dari penggunaan jasa yang diberikan oleh merek
dagang atau perusahaan.
3. Attitudes of consumers towards that product or service
Dalam penelitian ini, attitudes of consumers towards that product or service
mengacu pada sikap positif yang diberikan konsumen kepada merek dagang
atau perusahaan.
20
2.5
Brand Awareness
Aaker dalam Handayani, et al (2010:62), mendefinisikan kesadaran merek
(brand awareness) adalah kemampuan dari konsumen potensial untuk mengenali
atau mengingat bahwa suatu merek termasuk ke dalam kategori produk tertentu.
Kesadaran merek atau brand awareness berarti kemampuan konsumen dapat
mengenali dan mengingat merek dalam situasi yang berbeda. Kesadaran merek
terdiri dari brand recall dan brand recognition. Brand recall berarti ketika konsumen
melihat kategori produk, mereka dapat mengingat nama merek persis, dan pengakuan
merek berarti konsumen memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi merek ketika
ada isyarat merek (Aaker dalam Chi, 2009:135).
Selain itu, Hoeffler & Keller dalam Chi (2009:136) menunjukkan bahwa
kesadaran merek dapat dibedakan dari kedalaman dan keluasan. Kedalaman berarti
bagaimana membuat konsumen untuk mengingat atau mengidentifikasi merek
dengan mudah, dan keluasan mengungkapkan menyimpulkan ketika konsumen
membeli produk, nama merek akan datang ke pikiran mereka sekaligus.
Sedangkan menurut Durianto, dkk (2004:30), brand awareness adalah
kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingatkembali suatu
merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu.
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran merek
(brand awareness) adalah kesanggupan seorang pembeli untuk mengenali atau
mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk
tertentu.
2.5.1 Pengukuran Brand Awareness
Aaker dalam Homburg (2010) telah memecah brand awareness menjadi dua
dimensi yaitu brand recall dan brand recognition dan dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Recognition
Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat
seseorang
pembeli
memilih
suatu
merek
pada
saat
melakukan
pembelian.
2. Recall
Pengingatan kembali pada merek didasarkan terhadap permintaan seseorang
21
untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini
diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda
dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan
merek tersebut.
3. Top-of-mind
Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan
dan ia dapat, menyebutkan satu nama merek, maka merek yang
paling
banyak disebutkan pertama sekali merupakan puncak pikiran. Dengan
kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek
yang ada di dalam benak konsumen.
4. Brand Knowledge
Merupakan tingkat dimana seseorang mampu membuat sebuah brand
merupakan sebuah bagian dalam produk atau jasa tertentu.
2.6
Customer Satisfaction
Menurut Tjiptono (2007), kepuasan pelanggan merupakan tanggapan
emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi dalam suatu produk atau
jasa.
Kotler dan Amstrong (2010) menyatakan bahwa, costumer satisfaction merupakan
sejauh mana kinerja suatu produk yang dirasakan cocok dengan harapan pembeli.
Jika kinerja suatu produk turun, maka pembeli akan merasa kecewa. Jika kinerja
suatu produk cocok dengan harapan pembeli, maka pembeli akan merasa puas. Dan
jika kinerja produk melebihi harapan pembeli, maka pembeli akan merasa sangat
puas.
Kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan dimana kebutuhan,
keinginan
dan
harapan
mengakibatkanterjadinya
dari
pelanggan
pembelian
ulang
dapat
atau
terpenuhi
kesetiaan
yang
yang
akan
berlanjut
(Purwaningsih dan Soenhadji, 2010) Dalam buku Fandy Tjiptono (2008, p169)
berikut definisi yang berkembang untuk kepuasan pelanggan :
1. Perasaan yang timbul setelah mengevaluasi pengalaman pemakaian produk.
(Cadotte, Woodruff & Jenkins, 1987) .
2. Respon pelanggan terhadap evaluasi persepsi atas perbedaan antara harapan
awal
sebelum
pembelian
dan
kinerja
actual
produk
sebagaimana
22
depersepsikan setelah pemakaian atau mengkonsumsi produk bersangkutan (
Tse & Wilton, 1998).
3. Evaluasi purnabeli keselurhan yang membandingkan persepsi terhadap
kinerja produk dengan ekspektasi pra-pembelian (Fornell, 1992).
4. Ukuran kinerja ‘produk total’ sebuah organisasi dibandingkan serangkaian
keperluan pelanggan (Hill, Brierley & MacDougall).
5. Tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang ia
presepsikan dibandingkan dengan harapannya ( Kotler, et al.,2004 )
Menurut Putra (2004), berdasarkan studi literature dan pengalaman para
peneliti berbagai perusahaan di Indonesia, ada lima driver utama kepuasaan
pelanggan, yaitu:
1. Product Quality
Pelanggan puas jika setelah membeli dan menggunakan produk tersebut
ternyata kualitas produknya baik. Ada 6 elemen dari kualitas produk, yaitu
performance, features, reliability, durability, consistency, design.
2. Price
Untuk pelanggan yang sensitif, biasanya harga murah adalah sumber
kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan value for money
yang tinggi, komponen harga ini relative tidak penting bagi mereka yang
tidak sensitif terhadap harga.
3. Service Quality
Service Quality sangat bergantung pada tiga hal yaitu sistem, teknologi, dan
manusia. Faktor manusia ini memegang pengaruh sekitar 70%. Itu sebabnya
kepuasan terhadap kualitas pelayanan biasanya sulit ditiru. Salah satu konsep
Service Quality yang popular adalah SERVQUAL. Berdasarkan konsep ini,
Service
Quality
diyakini
memiliki
lima
dimensi
yaitu,
reliability,
responsiveness, assurance, emphaty, tangible.
4. Emotional Factor
Kepuasan pelanggan dapat timbul pada saat mengendarai mobil yang
memiliki brand image yang baik. Rasa bangga, rasa percaya diri, simbol,
sukses, bagian dari kelompok orang penting dan sebagainya adalah contoh
emotional value yang mendasar dari kepuasan pelanggan.
5. Ease of Gain Product
23
Pelanggan akan semakin puas apabila relativ lebih mudah, nyaman, dan
efisien dalam mendapatkan suatu produk baik barang ataupun jasa.
Berdasarkan analisi dari teori-teori tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan senang atau kecewa pelanggan
terhadap produk yang diperoleh berdasarkan ekspektasi dengan kenyataann,
dimana rasa puas bagi user dapat disebabkan oleh beberapa faktor meliputi
kualitas produk (performance, features, reliability, durability, consistency,
design), harga, Service Quality, factor emosional, dan factor yang
berhubungan dengan biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk.
2.6.1 Pengukuran Customer Satisfaction
Terdapat beberapa metode yang bias dipergunakan perusahaan untuk
mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Kotler
dalam Tjiptono (2007,p210) mengidentifikasikan terdapat 4 metode yang dapat
digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan :
Tingkat Kepuasan pelanggan
1. Sistem keluhan dan saran :
Setiap organisasi/perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu
menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi pelanggan
untuk menyampaikan saran dan kritik mereka. Media yang dapat digunakan
bias berupa kotak saran,saluran telepon bebas pulsa, websites, dll. Informasiinformasi yang diperoleh dapat memberikan ida-ide baru dan masukan
kepada perusahaan dan memungkinkan perusahaan untuk bereaksi secara
tanggap dan cepat dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul. Metode ini
bersifat pasif karena menunggu inisiatif pelanggan untuk menyampaikan
keluhan atau pendapat sehingga sulit mendapatkan gambaran lengkap
mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pekanggan. Riset menunjukan 25%
dari totalpembelian konsumen diwarnai ketidakpuasan dimana hanya 5%
pelanggan yang tidak puas yang melakukan komplain menggunakan
kebanyakan diantaranya langsung berganti pemasok (Kotler,et al.,2004).
2. Gosh Shoping (Mystery Shopping) :
Metode ini menggunakan beberapa orang ghost shopper untuk berperan atau
berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing.
Dimana mereka diminta berinteraksi dengan staff perusahaan dan
24
berdasarkan pengalaman mereka tersebut, mereka diminta melaporkan
temuan-temuanya mengenai kekuatan dan kelamahan produk perusahaan dan
pesaing. Biasanya para ghost shopper diminta mengamati secara seksama dan
menilai cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan spesifik
pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.
Bilamana memungkinkan sebaiknya manajer perusahaan terjun langsung
menjadi ghost shopper untuk mengetahui langsung bagaimana karyawan
berinteraksi dan memperlakukan pelanggan.
3. Lost costumer analisys :
metode ini menggunakan cara menghubungi pelanggan yang telah berhenti
membeli atau yang berpindah pemasok untuk mengetahui mengapa hal
tersebut terjadi dan supaya mengambil kebijakan perbaikan. Bukan hanya exit
interview saja yang penting tapi pemantauan customer loss rate juga penting
dimana peninggkatan costumer loss rate menunjukan kegagalan perusahaan
dalam memuaskan pelanggannya. Kesulitan pada metode ini adalah
mengidentifikasikan dan mengontak mantan pelanggan yang bersedia
memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan.
4. Survei Kepuasan Pelanggan :
Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan feedback secara
langsung dari pelanggan dan uga memberikan kesan positif bahwa
perushaaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Survey bias
dilakukan melalui pos, telepon, email, websites dan wawancara langsung.
2.7
Kerangka Penelitian
Brand Awareness
(X1)
Brand Image
(X2)
Customer
Satisfaction
(Y)
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
Sumber: Peneliti
25
2.8
Rancangan Uji Hipotesis
Rancangan uji hipotesis dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Untuk tujuan 1
Ho: Brand awareness tidak memiliki pengaruh terhadap customer satisfaction merek
dagang Sushi tei
H1: Brand awareness memiliki pengaruh terhadap customer satisfaction merek
dagang Sushi tei
Untuk tujuan 2
Ho: Brand image tidak memiliki pengaruh terhadap customer satisfaction merek
dagang Sushi tei
H1: Brand image memiliki pengaruh terhadap customer satisfaction merek dagang
Sushi tei
Untuk tujuan 3
Ho: Brand awareness dan brand image secara serentak tidak memiliki pengaruh
terhadap customer satisfaction merek dagang Sushi tei
H1: Brand awareness dan brand image secara serentak memiliki pengaruh terhadap
customer satisfaction merek dagang Sushi tei
26
Download