Ganyong, Bahan Pangan Alternatif Ganyong merupakan tanaman berumbi yang kaya manfaat. Tepung ganyong berpotensi menggantikan terigu pada aneka kue, kerupuk, dan mi atau untuk bahan baku industri. Tepung ganyong sangat baik untuk pertumbuhan anak balita dan juga berkhasiat obat. Untuk melestarikan dan mengembangkan tanaman ganyong, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) telah mengoleksi dan mengevaluasi ganyong dari berbagai daerah di Indonesia. G anyong (Canna edulis) merupakan tanaman berbentuk herba berumpun dan termasuk kelompok umbi-umbian. Umbi ganyong dimanfaatkan sebagai sumber pangan dan bahan baku industri. Informasi tentang pemanfaatan umbi ganyong cukup banyak dalam situs internet. Ganyong merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat. Umbi tua dimanfaatkan sebagai sumber pati, umbi muda dibuat sayur atau dikukus, dan bagian tajuknya untuk pakan ternak. Tepung ganyong dapat diolah menjadi aneka makanan tradisional, seperti kue kering, roti, kerupuk, mi, dan makanan olahan lainnya seperti layaknya terigu, dengan rasa yang tidak berubah. Dengan demikian, tepung ganyong dapat menjadi pengganti terigu. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, setiap 100 g tepung ganyong mengandung 95,0 kkal kalori, 1 g protein, 0,1 g lemak, 22,6 g karbohidrat, 21 g kalsium, 70 g fosfor, 1,9 mg zat besi, 0,1 mg vit B1, dan 75 g air. Dalam pati ganyong terdapat 80% karbohidrat dan 18% air. Kadar pati yang tinggi pada umbi ganyong membuka peluang sebagai bahan baku industri, seperti sirup glukosa dan alkohol. Umbi ganyong sangat baik untuk pertumbuhan anak balita karena mengandung fosfor, zat besi, dan kalsium yang tinggi. Umbi ganyong juga berkhasiat obat sebagai antipiretik dan diuretik, serta untuk penyakit diare, hepatitis akut, hipertensi, radang saluran kencing, dan panas dalam. Walaupun ganyong memiliki banyak manfaat, konsumsi dan pemanfaatan ganyong masih terbatas sehingga dapat mengancam kelestariannya. Umbi ganyong dapat menjadi bahan pangan alternatif saat paceklik. Saat harga bahan makanan pokok naik, umbi ganyong dapat menjadi salah satu pilihan karena cukup murah dan bergizi. Penelitian dan pengembangan kelompok umbi-umbian minor termasuk ganyong belum menjadi prioritas di Indonesia. Biasanya tanaman ganyong tumbuh liar di tegalan. Tanaman toleran pada kondisi tanah yang lembap atau ternaungi dan dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 2.500 m di atas permukaan laut. Petani biasanya menanam ganyong sebagai tanaman sela. Untuk melestarikan tanaman ganyong, BB Biogen mengoleksi berbagai jenis ganyong yang ada di Indonesia. Saat ini telah berhasil dikoleksi 50 aksesi ganyong yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Maluku Tengah. Selanjutnya, koleksi plasma nutfah tersebut dievaluasi dan dikarakterisasi untuk mengetahui variasi genetiknya, serta karakter morfologis maupun fisiologisnya. Plasma nutfah ganyong yang dikoleksi ternyata masih sedikit keragamannya. Di Indonesia dikenal dua jenis ganyong, yaitu ganyong merah dan ganyong putih. Disebut ganyong merah karena umbinya berwarna merah keunguan, sedangkan ganyong putih umbinya berwarna putih. Ganyong merah memiliki daun (helai daun, tangkai daun, pinggiran daun, tulang daun) berwarna merah keunguan, sedangkan ganyong putih berwarna hijau. Bunga ganyong merah berwarna Umbi dan tanaman ganyong yang berbunga kuning dan merah. Volume 32 Nomor 3, 2010 11 Tabel 1. Keragaman karakter morfologis (sifat kuantitatif) ganyong koleksi BB Biogen, Bogor. Jenis ganyong Tinggi tanaman (cm) Jumlah aksesi Jumlah anakan/ rumpun Bobot umbi/ rumpun (kg) Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang tangkai daun (cm) Jumlah daun Ganyong merah 27 60,2-101,8 2,8-7,6 (75,4) (4,4) 1,07-2,3 30,6-40,6 (1,7) (34,8) 15-22 (16,9) 15,2-20,6 (18,0) 6,0-8,4 (7,3) Ganyong putih 23 53,6-88,0 (71,03) 1,33-2,31 25,4-36,8 (1,58) (32,17) 14-19 (15,76) 14,2-19,6 (17,77) 5,4-8,2 (7,12) 2,8-6,4 (4,15) Angka dalam kurung adalah rata-rata. merah keunguan, sedangkan bunga ganyong putih memiliki dua warna, yaitu kuning dan oranye (jingga). Semua aksesi ganyong merah dan ganyong putih asal Indonesia memiliki karakter kuantitatif yang hampir sama. Yang membedakan keduanya adalah ganyong putih tanamannya lebih pendek, ukuran daun lebih kecil, dan hasil umbi lebih kecil (Tabel 1). Dari informasi yang diperoleh, ganyong merah sulit menghasilkan biji dan kadar patinya lebih rendah daripada ganyong putih. Tanaman ganyong perlu dibudidayakan mengingat manfaat umbi ganyong sangat banyak dan dapat dijadikan bahan pangan alternatif yang potensial. Oleh karena itu, tanaman ganyong perlu dikembangkan dan dilestarikan (BB Biogen) . Informasi lebih lanjut hubungi: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jalan Tentara Pelajar No. 3A Bogor 16111 Telepon : (0251) 8 3 3 7 9 7 5 8339793 Faksimile : (0251) 8 3 3 8 8 2 0 E-mail : [email protected] Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 32, No. 3, 2010 Kampung Domba: Kiat dan Model Pengembangan Industri Rumah Tangga Satu upaya proaktif untuk mendiseminasikan hasil penelitian dilakukan Balai Penelitian Ternak (Balitnak) dengan membangun "kampung domba" untuk menghasilkan bibit dan bakalan. Balitnak mengajak berbagai pemangku kepentingan untuk mewujudkan program tersebut dengan sasaran meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam waktu kurang dari tiga tahun, populasi domba di kampung domba telah berkembang lebih dari dua kali lipat. Model kampung domba ini diharapkan dapat direplikasi di daerah lain. B erawal dari suatu tantangan tertinggalnya pengembangan ternak lokal dibandingkan dengan tanaman pangan, khususnya padi dan perkebunan utamanya kelapa sawit, Balitnak membangun suatu model kawasan ternak domba yang dinamakan "kampung domba". Mo- 1 2 del diseminasi hasil litbang ini dikembangkan di Provinsi Banten dan diresmikan Dinas Peternakan setempat pada bulan Juli 2008. Kampung domba dikelola oleh Gapoktan Juhut Mandiri di Kampung Cinyurup, Kelurahan Juhut, Kecamatan Karang Tanjung, Pan- deglang, Banten. Lokasinya berada di lereng gunung karang dengan kemiringan minimum 30%. Kampung domba tersebut memiliki vegetasi rumput, tanaman palawija, sayuran, semak, tanaman tahunan, serta hijauan pakan ternak yang berlimpah, mampu me- Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian